bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
181
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Umum Tempat Penelitian
4.1.1. Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian Evaluasi Program Pelatihan IHT
Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru ini
dilakukan di SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga
yang terletak di Jalan Suropati 14 togaten Salatiga.
Sekolah dasar ini merupakan sekolah swasta yang
berada di bawah naungan yayasan Muhammadiyah
dan telah memiliki SK pendirian sekolah
028/II.O/N/2007 dan SK izin operasional
163/421.3/DIKDAS/II/2009.
SD yang dahulu bernama HIS
Muhammadiyah dan sempat berubah nama
menjadi sekolah rakyat ini berdiri sejak tahun
1932. Pada masa itu, walaupun mengusung nama
sekolah Islam, namun sekolah ini mempunyai
murid dengan berbagai latar belakang agama,
khususnya Islam dan Kristen. Pada tahun 1970-an
sekolah ini kembali berubah nama menjadi SD
Muhammadiyah. Akan tetapi SD Muhammadiyah
kalah bersaing dengan SD Inpres yang sedang
dikembangkan pemerintah. Hal ini menyebabkan
berkurangnya animo masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya di SD Muhammadiyah
182
dan membuat SD ini hampir ditutup. Untuk
menyikapi kondisi ini, pada tahun 2002 para tokoh
Muhammadiyah mengadakan rapat yang hasilnya
diputuskan bahwa sekolah akan dikembangkan
menjadi sekolah unggulan dan namanya diubah
menjadi SD Muhammadiyah (Plus).
Perubahan nama sekolah juga berimbas pada
perubahan strategi untuk mewujudkan cita-cita
sebagai sekolah unggulan. Dalam rangka
mewujudkan cita-cita tersebut maka sekolah
bersama yayasan mencanangkan beberapa strategi
yang memerlukan kerjasama dan kesiapan SDM-
nya. Salah satunya adalah diadakannya program
IHT agar SDM sekolah mempunyai kesiapan, sikap
dan keterampilan dalam mencapai cita-cita
sekolah. Selain itu, merujuk pada Standar Nasional
Pendidikan pada penerapan KTSP, diperlukan
analisis konteks agar sekolah senantiasa berbenah.
Adapun analisis konteks yang dilakukan SD
Muhammadiyah (Plus) tersebut dirangkai dalam
kegiatan IHT (In House Training). IHT sendiri
merupakan kegiatan terprogram setiap tahun yang
secara intensif sudah berjalan selama 7 (tujuh)
tahun.
Pada saat ini SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga telah berkembang pesat dan telah memiliki
44 orang guru yang aktif mengajar. Berdasarkan
183
hasil studi dokumen diketahui bahwa seluruh guru
telah menempuh pendidikan S1, bahkan ada
beberapa diantaranya, yaitu sebanyak 11% guru
telah menempuh pendidikan S2. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan dengan Wakil Kepala
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga diketahui
bahwa sebagian guru yang telah memiliki gelar
sarjana saat ini tengah menempuh pendidikan
lanjut ke jenjang yang lebih tinggi.
4.1.2. Visi, Misi dan Tujuan SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga
Berdasarkan data lapangan yang diperoleh,
maka diketahui bahwa visi SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga adalah “Pusat keunggulan di bidang
IMTAQ dan IPTEK yang berkarakter kebangsaan
dan peduli lingkungan (The centre of “faith and
devotion” and “science and technology” excellence
with nationalism and environmental caring based)”.
Berdasarkan visi yang telah ditetapkan,
kemudian dijabarkan ke dalam 10 misi berikut: 1)
Menumbuhkan sikap kemandirian dalam
beribadah (To grow an attitude of being independent
in worship); 2) Membentuk pribadi sopan dalam
bersikap, santun dalam berucap, dan berempati (To
form a personality which is polite in attitude,
mannered in saying, and emphatic); 3) Menghargai
184
dan membentuk karakter peserta didik (To
appreciate and form the character of students); 4)
Mengembangkan budaya lokal dan kreativitas
peserta didik (To develop local culture and student’s
creativity); 5) Menciptakan, menumbuhkan budaya
bersih dan sehat serta memelihara lingkungan
hidup (To create, grow clean and healthy culture
and keep the living environment); 6) Menumbuhkan
belajar mandiri (To grow self study); 7)
Mengembangkan budaya disiplin dan berprestasi
(To develop discipline and highly achieved culture);
8) Menggali, menumbuhkan, dan melejitkan
potensi peserta didik (To dig, grow, and publish
student’s potency); 9) Memberikan bekal dasar
keterampilan TIK dan berbahasa asing (To give
basic skill of Information Technology and Foreign
Language); 10) Meraih posisi sekolah bertaraf
internasional (To achieve international standard
school).
Adapun yang menjadi tujuan pendidikan
Muhammadiyah, yaitu “Mengusahakan
terbentuknya pelajar muslim yang beriman,
bertaqwa, berakhlak mulia, cakap, percaya pada
diri sendiri, cinta tanah air, berguna bagi
masyarakat dan Negara.
185
4.2. Hasil Penelitian
Berdasarkan data dan informasi yang telah
terkumpul, selanjutnya diperlukan pendeskripsian yang
berkaitan dengan program pelatihan IHT SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga pada tahun ajaran
2013/2014. Pendeskripsian diperlukan guna menjawab
permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, yaitu
bagaimana instructional, institutional, dan behavior dari
program pelatihan IHT tersebut. Pada tahap
pendeskripsian ini data diperoleh melalui wawancara
terhadap wakil kepala SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga, angket yang disebarkan kepada guru-guru dan
studi dokumen yang berkaitan dengan program
pelatihan IHT. Adapun informasi yang diperoleh adalah
sebagai berikut.
4.2.1. Dimensi Instructional
Data angket yang telah dikumpulkan selanjutnya
dilakukan tabulasi untuk menentukan masing-masing
indikator dalam dimensi instructional termasuk dalam
kategori rendah, sedang, atau tinggi. Melalui
pengkategorian tersebut akan diketahui sejauh mana
program IHT dilaksanakan sehingga dapat diberikan
rekomendasi perbaikan program jika diperlukan. Hasil
dari tabulasi dari dimensi instructional dapat dilihat
pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Hasil Tabulasi Angket Pada Dimensi Instructional
186
No Indikator
Frekuensi
jawaban Indeks
5 4 3 2 1
1 Jadwal pelatihan IHT dan pembagian
durasi waktu pada tiap materi
pelatihan
9 7 0 0 0 14,6
2 Kesesuaian topik pelatihan IHT
dengan kebutuhan peserta sebagai
seorang guru
14 2 0 0 0 15,6
3 Metode penyampaian materi dalam
pelatihan IHT 6 10 0 0 0 14
4 Kesesuaian metode penyampaian
materi dengan materi yang diberikan
dalam pelatihan IHT
3 13 0 0 0 13,4
5 Interaksi antara pemateri dengan
peserta dalam pelatihan IHT 6 10 0 0 0 14
6 Penggunaan teori belajar dalam pelatihan
a Minat peserta untuk mengikuti
program pelatihan IHT 14 2 0 0 0 15,6
b Motivasi peserta untuk mengikuti
program pelatihan IHT 15 1 0 0 0 15,8
c Pengurutan materi pelatihan IHT dari
yang mudah menuju kepada yang
sulit
6 10 0 0 0 14
d Partisipasi peserta dalam pelatihan
IHT 6 7 3 0 0 13,4
e Ketepatan waktu penyampaian
materi atau kesesuaian materi
dengan jadwal
4 11 1 0 0 13,4
f Pengorganisasian pelatihan IHT dan
pelayanan panitia kepada peserta 7 9 0 0 0 14.2
g Kesesuaian informasi dari materi
yang disampaikan dalam pelatihan
IHT dengan profesi peserta
12 4 0 0 0 15,2
h Kenyamanan tempat pelatihan IHT 10 6 0 0 0 14,8
i Kelengkapan peralatan atau media
yang digunakan dalam pelatihan IHT 10 6 0 0 0 14,8
j Ketersediaan alat tulis untuk peserta
pelatihan IHT yang disediakan panitia 10 6 0 0 0 14,8
7 Pelayanan dan fasilitas pelatihan IHT berikut:
187
No Indikator
Frekuensi
jawaban Indeks
5 4 3 2 1
a Variasi makanan yang disediakan 7 9 0 0 0 14,2
b Kenyamanan tempat penginapan
yang disediakan 14 2 0 0 0 15,6
c Kenyamanan ruang presentasi yang
digunakan 14 2 0 0 0 15,6
d Kualitas media audio visual yang
digunakan saat presentasi 15 1 0 0 0 15,8
Rata-rata 14,7
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa
rata-rata indeks pada dimensi Instructional sebesar 14,7
sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Nilai indeks
tertinggi terdapat pada indikator motivasi untuk
mengikuti program pelatihan dan kualitas media yang
digunakan dengan nilai indeks sebesar 15,8 yang
tergolong kategori tinggi. Sedangkan nilai indeks
terendah sebesar 13,4 dan masih termasuk dalam
kategori tinggi, yaitu pada indikator kesesuaian metode
penyampaian dengan materi pelatihan, partisipasi
peserta dalam pelatihan, dan ketepatan waktu
penyampaian materi.
Selain data angket, terdapat pula data-data yang
didapatkan dari wawancara dan studi dokumen.
Adapun hasil yang ditemukan pada masing-masing
teknik pengumpulan data tersebut dijabarkan per sub
variabel berikut.
188
a. Organisasi
Peserta IHT yang diselenggarakan SD
Muhammadiyah (Plus) merupakan seluruh guru di SD
tersebut. Oleh karena itu materi dalam IHT pun
disesuaikan dengan profesi keguruan. Berdasarkan
tabel 6, dapat diketahui bahwa persepsi guru mengenai
kesesuaian informasi dari materi yang disampaikan
dengan profesi peserta memiliki nilai indeks 15,2
sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini
berarti materi yang disampaikan dalam IHT sesuai
dengan level peserta atau tidak melenceng dari profesi
peserta sebagai guru di SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga.
Selain itu, dalam dokumen Panduan Kegiatan
IHT SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga Tahun Ajaran
2013/2014 diketahui bahwa selain diberikan materi
mengenai kurikulum yang merupakan materi untuk
meningkatkan pengajaran, IHT juga menitikberatkan
pada membangun budaya unggul sekolah. Oleh karena
itu materi tidak hanya sekedar konten kurikulum
tetapi juga bagaimana merubah pola pikir,
meningkatkan kinerja melalui motivasi, membangun
komitmen bersama dalam mewujudkan prestasi dan
membangun sekolah unggul. Materi yang disampaikan
meliputi Kemuhammadiyahan Aplikatif Image dan
Character Building pendidikan Muhammadiyah,
Kurikulum 2013, akselerasi dan peningkatan prestasi,
189
refleksi dan peneguhan Komitmen, serta pendidikan
kreatif.
Pemberian materi pun diurutkan dari materi
mudah ke materi sulit. Pengurutan materi dari yang
mudah menuju ke yang sulit juga ditegaskan oleh
wakil kepala sekolah melalui wawancara tanggal 28
Januari 2017 yang telah dikonfirmasi kepada salah
seorang panitia dan guru. Cuplikan wawancara
mengenai pengurutan materi adalah sebagai berikut:
“Materi yang diberikan disini diurutkan. Pada hari pertama ada orientasi dari pengurus; lalu ada
materi Kemuhammadiyahan, supaya semua guru
dan karyawan teguh terhadap
Kemuhammadiyahannya sebagai karakter budinya;
kemudian ada kompetensi pembelajaran; lalu ada kurikulum 2013 yang disini sifatnya hanya
suplemen saja karena guru-guru juga sudah
mendapat materi tentang K-13 dari pemerintah,
materi kurikulum ini termasuk kompetensi
pembelajaran atau pengetahuan yang berkaitan
dengan profesionalisme guru; lalu ada akselerasi dan peningkatan prestasi, yang berisi tentang
capaian-capaian; refleksi, yaitu merefleksi setahun
yang lalu. Kemudian pada hari kedua terdapat
Qiyamul Lail atau kerohanian, sehingga kegiatan
IHT selain berhubungan dengan fisik atau intelijen
juga diberikan materi mengenai kerohanian melalui Qiyamul Lail, sholat subuh dan Kultum“
Para peserta pun memberikan penilaian yang
baik pada pengurutan materi IHT. Hal ini terbukti pada
indikator mengenai pengurutan materi dari mudah
menuju ke sulit diperoleh nilai indeks persepsi peserta
sebesar 14, sehingga termasuk dalam kategori tinggi.
Sebagian besar peserta, yaitu sebanyak 62,5%
190
menyatakan pengurutan materi tersebut sudah baik,
selebihnya sebanyak 37,5% peserta menyatakan bahwa
pengurutan materi tersebut sangat baik.
Berdasarkan hasil wawancara kepada wakil
kepala sekolah tanggal 23 September 2016 yang telah
dikonfirmasi kepada salah seorang panitia dan guru
diketahui bahwa durasi untuk IHT yang
diselenggarakan di hotel biasanya dilakukan selama
dua hari. Hasil wawancara tersebut senada dengan
data yang ditemukan melalui studi dokumen bahwa
IHT SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga pada tahun
ajaran 2013/2014 dilaksanakan selama dua hari, yaitu
pada hari Senin, tanggal 1 Juli 2013 sampai dengan
hari Selasa, tanggal 2 Juli 2013. IHT dimulai pada
pukul 11.00 WIB dan ditutup pada hari selanjutnya
pada pukul 12.00 WIB. Setiap materi yang
disampaikan oleh pemateri dijadwalkan selama
sembilan puluh (90) menit. Persepsi peserta terhadap
jadwal pelatihan IHT dan pembagian durasi waktu
pada tiap materi pelatihan memperoleh nilai indeks
sebesar 14,6 sehingga termasuk dalam kategori tinggi.
