bab iiiiii - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/t1_262012002_bab...

16
BAB BAB BAB BAB II II II II KAJIAN KAJIAN KAJIAN KAJIAN PUSTAKA PUSTAKA PUSTAKA PUSTAKA 2.1 2.1 2.1 2.1 Kajian Kajian Kajian Kajian Teori Teori Teori Teori 2.1.1 2.1.1 2.1.1 2.1.1 Pengertian Pengertian Pengertian Pengertian Pendekatan Pendekatan Pendekatan Pendekatan Konstruktivisme Konstruktivisme Konstruktivisme Konstruktivisme Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar menurut teori belajar Piaget. Menurut Piaget manusia memiliki struktur kognitif yang berupa seperti skema, yaitu kotak-kotak informasi (skema) yang berbeda-beda. Setiap pengalaman akan dihubungkan dengan kotakkotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia (Nurhadi, 2004). Struktur kognitif seseorang berkembang melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi sebagai basil interaksi dengan lingkungan. Asimilasi adalah proses memajukan pengalaman baru secara langsung ke dalam kotak informasi yang sudah ada. Akomodasi adalah proses memasukkan pengalaman baru secara tidak langsung ke dalam kotak informasi yang sudah ada. Teori konstruktivisme diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstrultivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Graves (Slevin, 1994: 225) salah satu penganut konstruktivisme menyatakan bahwa sebagian besar dari apa yang dipelajari dan dipahami seseorang ditentukan oleh individu itu sendiri. Dalam pembelajaran siswa hares menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan- aturan tersebut tidak lagi sesuai. Guru tidak hanya memberikan konsep saja tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitas untuk membimbing siswa mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Piaget seorang anak belajar melalui tindakan yang dilakukannya seorang anak dapat memahami suatu konsep melalui pengalaman konkret.

Upload: dangdung

Post on 18-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

BABBABBABBAB IIIIIIII

KAJIANKAJIANKAJIANKAJIAN PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA

2.12.12.12.1 KajianKajianKajianKajian TeoriTeoriTeoriTeori

2.1.12.1.12.1.12.1.1 PengertianPengertianPengertianPengertian PendekatanPendekatanPendekatanPendekatan KonstruktivismeKonstruktivismeKonstruktivismeKonstruktivisme

Pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar

menurut teori belajar Piaget. Menurut Piaget manusia memiliki struktur kognitif

yang berupa seperti skema, yaitu kotak-kotak informasi (skema) yang

berbeda-beda. Setiap pengalaman akan dihubungkan dengan kotakkotak atau

struktur pengetahuan dalam otak manusia (Nurhadi, 2004). Struktur kognitif

seseorang berkembang melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi

sebagai basil interaksi dengan lingkungan. Asimilasi adalah proses

memajukan pengalaman baru secara langsung ke dalam kotak informasi yang

sudah ada. Akomodasi adalah proses memasukkan pengalaman baru secara

tidak langsung ke dalam kotak informasi yang sudah ada.

Teori konstruktivisme diartikan sebagai pembelajaran yang bersifat

generatif yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

Konstrultivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang

dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan

pengalaman demi pengalaman ini menyebabkan seseorang mempunyai

pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Graves (Slevin, 1994: 225) salah satu penganut konstruktivisme

menyatakan bahwa sebagian besar dari apa yang dipelajari dan dipahami

seseorang ditentukan oleh individu itu sendiri. Dalam pembelajaran siswa

hares menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi, mengecek

informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-

aturan tersebut tidak lagi sesuai. Guru tidak hanya memberikan konsep saja

tetapi memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun

pengetahuannya sendiri dalam proses pembelajaran. Guru berperan sebagai

fasilitas untuk membimbing siswa mencapai tujuan pembelajaran. Menurut

Piaget seorang anak belajar melalui tindakan yang dilakukannya seorang

anak dapat memahami suatu konsep melalui pengalaman konkret.

