bab iv hasil dan pembahasan 4.1. hasil...
TRANSCRIPT
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Deskripsi Umum Tentang Lokasi Penelitian
Kondisi hutan di Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Wilayah
Lombongo termasuk dalam tipe ekosistem hutan dataran rendah, dataran tinggi dan
pegunungan.Secara administratif kawasan TNBNWterbagi atas dua provinsi yaitu
Provinsi Sulawesi Utara (Kabupaten Bolaang Mongondow) dan Provinsi
Gorontalo (Kabupaten Bone Bolango).
Sebagian besar wilayah atau sekitar 90% luas TNBNW mempunyai kelerengan
25-45%. Sesuai dengan lokasi dan kondisi topografinya kawasan TNBNW, sebagian
besar merupakan hulu sungaike arah barat yaitu Sungai Bone, Sungai Palanggua dan
Sungai Lolio di wilayah Gorontalo.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuhan di Kawasan Taman Nasional
Bogani Nani Wartabone Sub Kawasan Lombongodisajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.Faktor lingkungan di Kawasan Taman Nasional Bogani NaniWartabone
Faktor LingkunganStasiun
I II IIISuhu (0C) 26 28.5 26.3
Kelembaban (%) 98 95.5 97.6 Intensitas cahaya (Cd) 72 65 64.3 Ketinggian 750 456 200
Sumber : Data Primer, 2013
19
20
Berdasarkan Tabel 4.1 Faktor lingkungan di Kawasan Taman Nasional
Bogani Nani Wartabone, suhu udara berkisar antara 26 – 280C, kelembaban udara
berkisar antara 95 – 98 %,intensitas cahaya berkisar antara 64-72 cd dan memiliki
ketinggian tempat antara 50 – 2000 mdpl.
Hasil pengukuran intensitas cahaya pada lokasi yang diteliti menunjukan
perbedaan nilai yang tidak terlalu jauh namun jika diperhatikan lebih seksama maka
terdapat kecenderungan faktor lingkungan dalam hal intensitas cahaya semakin
menurun seiring dengan peningkatan ketinggian tempat area penelitian. Untuk faktor
lingkungankelembaban udara pada tempat lokasi yang diteliti cenderung meningkat
seiring dengan peningkatan ketinggian tempat dari permukaan laut.
Suhu udara pada lokasi penelitian cenderung mengalami penurunanpada saat
pengambilan sampel di ketinggian 200 mdpl. Penurunan suhu ini berhubungan
tempat lokasi penelitan dalam keadaan hujan. Berdasarkan uraian di atas dapat
dikatakan bahwa faktor lingkungan berupa ketinggian tempat, intensitas cahaya,
kelembaban udara dan suhu udara dapat memberikan pegaruh bagi vegetasi
tumbuhan.
4.1.2. Struktur Vegetasi Tegakan Pohon Yang Ada Di Sub Kawasan
Lombongo
a. Daftar Spesies Penyusun Vegetasi Tegakan Pohon
Spesies tegakan pohon yang ditemukan dilokasi penelitian sebanyak 11 spesies
yakni Dracontomelon dao, Intsia bijuga, Diospiros celebica, Calamus ornatus,
Arenga pinnata, Aiphanes caryotafolia, Ficus benjamina, Canarium asperum,
21
Pterospermum javanicum, Palaquium obtusifolium, Alstonia scholaris.Spesies
tumbuhan yang terdapat di Sub Kawasan Lombongo di sajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2. Jenis-jenis Tumbuhan yang Terdapat di Sub KawasanLombongo
No Nama Spesies Nama daerahNama
Perdagangan1 Dracontomelon dao Rau Rau2 Intsia bijuga Pilobintalahe Merbau3 Diospiros celebica Pongapuhu Ebony/kayu hitam4 Calamus ornatus Rotan Rotan5 Arenga pinnata Aren Aren6 Aiphanes caryotafolia Palem duri Palem duri7 Ficus benjamina Beringin Beringin8 Canarium asperum Tohetutu Kenari9 Pterospermum javanicum Boyuhu Bayur10 Palaquium obtusifolium Nantu Nantu11 Alstonia scholaris Talanggilala Pulai
Sumber : Data Primer, 2013
Berdasarkan hasil identifikasi tumbuhan yang di tampilkan pada Tabel 4.2
ditemukan pada tiga titik pengambilan sampel terdapat 11 (sebelas) spesies tumbuhan
yaitu Dracontomelon dao, Intsia bijuga, Diospiros celebica, Calamus ornatus,
Arenga pinnata, Aiphanes caryotafolia, Ficus benjamina, Canarium asperum,
Pterospermum javanicum, Palaquium obtusifolium, Alstonia scholaris.
