bab iii tinjauan pustaka

70
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Umum Konstruksi sebuah waduk sangat terpengaruh oleh jumlah sedimen yang dihasilkan dari erosi lahan. Akumulasi penumpukan sedimen dalam badan waduk setelah beberapa tahun waduk beroperasi pada akhirnya akan menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan efektif dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan overtopping saat terjadi banjir. Erosi dan degradasi DAS yang menjadi daerah tangkapan waduk disinyalir merupakan sumber permasalahan utama waduk berupa penumpukan sedimen dan akan memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas air, terganggunya fungsi waduk sebagai pengendali banjir, penyedia cadangan

Upload: iskandar-zulkarnain

Post on 30-Jun-2015

694 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Umum

Konstruksi sebuah waduk sangat terpengaruh oleh jumlah sedimen yang

dihasilkan dari erosi lahan. Akumulasi penumpukan sedimen dalam badan waduk

setelah beberapa tahun waduk beroperasi pada akhirnya akan menyebabkan

berkurangnya kapasitas tampungan efektif dan pada beberapa kasus dapat

menyebabkan overtopping saat terjadi banjir.

Erosi dan degradasi DAS yang menjadi daerah tangkapan waduk disinyalir

merupakan sumber permasalahan utama waduk berupa penumpukan sedimen dan

akan memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas air, terganggunya fungsi waduk

sebagai pengendali banjir, penyedia cadangan air, pembangkit tenaga listrik maupun

fungsi rekreasi (Yang, C.T., 1978).

3.2 Erosi dan Sedimentasi

Secara umum dapat dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan proses

terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material

tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material

yang terangkut di tempat lain (Suripin, 2000). Frevert, at al (1950), mengartikan

Page 2: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

erosi sebagai proses hilangnya lapisan tanah yang jauh lebih cepat daripada proses

pembentukan tanah itu sendiri.

Erosi merupakan proses ilmiah yang tidak dapat dihilangkan sama sekali

khususnya untuk lahan-lahan yang diusahakan untuk pertanian. Tindakan yang dapat

dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang

batas maksimum (soil loss tolerance). Proses erosi ini akan menimbulkan kerugian

yang besar, baik berupa merosotnya produktifitas tanah, rusaknya bangunan-

bangunan keairan serta sedimentasi waduk.

Seperti yang telah diuraikan bahwa lahan-lahan yang diusahakan untuk

pertanian secara terus-menerus ditanami tanpa istirahat dan tidak disertai cara

pengolahan tanah yang tidak tepat, akan mengalami penurunan produktifitas tanah

karena menurunnya kesuburan tanah akibat unsur hara yang terdapat pada lapisan

tanah bagian atas hilang bersamaan terjadinya erosi.

Bahaya erosi banyak sekali terjadi pada daerah-daerah lahan kering terutama

yang memiliki kemiringan sekirat 15% atau lebih. Tanah kering yang rentan terhadap

erosi terutama adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang menempati areal terluas di

Indonesia, kemudian disusul oleh tanah Latosol dengan kemiringan lereng agak

curam sampai curam, terutama tanah-tanah yang tidak tertutup tanaman.

Tanah podsolik terbentuk dari batuan yang bersifat asam, sifatnya agak jelek

sampai jelek, minim kandungan unsur hara. Tanah Latosol terbentuk dari batuan

yang bersifat netral dengan sifat fisiknya baik, namun kandungan unsur haranya

sedikit sekali. Akibat dari kondisi tersebut, maka kestabilan agregatnya rendah

sekali, yang memungkinkan mudah terkikis oleh aliran permukaan.

21

Page 3: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Langbien dan Schumm (1958) menunjukan bahwa erosi maksimum terjadi

pada daerah yang mempunyai hujan efektif rata-rata 300 mm, seperti yang

ditunjukan pada Gambar 3.1.

0 250 500 750 1000

Gambar 3.1 Hubungan Yil Sedimen dan Hujan Effektif

3.3 Mekanisme Terjadinya Erosi dan Yil Sedimen

Siklus air dalam tanah merupakan peristiwa yang melibatkan proses masuk

dan keluarnya air pada lapisan tanah (Suprayogo et al., 2002). Proses masuknya air

hujan kedalam lapisan tanah melalui suatu proses yang dinamakan infiltrasi. Apabila

curah hujan telah melebihi maximum laju infiltrasi tanah dan curah hujan telah

melebihi kapasitas tanah menyimpan air (jumlah ruang pori tanah) limpasan

permukaan mulai terjadi. Laju infiltrasi tanah sangat dipengaruhi oleh macam

penggunaan lahan atau kerapatan vegetasi penutup tanah yang berhubungan dengan

ketebalan lapisan seresah tanah, intensitas hujan, intersepsi hujan oleh kanopi

tanaman dan dinamika struktur tanah. Dinamika struktur tanah merupakan proses

22

Yil S

edim

en

(t/K

m2 /

Tahu

n)

200

100

400

300

Hujan Efektif Tahunan Rata-Rata (mm)250 500 750 1000

Page 4: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

pembentukan dan penurunan pori makro yang sangat tergantung pada tersedianya

bahan organik tanah berupa lapisan seresah tanah dan akar yang mati.

