bab i,ii,iii,vi,vi fix
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 22
ayat 3 mengatakan bahwa Penyehatan Air meliputi pengamanan dan
penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan hidup manusia. Upaya
penyehatan air bertujuan untuk menjamin tersedianya air minum ataupun air
bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Untuk
menjamin tersedianya kualitas air yang memenuhi persyaratan, berbagai
upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat, seperti
pembangunan dan perbaikan sarana air bersih/air minum, Upaya pengawasan
kualitas air dan penyuluhan–penyuluhan mengenai hubungan kesehatan
dengan tersedianya air yang memenuhi persyaratan kesehatan (anonim, 1992).
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan manusia dan semua
makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh manusia dan makhluk hiduplainnya. Air
merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat (Sutrisno, 2006). Pengelolaan sumber daya air sangat penting agar
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang
diinginkan. Salah satu langkahnya yaitu melalui pemantauan dan interpretasi
data kualitas air yang mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi (Effendi,
2003).
1
Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran
akan kesehatan lingkungan, maka semakin meningkat pula kebutuhan air
bersih. Akan tetapi, peningkatan kebutuhan air bersih tersebut tidak
diimbangi dengan peningkatan ketersediaan air bersih. Ketersediaan air bersih
cenderung menurun, terutama kualitas air dari suatu sistem instalasi
pengolahan air yang semakin hari semakin memburuk (Amir, 2004).
Untuk meningkatkan kualitas air maka perlu dilakukan pengujian
terhadap kualitas air. Pengujian sampel air dilakukan dengan menggunakan
beberapa parameter yaitu Parameter fisika, kimia, dan biologi. Parameter
kimia meliputi zat organik, anorganik, dan radioaktif. Zat anorganik dapat
garam-garam, meneral dan logam. Zat anorganik berupa logam seperti
kromium, kadmium, tembaga, perak, selenium, timbal dan lain sebagainya.
kromium merupakan logam berat yang berpotensi menyebabkan
pencemaran air. Pencemaran krom dapat di sebabkan dari limbah industri
pelapisan logam, industri cat dan industri penyamakan kulit. Krom di perairan
terdapat Tiga bentuk yaitu krom divalen (II), krom trivalen (Cr III ) dan krom
heksavalen (Cr VI) (Vogel,1990). Tingkat toksisitas Cr(VI) sangat tinggi
sehingga bersifat racun terhadap semua organisme untuk konsentrasi > 0,05
ppm. Cr(VI) bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit
manusia. Sementara itu, toksisitas Cr(III) jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan Cr(VI) (Widowati w, 2008).
2
Sehubungan dengan berbagai gangguan yang dapat ditimbulkan karena
kelebihan kadar krom dalam air, maka air yang dihasilkan dari proses
pengolahan harus memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan RI. Parameter yang di ukur dalam menentukan kualitas air
diantaranya yaitu penetapan kadar krom total. Pada PKL ini Parameter krom
total dilakukan dengan metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA).
B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan berdasarkan latar
belakang masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara analisis kadar Krom total dalam sampel air di
Laboratorium Fisika Kimia Air BBTKL-PP Yogyakarta ?
2. Berapa besar kadar Krom total dalam sampel air di Laboratorium Fisika
Kimia Air BBTKL-PP Yogyakarta dan bagaimana hubungannya dengan
standar persyaratan kualitas air yang telah ditetapkan oleh pemerintah ?
C. Batasan Masalah
1. Parameter analisis yang di bahas adalah penentuan krom total sampel air.
2. Instrument yang digunakan adalah Spektroskopi Serapan Atom.
3. Metode yang digunakan adalah metode kurva standar.
3
D. Tujuan PKL
1. Mengetahui cara analisis kadar Krom total dalam sampel air di
Laboratorium Fisika Kimia Air BBTKL-PP Yogyakarta.
2. Mengetahui besar kadar Krom total dalam sampel air di Laboratorium
Fisika Kimia Air BBTKL-PPM Yogyakarta dan hubungannya dengan
standar persyaratan kualitas air yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
E. Manfaat PKL
Laporan PKL ini diharapkan akan berguna bagi :
1. Mahasiswa
Mengetahui proses pemeriksaan uji parameter air di laboratorium Fisika
Kimia Air BBTKL-PP Yogyakarta. Khususnya pada analisis krom total
dengan metode Spektroskopi Sertapan Atom (SSA).
2. Lembaga
Sebagai bahan referensi tentang metode analisis Krom total dalam sampel
air minum dan air limbah yang selanjutnya dapat menjadi pedoman untuk
meningkatkan metode analisis yang lebih akurat.
3. Masyarakat
Menambah wawasan mengenai potensi pencemaran Kromium sehingga
dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap pencemaran lingkungan oleh
logam berat kromium.
4
BAB IIDISKRIPSI TEMPAT PRAKTEK KERJA LAPANGAN
A. Lokasi BBTKL-PP Yogyakarta
Kantor BBTKL-PP Yogyakarta terletak di Jalan Wonosari Km. 7
Wiyoro Lor, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.
B. Sejarah BBTKL-PP Yogyakarta
BBTKL-PP di Indonesia merupakan organisasi kesehatan lingkungan
yang telah dirintis sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, sekitar
tahun 1909, Dienst Voor de Volks Gezonddheid membentuk Technisch
Gezonddheid Werken untuk melakukan pembangunan penampung air dan
mengadakan pengawasan kualitas produksi air minum.
Pada tahun 1920, Dienst Voor de Volks Gezonddheid kembali
mendirikan Drink Water di Manggarai, Jakarta yang dipimpin langsung oleh
Prof. Ir. C.P. Mom. Drink Water ini bertugas melakukan pengujian dan
pengolahan air sungai. Namun, pada tanggal 1 Januari 1935, Drink Water
dipindahkan ke Bandung dan namanya diganti menjadi Laboratorium Voor
Technisch Hydne and Drink Water Voorzeining. Nama ini tetap digunakan
hingga zaman pendudukan Jepang.