Dari 11 spesies tegakan pohon tersebut, terdapat 9 spesies pada stasiun I yaitu
Dracontomelon dao, Intsia bijuga, Diospiros celebica, Calamus ornatus, Arenga
pinnata, Aiphanes caryotafolia, Ficus benjamina, Pterospermum javanicum,
Alstonia scholaris. Pada stasiun II yaitu Intsia bijuga, Diospiros celebica, Arenga
pinnata, Ai]phanes caryotafolia, Ficus benjamina, Pterospermum javanicum,
22
Palaquium obtusifolium, Alstonia scholaris. Pada stasiun III yaitu Intsia bijuga,
Calamus ornatus, Aiphanes caryotafolia, Ficus benjamina, Canarium asperum,
Pterospermum javanicum, Palaquium obtusifolium, Alstonia scholaris. Tabel jumlah
dari setiap individu pohon yang terdapat di Sub Kawasan Lombongo, di sajikan pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Jumlah setiap individu pohon yang terdapat di Sub Kawasan Lombongo
No Jenis Pohon STASIUN
I titik II titik III titik 1 Dracontomelon dao 2 1 - - - -2 Intsia bijuga 6 1 4 1 2 13 Diospiros celebica 7 1 3 1 - -4 Calamus ornatus 7 1 - - 27 35 Arenga pinnata 6 1 17 2 - -6 Aiphanes caryotafolia 1 1 16 2 17 37 Ficus benjamina 1 1 10 1 1 18 Canarium asperum - - - - 16 39 Pterospermum javanicum 1 1 2 1 13 310 Palaquium obtusifolium - - 11 1 14 311 Alstonia scholaris 1 1 7 2 6 3
Secara rinci klasifikasi pohon yang ditemukan pada lokasi penelitian di Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone Sub Kawasan Lombongo disajikan pada Tabel
4.4(Lampiran 7).
b. Struktur Vegetasi Pohon Pada Stasiun I
Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Berikut
merupakanstruktur vegetasi dan indeks nilai penting tingkat pohon yang ada di
stasiun I.
23
Tabel 4.5. Struktur Vegetasi Dan Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon Pada
Stasiun 1 Di Sub Kawasan Lombongo
No Nama Spesies K KR F FR D DR INP
1 Diospiros celebica 0,091 21,875 1 11 0,76 23,38 56,24
2 Arenga pinnata 0,078 18,75 1 11 0,63 19,38 49,62
3 Calamus ornatus 0,091 21,875 1 11 0,36 11,07 44,23
4 Intsia bijuga 0,078 18,75 1 11 0,44 13,53 43,63
5 Dracontomelon dao 0,026 6,25 1 11 0,61 18,76 36,49
6 Ficus benjamina 0,013 3,125 1 11 0,26 8,2 22,33
7 Pterospermum javanicum 0,013 3,125 1 11 0,08 2,46 16,58
8 Aiphanes caryotafolia 0,013 3,125 1 11 0,07 2,15 16,33
9 Alstonia scholaris 0,013 3,125 1 11 0,04 1,23 15,36
Sumber : Data Primer, 2013
Pada Tabel 4.5terlihat adanya spesies tertentu yang memiliki nilai-nilai
parameter vegetasi yang tinggi dan hal ini dapat mencirikan spesies yang dominan
dalam suatu komunitas tersebut. Spesies Diospiros celebica memiliki nilai penting
yang tertinggi sebesar 56,24 m2. Distasiun 1 di temukan 9 spesies, nilai-nilai tertingi
dan terendah pada struktur vegetasi, disajikan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1.Diagram Sruktur Vegetasi Dan Nilai Penting TingkatpohonI Di Sub Kawasan Lombongo
c. Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Berikut
merupakan struktur vegetasi dan
stasiun II.