Kapasitas tanah dalam menyimpan air tergantung pada konduktifitas hidrolik

jenuh dan aliran lateral. Konduktifitas hidrolik jenuh merupakan fungsi dari tekstur

tanah, bahan organik tanah dan kerapatan tanah (Woesten et al., 1998). Kehilangan

tanah dimodelkan sebagai fungsi dari limpasan permukaan, kemiringan lahan,

kerapatan vegetasi penutup tanah dan koefisien erodibilitas tanah atau mudah

tidaknya tanah terkikis oleh hujan dan limpasan permukaan (Rose, 1985).

Hujan merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya erosi tanah.

Tetesan air hujan yang memiliki energi kinetik (Ek) menghantam muka tanah

mengakibatkan pecahnya agregat-agregat tanah tersebut, sebagaian ada yang

terlemparnya ke udara dan karena gaya grafitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali

ke bumi dan sebagian partikel halus menutup pori-pori tanah sehinga porositas tanah

menurun. Tetesan air hujan juga menimbukan pembentukan lapisan tanah keras pada

lapisan permukaan, akibatnya infiltrasi tanah berkurang sehingga air mengalir di

permukaan sebagai Surface Run-Off.

Dengan tertutupnya pori-pori tanah, maka laju maupun kapasitas infiltrasi tanah

berkurang, akibatnya aliran permukaan yang dapat mengikis dan mengangkut butir-

butir tanah meningkat terus-menerus. Proses pengangkutan ini akan terhenti baik

untuk sementara atau tetap sebagai pengendapan atau sedimentasi yang pada

kejadian hujan berikutnya endapan ini akan terangkut kembali menuju dataran yang

lebih rendah dan akhirnya sebagian material erosi akan masuk ke sungai sebagai yil

sedimen.

23

Page 5: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.4 Faktor Penyebab Terjadinya Erosi

Iklim dan geologi merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses erosi

disamping karakteristik tanah dan vegetasi.yang keduanya sangat tergantung dari dua

faktor yang disebutkan terdahulu. Di luar faktor tersebut, kegiatan manusia juga

memberikan andil yang cukup besar pada perubahaan laju erosi tanah.

Untuk memahami lebih lanjut berikut diuraikan kelima faktor penyebab

terjadinya erosi secara detail.

3.4.1 Iklim

Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi tanah adalah hujan, temperatur

dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Hujan mempunyai

peran penting dalam erosi tanah melalui tenaga penglepasan dari pukulan-pukulan

butir-butir air hujan pada permukaan tanah melalui kontribusinya terhadap aliran.

Karakteristik hujan yang mmpunyai pengaruh terhadap erosi tanah meliputi jumlah

dan kedalaman hujan, intensitas dan durasi hujan itu sendiri. Jumlah hujan yang

besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah dan sebaliknya

hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi

karena jumlah hujannya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi,

maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi.

Energi yang terkadung dalam butiran air hujan mencakup dua energi utama,

yaitu energi potensial dan energi kinetik, namun pada fenomena erosi tanah, energi

potensial dikonversi menjadi energi kinetik (Morgan, 1988), sehingga kekuatan

erosif hujan hanya dinyatakan dalam energi kinetiknya saja. Karena energi kinetik

24

Page 6: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

berkaitan erat dengan intensitas hujan, maka dimungkinkan menggunakan intensitas

hujan untuk menurunkan nilai erosif hujan (Selbe, 1993)

3.4.2 Tanah

Secara fisik tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan berbagai

ukuran. Partikel-partikel ini tersusun dalam bentuk matrik yang berpori-pori,

sebagian terisi air dan sebagian lagi terisi udara. Secara esensial penggunaan tanah

dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah, yang meliputi: tekstur, struktur, infiltrasi,

kandungan bahan organik dan relief lahan.

a) Infiltrasi

Terkstur tanah merupakan perbandingan relatif dari berbagai golongan

besar partikel tanah dalam suatu masa tanah, terutama perbandingan antara fraksi

liat, lempung dan pasir. Analisis saringan dapat dipergunakan untuk menentukan

tekstur tanah termasuk dalam kelas mana dari dua belas kelas utama berdasarkan

klasifikasi USDA.

Tekstur tanah turut menentukan pergerakan dan dinamika air dalam tanah.

Kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan tanah untuk mengikat air adalah

komponen utama yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya aliran permukaan.

Untuk tanah yang bertekstur kasar dengan kapasitas infiltrasi dan permeabilitas

yang besar seperti tanah berpasir, maka walaupun dengan curah hujan yang lebat

kemungkinan terjadinya aliran permukaan kecil sekali, lain halnya dengan tanah

yang bertekstur halus. Jenis tanah ini akan menyerap air sangat lambat sehingga

25

Page 7: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

dengan curah hujan yang rendah saja sudah memungkinkan terjadinya aliran

permukaan.

Klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir primer tanah seperti yang

ditunjukan pada Tabel 3.1, sedangkan penentuan tekstur tanah berdasarkan

prosentase liat, lempung dan pasir dapat menggunakan piramida USDA seperti

pada Gambar 3.2.

Gambar. 3.2 Segitiga Tekstur Tanah USDA

Tabel 3.1 Klasifikasi Butir-Butir Primer TanahJenis Kelas Diameter Butiran

mm PhiPasir Sangat kasar

KasarSedangHalusSangat Halus

2,0 – 1,01,0 – 0,50,5 – 0,25

0,25 – 0,1250,125 – 0.062

2000 – 10001000 – 500500 – 250250 – 125

125 – 62

Lempung KasarSedangHalusSangat Halus

0,062 – 0,0310,031 – 0,0160,016 – 0,0080,008 – 0,004

62 – 3131 – 1616 – 88 – 4

Liat KasarSedangHalusSangat Halus

0,004 – 0,0020,002 – 0,0010,001 – 0,0005

0,0005 – 0,00024

4 – 22 – 1

1 – 0,50,5 – 0,25

Sumber : Suripin, 2000

26

Page 8: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Bennet (1939) dalam Suripin (2000), mengemukakan bahwa tekstur kasar

yang terpisah satu sama lain, menunjukan permeabilitas yang besar dari tanah

yang bertekstur halus, yang dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan, tetapi

hal tersebut pada tanah yang cepat jenuh dengan air bahaya erosi kemungkinan

sangat besar.

Kepekaan tanah terhadap erosi ditentukan oleh mudah tidaknya butir-butir

tanah diceraiberaikan oleh air, daya infiltrasi dan ukuran butir-butir tanah.

Karena itu tanah yang sangat mudah untuk tercerai berai oleh air dan daya

infiltrasinya kecil serta ukuran butir yang halus akan peka terhadap erosi (Baver,

1956 dalam Suripin, 2000).

b) Struktur Tanah

Struktur tanah dipergunakan untuk menerangkan susunan partikel tanah.

Material tanah tersusun dari struktur makro dan struktur mikro. Struktur makro

adalah susunan agregat-agregat tanah satu dengan lainnya, sedangkan struktur

mikro adalah penyusunan butir-butir primer tanah (pasir, lempung dan liat)

menjadi partikel skunder yang disebut agregat. Berdasarkan tipe dan kedudukan

agregat, struktur mikro dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :

b.1 Struktur remah–lepas, yaitu keadaan dimana tanah tampak lepas, mudah

dipindahkan atau didorong ketempat lain

b.2 Struktur remah-sedang, yaitu tanah cenderung agak bergumpalan, susunan

lapisan-lapisan tanahnya tampak adanya agregasi dan terdapat pula lubang-

lubang yang menyebabkan air mudah menerobos ke lapisan bawah.

27

Page 9: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

b. 3 Struktur lekat-lengket, yaitu biasanya sangat kompak jika dalam bentuk

gumpalan. Dalam keadaan kering gumpalan-gumpalan tersebut sangat

keras, sedang pada kindisi basah menjadi sangat lengket.

Pengaruh struktur tanah terhadap tata air, terutama terhadap permeabilitas

dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air dalam tanah. Permeabilitas tanah

dapat mengurangi bahkan menghilangkan daya air untuk mengerosi permukaan

tanah, sedangkan kemampuan tanah untuk mengalirkan air dalam tanah

ditunjukkan dengan kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi yang besar akan

mengurangi kemungkinan terjadinya erosi dan sebaliknya akan menyebabkan

potensi terjadinya aliran permukaan semakin besar sehingga kemungkinan erosi

pun semakin besar.

Menurut Bennet (1939) dalam Suripin (2000), tanah dengan struktur yang

baik dan pori-pori yang besar serta kecepatan infiltrasinya besar bila terjadi

hujan, maka butir-butir air hujan akan menceraiberaikan butiran-butiran tanah

menjadi butiran yang lebih halus, selanjutnya akan akan terbawa aliran

permukaan. Sebagian akan menutupi pori-pori tanah, sehingga tanah menjadi

lebih padat dan kecepatan infiltrasinya berkurang sehingga aliran permukaan

menjadi lebih besar. Dengan peningkatan kapasitas aliran permukaan maka

konsekuensinya adalah terhadap kapasitas angkut yang semakin besar pula,

sehingga kemungkinan tanah yang terkikis akan semakin besar pula.

