bab iv hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum industri

75
25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri Nata de coco X dan Y 4.1.1 Gambaran Umum Industri Nata de coco X Industri nata de coco X terletak di desa Susukan I, Margokaton, Seyegan, Sleman. Industri ini merupakan salah satu usaha mikro kecil dan menengah yang bergerak di bidang pengolahan air kelapa menjadi lembaran nata de coco. Perusahaan ini dirintis pada tahun 2011 oleh Bapak Rosida Admaja. Industri nata de coco X memulai produksi pada pukul 07.00 WIB sampai 15.00 WIB. Kapasitas produksi selama satu kali produksi memerlukan sebanyak 1.800 liter air kelapa yang digunakan sebagai media maupun untuk pembuatan starter. Produksi rata-rata menghasilkan 1.200 kg lembar nata yang nantinya akan dijual untuk diolah kembali oleh perusahaan lain. Pengolahan 1.800 liter air kelapa ini membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang pekerja. Selama kegiatan produksi berlangsung terlihat para pekerja belum menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), para pekerja masih menggunakan celana dan kaos pendek, serta sandal jepit selama proses produksi. Bahan baku air kelapa yang digunakan untuk memproduksi nata de coco berasal dari pasar-pasar tradisional disekitar lokasi industri nata de coco. Air kelapa ini ditampung menggunakan wadah drum plastik dengan kapasitas 150 liter, setiap dua hari sekali air kelapa dapat terkumpul sebanyak 2.550 liter. Proses perebusan air kelapa pada industri ini menggunakan bahan bakar berupa kayu bakar dan serbuk gergaji, biasanya dalam satu minggu membutuhkan sebanyak 1 mobil pick up kayu bakar. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi nata de coco yaitu berupa limbah cair dan limbah padat. Limah padat yaitu berupa ampas kotoran kelapa dari proses penyaringan, nata de coco tidak sempurna (reject), dan kertas koran dari sisa proses fermentasi. Sedangkan limbah cair yang dihasilkan berupa limbah cair dari sisa fermentasi larutan nata de coco dan limbah cair pada pencucian nampan. Sejauh ini belum ada

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Industri Nata de coco X dan Y

4.1.1 Gambaran Umum Industri Nata de coco X

Industri nata de coco X terletak di desa Susukan I, Margokaton,

Seyegan, Sleman. Industri ini merupakan salah satu usaha mikro kecil dan

menengah yang bergerak di bidang pengolahan air kelapa menjadi lembaran

nata de coco. Perusahaan ini dirintis pada tahun 2011 oleh Bapak Rosida

Admaja. Industri nata de coco X memulai produksi pada pukul 07.00 WIB

sampai 15.00 WIB. Kapasitas produksi selama satu kali produksi memerlukan

sebanyak 1.800 liter air kelapa yang digunakan sebagai media maupun untuk

pembuatan starter. Produksi rata-rata menghasilkan 1.200 kg lembar nata yang

nantinya akan dijual untuk diolah kembali oleh perusahaan lain. Pengolahan

1.800 liter air kelapa ini membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang pekerja.

Selama kegiatan produksi berlangsung terlihat para pekerja belum menggunakan

Alat Pelindung Diri (APD), para pekerja masih menggunakan celana dan kaos

pendek, serta sandal jepit selama proses produksi.

Bahan baku air kelapa yang digunakan untuk memproduksi nata de coco

berasal dari pasar-pasar tradisional disekitar lokasi industri nata de coco. Air

kelapa ini ditampung menggunakan wadah drum plastik dengan kapasitas 150

liter, setiap dua hari sekali air kelapa dapat terkumpul sebanyak 2.550 liter.

Proses perebusan air kelapa pada industri ini menggunakan bahan bakar berupa

kayu bakar dan serbuk gergaji, biasanya dalam satu minggu membutuhkan

sebanyak 1 mobil pick up kayu bakar. Limbah yang dihasilkan dari proses

produksi nata de coco yaitu berupa limbah cair dan limbah padat. Limah padat

yaitu berupa ampas kotoran kelapa dari proses penyaringan, nata de coco tidak

sempurna (reject), dan kertas koran dari sisa proses fermentasi. Sedangkan

limbah cair yang dihasilkan berupa limbah cair dari sisa fermentasi larutan nata

de coco dan limbah cair pada pencucian nampan. Sejauh ini belum ada

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

26

pengelolaan limbah cair yang dilakukan pada industri nata de coco X, dimana

tidak terdapat IPAL sehingga limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke

sungai tanpa diolah terlebih dahulu.

4.1.2 Gambaran Umum Industri Nata de coco Y

Insustri nata de coco Y merupakan salah satu indutri yang mengolah air

kelapa menjadi nata de coco, industri ini berdiri pada tahun 2003 yang didirikan

oleh bapak Hery Supratikno, S.T. Industri ini beralamatkan di Kretek,

Banguntapan, Bantul. Industri nata de coco Y dalam memproduksi nata de coco

menghasilkan produk berupa nata de coco potongan dan nata de coco lembaran.

Pada mulanya, Industri Y memproduksi dengan kapasitas produksi sebesar 5 ton

perminggu, dengan semakin banyaknya pesananan akhirnya pada tahun 2006

Industri Y mengembangkan usahanya dengan menjual nata de coco potongan.

Industri nata de coco Y memiliki 140 petani yang tersebar diseluruh wilayah

DIY dan daerah sekitarnya, saat ini industri nata de coco Y telah berhasil

memasarkan produknya hingga ke Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawat Tengah,

dan Jawa Timur.

Industri Y beroprasi setiap hari Senin – Sabtu dimulai pada pukul 08.00

W.I.B sampai 16.00 W.I.B. Bahan baku air kelapa didapatkan melalui pengepul

yang mengumpulkan air kelapa dari pasar tradisional, pemecah kelapa, dan

produksi kopra sebanyak 4 ton per-hari. Kapasitas produksi industri nata de

coco Y memerlukan sebanyak 4000 liter air kelapa untuk dijadikan digunakan

sebagai media maupun untuk pembuatan starter, nantinya lembaran nata de coco

yang sudah panen akan dipotong dengan sesuai pesanan. Industri Y memiliki

pekerja sebanyak 50 orang. Perlengkapan kerja yang harus digunakan selama

proses produksi antara lain masker, baju kerja, tutup kepala, sarung tangan, dan

sepatu kerja.

Limbah yang dihasilkan dari proses produksi nata de coco di industri Y

yaitu limbah cair dan limbah padat. Limah padat yaitu berupa ampas kotoran

kelapa dari proses penyaringan, nata de coco tidak sempurna (reject), kulit ari

dari pembersihan nata, sisa nata dari proses penipisan dan pemotongan, nata

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

27

yang tidak sesuai standar, dan kertas koran dari sisa proses fermentasi.

Sedangkan limbah cair yang dihasilkan berupa limbah cair dari sisa fermentasi

larutan nata de coco , limbah cair dari proses pensortiran nata, pengepressan,

dan limbah cair pada pencucian nampan. Limbah cair yang dihasilkan pada

proses pengepressan dikumpulkan ke dalam tangki penampung berkapasitas

2000 liter, selain itu limbah cair yang dihasilkan kemudian dialirkan menuju

IPAL dengan proses pengendapan pada air limbah dengan penambahan bakteri,

kemudian limbah tersebut dialirkan menuju kolam akhir sebagai Bio-

indicator atau kolam ikan yang berisi ikan gurame sebagai indikator kualitas

efluen atau buangan limbah industri tersebut.

Berikut merupakan tabel perbandingan kedua industri nata de coco

berdasarkan beberapa kategori:

Tabel 4.4. Perbandingan Gambaran Umum Industri Nata de coco X dan Y

No Keterangan Industri X Industri Y

1 Tahun Berdiri 2011 2003

2 Jam Operasi 07.00-15.00 08.00-16.00

3 Produk Yang Dihasilkan Lembaran Nata de

coco

Nata de coco

Potong

4 Jumlah Pekerja Produksi 5 Orang 50 Orang

5 Kapasitas Produksi 1.205 Kg 1.617 Kg

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

28

4.2 Gambaran Umum Proses Produksi Nata de coco Industri X dan Y

4.2.1 Gambaran Umum Proses Produksi Industri X

Proses produksi pembuatan nata de coco pada industri X yaitu meliputi

proses penyaringan, perebusan, penuangan kedalam wadah fermentasi,

fermentasi, pemanenan, dan pencucian nampan. Air kelapa yang sudah

terkumpul dari pasar-pasar tradisional kemudian dikumpulkan kedalam tempat

penampungan sementara yang berkapasitas 150 liter. Air kelapa yang telah

ditampung akan disaring dengan menggunakan kain saring yang betujuan untuk

memisahkan kotoran-kotoran maupun daging buah kelapa yang mungkin terikut

kedalam air kelapa.

Tahap selanjutnya adalah proses perebusan air kelapa, air kelapa yang

sudah bersih kemudian dialirkan dengan menggunakan pompa kedalam tungku

stainless berkapasitas volume 360 liter sebanyak lima tungku. Proses perebusan

air kelapa dilakukan menggunakan kayu bakar dan serbuk gergaji selama 30

menit dengan suhu 90 . Proses perebusan ini bertujuan untuk mematikan

kontaminan-kontaminan yang dapat merusak kualitas air kelapa dan

mengoptimalkan proses pencampuran bahan-bahan campuran lainnya seperti

gula, amonium sulfat, dan asam cuka agar tercampur dengan sempurna.

Gambar 4.6. Tempat Penampungan Sementara Air

Kelapa

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

29

Gambar 4.2 Proses Perebusan Air Kelapa

Saat proses perebusan air kelapa sudah mencapai suhu 90 , air kelapa

kemudian ditambahkan gula pasir, asam cuka, dan amonium sulfat. Gula pasir

sebagai sumber karbon (C) terbaik untuk mengasilkan nata dan amonium sulfat

sebagai sumber nitrogen (N). Penambahan sumber C dan N dapat menghasilkan

nata lebih optimal dan menambah nutrisi pertumbuhan Acetobacter xylinum

dalam proses fermentasi (Edria & Wibowo, 2010). Asam cuka ditambahkan

untuk mengatur pH pada sekitar 4-5 (Hamad et al., 2011).

Gambar 4.7. Proses Perebusan Air Kelapa

Gambar 4.8. Proses Penambahan Asam Cuka dan Pencampuran Air

Kelapa

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

30

Setelah proses perebusan telah selesai, larutan air kelapa kemudian

dialirkan menggunakan pompa kedalam wadah tong untuk selanjutnya

dituangkan ke wadah atau nampan fermentasi yang berukuran 35cm x 24 cm.

Nampan tersebut kemudian ditutup dengan kertas koran dan diikat

menggunakan karet. Nampan yang telah tertutup disusun vertikal sebanyak 10

tumpukan disimpan dirak penyimpanan dan didiamkan selama satu malam

sampai suhu larutan air kelapa tersebut turun. Tahap ini bertujuan untuk

memberikan media bagi starter Acetobacter Xylinum untuk tumbuh dan

berkembang biak pada suhu yang sesuai.

Pada hari berikutnya proses inokulasi dilakukan dengan cara

penambahan starter biakan sebanyak 40 ml per nampan, pembuatan starter

dilakukan dengan sistem regenerasi biakan Acetobacter Xylinum. Nampan

tersebut kemudian ditutup kembali dengan rapat. Proses inokulasi dilakukan

selama 6-7 hari agar kualitas nata yang dihasilkan baik.