Tabel 4.6. Struktur Vegetasi
Stasiun II Di Sub Kawasan Lombongo
No Nama Spesies
1 Aiphanes caryotafolia
2 Arenga pinnata
3 Ficus benjamina
4 Alstonia scholaris
5 Palaquium obtusifolium
6 Intsia bijuga
7 Diospiros celebica
0
10
20
30
40
50
60
24
Sruktur Vegetasi Dan Nilai Penting TingkatpohonDi Sub Kawasan Lombongo
Struktur Vegetasi pohon pada Stasiun IIStruktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Berikut
merupakan struktur vegetasi dan indeks nilai penting tingkat pohon yang ada di
ruktur Vegetasi Dan Indeks Nilai Penting Tingkat
Stasiun II Di Sub Kawasan Lombongo
Nama Spesies K KR F FR D DR
Aiphanes caryotafolia 0,062 22,89 1 18 0,6 29,82
Arenga pinnata 0,066 24,37 1 18 0,45 22,36
Ficus benjamina 0,039 14,4 0,5 9,1 0,31 15,4
Alstonia scholaris 0,027 9,97 1 18 0,15 7,55
Palaquium obtusifolium 0,043 15,87 0,5 9,1 0,18 8,94
0,015 5,53 0,5 9,1 0,15 7,4
Diospiros celebica 0,011 4,06 0,5 9,1 0,12 5,9
K KR F FR D DR INP
Sruktur Vegetasi Dan Nilai Penting Tingkatpohon PadaStasiun
Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Berikut
indeks nilai penting tingkat pohon yang ada di
Nilai Penting Tingkat Pohon Pada
INP
29,82 71,22
22,36 65,27
15,4 39,16
7,55 35,8
8,94 34,2
7,4 22.13
5,9 19,13
8 Pterospermum javanicum
Sumber : Data primer, 2013
Pada Tabel 4.6
parameter vegetasi yang tinggi dan hal ini dapat
dalam suatu komunitas
yang tertinggi sebesar 71,22 m
dan terendah pada struktur vegetasidisajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2.Diagram Sruktur Vegetasi Dan Nilai Penting TingkatIIDi Sub Kawasan Lombongo
d. Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Berikut
merupakan struktur vegetasi dan indeks nilai penting tingkat pohon yang ada di
stasiun III.
01020304050607080
25
Pterospermum javanicum 0,008 2,88 0,5 9,1 0,05 2,48
Sumber : Data primer, 2013
6terlihat adanya spesies tertentu yang memiliki nilai
parameter vegetasi yang tinggi dan hal ini dapat mencirikan spesies yang dominan
tersebut. Spesies Aiphanes celebica memiliki nilai penting
sebesar 71,22 m2. Distasiun II di temukan 8 spesies, nilai
erendah pada struktur vegetasidisajikan pada Gambar 4.2.
Sruktur Vegetasi Dan Nilai Penting TingkatPohon Pada Stasiun Di Sub Kawasan Lombongo
Struktur Vegetasi pohon pada Stasiun IIIStruktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Berikut
merupakan struktur vegetasi dan indeks nilai penting tingkat pohon yang ada di
K KR F FR D DR INP
2,48 14,51
terlihat adanya spesies tertentu yang memiliki nilai-nilai
kan spesies yang dominan
memiliki nilai penting
spesies, nilai-nilai tertingi
Pohon Pada Stasiun
Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Berikut
merupakan struktur vegetasi dan indeks nilai penting tingkat pohon yang ada di
26
Tabel 4.7. Struktur Vegetasi Dan Indeks nilai Penting Tingkat Pohon Pada
Stasiun III Di Sub Kawasan Lombongo
No Nama Spesies K KR F FR D DR INP
1 Canarium asperum 0,11 16,8 1 15 0,97 26,64 58,54
2 Aiphanes caryotafolia 0,11 16,8 1 15 0,51 14,13 46,03
3 Pterospermum javanicum 0,09 13,8 1 15 0,58 16,02 44,92
4 Calamus Ornatus 0,19 29,1 1 15 0,86 23,56 41,57
5 Palaquium obtusifolium 0,09 13,8 1 15 0,41 11,13 40,03
6 Alstonia scholaris 0,04 6,14 1 15 0,2 5,47 26,71
7 Intsia bijuga 0,014 2,15 0,3 4,5 0,08 2,172 8,82
8 Ficus benjamina 0,007 1,07 0,3 4,5 0,03 0,85 6,42
Sumber : Data primer, 2013
Pada Tabel 4.7terlihat adanya spesies tertentu yang memiliki nilai-nilai
parameter vegetasi yang tinggi dan hal ini dapat mencirikan spesies yang dominan
dalam suatu komunitas tersebut. Spesies Canarium asperum memiliki nilai penting
