bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran variabel dan...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Variabel dan Data Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan gambaran secara umum mengenai variabel-
variabel yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini pada periode 2010-2017
yang meliputi tingkat kemiskinan, Upah Minimum Kabupaten/Kota, pendidikan
yang diukur dengan Rata-rata Lama Sekolah, dan kesehatan yang diukur degan
Angka Harapan Hidup pada 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Berikut
merupakan tabel deskripsi statistik dari variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini.
Tabel 4. 1 Hasil Deskripsi Statistik
Variable Obs Mean Std. Dev Min Max
POV 304 12.77797 5.378186 4.171884 32.47
MW 304 1274717 543239.4 635000 3296213
EDUC 304 7.204934 1.725413 3.14 11.1
HEALTH 304 70.50635 2.398498 61.13 73.88
Sumber: Hasil pengolahan data Stata14
37
38
4.1.1 Tingkat Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik (2018) tingkat kemiskinan (Head Count
Index) merupakan persentase penduduk atau rumah tangga miskin yang memiliki
rata-rata pengeluaran di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui
bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010 hingga 2017 yang
ditunjukkan oleh variabel POV memiliki rata-rata sebesar 12,78%. Dengan tingkat
kemiskinan paling rendah selama periode penelitian terdapat di Kota Malang pada
tahun 2017 sebesar 4,17% sedangkan tingkat kemiskinan yang paling tinggi selama
periode penelitian terdapat di Kabupaten Sampang pada tahun 2010 sebesar
32,47%.
Grafik 4. 1 Tingkat Kemiskinan per Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur Periode 2010-2017
Sumber: BPS Jawa Timur (data diolah)
39
Berdasarkan Grafik 4.1 menunjukkan keadaan tingkat kemiskinan di 38
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur di mana rata-rata kabupaten/kota memiliki
tingkat kemiskinan yang cenderung mengalami penurunan dari tahun 2010-2017.
Pada 2017 diketahui bahwa Kota Malang adalah kota dengan tingkat kemiskinan
paling rendah, yakni sebesar 4,17%, kemudian pada urutan terendah selanjutnya
adalah Kota Batu dengan 4,3%, dan Kota Madiun dengan 4,94% penduduk miskin.
Adapun daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi pada 2017 adalah
Kabupaten Sampang dengan 23,56%, disusul dengan Kabupaten Bangkalan
21,31% dan Kabupaten Probolinggo dengan 20,52% penduduk miskin.
4.1.2 Upah Minimum
Badan Pusat Statistik (2017) menjelaskan upah minimum sebagai upah
terendah bulanan yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap yang
diberlakukan di suatu wilayah. Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa Upah
Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017 yang
ditunjukkan oleh variabel MW memiliki rata-rata sebesar Rp 543.239,4. Dengan
UMK tertinggi selama periode penelitian terdapat di Kota Surabaya pada tahun
2017 sebesar Rp 3.296.213, sedangkan UMK terendah selama periode penelitian
terdapat di Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Pacitan
pada tahun 2010 sebesar Rp 635.000.
40
Grafik 4. 2 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur Periode 2010-2017
Sumber: Disnakertarans Prov. Jatim (data diolah)
Berdasarkan Grafik 4.2 menunjukkan keadaan Upah Minimum
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur di mana memiliki kecendrungan
peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2010-2017. Pada 2017 diketahui bahwa
Kota Surabaya adalah kota dengan UMK tertinggi, yakni sebesar
Rp 3.296.213, kemudian pada urutan tertinggi selanjutnya adalah Kabupaten Gersik
dengan UMK sebesar Rp 3.293.506, dan Kabupaten Sidoarjo dengan UMK sebesar
Rp 3.290.800. Adapun daerah yang memiliki UMK terendah pada 2017 di
antaranya Kabupaten Magetan, Pacitan, Trenggalek dan Ponorogo dengan UMK
sebesar Rp 1.388.848.
