bab iv hasil dan analisis - · pdf filekecepatan angin 5 m/s, nilai hsig di titik a 0,28, di...
TRANSCRIPT
26
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1 Uji Sensitifitas
Sensitifitas parameter diuji dengan melakukan pemodelan pada domain C
selama rentang waktu 3 hari dan menggunakan 3 titik sampel di pesisir. (Tabel
4.1 dan Gambar 4.1).
Tabel 4.1 Daftar Koordinat Titik Sampel Uji Sensitifitas
Titik Lintang ( o LS) Bujur (
o BT)
A 6,05836 106,9829
B 5,94568 106,9918
C 5,91495 107,0895
Gambar 4.1 Sebaran Titik Sampel Uji Sensitifitas
27
Hasil pemodelan untuk uji sensitifitas berupa grafik sensitifitas yaitu nilai Hsig
terhadap waktu sebagai berikut:
a. Resolusi Grid
Grafik sensitifitas pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4
menunjukkan bahwa nilai Hsig hasil pemodelan pada ketiga jumlah grid
tidak jauh berbeda baik di titik A, B, maupun C. Di titik A nilai Hsig sekitar
0,27 m, titik B antara 0,19-0,21 m, sedangkan pada titik C nilai Hsig masih
berkisar di 0,26 m. Jadi, parameter jumlah grid tidak banyak berpengaruh
dalam penghitungan hasil pemodelan gelombang.
Parameter jumlah grid memberikan pengaruh terhadap lamanya waktu
pemodelan. Dengan menggunakan resolusi grid 159x259 m, waktu
pemodelan adalah 19 menit, resolusi grid 79.5x129.5 m selama 8 menit, dan
dengan resolusi grid 318x518 m pemodelan berlangsung 76 menit. Jadi,
semakin rapat grid, maka waktu pemodelan akan semakin lama.
Gambar 4.2 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Resolusi Grid di Titik A
28
b. Kecepatan Angin
Dapat dilihat pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, dan Gambar 4.7 bahwa
pemodelan dengan parameter kecepatan angin yang berbeda pada ketiga titik
sampel menghasilkan nilai Hsig yang berbeda. Dengan menggunakan
kecepatan angin 5 m/s, nilai Hsig di titik A 0,28, di titik B 0,2 m, dan titik C
Gambar 4.3 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Resolusi Grid di Titik B
Gambar 4.4 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Resolusi Grid di Titik C
29
0,26 m. Saat kecepatan angin 2,5 m/s, nilai Hsig di titik A 0,09 m, titik B
0,05 m, dan titik C 0,09 m. Sedangkan dengan nilai kecepatan angin 10 m/s,
nilai Hsig di titik A mencapai 0,62 m, titik B 0,45 m, dan titik C 0,62 m.
Hal ini menunjukkan parameter kecepatan angin sangat berpengaruh pada
penghitungan nilai Hsig pemodelan gelombang. Semakin cepat angin
bertiup, maka gelombang akan semakin tinggi.
Gambar 4.5 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Kecepatan Angin di Titik A
Gambar 4.6 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Kecepatan Angin di Titik B
30
c. Langkah Waktu
Dari pemodelan terhadap ketiga titik sampel (Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan
Gambar 4.10) dengan menggunakan langkah waktu berbeda menghasilkan
nilai Hsig yang relatif sama. Di titik A, nilai Hsig sekitar 0,27 m, di titik B
berkisar 0,19 m, dan di titik C nilai Hsig yaitu ± 0,26 m. Dapat dilihat bahwa
parameter langkah waktu tidak memberikan pengaruh yang signifikan dalam
pemodelan gelombang.
Namun dalam pengerjaannya, langkah waktu 1 jam berlangsung 19 menit,
sedangkan langkah waktu 0,5 jam selama 37 menit, dan dengan langkah
waktu 2 jam pemodelan selesai dalam 15 menit. Jadi, parameter ini
berpengaruh terhadap waktu yang digunakan untuk berlangsungnya
pemodelan. Dengan langkah waktu yang semakin singkat, maka waktu
pemodelan akan semakin lama.