yang tertinggi sebesar 58,54m2. Distasiun III di temukan 8 spesies, nilai-nilai tertingi
dan terendah pada struktur vegetasi, disajikan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3.Diagram Sruktur Vegetasi Dan Nilai Penting TingkatStasiun III
4.1.3. Status Konservasi dan
Kategori status konservasi IUCN
oleh IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies
hidup yang terancam kepunahan.Kategori status konservasi di setiap stasiun yang
terdapat di Sub Kawasan lombongo dapat disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel. 4.8. Status Konservasi Pada Stasiun I Di Sub Kawasan Lombongo
No Nama Spesies
1 Pterospermum javanicum2 Aiphanes caryotafolia3 Dracontomelon dao4 Ficus benjamina5 Alstonia scholaris6 Intsia bijuga7 Diospiros celebica8 Calamus ornatus
0
20
40
60
27
Sruktur Vegetasi Dan Nilai Penting TingkatStasiun IIIDi Sub Kawasan Lombongo
Status Konservasi dan Indeks Nilai Konservasi (CVI)
Kategori status konservasi IUCN Red list merupakan kategori yang digunakan
oleh IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-spesies berbagai makhluk
ancam kepunahan.Kategori status konservasi di setiap stasiun yang
terdapat di Sub Kawasan lombongo dapat disajikan pada Tabel 4.7.
. Status Konservasi Pada Stasiun I Di Sub Kawasan Lombongo
Nama Spesies Status konservasi
Pterospermum javanicum Endanger (EN)Aiphanes caryotafolia Vulnerable (VU)Dracontomelon dao Vulnerable (VU)Ficus benjamina Least concern (LC)Alstonia scholaris Least concern (LC)
Vulnerable (VU)Diospiros celebica Vulnerable (VU)Calamus ornatus Near Threatened (NT)
K KR F FR D DR INP
Sruktur Vegetasi Dan Nilai Penting TingkatPohon Pada
merupakan kategori yang digunakan
spesies berbagai makhluk
ancam kepunahan.Kategori status konservasi di setiap stasiun yang
. Status Konservasi Pada Stasiun I Di Sub Kawasan Lombongo
CVI
10,88,1
4,052,72,7
1,351,1
1,08
28
9 Arenga pinnata Least concern (LC) 0,45Sumber : Data primer, 2013
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas untuk status konservasi setiap spesies pada
stasiun I,Dracontomelon dao, Intsia bijuga, Diospiros celebica, Aiphanes
caryotafolia berstatus konservasi kondisi rentan (Vulnerable) dengan nilai CVI
(Conservation value index) masing-masing spesies yakni sebesar 4,05 untuk spesies
Dracontomelon dao, Instia bijuga sebesar1,35, Diospiros celebicasebesar
1,1,Aiphanes caryotafolia sebesar 8,1, dimana spesies-spesies ini merupakan spesies
yang dinyatakan berada dalam ambang kepunahan. Artinya spesies-spesies tersebut
dapat dikatakan sedang menghadapi ancaman kepunahan di habitat alaminya.
Calamus ornatus berstatus konservasi hampir terancam (Near Threatened)dengan
nilai CVI (Conservation value index) sebesar 1,8 untuk spesies Calamus
ornatus,dimana spesies ini meruapakn spesies yang diperkirakan mendekati ancaman
kepunahan. Pterospermum javanicum berstatus konservasi
terancam(Endanger)dengan nilai CVI (Conservation value index) sebesar 10,8 untuk
spesies Pterospermum javanicum, dimana spesies ini merupakan spesies yang
terancam kepunahan atau menghadapi resiko tinggi kepunahan dihabitat alaminya.
Arenga pinnata, Ficus benjamina, Alstonia scholaris berstatus konservasi
Resiko rendah (Leas concern) dengan nilai CVI (Conservation value index) masing-
masing spesies yakni sebesar 0,45 untuk spesies Arenga pinnata, Ficus benjamina
sebesar 2,7, Alstonia scholaris sebesar 2,7, dimana spesies-spesies ini merupakan
29
spesies yang dinyatakan tidak memiliki tanda-tanda kepunahan atau kondisi
resikonya rendah.