Gambar 4.9. Proses Penuangan Larutan Air Kelapa Ke Dalam

Nampan

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

31

Gambar 4.5 Proses Pendinginan Larutan Air Kelapa

Selama proses fermentasi berlangsung, tidak ada penanganan khusus

terkait pengontrolan pH, suhu ruangan, dan sebagainya. Bakteri Acetobacter

Xylinum tumbuh baik dalam media yang memiliki pH 3 – 4. Jika pH lebih dari

empat atau kurang dari tiga, maka proses fermentasi tidak akan dapat berjalan

optimum. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum

adalah pada suhu kamar (suhu 26 – 28oC) (Alviani, 2016).

Gambar 4.6 Proses Fermentasi Larutan Air Kelapa

Gambar 4.10. Proses Pendinginan Larutan Air Kelapa

Gambar 4.11. Proses Fermentasi Larutan Air Kelapa

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

32

Proses pemanenan nata dilakukan 1 minggu setelah proses fermentasi.

Ciri- ciri dari nata yang sudah siap untuk dipanen yaitu apabila ditekan tidak

akan keluar air yang bewarna kecoklatan. Nata yang berkualitas baik memiliki

warna putih keruh, tidak berjamur, dan tidak keras maupun lembek dan

memiliki ketebalan sebanding dengan volume ketinggian air kelapa yang

dituangkan pada nampan.

Lembaran nata dipanen dengan memisahkan nata dari nampan dan

kertas koran, cairan sisa fermentasi kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah.

Pemanenan nata dikumpulkan dalam drum plastik dan dilakukan proses

pembersihan kulit nata secara manual oleh pekerja. Wadah nampan selanjutnya

dicuci dan dijemur. Pencucian nampan dilakukan menggunakan air mengalir

untuk membersihkan sisa cairan fermentasi nata dan dari kotoran-kotoran.

Gamb

Limbah cair yang dihasilkan dari proses fermentasi dan pencucian pada

industri X tidak diolah terlebih dahulu, karna pada industri X tidak memiliki

IPAL untuk mengolah air limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan dari

proses produksi langsung dialirkan dan dibuang ke sungai. Sedangkan limbah

padat yang dihasilkan kemudian dikirim ke pihak ke tiga.

Gambar 4.12. Proses Pemanenan Nata de coco Dan Pencucian Nampan

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

33

Diagram alir proses produksi pada industri X dapat dilihat pada Gambar

4.13 dibawah ini:

Gambar 4.8 Diagram Alir Proses Produksi Nata de coco Industri X

Gambar 4.13. Diagram Alir Proses Produksi Nata de coco Industri X

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

34

Berikut merupakan layout proses produksi pada industri X yang ada pada Gambar 4.14 dibawah ini:

Gambar 4.9 Layout Proses Produksi Nata de coco Industri X Gambar 4.14. Layout Proses Produksi Nata de coco Industri X

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

35

4.2.2 Gambaran Umum Proses Produksi Industri Y

Dalam proses produksi nata de coco industri Y berbeda dari industri X,

industri Y melakukan proses pengupasan, dan pemotongan pada nata de coco

yang sudah panen. Proses produksi pembuatan nata de coco pada industri Y

yaitu meliputi proses penyaringan, perebusan, pencampuran, penuangan

kedalam wadah, fermentasi, pemanenan, pencucian nampan, pengupasan kulit

ari, pemotongan, pensortiran, pengepressan, dan pengemasan. Air kelapa yang

sudah terkumpul dari pengepul kemudian dikumpulkan kedalam tempat

penampungan sementara yang berkapasitas 1000 liter sebanyak 18 tangki.

Pembelian air kelapa di pengepul dilakukan pengecekan dan penyaringan

terlebih dahulu. Air kelapa yang digunakan telah memenuhi standar

karakteristik yang ditetapkan diantaranya airnya masih segar, tidak keruh atau

berwarna coklat dan tidak berbau busuk.

Air kelapa yang telah ditampung akan disaring dengan kain saring,

proses ini bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang mungkin terikut

kedalam air kelapa. Tahap selanjutnya adalah proses perebusan air kelapa, air

kelapa yang sudah bersih kemudian dialirkan dengan menggunakan pompa

kedalam tungku stainless. Proses perebusan air kelapa pada industri Y dilakukan

menggunakan tungku pemanas berbahan bakar kayu dengan alat penunjang

Gambar 4.15. Tangki Penyimpanan Air Kelapa Industri

Y

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

36

mesin boiler selama 15 menit dengan suhu 90 . Proses perebusan ini bertujuan

untuk mematikan kontaminan-kontaminan yang dapat merusak kualitas air

kelapa dan mengoptimalkan proses pencampuran bahan-bahan campuran

lainnya seperti gula, amonium sulfat, dan asam cuka agar tercampur dengan

sempurna.

Gambar 4.11 Proses Perebusan Air Kelapa Industri Y

Setelah proses perebusan telah selesai, larutan air kelapa kemudian

dialirkan menggunakan pompa kedalam wadah tong untuk selanjutnya

dituangkan ke wadah atau nampan fermentasi yang berukuran 35cm x 24 cm.

Larutan air kelapa dituangkan sebanyak 1,4 liter pada tiap nampan. Proses

pendinginan dilakukan setelah proses perebusan air kelapa. Proses pendinginan

dilakukan didalam nampan fermentasi yang kemudian ditutup dengan kertas

koran dan diikat menggunakan karet. Nampan yang telah tertutup disusun

vertikal sebanyak 20 tumpukan disimpan dirak penyimpanan dan didiamkan

selama satu malam sampai suhu larutan air kelapa tersebut turun. Tahap ini

bertujuan untuk memberikan media bagi starter Acetobacter Xylinum untuk

tumbuh dan berkembang biak pada suhu yang sesuai.

Gambar 4.16. Proses Perebusan Air Kelapa Industri Y

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

37

Gambar 4.12 Proses Penuangan Larutan Air Kelapa Industri Y

Pada hari berikutnya proses inokulasi dilakukan dengan cara

penambahan starter Acetobacter Xylinum biakan sebanyak 75 ml per nampan.

Pembuatan biakan starter dilakukan dengan proses pemasakan yang sama tetapi

dengan resep khusus untuk biakan strater dengan umur biakan selama 4 hari

sampai terbentuk lapisan nata didalam botol. Air kelapa yang sudah masak

dimasukkan sebanyak 600 ml per wadah botol kaca dan ditutup rapat

menggunakan kertas dan karet.

Gambar 4.17. Proses Penuangan Larutan Air Kelapa Industri Y

Gambar 4.18. Proses Pendinginan Larutan Air Kelapa

Industri Y

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

38

Nampan yang berisi larutan air kelapa dan starter mengalami proses

fermentasi kurang lebih selama 6-7 hari. Selama proses fermentasi tidak boleh

terjadi goncangan karena akan mengakibatkan kegagalan. Pembentukan nata de

coco terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula didalam air

kelapa oleh mikroba A. xylinum. Glukosa tersebut digabungkan dengan asam

lemak membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor ini kemudian

dikeluarkan dalam bentuk ekskresi mempolimerisasikan glukosa menjadi

selulosa diluar sel dengan bantuan enzim (Rizal et al., 2013).

Gambar 4.14 Proses Fermentasi Larutan Air Kelapa Industri Y

Selama Proses fermentasi tidak ada penanganan khusus terkait

pengontrolan pH, suhu ruangan, dan sebagainya. Hal ini menjadi salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi produk akhir dari lembaran nata de coco.

Setelah proses fermentasi telah selesai, lembaran nata dipanen dengan

memisahkan nata dari nampan, kertas koran, dan cairan sisa fermentasi yang

kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah sedangkan wadah nampan

selanjutnya dicuci dan dijemur.

Gambar 4.19. Proses Fermentasi Larutan Air Kelapa Industri Y

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

39

Gambar 4.15 Proses Pemanenan Dan Pencucian Nampan Industri Y

Lembaran nata dikumpulkan dalam wadah tong dan dilakukan proses

pembersihan kulit nata dengan mesin oleh pekerja. Lembaran nata yang telah

bersih dari kulit ari kemudian dilakukan proses penipisan lembaran nata dan

pemotongan nata dengan menggunakan mesin pemotong. Fungsi mesin

pemotong nata de coco adalah untuk memudahkan pemotongan nata yang

masih berupa lembaran nata.

Gambar 4.16 Proses Pembersihan Kulit Ari

Gambar 4.20. Proses Pemanenan Dan Pencucian Nampan Industri Y

Gambar 4.21. Proses Pembersihan Kulit Ari

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

40

Setelah proses pembersihan kulit ari, kemudian dilakukan proses

penipisan dan pemotongan. Proses penipisan nata de coco bertujuan untuk

membelah nata menjadi lebih tipis agar mudah saat proses pemotongan. Ukuran

lembaran nata dan potongan nata disesuaikan dengan pesanan, biasanya 0,3 x

0,3 cm; 0,6 cm ; 1,2 cm ; atau serut nata juice. Nata yang telah ditipiskan

kemudian ditata dengan rapi diatas teflon secara berjajar maksimal 2 lembar.

Setelah lembaran nata dilakukan pemotongan, potongan nata de coco tersebut

kemudian dilakukan pensortiran dengan alat magnet separator untuk

memisahkan nata potong dengan kontaminan besi dan pengotor feromagnetik

kecil lainnya. Selain pensortiran dengan alat, pensortiran juga dilakukan secara

manual oleh pekerja untuk menyortir ukuran potongan nata yang tidak sesuai

dengan ukuran standar.

Proses selanjutnya, nata potong yang telah di sortir dimasukkan kedalam

karung yang akan dipress menggunakan mesin press. Karung yang digunakan

harus memiliki pori yang lebih kecil dari ukuran nata potong. Tujuan dari

pengepressan ini adalah untuk menyusutkan kadar air yang ada dalam nata de

coco yang selanjutnya siap untuk di lakukan pengemasan. Proses pengemasan

juga dilakukan pemantauan suhu dan sterilisasi dengan cara pasteurisasi,

pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan

membunuh organisme merugikan seperti bakteri, protozoa, kapang, dan khamir.

Gambar 4.22. Hasil Nata Proses Pensortiran

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

41

Gambar 4.18 Proses Pengepressan

Setelah proses pengemasan selesai nata de coco potong pun siap untuk

dikirim langsung ke pemesan dan diolah lagi oleh industri lain. Limbah cair

yang dihasilkan selama proses produksi nata de coco dialirkan dan langsung

diolah menuju IPAL yang dimiliki oleh inudtri Y. Sedangkan limbah padat yang

dihasilkan seperti koran bekas fermentasi, nata reject, sisa kulit ari, dan nata

potong yang tidak sesuai akan dibawa ke TPA.