Sebanyak 56% peserta menilai bahwa jadwal IHT dan
pembagian durasi waktu pada tiap materi sudah
sangat baik, dan 44% lainnya menilai baik.
Organisasi yang meliputi tiga indikator, yaitu
kesesuaian materi terhadap level peserta yang dalam
penelitian ini pesertanya adalah guru, pengurutan
191
materi dari mudah ke sulit, dan durasi waktu dalam
materi memiliki pengaruh positif terhadap keberhasilan
program. Materi yang diberikan merupakan materi
yang sesuai dengan kebutuhan peserta sebagai seorang
guru sehingga dapat meningkatkan kompetensinya.
Materi pun diurutkan berdasarkan tingkat
kesulitannya agar peserta dapat memahami isi materi
dengan baik. Adapun durasi waktu yang digunakan
dalam IHT di SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga ini
didasarkan pada waktu yang telah ditentukan untuk
melakukan IHT.
b. Konten
Dari hasil wawancara kepada wakil kepala
sekolah tanggal 23 September 2016 yang telah
dikonfirmasi kepada salah seorang guru dan panitia
diketahui bahwa:
“Setiap kegiatan yang diselenggarakan di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga selalu didasarkan
pada visi dan misi sekolah. Ini juga berlaku untuk
program IHT. Oleh karena itu topik yang dipilih
dalam IHT pun didasarkan pada visi dan misi sekolah. Selain itu tentunya juga didasarkan pada
kebutuhan guru dan tujuan program yang akan
diselenggarakan.”
Topik IHT yang merupakan kebutuhan guru pun
ditentukan oleh semua warga sekolah, khususnya
kepala sekolah, dan guru. Kepala sekolah sebagai
pemimpin sekolah dapat menentukan topik yang akan
diberikan dalam IHT jika memang guru memerlukan
192
materi mengenai topik tersebut untuk menunjang
kompetensinya. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri
bahwa guru terkadang juga memiliki kebutuhan lain
selain dari keputusan kepala sekolah, khususnya
dalam menambah wawasan ataupun keterampilan di
bidang pengajaran. Oleh karena itu, sekolah
mempunyai inisiatif untuk menampung ide-ide untuk
dijadikan topik IHT yang disampaikan para guru
melalui perkumpulan guru yang diadakan setiap
minggu atau disampaikan langsung kepada kepala
sekolah. Hal ini senada dengan cuplikan wawancara
dengan Wakil Kepala SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga, 23 September 2016 yang telah dikonfirmasi
kepada salah seorang guru dan panitia IHT berikut ini
“Program IHT ini selain didasarkan visi dan misi juga
disesuaikan dengan kebutuhan. Topik pelatihan bisa
dari pimpinan jika memang kebutuhan guru itu penting untuk dikembangkan dan bisa juga dari guru
melalui perkumpulan yang diadakan setiap minggu.
Tetapi kadang-kadang ide atau topik pelatihan tidak
melalui forum resmi, justru kita banyak yang tidak
melalui forum resmi.”
Persepsi peserta terhadap kesesuaian topik IHT
dengan kebutuhan peserta yang berprofesi sebagai
guru mencapai nilai indeks sebesar 15,6 sehingga
termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan
seorang guru SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga tidak
hanya bertugas untuk memberikan pengajaran kepada
siswanya, tetapi juga memiliki tugas untuk
mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah.
193
(Wawancara dengan Wakil Kepala SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga, 23 September 2016 yang telah
dikonfirmasi kepada salah seorang guru dan panitia
IHT)
Hal senada juga tercantum dalam dokumen
Panduan Kegiatan IHT SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga Tahun Ajaran 2013/2014 sebagai berikut:
“Materi IHT juga menitikberatkan pada membangun
budaya unggul sekolah, merubah pola pikir,
meningkatkan kinerja melalui motivasi, membangun
komitmen bersama dalam mewujudkan prestasi dan
membangun sekolah unggul. Kelima hal tersebut
merupakan bagian dari visi dan misi SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.”
Konten dalam IHT SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga dengan indikatornya adalah topik-topik yang
diberikan dalam pelatihan dan kesesuaian topik
dengan tujuan ini memberikan pengaruh positif
terhadap keberhasilan program. Tujuan dari program
yang diselenggarakan SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga selalu didasarkan pada visi dan misi sekolah.
Adapun topik-topik IHT yang diberikan didasarkan
pada kebutuhan guru dan visi misi sekolah.
c. Metodologi
Berdasarkan Wawancara dengan Wakil Kepala
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 23 September 2016
yang telah dikonfirmasi kepada salah seorang guru dan
panitia IHT, didapatkan informasi bahwa:
194
“Metode penyampaian materi dalam IHT disesuaikan
dengan materi yang diberikan. Selain itu juga
disesuaikan dengan media yang disediakan oleh di tempat IHT. IHT biasanya kami selenggarakan di
hotel-hotel, jadi metode yang digunakan pun
menyesuaikan fasilitas yang diberikan hotel itu
sendiri. Media yang paling umum dan paling sering
digunakan itu IT, karena tidak dapat dipungkiri peran IT sangat penting dalam penyampaian materi”
Berdasarkan dokumen yang ada, IHT tahun
ajaran 2013/2014 ini diselenggarakan di Hotel Green
Valley Ambarawa dan berdasarkan wawancara dengan
Wakil Kepala SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 23
September 2016 yang telah dikonfirmasi kepada salah
seorang guru dan panitia IHT diketahui bahwa fasilitas
yang biasa diberikan dan yang sering dimanfaatkan
dalam penyampaian materi adalah IT (Teknologi
Informasi) karena IT merupakan media yang sangat
berperan dalam penyampaian materi. Oleh karena itu,
sesuai dengan fasilitas yang diberikan hotel tersebut
maka dipilih metode yang sesuai, yaitu metode
ceramah, Tanya jawab, dan diskusi. Nilai indeks
persepsi guru terhadap metode penyampaian materi ini
pun sebesar 14, sehingga termasuk kategori tinggi. Hal
ini berarti bahwa guru menilai metode yang digunakan
dalam penyampaian materi IHT sudah baik.
Adapun penggunaan metode ceramah, Tanya
jawab, dan diskusi pun disesuaikan dengan materi
yang akan disampaikan. Menurut Wakil Kepala SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga, tidak semua materi
195
menggunakan ketiga metode tersebut secara
bersamaan. Adakalanya hanya menggunakan ceramah
dan Tanya jawab, namun adakalanya menggunakan
diskusi saja. (Wawancara dengan Wakil Kepala SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 28 Januari 2017 yang
telah dikonfirmasi kepada salah seorang panitia IHT)
Persepsi guru mengenai kesesuaian metode
penyampaian dengan materi yang diberikan dalam
pelatihan IHT sebesar 13,4, sehingga termasuk dalam
kategori tinggi. Ini berarti para guru setuju bahwa
metode yang digunakan dalam penyampaian materi
sesuai dengan materi yang diberikan.
Adapun persepsi guru terhadap interaksi antara
pemateri dan peserta mendapat nilai indeks sebesar
14, sehingga termasuk kategori tinggi. Ini berarti
pemateri melakukan interaksi secara baik kepada para
guru SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, juga
diteliti mengenai penggunaan teori belajar yang
digunakan dalam IHT. Adapun indikator untuk
penggunaan teori belajar tersebut beserta nilai
indeksnya dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Tabulasi Penggunaan Teori Belajar
No Indikator
Frekuensi
Jawaban Indeks
5 4 3 2 1
1 Minat peserta untuk mengikuti 14 2 0 0 0 15,6
196
No Indikator
Frekuensi
Jawaban Indeks
5 4 3 2 1
program pelatihan IHT
2 Motivasi peserta untuk mengikuti
program pelatihan IHT 15 1 0 0 0 15,8
3 Pengurutan materi pelatihan IHT
dari yang mudah menuju kepada
yang sulit
6 10 0 0 0 14
4 Partisipasi peserta dalam pelatihan
IHT 6 7 3 0 0 13,4
5 Ketepatan waktu penyampaian
materi atau kesesuaian materi
dengan jadwal
4 11 1 0 0 13,4
6 Pengorganisasian pelatihan IHT dan
pelayanan panitia kepada peserta 7 9 0 0 0 14.2
7 Kesesuaian informasi dari materi
yang disampaikan dalam pelatihan
IHT dengan profesi peserta
12 4 0 0 0 15,2
8 Kenyamanan tempat pelatihan IHT 10 6 0 0 0 14,8
9 Kelengkapan peralatan atau media
yang digunakan dalam pelatihan
IHT
10 6 0 0 0 14,8
10 Ketersediaan alat tulis untuk
peserta pelatihan IHT yang
disediakan panitia
10 6 0 0 0 14,8
Rata-rata 14,6
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa nilai
rata-rata indeks pada penggunaan teori belajar sebesar
14,6 sehingga termasuk kategori tinggi. Nilai indeks
paling besar berasal dari indikator motivasi.
Berdasarkan angket terbuka yang dibagikan diisi oleh
guru, didapat informasi bahwa guru termotivasi untuk
mengikuti IHT karena para guru telah menyadari
pentingnya kegiatan tersebut untuk menambah
197
wawasan, meningkatkan komitmen dalam
bermuhammadiyah, menyatukan visi misi, mempererat
keakraban, serta meningkatkan semangat dan etos
kerja.
Sub variabel metodologi berisi indikator aktivitas
mengajar (pemilihan dan kesesuaian metode
penyampaian materi), tipe interaksi, dan prinsip-
prinsip pembelajaran atau teori belajar yang digunakan
memiliki pengaruh positif terhadap keberhasilan
program. Hal ini dapat dilihat dari persepsi peserta
terhadap masing-masing indikator yang termasuk
dalam kategori tinggi. Jika salah satu dari indikator
tersebut tidak ada, maka keberhasilan program tidak
dapat tercapai secara maksimal. Metode penyampaian
materi sendiri dipilih dan disesuaikan dengan materi
dan fasilitas yang disediakan di tempat
diselenggarakannya IHT. Adapun tipe interaksi yang
digunakan menyesuaikan dengan metode penyampaian
materi yang dipilih.
d. Fasilitas
Fasilitas merupakan salah satu faktor yang turut
mempengaruhi keberhasilan program pelatihan.
Fasilitas yang diberikan dalam IHT yang
diselenggarakan oleh SD Muhammadiyah (Plus)
198
Salatiga merupakan fasilitas yang disediakan oleh
tempat IHT diselenggarakan, yaitu di Hotel Green
Valley Ambarawa. Berdasarkan Wawancara dengan
Wakil Kepala SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 28
Januari 2017 yang telah dikonfirmasi oleh salah
seorang panitia diketahui bahwa fasilitas yang
diberikan oleh pihak Hotel berupa penginapan, makan,
dan tempat untuk pertemuan. Adapun kepuasan para
peserta terhadap fasilitas yang diberikan tersebut
dapat dilihat melalui nilai indeks pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Tabulasi Pelayanan dan Fasilitas IHT
No Indikator Frekuensi Jawaban
Indeks 5 4 3 2 1
1 Variasi makanan yang
disediakan 7 9 0 0 0 14,2
2 Kenyamanan tempat
penginapan yang disediakan 14 2 0 0 0 15,6
3 Kenyamanan ruang
presentasi yang digunakan 14 2 0 0 0 15,6
4 Kualitas media audio visual
yang digunakan saat
presentasi
15 1 0 0 0 15,8
Rata-rata 15,3
Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa persepsi
peserta pelatihan terhadap pelayanan dan fasilitas
yang diberikan dalam IHT sebesar 15,3 sehingga
termasuk dalam kategori tinggi. Variasi makanan,
kenyamanan tempat penginapan, kenyamanan ruang
presentasi, dan kualitas audio visual yang digunakan
199
saat presentasi seluruhnya terdapat dalam kategori
tinggi. Hal ini berarti pelayanan dan fasilitas pelatihan
IHT sudah memuaskan.
Fasilitas yang terdiri atas indikator pelayanan
dan fasilitas yang diperlukan dalam IHT seperti ruang
IHT, media, dan sebagainya memiliki pengaruh positif
terhadap keberhasilan IHT. Fasilitas sendiri berperan
dalam memberikan kenyamanan dalam pelaksanaan
IHT. Jika fasilitas yang diberikan baik, maka IHT pun
dapat dilaksanakan dengan baik pula. Oleh karena itu,
IHT sering diselenggarakan di hotel-hotel karena lebih
terjamin kenyamanan yang ditawarkannya, mulai dari
makanan, penginapan, ruang presentasi hingga media
untuk presentasi.
e. Biaya
Berdasarkan Wawancara dengan Wakil Kepala
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 23 September 2016
yang telah dikonfirmasi oleh salah seorang panitia
diketahui bahwa:
“Seluruh biaya yang diperlukan untuk IHT berasal dari anggaran sekolah. Tetapi karena IHT
memerlukan biaya yang tidak sedikit, terkadang
anggaran dari sekolah tidak mencukupi sehingga
panitia mencari cara untuk memenuhi anggaran
yang diperlukan itu. Salah satu cara yang ditempuh
adalah dengan mencari donasi kepada para relasi dari pimpinan-pimpinan SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga.”