Tabel 4.9. Status Konservasi Pada Stasiun II Di Sub Kawasan Lombongo
Sum
ber :
Data
prim
er,
2013
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas untuk status konservasi setiap spesies pada
stasiun I Intsia bijuga, Diospiros celebica, Aiphanes caryotafolia berstatus konservasi
kondisi rentan(Vulnerable)dengan nilai CVI (Conservation value index) masing-
masing spesies yakni sebesar 1,6 untuk spesies Intsia bijuga,Diospiros celebica
sebesar 2,24, Aiphanes caryotafolia sebesar 0,45, dimana spesies-spesies ini
merupakan spesies yang dinyatakan berada dalam ambang kepunahan. Palaquium
obtusifolium berstatus konservasi hampir terancam (Near Threatened) dengan nilai
CVI (Conservation value index) sebesar 0,56 untuk spesies Palaquium
obtusifolium,dimana spesies ini meruapakn spesies yang diperkirakan mendekati
ancaman kepunahan.
Pterospermum javanicum berstatus konservasi terancam punah
(Endanger)dengan nilai CVI (Conservation value index) sebesar 4,28 untuk spesies
No Nama Spesies Status konservasi CVI
1 Pterospermum javanicum Endanger (EN) 4,282 Diospiros celebica Vulnerable (VU) 2,243 Intsia bijuga Vulnerable (VU) 1,64 Alstonia scholaris Least concern (LC) 0,885 Palaquium obtusifolium Near Threatened (NT) 0,566 Aiphanes caryotafolia Vulnerable (VU) 0,457 Ficus benjamina Least concern (LC) 0,168 Arenga pinnata Least concern (LC) 0,15
30
Pterospermum javanicum, dimana spesies ini merupakan spesies yang terancam
kepunahan atau menghadapi resiko tinggi kepunahan dihabitat alaminya. Arenga
pinnata, Ficus benjamina, Alstonia scholaris berstatus konservasi resiko rendah
(Leas concern) dengan nilai CVI (Conservation value index) masing-masing spesies
yakni sebesar 0,15 untuk spesies Arenga pinnata,Ficus benjamina sebesar 0,16,
Alstonia scholaris sebesar 0,88, dimana spesies-spesies ini merupakan spesies yang
dinyatakan tidak memiliki tanda-tanda kepunahan atau kondisi resikonya rendah.
Tabel. 4.10. Status Konservasi Pada Stasiun III Di Sub Kawasan Lombongo
Sum
ber :
Data
prim
er,
2013
Berdasarkan Tabel 4.10 di atas untuk status konservasi setiap spesies pada
stasiun I Intsia bijuga, Aiphanes caryotafolia berstatus konservasi kondisi rentan
(Vulnerable)dengan nilai CVI (Conservation value index) masing-masing spesies
yakni sebesar 2,84 untuk spesies Instia bijuga,Aiphanes caryotafolia sebesar 0,42,
dimana spesies-spesies ini merupakan spesies yang dinyatakan berada dalam ambang
No Nama Spesies Status konservasi CVI
1 Intsia bijuga Vulnerable (VU) 2,852 Ficus benjamina Least concern (LC) 0,883 Pterospermum javanicum Endanger (EN) 0,724 Palaquium obtusifolium Near Threatened (NT) 0,515 Aiphanes caryotafolia Vulnerable (VU) 0,426 Alstonia scholaris Least concern (LC) 0,397 Calamus ornatus Near Threatened (NT) 0,268 Canarium asperum Least concern (LC) 0,15
31
kepunahan. Calamus ornatus,Palaquium obtusifolium berstatus konservasi hampir
terancam (Near Threatened)dengan nilai CVI (Conservation value index) masing-
masing spesies yakni sebesar 0,26 untuk spesies Calamus ornatus,Palaquium
obtusifolium sebesar 0,51, dimana spesies ini merupakan spesies yang diperkirakan
mendekati ancaman kepunahan.
Pterospermum javanicum berstatus konservasi terancam punah
(Endanger)dengan nilai CVI (Conservation value index) sebesar 0,72 untuk spesies
Pterospermum javanicum, dimana spesies ini merupakan spesies yang terancam
kepunahan atau menghadapi resiko tinggi kepunahan dihabitat alaminya. Ficus
benjamina, Canarium asperum, Alstonia scholaris berstatus konservasi resiko
rendah (Leas concern)dengan nilai CVI (Conservation value index) masing-masing
spesies yakni sebesar 0,88 untuk spesies Ficus benjamina,Canarium asperum sebesar
0,15, Alstonia scholaris Sebesar 0,39, dimana spesies-spesies ini merupakan spesies
yang dinyatakan tidak memiliki tanda-tanda kepunahan atau kondisi resikonya
rendah.