Gambar 4.19 Limbah Padat Industri Y

Gambar 4.23. Proses Pengepressan

Gambar 4.24. Limbah Padat Industri Y

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

42

Diagram alir proses produksi pada industri Y dapat dilihat pada Gambar

4.25 dibawah ini:

Gambar 4.20 Diagram Alir Produksi Nata de coco Industri YGambar 4.25. Diagram Alir Produksi Nata de coco Industri Y

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

43

Berikut merupakan layout proses produksi pada industri Y yang ada pada Gambar 4.26 dibawah ini:

Gambar 4.21 Layout Proses Produksi Nata de coco Industri Y Gambar 4.26. Layout Proses Produksi Nata de coco Industri Y

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

44

4.3 Analisis Tahapan Produksi Industri Nata de coco X

4.3.1 Penggunaan Bahan Baku

Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi nata de coco pada

indusri X terdiri dari air kelapa, gula pasir, amonium sulfat, dan asam cuka. Air

kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang

masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Rasio penambahan bahan

tambahan yang diperlukan oleh bakteri seperti karbohidrat sederhana, sumber

nitrogen, dan asam asetat harus diatur secara optimal, dan prosesnya terkontrol

dengan baik. Penggunaan bahan baku untuk sekali produksi dapat dilihat pada

Tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5. Penggunaan Bahan Baku Industri Nata de coco X

No

Kapasitas

Produksi Proses Produksi Bahan Baku Jumlah Satuan

Liter

1 1.800 Pencampuran

Air Kelapa 1.773 Liter

Gula Pasir 1 Kg

Amonium

Sulfat 1 Kg

Asam Cuka 3 Liter

2 1.800 Penambahan

Starter Starter 48 Liter

Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai

suplemen pembuatan nanta de coco, diantaranya adala senyawa-senyawa

maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa

karbohidrat sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis

digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata.

Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan

aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen organic, seperti misalnya

protein dan ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganic seperti misalnya

ammonium fosfat, urea, dan ammonium sulfat. Namun, sumber nitrogen

anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

45

sumber nitrogen organic. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik ada yang

mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud adalah

murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain. Asam asetat atau

asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air

kelapa (Zulfa & Devi Rismayanti, 2018).

4.3.2 Penggunaan Air dan Neraca Air

Dalam proses produksi pembuatan nata de coco, industri X hanya

menggunakan air pada proses pencucian nampan bekas fermentasi. Dalam

prosesnya, industri X membutuhkan jumlah air yang banyak untuk memcuci

1.200 nampan. Pencucian nampan dilakukan menggunakan air mengalir untuk

membersihkan sisa cairan fermentasi nata dan dari kotoran-kotoran. Berikut

merupakan Tabel 4.6 yang menunjukkan jumlah kebutuhan air pada proses

pencucian nampan pada industri X:

Tabel 4.6. Kebutuhan Air Pada Proses Pencucian Nampan Industri Nata

de coco X

No Pengukuran

Kapasitas

Produksi Kebutuhan Air

Air Yang

Dibuang

Liter Liter Liter/produksi

1 1 1.800 540 487

2 2 1.800 525 437

3 3 1.800 534 466

Rata-Rata 533 463

Dari tabel 4.6 dapat kita lihat bahwa kebutuhan air bersih untuk mencuci

nampan yaitu sebesar 533 liter dan menghasikan air limbah pencucian sebesar

463 liter. Kehilangan air pada proses ini terjadi karena tata cara pekerja yang

tidak teratur dalam bekerja, dan adanya air yang tercecer di lantai saat proses

pencucian. Berikut merupakan neraca air pada tahap pencucian nampan industri

X:

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

46

Gambar 4.27. Flow Chart Neraca Air Industri X

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

47

Dari data penggunaan air pada tabel 4.6 tersebut dapat diketahui berapa

jumlah limbah yang dihasilkan per ton nata yang dapat dilihat pada Tabel 4.7

dibawah ini:

Tabel 4.7. Limbah Cair Per Ton Produk Industri Nata de coco X

Nama

Industri

Air Yang

Dibuang

Total Lembaran

Nata m3/Ton

m3

Ton

X 0,463 1,2015 0,39

Dari Tabel 4.8. maka dapat disimpulkan bahwa dalam memproduksi 1

ton nata de coco menghailkan limbah cair sebanyak 0,39 m3. Berdasarkan baku

mutu kualitas limbah menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan

pengolahan kelapa yang ditinjau berdasarkan indikator debit limbah maksimum,

maka debit limbah yang diperbolehkan yaitu sebesar 15 m3/ton produksi. Jika

dibandingkan dengan debit yang dihasilkan pada industri nata de coco X maka

debit yang dihasilkan masih berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan.

4.3.3 Penggunaan Energi dan Neraca Energi

Dalam proses produksi pembuatan nata de coco, industri X

membutuhkan energi listrik dan energi kayu bakar di dalam proses pembuatan

nata. Penggunaan kayu bakar dan serbuk gergaji diperlukan pada proses

pemasakan air kelapa. Berikut merupakan Tabel 4.8 yang menunjukkan

kebutuhan bahan bakar kayu industri nata de coco X:

Tabel 4.9. Kebutuhan Bahan Bakar Kayu Indusri Nata de coco X

No Proses

Produksi

Kapasitas

Produksi Bahan Bakar Jumlah

Liter Kg

1 Perebusan 1.800 Kayu Bakar 143

1.800 Serbuk Gergaji 70

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

48

Dalam proses perebusan air kelapa pada industri X dibutuhkan Kayu

bakar sebanyak 143 Kg dan serbuk gergaji sebanyak 70 kg. Berikut Merupakan

perhitungan konsumsi energi pemasakan air kelapa pada industri nata de coco

X:

Diketahui:

Rata-rata suhu air kelapa awal (ta) = 26℃

Rata-rata suhu pemasakan (tb) = 90℃

Massa air kelapa (ma) = 1.800 Kg

Kapasitas panas air (ca) = 4,2 KJ/kg ℃

Panas laten penguapan (h) = 2.260 KJ/kg ℃

Massa air kelapa yang diuapkan (mu) = 9 Kg

Energi Pemasakan Air Kelapa = m x Cp x ∆t

= 1.800 Kg x 4,2 KJ/kg ℃ x (90-26) ℃

= 483.840 KJ

= 483,84 MJ

Energi Penguapan Air Kelapa = m x h

= 9 Kg x 2.260 KJ/kg

= 20.340 KJ

= 20,34 MJ

Energi Total Pemasakan = 483,84 MJ + 20,34 MJ

= 504,18 MJ

Energi Bahan Bakar Kayu = Massa Kayu x Nilai Kalor kayu

= 143 kg x 15,0 MJ

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

49

= 2.145 MJ = 0,002144 TJ

Energi Input = Energi Bahan Bakar Kayu = 2.145 MJ

Energi Output = Energi Total Pemasakan = 504,18 MJ

Efisiensi Sistem =

x 100%

=

x 100% = 23,5 %

Berikut persamaan reaksi pembakaran pada kayu untuk proses perebusan

larutan air kelapa:

Dari persamaan reaksi tersebut, Hasil samping dari kayu bakar adalah

CO2 dan arang. Perhitungan untuk emisi CO2 dari kayu bakar menggunakan

metode standar IPCC (BAPPENAS, 2014). Adapun energi dan emisi CO2 yang

dihasilkan oleh kayu bakar pada proses perebusan adalah sebagai berikut:

Emisi CO2 = Konsumsi Energi x Faktor Emisi

= 0,002144 TJ x 112 ton CO2/TJ

= 0,240128 ton CO2

= 240,13 kg CO2

Dari persamaan diatas dapat diketaui energi yang dibutuhkan untuk

konsumsi kayu bakar yaitu sebesar 2145 MJ dan emisi gas CO2 yang dihasilkan

yaitu sebesar 240,13 kg CO2. Berikut merupakan Gambar 4.28 yang

menunjukkan neraca energi kayu bakar pada industri X:

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

50

Energi listrik digunakan untuk penggunaan pompa pada proses

penyaringan, perebusan, dan penuangan air kelapa. Besar atau kecilnya

kebutuhan energi listrik dapat diketahui dengan daya pompa yang digunakan

dan lamanya penggunaan pompa tersebut. Berikut merupakan Tabel 4.9 yang

menunjukkan jumlah kebutuhan energi listrik pada industri X:

Tabel 4.10. Kebutuhan Energi Listrik Indusri Nata de coco X

No Proses

Produksi

Kapasitas

Produksi

Energi

Listrik Durasi

Penggunaan

Energi

Liter kW Jam kWh

1 Penyaringan 1.800 0.15 2 0.3

2 Perebusan 1.800 0.5 2 1

3 Penuangan 1.800 0.1 4 0.4

Jumlah 1.7

Data penggunaan energi listrik pada Tabel 4.9 dapat dihitung konsumsi

energi listrik pada industri nata de coco X sebagai berikut:

Energi Proses Penyaringan = 0,3 kWh x

= 1,08 MJ

Energi Proses Perebusan = 1 kWh x

= 3,6 MJ

Energi Proses Penuangan = 0,4 kWh x

= 1,44 MJ

Gambar 4.28. Flow Chart Neraca Energi Kayu Bakar

Industri X

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

51

Penggunaan energi listik memiliki hasil samping adalah berupa emisi.

Emisi yang dihasilkan oleh energi listrik yaitu CO2. Penggunaan listrik termasuk

pada emisi CO2 Sekunder. Untuk menghitung emisi CO2 menggunakan metode

rumus perhitungan IPCC (Sasmita, Asmura, & Andesgur, 2018). Dimana Emisi

faktor CO2 konsumsi energi sebesar 0,000794 ton CO2/kWh dikali dengan

konsumsi energi listrik. Berikut perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan:

Emisi CO2 Penyaringan = 0,000794 ton CO2/KWh x 0,3 kWh

= 0,000238 ton CO2

= 0,238 kg CO2

Emisi CO2 Perebusan = 0,000794 ton CO2/KWh x 1 kWh

= 0,000794 ton CO2

= 0,794 kg CO2

Emisi CO2 Penuangan = 0,000794 ton CO2/KWh x 0,4 kWh

= 0,000317 ton CO2

= 0,317 kg CO2

Dari persamaan diatas dapat direpresentasikan kedalam sebuah neraca

energi listrik, berikut merupakan Gambar 4.29 yang merupakan neraca energi

listrik pada proses prooduksi industri X:

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

52

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

Grafik Konsumsi Enegi Listrik Dan Emisi CO2 Yang Dihasilkan

Series1

Series2

Penyaringan Perebusan Penuangan

Konsumsi Energi

Emisi CO2

Dari hasil analisis yang dilakukan dan pemantauan di lapangan diketahui

bahwa kebutuhan energi listrik untuk proses produksi nata de coco pada industri

X adalah sebesar 1,7 kWh. Kebutuhan energi listrik terbesar bersumber dari

proses perebusan yaitu sebesar 1 kWh. Hasil perhitungan konsumsi energi listrik

dan emisi CO2 yang dihasilkan dalam proses produksi nata de coco pada

industri X maka grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.30 sebagai berikut.