Setelah bangsa Indonesia merdeka, laboratorium ini banyak
mengalami perubahan hingga menjadi BBTKL-PP Yogyakarta. Kronologi
perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
5
1. Pada tahun 1945, nama laboratorium Voor Technisch Hydne and Drink
Water Voorzeining diganti dengan menjadi Laboratorium Kesehatan
Teknik (LKT) yang dipimpin oleh Kahar.
2. Pada bulan Mei 1946, LKT dipindahkan ke Yogyakarta karena ibu kota
Negara Republik Indonesia dipindahkan ke kota tersebut. Pada tahun
yang sama, didirikan pula LKT di Bandung dan beberapa kota yang lain di
Indonesia.
3. Pada tahun 1978, seluruh LKT di Indonesia diubah menjadi Laboratorium
Kesehatan Lingkungan (LKL) berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 143/MENKES/SK/IV/1978.
4. Pada tahun 1989, seluruh LKL di Indonesia diubah menjadi Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan (BTKL) sebagai Unit Pelaksana Teknis Bidang
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Nomor 426/MENKES/SK/VI/89.
5. Pada tahun 2003, kantor BTKL Yogyakarta dipindahkan dari Jalan
Polowijan No. 11, Daerah Istimewa Yogyakarta ke Jalan Wiyoro Lor,
Baturetno, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Kantor ini ditempati hingga
sekarang.
6. Pada tahun 2004, status BTKL Yogyakarta ditingkatkan menjadi BBTKL-
PPM berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, Nomor 266/MENKES/SK/III/2004, tentang Kriteria Klasifikasi
6
Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pemberantasan Penyakit Menular.
7. Pada tanggal 22 November 2011, BBTKL-PPM berubah menjadi Balai
Besar Teknik Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit (BBTKL-PP)
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
2349/Menkes/PER/XI/2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Bidang Teknis Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit.
C. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi BBTKL-PP Yogyakarta
BBTKL PP, BBTKL PP Kelas I, BBTKL PP Kelas II adalah Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di
bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
BBTKL PP mempunyai tugas melaksanakan: surveilans epidemiologi,
kajian dan penapisan teknologi, laboratorium rujukan, kendali mutu, kalibrasi,
pendidikan dan pelatihan, pengembangan metode dan teknologi tepat guna,
kewaspadaan dini dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) di bidang
pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, BBTKL-PP memiliki fungsi:
1. Pelaksanaan surveilans epidemiologi.
2. Pelaksanaan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL).
3. Pelaksanaan laboratorium rujukan.
4. Pelaksanaan pengembangan model dan teknologi tepat guna.
7
5. Pelaksanaan uji kendali mutu dan kalibrasi.
6. Pelaksanaan penilaian dan respon cepat, kewaspadaan dini,
penanggulangan KLB, wabah, dan bencana.
7. Pelaksanaan surveilans faktor risiko penyakit tidak menular
8. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
9. Pelaksanaan kajian dan pengembangan teknologi Pengendalian penyakit,
kesehatan lingkungan, dan kesehatan matra.
10.Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan BBTKL-PP.
D. Susunan Organisasi BBTKL-PP Yogyakarta
BBTKL-PPM dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh beberapa
satuan organisasi, antara lain:
1. Bagian Tata Usaha
Bagian tata usaha Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
program dan laporan, urusan keuangan, kepegawaian dan umum. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, bagian tata usaha menyelenggarakan fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan program dan pelaporan.
b. Pelaksanaan urusan keuangan, kepegawaian dan umum.
Bagian Tata Usaha dibagi menjadi 2 subbagian, antara lain:
a. Subbagian Program dan Laporan yang bertugas melakukan penyiapan
bahan, penyusunan program, dan evaluasi laporan serta informasi.
b. Subbagian Umum Mempunyai tugas melakukan keuangan, kepegawaian,
urusan tata usaha, perlengkapan dan kepegawaian.
8
2. Bidang Surveilans Epidemiologi
Bidang surveilans epidemiologi mempunyai tugas melaksanakan
perencanaan dan evaluasi di bidang surveilans epidemiologi penyakit
menular dan penyakit tidak menular, advokasi dan fasilitasi kesiapsiagaan
dan penanggulangan KLB, kajian dan diseminasi informasi kesehatan
lingkungan, kesehatan matra, kemitraan dan jejaring kerja, serta pendidikan
dan pelatihan bidang surveilans epidemiologi. Untuk melaksanakan
tugasnya Bidang Surveilans Epidemologi menyelenggarakan fungsi:
a. Pelaksanaan perencanaan dan evaluasi surveilans epidemiologi
penyakit menular dan penyakit tidak menular.
b. Pelaksanaan advokasi, fasilitasi KLB , wabah dan bencana.
c. Pelaksanaan kajian dan diseminasi informasi kesehatan lingkungan,
kesehatan matra dan Pengendalian penyakit menular.
d. Pelaksanaan kemitraan dan jejaring kerja bidang surveilans
epidemiologi.
e. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bidang surveilans epidemiologi.
Bidang Surveinlans Epidemiologi dibagi menjadi 2 seksi, antara lain:
a. Seksi Advokasi Kejadian Luar Biasa mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan
advokasi, dan fasilitasi kejadian luar biasa serta wabah dan bencana.
b. Seksi Pengkajian dan Diseminasi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perencanaan, evaluasi dan koordinasi kajian,
9
pengembangan dan diseminasi informasi serta pendidikan dan pelatihan
bidang surveilans epidemiologi.
3. Bidang Pengembangan Teknologi dan Laboratorium
Bidang Pengembangan Teknologi dan Laboratorium mempunyai
tugas melaksanakan perencanaan dan evaluasi pengembangan dan
penapisan teknologi dan laboratorium, kemitraan dan jejaring kerja
kesehatan lingkungan, kesehatan matra, serta pendidikan dan pelatihan
bidang pengembangan teknologi dan laboratorium pengendalian penyakit,
kesehatan lingkungan dan kesehatan matra.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Bidang Pengembangan
Teknologi dan Laboratorium menyelenggarakan fungsi:
a. Pengembangan dan penapisan teknologi Pengendalian penyakit dan
kesehatan lingkungan serta kesehatan matra.
b. Pengembangan laboratorium pemberantasan penyakit menular dan
kesehatan lingkungan serta kesehatan matra.
c. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan dibidang pengembangan
teknologi dan laboratorium.
d. Pendidikan dan pelatihan dibidang pengembangan teknologi dan
laboratorium bidang Pengendalian penyakit, kesehatan lingkungan serta
kesehatan matra.