Page 2: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

2.1.22.1.22.1.22.1.2Ciri-ciriCiri-ciriCiri-ciriCiri-ciri ProsesProsesProsesProses BelajarBelajarBelajarBelajar YangYangYangYang MenerapkanMenerapkanMenerapkanMenerapkan KonstrusivismeKonstrusivismeKonstrusivismeKonstrusivisme

Ciri-ciri proses belajar yang menerapkan pendekatan Konstruksivisme

menurut para kontruktivis seperti yang dikemukakan oleh Paul

Suparno dalam (Indrawati,2010 : 11) adalah sebagai berikut

a. Belajar berarti membentuk makna

b. Konstruksi artinya adalah proses yang terus-menerus

c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan

lebih dari itu, yaitu pengembangan pemikiran dengan

membuat pemikiran baru

d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema

seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih

lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik

untuk memacu belajar.

e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik

dengan dunia fisik dan lingkungannya.

f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah

diketahui si pesrta didik (konsep, tujuan, motivasi) yang

mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

2.1.32.1.32.1.32.1.3KarakteristikKarakteristikKarakteristikKarakteristik PedekatanPedekatanPedekatanPedekatan konstruktivismekonstruktivismekonstruktivismekonstruktivisme

Karakteristik utama belajar untuk pendekatan konstruktivisme (Mustaji

dan Sugiarso, 2005) sebagai berikut:

1) Belajar adalah proses aktif dan terkontrol yang maknanya dikonstruksi

oleh masing-masing individu.

2) Belajar adalah aktivitas sosial yang ditemukan dalam kegiatan bersama

dan memiliki sudut pandang yang berbeda.

3) Belajar melekat dalam pembangunan suatu artifak yang dilakukan dengan

saling berbagi dan dikritik oleh teman sebaya.

2.1.42.1.42.1.42.1.4PrinsipPrinsipPrinsipPrinsip pendekatanpendekatanpendekatanpendekatan konstrutivismekonstrutivismekonstrutivismekonstrutivisme

Page 3: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

Adapun prinsip pendekatan konstruktivisme yang banyak digunakan

dalam pembelajaran IPA sebagai berikut (Hadi, 2005) :

1. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun

sosial.

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa.

3. Pengetahuan diperoleh siswa hanya dengan keaktifan sendiri.

4. Siswa terus aktif mengkonstruksi pengetahuannya sehingga konsep yang

dimilikinya menjadi semakin rinci, lengkap dan ilmiah.

5. Guru hanya menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi

belajar mulus.

Jean Piaget membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat

fase perkembangan (Mar’at, 2005) yaitu dapat dilihat dalam tabel berikut :

TahapTahapTahapTahap Usia/TahunUsia/TahunUsia/TahunUsia/Tahun GambaranGambaranGambaranGambaranSensorimotor 0 – 2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif

pada saat lahir sampai permulaan pemikiransimbolis. Bagi membangun suatupemahaman tentang dunia melaluipengkoordinasian pengalaman-pengalamansensor dengan tindakan fisik.

Operational 2 – 7 Anak mulai merepresentasikan dunia dengankata-kata dan gambar-gambar. Kata-katadan gambar-gambar ini menunjukkanadanya peningkatan pemikiran simbiosis danmelampaui hubungan informasi sensor dantindak fisik.

ConcreteOperational

7 – 11 Pada saat ini anak dapat berpikir secaralogis mengenai peristiwa-peristiwa yangkonkret dan mengklasifikasikan benda-bendake dalam bentuk-bentuk yang berbeda.

FormalOperational

11 – 15 Anak remaja berfikir dengan cara yang lebihabstrak dan logis – pemikiran lebih idealistik.

Berdasarkan tabel , teori Piaget sesuai dengan salah satu prinsip-

prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu berpusat

pada potensi, pengembangan kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan

lingkungannya. Anak usia SD masih memerlukan objek konkrit untuk belajar.