Gambar 4.7 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Kecepatan Angin di Titik C
31
Gambar 4.8 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Langkah Waktu di Titik A
Gambar 4.9 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Langkah Waktu di Titik B
Gambar 4.10 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Langkah Waktu di Titik C
32
d. Komponen Fisik
Pada Gambar 4.11, Gambar 4.12, dan Gambar 4.13 terlihat bahwa nilai Hsig
yang dihasilkan berbeda sesuai komponen fisik yang digunakan. Dengan
menggunakan KOMEN, Hsig yang dihasilkan pada titik A sekitar 0,26 m,
titik B 0,19 m, dan titik C 0,26 m. Dengan WESTHUYSEN, dihasilkan Hsig
0,27 m di titik A, 0,2 m di titik B, dan 0,27 m di titik C. Sedangkan untuk
JANSSEN, nilai Hsig jauh lebih tinggi, yakni 1 m di titik A, 0,8 m di titik B,
dan 1,07 m di titik C. Selain itu, dengan jumlah iterasi yang sama, akurasi
penghitungan menggunakan KOMEN adalah 98%, sedangkan
WESTHUYSEN dan JANSSEN hanya menghasilkan akurasi ± 50%. Hal ini
menunjukkan pemilihan parameter komponen fisik sangat berpengaruh
terhadap hasil pemodelan.
Gambar 4.11 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Komponen Fisik di Titik A
Gambar 4.12 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Komponen Fisi di Titik B
33
4.2 Model Gelombang Dua Musim Angin
Dari hasil uji sensitifitas, didapatkan kondisi-kondisi parameter yang sesuai
untuk proses pemodelan berikutnya. Resolusi grid yang digunakan yaitu
159x259 m, langkah waktu pemodelan tiap 1 jam, dan komponen fisik
menggunakan KOMEN. Sedangkan untuk kecepatan angin bergantung pada data
angin dari parameter masukan.
Selanjutnya, dilakukan pemodelan gelombang untuk masing-masing musim
angin di Indonesia. Angin Musim Timur diwakili oleh data angin bulan Juli
2011 dan untuk Angin Musim Barat digunakan data bulan Januari 2012 dengan
hasil sebagai berikut:
a. Angin Musim Timur
Gelombang yang terjadi di domain C pada musim ini relatif kecil dengan
arah datang dari timur dan tenggara. Nilai maksimum Hsig terjadi pada 31
Juli 2011 pukul 08.00 yaitu 0,68 m. Sedangkan periode maksimum 6,72
detik terjadi pada 31 Juli 2011 pukul 01.00. Sampel model gelombang dapat
dilihat pada Gambar 4.14.
Dari grafik Hsig di pesisir (Gambar 4.15) menunjukkan gelombang yang
tidak tinggi. Nilai Hsig tertinggi terjadi pada titik pengamatan 11 hanya
mencapai 0,51 m pada akhir bulan Juli.
Gambar 4.13 Grafik Sensitifitas untuk Parameter Komponen Fisik di Titik C
34
b. Angin Musim Barat
Pada musim ini, di domain C gelombang datang dari arah barat laut dan
relatif tidak terlalu tinggi. Hsig mencapai maksimum pada 26 Januari 2012
pukul 13.00 dengan nilai mencapai 0,63 m. Sedangkan periode gelombang
maksimum terjadi tanggal 9 Januari 2012 pukul 05.00 dengan nilai 5,56
detik. Sampel hasil pemodelan dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.14 Grafik Hsig Angin Musim Timur di Titik Pengamatan
Gambar 4.15 Model Gelombang Angin Musim Timur
35
Gelombang yang merambat di pesisir pun fenomenanya tidak jauh berbeda.