Gambar 4.29. Flow Chart Neraca Energi Listrik Industri X

Gambar 4.30. Konsumsi Energi Listrik Dan Emisi CO2 Yang Dihasilkan

Industri X

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

53

4.3.4 Neraca Massa

Neraca massa adalah suatu perhitungan yang tepat dari semua bahan-bahan yang masuk, yang terakumulasi dan yang keluar dalam

waktu tertentu. Analisis proses produksi dan pembuatan neraca massa dilakukan pada setiap tahapan proses, dimana diperlukan analisis

terhadap penggunaan bahan baku, penggunaan air, kebutuhan energi, dan analisis jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan pada setiap proses

produksi. Berikut merupakan Tabel 4.10 input dan output pada proses produksi industri X:

Tabel 4.11. Input Dan Output Pada Proses Produksi Industri X

No Proses

INPUT OUTPUT

Bahan Jumlah Product Non Product Output

Jenis Jumlah Jenis Jumlah

1 Penyaringan Air Kelapa (Liter) 1.800 Air Kelapa (Liter) 1.782 Limbah Padat (Kg) 18

Emisi CO2 (Kg) 0,23

2 Perebusan

Air Kelapa (Liter) 1.782 Air Kelapa (Liter) 1.773,09 Uap Air (Liter) 8,91

Kayu Bakar (Kg) 143

Abu Kayu Bakar (Kg) 2,86

Serbuk Gergaji (Kg) 70

Emisi CO2 (Kg) 0,79

3 Pencampuran

Air Kelapa (Liter) 1.773,09 Air Kelapa (Liter) 1,764,23 Losses (Liter) 8,86

Gula Pasir (Kg) 1

Amonium Sulfat (Kg) 1

Asam Cuka (Liter) 3

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

54

No Proses

INPUT OUTPUT

Bahan Jumlah Product Non Product Output

Jenis Jumlah Jenis Jumlah

4 Penuangan Air Kelapa (Liter) 1,764,23 Air Kelapa (Liter) 1.755,41

Air Kelapa Tumpah

(Liter) 8,82

Emisi CO2 (Kg) 0,31

5 Pendinginan Air Kelapa (Liter) 1.755,41 Air Kelapa (Liter) 1.755,41

6 Penambahan

Starter

Air Kelapa (Liter) 1.755,41 Air Kelapa (Liter) 1.803,41

Starter (Liter) 48

7 Fermentasi Air Kelapa (Liter) 1.803,41 Lembaran Nata (Kg) 1.350

Limbah Fermentasi

(Liter) 301

8 Pemanenan Lembaran Nata (Kg) 1.350 Lembaran Nata (Kg) 1.201,5 Nata Reject (Kg) 148,5

Koran Bekas (Kg) 12

9 Pencucian

Nampan Air Bersih (Liter) 533

Limbah Cair (Liter) 463

Berdasarkan tabel perhitungan neraca massa untuk proses produksi nata de coco industri X, maka dapat digambarkan ke dalam

sebuah neraca. Berikut merupakan flow chart neraca massa dari proses produksi industri X dapat dilihat pada Gambar 4.31 di bawah ini:

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

55

Gambar 4.25 Flow Chart Neraca Massa Pembuatan Nata de coco Industri X

Limbah Pencucian 463 L

Gambar 4.31. Flow Chart Neraca Massa Pembuatan Nata de coco Industri X

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

56

4.3.5 Jenis Dan Jumlah Limbah Yang Dihasilkan

Dalam melakukan proses produksi pembuatan nata de coco industri X

menghasilkan dua jenis limbah, yaitu limbah cair dan limbah padat. Menurut

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah

cair dihasilkan dari tahapan proses pencucian, dan sisa cairan fermentasi.

Sedangkan limbah padat yaitu berupa ampas kotoran kelapa dari proses

penyaringan, nata de coco tidak sempurna (reject), dan kertas koran dari sisa

proses fermentasi. Berikut Tabel 4.11 yang menunjukkan jumlah limbah padat

yang dihasilkan pada industri X:

Tabel 4.12. Limbah Padat Industri Nata de coco X

No Jenis Limbah Kapasitas Produksi Limbah Padat

Liter Kg

1 Nata Reject 1.800

148

2 Koran Bekas 12

Jumlah 160

Berdasarkan data pada tabel 4.11 limbah padat pada industri nata de

coco X dihasilkan pada tahap pemanenan nata dimana limbah yang dihasilkan

yaitu berupa nata reject sebesar 149 kg dan koran bekas dengan jumlah 12 kg.

Sedangkan jumlah limbah cair yang dihasilkan pada proses produksi nata dapat

dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 sebagai berikut:

Tabel 4.13. Limbah Cair Pencucian Nampan Industri Nata de coco X

No Jenis Limbah

Kapasitas

Produksi

Kebutuhan

Air

Air Yang

Dibuang

Liter Liter Liter/produksi

1 Pencucian

Nampan 1.800

540 487

525 437

534 466

Rata-Rata 533 463

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

57

Tabel 4.14. Limbah Cair Sisa Fermentasi Industri Nata de coco X

No Jenis Limbah Kapasitas Produksi Volume

Liter Liter/produksi

1 Sisa Fermentasi 1.800

325

270

308

Rata-Rata 301

Pada Gambar 4.32 dibawah ini menunjukkan grafik perbandingan

antara jumlah kebutuhan air saat proses pencucian nampan dengan debit limbah

cair yang dihasilkan dari proses pencucian nampan.

Gambar 4.32. Grafik Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Dan Debit

Limbah Pencucian Nampan Industri X

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3

Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Dan Debit Limbah Pencucian Nampan

Series1 Series2Kebutuhan Air Debit Limbah

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

58

Berdasarkan data pada Tabel 4.12 diatas, maka dapat dihitung Losses

atau unaccounted water selama proses pencucian nampan dengan cara:

[

]

[

]

Kehilangan air yang terjadi pada proses pencucian nampan dikarenakan

tata cara pekerja yang tidak teratur dalam bekerja, dan adanya air yang tercecer

di lantai saat proses pencucian.

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

59

Berikut merupakan arah aliran air bersih dan air limbah pada industri X pada Gambar 4.33 dibawah ini:

Sungai

Gambar 4.33. Arah Aliran Air Bersih Dan Air Limbah Pada Industri X

Page 36: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

60

4.3.6 Produksi Bersih Yang Telah Dilakukan

Dalam proses produksi industri X belum banyak melakukan usaha untuk

minimisasi limbah cair yang dihasilkan, namun ada beberapa usaha yang telah

dilakukan yaitu:

1. Penjualan Limbah Sisa Kertas Koran kepada Pihak Ketiga

Limbah padat (kertas koran) yang dihasilkan dari proses fermentasi

dipisahkan dan dikumpulkan dalam tempat khusus dan dijual kepada

pihak ketiga. Sisa kertas koran yang dihasilkan sebanyak 12 Kg setiap

harinya. Limbah kertas tidak dibuang begitu saja, melainkan dijual

kembali kepada pihak ketiga ketika, yang dapat menambah pendapatan

industri X, sehingga kegiatan ini merupakan salah satu manfaat tindakan

produksi bersih.

2. Penghematan Penggunaan Listrik

Energi listrik merupakan salah satu energi yang digunakan dalam suatu

industri. Industri nata de coco X telah melakukan penghematan energi

listrik dengan cara mendesain ruang produksi dengan pencahayaan yang

cukup, sehingga memungkinkan tidak digunakannya lampu penerangan

pada siang hari. Peralatan listrik di industri nata de coco X juga

digunakan sesuai dengan kebutuhan.

4.3.7 Identifikasi Permasalahan Pada Kegiatan Produksi

Dalam proses produksi nata de coco terdapat berbagai permasalahan

yang dilihat dari aspek keseluruhan produksi yang mencakup bahan baku,

teknologi, proses produksi, tata laksana, produk dan limbah. Permasalahan pada

aspek bahan baku air kelapa di industri X yaitu diamana penyaringan air kelapa

tidak dilakukan saat penampungan bahan baku tetapi baru dilakukan pada saat

sebelum perebusan sehingga meningkatkan risiko kerusakan bahan selama

penyimpanan. Serta tidak ada aturan FIFO (First In First Out) sehingga

penggunaan bahan tidak sesuai urutan lamanya waktu penyimpanan.

Page 37: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

61

Permasalahan aspek proses produksi yaitu kondisi pH dan suhu

pemasakan air kelapa tidak dilakukan pengecekan dan pengadukan sesuai

dengan standar, kondisi ruangan fermentasi belum optimum, dan produk gagal

disebabkan karena terjadinya kontaminasi jamur akibat proses fermentasi yang

kurang higienis. Permasalahan aspek tata laksana yaitu larutan air kelapa dibawa

menggunakan ember penampungan sehingga tercecer atau tumpah di lantai

produksi, sedangkan penuangan larutan air kelapa panas menggunakan gelas

ukur yang berpotensi tumpah dan mengenai tangan pekerja yang tidak

menggunakan APD saat bekerja. Permasalahan pada limbah padat yang dihasilan

yaitu nata reject sebanyak 148,5 kg yang dibuang langsung, dan pada industi X

tidak terdapat IPAL sehingga limbah cair yang dihasilkan langsung dibuang ke

sungai tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Berikut merupakan Tabel

4.14 yang menjelakan permasalahan yang terjadi pada industri X:

Tabel 4.15. Identifikasi Masalah Pada Kegiatan Industri X

No Aspek Proses Permasalahan Dampak

1 Bahan Baku

Penyimpanan

Bahan Baku

Penyaringan tidak

dilakukan saat

penampungan bahan

baku, sehingga

meningkatkan risiko

kerusakan air kelapa

selama penyimpanan.

Dapat

mengakibatkan

kerusakan dan

penurunan

kualitas air

kelapa.

Penggunaan

Bahan

Serta tidak ada aturan

FIFO (First In First

Out) sehingga

penggunaan bahan

tidak sesuai urutan

lamanya waktu

penyimpanan.

Mengakibatkan

penggunaan

bahan tidak

sesuai dengan

urutan waktu

penyimpanan.

Page 38: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

62

No Aspek Proses Permasalahan Dampak

2 Teknologi Perebusan

Terbentuknya abu dan

arang akibat

pembakaran kayu

bakar.

Dapat

menyebabkan

polusi udara,

berisiko

terpapar asap

karbon

dioksida yang

berbahaya

terhadap

kesehatan.

3 Proses

Produksi

Perebusan dan

Pencampuran

Kondisi pH dan suhu

pemasakan air kelapa

tidak dilakukan

pengecekan sesuai

dengan standar.

Meningkatkan

resiko nata

reject karena

pada proses

produksi

belum

dilakukan

dengan

optimal.

Fermentasi

Kondisi ruangan

fermentasi belum

optimum.

4 Tata

Laksana Penuangan

Larutan air kelapa

dibawa menggunakan

ember penampungan

sehingga tercecer atau

tumpah di lantai

produksi.

Banyaknya

timbulan

limbah cair

yang

dihasilkan.

5 Produk - - -

6 Limbah

Fermentasi Limbah cair belum ada

upaya pemanfaatan. Apabila tidak

ditangani

menimbulkan

bau yang dapat

mengganggu

lingkungan

sekitarnya dan

pencemaran

air.

Pemanenan

Limbah nata reject

belum ada upaya

minimisasi dan

pemanfaatan.

Pencucian

Nampan

Limbah cair belum ada

upaya pemanfaatan.

Page 39: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

63

4.4 Analisis Tahapan Produksi Industri Nata de coco Y

4.4.1 Penggunaan Bahan Baku

Bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi Nata de coco pada

Indusri Y terdiri dari air kelapa, gula pasir, amonium sulfat, dan asam cuka.