10
Bidang Pengembangan Teknologi dan Laboratorium dibagi menjadi 2
seksi, antara lain:
a. Seksi Teknologi Pengendalian Penyakit yang bertugas melakukan
penyiapan bahan perencanaan, evaluasi, koordinasi pelaksaaan
pengembangan dan penapisan teknologi pengendalian penyakit.
b. Seksi Teknologi Laboratorium yang bertugas melakukan penyiapan
bahan perencanaan, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan
pengembangan teknologi laboratorium.
4. Bidang Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
Bidang Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan dan evaluasi pelaksanaan analisis dampak
kesehatan lingkungan fisik dan kimia serta dampak lingkungan biologi,
pendidikan dan pelatihan di bidang pengendalian penyakit, kesehatan
lingkungan dan kesehatan matra .
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Bidang Analisis Dampak
Kesehatan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Analisis dampak lingkungan fisik dan kimia.
b. Analisis dampak lingkungan biologi.
c. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan dibidang analisis dampak
kesehatan lingkungan.
d. Pendidikan dan pelatihan dibidang analisis dampak kesehatan
lingkungan.
11
Bidang Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan dibagi menjadi 2 seksi,
antara lain:
a. Seksi Lingkungan Fisik dan Kimia yang bertugas melakukan penyiapan
bahan perencanaan, evaluasi, dan koordinasi pelaksaaan analisis
dampak kesehatan lingkungan fisik dan kimia dibidang Pengendalian
penyakit, kesehatan lingkungan, dan kesehatan matra.
b. Seksi Lingkungan Biologi yang bertugas melakukan penyiapan bahan
perencanaan, evaluasi, dan koordinasi pelaksaaan analisis dampak
kesehatan lingkungan biologi dibidang Pengendalian penyakit
menular,kesehatan lingkungan, dan kesehatan matra.
5. Instalasi
Instalasi merupakan fasilitas penunjang penyelenggaraan pelayanan
laboratorium klinik dan laboratorium kesehatan mesyarakat serta
penunjang administrasi. Instalasi dipimpin oleh kepala sebagai jabatan non
struktural yang mempunyai tugas mengoordinasikan dan
bertanggungjawab pada penyelenggaraan kegiatan dan fasilitas pelayanan
pada instalasi. Jenis Instalasi disesuaikan dengan kebutuhan dan
pengembangan pelayana. Jumlah dan jenis instalasi ditetapkan oleh Kepala
BBTKLPP/ BTKLPP Kelas I/ BTKL PP Kelas II setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
12
Bagian instalasi di lingkungan BBTKL-PP Yogyakarta meliputi
beberapa laboratorium yang telah berfungsi, antara lain:
a. Laboratorium Fisika Kimia Air
Laboratorium fisika kimia air mempunyai tugas mengambil, menerima,
dan menangani serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen
kesehatan lingkungan di bidang fisika dan kimia air.
b. Laboratorium Fisika Kimia Gas dan Radiasi
Laboratorium fisika kimia gas dan radiasi mempunyai tugas menerima,
menangani, serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen
kesehatan lingkungan berupa zat pencemar gas, udara bebas (ambient),
kebisingan, getaran, bahan-bahan radiasi, amenitas, serta mengolah dan
memberikan pelayanan teknik pemecahan masalah di bidang tersebut.
c. Laboratorium Biologi Lingkungan
Laboratorium Biologi Lingkungan mempunyai tugas mengambil,
menangani, serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen
kesehatan lingkungan berupa bakteri, helminton, dan algae.
d. Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3
Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3 mempunyai tugas
mengambil dan menangani serta melaksanakan pemeriksaan dan
analisis spesimen kesehatan lingkungan berupa zat padat, bahan
berbahaya dan beracun (B3). Selain itu, laboratorium fisika kimia
padatan dan B3 mempunyai tugas mengolah dan memberikan
pelayanan teknik dan pemecahan masalah di bidang tersebut.
13
e. Laboratorium Biomarker
Laboratorium Biomarker mempunyai tugas mengambil dan menangani
serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen kesehatan
lingkungan bidang biomarker.
f. Laboratorium Virologi
Laboratorium Virologi mempunyai tugas mengambil dan menangani
serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen kesehatan
lingkungan berupa virus.
g. Laboratorium Imunoserologi
Laboratorium imunoserologi mempunyai tugas mengambil dan
menangani serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen
kesehatan lingkungan bidang imunoserologi.
h. Laboratorium Parasitologi
Laboratorium Parasitologi mempunyai tugas mengambil dan
menangani serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen
kesehatan lingkungan bidang parasit.
i. Laboratorium Mikrobiologi Klinis
Laboratorium Mikrobiologi Klinis mempunyai tugas mengambil dan
menangani serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen
kesehatan lingkungan bidang mikrobiologi.
j. Laboratorium Entomologi dan Pengendalian Vektor
Laboratorium Entomologi dan Pengendalian Vektor mempunyai tugas
mengambil dan menangani serta melaksanakan pemeriksaan dan
14
analisis specimen kesehatan lingkungan bidang entomologi dan
pengendalian vektor.
k. Laboratorium Pengajian dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna
Laboratorium Pengajian dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna
mempunyai tugas mengambil dan menangani serta melaksanakan
pemeriksaan dan analisis spesimen kesehatan lingkungan dan bahan
penunjang lain dalam rangka pengajian teknologi yang sesuai serta
penerapan model skala laboratorium.
l. Laboratorium Pengendalian Mutu Pemeriksaan dan Kalibrasi Peralatan
Laboratorium Pengendalian Mutu Pemeriksaan dan Kalibrasi Peralatan
mempunyai tugas melakukan pengawasan mutu pemeriksaan
laboratorium di lingkungan BBTKL berupa pengujian, pembuatan
larutan uji, pengajian metode pemeriksaan, dan kalibrasi alat
pemeriksaan.