1.1.4 Uji Korelasi
Berdasarkan INP dan CVI di lanjutkan dengan Uji lanjut yakni uji korelasi,
dimana Uji Korelasi merupakan salah satu analisis statistik yang dipakai untuk
menunjukan hubungan linear antar satu dua variabel atau lebih. Untuk mengetahui
nilai uji korelasi antara INP dan CVI menggunakan rumus Sarwono (2006). Hasil
akhir nilai koefisien korelasi momen hasil kali antara INP dan CVI di setiap stasiun
disajikanpada Tabel 4.11
32
Tabel 4.11. Hasil akhir nilai koefisien korelasi momen hasil kali antara INP dan
CVI di setiap stasiun
STASIUN HASIL UJI KORELASI TINGKAT HUBUNGAN
I R12 = 0,99 Korelasi sangat kuat
II R12 = 0,99 Korelasi sangat kuat
III R12 = 1 Korelasi sempurna
Sumber : Data Primer 2013
Hasil uji korelasi diperoleh pada stasiun I koefisien korelasi momen hasil kali
R12adalah sebesar 0,99 hal ini disebabkan kecilnya nilai struktur vegetasi tegakan
pohon yang ada di stasiun I , selanjutnya data pada stasiun II hampir sama dengan
data yang ada pada stasiun I sehingga koefisien korelasi momen hasil kali R12
memperoleh nilai sebesar 0,99 disebabkan kecilnya nilai struktur vegetasi tegakan
pohon yang ada pada stasiun II. Sedangkan pada stasiun III koefisien korelasi momen
hasil kali R12adalah sebesar 1karena nilai struktur vegetasi tegakan pohon lebih tinggi
dibanding nilai struktur vegetasi yang ada pada stasiun I dan II, maka diperoleh
nilaikorelasir > 0 artinya nilai struktur vegetasi tegakan pohon dengan nilai
konservasi mempunyai hubungan linier positif (Sangat kuat)
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 11 spesies yang
ditemukan di Sub Kawasan lombongo, pada stasiun I terdapat 9 spesies yaitu
pohonRao (Dracontomelon dao), merbau (Intsia bijuga), Kayu hitam/eboni
(Diospiros celebica), rotan (Calamus ornatus), Aren (Arenga pinnatta), Palem duri
(Aiphanes caryotafolia), beringin (Ficus benjamina), bayur (Pterospermum
33
javanicum), pulai (Alstonia scholaris). Pada stasiun II terdapat 8 spesies merbau
(Intsia bijuga), Kayu hitam/eboni (Diospiros celebica), Aren (Arenga pinnatta),
Palem duri (Aiphanes caryotafolia), beringin (Ficus benjamina), bayur
(Pterospermum javanicum), nantu (Palaquium obtusifolium), pulai (Alstonia
scholaris). Pada stasiun III terdapat 8 spesies yaitu merbau (Intsia bijuga), rotan
(Calamus ornatus), Palem duri (Aiphanes caryotafolia), beringin (Ficus benjamina),
kenari (Canarium asperum), bayur (Pterospermum javanicum), nantu (Palaquium
obtusifolium), pulai (Alstonia scholaris).
Berdasarkan hasil penelitian struktur vegetasi yang terdapat di sub kawasan
lombongo, nilai kerapatan tumbuhan yang ada di Sub Kawasan Lombongo relatif
sangat rendah. Calamus ornatus memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu
0.19Individu/m2 yang terdapat pada stasiun III, sedangkan kerapatan terendah pada
stasiun III pada spesies Ficus benjamina0.007 Individu/m2. Menurut Arrijani,
(2006)perbedaan nilai kerapatan masing-masing jenis disebabkan karena adanya
perbedaan penyebaran dan daya adaptasi terhadap lingkungan. Nilai kerapatan suatu
spesies menunjukkan jumlah individu spesies bersangkutan pada satuan luas tertentu,
maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada
lokasi penelitian.