Page 4: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

Oleh karena itu, teori Piaget dapat dijadikan landasan pengembangan proses

pembelajaran IPA.

2.1.52.1.52.1.52.1.5Tahap-tahapTahap-tahapTahap-tahapTahap-tahap implementasiimplementasiimplementasiimplementasi pendekatanpendekatanpendekatanpendekatan konstruktivismekonstruktivismekonstruktivismekonstruktivisme

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruksivisme

tersebut, Tytler (1996 : 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan

dengan rancangan pembelajaran sebagai berikut :

(1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan

gagasannya dengan bahasa sendiri,

(2) Memberi ksempatan kepada siswa untuk berfikir tentang

pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,

(3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan

baru

(4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan

yang telah dimiliki siswa,

(5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan

mereka, dan

(6) Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pendekatan konstruktivisme adalah suatu pendekatan belajar yang bersifat

generatif yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.

Dimana dalam hal ini guru tidak hanya memberikan konsep saja tetapi

memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya

sendiri dalam proses pembelajaran.

2.1.62.1.62.1.62.1.6HasilHasilHasilHasil BelajarBelajarBelajarBelajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana : 2012 : 22).

Sedangkan menurut Howart Kingsley dalam Nana Sudjana membagi tiga

macam hasil belajar mengajar : keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan

dan pengarahan, sikap dan cita-cita. Sementara gagne mengemukakan

Page 5: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

dalam Agus Supriyono (2011 : 5-6) bahwa hasil belajar itu berupa : informasi

verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan

sikap.

Sama halnya yang dikemukakan oleg Gagne, Bloom juga

berpendapat dalam Agus Supriyono (2011 :7-8) bahwa hasil belajar

mencangkup : kemampuan Kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Domain kognitif meliputi knowledge (pengetahuan, ingatan),

comprehension (pemahaman, menjelaskan, contoh), application (penerapan),

analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sistesys

(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation

(menskor). Domain afektif meliputi receiving (sikap menerima), responding

(memberikan respon), valuing ( skor), organization (organisasi),

characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi intiatory, pre-

routin, dan routinized. Psikomotor juga termasuk keterampilan produktif,teknik,

fisik, sosial, manajerial dan intelektual.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa

setelah menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat

mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan

dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam

mencapai suatu tujuan pembelajaran. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh

dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan

sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka

pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran

akan selalu berupa angka-angka.

Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, diperlukan sebuah alat

ukur yang disebut instrumen. Dalam dunia pendidikan, instrumen yang sering

digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi,

panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Page 6: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

Dalam pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk

mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar.

Penilaian hsail belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Teknik

yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil

belajar yaitu :

1)Tes

Tes secara ssderhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan

yang harus dijawab, pertanyaan-pertanyaan yang harus

dpilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta

tes dengan tujuan mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan

dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator

pencapaian kompetensi (Endang Poerwanti,dkk :4-3). Tes adalah

serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan

untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan

atau bakat yang dimiliki oleh individu, sperti yang diungkapkan oleh

Ebster’s Collegiate dalam Arikunto,1995 (Endang Poerwanti,dkk 2008 :

4-4).

Jadi kesimpulan dari pengertian tes di atas adalah serngkaian alat

yang digunakan untuk mengukur kemampuan-kemampuan tertentu

peserta didik sesuai prosedur yang telah ditentukan.

Berikut ini adalah yang termasuk dalam teknik tes antara lain (Endang

Poerwanti,dkk : 2008) :

a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan

1) Tes Tertulis

Tes Tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik

dalam hal soal maupun jawabannya.

2) Tes Lisan

Pada tes lisan baik peartnyaan maupun jawaban (respon)

semuanya dalam bentuk lisan.