6. Kelompok Jabatan Fungsional
Di lingkungan BBTKLPP/BTKLPP Kelas I/BTKL PP Kelas II
dapat ditetapkan jabatan fungsional tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan
Fungsional terdiri dari sejumlah Tenaga Fungsional yang terbagi atas
berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya.
Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasikan oleh
seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Balai.
15
Struktur organisasi BBTKL-PP secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 2. Pejabat BBTKL-PP Yogyakarta berdasarkan struktur organisasi
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Nama Pejabat BBTKL-PP Yogyakarta
Jabatan Nama
1. Kepala BBTKL-PPM YogyakartaDrs. H. Maryadi Broto Suwandi,
M.Kes.
2. Kepala Bagian Tata UsahaEddy Suwandi Saputra, S.T.,
M.Kes.
3. Kepala Bidang Surveinlans
EpidemiologiWawan Hermawan,ST,M.Kes.
4. Kepala Bidang Pengembangan
Teknologi dan LaboratoriumDra.Setyalastuti, M.Si.
5. Kepala Bidang Analisis Dampak
Kesehatan LingkunganIr.Hartiningsih, MS.
6. Kepala Subbagian Program dan
LaporanSiswati Elyna Tarigan, S.KM
7. Kepala Subbagian Umum Drs.Prayudi Afianto
8. Kepala Seksi Advokasi Kejadian
Luar BiasaDian Trikoriati, S.T., S.KM
9. Kepala Seksi Pengkajian dan
Diseminasi
Sayekti Udi Utama, S.KM.,
M.Kes.
10. Kepala Seksi Teknologi
Pemberantasan Penyakit MenularEdy Handayanto, AMd.KL
11. Kepala Seksi Teknologi
LaboratoriumIndah Nur Haeni, S.Si., M.Sc.
12. Kepala Seksi Lingkungan Fisika
dan KimiaFeri Astuti, ST, MPH.
13. Kepala Seksi Lingkungan Biologi Drs. Hendratno
16
E. Tata Kerja BBTKL-PP Yogyakarta
Dalam melaksanakan tugas Kepala BBTKLPP/BTKL PP Kelas
I/BTKLPP Kelas II, Kepala Bagian/Bidang, Kepala Sub bagian/Seksi,
Kepala Instalasi dan Kelompok Jabatan Fungsional wajib menerapkan
prinsip koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi baik dalam lingkungan
masing-masing maupun dengan instansi lain diluar Balai besar dan Balai
sesuai dengan tugas masing-masing
Pelaksanaan tugas setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan
BBTKL-PPM dibantu oleh kepala satuan organisasi di bawahnya. Setiap
pimpinan satuan organisasi tersebut wajib mengawasi serta bertanggung
jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahan masing-masing.
Apabila terjadi penyimpangan, maka akan diambil langkah-langkah yang
diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi
petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing serta
menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya. Setiap laporan yang
diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahan diolah dan
dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk
memberikan petunjuk kepada bawahan.
17
F. Profil dan Keunggulan Laboratorium Fisika Kimia Air BBTKL-PP
Yogyakarta
Laboratorium Fisika Kimia Air BBTKL-PP Yogyakarta
merupakan laboratorium terbesar di lingkungan BBTKL-PP Yogyakarta
yang telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional
(KAN) pada tanggal 28 Januari 2005 dengan No. LP-251-IDN dan dari
Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL).
Laboratorium ini mempunyai tugas mengambil, menerima, dan menangani
serta melaksanakan pemeriksaan dan analisis spesimen kesehatan
lingkungan di bidang fisika dan kimia air.
Kegiatan pemeriksaan dan analisis yang dilakukan di laboratorium
ini sebanyak 50 parameter yang meliputi:
1. Pemeriksaan dan analisis fisika air
Pemeriksaan dan analisis fisika air merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menentukan beberapa sifat fisika contoh uji air.
2. Pemeriksaan dan analisis kimia air
Pemeriksaan dan analisis kimia air merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menentukan beberapa sifat kimia contoh uji air.
Laboratorium Fisika Kimia Air BBTKL-PPM dipimpin oleh
seorang Manajer Teknik dan dibantu oleh beberapa pelaksana
laboratorium. Struktur organisasi laboratorium fisika kimia air dapat di
lihat pada lampiran.
18
Adapun personil Laboratorium Fisika Kimia Air BBTKL-PP Yogyakarta
sebagai berikut:
1. Rudi Priyanto, S.Si. : Deputi Manajer Teknik
2. Kristina Ery Faryanti, S.Si. : Penyelia Penguji
3. Marwinda Lestari, S.ST : Penyelia Penguji
4. Aslam Fahmiaji, A.md KL : Penyelia pengambil
5. Titin Umbarwati, Amd : Penyelia pengambil
6. Retna Widyastuti, Amd KL : Staf
7. Sri Handayani, Amd KL : Staf
8. Ika Purwanti, Amd KL : Staf
9. Ratna Murti Handayani , S.T : Staf
10. Saptiningsih : Staf
11. Siti Tsalist K, Amd AK : Staf
12. Rina Puspitasari, Amd : Staf
13. Fitri Nurhayati, Amd AK : Staf
19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. AIR
1. Sifat fisika Kimia Air
Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan O.
Molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan kovalen dengan dua
atom H. Di alam air ditemukan dalam bentuk padat, cair, dan gas. Pada
tekanan atmosfer pada tekanan atmosfer air berbentuk cair, pada suhu 00C
air berbentuk padat (es). Sebaliknya, air akan berubah menjadi gas pada
suhu 100˚C. Dalam keadaan normal (murni), air bersifat netral dan dapat
melarutkan berbagai jenis zat. (Rukaesih, 2004)
Air merupakan pelarut universal, sehingga air merupakan media
transport utama bagi zat-zat makanan dan produk buangan atau sampah
yang dihasilkan proses kehidupan. Walaupun penetapan standar air yang
bersih tidak mudah, namun terdapat kesepakatan bahwa air yang bersih
tidak ditetapkan pada kemurnian air, akan tetapi didasarkan pada keadaan
normalnya. Apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal maka hal
itu berarti air tersebut telah mengalami pencemaran. Air dari mata air di
pegunungan dan air hujan, Keduannya dapat dianggap sebagai air yang
bersih, namun senyawa atau mineral (unsur) yang terdapat didalamnya
berlainan. Air dikatakan tercemar apabila air tersebut telah menyimpang
dari keadaan normalnya.( Wardhana, 1995).