41
4.1.3 Rata-rata Lama Sekolah
Menurut Badan Pusat Statistik (2018) Rata-rata Lama Sekolah adalah
jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam
pendidikan formal dan tidak termasuk tahun yang mengulang. Berdasarkan
Tabel 4.1 diketahui bahwa pendidikan yang diukur dengan Rata-rata Lama Sekolah
di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017 yang ditunjukkan oleh variabel EDUC
memiliki rata-rata sebesar 7,2 tahun. Dengan RLS tertinggi selama periode
penelitian terdapat di Kota Madiun pada 2017 sebesar 11,1 tahun sedangkan RLS
terendah selama periode penelitian terdapat di Kabupaten Ngawi pada 2010
sebesar 3,14 tahun.
Grafik 4. 3 Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur Periode 2010-2017
Sumber: BPS Jawa Timur (data diolah)
42
Berdasarkan Grafik 4.3 menunjukkan keadaan RLS kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Timur di mana memiliki kecendrungan peningkatan tiap tahunnya
dari 2010-2017. Pada 2017 diketahui Kota Madiun adalah kota yang memiliki RLS
tertinggi yakni sebesar 11,1 tahun, kemudian pada urutan tertinggi selanjutnya
adalah Kota Surabaya dengan RLS sebesar 10,45 tahun, dan Kabupaten Sidoarjo
dengan RLS sebesar 10,23 tahun. Adapun daerah yang memiliki RLS terendah pada
2017 adalah Kabupaten Sampang dengan RLS sebesar 4,12 tahun, kemudian pada
urutan terendah selanjutnya adalah Kabupaten Bangkalan dengan RLS sebesar 5,14
tahun, dan Kabupaten Sumenep dengan RLS sebesar 5.22 tahun.
4.1.4 Angka Harapan Hidup
Menurut Badan Pusat Statistik (2018) Angka Harapan Hidup adalah
perkiraan rata-rata jumlah jumlah tahun yang akan dijalani seseorang sejak orang
tersebut lahir. Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa kesehatan yang diukur
dengan Angha Harapan Hidup di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017 yang
ditunjukkan oleh variabel HEALTH memiliki rata-rata sebesar 70,5 tahun. Dengan
AHH tertinggi selama periode penelitian terdapat di Kota Surabaya pada 2017
yakni 73,88 tahun sedangkan AHH terendah selama periode penelitian berada di
Kabupaten Kediri pada 2010 yakni 61,13 tahun.
43
Grafik 4. 4 Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Timur Periode 2010-2017
Sumber: BPS Jawa Timur (data diolah)
Berdasarkan Grafik 4.4 menunjukkan keadaan AHH kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Timur di mana memiliki kecendrungan peningkatan tiap tahunnya
dari 2010-2017. Pada 2017 diketahui Kota Surabaya adalah kota yang memiliki
AHH tertinggi yakni 73,88 tahun, kemudian pada urutan tertinggi selanjutnya
adalah Kabupaten Sidoarjo dengan AHH sebesar 73,71 tahun, dan Kota Kediri
dengan AHH sebesar 73,69 tahun. Adapun daerah yang memiliki AHH terendah
pada 2017 adalah Kabupaten Bondowoso dengan AHH sebesar 66,04 tahun,
kemudian urutan terendah selanjutnya adalah Kabupaten Probolinggo dengan AHH
sebesar 66,47 tahun, dan Kabupaten Pamekasana dengan AHH sebesar 67,05 tahun.
44
4.2 Hasil Estimasi Model
Estimasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen
mempengaruhi variabel dependen dengan model yang digunakan adalah sebagai
berikut:
POVit = β0 + β1lnMWit + β2EDUCit + β3HEALTHit + εit
Di mana:
POV : Persentase penduduk miskin
MW : Upah Minimum Kabupaten/Kota
EDUC : Pendidikan yang diukur dengan RLS
HEALTH : Kesehatan yang diukur dengan AHH
ln : Notasi dalam bentuk logaritma
β0 : Intersep
β1, β2, β3 : Koefisien regresi
ε : Error term
i : Kabupaten/Kota
t : Tahun
45
Tabel 4. 2 Hasil Estimasi PLS, FEM, REM
Variable Pooled Least Fixed Effect Random
Square Model Effect Model
lnMW Koefisien -0.6757396 -1.389684*** -0.7353738**
Std. Error (0.4904904) (0.4293356) (0.2960353)
EDUC Koefisien
Std. Error
-2.368553***
(0.1405037)
-1.071459**
(0.4662561)
-1.915407***
(0.2579364)
HEALTH Koefisien
Std. Error
-0.185774**
(0.1005471)
-0.358441***
(0.0736481)
-0.328099***
(0.0714159)
Konstata Koefisien
Std. Error
52.39161***
(8.631017)
65.20466***
(5.199984)
59.99554***
(4.672679)
N 304 304 304
Prob > F 0.0000 0.0000
Prob>Chi-Square 0.0000
R-quare
PLS = 0.7008
FEM = 0.6959
REM = 0.6972
Ket:
* = Tingkat signifikasi 10%
** = Tingkat signifikansi 5%
*** = Tingkat signifikansi 1%
Sumber: Hasil pengolahan data Stata14
Perbandingan hasil estimasi model regresi ini merujuk pada penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Stevans & Sessions (2001) untuk melihat
kekonsistenan korelasi antara variabel independen terhadap variabel dependen dari
setiap model regresinya.