200
Perencanaan anggaran untuk IHT secara resmi
dilakukan melalui rapat-rapat pimpinan, yang terdiri
dari kepala sekolah beserta wakil-wakilnya. Anggaran
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
keuangan sekolah. Apabila memungkinkan maka IHT
dapat diselenggarakan di Hotel, tetapi jika kondisi
tidak memungkinkan maka IHT diselenggarakan di
sekolah, atau tempat lain. (Wawancara dengan Wakil
Kepala SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 23
September 2016 yang telah dikonfirmasi oleh salah
seorang panitia IHT)
Biaya baik itu perolehan maupun
penggunaannya mempunyai pengaruh positif. Tanpa
adanya biaya maka IHT ini tidak dapat
diselenggarakan. Biaya sendiri harus sesuai dengan
anggaran yang telah direncanakan. Jika biaya yang
ada kurang dari anggaran yang telah direncanakan,
maka panitia mencari beberapa donatur untuk
menutup kekurangan tersebut.
4.2.2. Dimensi Institutional
Dimensi Institutional pada penelitian ini
membahas tentang personil-personil yang ikut
berperan dalam terselenggaranya IHT. Adapun data
mengenai dimensi ini didapat dari angket, wawancara
serta dokumentasi. Pada angket terdapat lima
201
indikator dan nilai indeks pada masing-masing
indikator dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Tabulasi Dimensi Institutional
No Indikator Frekuensi jawaban
Indeks 5 4 3 2 1
1 Penguasaan materi oleh
pemateri dalam pelatihan IHT
15 1 0 0 0 15,8
2 Kejelasan materi yang
disampaikan pemateri dalam
pelatihan IHT
9 7 0 0 0 14,6
3 Kesempatan yang diberikan
pemateri kepada peserta untuk
bertanya dan kejelasan jawaban
pemateri
12 4 0 0 0 15,2
4 Dukungan keluarga peserta
terhadap program pelatihan IHT
di sekolah
14 2 0 0 0 15,6
5 Dukungan komunitas guru
yang diikuti terhadap program
pelatihan IHT
16 0 0 0 0 16
Rata-rata 15,4
Pada tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata nilai
indeks peserta pada dimensi Institutional sebesar 15,4
sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Nilai indeks
tertinggi terdapat pada indikator dukungan komunitas
guru yang diikuti terhadap program IHT, yaitu sebesar
16 dan termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan
nilai indeks terendah masih dalam kategori tinggi
sebesar 14,6 yaitu pada indikator kejelasan materi
yang disampaikan pemateri dalam IHT.
a. Pemateri
202
Berdasarkan wawancara dengan Wakil Kepala
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 28 Januari 2017
yang telah dikonfirmasi oleh salah seorang panitia IHT
diketahui bahwa:
“Pemateri merupakan orang-orang professional yang
dipilih melalui rapat pimpinan. Pada rapat pimpinan
itu ditentukan topik yang akan diangkat, materi yang
akan diberikan, serta pemateri yang sekiranya kompeten untuk memberikan materi. Untuk pemateri
di IHT tahun ajaran 2013/2014 ini kita ambil dari
Yayasan Muhammadiyah, PLPM (Pengembang
Lembaga Pendidikan Muhammadiyah), dosen IAIN,
Kepala Sekolah Teladan dari SD Muhammadiyah
Sapen Yogyakarta, disdikpora, wali murid dan juga guru sekolah.“
Data wawancara tersebut sejalan dengan hasil
studi dokumen bahwa pemateri dalam IHT tahun
ajaran 2013/2014 berasal dari Yayasan
Muhammadiyah, PLPM (Pengembang Lembaga
Pendidikan Muhammadiyah), dosen IAIN, Kepala
Sekolah Teladan dari SD Muhammadiyah Sapen
Yogyakarta, disdikpora, wali murid serta guru sekolah.
Persepsi guru terhadap penguasaan materi dari
pemateri sebesar 15,8 sehingga termasuk dalam
kategori tinggi. Hal ini berarti para guru menilai bahwa
para pemateri merupakan orang kompeten yang dapat
menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan guru.
Selain itu persepsi guru terhadap kejelasan materi
yang disampaikan pemateri mendapat nilai indeks
sebesar 14,6 sehingga termasuk dalam kategori tinggi.
Hal ini berarti materi yang disampaikan tepat sasaran
203
dan tidak melenceng dari topik yang telah ditentukan.
Penilaian dari guru ini menguatkan hasil wawancara
dengan Wakil Kepala SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga, 28 Januari 2017 yang telah dikonfirmasi oleh
salah seorang panitia IHT, pemateri merupakan para
ahli di bidangnya.
Selain itu, didapat pula data dari dokumen yang
memperkuat data hasil tabulasi angket dan wawancara
yang telah disebutkan. Berdasarkan dokumen
Panduan Kegiatan IHT diperoleh informasi bahwa
Pembukaan dengan materi mengenai “Meneguhkan
Ideologi ber-Muhammadiyah” disampaikan oleh Ketua
Pimpinan Daerah Muhammadiyah, selanjutnya
Orientasi Kegiatan IHT disampaikan oleh Pengembang
Lembaga Pendidikan Muhammadiyah. Selain itu materi
mengenai Kemuhammadiyahan Aplikatif Image dan
Character Building Pendidikan Muhammadiyah
disampaikan oleh Kepala Sekolah Teladan Nasional
dari Yogyakarta, Kurikulum 2013 disampaikan oleh
Pengawas TK/SD UPT Disdikpora Kecamatan
Sidomukti, Akselerasi dan Peningkatan Prestasi
disampaikan oleh Komite SD Muhammadiyah (Dewan
Pendidikan Salatiga), serta materi Komisi disampaikan
oleh guru SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga yang
dipilih.
Selain kejelasan dalam penyampaian materi,
kesempatan pemateri untuk melakukan Tanya jawab
204
juga penting agar guru dapat memahami materi yang
belum dipahami dengan baik. Adapun persepsi guru
mengenai kesempatan yang diberikan pemateri kepada
peserta untuk bertanya dan kejelasan jawaban yang
diberikan pemateri mendapat nilai indeks sebesar 15,2
sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Melalui nilai
indeks tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap
pemateri selalu memberikan kesempatan kepada para
guru untuk menanyakan materi yang belum
dipahaminya.
Walaupun secara umum pemateri mendapat
penilaian yang baik dari para peserta, namun masih
ada yang kurang bagi peserta. Peserta mengharapkan
agar pada IHT yang diselenggarakan tahun depan
dihadirkan seorang motivator agar lebih termotivasi
lagi untuk mengajar. Hal ini diungkapkan guru melalui
angket terbuka yang diisi langsung oleh guru.
Pemateri dalam IHT di SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga ini memiliki pengaruh positif terhadap
keberhasilan program IHT. Pemateri harus dipilih yang
kompeten karena jika tidak kompeten akan
menghambat kerberhasilan program. Jika pemateri
tidak kompeten dan tidak menguasai materi maka
akan menghambat peserta dalam memahami materi
yang disampaikan. Terlebih jika ada peserta yang
meminta penjelasan yang lebih, maka pemateri yang
205
tidak kompeten tidak dapat memberikan penjelasan
yang benar.
b. Peserta pelatihan
Berdasarkan wawancara dengan Wakil Kepala
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 23 September 2016
yang telah dikonfirmasi oleh salah seorang guru dan
panitia IHT diketahui bahwa peserta pelatihan
merupakan seluruh guru SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga yang mengajar dari kelas satu sampai enam.
Berdasarkan angket yang diisi oleh para guru
diketahui bahwa guru yang mengikuti IHT mempunyai
masa kerja selama 3-10 tahun. Sebanyak 53% guru
berusia 21-30 tahun, 40% guru berusia 31-40 tahun,
dan 7% guru berusia 41-50 tahun. Dari data ini dapat
disimpulkan bahwa guru SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga masih berusia 21-30 tahun.
Melalui angket terbuka yang diisi oleh para guru
diketahui bahwa guru termotivasi untuk mengikuti IHT
karena program IHT merupakan program wajib yang
harus diikuti oleh seluruh guru yang mengajar di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Selain itu, tidak sedikit
pula yang menyatakan bahwa program IHT penting
untuk menambah wawasan yang dapat menunjang
profesinya. Ada juga yang menyatakan bahwa IHT
dapat menyatukan visi misi, meningkatkan komitmen
guru sebagai bagian dari SD Muhammadiyah (Plus)
206
Salatiga, meningkatkan semangat dan etos kerja,
mempererat tali persaudaraan antar teman sekerja,
dan dapat menyusun program-program berkualitas
yang akan berdampak pada kemajuan sekolah.
Peserta dalam program IHT ini memiliki
pengaruh positif terhadap keberhasilan program.
Peserta yang mengikuti IHT ini merupakan seluruh
guru sehingga sudah dapat ditentukan kebutuhannya.
Terlebih lagi seluruh guru di SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga memliki kewajiban untuk mengikuti IHT agar
dapat mewujudkan cita-cita sekolah melalui visi
misinya.
c. Administrator/ panitia
Berdasarkan wawancara dengan Wakil Kepala
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 28 Januari 2017
yang telah dikonfirmasi oleh salah seorang panitia IHT
diketahui bahwa
“Panitia ditentukan oleh seluruh warga sekolah, yaitu
kepala sekolah, guru, dan karyawan. Panitia IHT
dibentuk melalui rapat yang dihadiri seluruh warga
sekolah. Oleh karena itu, panitia ditentukan melalui
musyawarah dalam rapat.”
Berdasarkan studi dokumen diketahui bahwa
susunan panitia yang dibentuk dalam rapat tersebut
meliputi penanggung jawab IHT, ketua, sekretaris,
bendahara, sie acara, sie dokumentasi, sie
perlengkapan dan dekorasi, sie humas/publikasi, sie
pembantu umum. Panitia yang telah terbentuk
207
tersebut selanjutnya disahkan dan laporan
pembentukan panitia ditandatangani oleh Kepala SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
Panitia dalam program IHT ini memiliki
pengaruh positif terhadap keberhasilan program.
Panitia berperan dalam mengatur jalannya IHT mulai
dari perencanaan hingga pelaksanaan. Tanpa adanya
panitia maka IHT tidak akan berjalan secara efektif.
Panitia memiliki tugas diantaranya merencanakan
anggaran, mengatur jadwal, menentukan pemateri,
menentukan tempat pelatihan, dan sebagainya.
d. Spesialis pendidikan
Berdasarkan wawancara dengan Wakil Kepala
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 28 Januari 2017
yang telah dikonfirmasi oleh salah seorang panitia IHT
spesalis pendidikan terlibat sebagai pemateri yang
memberikan materi kepada peserta IHT. Seperti yang
tercantum dalam dokumen Panduan IHT bahwa
seluruh pemateri merupakan para ahli yang dinilai
kompeten untuk memberikan materi kepada peserta
dalam IHT. Sebagai contoh keterlibatan Pengawas
TK/SD UPT Disdikpora Kecamatan Sidomukti yang
merupakan seorang spesialis pendidikan yang
memberikan materi mengenai K-13.
Spesialis pendidikan memiliki pengaruh positif
terhadap keberhasilan program IHT SD
208
Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Hal ini dikarenakan
spesialis pendidikan memberikan dukungan kepada
sekolah-sekolah yang hendak mengembangkan
kompetensi guru melalui pelatihan yang diadakan
secara mandiri. SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga pun
melibatkan spesialis pendidikan sebagai salah satu
pemateri dalam IHT.
e. Keluarga
Berdasarkan hasil tabulasi angket diketahui
bahwa nilai indeks untuk dukungan keluarga peserta
pelatihan terhadap program IHT di sekolah sebesar
15,6 sehingga termasuk kategori tinggi. Sebanyak 88%
guru menilai bahwa dukungan yang diberikan keluarga
sangat baik, sisanya sebanyak 12% menilai baik. Dari
hasil nilai indeks tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa seluruh guru mendapat dukungan dari
keluarga untuk mengikuti kegiatan IHT. Keluarga
sangat mendukung guru untuk mengembangkan
kompetensinya sebagai seorang pengajar dengan
melalui kegiatan IHT yang diadakan sekolah.
Sub variabel keluarga memiliki pengaruh positif
terhadap keberhasilan IHT. Dukungan dari keluarga
yang memberi kesempatan dan kebebasan kepada para
peserta inilah yang memberikan kotribusi terhadap
keberhasilan program IHT. Keluarga menyadari bahwa
kegiatan IHT merupakan kegiatan yang wajib untuk
209
diikuti peserta sebagai bagian dari profesionalisme
kerja di SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
f. Komunitas
Menurut para guru, komunitas guru yang diikuti
sangat mendukung guru terhadap program IHT. Hal ini
nampak dari nilai indeks pada hasil tabulasi angket
sebesar 16 sehingga termasuk dalam kategori tinggi.
Hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara dengan
Wakil Kepala SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 28
Januari 2017 yang telah dikonfirmasi oleh salah
seorang panitia IHT bahwa:
“Seluruh guru memiliki komunitas atau
perkumpulan sendiri yang terbentuk berdasarkan grade kelas. Setiap perkumpulan wajib melakukan
pertemuan yang diadakan setiap minggu dan juga saling berkomunikasi via online lewat WhatsApp.
Perkumpulan guru itu dibentuk agar setiap guru
dapat mengutarakan masalah-masalah yang
dihadapi pada saat mengajar dan dapat mencari
solusi bersama.”