Nilai Frekuensitumbuhan yang ada di Sub Kawasan Lombongo perbandingan
Frekuensi antara stasiun I, stasiun II dan stasiun III . Frekuensi yang didapatkan
adalah sama baik pada stasiun I yaitu 1 individu/m2, pada stasiun II yaitu 0,5 dan 1
individu/m2, sedangkan pada stasiun III yaitu 0,3 dan 1 individu/m2. Nilai frekuensi
34
suatu jenis dipengaruhi langsung oleh distrubusi (Arrijani,dkk 2006). Rendahnya
frekuensi pada stasiun I, II dan III di akibatkan karena kemampuan adaptasi
tumbuhan terhadap kondisi lingkungan yang ada di Kawasan Lombongo kurang
maksimal serta banyaknya pohon-pohon besar mati dan itulah yang mempengaruhi
terhadap pertumbuhan tumbuhan yang ada di Sub Kawasan lombongo.
Pada stasiun IIInilai dominansi tertinggi ditemukan pada spesies Canarium
asperum dan Calamus ornatus dengan nilai dominansinya 0,97 dan 0,86. Sedangkan
yang terendah pada stasiun I dan III yakni terdapat pada spesies Alstonia scolaris dan
Ficus benjamina dengan nilai dominansinya 0,04 dan 0,03.
Indeks Nilai Penting (INP) adalah untuk melihat seberapa besar peranan suatu
tumbuhan dalam ekosistem. Berdasarkan hasil penelitian di atas terlihat bahwa
tumbuhan mempunyai peranan sangat tinggi di Sub Kawasan Lombongo. Dari data
penelitian semua spesies mempunyai peranan secara homogen. Berdasarkan Indeks
Nilai Penting pada Gambar 4.2 diagram terlihat bahwa Aiphanes caryotafolia
memiliki tingkat nilai penting yang lebih tinggi pada stasiun II yaitu 71,22 sehingga
dapat dikatakan bahwa yang mempunyai peranan penting dalam proses menjaga
keberlangsungan ekosistem yakni spesies Aiphanes caryotafolia.
Nilai INP pada setiap spesies tumbuhan sangat tergantung pada kondisi
pertumbuhan itu sendiri. Tumbuhan dapat tumbuh dengan baik, dengan memerlukan
sejumlah faktor pendukung utama dalam pertumbuhan adalah ketersediaan nutrient
atau bahan organik.Hal ini dijelaskan oleh Risa, (2007) yakni nutrient dibutukan oleh
35
tumbuhan sebagai sumber energi yang digunakan untk tumbuhan selama proses
pertumbuhan dan perkembangan.
Indeks Nilai Konservasi menunjukkan seberapabesar nilai suatu kawasan
untuk berperan dalammelestarikan biodiversitas jenis-jenis tumbuhan terancam
dalamkawasan. Keberadaan jenis tumbuhan langka jelassangat mempengaruhi nilai
konservasi pada suatustasiun (Purnomo, 2008). Luasan yang besar pada stasiun I
(CVI=10,8) pada spesies Pterospermum javanicum. Spesies ini ditemukan di setiap
stasiun. Spesies ini merupakan spesies yang terancam punah di Sub Kawasan
lombongo.pada stasiun III (CVI=0,26) pada spesies Calamus ornatus. Spesies ini
merupakan spesies endemikyang ada di Sub Kawasan lombongo. Hal ini dibuktikan
penelitian sebelumnya oleh Sune, 2012 yakni Salah satu spesies endemik/langka yang
terdapat di Sub Kawasan lombongo adalah Calamus ornatus.
Potensi ancaman keragaman jenis tumbuhan di kawasan Taman Nasional
Bogani Nani Wartabone sangatbesar. Beberapa spesies tumbuhan kategori langka
(IUCN,2011) merupakan jenis menarik yang bernilaiekonomis, antara lain 4 jenis
rentan (vulnerable-VU):Rao (Dracontomelon dao), merbau (Intsia bijuga), kayu
hitam/eboni (Diospiros celebica), palem duri (Aiphanes caryotafolia).Spesies
merupakan spesies yang dinyatakan berada dalam ambang kepunahan.
4spesiesresiko rendah (Least concern-LC) antaralain: Aren (Arenga pinnata),
beringin (Ficus benjamina), kenari (Canarium asperum), Pulai (Alstonia scholaris).