46
4.3 Uji Pemilihan Model
4.3.1 Uji Chow
Gujarati & Porter (2009) menjelaskan pengujian ini digunakan untuk
mengetahui antara Pooled Least Square atau Fixed Effect Model yang terbaik
digunakan dalam penelitian ini. Hasil dari pengujian ini adalah:
Tabel 4. 3 Hasil Uji Chow
Prob > F Signifikasi α
0.0000 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data Stata14
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa model ini memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,0000 di mana nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan
dengan nilai signifikansi α sebesar 0,05. Maka dari itu diketahui bahwa model
terbaik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
4.3.2 Uji Hausman
Menurut Gujarati & Porter (2009) pengujian ini digunakan untuk mengetahi
antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model yang terbaik digunakan dalam
penelitian ini. Hasil dari pengujian ini adalah:
Tabel 4. 4 Hasil Uji Hausman
Prob > Chi2 Signifikasi α
0.1775 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data Stata14
47
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa model ini memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,1775 di mana nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan
dengan nilai signifikansi α sebesar 0,05. Maka dari itu diketahui bahwa model
terbaik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random Effect Model.
4.3.3 Uji Bruecsh & Pagan Lagrangian Multiplier
Menurut Gujarati & Porter (2009) pengujian ini digunakan untuk
mengetahui antara Random Effect Model atau Pooled Least Square yang terbaik
digunakan dalam penelitian ini. Hasil dari pengujian ini adalah:
Tabel 4. 5 Uji Bruecsh & Pagan Lagrangian Multiplier
Prob > Chibar Signifikasi α
0.0000 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data Stata14
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa model ini memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,0000 di mana nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan
dengan nilai signifikansi α sebesar 0,05. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
model terbaik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random Effect Model.
48
4.4 Uji Asumsi Klasik
4.4.1 Uji Heteroskedastisitas
Menurut Gujarati & Porter (2009) pada hasil estimasi yang menggunakan
Random Effect Model merupakan estimasi dengan Generalized Least Square (GLS)
yaitu transformasi variabel sehingga memenuhi asumsi standar kuadrat terkecil, di
mana hasil estimasi dari GLS adalah homoskedastis, sehingga pada model ini dapat
dikatakan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas yang berarti persebaran data
menjadi konstan atau tidak terdapat outlier pada data. Kemudian Wooldridge
(2012) menjelaskan Random Effect Model terbebas dari masalah asumsi klasik
lainnya, di mana pada model ini estimasi yang dihasilkan konsisten dan terdistribusi
dengan normal atau dapat dikatakan estimasi yang dihasilakn tidak bias.
4.4.2 Uji Autokorelasi
Menurut Gujarati & Porter (2009) pada hasil estimasi yang menggunakan
Radom Effect Model tidak terdapat korelasi dari error secara individual dan tidak
terdapat autokorelasi antara data time series dan cross section. Lebih lanjut
Wooldridge (2012) menjelaskan pada model ini tidak terdapat korelasi antara error
term, yakni error term pada periode waktu tertentu tidak memiliki korelasi dengan
variabel yang ada pada periode waktu lain.