Setiap perkumpulan terdapat seorang
coordinator yang bertugas untuk mengkoordinir para
guru dan untuk menyampaikan aspirasi dari guru ke
kepala sekolah atau pun sebaliknya. Salah satu contoh
hasil dari perkumpulan adalah guru ingin melakukan
kegiatan studi banding untuk mempelajari model
pembelajaran terbaik untuk kelas satu, maka
coordinator mengusulkan aspirasi guru untuk
melakukan studi banding tersebut kepada kepala
210
sekolah. Jika usulan tersebut diterima oleh kepala
sekolah, maka guru mengatur jadwal, menghitung
perkiraan biaya yang dibutuhkan, dan tujuan yang
ingin dicapai. Setelah kegiatan selesai dilaksanakan
maka guru wajib memberikan laporan, yang berisi hal-
hal apa yang akan dilakukan di SD Muhammadiyah
(Plus) tempatnya bekerja serta hal-hal apa saja yang
bisa diterapkan di sekolah karena tidak semua yang
dilakukan di sekolah lain dapat diterapkan di sekolah
ini. Begitu juga sebaliknya sekolah lain tidak bisa
mencontoh kita, tetapi mungkin ada sebagian yang
bisa karena kan karakteristiknya beda-beda, misalnya
anaknya, masyarakatnya, orang tuanya, fasilitasnya,
kompetensi gurunya.
Wakil kepala sekolah juga menjelaskan bahwa
sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk
belajar bersama dengan sesama guru. Kegiatan
tersebut biasa disebut sebagai pelatihan mandiri yang
rutin dilakukan pada hari sabtu. Wakil kepala sekolah
menjelaskan jika kegiatan itu penting untuk dilakukan
karena guru harus selalu belajar walaupun tidak
melalui pelatihan yang mumpuni tetapi belajar juga
dapat dilakukan dengan sesama teman atau sering
disebut tutor sebaya.
Komunitas merupakan sub variabel yang
memiliki pengaruh positif terhadap keberhasilan
program IHT. Guru SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga
211
membentuk komunitas per-level kelas yang diampu.
Komunitas ini berfungsi sebagai perantara pemimpin
sekolah dalam memonitor perubahan perilaku guru
pasca IHT untuk mencapai tujuan program IHT. Di
dalam komunitas yang telah terbentuk tersebut para
guru dapat menyampaikan kendala-kendala yang
dihadapi dalam rangka mencapai tujuan program IHT
dengan leluasa. Oleh karena itu kepala sekolah beserta
para pimpinan lain dapat mecari solusi yang sesuai
dengan masalah secara efektif.
4.2.3. Dimensi behavior
Dimensi behavior dalam penelitian ini
merupakan tujuan khusus dari program IHT yang di
selenggarakan oleh SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
Berdasarkan wawancara dengan Wakil Kepala SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 23 September 2016
yang telah dikonfirmasi oleh salah seorang panitia IHT
diketahui bahwa tujuan khusus dari IHT adalah untuk
meningkatkan kompetensi guru. Dalam wawancara
dengan Wakil Kepala SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga, 23 September 2016 yang telah dikonfirmasi
oleh salah seorang panitia IHT diketahui bahwa
“Kompetensi yang hendak dicapai adalah
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek
untuk penting untuk dimiliki dan dikembangkan karena sesuai dengan visi dan misi sekolah. Guru
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga tidak hanya harus
pintar dan terampil dalam mengajar, tetapi juga
212
harus mempunyai sikap yang baik sehingga akan
berimplikasi pada siswa.”
Adapun tujuan khusus pada IHT yang
diselenggarakan tahun ajaran 2013/2014 tersebut
dibagi dalam tiga sub variabel, yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotor. Indikator untuk masing-masing sub
variabel beserta nilai indeksnya dapat dilihat pada
tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Tabulasi Dimensi Behavior
No Indikator
Frekuensi
jawaban Indeks
5 4 3 2 1
Kognitif
1 Kontribusi pelatihan IHT dalam
menambah pengetahuan
Kemuhammadiyahan
10 6 0 0 0 14,8
2 Kontribusi pelatihan IHT dalam
menambah pengetahuan pendidikan
karakter Muhammadiyah
9 7 0 0 0 14,6
3 Kontribusi pelatihan IHT dalam menambah pengetahuan tentang
penilaian hasil belajar kurikulum 2013
4 10 0 1 1 12,6
4 Kontribusi pelatihan IHT dalam
menambah pengetahuan inovasi
teknologi
5 11 0 0 0 13,8
5 Kontribusi IHT dalam menambah
pengetahuan diversifikasi model dan metode pembelajaran
8 8 0 0 0 14,4
6 Kontribusi IHT dalam menambah
kemampuan guru dalam memadukan
variasi bahan ajar
6 10 0 0 0 14
7 Kontribusi IHT dalam menambah
pengetahuan mengembangkan karir
akademik berbasis prestasi
4 12 0 0 0 13,6
8 Kemampuan guru dalam mengaplikasikan Kemuhammadiyahan
dan pendidikan karakter
Muhammadiyah setelah mengikuti
pelatihan IHT
4 12 0 0 0 13,6
213
No Indikator
Frekuensi
jawaban Indeks
5 4 3 2 1
Afektif
9 Dukungan guru terhadap misi anak
sholeh berakhlak mulia setelah
mengikuti pelatihan IHT
15 1 0 0 0 15,8
10 Minat mengajar guru setelah mengikuti
pelatihan IHT
15 1 0 0 0 15,8
11 Ketertiban guru dalam melaksanakan
ritual ibadah
10 5 1 0 0 14,6
12 Penyesuaian diri Anda di SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga setelah
mengikuti pelatihan IHT
11 5 0 0 0 15
Psikomotor
13 Kemampuan guru untuk menilai hasil
belajar siswa sesuai K-13
5 7 4 0 0 13
14 Kemampuan guru dalam melakukan
diversifikasi model dan metode
pembelajaran setelah mengikuti
pelatihan IHT
6 10 0 0 0 14
15 Kemampuan guru dalam melakukan
inovasi teknologi setelah mengikuti pelatihan IHT
5 10 1 0 0 13,6
16 Kemampuan guru dalam menggunakan
bahan ajar yang bervariasi setelah
mengikuti pelatihan IHT
6 9 0 0 0 13,8
17 Kemampuan merencanakan
pengembangan karir akademik
berbasis prestasi setelah mengikuti pelatihan IHT
5 9 2 0 0 13,4
18 Kemampuan menggunakan Bahasa
Arab dan Bahasa Inggris setelah
mengikuti pelatihan IHT
2 5 6 3 0 10,8
19 Kemampuan melakukan praktek
religiusitas setelah mengikuti pelatihan
IHT
7 7 2 0 0 13,8
Rata-rata 14
Berdasarkan tabel 4.5, terlihat bahwa rata-rata
nilai indeks dari dimensi behavior sebesar 14 sehingga
termasuk kategori tinggi. Ini berarti program IHT yang
diselenggarakan SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga
214
sudah berhasil dalam mencapai tujuan khsusus
program. Nilai indeks tertinggi terdapat pada sub
variabel afektif, yaitu pada indikator dukungan guru
terhadap misi anak sholeh berakhlak mulia, dan minat
mengajar guru setelah mengikuti IHT. Hampir seluruh
guru menilai bahwa kontribusi IHT dalam
meningkatkan dukungan guru terhadap misi sekolah
dan kontribusi IHT dalam meningkatkan minat guru
sangat baik. Akan tetapi, walaupun rata-rata nilai
indeks termasuk kategori tinggi ada satu indikator
yang masih termasuk dalam kategori cukup, yaitu
sebesar 10,8 yang terdapat pada indikator kontribusi
IHT dalam meningkatkan kemampuan penggunaan
Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
Keberhasilan IHT dalam mencapai tujuan
khusus program ini juga dinyatakan oleh wakil kepala
sekolah dalam sebuah wawancara tanggal 28 Januari
2017 dan telah dikonfirmasi salah seorang panitia IHT.
Keberbasilan tersebut tidak terlepas dari pengawalan
oleh pimpinan sekolah, pernyataan ini sebagaimana
cuplikan wawancara berikut:
“Keberhasilan program IHT dalam mencapai tujuan
khusus ini tidak lepas dari pengawalan yang
dilakukan oleh kepala sekolah dan wakil-wakilnya.
Alur pengawalan tersebut antara lain: pada hari
senin para coordinator level kelas melaporkan
kendala-kendala yang dihadapi guru, kemudian pada malam selasa kepala sekolah beserta para pimpinan
mencari solusi bersama untuk mengatasi kendala-
kendala yang dihadapi guru, lalu pada hari sabtu ada
215
pembinaan dari kepala sekolah kepada seluruh
guru.”
a. Kognitif
Sub variabel kognitif pada penelitian ini hanya
dibatasi pada kontribusi IHT dalam menambah
pengetahuan dan wawasan serta mengaplikasikan
pengetahuan. Adapun kontribusi IHT dalam
menambah dan mengaplikasikan pengetahuan oleh
guru tersebut disesuaikan dengan isi program IHT
yang diselenggarakan SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga. Indikator untuk sub variabel kognitif beserta
nilai indeksnya dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Tabulasi Sub Variabel Kognitif
No Indikator
Frekuensi jawaban Indeks
5 4 3 2 1
Kognitif
1 Kontribusi pelatihan IHT dalam
menambah pengetahuan
Kemuhammadiyahan
10 6 0 0 0 14,8
2 Kontribusi pelatihan IHT dalam menambah pengetahuan
pendidikan karakter
Muhammadiyah
9 7 0 0 0 14,6
3 Kontribusi pelatihan IHT dalam
menambah pengetahuan tentang
penilaian hasil belajar kurikulum 2013
4 10 0 1 1 12,6
4 Kontribusi pelatihan IHT dalam
menambah pengetahuan inovasi
teknologi
5 11 0 0 0 13,8
5 Kontribusi IHT dalam menambah 8 8 0 0 0 14,4
216
No Indikator
Frekuensi
jawaban Indeks
5 4 3 2 1
pengetahuan diversifikasi model
dan metode pembelajaran
6 Kontribusi IHT dalam menambah
kemampuan guru dalam
memadukan variasi bahan ajar
6 10 0 0 0 14
7 Kontribusi IHT dalam menambah pengetahuan mengembangkan karir
akademik berbasis prestasi
4 12 0 0 0 13,6
8 Kemampuan guru dalam
mengaplikasikan
Kemuhammadiyahan dan
pendidikan karakter Muhammadiyah setelah mengikuti
pelatihan IHT
4 12 0 0 0 13,6
Rata-rata 14
Pada tabel 4.6 diketahui bahwa rata-rata nilai
indeks pada variabel kognitif mencapai nilai 14
sehingga termasuk kategori tinggi. Pada variabel
kognitif terdapat dua indikator yaitu menambah
pengetahuan dan wawasan serta mengaplikasikan
pengetahuan. Pada indikator menambah pengetahuan
wawasan dijabarkan menjadi tujuh aspek sesuai
dengan materi atau isi dari pelatihan. Ketujuh aspek
pengetahuan dan wawasan beserta nilai indeksnya
adalah sebagai berikut: kontribusi pelatihan IHT dalam
menambah pengetahuan Kemuhammadiyahan
mendapat nilai indeks 14,8 sehingga termasuk dalam
kategori tinggi, kontribusi pelatihan IHT dalam
menambah pengetahuan pendidikan karakter
Muhammadiyah mendapat nilai indeks 14,6 sehingga
217
termasuk dalam kategori tinggi, kontribusi pelatihan
IHT dalam menambah pengetahuan tentang penilaian
hasil belajar kurikulum 2013 mendapat nilai indeks
12,6 sehingga termasuk dalam kategori tinggi,
kontribusi pelatihan IHT dalam menambah
pengetahuan inovasi teknologi mendapat nilai indeks
13,8 sehingga termasuk dalam kategori tinggi,
kontribusi IHT dalam menambah pengetahuan
diversifikasi model dan metode pembelajaran mendapat
nilai indeks 14,4 sehingga termasuk dalam kategori
tinggi, kontribusi IHT dalam menambah kemampuan
guru dalam memadukan variasi bahan ajar mendapat
nilai indeks 14 sehingga termasuk dalam kategori
tinggi, dan kontribusi IHT dalam menambah
pengetahuan mengembangkan karir akademik berbasis
prestasi mendapat nilai indeks 13,6 sehingga termasuk
dalam kategori tinggi. Adapun pada indikator
mengaplikasikan pengetahuan terdapat satu aspek
yang sesuai dengan IHT, yaitu kemampuan guru dalam
mengaplikasikan Kemuhammadiyahan dan pendidikan
karakter Muhammadiyah setelah mengikuti pelatihan
IHT yang mendapat nilai indeks 13,6 sehingga
termasuk dalam kategori tinggi.
Nilai indeks tertinggi terdapat dalam indikator
kontribusi pelatihan IHT dalam menambah
pengetahuan Kemuhammadiyahan dengan nilai indeks
sebesar 14,8 sehingga termasuk dalam kategori tinggi.