28

Page 10: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

c) Infiltrasi

Infiltrasi adalah pristiwa masuknya air kedalam tanah melalui pori-pori

tanah dengan pergerakan air secara vertikal. Kecapatan atau laju infiltrasi

digambarkan sebagai jumlah air yang masuk kedalam massa tanah persatuan

waktu. Besarnya laju infiltrasi sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi, yaitu

kemampuan tanah untuk meloloskan air dari permukaan tanah secara vertikal.

Laju infiltrasi ini akan semakin berkurang seiring dengan berjalannya waktu.

Gambar 3.3 mengilustrasikan hubungan laju infiltrasi terhadap waktu.

Gambar 3.3 Hubungan Laju Infiltrasi Terhadap Waktu

Kapasitas infiltrasi tergantung terhadap sifat tanah itu sendiri, yaitu

porositas, kelembaban awal dan kemiringan tanah. Makin tinggi kelembaban

awal tanah atau makin tinggi kemiringan akan semakin kecil laju infiltarsinya,

sementara potoritas akan memberikan pengaruh yang positif terhadap laju

infiltrasi.

Tanah dengan jumlah pori halus yang banyak dan sedikit sekali jumlah

pori-pori yang besar akan mempunyai kapasitas infiltrasi yang kecil, sedangkan

29

Laj

u In

filt

rasi

Waktu

Tanah Kering

Tanah Basah

Page 11: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

sebailiknya untuk tanah yang memiliki sedikit sekali pori-pori halus namun

banyak sekali pori-pori yang besar.

Bermanakusumah (1978) menyatakan bahwa semakin besar kapasitas

infiltrasi, maka aliran permukaan yang terjadi akan semakin kecil, sehingga

kemungkinan tanah tererosi akan semakin kecil pula.

d) Kandungan Bahan Organik

Bahan organik memegang peran yang penting dalam menentukan sifat-sifat

tanah, terutama bagi pertumbuhan tanaman dan biasanya ditemukan pada lapisan

atas tanah. Bahan organik berasal dari guguran vegetasi yang merupakan sumber

makanan bagi mikro-organisme, sehingga akan merangsang kegiatannya dalam

menciptakan struktur tanah yang baik.

Makin banyak kandungan bahan organik, maka akan semakin baik aerasi

tanah dengan semakin baiknya porositas tanah sehingga akan mempengaruhi pula

kemampuan tanah untuk menghisap air serta peningkatan kapasitas tampungan

air tanah. Akibat peningkatan kandungan bahan organik ini pula pada akhirnya

akan memperbaiki sistem perakaran tumbuhan yang mempunyai fungsi sebagai

pemantapan agregat tanah serta peningkatan daya tahan air tanah.

3.4.3 Topographi

Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan sifat utama dari topografi

yang mempengaruhi erosi. Secara umum erosi akan meningkat dengan semakin

panjang dan curamnya lereng. Kecepatan aliran permukaanlah yang pada akhirnya

30

Page 12: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

akan mengikis lapisan atas tanah, sehingga terjadinya erosi. Pada lahan datar,

percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secar

acak. Pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah bawah

daripada yang ke arah atas. Dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya

kemiringan lereng. Selanjutnya, makin panjang lereng cenderung makin banyak air

permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi

kedalaman maupun kecepatannya. Kombinasi kedua variabel lereng ini

menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng

tetapi meningkat secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng.

3.4.4 Vegetasi

Vegetasi mempunyai pengaruh yang bersifat melawan terhadap faktor-faktor

lain yang erosif, seperti hujan, topographi dan karaktristik tanah. Pengaruh vegetasi

dalam memperkecil laju erosi adalah sebagi penangkap butir hujan sehingga energi

kinetiknya terserap oleh tanaman dan tidak langsung menghatam tanah. Selain itu

pula tanaman penutup dapat mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran,

mengurangi kecepatan aliran permukaan dan selanjutnya mengurangi kemampuan

aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut sedimen. Akar tanaman dapat

meningkatkan stabilitas kekuatan tanah, granularitas dan porositas, sedangkan

aktifitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak

positif pada porositas tanah. Adanya tanaman akan pula meningkatkan proses

transpirasi air, sehingga lapisan tanah menjadi kering dan memadatkan lapisan yang

31

Page 13: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

dibawahnya. Akibat dari hal ini kapasitas infiltrasi akan menjadi lebih besar sehingga

volume aliran permukaan juga akan semakin berkurang.