49
4.4.3 Uji Multikolinearitas
Menurut Gujarati & Porter (2009) masalah multikolinearitas merupakan
masalah yang terjadi ketika terdapat hubungan antara variabel independen dalam
model yang digunakan. Apabila nilai koefisien korelasi antar variabel melebihi 0,8
maka dapat dikatakan terdapat masalah multikolinearitas dalam model. Hasil dari
pengujian ini adalah:
Tabel 4. 6 Uji Multikolinearitas
lnMW EDUC HEALTH
lnMW 1.0000
EDUC 0.3296 1.0000
HEALTH 0.3151 0.7045 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data Stata14
Berdasarkan Tabel 4.6 diketahu bahwa nilai koefisien korelasi antar
variabel independen tidak menunjukkan nilai koefisien yang melebihi 0,8. Maka
dapat disimpulkan dalam model ini tidak terdapat masalah multikolinearitas.
50
4.5 Uji Statistik
4.5.1 Hasil Estimasi Random Effect Model
Tabel 4. 7 Hasil Estimasi Random Effect Model
VAR POV
lnMW - 0.73537**
(0.296)
EDUC - 1.9154***
(0.2579)
HEALTH - 0,3281***
(0.0714)
Constant 59.9955***
(4.6727)
Observations
Number of Region
R-Squared
304
38
0.6972
Standard errors in parentheses
*** p<0.01, ** p<0,05, * p<0,1
Sumber: Hasil pengolahan datat Stata14
Berdasarkan Tabel 4.7 maka dapat dilakukan pengujian signifikansi parsial
guna melihat pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen, dan juga pengujian koefisien determinasi untuk melihat seberapa besar
variabel independen yang digunakan dalam model dapat menjelaskan variabel
dependennya.
51
4.5.2 Uji Signifikansi Parsial
Berdasarkan hasil estimasi Random Effect Model di softwere Stata14,
pengujian signifikansi parsial menggunakan uji z untuk melihat pengaruh variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen dalam model. Hasil dari
pengujian ini adalah:
Tabel 4. 8 Uji Signifikansi Parsial dengan Uji z
Variabel Prob z H0 Keterangan
lnMW 0.013 H0 ditolak Signifikan pada α = 0.05
EDUC 0.000 H0 ditolak Signifikan pada α = 0.01
HEALTH 0.000 H0 ditolak Signifikan pada α = 0.01
Sumber: Hasil pengolahan data Stata14
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa variabel upah minimum secara
parsial mempengaruhi tingkat kemiskinan secara signifikan pada tingkat
signifikansi 0,05. Sedangkan variabel pendidikan dan kesehatan secara parsial
mempengaruhi tingkat kemiskinan secara signifikan pada tingkat signifikansi 0,01.
4.5.3 Uji Signifikansi Simultan
Berdasarkan hasil estimasi Random Effect Model di softwere Stata14,
pengujian signifikansi simultan menggunakan uji Walad Chi-Square untuk melihat
apakah semua variabel independen yang digunakan dalam model mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan. Hasil dari pengujian ini adalah:
52
Tabel 4. 9 Uji Signifikansi Simultan dengan Uji Walad Chi-Square
Prob > Chi-Square Signifikasi α
0.0000 0.05
Sumber: Hasil pengolahan data Stata14
Berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa model ini memiliki nilai
probabilitas sebesar 0,0000 di mana nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan
dengan nilai signifikansi α sebesar 0,05. Maka dapat dikatakan, variabel-variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, upah minimum,
pendidikan dan kesehatan secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen
yaitu tingkat kemiskinan.
4.5.4 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Menurut Gujarati & Porter (2009) pengujian ini digunakan untuk
mengetahui seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam model dapat
menjelaskan variabel dependennya. Nilai ini dapat dilihat dari besaran R-Squared
yang terdapat pada hasil estimasi. Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui nilai R-Squared
sebesar 0,6972. Hal ini menjelaskan bahwa variabel independen yang digunakan
dalam model meliputi upah minimum, pendidikan, dan kesehatan dapat
menjelaskan variabel dependen yaitu tingkat kemiskinan sebesar 69,72%.
Sedangkan sisanya 30,28% dijelaskan oleh variabel independen lain di luar model.