218
Hal ini dikarenakan materi banyak yang membahas
dan berdasar pada kemuhammadiyahan. Adapun nilai
indeks terendah ada pada indikator kontribusi IHT
dalam menambah pengetahuan tentang penilaian hasil
belajar Kurikulum 2013, yaitu sebesar 12,6 dan masih
termasuk kategori tinggi. Bahkan ada beberapa guru
yang menilai bahwa IHT kurang atau tidak memiliki
kontribusi dalam menambah pengetahuan tentang
penilaian hasil belajar Kurikulum 2013. Alasannya
adalah karena guru tersebut tidak mendapat
kesempatan untuk mempraktekan penilaian hasil
belajar Kurikulum 2013 tersebut secara langsung.
Keterangan tersebut nampaknya sesuai dengan
dokumen Panduan Kegiatan IHT yang tertulis bahwa
metode yang digunakan hanya ceramah, Tanya jawab,
dan diskusi tanpa ada praktek atau simulasi.
b. Afektif
Sesuai dengan isi program IHT, maka sub
variabel afektif dalam penelitian ini adalah kontribusi
IHT dalam menambah dukungan guru terhadap misi
sekolah, meningkatkan minat mengajar guru,
meningkatkan ketertiban guru dalam melaksanakan
ritual ibadah, dan kemampuan guru untuk
menyesuaikan diri dalam organisasi sekolah. Adapun
indikator beserta nilai indeks pada sub variabel afektif
dapat dilihat pada tabel 4.7.
219
Tabel 4.7 Hasil Tabulasi Sub Variabel Afektif
No Indikator
Frekuensi
jawaban Indeks
5 4 3 2 1
Afektif
1 Dukungan guru terhadap misi anak
sholeh berakhlak mulia setelah
mengikuti pelatihan IHT
15 1 0 0 0 15,8
2 Minat mengajar guru setelah mengikuti
pelatihan IHT
15 1 0 0 0 15,8
3 Ketertiban guru dalam melaksanakan ritual ibadah
10 5 1 0 0 14,6
4 Penyesuaian diri Anda di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga setelah
mengikuti pelatihan IHT
11 5 0 0 0 15
Rata-rata 15,3
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa nilai
indeks untuk indikator dukungan guru terhadap misi
anak sholeh berakhlak mulia setelah mengikuti
pelatihan IHT sebesar 15,8 sehingga termasuk dalam
kategori tinggi. Nilai indeks untuk indikator minat
mengajar guru setelah mengikuti pelatihan IHT sebesar
15,8 sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Nilai
indeks untuk indikator ketertiban guru dalam
melaksanakan ritual ibadah sebesar 14,6 sehingga
termasuk dalam kategori tinggi. Nilai indeks untuk
indikator penyesuaian diri Anda di SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga setelah mengikuti pelatihan IHT sebesar
15 sehingga termasuk dalam kategori tinggi.
Rata-rata nilai indeks pada variabel afektif
berdasarkan tabel 4.7 adalah 15,3 sehingga termasuk
dalam kategori tinggi. Nilai indeks tertinggi terdapat
220
pada indikator dukungan guru terhadap misi sekolah
dam minat mengajar guru yaitu sebesar 15,8 yang
termasuk dalam kategori tinggi. Guru banyak yang
beralasan bahwa keikutsertaannya dalam kegiatan IHT
selain untuk melaksanakan kewajiban tetapi juga ingin
menyatukan misi dan untuk meningkatkan minat
mengajar di SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
Adapun nilai indeks terendah terdapat pada indikator
ketertiban guru dalam melaksanakan ritual ibadah.
Walaupun memiliki indeks terendah, tetapi indikator
tersebut masih termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa IHT telah berhasil mencapai
tujuan khusus program dari segi afektif peserta IHT.
c. Psikomotor
Sesuai dengan isi program IHT maka indikator
untuk sub variabel psikomotor dibatasi pada
kemampuan memberi penilaian hasil belajar siswa
sesuai K13, kemampuan melakukan diversifikasi
model dan metode pembelajaran, kemampuan
melakukan inovasi teknologi dalam pembelajaran,
penggunaan bahan ajar yang bervariasi, merencanakan
pengembangan karir akademik berbasis prestasi,
penggunaan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris,
meningkatkan praktek religiusitas, peningkatan
prestasi guru. Adapun nilai indeks pada masing-
masing indikator dapat dilihat pada tabel 4.8.
221
Tabel 4.8 Hasil Tabulasi Sub Variabel Psikomotor
No Indikator
Frekuensi
jawaban Indeks
5 4 3 2 1
Psikomotor
1 Kemampuan guru untuk menilai hasil
belajar siswa sesuai K-13
5 7 4 0 0 13
2 Kemampuan guru dalam melakukan
diversifikasi model dan metode
pembelajaran setelah mengikuti pelatihan IHT
6 10 0 0 0 14
3 Kemampuan guru dalam melakukan
inovasi teknologi setelah mengikuti
pelatihan IHT
5 10 1 0 0 13,6
4 Kemampuan guru dalam menggunakan
bahan ajar yang bervariasi setelah
mengikuti pelatihan IHT
6 9 0 0 0 13,8
5 Kemampuan merencanakan pengembangan karir akademik
berbasis prestasi setelah mengikuti
pelatihan IHT
5 9 2 0 0 13,4
6 Kemampuan menggunakan Bahasa
Arab dan Bahasa Inggris setelah
mengikuti pelatihan IHT
2 5 6 3 0 10,8
7 Kemampuan melakukan praktek religiusitas setelah mengikuti pelatihan
IHT
7 7 2 0 0 13,8
Rata-rata 13,2
Berdasarkan tabel 13 nilai indeks untuk
indikator kemampuan guru untuk menilai hasil belajar
siswa sesuai K-13 adalah 13, sehingga termasuk dalam
kategori tinggi. Nilai indeks untuk indikator
kemampuan guru dalam melakukan diversifikasi model
dan metode pembelajaran setelah mengikuti pelatihan
IHT adalah 14, sehingga termasuk dalam kategori
tinggi. Nilai indeks untuk indikator kemampuan guru
dalam melakukan inovasi teknologi setelah mengikuti
222
pelatihan IHT adalah 13,6 sehingga termasuk dalam
kategori tinggi. Nilai indeks untuk indikator
Kemampuan guru dalam menggunakan bahan ajar
yang bervariasi setelah mengikuti pelatihan IHT adalah
13,8 sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Nilai
indeks untuk indikator kemampuan merencanakan
pengembangan karir akademik berbasis prestasi
setelah mengikuti pelatihan IHT adalah 13,4 sehingga
termasuk dalam kategori tinggi. Nilai indeks untuk
indikator Kemampuan menggunakan Bahasa Arab
dan Bahasa Inggris setelah mengikuti pelatihan IHT
adalah 10,8 sehingga termasuk dalam kategori cukup.
Terakhir adalah indikator kemampuan melakukan
praktek religiusitas setelah mengikuti pelatihan IHT
yang mendapat nilai indeks 13,8 sehingga termasuk
dalam kategori tinggi.
Pada tabel 4.8 juga terlihat bahwa rata-rata nilai
indeks pada sub variabel psikomotor sebesar 13,2
sehingga termasuk dalam kategori tinggi. Walaupun
rata-rata nilai indeks termasuk kategori tinggi tetapi
ada satu indikator yang masih termasuk kategori
cukup, yaitu pada kategori kemampuan menggunakan
Bahasa Arab dan Bahasa Inggris dengan nilai indeks
sebesar 10,8. Hal ini nampaknya terjadi karena
kemampuan menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa
Inggris bukan menjadi prioritas dalam tujuan khusus
program. Sedangkan nilai indeks tertinggi terdapat
223
pada indikator kemampuan guru dalam melakukan
diversifikasi model dan metode pembelajaran setelah
mengikuti pelatihan IHT, yaitu sebesar 14 dan
termasuk kategori tinggi.
Menurut wawancara dengan Wakil Kepala SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga, 23 September 2016
yang telah dikonfirmasi oleh salah seorang panitia IHT,
program IHT sudah berhasil dalam mencapai tujuan
khusus pada sub variabel psikomotor. Sebagai contoh
prestasi yang dicapai para murid hingga tahun 2016
sudah mencapai 50 prestasi untuk. Selain itu, ada juga
guru yang berprestasi. Ada seorang guru yang sudah
berprestasi se-kota Salatiga, seorang guru lain
berprestasi se-Jawa Tengah, dan seorang lagi sudah
berprestasi pada tingkat Nasional. Namun begitu,
berdasarkan angket terbuka yang diisi langsung oleh
guru diketahui bahwa peningkatan prestasi yang
ditargetkan sekolah lebih mengarah kepada
peningkatan prestasi siswa. Hal ini dibuktikan dengan
temuan bahwa ada guru yang menyarankan agar
sekolah juga memberikan perhatian kepada
peningkatan prestasi guru.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Dimensi Instructional
Dimensi Instructional membahas segala hal yang
mendukung terselenggaranya IHT dan terbagi dalam
224
lima variabel, yaitu: organisasi, konten, metodologi,
fasilitas dan biaya. Pembahasan atas temuan yang
diperoleh mengenai variabel pada dimensi Instructional
tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Organisasi
Berdasarkan pada hasil temuan diketahui bahwa
kesesuaian informasi dari materi yang disampaikan
dengan profesi peserta sebagai seorang guru termasuk
dalam kategori tinggi. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa materi yang diberikan sesuai dengan level
peserta yang dalam penelitian ini adalah guru SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Hasil temuan ini
berbeda dengan temuan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Pahlevi (2016) bahwa pengelompokan
materi pelatihan yang belum tersusun berdasarkan
level membuat peta kompetensi pendidik sulit terlacak
yang akhirnya dapat menghambat keberhasilan
program. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kesesuaian antara level peserta
dengan materi yang diberikan akan memberikan
pengaruh positif terhadap keberhasilan program
pelatihan. Sebaliknya ketidaksesuaian antara level
peserta dengan materi yang diberikan dapat
menghambat keberhasilan program.
Sehubungan dengan pelatihan yang merupakan
bagian dari pembelajaran, maka pelatihan atau IHT
225
pun harus mempertimbangkan prinsip belajar. Prinsip
belajar sendiri menurut Kamil (2010) adalah belajar
harus dimulai dari yang mudah menuju kepada yang
sulit, atau dari yang sudah diketahui menuju kepada
yang belum diketahui. Akan tetapi pengurutan materi
ini tidak disebutkan pada penelitian terdahulu,
sehingga tidak diketahui materi yang diberikan dalam
pelatihan diurutkan atau tidak. Adapun dalam
penelitian ini diketahui bahwa prinsip ini juga
diterapkan dalam IHT yang diselenggarakan di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga. IHT tersebut dimulai
dengan materi mengenai kemuhammadiyahan,
kemudian dilanjutkan dengan kurikulum 2013 yang
mana materi mengenai kurikulum ini merupakan
suplemen tambahan karena secara umum guru sudah
mendapat pengetahuan mengenai kurikulum 2013.
Terakhir peserta diberikan materi mengenai branding
sekolah atau strategi sekolah untuk menjadi unggul.
Pengurutan materi dalam IHT ini pun mendapat nilai
yang baik berdasarkan persepsi guru.
Pembagian durasi waktu untuk setiap materi
yang terdapat pada jadwal IHT juga perlu
dipertimbangkan. Hal ini dimaksudkan agar peserta
tidak merasa terbebani karena durasi waktu yang
terlalu lama atau terlalu pendek sehingga konsentrasi
peserta tetap terjaga. Waktu yang terlalu lama, maka
peserta akan merasakan bosan. Sedangkan apabila
226
waktu terlalu pendek tidak akan cukup untuk
memberikan materi yang cukup banyak sehingga
peserta akan merasa kebingungan dan kurang
memahami materi yang disampaikan. Penelitian yang
dilakukan Riza (2014) pun diungkapkan bahwa jadwal
diklat yang terlalu padat akan menyulitkan peserta
dalam membagi waktu untuk berbagai aktivitas dalam
diklat. Pengaturan jadwal yang tidak efektif tersebut
dikarenakan terlalu banyak materi yang diberikan.
Lain halnya dengan temuan dalam penelitian ini,
pembagian waktu dalam IHT SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga ini penilaian yang baik dari para peserta. Hal
ini dibuktikan dengan persepsi peserta terhadap jadwal
pelatihan IHT dan pembagian durasi waktu pada tiap
materi pelatihan termasuk dalam kategori tinggi.
Tingginya persepsi peserta tersebut dikarenakan materi
yang diberikan tidak terlalu banyak dan waktu yang
dialokasikan cukup untuk penyampaian materi dan
tanya jawab.
Pada sub variabel organisasi ini seluruh
indikator dapat dikatakan memperoleh nilai baik. Hal
ini dibuktikan dengan kesesuaian materi pelatihan
terhadap level peserta sudah baik. Jadwal yang dibuat
oleh panitia pun tergolong baik karena durasi waktu
tidak terlalu lama atau terlalu pendek dan materi yang
diberikan pun tidak terlalu padat. Materi yang
diberikan pun termasuk baik karena sesuai dengan
227
prinsip belajar, yaitu diurutkan dari materi yang
mudah ke materi sulit. Oleh karena itu, seluruh
indikator dalam variabel organisasi ini dapat
memberikan sumbangan terhadap keberhasilan
program IHT SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
b. Konten
Pahlevi (2016) mengemukakan bahwa diperlukan
analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan tujuan
penyelenggara untuk menentukan topik pelatihan agar
dapat meningkatkan kompetensi pesertanya. Hal ini
senada hasil temuan dalam penelitian ini bahwa topik
IHT dipilih berdasarkan kebutuhan guru di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga yang disesuaikan
dengan visi, misi, dan tujuan sekolah. Topik sendiri
dipilih dengan cara musyawarah antar warga sekolah,
terutama guru dan para pimpinan sekolah.
Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa pihak
sekolah telah melakukan perencanaan dengan baik
yang didasarkan pada analisis kebutuhan guru di
sekolah. Berdasarkan temuan tersebut maka secara
teori pemilihan topik ini dapat memberikan pengaruh
positif terhadap keberhasilan program. Pernyataan
tersebut didasarkan pada pendapat Bartram S. dan
Gibson dalam Daryanto dan Bintoro (2014: 2) bahwa
dalam pelatihan perlu adanya penyiapan arah dan
228
fokus investasi apa yang harus dilakukan oleh
organisasi untuk pengembangan sumber daya
manusianya yang dapat dilakukan melalui analisis
kebutuhan.
Adapun persepsi peserta terhadap kesesuaian
topik IHT dengan kebutuhan peserta yang termasuk
dalam kategori tinggi. Hal ini berarti guru setuju
bahwa seluruh materi dalam IHT penting untuk
menunjang kompetensinya. Hasil ini berbeda dengan
hasil penelitian Riza (2014) bahwa materi diklat
merupakan komponen yang paling penting untuk
menunjang pekerjaan, tetapi tidak semua materi dalam
diklat dapat menunjang pekerjaan peserta, ada
beberapa materi saja yang menjadi prioritas peserta.
Temuan ini hampir sama dengan temuan Uysal (2012)
bahwa materi yang diberikan tidak sesuai dengan
kebutuhan guru sehingga tujuan program tidak dapat
tercapai dengan baik. Pentingnya seluruh materi dalam
IHT di SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga ini
dikarenakan topik IHT yang dipilih oleh panitia
penyelenggara dapat membantu guru dalam
meningkatkan komitmen terhadap organisasi
tempatnya bekerja, khususnya dalam hal
kemuhammadiyahan. Selain itu topik IHT juga
memotivasi guru untuk lebih menyatu dengan visi,
misi dan tujuan sekolah serta aturan yang ditetapkan
oleh pemerintah. Kesesuaian antara topik dengan
229
kebutuhan peserta dalam pelatihan dapat berpengaruh
terhadap keberhasilan program pelatihan.
Berdasarkan pemaparan mengenai sub variabel
konten, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh
indikatornya termasuk baik. Pemilihan topik
didasarkan pada kebutuhan peserta dan visi, misi
sekolah, dan topik tersebut sesuai dengan kebutuhan
peserta sebagai guru SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga. Oleh karena itu sub variabel konten dapat
memberikan sumbangan terhadap keberhasilan
program IHT.
c. Metodologi
Metode penyampaian materi harus disesuaikan
dengan materi yang akan disampaikan dalam
pelatihan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Basri dan
Rusdiana (2015) bahwa tidak ada metode yang paling
baik karena semua metode yang dapat digunakan
dalam pelatihan saling melengkapi. Sebagaimana
penelitian yang dilakukan oleh Pahlevi (2016) bahwa
metode pelatihan yang digunakan dalam diklat adalah
metode ceramah, dan praktek langsung karena materi
diklat lebih menitikberatkan pada bidang kejuruan.
Senada dengan penelitian Uysal (2012) bahwa
sehubungan dengan topik pelatihan mengenai
keterampilan mengajar bahasa maka panitia
menggunakan metode simulasi agar peserta dapat
230
mempraktekkan secara secara langsung tugas yang
diberikan pelatih, tetapi kelas tidak disetting dengan
baik sehingga kelas terlalu sesak. Berdasarkan
penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa selain
disesuaikan dengan topik atau materi yang akan
disampaikan, pemilihan metode juga perlu didasari
pada fasilitas yang ada di tempat pelatihan.
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui
bahwa metode yang digunakan dalam IHT di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga adalah ceramah, tanya
jawab, dan diskusi. Pemilihan metode ini pun
mendapat respon yang baik dari para peserta karena
nilai indeks persepsi peserta terhadap metode
penyampaian materi termasuk dalam kategori tinggi.
Metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi ini
dipilih karena sesuai dengan materi yang hendak
disampaikan dalam IHT yang lebih banyak pada teori
dan penyusunan strategi. Selain itu, pemilihan metode
tersebut didasarkan pada fasilitas yang ditawarkan
oleh hotel tempat IHT diselenggarakan. Adapun
fasilitas hotel yang sering ditawarkan dan sering
digunakan dalam IHT adalah IT. Kesesuaian antara
metode dan materi pun dinilai baik oleh peserta
pelatihan yang dibuktikan dengan nilai indeks persepsi
peserta terhadap kesesuaian metode dengan materi
termasuk dalam kategori tinggi. Temuan ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Uysal (2012) bahwa
231
pelatihan yang tidak memberikan kesempatan kepada
peserta untuk mendiskusikan masalah-masalah yang
dihadapi di sekolah, dan penyampaian materi yang
membosankan karena materi tidak terorganisir dengan
baik ini akan menghambat keberhasilan program.
Selain metode penyampaian materi, keberhasilan
program pelatihan juga ditentukan oleh interaksi yang
dilakukan pemateri kepada peserta. Adapun persepsi
peserta terhadap interaksi antara pemateri dan peserta
termasuk dalam kategori tinggi. Ini berarti pemateri
melakukan interaksi secara baik kepada para guru SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga pada saat IHT
berlangsung. Sebagaimana Basri dan Rusdiana (2015)
yang mengemukakan bahwa pemateri harus
menciptakan suasana yang menyenangkan dengan
cara memberikan kesan yang baik, dan menunjukkan
suasana yang diharapkan peserta. Temuan ini juga
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Uysal (2012)
bahwa pemateri yang baik adalah pemateri yang dapat
memainkan peran yang menyenangkan sesuai dengan
harapan para peserta, sebaliknya pemateri yang
mendominasi pelatihan akan membosankan bagi
peserta.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa
pelatihan merupakan proses belajar, maka pelatihan
pun harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar.
Adapun penggunaan prinsip-prinsip belajar
232
berdasarkan penilaian peserta termasuk dalam
kategori tinggi. Adapun fungsi dari penggunaan
prinsip-prinsip belajar dalam pelatihan menurut
Hammond (1968: 5) adalah untuk menguatkan sikap
yang menggambarkan pencapaian tujuan, membangun
motivasi agar tujuan pelatihan dapat dicapai secara
efektif, mengaplikasikan prinsip pemecahan masalah,
merencanakan pembelajaran agar sesuai dengan
kecakapan peserta, membuat peserta mampu
melakukan hal-hal yang diajarkan dalam pelatihan,
dan peserta ikut berpartisipasi dalam pelatihan
tersebut.
Berdasarkan pemaparan mengenai sub variabel
metodologi, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh
indikator termasuk baik. Pemilihan metode
penyampaian materi termasuk baik, kesesuaian
metode dengan materi yang disampaikan termasuk
baik, penggunaan tipe interaksi termasuk baik, dan
penggunaan prinsip-prinsip belajar termasuk baik.
Oleh karena itu sub variabel metodologi yang termasuk
baik ini akan memberikan pengaruh positif terhadap
keberhasilan program.
d. Fasilitas
Fasilitas yang mempengaruhi keberhasilan
program pelatihan oleh Hammond (1968:5)
didefinisikan sebagai ruang, peralatan khusus, dan
233
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk
menunjang pelatihan. Adapun Putri (2013)
mengemukakan bahwa yang termasuk dalam fasilitas
adalah fasilitas akomodasi, konsumsi, dan tentang
pelayanan dari panitia penyelenggara. Lain halnya
dengan Riza (2014) yang mengemukakan bahwa
fasilitas yang diberikan dalam pelatihan yang
ditelitinya antara lain akomodasi, konsumsi, dan
fasilitas ruangan, tetapi tidak disediakannya ruang
khusus untuk ibadah dapat menghambat efektivitas
pelaksanaan pelatihan. Temuan lain dari Pahlevi
(2016) dijelaskan bahwa fasilitas yang diberikan oleh
penyelenggara mulai dari penginapan, sarana
peralatan untuk praktek dan ruang untuk
menyampaikan materi. Akan tetapi fasilitas
penginapan yang diberikan tidak sama atau berbeda
antara peserta satu dengan peserta lain sehingga akan
berpengaruh terhadap kepuasan dan kenyamanan
peserta. Selain itu sarana peralatan untuk praktek
yang terkini yang sesuai dengan kebutuhan industri
juga masih kurang, sehingga dapat menghambat
ketercapaian tujuan program. Lain halnya pada
temuan Uysal (2012) bahwa dari sekian fasilitas yang
diberikan, terdapat satu fasilitas yang kurang baik,
yaitu ketersediaan materi yang tidak mencukupi untuk
seluruh peserta dan tidak ada materi baru yang
dikembangkan pihak penyelenggara.
234
Temuan-temuan yang telah dikemukakan
berbeda dengan hasil temuan dalam penelitian di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Fasilitas yang
diberikan dalam IHT merupakan fasilitas yang
disediakan oleh tempat atau hotel dimana IHT
diselenggarakan, yaitu berupa penginapan, makanan,
tempat untuk pertemuan, dan kualitas media. Adapun
persepsi peserta terhadap pelayanan dan fasilitas yang
diberikan dalam IHT termasuk dalam kategori tinggi.
Hal ini berarti pelayanan dan fasilitas pelatihan IHT
sudah memuaskan.
Kepuasan peserta terhadap fasilitas dan
pelayanan yang diberikan dalam IHT merupakan hal
yang baik. Hal ini dikarenakan kepuasan tersebut akan
menambah semangat peserta dalam mengikuti IHT.
Oleh karena itu kepuasan peserta terhadap fasilitas
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap
keberhasilan program IHT.
e. Biaya
Hammond (1968: 5) mengemukakan bahwa
biaya atau anggaran dalam pelatihan merupakan uang
yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas,
pemeliharaan dan personil untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan. Pahlevi (2016) dalam penelitiannya
mengemukakan bahwa biaya yang diperlukan untuk
diklat berasal dari dana APBD sehingga besarnya
235
anggaran menjadi masalah tersendiri bagi
penyelenggaraan program diklat karena akan
berpengaruh terhadap jumlah peserta dan durasi
waktu diklat. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa
panitia akan menyesuaikan jumlah peserta dengan
dana yang ada.
Temuan yang dikemukakan Pahlevi berbeda
dengan temuan dalam penelitian ini. Berdasarkan data
yang dikumpulkan, diketahui bahwa biaya yang
diperlukan untuk IHT berasal dari sekolah. Walapun
biaya memang berpengaruh terhadap jumlah peserta,
fasilitas yang akan diberikan kepada peserta dan
durasi waktu untuk IHT, akan tetapi panitia IHT di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga selalu berusaha untuk
mencukupi biaya yang diperlukan agar IHT dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan rencana dan
tujuan. Apabila sumber dana yang dialokasikan
sekolah kurang, maka panitia akan mencari sponsor
untuk menutupi kekurangan tersebut daripada harus
mengurangi peserta atau mengubah rencana dan
tujuan IHT. Usaha yang dilakukan panitia ini
merupakan cara yang baik karena kualitas IHT yang
diselenggarakan dapat terjaga.
Berdasarkan temuan yang telah dipaparkan
maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan
membutuhkan anggaran biaya atau dana untuk
memfasilitasi seluruh peserta IHT, dan durasi waktu
236
yang diperlukan dalam IHT. Semakin banyak anggaran
biaya maka akan semakin baik fasilitas yang dapat
diberikan kepada peserta, sebaliknya jika anggaran
biaya kurang, maka akan menghambat proses
penyelenggaraan IHT. Oleh karena itu usaha atau
strategi yang dilakukan panitia IHT untuk selalu
mencukupi anggaran biaya dengan mencari sponsor
tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap
keberhasilan program dalam mencapai tujuan.
4.3.2. Dimensi Institutional
Dimensi Institutional pada penelitian ini
membahas tentang personil-personil yang berperan
dalam IHT. Adapun sub variabel pada dimensi ini
adalah pemateri, peserta, administrator atau panitia,
spesialis pendidikan, keluarga, dan komunitas.
Adapun pembahasan pada masing-masing sub variabel
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pemateri
Menurut Basri dan Rusdiana (2015: 95) pemateri
bertugas untuk memfasilitasi peserta dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya yang
dikomunikasikan secara verbal maupun non-verbal.
Oleh karena itu pemateri dituntut untuk menguasai
materi, metode, dan teknik berkomunikasi. Kamil
(2010: 18) menambahkan bahwa pemateri harus
memahami program pelatihan secara menyeluruh yang
237
meliputi urutan kegiatan, ruang lingkup, materi
pelatihan, metode dan media yang digunakan, selain
itu pemateri juga harus memahami karakteristik
peserta dan kebutuhannya. Oleh karena itu pemateri
dipilih haruslah orang-orang yang kompeten dan ahli
di bidangnya. Pernyataan tersebut senada dengan
temuan dari penelitian Putri (2013) diketahui bahwa
pemateri yang dalam pelatihan merupakan orang-
orang ahli di bidangnya yang sesuai dengan topik
pelatihan sehingga tujuan program dapat tercapai
dengan baik. Adapun Riza (2014) mengemukakan
bahwa pemateri atau narasumber tidak menguasai
metode dengan baik karena pemateri terlalu teoritis
dan tidak memberikan contoh konkrit pada materinya
sehingga peserta sulit memahami materi yang
disampaikan.