20
Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air
meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan
yang terus-menerus meningkat, dan kualitas air untuk keperluan hidup
yang semakin menurun akibat Kegiatan industri, kegiatan domestic, dan
kegiatan lainya. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan,
dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber
daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan serta
pemantauan sumber daya air secara seksama ( Sastrawijaya, 1991).
2. Sumber-sumber Air
Menurut Effendi (2003) sumber-sumber air meliputi :
a. Air Permukaan (Surface Water)
Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan (surface
water) dan air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang
berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air lainnya, yang
tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Perairan permukaan
diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu badan air
tergenang (standing waters atau jentik), meliputi danau, kolam, waduk,
rawa dan sebagainya, dan badan air mengalir (flowing waters atau
lotik) salah satunya yaitu sungai.
b. Air tanah
Air tanah (ground water) merupakan air yang berada di bawah
permukaan tanah. Karakteristik utama yang membedakan air tanah
dari air permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu
21
tinggal yang sangat lama mencapai puluhan bahkan ratusan tahun,
sehingga air tanah sulit pulih kembali apabila mengalami pencemaran.
Air tanah dapat berasal dari air hujan, baik melalui proses infiltrasi
secara langsung maupun secara tidak langsung dari air sungai, danau,
rawa, dan genangan air lainnya.
Saat ini masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air
meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan
yang terus-menerus meningkat, dan kualitas air untuk keperluan
domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, kegiatan
domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya
air, yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat
menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk
hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu,
diperlukan pengelolaan dan perlindungan serta pemantauan sumber
daya air secara seksama (Effendi, 2003).
3. Pencemaran Air
Definisi pencemaran air menurut Surat Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP-02/MENKLH/1988
Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke
dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau
oleh proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu
22
yang menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukkannya (pasal 1) (Rukaesih, 2004).
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 mengelompokkan
kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukkannya sebagai
berikut (Effendi, 2003):
a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air
minum.
c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
perikanan dan peternakan.
d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga
air.
4. Sumber Pencemaran Air
Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum
dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung
dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari
industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak
langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air
tanah atau atmosfir berupa hujan.
23
Pada dasarnya sumber pencemaran air bisa berasal dari industri,
rumah tangga (pemukiman) dan pertanian. Tanah dan air tanah yang
mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya pupuk dan pestisida.
Kontaminan dari atmosfir yang berasal dari aktifitas manusia yaitu
pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam.
5. Bahan Pencemar Air
Bahan pencemar air dapat diklasifikasikan sebagai bahan organik,
anorganik, radioaktif. Saat ini hampir 10 juta zat kimia telah dikenal
manusia dan hampir 100.000 zat kimia telah digunakan secara komersial.
Kebanyakan sisa zat kimia tersebut dibuang ke badan air atau air tanah
sebagai limbah industri, limbah rumah tangga, dan limbah pertanian.
Pestisida, deterjen, logam berat, PCPs (polychlorinated phenols), toksin
organik, minyak, dan nutrien adalah beberapa contoh bahan pencemar air.
Pestisida digunakan pada pertanian, kehutanan dan rumah tangga. Logam
berat banyak digunakan di industri-industri kimia. PCP ditemukan sebagai
bahan pengawet kayu dan deterjen digunakan secara luas sebagai zat
pembersih di rumah tangga (Sastrawijaya, 1991).
Meningkatnya kandungan toksin organik dan nutrien dapat
mengarah pada eutrofikasi. Sampah organik seperti air comberan (sewage)
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya
yang mengarah pada berkurangnya oksigen dan berdampak parah terhadap
seluruh ekosistem.
24
Pada dasarnya Bahan Pencemar Air dapat dikelompokkan menjadi:
1. Bahan pencemar organik, baik yang dapat mengalami penguraian
oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat mengalami
penguraian.
2. Bahan pencemar anorganik, dapat berupa logam-logam berat,
mineral (garam-garam anorganik seperti sulfat, fosfat, halogenida,
nitrat)
3. Bahan pencemar berupa zat radioaktif
B. Kromium
1. Sifat fisika dan kimia kromium
Kromium merupakan unsur logam yang berada pada golongan
VIB dengan nomor atom 24 dan berat molekul 51,996 g/mol. Krom
merupakan logam masif, berwarna putih perak, dan lunak jika dalam
keadaan murni dengan titik leleh kira-kira 1900 oC dan titik didih kira-
kira 2690 oC. Logam ini sangat tahan terhadap korosi, karena reaksinya
dengan udara menghasilkan lapisan Cr2O3 yang bersifat non-pori
sehingga mampu melindungi logam yang terlapisi dari reaksi lebih
lanjut. Dengan sifat logam yang tahan korosi, manfaat utama dari
logam kromium adalah untuk pelapis logam atau baja. Selain itu,
lapisan kromium juga menghasilkan warna yang mengkilat sehingga
logam ini memberikan manfaat sebagai alat dekoratif ( Sugiyarto,
K.H : 2010).
25
2. Senyawa kromium
Senyawa-senyawa kromium mempunyai cukup banyak manfaat.
Misalnya, kromium dioksida, CrO2, yang berwarna coklat gelap,
bersifat magnetik dan konduktor listrik yang tinggi, banyak digunakan
sebagai bahan pita rekaman. Kromium(III) oksida, Cr2O3, dan kromat,
PbCrO4, dapat digunakan sebagai bahan pewarna cat, dan gelas.
Dikromat, Na2Cr2O7, dapat digunakan sebagai oksidan dalam industri
kimia. Dalam proses penyamakan, kulit yang akan disamak dibasahi
dengan larutan dikromat, kemudian direduksi dengan gas SO2 sehingga
terbentuk kromi sulfat basa Cr(OH)SO4. Kolagen adalah jenis protein
utama dalam kulit, akan bereaksi membentuk senyawa kompleks kromi,
dan senyawa ini mengakibatkan kulit menjadi bersifat liat, lentur, dan
tahan terhadap kerusakan biologis ( Sugiyarto, K.H : 2010, hal. 251).