Nilai Hsig tertinggi yaitu 0,6 m di titik 10 terjadi pada 26 Januari 2012.
Grafik keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.16 Model Gelombang Angin Musim Barat
Gambar 4.17 Grafik Hsig Angin Musim Barat di Titik Pengamatan
36
4.3 Bangunan Pelindung Pantai
Dari hasil pengambilan sampel di daerah studi, didapatkan hasil seperti pada
Tabel 4.2. Sebagian besar sedimen di Muara Gembong memiliki d50 dalam
rentang ± 80-185 mikron yang termasuk golongan pasir halus dan pasir sangat
halus. Jadi untuk data sedimen diasumsikan seragam sepanjang pantai yaitu
berupa pasir.
Tabel 4.2 Daftar Nilai d50 di Titik Pengambilan Sampel Sedimen
Titik Nilai d50 (mikron) Jenis Sedimen
A 136,85 Pasir halus
B 84,51 Pasir sangat halus
C 121,57 Pasir halus
D 182,31 Pasir halus
E 87,80 Pasir sangat halus
F 108,97 Pasir sangat halus
G 153,72 Pasir halus
H 136,85 Pasir halus
I 84,51 Pasir sangat halus
J 88,44 Pasir sangat halus
Berdasarkan hasil pemodelan, gelombang daerah pesisir Muara Gembong
mempunyai tinggi kurang dari 1 m, sehingga bisa dikategorikan kecil. Terlebih
pada saat Angin Musim Timur, daerah pantai barat dapat dikatakan sangat aman
karena gelombang yang terjadi kecil, hanya sekitar 0,3 m. Dapat dikatakan area
ini sebagai daerah bayangan (shadow zone). Jadi, data yang akan digunakan
dalam penentuan lokasi gelombang pecah adalah model Angin Musim Barat
dimana gelombang di pesisir bernilai relatif seragam.
Setelah dilakukan pemodelan untuk lokasi energi gelombang yang hilang karena
gelombang pecah, didapatkan garis gelombang pecah tersebar di daerah sangat
dekat pantai (Gambar 4.18). Selain itu, arah gelombang yang datang
membentuk sudut terhadap pantai sehingga menimbulkan potensi kerusakan
37
pantai. Oleh karena itu, bangunan pelindung pantai yang sesuai untuk pesisir
Muara Gembong adalah revetment dan groin (Gambar 4.19 dan 4.20).
Sebaiknya penempatan bangunan ini di daerah 1, 2, dan 3 pada Gambar 4.18.
Revetmen berfungsi untuk mengurangi abrasi dan menahan energi gelombang
yang datang dengan membentuk sudut terhadap pantai. Sedangkan groin
berguna dalam menahan transpor sedimen sepanjang pantai sehingga bisa
mengurangi abrasi yang terjadi. Selain itu, groin juga berfungsi menahan
masuknya transpor sedimen ke pelabuhan atau muara sungai.Untuk daerah
dekat tanjung (daerah 2 dan 3 pada Gambar 4.18) disarankan menggunakan
revetmen di garis pantai, dengan konstruksi yang tahan terhadap tinggi
gelombang ekstrimnya. Sedangkan untuk daerah teluk (daerah 1 dan daerah
Gambar 4.18 Garis Gelombang Pecah dan Lokasi Bangunan Pelindung Pantai
38
antara 2 dan 3 pada Gambar 4.18), disarankan menggunakan groin tegak lurus
pantai, dimana struktur ini berfungsi sebagai penghambat arus sejajar pantai dan
menangkap sedimen. Sehingga panjang groin dipersyaratkan mulai dari garis
pantai sampai menembus garis gelombang pecah.
Gambar 4.19 Revetment (Triatmodjo, 2012 dan Damara, 2007)
Gambar 4.20 Groin (Triatmodjo, 2012 dan oceanica.cofc.edu)