3.4.5 Manusia

Kegiatan manusia merupakan salah satu faktor penting terhadap terjadinya

erosi tanah yang cepat dan intensif. Kegiatan tersebut berkaitan dengan perubahan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi, yang akhirnya akan mengganggu

keseimbangan antara proses pembentukan tanah dan laju erosi tanah.

3.5 Penutupan Lahan

Kondisi penutupan lahan identik dengan keadaan vegetasi yang terdapat pada

suatu areal. Keadaaan tajuk tanaman baik horizontal maupun vertikal merupakan

faktor yang sangat menentukan untuk mengurangi energi aliran, meningkatkan

kekasaran, mengurangi kecepatan aliran permukaan dan selanjutnya akan

mengurangi kemampuan aliran untuk mengikis tanah dan mengangkut sedimen.

Efektifitas tanaman sebagai media penutup lahan dalam mencegah erosi

tergantung pada tinggi dan kontinuitas kanopi, kerapatan penutup lahan dan

kerapatan perakaran. Seperti yang diketahui bahwa makin tinggi tempat jatuh butiran

hujan makin tinggi kecepatannya pada saat mencapai permukaan tanah. Oleh

karenannya ketinggian tanaman berperan sangat penting, semakin tinggi tanaman

akan semakin besar energi kinetik butiran air hujan yang jatuh dari tanaman itu.

Morgan (1986) menyatakan bahwa butiran air yang jatuh dari ketinggian 7 m dapat

32

Page 14: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

mencapai kecepatan 90% kecepatan maksimumnya, sehingga ketinggian tanaman

yang melebihi 7 m akan sangat tidak efektif sebagai penutup lahan.

Kerapatan tajuk tanaman akan mempengaruhi panjang lintasan aliran

permukaan dan luasan lahan yang tertutup. Pada tanah yang gundul dengan penutup

lahan yang sangat minim, aliran permukaan akan melintas relatif lurus kearah

kemiringan lahan, sementara tanah dengan tanaman, khususnya pertanaman acak

akan membentuk lintasan aliran permukaan yang zig-zag, sehingga lintasannya

makin panjang. Dengan beda tinggi yang sama, akan dihasilkan kemiringan yang

lebih landai, sehingga kecepatan aliran permukaan menjadi lebih kecil dan energi

perusaknya juga makin kecil.

Kerapatan tanaman juga mempengaruhi luasan lahan yang tertutup tanaman,

semakin rapat tanaman yang ada dipermukaan lahan semakin kecil energi hujan yang

sampai ketanah, akibatnya semikin kecil pula kemungkinan terjadinya erosi.

Kerapatan sistem perakaran menentukan efektifitas tanaman dalam membantu

pemantapan agregat, yang berarti pula meningkatkan porositas tanah. Karena

porositas merupakan faktor yang menentukan besar kecilnya laju kapasitas infiltrasi,

sehingga meningkatnya pororitas tanah dapat mengurangi energi perusak aliran

permukaan.

Perubahan penutupan lahan erat kaitanya dengan perubahaan penggunaan

lahan. Lahan-lahan yang semula difungsikan sebagai kawasan konservasi dengan

fungsi lindung berupa hutan primer maupun hutan skunder, maka seiring dengan

meningkatnya kebutuhan masyarakat akan lahan yang digunakan untuk areal

pertanian, perkebunan maupun pemukiman, membuat sebagian besar areal hutan

33

Page 15: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

beralih guna secara ilegal, akibatnya luasan penutup lahan akan menjadi semakin

berkurang.

3.6 Sedimentologi

Sebagian material yang tererosi pada DAS akhirnya mencapai outlet basin atau

sungai/saluran terdekat. Sebagian besar yil sedimen yang masuk kedalam sungai

akan terangkut sebagai material sedimen melayang. Pada dasarnya yil sedimen

mempunyai sifat dan propertinya sendiri berdasarkan ukuran, bentuk, kepadatan dan

kecepatan jatuhnya. Keempat hal tersebut yang akan sangat besar pengaruhnya

terhadap pergerakan sedimen didalam air, selain gaya luar yang bekerja akibat aliran.

Makin kecil ukuran, bentuk dan kepadatannya akan menyebabkan makin besar

kecepatan jatuh material sedimen, dan akan semakin jauh material tersebut terbawa

aliran.

3.6.1 Konsentrasi Sedimen

Konsentrasi sedimen melayang yang diukur pada stasiun pengamatan suatu

sungai merupakan identifikasi awal terhadap beban sedimen yang terlarut dalam air,

oleh karenanya pengukuran konsentrasi sedimen secara berkala sangat diperlukan

sebagai proses premonitoring untuk mengestimasi sedimen yang terakumulasi

dibagian hulu sungai.