3) Tes Unjuk Kerja

Page 7: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu

sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa

kemampuan psikomotoriknya.

b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya

4) Tes Esei ( Essay-type test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa

mengorganisasi gagasan yang telah dipelajarinya

dengan cara mengemukakan dalam bentuk tulisan.

5) Tes Jawaban Pendek

Dalam tes ini peserta didik diminta menuangkan

jawabannya dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek,

kata-kata lepas maupun angka-angka.

6) Tes Objektf

Tes objektif adalah tes yang kseluruhan informasi yang

diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia, sehingga

sering disebut tes pilihan jawaban (selected response

test).

c. Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat

dibedakan menjadi :

(1) Tes Kemajuan Belajar

Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal tes

(pre-test) sebelum pembelajaran dan kondisi akhir tes

setelah pembelajaran (post-test). Tes ini juga disebut tes

perolehan.

(2) Tes Formatif

Tes ini adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk

mengetahui sejauh mana kemajuan belajar peserta didik

dalam suatu program pembelajaran tertentu, seperti tes

harian, ulangan harian.

(3) Tes Sumatif

Page 8: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

Istilah sumatif berasal dari kata sum yang artinya jumlah.

Dngan demikian tes sumatif adalah tes yang ditujukan

untuk mengetahui penguasaan pesrta didik terhadap

sekumpulan materi pembelajaran yang telah dipelajari

seperti Ujian Nasional, dan Ulangan Kenaikan Kelas.

2)Non Tes

Teknik non tes sangat penting dalam mengakses pesreta didik pada

ranah afektif dan psikomotorik. Ada beberapa macam teknik non tes

(Endang Poerwanti, 2008 :3.19), yaitu :

a. Obsevasi

Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil

belajar dapat dilakukan dilakukan secara formal yaitu observasi

yang menggunakan instrument yang sengaja dirancang untuk

mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar pesrta didik, maupu

observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa

menggunakan instrumen.

b. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam

yang diberikan secara lisan dan spontan tentang wawasan,

pandangan, atau aspek kepribadian peserta didik.

c. Angket

Teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi yang berupa

data deskriptif.

d. Analsa Sampel Kerja (Work Sample Analisys)

Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar

yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa

informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering

dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe pola dan lain sebagainya.

e. Analsis Tugas ( Task Analisys )

Page 9: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

Digunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas

dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya

berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.

f. Checklist dan Rating Scales

Dgunakan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi

terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang

dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang

digunakan.

g. Portofolio

Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta

didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui

minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.

h. Komposisi dan Presentasi

Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya

i. Proyek Individu dan Kelompok

Mengintregasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat

digunakan untuk individu dan kelompok.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa

yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi, presentasi, dan kerja

kelompok.

Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah

membuat kisi-kisi (test blue print atau table of specification) adalah

format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item

untuk bebagai topic berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan

jenjang kemampuan tertentu untuk pedoman menyusun atau menulis

soal menjadi perangkat tes. Perangkat tersebut didalamnya meliputi :

(4) Standar kompetensi dan kompetensi dasar

(5) Indikator

Page 10: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

(6) Proses berfikir C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3

(penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi)

(7) Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi)

(8) Bentuk instrument

Hasil dari pengukuran pencapaian kompetensi dasar digunakan

sebagai dasar penskoran atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata

evaluation. Menurut Davis dalam Dimyati dan Mudjiono (2006 : 190-191)

mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana

memberikan / menetapkan skor kepada sejumlah tujuan, kegiatan,

keputusan, unjuk kerja, proses, oaring, objek, dan masih banyak yang

lain. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Dimyati dan Mudjiono

(2006 : 191) pengertian evaluasi dipertegas lagi dengan batasan sebagai

proses memberikan atau menentukan skor kepada objek tertentu

berdasarkan suatu criteria tertentu

2.1.7. IlmuIlmuIlmuIlmu PengetahuanPengetahuanPengetahuanPengetahuan AlamAlamAlamAlam (IPA(IPA(IPA(IPA))))

Menurut Leo Sutrisno (2007- 1-19) IPA merupakan usaha

manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang

tepat pada sasaran serta menggunakan prosedur yang benar dan

dijelaskan dengan penalaran yang sah sehingga dihasilkan kesimpulan

yang betul.

Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai

pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku

umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil konservasi dan

eksperimen.

IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-

prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan

IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan

lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari

Page 11: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan IPA adalah

program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan,

ketrampilan, sikap dan nilai-nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai

dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.82.1.82.1.82.1.8PenerapanPenerapanPenerapanPenerapan TeoriTeoriTeoriTeori PiagetPiagetPiagetPiaget dalamdalamdalamdalam PembelajaranPembelajaranPembelajaranPembelajaran IPAIPAIPAIPA didididi SDSDSDSD

Teori Piaget dapat dipakai dalam penentuan proses pembelajaran SD

terutama pembelajaran IPA. Implikasinya adalah Piaget beranggapan secara

aktif akan membangun pengetahuan dunianya. Teori Piaget mengajarkan

bahwa seluruh anak mengikuti pola perkembangan yang sama tanpa

mempertimbangkan kebudayaan dan kemampuan anak secara umum.

Pembelajaran IPA di SD banyak menggunakan percobaan-percobaan nyata

dan berhasil pada anak yang lemah kemampuan kognitifnya dan anak yang

secara kebudayaan terhalangi (Nasution, 2004: 3.14).

Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa anak

menangkap dan menerjemahkan sesuatu secara berbeda sehingga walaupun

anak mempunyai umur yang sama tetapi ada kemungkinan mereka

mempunyai pengertian yang berbeda terhadap suatu benda atau kejadian

yang sama.

Implikasi lainnya, apabila hanya kegiatan fisik yang diterima anak,

tidak cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak yang

bersangkutan. Ide-ide harus selalu dipakai Piaget memberikan contoh

sementara beliau menerima seluruh ide anak, beliau juga mempersiapkan

pilihan-pilihan yang dapat dipertimbangkan oleh anak sehingga apabila ada

seseorang anak yang mengatakan bahwa air yang ada di luar gelar berisi es

berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, maka guru harus menjawab

pertanyaan itu dengan bagus. Tetapi setelah beberapa saat guru harus

mengarahkan sesuai dengan apa yang seharusnya bahwa sebenarnya air

yang ada di permukaan luar gelas bukan berasal dari lubang-lubang kecil

pada gelas, melainkan berasal dari uap air di udara yang mengembun pada

permukaan gelas yang dingin. Jadi guru harus secara tidak langsung

Page 12: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

memberikan idenya tetapi tidak memaksakan kehendaknya. Dengan demikian

anak akan menyadari bagaimana anak tersebut bisa mendapatkan idenya.

Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk menilai sumber

idenya akan memberikan kesempatan pada mereka untuk menilai proses

pemecahan masalah.

Kesimpulannya, menurut Piaget proses pembelajaran di kelas harus

menekankan anak sebagai faktor yang utama. Anak harus diberi kebebasan

untuk melakukan kegiatan-kegiatan konkrit dan mempresentasikan ide-ide

mereka. Peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang

memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman yang luas.

2.22.22.22.2 PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian YangYangYangYang RelevanRelevanRelevanRelevan

Syari Wulan Tera (2008) melakukan penelitian yang dilaksanakan di SMP Negeri

8 Bandar Lampung melibatkan 40 siswa kelas VIIID. Hasil penelitian menunjukan

bahwa (1) Model siklus belajar dengan pendekatan konstruktivisme dapat

meningkatkan aktivitas siswa dari siklus ke siklus. Pada siklus I sebesar 71,79

kategori ”cukup aktif”; siklus II meningkat sebesar 79,47 kategori ”aktif”; dan siklus III

meningkat lagi sebesar 82,43 kategori ”aktif”. (2) Model siklus belajar dengan

pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar dari siklus ke

siklus. Pada siklus I sebesar 66,25 kategori ”cukup”; siklus II meningkat sebesar 71,5

kategori ”baik”; dan siklus III meningkat lagi sebesar 72,25 kategori ”baik”. Secara

umum penerapan model siklus belajar dengan pendekatan konstruktivisme pada siswa

kelas VIIID dapat meningkatkan aktivitas dan pencapaian kompetensi hasil belajar.

Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sukardi Ks yang berjudul ”

Implementasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Menulis Cerita Bagi

Siswa Kelas V Sekolah Dasar.

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas

dibagi menjadi tiga siklus. Tiap siklus memiliki empat langkah, yaitu: 1) perencanaan, 2)

pelaksanaan tindakan, 3) observasi, dan 4) refleksi terhadap perencanaan, tindakan

Page 13: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

pelaksanaan dan keberhasilan yang diperoleh. Data penelitian berbentuk hasil

observasi, wawancara, catatan lapangan, hasil rekaman dan dokumentasi. Sumber

data tersebut adalah siswa dan guru kelas 5 Sekolah Dasar. Penelitian yang berupa

instrumen kunci bertindak sebagai suatu kolektor data. Kesimpulan dari hasil penelitian

ini adalah: 1) implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran menulis

cerita bagi siswa kelas 5 Sekolah Dasar sudah tepat dilakukan dengan perencanaan

pembelajaran dan tingkatan yang telah ditentukan, meskipun realisasi dari siklus

pertama belum terlaksana jika dibandingkan dengan siklus kedua dan ketiga; 2) untuk

meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran menulis cerita, karena siswa

menjadi senang, aktif dan teratasi, maka intensitas pembelajaran menulis siswa

meningkat; 3) peran guru bukan sebagai pembawa pesan, tetapi sebagai fasilitator dan

pendorong; 4) terdapat peningkatan tindakan dari para guru, siswa dan hasil rata-rata

dari studi ini, yaitu pada siklus pertama dicapai 62,67%, siklus kedua 76%, siklus ketiga

89,33%. Pelibatan siswa di siklus pertama mencapai 45%, siklus kedua 58,75% dan

siklus ketiga 85%. Hasil rata-rata pembelajaran ini yaitu siklus pertama 78,70%, siklus

kedua 84,37% dan siklus ketiga 86,61. Peningkatan kesuksesan terjadi karena guru

dan siswa telah mengerti langkah-langkah dan tugas yang harus dilakukan dalam

pembelajaran ini. Dari hasil penelitian ini, dapat diartikan bahwa implementasi

pendekatan konstruktiv-isme dalam pembelajaran menulis cerita dapat dikembangkan

secara efektif bagi siswa Sekolah Dasar dan dapat memberikan kontribusi dalam

meningkatkan intensitas belajar. Peningkatan dari pembelajaran diharapkan mampu

meningkatkan hasil belajar yang dilakukan oleh siswa.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Khayaroh

(2010) penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang berdesain (posttest-only

control design). Permasalahan dalan penelitian ini yaitu apakah implementasi

pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme efektif terhadap prestasi belajar

matematika materi LdVBR pada peserta didik kelas VIII semester II MTs NU Nurul

Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010?. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui efektivitas implementasi pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme

terhadap prestasi belajar matematika materi pokok LdVBR pada peserta didik kelas VIII

semester II MTs NU Nurul Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010.

Page 14: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII semester II MTs

NU Nurul Huda Kudus tahun pelajaran 2009/2010 yang terbagi dalam 6 kelas sebanyak

206 peserta didik. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster sampling.