Namun, pada industri Y terdapat pengecekan air kelapa menggunakan brix

refraktometer. Brix refraktometer adalah sebuah alat yang biasa digunakan

untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan atau zat terlarut yang terdapat

dalam air kelapa. Setelah mengetahui kadar zat terlarut yang terdapat dalam air

kelapa tersebut maka dapat diketahui persenan penambahan bahan penunjang

seperti gula pasir, amonium sulfat, dan asam cuka. Berikut merupakan Tabel

4.15 yang menunjukkan penggunaan bahan baku pada industri Y:

Page 40: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

64

Tabel 4.16. Kebutuhan Bahan Baku Industri Nata de coco Y

No Pengukuran

Kapasitas

Produksi Proses Produksi Bahan Jumlah Satuan

Liter

1

1 2.500 Pencampuran

Gula Pasir 19,70 Kg

Amonium Sulfat 9,85 Kg

Asam Cuka 7 Liter

2 2.000 Pencampuran

Gula Pasir 15,76 Kg

Amonium Sulfat 7,88 Kg

Asam Cuka 5 Liter

3 2.800 Pencampuran

Gula Pasir 22,07 Kg

Amonium Sulfat 11,03 Kg

Asam Cuka 8 Liter

2

1 2.500 Penambahan

Starter

Starter 141 Liter

2 2.000 Starter 112,8 Liter

3 2.800 Starter 157,99 Liter

Page 41: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

65

Tabel 4.17. Kebutuhan Rata-Rata Bahan Baku Industri Nata de coco Y

No

Kapasitas

Produksi Proses

Produksi Bahan

Jumlah

Rata-Rata Satuan

Liter

1

2433

Pencampuran

Gula Pasir 19 Kg

Amonium

Sulfat 10 Kg

Asam Cuka 7 Liter

2 Penambahan

Starter Starter 137 Liter

4.4.2 Penggunaan Air dan Neraca Air

Dalam proses produksi pembuatan nata de coco, industri Y

menggunakan air pada proses pencucian nampan bekas fermentasi, dan

pensortiran. Berikut merupakan Tabel 4.17 yang menunjukkan jumlah

kebutuhan air pada proses produksi di industri Y:

Tabel 4.18. Kebutuhan Air Pada Proses Pencucian Nampan Industri Y

No Pengukuran

Kapasitas

Produksi Kebutuhan Air

Air Yang

Dibuang

Liter Liter Liter/hari

1 1 2500 1085 941

2 2 2000 748 638

3 3 2800 1375 1260

Rata-rata 1069 946

Dari Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa kebutuhan air bersih untuk mencuci

nampan yaitu sebesar 1069 liter dan menghasikan air limbah pencucian sebesar

946 liter. Kehilangan air pada proses ini terjadi karena tata cara pekerja yang

tidak teratur dalam bekerja, dan adanya air yang tercecer di lantai saat proses

pencucian.

Page 42: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

66

Tabel 4.19. Kebutuhan Air Pada Proses Pensortiran Industri Y

Berdasarkan tabel 4.18 dapat kita lihat bahwa kebutuhan air bersih rata-

rata untuk proses pensortiran yaitu sebesar 900 liter dan menghasikan air limbah

sebesar 756 liter. Kehilangan air pada proses ini terjadi karena tata cara pekerja

yang tidak teratur dalam bekerja karena proses pensortiran dilakukan secara

manual dengan menggunakan ayakan plastik dengan lubang yang disesuaikan

dengan ukuran potongan nata, dan adanya air yang tercecer di lantai saat proses

pensortiran. Dari data penggunaan air pada Tabel 4.17 dan Tabel 4.18 tersebut

dapat diketahui berapa jumlah limbah cair per kg nata yang dapat dilihat pada

Tabel 4.19 dibawah ini:

Tabel 4.20. Limbah Cair Per Kilogram Produk Industri Nata de coco Y

Nama Industri

Air Yang

Dibuang

Total Lembaran

Nata m3/Ton

m3 Ton

Y 1,702 1,617 1,05

Dari analisis yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam

memproduksi 1 Ton nata de coco menghailkan limbah cair sebanyak 1,05 m3.

Berdasarkan baku mutu kualitas limbah menurut Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah bagi

usaha dan/atau kegiatan pengolahan kelapa yang ditinjau berdasarkan indikator

debit limbah maksimum, maka debit limbah yang diperbolehkan yaitu sebesar

15 m3/ton produksi. Jika dibandingkan dengan debit yang dihasilkan pada

industri nata de coco Y maka debit yang dihasilkan masih berada dibawah baku

mutu yang telah ditetapkan.

No Proses Pengukuran

Kapasitas

Produksi

Kebutuhan

Air

Air Yang

Dibuang

Liter Liter Liter/hari

1

Pensortiran

1 2500 937 777

2 2 2000 656 520

3 3 2800 1105 971

Rata-Rata 900 756

Page 43: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

67

Berikut Gambar 4.34 merupakan flow chart neraca air pada proses produksi nata de coco pada industri Y:

Gambar 4.34. Flow Chart Neraca Air Industri Y

Page 44: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

68

4.4.3 Penggunaan Energi dan Neraca Energi

Dalam proses produksi pembuatan nata de coco, industri Y

membutuhkan energi listrik dan energi kayu bakar di dalam proses pembuatan

nata. Penggunaan kayu bakar diperlukan pada proses pemasakan air kelapa

dengan menggunakan boiler. Berikut Merupakan perhitungan konsumsi energi

pada proses perebusan di industri Y:

Diketahui:

Rata-rata suhu air kelapa awal (ta) = 26℃

Rata-rata suhu pemasakan (tb) = 90℃

Massa air kelapa (ma) = 2.433 Kg

Kapasitas panas air (ca) = 4,2 KJ/kg ℃

Panas laten penguapan (h) = 2.260 KJ/kg ℃

Massa air kelapa yang diuapkan (mu) = 12 Kg

Energi Pemasakan Air Kelapa = m x Cp x ∆t

= 2.433 Kg x 4,2 KJ/kg ℃ x (90-26) ℃

= 653.990 KJ

= 653,99 MJ

Energi Penguapan Air Kelapa = m x h

= 12 Kg x 2.260 KJ/kg

= 27.120 KJ

= 27,12 MJ

Energi Total Pemasakan = 653,99 MJ + 27,12 MJ

= 681,11 MJ

Page 45: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

69

Energi bahan bakar kayu = Massa Kayu x Nilai Kalor kayu

= 320 kg x 15,0 MJ

= 4.800 MJ

= 0,0048 TJ

Energi Input = Energi Bahan Bakar Kayu = 4.800 MJ

Energi Output = Energi Total Pemasakan = 681,11 MJ

Efisiensi Sistem =

x 100%

=

x 100% = 14,18 %

Berikut persamaan reaksi pembakaran pada kayu untuk proses perebusan

larutan air kelapa:

Dari persamaan reaksi tersebut, Hasil samping dari kayu bakar adalah

CO2 dan arang. Perhitungan untuk emisi CO2 dari kayu bakar menggunakan

metode standar IPCC (BAPPENAS, 2014). Adapun energi dan emisi CO2 yang

dihasilkan oleh kayu bakar pada proses perebusan adalah sebagai berikut:

Emisi CO2 = Konsumsi Energi x Faktor Emisi

= 0,0048 TJ x 112 ton CO2/TJ

= 0,5376 ton CO2

= 537,6 kg CO2

Dari persamaan diatas dapat diketaui energi yang dibutuhkan untuk

konsumsi kayu bakar yaitu sebesar 4800 MJ dan emisi gas CO2 yang dihasilkan

yaitu sebesar 547,6 kg CO2. Berikut merupakan Gambar 4.35 yang menunjukkan

neraca energi kayu bakar pada industri Y:

Page 46: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

70

Gambar 4.35. Flow Chart Neraca Energi Kayu Bakar Industri Y

Pada industri Y energi listrik digunakan untuk penggunaan pompa pada

proses perebusan, dan penuangan. Mesin pemotong pada saat pembersihan kulit

ari, penipisan, pemotongan serta alat pengepressan. Besar atau kecilnya

kebutuhan energi listrik dapat diketahui dengan daya mesin yang digunakan dan

lamanya penggunaan mesin tersebut. Berikut merupakan Tabel 4.20 yang

menunjukkan jumlah kebutuhan energi listrik pada industri Y:

Tabel 4.21. Kebutuhan Energi Listrik Industri Nata de coco Y

No Proses Produksi Jumlah

Alat

Energi

Listrik Durasi

Penggunaan

Energi

kW Jam kWh

1 Perebusan 1 0.74 2 1.47

2 Penuangan 1 0.74 4 2.94

3 Pembersihan

Kulit Ari 2 0.75 7 10.50

4 Penipisan 3 0.56 7 11.76

5 Pemotongan 3 0.75 7 15.75

6 Pengepressan 1 1.30 6 7.80

Jumlah 50.22

Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan energi listrik

untuk proses produksi nata de coco pada industri Y adalah sebesar 50,22 kWh.

Kebutuhan energi terbesar bersumber dari proses pemotongan nata de coco,

yaitu sebesar 15,75 kWh. Dari data penggunaan energi listrik pada Tabel 4.20

dapat dihitung konsumsi energi listrik pada industri nata de coco Y sebagai

berikut:

Page 47: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

71

Energi Proses Perebusan = 1,47 kWh x

= 5,292 MJ

Energi Proses Penuangan = 2,94 kWh x

= 10,584 MJ

Energi Proses Pembersihan = 10,50 kWh x

= 37,8 MJ

Energi Proses Penipisan = 11,76 kWh x

= 42,336 MJ

Energi Proses Pemotongan = 15,75 kWh x

= 56,7 MJ

Energi Proses Pengepressan = 7,80 kWh x

= 28,08 MJ

Penggunaan energi listik memiliki hasil samping adalah berupa emisi.

Emisi yang dihasilkan oleh energi listrik yaitu CO2. Penggunaan listrik termasuk

pada emisi CO2 Sekunder. Untuk menghitung emisi CO2 menggunakan metode

rumus perhitungan IPCC (Sasmita et al., 2018). Dimana Emisi faktor CO2

konsumsi energi sebesar 0,000794 ton CO2/kWh dikali dengan konsumsi energi

listrik. Berikut perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan:

Emisi CO2 Perebusan = 0,000794 ton CO2/KWh x 1,47 kWh

= 0,00116718 ton CO2

= 1,1672 kg CO2

Emisi CO2 Penuangan = 0,000794 ton CO2/KWh x 2,94 kWh

= 0,00233436 ton CO2

= 2,3344 kg CO2

Page 48: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

72

Emisi CO2 Pembersihan = 0,000794 ton CO2/KWh x 10,50 kWh

= 0,008337 ton CO2

= 8,337 kg CO2

Emisi CO2 Penipisan = 0,000794 ton CO2/KWh x 11,76 kWh

= 0,00933744 ton CO2

= 9,3374 kg CO2

Emisi CO2 Pemotongan = 0,000794 ton CO2/KWh x 15,75 kWh

= 0,0125055 ton CO2

= 12,5055 kg CO2

Emisi CO2 Pengepressan = 0,000794 ton CO2/KWh x 7,80 kWh

= 0,0061932 ton CO2

= 6,1932 kg CO2

Dari hasil perhitungan konsumsi energi listrik dan emisi CO2 yang

dihasilkan dalam proses produksi nata de coco pada industri X maka grafik

yang ditunjukkan pada Gambar 4.36 sebagai berikut.