Menurut Julien (1995) dalam Morris dan Fan (1997), ada tiga metode yang

dapat digunakan dalam dalam menentukan besarnya konsentrasi sedimen di dalam

air, yaitu konsentrasi sedimen berdasarkan massa (Cm), konsentrasi sedimen

berdasarkan volume (Cv) dan konsentrasi sedimen berdasarkan beratnya (Cw).

34

Page 16: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Konsentrasi sedimen berdasarkan massa (Cm) diartikan sebagai perbandingan

massa sedimen terhadap volume total air dan sedimen yang terlarut di dalamnya,

seperti yang dirumuskan sebagai:

...........................................................................................................(3.1)

Konsentrasi sedimen berdasarkan volume adalah perbandingan antara voleme

sedimen terhadap volume total air dan sedimen yang terlarut didalamnya, seperti

yang dirumuskan sebagai:

...........................................................................................................(3.2)

Konsentrasi sedimen berdasarkan berat (Cw) adalah perbandingan berat

sedimen terhadap berat dari air dan sedimen yang terlarut didalamnya, yang

dirumuskan sebagai:

.....................................................................(3.3)

Berdasarkan serangkaian data pengukuran konsentrasi sedimen dan debit aliran

dapat ditentukan diperoleh garis lengkung sedimen (sediment ratting curve), yang

mempunyai bentuk umum sebagai berikut:

.......................................................................................................(3.4)

sehingga debit sedimen harian dapat dihitung dengan persamaan berikut:

........................................................................................(3.5)

Dengan :

C = Konsentrasi sedimen (g/mL)Qs = Debit sedimen layang (ton/hari)

35

Page 17: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Qw = Debit aliran (m3/dt) a & b = Koefisien hasil regresi

3.6.2 Yil Sedimen

Samuel and Singh (1998) melaporkan bahwa tidak ada satupun variabel tunggal

yang mempunyai korelasi yang kuat dengan yil sedimen, tetapi setelah

mengkombinasikan tiga atau lebih variabel, pengaruhnya menjadi kentara. Variabel

yang paling sering diperhitungkan adalah:

1). Hujan rata-rata tahunan (Pa)

2). Nisbah antara panjang-lebar DAS (L/W); yaitu nisbah antara panjnag DAS

terpanjang (L) dan lebar DAS yang lebar (W) yang diukur saling tegak lurus.

3). Nisbah percabangan (Br), yaitu nisbah antara jumlah anak sungai untuk suatu

tingkatan (order) terhadap jumlah anak sungai pada satu tingkatan yang lebih

tinggi.

4). Nisbah relief-panjang (Rb/L), yaitu nisbah antara relief DAS (Rb) terhadap

panjang horizontal sepanjang dimensi terpanjang DAS sejajar dengan garis

darainase utama (L).

5). Kepadatan Drainase (Dd), yaitu nisbah panjang total sungai/saluran untuk semua

tingkatan terhadap luas DAS

6). Kemiringan DAS rata-rata.

Beberapa model prediksi yil sedimen telah banyak dikembangkan diberbagai

wilayah belahan dunia, namun masing-masing persamaan tidak dapat langsung tepat

jika diterapkan pada suatu daerah.

36

Page 18: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Suripin (1998) berdasarkan hasil studinya terhadap anak-anak sungai di Solo

Hulu, setelah menganalis sembilan belas parameter DAS mendapatkan persamaan

yang paling tepat dengan melibatkan tiga variabel sebgai berikut:

........................................................(3.6)

Dengan :

SY = Yil sedimen (ton/ha/tahun)Qw = Debit tahunan (m3/dt)S = Kemiringan rata0rata DAS (%)Dd = Kerapantan drainase.

3.6.3 Sedimen Delevery Ratio

Sebagian kecil saja material sedimen yang tererosi pada bagian hulu DAS

mencapai outlet basin tersebut. Perbandingan antara sedimen yang terukur di outlet

dan erosi dilahan biasanya disebut sebagai Nisbah Pengangkutan Sedimen (NPS)

atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Secara umum SDR cenderung berbanding

terbalik terhadap luas DAS, makin luas DAS akan makin kecil nilai SDR nya.

Namun jika ditinjau lebih teliti, besarnya SDR merupakan proses yang sangat

kompleks, tidak sekedar fungsi luas DAS tetapi hampir semua karakteristik DAS

berpengaruh terhadap nilai SDR.

Secara singkat prosedur penurunan persamaan SDR terdiri dari beberpa

langkah sebagai berikut:

1). Estimasi erosi lahan tahunan Ea dengan metode USLE dari basin diatas outlet

yang ditinjau

37

Page 19: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

2). Mengukur yil sedimen tahunan (annual sediment yield) SYo, dititik yang

ditinjau, dalam hal ini dipakai 2 cara yaitu survey hidrografi dan studi

hidrologi.