Adapun temuan yang diperoleh dalam penelitian
ini diketahui bahwa pemateri dipilih berdasarkan
kompetensinya. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa materi yang diberikan dalam IHT
mengenai kemuhammadiyahan, kurikulum, dan materi
branding sekolah agar mampu menjadi sekolah unggul.
Oleh karena itu pemateri yang dipilih adalah orang-
orang yang kompeten terhadap materi tersebut, yaitu
orang-orang yang berasal dari Yayasan
Muhammadiyah, PLPM (Pengembang Lembaga
Pendidikan Muhammadiyah), dosen IAIN, Kepala
238
Sekolah Teladan dari SD Muhammadiyah Sapen
Yogyakarta, disdikpora, wali murid serta guru sekolah.
Pemateri dipilih dari orang-orang yang kompeten
karena orang-orang tersebut menguasai materi yang
akan disampaikan sehingga diharapkan peserta dapat
memahami isi materi tersebut dengan baik. Hal ini
sebagaimana terdapat pada temuan penelitian Pahlevi
(2016) bahwa pemateri harus dipilih berdasarkan
kompetensinya, jika tidak kompeten maka pemateri
tidak memiliki penguasaan materi yang baik sehingga
dapat menghambat keberhasilan program pelatihan.
Selain kompetensi yang dimiliki pemateri, baik atau
tidaknya materi yang disampaikan juga bergantung
pada waktu yang diberikan pemateri untuk
menyiapkan materinya agar sesuai dengan kebutuhan
peserta. Hal ini sebagaimana temuan penelitian Uysal
(2012) bahwa pemateri hanya diberikan waktu yang
singkat untuk menyiapkan materinya, sehingga
pemateri merasa kesulitan untuk menyesuaikan materi
dengan kebutuhan peserta yang sesungguhnya.
Adapun temuan pada penelitian ini diketahui
bahwa persepsi guru terhadap penguasaan materi dari
pemateri termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini
berarti para guru menilai bahwa para pemateri
merupakan orang kompeten yang dapat
menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan guru.
Selain itu, peserta juga menilai bahwa pemateri dapat
239
memberikan materi secara jelas yang dibuktikan
dengan persepsi guru terhadap kejelasan materi yang
disampaikan pemateri termasuk dalam kategori tinggi.
Hal ini berarti materi yang disampaikan tepat sasaran
dan tidak melenceng dari topik yang telah ditentukan.
Basri dan Rusdiana (2015: 41) mengemukakan
bahwa pemateri harus dapat menciptakan kesan yang
baik dengan menunjukkan jenis suasana kelas yang
diharapkan peserta. Kesan yang baik tersebut
diantaranya adalah tidak mendominasi kelas dan
memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanyakan materi yang belum dipahaminya.
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini diketahui
bahwa peserta memberikan penilaian yang baik
mengenai kesempatan yang diberikan pemateri kepada
peserta untuk menanyakan materi yang masih
membingungkan dan kejelasan dari jawaban pemateri.
Pernyataan itu dibuktikan dengan nilai indeks persepsi
terhadap kesempatan yang diberikan pemateri kepada
peserta untuk bertanya dan kejelasan jawaban yang
diberikan pemateri termasuk dalam kategori tinggi.
Melalui nilai indeks tersebut dapat disimpulkan bahwa
setiap pemateri selalu memberikan kesempatan kepada
para guru untuk menanyakan materi yang belum
dipahaminya. Jawaban dari pemateri pun jelas dan
dapat dipahami oleh peserta.
240
Berdasarkan pemaparan mengenai sub variabel
pemateri, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh
indikator dalam sub variabel ini tergolong baik.
Kualifikasi pemateri termasuk baik, penguasaan materi
pelatihan termasuk baik, kejelasan penyampaian
materi termasuk baik, dan kesempatan yang diberikan
oleh pemateri kepada peserta untuk menanyakan
materi yang kurang jelas dan jawaban dari pertanyaan
peserta termasuk baik. Oleh karena itu secara teori
sub variabel pemateri secara positif mempengaruhi
pencapaian tujuan program IHT SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga. Walaupun begitu para guru
mengharapakan agar pada IHT berikutnya panitia
mengundang motivator agar para guru lebih
termotivasi dalam mengajar.
b. peserta pelatihan
Sebagaimana dikemukakan Sudjana dalam
Kamil (2010: 17) rekrutmen peserta menjadi kunci
yang bisa menentukan keberhasilan langkah
selanjutnya dalam pelatihan. Rekrutmen bisa
ditetapkan melalui beberapa syarat sesuai dengan
karakteristik tertentu, misalnya kebutuhan, minat,
pengalaman, tugas, pekerjaan, dan pendidikan.
Perekrutan peserta dalam IHT ini juga dilakukan dalam
penelitian Riza dan Pahlevi. Riza (2014)
mengemukakan bahwa rekrutmen peserta dalam
241
penelitian termasuk dalam kategori baik namun dalam
pelaksanaannya belum sesuai dengan kriteria umum
dan khusus, yang diantaranya usia melebihi batas
maksimal dan kualifikasi akademik tidak sesuai
dengan syarat yang telah ditentukan. Adapun Pahlevi
(2016) menjelaskan bahwa peserta diklat dipilih oleh
panitia dan diambil dari sekolah yang memiliki paket
keahlian sesuai dengan topik pelatihan dan memiliki
peralatan yang menunjang di sekolah.
Teori dan temuan-temuan dalam penelitian yang
telah dikemukakan tidak sama dengan temuan dalam
penelitian ini. Dalam penelitian ini peserta tidak
diseleksi atau direkrut berdasarkan syarat-syarat
tertentu karena pelatihan atau IHT hanya dilakukan
dalam lingkup sekolah. Oleh karena itu peserta IHT
merupakan seluruh guru SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga. Walaupun tidak sesuai dengan teori yang
telah dikemukakan oleh pakar pelatihan, namun
peserta pelatihan yang tidak melalui perekrutan ini
tetap dapat menentukan keberhasilan program karena
adanya motivasi, dan kesadaran yang tinggi akan
pentingnya mengikuti IHT untuk meningkatkan
kompetensinya.
Peserta yang ditunjuk dalam IHT ini merupakan
seluruh guru SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga yang
tidak melalui perekrutan berdasarkan syarat-syarat
tertentu. Walaupun begitu, bukan berarti keberhasilan
242
tidak dapat tercapai. Peserta sendiri memiliki motivasi
dan kesadaran yang tinggi untuk mengikuti kegiatan
IHT yang diselenggarakan selama dua hari. Oleh
karena itu, tanpa perekrutan pun keberhasilan
program tetap dapat dicapai apabila peserta memiliki
motivasi dan kesadaran untuk mengikuti IHT.
c. administrator/ panitia
Keberhasilan program pelatihan tidak terlepas
dari peran penyelenggara pelatihan. Basri dan
Rusdiana (2015: 96) mengemukakan bahwa
profesionalisme lembaga diklat sangat ditentukan oleh
profesionalisme penyelenggaranya. Apabila pegawai
diklat hanya memiliki semangat dan kemampuan
dalam mengelola diklat yang sama dengan pegawai
non-diklat, dapat dipastikan citra dan eksistensi
lembaga diklat kurang diakui. Pernyataan ini
menunjukkan bahwa keberhasilan diklat hanya akan
dicapai jika penyelenggara merupakan pegawai
lembaga diklat yang kompeten. Apabila diklat
diselenggarakan oleh pegawai non-diklat maka
kemungkinan keberhasilan diklat tidak dapat tercapai.
Temuan yang didapatkan Putri (2013) melalui
penelitiannya sejalan dengan teori yang telah
dipaparkan. Di dalam penelitiannya, Putri menjelaskan
bahwa pelatihan diselenggarakan oleh lembaga diklat
yang professional, sehingga mendapat tanggapan yang
243
positif dari peserta. Selain itu, teori yang telah
dipaparkan juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Pahlevi (2016) bahwa diklat diselenggarakan
oleh lembaga diklat yang khusus menangani
pendidikan kejuruan, akan tetapi lemahnya motivasi
sebagian pegawai dalam melaksanakan tugas dapat
menghambat keberhasilan program.
Teori dan temuan-temuan yang telah dipaparkan
agaknya tidak sama dengan temuan dalam penelitian
ini. Dalam penelitian ini diketahui bahwa
penyelenggara IHT merupakan warga sekolah dan
bukan lembaga yang secara khusus menangani
program pelatihan. Penyelenggara merupakan panitia
yang terdiri dari guru-guru SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga. Walaupun begitu, panitia IHT memiliki
semangat dan komitmen yang tinggi untuk mencapai
keberhasilan program. Hal ini dibuktikan pada usaha
panitia yang menggalang dana jika anggaran yang
diberikan oleh sekolah kurang. Panitia IHT selalu
berusaha untuk memberikan kualitas yang baik dalam
pelaksanaan IHT.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang telah
dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa
penyelenggara yang berasal dari lembaga diklat tidak
menjamin tercapainya tujuan program pelatihan.
Penyelenggara yang berasal dari lembaga non-diklat
pun memiliki peluang untuk mencapai keberhasilan
244
program pelatihan jika penyelenggara tersebut
memiliki motivasi serta komitmen untuk serius
menangani pelatihan.
d. spesialis pendidikan
Spesialis pendidikan merupakan salah satu
faktor yang turut berperan dalam menentukan
keberhasilan program. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Putri (2013), Riza (2014), Pahlevi (2016), Uysal
(2012) dan Yusoff (2016) selurunya mengemukakan
bahwa pelatihan merupakan inisiatif dari dinas
pendidikan atau menteri pendidikan (spesialis
pendidikan) setempat sehingga seluruh biaya
ditanggung oleh pemerintah. Spesialis pendidikan
tersebut menyerahkan semua tugas pelatihan kepada
lembaga penyedia diklat yang ditunjuk. Oleh karena itu
peran spesialis pendidikan dalam lima penelitian
terdahulu lebih sebagai inisiator, dan penyandang
dana.
Lain halnya dengan pelatihan dalam penelitian
ini. IHT di SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga ini
seluruhnya merupakan inisiatif dari sekolah. Oleh
karena itu biaya yang dibutuhkan untuk
penyelenggaraannya pun berasal dari sekolah. Peran
spesialis pendidikan dalam IHT ini adalah memberikan
izin terkait penyelenggaraan program IHT di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Namun begitu, panitia
245
IHT menganggap bahwa pegawai dinas pendidikan
merupakan para ahli di bidang pendidikan, maka
panitia IHT mengundang salah seorang pegawai dinas
pendidikan untuk memberikan materi dalam IHT.
Materi yang disampaikan oleh dinas pendidikan terkait
dengan Kurikulum 2013 yang sedang dicanangkan
pemerintah pada masa itu.
Berdasar pemaparan-pemaparan yang telah
dijelaskan, makka dapat disimpulkan bahwa spesialis
pendidikan turut berperan dalam keberhasilan
program pelatihan. Peranan spesialis pendidikan bisa
sebagai inisiator, dan penyandang dana, ataupun
sebagai pihak yang memberikan izin penyelenggaraan
pelatihan jika pelatihan itu merupakan pelatihan
mandiri. Tanpa adanya izin yang diberikan maka
pelatihan mandiri seperti IHT tidak dapat
dilaksanakan.
e. Keluarga
Keluarga menjadi salah satu faktor yang juga
turut andil dalam mencapai keberhasilan program
pelatihan. Pada penelitian-penelitian terdahulu
keluarga tidak dijelaskan sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhi keberhasilan program pelatihan.
Akan tetapi pada penelitian ini keluarga menjadi salah
satu faktor yang turut serta dalam mempengaruhi
keberhasilan program IHT. Hal ini dikarenakan
246
keluarga turut berperan dalam memotivasi peserta
untuk mengikuti kegiatan IHT. Keluarga yang
memberikan dukungan kepada peserta untuk
mengikuti IHT akan menambah motivasi peserta,
begitu pun sebaliknya. Adapun motivasi peserta sendiri
merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi keberhasilan program.
Kesadaran anggota keluarga terhadap
pentingnya kegiatan IHT yang berperan untuk
meningkatkan kompetensi guru tersebut membawa
pengaruh yang positif terhadap keberhasilan program
pelatihan. Oleh karena itu dukungan keluarga sangat
diperlukan kontribusinya untuk mengembangkan
kompetensi guru. Bentuk dukungan dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti memberikan izin dan
keleluasaan kepada guru untuk mengikuti IHT,
membantu atau menggantikan tugas guru dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, dan lain
sebagainya. Hal ini sebagaimana dikemukakan
Murtiningrum (2005) dalam penelitiannya bahwa
konflik keluarga berpengaruh terhadap stress kerja
guru, sehingga semakin tinggi konflik keluarga maka
semakin tinggi pula stress kerja yang dialami guru.
Peran keluarga tersebut sangat berpengaruh dalam
meningkatkan kepuasan kerja, dan mengurangi stress
kerja. Sikap dan perhatian dari keluarga seperti
berbagi atau bekerjasama dalam menyelesaikan
247
pekerjaan rumah tangga, mengurus anak serta
meberikan dukungan karir atau pekerjaan suami atau
istri akan mengurangi stress kerja sehingga pekerjaan
dapat dilakukan dengan maksimal.
Berdasarkan pemaparan mengenai peran
keluarga dalam pelatihan, maka dapat disimpulkan
bahwa keluarga menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh dalam keberhasilan program pelatihan.