Page 49: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

73

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

Grafik Konsumsi Enegi Listrik Dan Emisi CO2 Yang Dihasilkan

Series1

Series2

Konsumsi Energi

Emisi Co2

Dari persamaan diatas dapat direpresentasikan kedalam sebuah neraca

energi listrik, berikut merupakan Gambar 4.37 yang merupakan neraca energi

listrik pada proses produksi industri Y:

Gambar 4.36. Konsumsi Energi Listrik Dan Emisi CO2 Yang Dihasilkan

Industri Y

Page 50: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

74

Gambar 4.37. Flow Chart Neraca Energi Listrik Industri Y

Page 51: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

75

4.4.4 Neraca Massa

Analisis proses produksi dan pembuatan neraca massa dilakukan pada setiap tahapan proses, dimana diperlukan analisis terhadap

penggunaan bahan baku, penggunaan air, kebutuhan energi, dan analisis jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan pada setiap proses produksi.

Berikut merupakan Tabel 4.21 input dan output pada proses produksi industri Y:

Tabel 4.22. Input Dan Output Pada Proses Produksi Industri Y

No Proses

INPUT OUTPUT

Bahan Jumlah Product Non Product Output

Jenis Jumlah Jenis Jumlah

1 Penyaringan Air Kelapa (Liter) 2433 Air Kelapa (Liter) 2408 Limbah Padat (Kg) 24.08

2 Perebusan

Air Kelapa (Liter) 2408 Air Kelapa (Liter) 2396 Uap Air (Liter) 12.04

Kayu Bakar (Kg) 320

Abu Kayu Bakar (Kg) 6.4

Emisi CO2 (Kg) 1.16

3 Pencampuran

Air Kelapa (Liter) 2396 Air Kelapa (Liter) 2391 Losses (Liter) 12.01

Gula Pasir (Kg) 19

Amonium Sulfat (Kg) 10

Asam Cuka (Liter) 7

4 Penuangan Air Kelapa (Liter) 2391 Air Kelapa (Liter) 2379

Air Kelapa Tumpah

(Liter) 11.95

Emisi CO2 (Kg) 2.33

Page 52: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

76

No Proses

INPUT OUTPUT

Bahan Jumlah Product Non Product Output

Jenis Jumlah Jenis Jumlah

5 Pendinginan Air Kelapa (Liter) 2379 Air Kelapa (Liter) 2379

6 Penambahan

Starter

Air Kelapa (Liter) 2379 Air Kelapa (Liter) 2516

Starter (Liter) 137

7 Fermentasi Air Kelapa (Liter) 2516 Lembaran Nata (Kg) 1797 Limbah Fermentasi (Liter) 179

8 Pemanenan Lembaran Nata (Kg) 1797 Lembaran Nata (Kg) 1617 Nata Reject (Kg) 180

Koran Bekas (Kg) 18

9 Pencucian

Nampan Air Bersih (Liter) 1069

Limbah Cair (Liter) 946

10 Pembersihan

Kulit Lembaran Nata (Kg) 1617 Lembaran Nata (Kg) 1533 Sisa Kulit (Kg) 84

11 Penipisan dan

Pemotongan Nata Potong (Kg) 1533 Nata Potong (Kg) 1452

Sisa Potongan (Kg) 81

Emisi CO2 (Kg) 12.50

12 Pensortiran

Nata Potong (Kg) 1452 Nata Potong (Kg) 1438 Nata Tidak Seragam (Kg) 15

Air (Liter) 900

Limbah Cair (Liter) 756

Emisi CO2 (Kg) 6.19

13 Pengepressan Nata Potong (Kg) 1438 Nata Kering (Kg) 359 Limbah Cair (Liter) 1085

14 Pengemasan Nata Kering (Kg) 359 Nata Kering (Kg) 359

Page 53: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

77

Berdasarkan tabel perhitungan neraca massa untuk proses produksi nata de coco industri Y, maka dapat digambarkan ke dalam

sebuah neraca. Berikut merupakan flow chart neraca massa dari proses produksi industri Y dapat dilihat pada Gambar 4.38 di bawah ini:

Gambar 4.38. Flow Chart Neraca Massa Pembuatan Nata de coco Industri Y

Page 54: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

78

4.4.5 Jenis Dan Jumlah Limbah Yang Dihasilkan

Dalam melakukan proses produksi pembuatan nata de coco industri Y

menghasilkan dua jenis limbah, yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair

dihasilkan dari tahapan proses pencucian, sisa cairan fermentasi, pensortiran,

dan pengepressan. Sedangkan limbah padat yaitu berupa ampas kotoran kelapa

dari proses penyaringan, nata de coco tidak sempurna (reject), sisa kulit ari, sisa

potongan nata, dan kertas koran. Berikut merupakan Tabel 4.22 yang

menunjukkan jumlah limbah cair pada industri Y:

Tabel 4.23. Limbah Cair Industri Nata de coco Y

Proses Pengukuran

Kapasitas

Produksi

Kebutuhan

Air Volume

Liter Liter Liter/hari

Pencucian

Nampan

1 2500 1085 941

2 2000 748 638

3 2800 1375 1260

Rata-Rata 1069 946

Proses Pengukuran

Kapasitas

Produksi

Kebutuhan

Air Volume

Liter Liter Liter/hari

Pensortiran

1 2500 937 777

2 2000 656 520

3 2800 1105 971

Rata-Rata 900 756

Proses Pengukuran Kapasitas Produksi Volume

Liter Liter/hari

Fermentasi

1 2500 189

2 2000 126

3 2800 221

Rata-Rata 179

Proses Pengukuran Kapasitas Produksi Volume

Liter Liter/hari

Pengepressan

1 2500 1115

2 2000 892

3 2800 1247

Rata-Rata 1085

Page 55: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

79

0

500

1000

1500

1 2

Perbandingan Jumlah Kebutuhan Air Dan Debit Limbah Industri Y

Series1 Series2

Dari tabel 4.22 dapat kita lihat bahwa kebutuhan air bersih untuk

mencuci nampan yaitu sebesar 1.069 liter dan menghasikan air limbah

pencucian sebesar 946 liter. Sedangkan pada proses pensortiran membutuhan air

bersih yaitu sebesar 900 liter dan menghasikan air limbah sebesar 756 liter.

Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung Losses atau unaccounted water

selama proses pencucian nampan dan pensortiran, kehilangan air yang terjadi

dikarenakan karena tata cara pekerja yang tidak teratur dalam bekerja, dan

adanya air yang tercecer di lantai saat proses pencucian dan pensortiran. Berikut

perhitungan kehilangan air dengan cara:

[

]

[

]

[

]

[

]

Pada Gambar 4.39 dibawah ini menunjukkan grafik perbandingan

antara jumlah kebutuhan air dengan debit limbah cair yang dihasilkan dari

proses pencucian nampan, dan pensortiran.

Pencucian Nampan Pensortiran

Kebutuhan Air Debit Limbah

Gambar 4.39. Perbandingan Kebutuhan Air Dan Debit Limbah Industri Y

Page 56: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

80

Berikut merupakan arah aliran air bersih dan air limbah pada industri Y pada Gambar 4.40 dibawah ini:

Gambar 4.40. Arah Aliran Air Bersih Dan Air Limbah Pada Industri Y

Page 57: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

81

Limbah padat yang dihasilkan dari industri nata de coco Y rata rata yaitu

sebesar 360 kg/hari dimana limbah ini langsung di buang ke TPA, saat ini belum

ada upaya pemanfaatan limbah padat yang dihasilkan pada industri Y. Berikut

merupakan Tabel 4.23 yang menunjukkan jumlah limbah padat pada industri Y:

Tabel 4.24. Limbah Padat Industri Nata de coco Y

No Proses Pengukuran

Kapasitas

Produksi Limbah Padat

Liter Kg

1

Pemanenan

1 2500 185

2 2 2000 148

3 3 2800 207

Rata-Rata 180

No Proses Pengukuran

Kapasitas

Produksi Limbah Padat

Liter Kg

1 Pembersihan

Kulit Ari

1 2500 86

2 2 2000 69

3 3 2800 97

Rata-Rata 84

No Proses Pengukuran

Kapasitas

Produksi Limbah Padat

Liter Kg

1 Penipisan

dan

Pemotongan

1 2500 83

2 2 2000 66

3 3 2800 93

Rata-Rata 81

No Proses Pengukuran

Kapasitas

Produksi Limbah Padat

Liter Kg

1

Pensortiran

1 2500 15

2 2 2000 12

3 3 2800 17

Rata-Rata 15

Page 58: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

82

4.4.6 Produksi Bersih Yang Telah Dilakukan

Dalam proses produksi industri Y belum banyak melakukan usaha untuk

minimisasi limbah cair yang dihasilkan, namun ada beberapa usaha yang telah

dilakukan yaitu:

1. Penjualan Limbah Sisa Kertas Koran kepada Pihak Ketiga

Limbah padat (kertas koran) yang dihasilkan dari proses fermentasi

dipisahkan dan dikumpulkan dalam tempat khusus dan dijual kepada

pihak ketiga. Sisa kertas koran yang dihasilkan sebanyak 18 Kg setiap

harinya. Limbah kertas tidak dibuang begitu saja, melainkan dijual

kembali kepada pihak ketiga ketika, yang dapat menambah pendapatan

Industri Y, sehingga kegiatan ini merupakan salah satu manfaat tindakan

produksi bersih.

2. Pemanfaatan Limbah Cair Menjadi Pupuk

Limbah cair yang dihasilkan dari proses penyortiran dan pengepressan

ditampung di dalam tangki dengan kapasitas 2000 liter. Air limbah yang

telah terkumpul tersebut dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk

dijadikan pupuk cair. Pupuk ini mereka gunakan untuk menyuburkan

tanaman padi yang terdapat disekitar industri tersebut.

3. Penghematan Penggunaan Listrik

Energi listrik merupakan salah satu energi yang digunakan dalam suatu

industri. Industri nata de coco Y telah melakukan penghematan energi

listrik dengan cara mengganti lampu TL menjadi lampu LED. Peralatan

listrik di industri nata de coco Y juga digunakan sesuai dengan

kebutuhan.

Page 59: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

83

4.3.7 Identifikasi Permasalahan Pada Kegiatan Produksi

Dalam proses produksi nata de coco terdapat berbagai permasalahan

yang dilihat dari aspek keseluruhan produksi yang mencakup bahan baku,

teknologi, proses produksi, tata laksana, produk dan limbah. Permasalahan pada

aspek bahan baku air kelapa di industri Y yaitu diamana tempat penampungan

bahan baku air kelapa tidak disimpan pada ruangan tertutup dan terpapar sinar

matahari, sehingga meningkatkan risiko kerusakan bahan selama penyimpanan.

Permasalahan aspek proses produksi yaitu kondisi ruangan fermentasi belum

optimum, dan produk gagal disebabkan karena terjadinya kontaminasi jamur

akibat proses fermentasi yang kurang higienis. Selain itu, timbulan limbah sisa

potongan nata pada mesin pemotong tidak langsung dibersihkan akan

menambah beban kerja mesin.