3). Perhitungan SDR dengan rumus SDR = Syo/Ea

4). Mencari hubungan antara SDR yang diperoleh dengan karakteristik basin untuk

mengembangkan persamaan SDR dengan metode step-wise multiple

regression.

3.7 Konsep Dasar Umur Suatu Waduk

Sedimentasi waduk secara metodologi telah dipelajari sejak tahun 1939 oleh

Eken dan Bown, namun ketertarikan para praktisi waduk terhadap masalah

sedimentasi ini masih sedikit sekali dibandingkan kajian masalah teknis secara

struktural. Hal ini yang akhirnya menyebabkan banyak waduk yang mengalami

kerusakan akibat sedimentasi ini dalam kurun waktu 1939 sampai dengan 1970.

Seiring dengan semakin kompleksnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh

masalah sedimentasi dalam tubuh waduk ini, maka setelah periode berikutnya semua

perencanaan dan pengoprasian suatu waduk mulai mempertimbangkan dampak

negatif yang ditimbulkan oleh permasalahan sedimentasi, karena walaupun

kenyataannya secara struktural suatu waduk itu masih dalam katagori baik namun

jika akumulasi sedimen yang masuk dalam tubuh waduk telah mencapai ambang

batas yang diperkenankan baik dari sisi teknis maupun ekonomi, maka kelangsungan

hidupnya akan terganggu yang pada akhirnya akan mengurangi tujuan dan fungsi

awal pembangunan waduk tersebut.

38

Page 20: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Murthy (1977), ada beberapa konsep dasar atau pengertian yang dapat

digunakan untuk mendefinisikan umur suatu waduk, yaitu:

1) Umur Rencana

Umur rencana adalah periode waktu yang direncanakan bagi suatu waduk

untuk masih dapat melayani tujuan awal pembuatan.

2) Umur Proyek

Umur proyek adalah periode waktu bagi suatu waduk untuk dapat

melayani tujuan awal pembuatan. Saat waduk sudah tidak lagi dapat melayani

maksud penggunaan akibat akumulasi sedimen, maka dapat dikatakan bahwa

waduk tersebut sudah mencapai umur proyeknya.

3) Umur Ekonomi

Umur ekonomi adalah periode waktu dimana keuntungan dari pengoprasian

waduk ekonomi melebihi biaya yang telah dikeluarkan untuk pembuataanya.

Melanjutkan pengorasian suatu waduk yang telah mencapai umur ekonominya

dapat dilakukan namun dengan mempertimbangkan present value keuntungan

harus melebihi biaya operasional atau sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi

teknik.

4) Umur Guna

Umur guna adalah periode waktu dimana waduk masih dapat beroperasi

untuk maksud dan tujuan awal ataupun revisi dari maksud dan tujuan tersebut.

39

Page 21: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.8 Sedimentasi Waduk

Penumpukan sedimen adalah masalah utama yang mempengaruhi umur waduk.

pengetahuan laju sedimentasi dan pola penumpukan sedimen di dalam suatu waduk

diperlukan untuk meramalkan kerusakan yang terjadi pada waduk tersebut khususnya

akibat sedimentasi, sehingga dapat ditentukan jenis yang strategi yang

memungkinkan dapat segera diapplikasikan. Pola penumpukan sedimen juga

mencerminkan proses pengangkutannya di dalam waduk dan juga memberikan

informasi bagaimana distribusi dan proses pengangkutan sedimen terjadi.

Sedimentasi waduk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jumlah yil

sedimen yang dihasilkan erosi lahan, tinggi pengangkutan oleh air sebagai media

pembawa, pola oprasional waduk, bentuk geometri waduk dan perubahan debit

aliran. (Salas,1999).

Sedimen yang masuk kedalam badan air akan terangkut aliran baik sebagai

suspended load maupun sebagai bed load. Aliran akan melambat ketika inflow

sungai memasuki kolam genangan waduk dan penumpukan sedimen segera

berlangsung. Material bed load dan fraksi coarse dari suspended load akan terdeposit

pada bagian delta, sedangkan material sedimen yang lebih halus akan terangkut

kebagian yang lebih dalam dari waduk oleh aliran.

Proses pengangkutan material sedimen dalam waduk melalui tiga tahapan,

yaitu:

a) Pengangkutan material kasar (coarse) sebagai bed load disepanjang bagian

depan delta waduk.

40

Page 22: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

b) Pengangkutan material yang lebih halus (fine) dalam aliran air yang keruh

c) Pengangkutan material yang paling halus oleh aliran yang relatif tenang.