Peran tersebut terkait dengan pengaruh keluarga
dalam meningkatkan motivasi peserta untuk mengikuti
pelatihan. Keluarga yang memberikan dukungan
kepada peserta akan meningkatkan motivasi peserta
untuk mengikuti pelatihan, akan tetapi keluarga yang
tidak memberikan dukungan akan mengurangi atau
bahkan menghilangkan motivasi dalam diri peserta.
f. Komunitas
Penelitian Ekosusilo (2003) diketahui bahwa
melalui komunitas guru akan terjalin kerjasama antar
sesama guru atau antara guru dengan Kepala Sekolah.
Hal ini memiliki dampak yang baik terhadap
ketercapaian tujuan sekolah ataupun tujuan program-
program yang dijalankan sekolah. Pernyataan tersebut
senada dengan hasil penelitian ini bahwa komunitas
turut berperan dalam mempengaruhi keberhasilan
program IHT SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
Komunitas disini selain menjadi wadah untuk
248
berkomunikasi juga digunakan untuk memantau guru
dalam mengimplementasikan materi pelatihan pada
saat guru kembali bekerja.
Peran komunitas dalam mempengaruhi
keberhasilan program IHT SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga tidak lepas dari peran pimpinan sekolah yang
mewajibkan guru-guru untuk membentuk komunitas
per-grade kelas yang diampu. Peran Kepala Sekolah ini
sebagaimana dikemukakan oleh Kompri (2015: 35)
bahwa sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah
harus mampu mempengaruhi, membujuk, dan
meyakinkan para bawahannya agar mempunyai
kemauan dan kemampuan untuk mencapai tujuan
organisasi. Kompri juga menjelaskan bahwa dibalik
sekolah yang baik terdapat kepala sekolah yang
berhasil, yaitu kepala sekolah yang memiliki visi yang
jelas, kepemimpinan yang kuat, dan memiliki harapan
yang tinggi terhadap prestasi siswa dan kinerja guru.
Berdarkan pemaparan mengenai komunitas,
maka dapat disimpulkan bahwa komunitas turut
berperan dalam mempengaruhi keberhasilan program
pelatihan. Komunitas dapat digunakan sebagai sarana
untuk memantau perubahan perilaku yang
ditunjukkan guru sebagai dampak dari pelatihan.
Komunitas juga dapat digunakan sebagai sarana
untuk sharing terhadap masalah-masalah yang
249
dihadapi guru pada saat mengimplementasikan materi
pelatihan.
4.3.3. Dimensi behavior
Dimensi behavior dalam penelitian ini
menyangkut tujuan khusus dari program IHT yang di
selenggarakan oleh SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
Adapun tujuan khusus yang dimaksud adalah
peningkatan kompetensi guru. Secara lebih terperinci
kompetensi yang hendak dicapai meliputi pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor)
yang sesuai dengan visi dan misi SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga.
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, secara
umum tujuan program IHT telah dicapai, walaupun
ada satu yang belum tercapai dengan baik. Tujuan
yang belum tercapai dengan baik tersebut rupanya
merupakan salah satu tujuan yang tidak menjadi
prioritas untuk segera dicapai dalam waktu tiga tahun.
Adapun penjelasan mengenai ketercapaian tujuan
program IHT adalah sebagai berikut.
a. Kognitif
Tujuan kognitif dari penelitian yang dilakukan
oleh Putri (2013) adalah meningkatkan kemampuan
peserta yangdiukur dengan memberikan tes dan
mengaplikasikan materi melalui simulasi yang diukur
melalui observasi. Adapun Riza (2014) mengemukakan
250
bahwa tujuan kognitif dari pelatihan dalam
penelitiannya adalah meningkatkan pengetahuan
akademik yang diukur dengan menggunakan tes. Hal
senada juga ditunjukkan oleh Yusoff (2016) bahwa
tujuan kognitif dalam penelitiannya adalah
meningkatkan pengetahuan peserta yang diukur
melalui tes. Tes dalam penelitian-penelitian tersebut
berfungsi untuk mengetahui perubahan pengetahuan
peserta secara langsung setelah mengikuti pelatihan.
Hasil temuan dari penelitian terdahulu memiliki
perbedaan dengan hasil temuan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini tujuan kognitif dari penelitian
adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan
mengaplikasikan materi IHT. Akan tetapi sehubungan
dengan pelaksnaan IHT yang dilakukan tiga tahun
yang lalu, dan baru dapat dilihat setelah tiga tahun
sejak pelatihan dilakukan maka kurang efektif jika
diukur menggunakan tes. Selain itu, tidak
digunakannya tes dalam penelitian karena adanya
keterbatasan waktu dan perizinan untuk memberikan
tes kepada guru yang sebagian besar merupakan guru
baru yang tidak mengikuti IHT tahun 2013/2014 ini.
Adapun tujuan kognitif dari program IHT SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga tahun ajaran
2013/2014 antara lain: menambah pengetahuan
Kemuhammadiyahan, menambah pengetahuan
pendidikan karakter Muhammadiyah, menambah
251
pengetahuan tentang penilaian hasil belajar kurikulum
2013, menambah pengetahuan inovasi teknologi,
menambah pengetahuan diversifikasi model dan
metode pembelajaran, menambah kemampuan guru
dalam memadukan variasi bahan ajar, menambah
pengetahuan mengembangkan karir akademik berbasis
prestasi, mengaplikasikan Kemuhammadiyahan dan
pendidikan karakter Muhammadiyah setelah mengikuti
pelatihan IHT.
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini,
seluruh tujuan kognitif IHT telah tercapai dengan baik.
Kontribusi IHT dalam menambah pengetahuan
Kemuhammadiyahan termasuk baik. Kontribusi IHT
dalam menambah pengetahuan pendidikan karakter
Muhammadiyah termasuk baik. Kontribusi IHT dalam
menambah pengetahuan tentang penilaian hasil
belajar kurikulum 2013 termasuk baik. Kontribusi IHT
dalam menambah pengetahuan inovasi teknologi,
menambah pengetahuan diversifikasi model dan
metode pembelajaran termasuk baik. Kontribusi IHT
dalam menambah kemampuan guru dalam
memadukan variasi bahan ajar termasuk baik.
Kontribusi IHT dalam menambah pengetahuan
mengembangkan karir akademik berbasis prestasi
tercapai dengan baik. Kontribusi IHT dalam
mengaplikasikan Kemuhammadiyahan dan pendidikan
252
karakter Muhammadiyah setelah mengikuti pelatihan
IHT pun telah tercapai dengan baik.
Walaupun secara keseluruhan tujuan kognitif,
tetapi masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki
untuk kelanjutan program. Kekurangan tersebut
terdapat pada kesesuaian metode dengan materi yang
diberikan, khususnya dalam hal yang berhubungan
dengan pengetahuan yang dibarengi keterampilan.
Pada temuan ini ada beberapa guru yang menilai
bahwa IHT kurang memiliki kontribusi dalam
menambah pengetahuan tentang penilaian hasil
belajar Kurikulum 2013 karena guru tersebut tidak
mendapat kesempatan untuk mempraktekan penilaian
hasil belajar Kurikulum 2013 tersebut secara
langsung. Temuan ini menunjukkan bahwa metode
yang digunakan masih perlu dikaji ulang agar lebih
sesuai sehingga dapat mencapai tujuan dengan lebih
baik lagi.
Berdasarkan pemaparan mengenai sub variabel
kognitif dalam pelatihan, dapat disimpulkan bahwa
tujuan kognitif dari setiap pelatihan berbeda satu sama
lain, sehingga diperlukan pengukuran yang sesuai.
Selain perbedaan tujuan, pengukuran juga perlu
mempertimbangkan kondisi dari objek yang dievaluasi.
Selain itu, walaupun hasil pengukuran menunjukkan
bahwa perubahan pengetahuan baik perlu dikaji lagi
253
apakah pencapaian tujuan sudah optimal ataukah
masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki.
b. Afektif
Tujuan afektif dalam pelatihan merujuk pada
perubahan sikap peserta setelah mengikuti pelatihan.
Adapun perubahan sikap ini tidak dapat diukur secara
langsung pada saat pelatihan, karena perubahan sikap
merupakan dampak dari pelatihan yang butuh waktu
lama. Perubahan sikap baru bisa diukur setelah
beberapa waktu sejak pelatihan dilakukan.
Berdasarkan temuan yang dikemukakan Riza
(2014), peserta yang mengikuti pelatihan tidak
menunjukkan perubahan sikap sesuai dengan materi
yang diajarkan dalam pelatihan. Penyebabnya adalah
tidak adanya monitoring dari lembaga diklat setelah
pelatihan selesai. Hasil temuan ini berbeda dengan
hasil temuan pada penelitian yang dilakukan di SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga ini. Dalam penelitian
ini diketahui bahwa tujuan afektif IHT yang meliputi
kontribusi IHT dalammenambah dukungan misi
sekolah, meningkatkan minat mengajar guru,
meningkatkan ketertiban guru dalam melaksanakan
ritual ibadah, dan kemampuan guru untuk
menyesuaikan diri dalam organisasi sekolah
seluruhnya dapat tercapai dengan baik. Ketercapaian
itu merupakan hasil dari pengawasan yang dilakukan
254
oleh pemimpin sekolah melalui komunitas-komunitas
yang ada di sekolah.
Berdasarkan temuan-temuan yang telah
dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa pelatihan tidak
dapat secara langsung merubah sikap seseorang
setelah kembali ke tempat kerjanya. Perubahan sikap
perlu dibarengi dengan pengawasan yang dilakukan
oleh penyelenggara untuk mengetahui sejaum mana
peserta dapat mencapai tujuan afektif dalam pelatihan.
c. Psikomotor
Psikomotor merupakan tujuan pelatihan yang
berkaitan dengan peningkatan keterampilan peserta
setelah mengikuti pelatihan. Penelitian yang dilakukan
oleh Riza (2014) menghasilkan temuan bahwa tidak
sepenuhnya tujuan psikomotor dapat dicapai, karena
guru mempunyai prioritas sendiri tentang keterampilan
yang penting untuk digunakan di tempat kerjanya.
Oleh karena itu, materi yang tidak diprioritaskan
tersebut kurang berhasil dalam meningkatkan
keterampilan peserta.
Temuan dari Riza juga ditemukan dalam
penelitian ini. Tujuan psikomotor dalam penelitian ini
dibatasi pada kemampuan memberi penilaian hasil
belajar siswa sesuai K13, kemampuan melakukan
diversifikasi model dan metode pembelajaran,
kemampuan melakukan inovasi teknologi dalam
255
pembelajaran, penggunaan bahan ajar yang bervariasi,
merencanakan pengembangan karir akademik berbasis
prestasi, penggunaan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris,
meningkatkan praktek religiusitas, peningkatan
prestasi guru. Hasilnya hampir semua tujuan
psikomotor dapat tercapai dengan baik, tetapi ada satu
tujuan yang masih belum tercapai, yaitu pada kategori
kemampuan menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa
Inggris. Hal ini terjadi karena kategori tersebut bukan
menjadi prioritas untuk segera dicapai dalam waktu
tiga tahun. Tujuan psikomotor program lebih
diprioritaskan pada pencapain prestasi sekolah. Akan
tetapi prestasi yang diprioritaskan adalah peningkatan
prestasi siswa. Oleh karena itu seharusnya
peningkatan prestasi tidak hanya difokuskan untuk
siswa saja, tetapi juga prestasi sekolah pada
umumnya. Sekolah perlu memberikan dukungan
untuk peningkatan prestasi guru. Walaupun beberapa
guru sudah mewakili sekolah di tingkat kota, provinsi,
bahkan nasional namun masih ada guru yang
mempunyai minat tinggi untuk turut serta dalam
meningkatkan prestasi tetapi kurang mendapat
perhatian oleh pihak sekolah.
Berdasarkan temuan yang telah dipaparkan,
dapat disimpulkan bahwa tujuan psikomotor tidak
dapat tercapai secara keseluruhan jika ada beberapa
tujuan yang menjadi prioritas. Oleh karena itu, sekolah
256
perlu memberikan perhatian pada seluruh tujuan
program agar tujuan yang menjadi prioritas ataupun
kurang diprioritaskan dapat tercapai dengan baik.
Selain itu, pimpinan sekolah perlu memberikan
perhatian kepada kebutuhan guru dalam hal
meningkatkan prestasinya. Hal ini dimaksudkan agar
seluruh guru juga mendapat kesempatan untuk
mengembangkan diri di bidang peningkatan prestasi.
4.3.4. Rekomendasi Keberlanjutan Program
Berdasarkan pemaparan-pemaparan mengenai
IHT SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga yang dengan
dari segi dimensi Instructional, Institutional, dan
Behavior maka dapat disimpulkan bahwa program IHT
tersebut memiliki pengaruh yang baik untuk
meningkatkan kompetensi guru. Oleh karena itu,
program tahunan SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga ini
perlu dilanjutkan dengan beberapa perbaikan.
Perbaikan tersebut antara lain: (1) panitia perlu
menyusun perencanaan tentang penggunaan metode
yang lebih sesuai dengan materi dan tujuan yang
hendak dicapai, khususnya pada materi yang
memerlukan praktek secara langsung atau simulasi; (2)
panitia perlu melakukan analisis kebutuhan guru
secara lebih detail, sebagai contoh kebutuhan guru
untuk mendapat motivasi dari seorang motivator; dan
(3) pihak sekolah perlu memberikan perhatian kepada
257
guru yang ingin mengembangkan prestasinya dengan
memberikan pengarahan-pengarahan, atau pun
kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang potensi guru
untuk berprestasi.
258