Terpilih peserta didik kelas VIII-E sebagai kelas eksperimen dan peserta didik kelas

VIII-F sebagai kelas kontrol. Pada akhir pembelajaran kedua kelas diberi tes dengan

menggunakan instrumen yang sama yang telah diuji validitas, taraf kesukaran, daya

pembeda, dan reliabilitasnya. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah

metode wawancara, dokumentasi dan tes. Data dianalisis dengan uji perbedaan rata-

rata (uji t) pihak kanan. Berdasarkan penelitian diperoleh t = 10,898 sedangkan nilai t =

1,66. Karena t > t maka H ditolak. Artinya rata-rata hasil belajar matematika yang diajar

dengan pendekatan konstruktivisme lebih besar dari pada rata-rata hasil belajar

matematika yang diajar dengan pembelajaran langsung dengan metode konvensional.

Berdasarkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan para peneliti

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan

konstruktivisme lebih efektif daripada pembelajaran langsung dengan metode

konvensional. Sehingga rata-rata hasil belajar yang dilaksanakan melalui pendekatan

konstrusivisme selalu mengalami peningkatan.

Sehubungan dengan hal tersebut dirasa perlu untuk lebih mengembangkan

penelitian - penelitian yang ada.

2.32.32.32.3 KerangkaKerangkaKerangkaKerangka BerfikirBerfikirBerfikirBerfikir

Pembelajaran IPA di SDN Kebaturan masih didominasi dengan metode

ceramah yang membuat siswa jenuh dan cenderung pasif. Guru belum bisa

menjadi fasilitator yang baik agar siswa agar siswa lebih aktif dalam

pembelajaran. Kegiatan yang belum dimaksimalkan pelaksanaannya sehingga

siswa belum terbiasa untuk membangun pemahamannya sendiri atas dasar hal-

hal baru yang diterimanya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kekurang

mampuan guru dalam mengelola pembelajaran.

Pembelajaran berkelompok, mendorong siswa untuk terlibat aktif

dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, guru mendorong siswa untuk

bekerja sama melakukan diskusi yang memungkinkan mereka dalam

Page 15: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

menemukan konsep-konsep untuk mereka sendiri dan teman satu kelompoknya.

Belajar dengan cara ini dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, memotivasi

siswa untuk bekerja sama dan mendorong mereka untuk menyelesaikan

pekerjaan kelompoknya sehinngga mereka menemukan jawabannya dan kesan

yang lebih mendalam pada diri siswa.

Suatu model pembelajaran yang dapat digunakan agar dapat terjadi

sebuah pembelajaran yang bermakna dan sebagai salah satu cara untuk

meningkatkan hasil belajar adalah pendekatan konstruksivisme. Yaitu dengan

membentuk konstruk mental, membangun konsep secara mandiri yang

diperoleh dari kejadian, aktifitas mereka, serta pengetahuan baru yang

diterimanya.

Kondisi tersebut kurang lebihnya dapat digambarkan dalam sebuah

bagan seperti berikut ini.

Kondisi awal

Proses pembelajaranmasih berpusat pada guru

Komunikasi siswa tidakterjadi

Motivasi siswa rendah

Pemahaman materi rendah

Hasil belajar rendah

Kondisi akhir

Hasil belajar meningkat

Pemahaman materi meningkat

Motivasi siswa meningkat

Komunikasi siswa terjadi

Pelaksanaan siklus I dansiklus II

Penggunaan pendekatankonstruktivisme

Tindakan

Kemampuan gurumengelola pembelajaran

Kemampuan guru mengelolapembelajaran meningkat

Page 16: BAB IIIIII - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3727/3/T1_262012002_BAB II.pdf · 2.1.2Ciri-ciriCCiri-ciriiri-ciri ProsesPProsesroses BelajarBBelajarelajar

2.42.42.42.4 HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis TindakanTindakanTindakanTindakan

Berdasarkan latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, dan kajian

pustaka yang telah dikemukakan dapat dibuat hipotesis tindakan yaitu “Apakah terdapat

peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD N Kebaturan pada materi

Perkembangbiakan Makhluk Hidup secara nyata dengan menggunakan pendekatan

Konstruktivisme”.