Permasalahan aspek tata laksana yaitu larutan air kelapa dibawa

menggunakan ember penampungan sehingga tercecer atau tumpah di lantai

produksi, sedangkan penuangan larutan air kelapa panas menggunakan gelas

ukur yang berpotensi tumpah dan mengenai tangan pekerja. Permasalahan pada

limbah padat yang dihasilan yaitu sebanyak 360 kg yang dibuang langsung ke

TPA, banyaknya limbah kulit nata yang terbentuk karena kurang kontrol pada

saat pembersihan dan penggunaan pisau yang tajam meningkatkan jumlah

limbah karena adanya lapisan nata ikut terbuang. Berikut Tabel 4.24 merupakan

tabel identifikasi masalah pada kegiatan industri Y sebagai berikut:

Tabel 4.25. Identifikasi Masalah Pada Kegiatan Industri Y

No Aspek Proses Permasalahan Dampak

1 Bahan

Baku

Penyimpanan

Bahan Baku

Penyimpanan bahan baku

tidak diruang tertutup,

sehingga meningkatkan

risiko kerusakan air

kelapa selama

penyimpanan.

Dapat

mengakibatkan

kerusakan dan

penurunan

kualitas air

kelapa.

Page 60: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

84

No Aspek Proses Permasalahan Dampak

2 Teknologi Perebusan

Terbentuknya abu dan

arang akibat pembakaran

kayu bakar.

Dapat

menyebabkan

polusi udara,

berisiko terpapar

asap karbon

dioksida yang

berbahaya

terhadap

kesehatan.

3 Proses

Produksi

Penipisan

dan

Pemotongan

Timbulan limbah sisa

potongan nata pada

mesin pemotong tidak

langsung dibersihkan

akan menambah beban

kerja mesin.

Dapat menambah

beban kerja

mesin, sehingga

meningkatkan

resiko nata yang

potongannya

tidak sesuai

Fermentasi

Kondisi ruangan

fermentasi belum

optimum.

Meningkatkan

resiko nata reject

karena pada

proses produksi

belum dilakukan

dengan optimal.

4 Tata

Laksana Penuangan

Larutan air kelapa

dibawa menggunakan

ember penampungan

sehingga tercecer atau

tumpah di lantai produksi

Banyaknya

timbulan limbah

cair yang

dihasilkan.

5 Produk - - -

6 Limbah

Fermentasi Limbah cair belum ada

upaya pemanfaatan. Apabila limbah

tersebut tidak

tidak ditangani

menimbulkan

bau yang dapat

mengganggu

lingkungan

sekitarnya dan

pencemaran air.

Pemanenan

Limbah nata reject

belum ada upaya

minimisasi dan

pemanfaatan.

Pencucian

Nampan

Limbah cair belum ada

upaya pemanfaatan.

Penipisan

dan

Pemotongan

Limbah sisa pemotongan

belum ada upaya

pemanfaatan.

Page 61: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

85

4.5 Alternatif Produksi Bersih Yang Ditawarkan

Melalui kajian literatur yang telah dilakukan, maka di dapat alternatif

penerapan produksi bersih yang ditawarkan untuk meminimisasi limbah cair dan

permasalahan yang ada pada kedua industri nata de coco tersebut. Peluang yang

ditawarkan pada setiap proses produksi, akan dibuat dalam kriteria penilaian

untuk mengevaluasi alternatif yang diberikan sudah sesuai untuk diterapkan di

industri nata de coco tersebut atau tidak. Berikut Tabel 4.25 merupakan alternatif

minimisasi limbah yang ditawarkan pada industri nata de coco sebagai berikut:

Page 62: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

86

Tabel 4.26. Alternatif Minimisasi Yang Ditawarkan Pada Industri Nata de coco

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

1 Penyaringan

Air Kelapa Elimination

Penyaringan kotoran saat

bahan baku air kelapa masuk

dalam penampungan

sehingga dapat mengurangi

risiko kerusakan bahan

selama penyimpanan.

Melaksanakan material

handling yang baik dalam

penyimpanan bahan.

(Hakimi et

al., 2006)

Penerapannya

mudah, hanya

perlu pemantauan

saat proses

penyaringan. Dari

segi biaya tidak

diperlukan

penambahan biaya

yang besar.

Membutuhkan

waktu yang

lebih lama saat

proses

penyimpanan

bahan baku air

kelapa.

***

2 Pencampuran Rethink

Penetapan prosedur

operasional standard (SOP)

penggunaan bahan (Gula

Pasir, Asam Cuka,

Amonium sulfat) pada

proses pencampuran. Dan

serta menerapkan prinsip

bahan yang masuk duluan

yang harus dipakai untuk

meminimalisir kerusakan

bahan.

(Ariyanti et

al., 2014)

Penerapannya

mudah, tidak

terjadi inefisiensi

pada bahan baku.

Dengan good

management

practice ini maka

risiko kerusakan

bahan juga

berkurang.

Perusahaan

membutuhkan

biaya untuk

mengirimkan

beberapa

karyawan untuk

ikut pelatihan

Good

Manufacturing

Product (GMP)

***

Page 63: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

87

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

3 Fermentasi Rethink

Menjaga kebersihan dan

kelembaban ruang produksi

terutama ruangan fermentasi

dengan pengendalian suhu

ruangan pada kisaran suhu

28oC sampai 32

oC.

Pemisahan ruangan

fermentasi dengan proses

pembuatan nata yang lain

dilakukan agar menjaga

suhu ruangan fermentasi,

Ruangan fermentasi

diharapkan mempunyai

ventilasi yang baik sehingga

aliran udara dalam ruangan

optimum untuk memenuhi

kebutuhan oksigen bakteri

nata.

(Luthfi,

2018)

(Kholifah,

2010)

Secara teknis

langkah ini relatif

mudah untuk

dilaksanakan,

dengan

menerapkan salah

satu good

management

practice ini maka

risiko kerusakan

pada hasil

fermentasi nata

de coco juga

berkurang.

Industri

membutuhkan

sistem baru,

membutuhkan

biaya untuk

mengirimkan

beberapa

karyawan untuk

ikut pelatihan

Good

Manufacturing

Product (GMP)

***

Page 64: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

88

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

4

Perebusan,

Pencampuran,

dan

Penuangan

Reduce

Menghindari terjadinya

tumpahan / ceceran bahan –

bahan pembuat nata de

coco, memperbaiki efisiensi

proses penuangan dengan

memberikan pengarahan dan

pelatihan pada karyawan di

bagian produksi.

(Luthfi,

2018)

Tidak terjadi

bahan baku, serta

area produksi bisa

lebih bersih, rapi

dan terorganisir.

Perusahaan

harus

mengirimkan

beberapa

karyawan untuk

ikut pelatihan

Good

Manufacturing

Product (GMP).

***

5 Fermentasi Reuse

Pemanfaatan kembali sisa

cairan fermentasi untuk

dibuat starter/ bibit baru.

Kumpulkan semua sisa

cairan fermentasi dalam

dandang, kemudian direbus

kembali, dimasukkan

kedalam botol, didinginkan,

lalu tambahkan biakan

murni, setelah itu dilakukan

pemeraman selama satu

minggu, maka starter (bibit)

sudah dapat digunakan.

(Ariyanti et

al., 2014)

Pengolahan

tidak

membutuhkan

biaya

Dapat

meminimisasi

jumlah limbah

cair yang

dihasilkan.

Dapat

mengurangi

pencemaran

akibat limbah

sisa fermentasi.

Industri

membutuhkan

sistem baru,

langkah ini sulit

untuk dilakukan

karena

membutuhkan

ketelitian dalam

prosesnya.

***

Page 65: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

89

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

6 Fermentasi Reuse

Limbah cair hasil fermentasi

nata de coco ternyata masih

dapat dimanfaatkan

sebagai bahan baku

pembuatan nata de coco,

dengan menambahkan

sumber gula, protein, dan

mineral saja karena di

dalam limbah cair tersebut

mengandung bakteri

Acetobacter xylinum.

(Kurniawati

&

Karyantina,

2014)

Dapat

mengurangi

bahan baku air

kelapa, dan

meminimisasi

jumlah limbah

cair yang akan

dihasilkan.

Secara teknis

langkah ini sulit

untuk dilakukan

karena

membutuhkan

ketelitian dalam

prosesnya yang

nantinya akan

mempengaruhi

produk.

**

Page 66: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

90

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

7 Pencucian

Nampan Reuse

Air masih dapat digunakan

untuk proses pencucian

berikutnya dengan

menyediakan penampungan

air untuk proses pencucian

yang dilengkapi filter

sederhana untuk memfilter

kotoran maupun padatan.

(Hakimi et

al., 2006)

Dapat

mengurangi

biaya dan

kebutuhan air

bersih sebanyak

50% dan dapat

mengurangi

junlah limbah

cair yang

dihasilkan.

Industri harus

menyiapkan

anggaran dan

membuat

tempat khusus

untuk

menampung air

limbah yang

akan di

recycle.

***

8 Pencucian

Nampan Reduce

Menghindari terjadinya

pemborosan penggunaan air

dengan menutup kebocoran

selang air serta penggunaan

spray di ujung selang untuk

mengurangi debit air yang

keluar.

(Ariyanti et

al., 2014)

Dapat

mengurangi

biaya dan

kebutuhan air

bersih sebanyak

8% dan dapat

mengurangi

junlah limbah

cair yang

dihasilkan.

Perusahaan

membutuhkan

biaya investasi

awal untuk

membeli alat

ini

***

Page 67: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

91

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

9

Pencucian

Nampan, dan

Pensortiran

Recycle &

Reuse

Membuat satu instalasi

pengolahan air limbah

(IPAL) yang terletak di

industri sehingga dapat

meminimisasi jumlah air

yang digunakan karena air

hasil pengolahan dapat

digunakan ulang dalam

proses.

(Rifqi,

2018)

Terdapat

sumber air

bersih baru

yang bisa

digunakan

untuk proses

produksi

Dapat

mengurangi

kebutuhan air

bersih

sebanyak 60%

- 65%

Dapat

meminimisasi

jumlah limbah

cair yang akan

dihasilkan.

Perusahaan

membutuhkan

biaya investasi

awal untuk

menciptakan

alat ini serta

harus

mempunyai

pekerja khusus

yang mengolah

bagian limbah.

***

Penggunaan kembali air

bekas pencucian dan

penyortiran untuk proses

berikutnya melalui

pembuatan bak penyaringan.

(Hakimi et

al., 2006)

Page 68: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

92

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

10 Pensortiran Recycle

Pembuatan pupuk cair.

Limbah ini mengandung

unsur hara makro dan mikro

yang sangat dibutuhkan oleh

tanaman. Limbah cair ini

dapat digunakan untuk

tujuan pemupukan langsung

pada tanah, composting,

akuakultur, atau bahkan

pakan ternak.

(Zaitun,

2004)

Penerapannya

mudah

dilaksanakan

dengan biaya

investasi yang

rendah, mampu

mengurangi

limbah cair yang

akan dihasilkan.

Perusahaan

harus

mempunyai

pekerja khusus

yang mengolah

bagian limbah.

***

11 Perebusan Recycle

Pemanfaatan abu boiler dan

sisa serat kayu bakar sebagai

pupuk kompos. Pengomposan membutuhkan

bahan berupa abu boiler, serat

sisa kayu, daun kering, EM-4

dan larutan gula merah.

Pengomposan dilakukan

secara aerobik, yaitu di lahan

terbuka dan membutuhkan

oksigen.