3. Pencemaran krom
Krom terdapat di alam dalam dua bentuk oksida, yaitu Cr (VI)
atau chromium hexavalent dan Cr(III) chromium trivalent. Krommiun
heksavalen mudah larut dalam air dan membentuk divalent oxyanion
yaitu kromat (CrO42-) dan dikromat (Cr2O7
2). Tingkat toksisitas Cr (VI)
sangat tinggi sehingga bersifat racun terhadap semua organisme untuk
konsentrasi > 0,05 ppm. Cr (VI) bersifat karsinogenik dan dapat
menyebabkan iritasi pada kulit manusia. Sementara itu, toksisitas
26
Cr(III) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Cr (VI) baik
paparan akut maupun kronis (Palar H, 1994).
Pemerintah menetapakan batas maksimum untuk
menanggulangi gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan.
Standar kualitas air bersih berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 kadar krom total maksimum yang
diperbolehkan yaitu 0,05 mg/liter (Anonim, 1990).
4. Metode Uji krom
Metode pengujian krom dapat dilakukan dengan metode flame
photometri, polarografi, spektrofotometri uv, analisis pengaktifan
neutron, GC-MS, dan Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Metode SSA
sangatlah spesifik analisis untuk unsur- unsur logam yang terdapat
dalam campuran karena memakai sumber radiasi yang bersal dari atom
yang akan di analisis atau dengan campuranya (alloy) dan anoda yang
terbuat dari tungsten. Selain itu SSA memiliki sensitivitas yang tinggi
(ppm-ppb), dapat membuat matrik sesuai standar, analisis cepat,
mudah, dan murah.
C. Spektroskopi Serapan Atom
A. Prinsip dasar SSA
Spektroskopi merupakan instrumen analisis yang digunakan
untuk mengukur energi secara selektif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan, dan diemisikan sebagai fungsi gelombang
(Khopkar, 1990). Metode spektrofotometri serapan atom didasarkan
27
pada interaksi antar energi radiasi elektromagnetik dengan atom unsur
yang dianalisis.
Penyerapan sinar oleh suatu atom dapat menyebabkan eksitasi
elektron pada atom dari tingkat energi dasar (ground state) ke tingkat
energi yang lebih tinggi (exited state). Penyerapan ini menyebabkan
terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan
intensitas sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat
dasar tersebut.
Dalam analisis SSA larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala
dan unsur-unsur didalam sampel diubah menjadi uap atom sihingga
nyala mengandung unsur – unsur atom yang di analisis. Beberapa atom
akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetepi kebanyakan atom tetap
tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar ( groun state). Atom-
atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber
radiasi yang terbuat dari unsur – unsur yang akan dianalisis atau campuranya (alloy).
Panjang gelombang yang dihasilkan sama dengan panjang gelombang yang di
absorbsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer.
yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui oleh sinar dan
konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variable ini sulit untuk ditentukan tetapi
panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding
langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel..
28
Hal ini dinyatakan dalam hukum Lambert-Beer (Sastrohamidjojo,
2001).
A = -Log T = a.b.c = ε. b. c
Keterangan: A = absorbansi
a = absorptivitas (jika c dinyatakan dalam ppm)
ε = absorptivitas molar (jika c dalam mol/L)
b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi larutan (ppm)
B. Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom dengan Nyala
Gambar 1 komponen utama Spektrofotometer Serapan Atom
1. Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya dipergunakan lampu katoda cekung
(hollow cathode lamp). Sumber ini menghasilkan garis resonansi yang
spesifik untuk tiap-tiap unsur. Lampu ini terdiri dari katoda yang
berbentuk silinder yang dilapisi oleh logam dari unsur yang dianalisa
dalam bentuk murni sedangkan anoda dipakai wolfram. Kedua
29
elektroda dimasukkan dalam tabung kaca dari silika yang diisi dengan
gas Ar, Ne, atau He dalam tekanan rendah. Untuk mempertajam
spectrum radiasi resonansi dan mengurangi terjadinya pelebaran garis
emisi, maka pada lampu katoda diberikan elektroda tambahan.
Elektroda tambahan ini adalah katoda yang dilapisi oleh unsur logam
yang mudah melepaskan elektron yang diperlukannya untuk
memborbardir katoda cekung.
2. Nyala
Nyala yang digunakan pada spektrofotometer serapan atom
harus mampu memberikan suhu > 2000 0K. Untuk mencapai suhu
setinggi ini biasanya digunakan gas pembakar dalam suatu gas
pengoksida (oksidan) seperti misalnya udara dan nitrogen oksida
(N2O).Gas pembakar yang umum digunakan adalah etana (C2H2),
hidrogen (H2) dan propana (C3H8). Berikut jenis gas pembakar
kecepatan alir, suhu, kecepatan pembakaran pada SSA :
Tabel 2. Jenis-jenis Gas Pembakar pada SSANyala Kecepatan Mengalir
(L/Menit)Suhu (K) Kecepatan
Pembakran
Gas Oksidator
Udara-Propana 0,3-0,45 8 2200 45
Udara-Asetilen 1,2-2,2 8 2450 160
Udara-Hidrogen 6 8 2300 320
N20-Propana 4 10 2900 250
N20-Asetilen 3,5-4,5 10 3200 285
N20-Hidrogen 10 10 2900 380
30
(Lajunen,Lauri H,J, 1991)
3. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk memisahkan garis-garis
spektrum lainnya yang mungkin menggangu sebelum pengukuran.
Sistem monokromator terdiri dari celah masuk (entrance slit), pemilih
panjang gelombang berupa prisma atau kisi-kisi difraksi.
4. Detektor
Alat detektor yang umum digunakan adalah tabung pelipat
ganda foton. Prinsip tabung ini adalah mengubah energi cahaya
menjadi sinyal listrik. Detektor yang biasa digunakan ialah tabung
pengganda foton (photomultiplier tube).