Keempat spesies yang termasuk kategori status konservasi Least concern
diidentifikasikan tidak memiliki tanda-tanda kepunahan, karena spesies tersebut
36
masih termasuk kategori resiko rendah. 2 jenis hampir terancam (Near threatened-
NT) antara lain : rotan (Calamus ornatus), Nantu (Palaquium obtusifolium). Kedua
spesies ini sudah mendekati ancaman kepunahan di habitat alaminya.1 jenis
Terancam (Endanger-EN) yaitu Bayur (Pterospermum javanicum) untuk satu jenis
ini sedang menghadapi risiko tinggi kepunahan di alam liar atau habitat alaminya.
Hasil uji korelasi diperoleh pada stasiun I koefisien korelasi momen hasil kali
R12adalah sebesar 0,99hal ini disebabkan kecilnya nilai struktur vegetasi tegakan
pohon yang ada di stasiun I , selanjutnya data pada stasiun II hampir sama dengan
data yang ada pada stasiun I sehingga koefisien korelasi momen hasil kali R12
memperoleh nilai sebesar 0,99 disebabkan kecilnya nilai struktur vegetasi tegakan
pohon yang ada pada stasiun II. Sedangkan pada stasiun III koefisien korelasi momen
hasil kali R12adalah sebesar 1karena nilai struktur vegetasi tegakan pohon lebih tinggi
dibanding nilai struktur vegetasi yang ada pada stasiun I dan II, maka diperoleh
nilaikorelasir > 0 artinya nilai struktur vegetasi tegakan pohon dengan nilai
konservasi mempunyai hubungan linier positif (Sangat kuat). Jadi, makin tinggi nilai
struktur vegetasi tegakan pohonmaka makin tinggi pula nilai konservasinya.
Berdasarkan Hasil penelitian untuk faktor lingkungan pada Tabel I
menunjukkan bahwa di Kawasan Hutan Lombongo Kabupaten Bone Bolango yang
mempunyai ketinggian tempat antara 50 - 2000 mdpl, terdapat banyak tumbuhan
yang beranekaragam. Pada ketinggian 750 mdpl (Stasiun I) terdapat 9 jenis tumbuhan
dan yang mendominasi adalah spesies Calamus ornatus dan Arenga pinnata.
Dracontomelon dao (Rao)merupakan spesies yang hanya terdapat pada stasiun I
37
sedangkan pada stasiun I dan II tidak terdapat pohon Rao. Pada ketinggian 456 mdpl
spesies yang mendominasi pada stasiun II adalah Pohon Aren (Arenga pinnata) dan
pohon palem duri (Aiphanes caryotafolia). Sedangkan pada ketinggian 200 mdpl
(stasiun III) spesies yang mendominasi adalah rotan (Calamus ornatus), palem duri
(Aiphanes caryotafolia), Kenari (Canarium asperum).
Pada umumnya spesies tumbuhan dapat tumbuh dengan baik pada ekosistem
yang seimbang atau lingkungan yang sehat (Anonim, 2012). Menurut Primack.
(1998), bahwa syarat lingkungan yang sehat itu harus disusun oleh beberapa
komponen yang kedaannya mendukung, baik komponen fisik maupun biotiknya.
Hasil pengukuran intensitas cahaya pada lokasi yang diteliti menunjukan
perbedaan nilai yang tidak terlalu jauh namun jika diperhatikan lebih seksama maka
terdapat kecenderungan faktor lingkungan dalam hal intensitas cahaya semakin
menurun seiring dengan peningkatan ketinggian tempat area penelitian. Hal ini
ditunjukan dengan Indeks Nilai Penting (INP) yang diperoleh di area tersebut lebih
rendah dibanding area yang instensitas cahaya lebih tinggi karena berada pada area
penelitian yang lebih rendah.
Demikian pula untuk faktor lingkungan kelembaban udara pada tempat lokasi
yang diteliti cenderung meningkat seiring dengan peningkatan ketinggian tempat dari
permukaan laut. Hal ini sesuai dengan hasil Indeks Nilai Penting (INP) yang
diperoleh lebih tinggi.
38
Suhu udara pada lokasi penelitian cenderung mengalami penurunanpada saat
pengambilan sampel di ketinggian 200 mdpl. Penurunan suhu ini berhubungan
tempat lokasi penelitan dalam keadaan hujan. Berdasarkan uraian di atas dapat
dikatakan bahwa faktor lingkungan dapat memberikan pegaruh bagi vegetasi
tumbuhan.