(Rifqi,

2018)

Penerapannya

mudah

dilaksanakan

dengan biaya

investasi yang

rendah, penerapan

alternatif ini

mampu

mengurangi

limbah padat

berupa abu boiler

dan sisa serat

kayu.

Perusahaan

harus

mempunyai

pekerja khusus

yang mengolah

bagian limbah

***

Page 69: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

93

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

12

Pemotongan,

dan

Pensortiran

Recovery

Pemanfaatan sisa potongan

nata untuk dijadikan

minuman jelly drink.

Sisa potongan nata direbus

hingga hilang baunya dan

bersih (berwarna putih),

kemudian diblender sampai

halus. Hasil blenderan ini

direbus kembali dengan air,

ditambahkan gula dan

flavour. Kemudian dikemas

dalam kemasan gelas

plastik.

(Ariyanti et

al., 2014)

Secara teknis

langkahini relatif

mudah untuk

dilaksanakan,

penerapan

alternatif ini

mampu

mengurangi

limbah padat dan

industri dapat

memiliki

keuntungan

karena

menerapkan

alternatif ini.

Dibutuhkan

biaya investasi

yang besar

untuk mengolah

limbah menjadi

minuman jelly

drink.

Perusahaan

harus

mempunyai

pekerja khusus

yang mengolah

bagian limbah.

**

Page 70: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

94

No Tahapan

Proses

Alternatif

Minimisasi Rincian Minimisasi Referensi

Pertimbangan Compatibility

(kesesuaian)

Keuntungan Kerugian

13

Pemanenan,

Pembersihan

Kulit, dan

Penipisan

Recycle

Pembuatan energi alternatif

(gas bio) secara anaerobik

dari limbah pembersihan

kulit dan potongan nata

reject. Pembuatan gas bio

yang dihasilkan dari

limbahn padat nata de coco

dapat dimanfaatkan sebagai

bahan bakar pada proses

perebusan nata de coco.

Untuk pembuatan pupuk,

semua limbah dikumpulkan

dalam satu wadah, lalu

campur dengan kapur tohor

(100 kg hasil panen yang

gagal dicampur dengan 10

kg kapur tohor). Fungsi

kapur tohor adalah untuk

menetralkan pH bahan

pupuk. Setelah tercampur

rata, biarkan selama 2

jam, pupuk tersebut sudah

siap digunakan.

(Luthfi,

2018)

(Zaitun,

2004)

Secara teknis

langkah ini relatif

mudah untuk

dilaksanakan dan

penerapan

alternatif ini

mampu

mengurangi

limbah padat

Perusahaan

harus

mempunyai

pekerja khusus

yang mengolah

bagian limbah.

Kualitas api

yang dihasilkan

masih kurang

baik karena

kandungan

metana dalam

gas bio yang

dihasilkan

masih belum

dapat

mencukupi

untuk

dimanfaatkan

untuk memasak

***

Page 71: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

95

4.6 Alternatif Minimisasi Limbah Yang Direkomendasikan

Berdasarkan alternatif yang telah ditawarkan sebelumnya, maka dapat

dipilih alternatif yang dapat diterapkan dengan kriteria dimana alternatif

minimisasi limbah tersebut cocok dan dapat diterapkan, dan tidak memiliki

kerugian yang dapat ditimbulkan, dan memiliki biaya yang terjangkau. Berikut

merupakan tabel kriteria untuk menentukan compatibility (kesesuaian) alternatif

peluang miminisasi limbah:

Tabel 4.27. Skoring Compatibility (Kesesuaian) Alternatif Peluang

Minimisasi Limbah Industri Nata de coco

Alternatif minimisasi limbah didasarkan pada hasil kajian dan tinjauan

lapangan berupa kemungkinan peningkatan efisiensi dan produktivitas,

pencegahan dan pengurangan limbah dari sumbernya. Mengidentifikasi dan

membuat prioritas pilihan untuk mengurangi peluang pencemaran (Rifqi, 2018).

Pembuatan evaluasi peluang minimasi limbah yang digunakan berdasarkan

analisis kelayakan teknis, ekonomi dan lingkungan terhadap pilihan produksi

bersih yang direkomendasikan. Aspek teknis ditinjau dari kelemahan, kemudahan,

kemungkinan penerapan dan kesesuaian dengan kondisi industri nata de coco.

Semakin mudah dilaksanakan alternatif yang direkomendasikan semakin besar

peluang industri untuk melaksanakannya. Aspek lingkungan dilihat dari dampak

Skor Keterangan

*

Alternatif minimisasi limbah dapat diterapkan dan memiliki

keuntungan, namun membutuhkan biaya yang tinggi serta

teknologi belum siap untuk diterapkan.

**

Alternatif minimisasi limbah dapat diterapkan dan tidak

memiliki masalah terhadap biaya, namum memiliki keuntungan

yang lebih sedikit.

*** Alternatif minimisasi limbah cocok dan dapat diterapkan, dan

tidak memiliki kerugian yang dapat ditimbulkan.

Page 72: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

96

yang ditimbulkan terhadap lingkungan dari alternatif penerapan minimisasi

limbah yang direkomendasikan. Aspek finansial untuk memperkirakan biaya

penghematan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan minimisasi

limbah.

Berdasarkan kriteria dan aspek kelayakan tersebut maka didapatkan

alternatif minimisasi limbah yang direkomendasikan pada industri nata de coco

adalah:

1. Pencegahan (Elimination) dengan cara melakukan penyaringan kotoran

pada air kelapa sebelum masuk ke dalam wadah penampungan. Tujuannya

yaitu dapat mengurangi resiko kerusakan bahan air kelapa selama

penyimpanan. Penyimpanan bahan pada tempat yang terlindungi sehingga

terhindar dari risiko kerusakan bahan seperti terkontaminasi jamur, terkena

debu sehingga kotor atau lembab (Hakimi, 2014).

2. Pengurangan (Reduce) dengan membuat standar operasi proses produksi

untuk mengontrol jalannya proses produksi nata de coco sehingga

meminimalisir terjadinya terjadinya pemborosan penggunaan air, bahan

baku, serta area produksi bisa lebih bersih, rapi dan terorganisir.

3. Pemanfaatan kembali (Reuse) air limbah sisa cairan fermentasi untuk

dibuat starter/ bibit baru. Dengan cara semua sisa cairan fermentasi dalam

dandang, kemudian direbus kembali, dimasukkan kedalam botol,

didinginkan, lalu tambahkan biakan murni, setelah itu dilakukan

pemeraman selama satu minggu, maka starter (bibit) sudah dapat

digunakan.

4. Daur ulang (Recycle) air limbah dari proses pencucian nampan, dan

pensortiran dengan menggunakan bak penyaringan sederhana. Dari segi

lingkungan terjadi pengurangan potensi pencemaran perairan akibat

limbah cair. Volume air yang dibuang ke lingkungan berkurang banyak

sehingga memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan secara

teknis relatif mudah untuk dilaksanakan.

Bahan pengisi bak penyaring secara berurutan berupa batu bata, kerikil,

arang kelapa, batu zeolite, ijuk, dan pasir (Hakimi et al., 2006). Dalam

Page 73: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

97

referensi disebutkan bahwa penghematan yang air dapat dicapai adalah

65%. Pada Tabel 4.27 merupakan perbandingan kebutuhan air bersih

sebelum dan setelah teknik ini diterapkan.

Tabel 4.28. Perbandingan Kebutuhan Air Sebelum dan Setelah

Recycle

Proses

Kapasitas

Produksi

Sebelum

Recycle

Penghematan

Sesudah

Recycle

Kebutuhan Air

Bersih

Kebutuhan

Air Bersih

Liter Liter Liter

Pencucian

Nampan

1.800 533 65%

187

2.433 1069 374

Proses

Kapasitas

Produksi

Sebelum

Recycle

Penghematan

Sesudah

Recycle

Kebutuhan Air

Bersih

Kebutuhan

Air Bersih

Liter Liter Liter

Pensortiran 2.433 900 65% 315

Pada prosesnya air merembes dan melewati media filter sehingga akan

terakumulasi pada permukaan filter dan terkumpul sepanjang kedalaman

media yang dilewatinya. Filter juga mempunyai kemampuan untuk

memisahkan partikulat semua ukuran termasuk di dalamnya algae, virus,

dan koloid-koloid tanah. Proses penyaringan berlangsung secara gravitasi,

sangat lambat,dan simultan pada seluruh permukaan media (Jumadil,

2017).

5. Daur ulang (Recycle) limbah padat abu boiler dan sisa serat kayu bakar

sebagai pupuk kompos. Pengomposan membutuhkan bahan berupa abu

boiler, serat sisa kayu, daun kering, EM-4 dan larutan gula merah.

Pengomposan dilakukan secara aerobik, yaitu di lahan terbuka dan

membutuhkan oksigen. Semua bahan dicampur hingga tercampur merata,

Page 74: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

98

lalu ditambahkan EM-4 sebanyak 0,5%, diaduk dan dilakukan pengecekan

pH dan suhu setiap hari (Rifqi, 2018).

6. Daur ulang (Recycle) limbah padat nata reject, kulit nata, dan kotoran dari

pengaringan air kelapa menjadi pupuk dan biogas. Dampak negatif

terhadap lingkungan akibat limbah kulit nata dapat diminimasi dengan

mengolah limbah kulit nata menjadi pupuk menggunakan kapur tohor

yang dicampuran secara merata sehingga pH bahan pupuk menjadi netral

(Zaitun, 2004).

7. Langkah perbaikan untuk meningkatkan efisiensi di tiap tahapan proses

produksi dan mengurangi timbulan NPO menuju industri nata de coco

lebih ramah lingkungan dilakukan dengan cara menerapkan tindakan

produksi bersih dan good house keeping (tata kelola yang baik).

Pelaksanaan produksi bersih menurunkan persentase keluaran bukan

produk (NPO) dari proses produksi nata de coco sebesar 6,95 % (Ariyanti

et al., 2014). Pada Tabel 4.28 merupakan perbandingan volume limbah

yang dihasilkan sebelum dan setelah teknik ini diterapkan.

Tabel 4.29. Perbandingan Volume Limbah Yang Dihasilkan Sebelum

Dan Setelah Penerapan Good House Keeping

Proses

Kapasitas

Produksi

Volume

Limbah

Sebelum Pengurangan

Volume

Limbah

Sesudah

Liter Liter Liter

Pencampuran 1.800

8,86

6,95%

8,24

Penuangan 8,82 8,20

Pencampuran 2.433

12,01 11,17

Penuangan 11,95 11,11

8. Pengurangan (Reduce) air pencucian nampan dengan menggunakan alat

spray di ujung selang untuk mengurangi debit air yang keluar.

Penggunaana alat ini dapat menghemat penggunaan air sebanyak 8%

(Ariyanti et al., 2014). Pada Tabel 4.29 merupakan perbandingan jumlah

air bersih yang dibutuhkan sebelum dan setelah teknik ini diterapkan.

Page 75: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri

99

Tabel 4.30. Perbandingan Jumlah Air Yang Dibutuhkan Sebelum Dan

Setelah Penerapan Alat Spray

Proses

Kapasitas

Produksi

Kebutuhan

Air

Sebelum Pengurangan

Kebutuhan

Air

Sesudah

Liter Liter Liter

Pencucian

Nampan 1.800 533

8%

490

Pencucian

Nampan 2.433 1069 981