5. Amplifier
Frekuensi resonansi yang telah dipisahkan oleh monokromator
selanjutnya memasuki detector sehingga dihasilkan suatu sinyal ini
selanjutnya ditransmisikan melalui amplifier sebelum sampai
pencatat. Jadi fungsinya adalah memperkuat sinyal yang diterima dari
detector supaya dapat dibaca oleh pencatat.
Dalam analisis logam dengan menggunakan, system ini
sampel diatomisasi pada alat atomizer melalui nyala api dengan bahan
baker asetilen murni. Biasanya logam yang dianalisis dengan flame
SSA ini ialah Ca, Cd, Cu, Cr, Zn, Pb. Sedangkan untuk analisis Hg
dilakukan tanpa nyala tetapi larutan sampelnya direduksi lebih dahulu
dengan pencampuran dengan Stanum Klorida (SnCl2).
31
C. Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom
1. Gangguan Spektrum
Gangguan spectrum dalam Spektrofotometri Serapan Atom
timbul akibat terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi
garis resonansi unsur yang dianalisis dengan garis-garis yang
dipancarkan oleh unsur lain. Hal ini disebabkan karena rendahnya
resolusi monokromator. Adanya peristiwa absorpsi ( yang bukan
resonansi atom) dan penghamburan juga akan menghasilkan
kesalahan dalam pembacaan absorbansi. (Vogel,1994).
2. Gangguan Kimia
Gangguan kimia dapat disebabkan oleh pembentukan senyawa
refraktori. Pembentukan senyawa refraktori menyebabkan tidak
sempurnanya disosiasi zat yang dianalisis bila disemprotkan ke dalam
nyala. Biasanya gangguan kimia dapat diatasi dengan salah satu cara
berikut : Menggunakan nyala yang lebih tinggi suhunya,
Menambahkan unsur penyangga, mengestraksi unsur-unsur yang akan
dianalisis atau mengekstraksi unsur-unsur penggangu (Khopkar,
2002).
32
BAB IVMETODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN
a. Waktu Pelaksanaan PKL
Pemeriksaan parameter krom total dengan Spektrofotometer serapan
atom dilaksanakan pada tanggal 01 juni 2012.
b. Tempat Pelaksanan PKL
Pemeriksaan parameter krom total dilaksanakan di laboratorium
Fisika - Kimia Air BBTKL-PP Yogyakarta.
c. Metode Pelaksanaan PKL
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan parameter krom total ini
adalah metode uji dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom berdasarkan
buku petunjuk SNI 6989.17-2009.
d. Instrumen PKL
1. Alat
a. Seperangkat Spektrofotometer Serapan Atom
b. Gelas piala 250 mL
c. Pipet ukur 1 mL; 10 mL; 25 mL; labu ukur 100 mL
d. Corong gelas
e. Erlenmeyer 100 ml
f. Hot plate
33
g. Kertas saring whatman 40, dengan ukuran pori θ 0.42 μm
2. Bahan
a. Akuades ( air suling )
b. Akuabides
c. HNO3 pekat
d. larutan standar logam krom, Cr 1000 ppm
e. gas asetilen
e. Prosedur pelaksanaan PKL
1. Persiapan dan pengawetan contoh uji
Bila contoh uji tidak dapat segera dianalisa, maka contoh uji
diawetkan dengan penambahan HNO3 pekat sampai pH kurang dari 2
dengan waktu simpan maksimal 6 (enam) bulan.
2. Persiapan pengujian
2a. Persiapan contoh uji
a) Dimasukan 100 mL contoh uji yang sudah dikocok sampai
homogen kedalam gelas piala.
b) Tambahkan 5 mL HNO3 pekat.
c) Panaskan di pemanas listrik sampai larutan uji hampir
kering.
d) Ditambahkan 50 mL air suling, masukan ke dalam labu ukur
100 mL melalui kertas saring dan ditepatkan 100 mL dengan
air suling.
34
2b. Pembuatan larutan baku krom 1000 ppm
a) 192,3 mg CrO3 dimasukkan dalam labu ukur 1000 mL
b) Ditambahkan HNO3 10 mL
c) Diencerkan sampai tanda
2c. Pembuatan larutan baku logam krom, Cr 100 ppm
a) Pipet 10 mL larutan induk logam krom, Cr 1000 ppm ke
dalam labu ukur 100 mL.
b) Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda batas .
2d. Pembuatan larutan baku logam krom, Cr 10 ppm
a) Pipet 50 mL larutan standar logam krom, Cr 100 mg/L ke
dalam labu ukur 500 mL.
b) Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera.
2d. Pembuatan larutan kerja logam krom
a) Pipet 0 mL; 0,5 mL; 2 mL; 4 mL; 6 mL; 8 mL; 10 mL dan 12
mL larutan baku krom, Cr 10 mg/L masing-masing ke dalam
labu ukur 100 mL.
b) Tambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda sehingga
diperoleh konsentrasi logam krom 0,0 ppm; 0,05 ppm; 0,2
ppm; 0,4 ppm; 0,6 ppm; 0,8 mg/L ; 1 ppm dan 1,2 ppm.
35
2e. Prosedur dan pembuatan kurva kalibrasi
a) Optimalkan alat SSA sesuai petunjuk penggunaan alat.
b) Ukur masing-masing larutan kerja yang telah dibuat pada
panjang gelombang 357,9 nm.
c) Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis
regresi .
d) Lanjutkan dengan pengukuran contoh uji (sampel) yang sudah
dipersiapkan.
2f. Perhitungan
y : mx + c
Dimana :
y adalah absorbansi sampel
m adalah absortivitas (slope)
x adalah konsentrasi
36
BAB VPEMBAHASAN
Krom adalah unur mineral yang dibutuhkan organisme pada konsentrasi
yang kecil, dalam konsentrasi yang lebih besar dari 0,05 ppm akan
membahayakan organisme dalam tubuh karena dapat menghambat kinerja hormon
insulin yang dapat memetabolisme glukosa menjadi energi.
Air merupakan kebutuhan semua organisme, yang dapat menyehatkan.
Agar tercapainya kualitas air yang di inginkan maka perlu pengujian kualitas air.
Salah satunya adalah Uji kandungan logam krom.