53
4.6 Analisis Ekonomi
4.6.2.1 Intersep
Berdasarkan hasil estimasi dari model yang digunakan, nilai intersep yang
dihasilkan sebesar 59,996 yang artinya tanpa dipengaruhi oleh variabel lain tingkat
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017 adalah sebesar 59,99%,
ceteres paribus.
4.6.2 Pengaruh Upah Minimum Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui variabel upah minimum yang
dilogaritmakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di
Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017. Variabel ini mempunyai koefisien regresi
sebesar -0,735. Angka ini menjelaskan bahwa setiap terjadi kenaikan pada variabel
ini sebesar satu persen, maka tingkat kemiskinan akan turun sebesar 0,735%,
ceteres paribus.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Stevans & Sessions (2001)
yang menjelaskan tentang kebijakan upah minimum dan beberapa faktor
pendukung lain terhadap kemiskinan di Amerika Serikat dan menunjukan bahwa
kebijakan upah minimum dapat menurunkan tingkat kemiskinan. Kemudian hasil
penelitian ini didukung oleh Lemos (2009) yang menjelaskan pengaruh dari
kebijakan upah minimum terhadap tenaga kerja dan kemiskinan di Brazil, dan
menemukan bukti bahwa meningkatkan upah minimum dapat menjadi kebijakan
yang efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan tanpa membuat pekerja
dirugikan akibat kehilangan pekerjaan.
54
Dan hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan
Mincy (1990), Lustig & McLeod (1997), Addison & Blackburn (1999), Saget
(2001), Gindling & Terrel (2010), dan Alaniz et. al (2011) yang juga menjelaskan
pengaruh kebijakan upah minimum terhadap kemiskinan dan menemukan bukti
bahwa meningkatkan upah minimum dapat menurunkan tingkat kemiskinan.
4.6.3 Pengaruh Pendidikan Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui variabel pendidikan yang diukur dengan
Rata-rata Lama Sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017. Variabel ini mempunyai
koefisien regresi sebesar -1,915. Angka ini menjelaskan bahwa setiap terjadi
kenaikan pada variabel ini sebesar satu tahun, maka tingkat kemiskinan akan turun
sebesar 1,915%, ceteres paribus.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Olavarria-Gambi (2003)
menjelaskan tingkat pendidikan di atas rata-rata dapat menurunkan tingkat
kemiskinan di Chili pada tahun 1987-1998. Selain itu, hasil penelitian ini juga
sejalan dengan Stevans & Sessions (2001) yang menjelaskan bahwa tingkat
pendidikan yang diukur dengan rasio populasi berpendidikan perguruan tinggi
terhadap rasio populasi berpendidikan SMA memiliki hubungan negatif terhadap
tingkat kemiskinan di Amerika Serikat pada tahun 1984-1998. Dan hasil penelitian
ini sejalan dengan Bakhtiari and Meisami (2010) yang menemukan bukti bahwa
pendidikan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di 37 negara
islam pada tahun 1970-2005.
55
4.6.4 Pengaruh Kesehatan Terhadap Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui variabel kesehatan yang diukur dengan
Angka Harapan Hidup memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur periode 2010-2017. Variabel ini memiliki
koefisien regresi sebesar -0,328. Angka ini menjelaskan bahwa setiap terjadi
kenaikan pada variabel ini sebesar satu tahun, maka tingkat kemiskinan akan turun
sebesar 0,328%, ceteres paribus.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Olavarria-
Gambi (2003) yang menjelaskan bahwa adanya peningkatan kualitas pada bidang
kesehatan akan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan yang lebih efektif
di Chili pada tahun 1987-1998. Dan hasil penelitian ini didukung Bakhtiari &
Meisami (2010) yang menemukan bukti bahwa status kesehatan yang lebih baik
dapat menurunkan tingkat kemiskinan di 37 negara islam pada tahun 1970-2005.
Sebagai mana menurut penelitian terdahulu yang dilakukan Strauss &
Thomas (1998) kesehatan memiliki peranan penting dalam mengurangi tingkat
kemiskinan, karena kesehatan dapat meningkatkan produktivitas pekerja dan
meningkatkan pendapatan yang diterima, yang kemudian akan berdampak pada
penurunan tingkat kemiskinan di suatu wilayah.