Uji logam krom dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu flame
photometri, polarografi, spektrofotometri uv, analisis pengaktifan neutron, GC-
MS. Pada percobaan ini digunakan metode Spektroskopi Serapan Atom ( SSA)
sesuai dengan SNI 6989.17-2004 dimana metode ini sangat mudah dilakukan,
cepat dalam analisis, murah, dan sensitivitas tinggi.
Prinsip dasar SSA adalah adalah penyerapan energi oleh suatu atom
logam, sehingga atom yang menyerap akan mengalami eksitasi dan kembali
dalam keadaan dasar (ground state ) dengan memancarkan energi.
Prinsip kerja pada penentuan krom total adalah pembuatan kurva larutan
standar dan analisis sampel uji. Penentuan kurva larutan standar dilakukan dengan
membuat larutan standar 0 ppm, 0,05 ppm, 0,2 ppm, 0,4 ppm, 0,6 ppm, 0,8 ppm,
1 ppm, 1,2 ppm yang dibuat dari larutan standar 10ppm. Dimana larutan
standar10 ppm dibuat dari larutan standar 100ppm. Dan larutan standar 100 ppm
37
dibuat dari larutan standar 1000 ppm. Kemudian diukur absorbansi larutan standar
yang telah dibuat dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA) menggunakan
blanko aquabideS+ asam nitrat (HNO3). Kemudian dibuat kurva kalibrasi
hubungan konsentrasi larutan standar versus absorbansi. Berikut adalah hasil
absorbansi larutan standart dan kurva kalibrasi :
Tabel 3. Absorbansi Larutan StandarStandar(ppm) Absorbansi
0 0,000
0,05 0,0002
0,2 0,0007
0,4 0,00013
0,6 0,0021
0,8 0,0027
1 0,0034
1,2 0,0040
Gambar 2. Grafik Kurva Kalibrasi Larutan Standar
38
Dalam analisis sampel uji, larutan sampel diaspirasikan dalam nyala dan
unsur yang terdapat dalam sampel diubah menjadi uap atom sehinnga nyala
mengandung unsur yang akan dianalisis. Dalam nyala atom akan mengalami
eksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai
atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom dalam keadaan dasar akan
menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur yang
akan di analisis. Sumber radiasi berasal dari lampu katoda berongga yang silindris
terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau campurannya (alloy) dan anoda
terbuat dari tungsten.
Penyerapan radiasi oleh Atom mengakibatkan elektron mengalami
eksitasi dari keadaan dasar (ground state) ke tingkat energi yang lebih tinggi
(exited state). Radiasi yang dihasilkan sama dengan radiasi yang diabsorsi oleh
atom nyala dalam bentuk panjang gelombang. absorbansi ini mengikuti hukum
Lambert–Beer yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang
dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Namun kedua variable ini
sulit ditentukan akan tetapi panjang nyala dapat di buat konstan, sehingga
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasianalit dalam sampel larutan uji.
Kedaan eksitasi hanya terjadi dalam waktu yang singkat kemudian elektron akan
mengalami deeksitasi dalam keadaan dasar dengan memancarkan kembali radiasi
kemudian di tangkap oleh monokromator yang akan memisahkan spektru radiasi
sehingga diperoleh spektum yang sama. Selanjutnya spektrum akan ditangkap
oleh detektor dan diubah dalam bentuk sinyal listrik, sinyal di transmisikan
melalui amplifier dan diperkuat sebelum akan terekam oleh recorder. Metter akan
39
menerjemahkanya ke dalam bentuk data absorbansi. Hasil Analisi sampel uji
dilakukan pada beberapa sampel uji dan di peroleh sebagai berikut :
Table 4. Hasil Analisis Contoh UjiNo. uji Absorbansi Konsentrasi (ppm)
Blanko 0,000 0
5679 0,0011 0,3235
5667 0,000 0
5673 0,000 0
5606 0,0001 0,0294
5799 0,0000 0
4807 0,0007 0,2058
5678 0,0030 0,8823
5763 0,0036 1,0588
5679 0,0011 0,3235
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.416/Men.Kes/Per/IX/1990 kadar krom total maksimum dalam air bersih
adalah 0,05 ppm. Dari hasil yang diperoleh terdapat sampel uji yang memenuhi
standar baku air bersih yaitu sampel uji 5667, 5673, dan 5799 dan yang tidak
memenuhi standar baku mutu air bersih yaitu pada sampel uji 5679, 4807, 5678,
5763 dan 5763. Sampel yang memiliki kadar lebih dari 0,05 ppm dapat dikatakan
tidak memenuhi stndar kualitas air bersih. Untuk dapat digunakan sebagai air
bersih maka perlu penanganan lanjut agar efek toksik dapat diminimalisir.
40
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil PKL yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
metode uji kadar kromium total dapat dianalisis dengan Spektroskopi
Serapan Atom (SSA).
Pemerintah telah menetapakn peraturan bahwa kadar krom dalam
sampel air maksimal adalah 0,05 ppm berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.416/Men.Kes/Per/IX/1990 . Dari data
yang dihasilkan terdapat sampel yang belum memenuhi standar kualitas air
bersih yaitu sampel uji no 5679, 4807, 5678, dan 5763.
B. Saran
41
1. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pelaksanaan PKL harus benar-benar diperhatikan terutama pada saat
penentuan tempat dan pelaksanaan PKL agar sesuai dengan bidang
studi yang ditekuni, dan tidak mengganggu jadwal akademik kampus
serta tidak mempersulit mahasiswa dalam pengurusan surat-surat
permohonan PKL.
2. Balai Besar Teknik lingkungan dan Pencegahan Penyakit Yogyakarta,
Demi terwujudnya visi dan misi BBTKL-PP Yogyakarta perlu diadakan
kerja sama dengan pihak universitas dengan diupayakan adanya bentuk
sosialisasi akademik untuk mahasiswa terkait pentingnya ilmu
kesehatan lingkungan serta pengetahuan kimia tentang cara
pemeriksaan air.
3. Untuk Mahasiswa PKL
Dalam melaksannakan PKL mestinya harus sudah mengusai teknik
analisis baik konvensional maupun modern yang sangat bermanfaat
dalam kegiatan PKL dan dunia kerja kedepannya.
42