3.8.1 Zona Penumpukan Sedimen

Zona penumpukan longitudinal sediment didalam waduk dibagi menjadi tiga

zona utama seperti ditunjukan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Zona Penumpukan Sedimen Waduk

Topset beds menunjukan penumpukan sedimen pada delta waduk, yang terjadi

saat sistem sungai memasuki kolam genangan waduk. Material sedimen akan

terangkut dari muara batas topset ke arah yang agak dalam dari waduk. Foreset

adalah zona penumpukan pada bagian depan topset dengan sudut kemiringan yang

sangat tajam dan ukuran sedimen yang agak lebih halus dari bagian Topset.

Bottemset merupakan zona penumpukan sedimen dimuka foreset dengan komposisi

41

Page 23: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

sedimen yang sangat halus mereka, pada bagian ini juga sering ditemukan material

organik hasil pelapukan tumbuhan air atau ganggang.

Penumpukan pada wilayah delta berisi material sedimen dari fraksi kasar

maupun fraksi halus, sedangkan pada zone bottomset didominasi material berbutir

halus. Namun akibat inflow sungai, pengaruh drawdown, lereng pada bagian foreset

yang runtuh dan banjir ekstrim dapat menyebabkan material lebih kasar pada zone

topset terangkut ke dalam zone bottomset sehingga akhirnya pada zone ini variasi

ukuran material sedimen akan dapat ditemukan.

3.8.2 Survey Kapasitas Waduk

Pengamatan terhadap kapasitas waduk secara berkala dapat berguna dalam

menentukan volume sedimen yang terdeposit di dalam waduk, selain itu pula teknik

ini dapat menentukan pola sedimentasi didalam waduk. Selanjutnya dengan

mengetahui masa, berat isi kering dan trap efesiensi, jumlah yil sedimen yang

diproduksi oleh areal DAS hasil erosi dapat ditentukan.

Pengamatan pada waduk dalam hubungannya dengan sedimentasi yang terjadi

didalamnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu survey kontur (countur survey)

dan survey jarak (range survey).

Survey kontur menghasilkan bentuk rupa dasar waduk dalam bentuk koordinat

X,Y,Z secara detail yang akan menjadi dasar dalam penggambaran peta kontur

waduk. Dengan survey kontur dapat diestimasi volume genangan maupun pola

distribusi sedimentasi dalam waduk.

Survey jarak dilakukan dengan menggunakan data series hasil pengukuran

keadaan penampang melintang waduk dengan rentang jarak yang telah ditentukan.

42

Page 24: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Volume waduk ditentukan berdasarkan volume diantara dua penampang melintang

waduk.

Seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi, survey kontur menjadi

cara yang dianggap paling akurat daripada survey jarak, sehingga teknik-teknik

pengukuran terbaru berdasarkan metode ini terus dikembangkan dalam rangka

menghasilkan peta kontur yang cepat, tepat dan akurat.

Untuk melaksanakan pengukuran kapasitas waduk dengan metode survey

kontur, tahapan pertama adalah menyediakan kebutuhan alat pendukung utama

pelaksanaan hydrographic survey, seperti GPS set, sonic sounding set, alat ukur

jarak /sudut dan speedboat.

Tahapan selanjutnya setelah peralatan tersedia adalah menentukan titik acuan

yang dianggap sebagai titik referensi yang disebut BM. Penentuan koordinat BM

ditentukan dengan bantuan GPS set, yang menghasilkan datum elevasi titik referensi

tersebut. Pembuatan jalur pengukuran berdasarkan titik referensi menjadi pekerjaan

selanjutnya. Penentuan titik-titik poligon sebagai bagian jalur pengukuran poligon

tertutup dari jalur pengukuran dilakukan berdasarkan pertimbangan kesalahan

penutup sudut horizontal maupun kesalahan yang diizinkan pada kontrol vertikal.

Untuk kepentingan pembuat jalur pengukuran poligon tertutup ini, alat pengukuran

jarak dan sudut seperti theodolite maupun total station dapat dipergunakan.

Setelah jalur pengukuran dan titik-titik poligon ditentukan, maka selanjutnya

rekaman bawah air secara kontinyu dengan sonic sounding set dilakukan dengan

interval rekaman tiap kontur sebesar satu meter. Pengambilan interval kontur per satu

meter ini memungkinkan kontur yang didapat akan lebih teliti. Hasil pengukuran

sounding menghasilkan koordinat Z sedangkan untuk mendapatkan posisi koordinat

43

Page 25: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

X dan Y selama pengukuran sounding digunakan dua buah GPS set, satu set

terpasang pada speedboat disebut rover sedangkan satu yang terpasang pada titik

referensi BM disebut base. Ketiga koordinat X,Y dan Z yang didapat kemudian

dikontrol pada titik BM. Simpangan-simpangan yang terjadi khusunya pada

koordinat X dan Y antra koordinat pada rover dan base di pergunakan sebagai

koreksi terhadap hasil pengukuran.

Semua koordinat X,Y dan Z hasil rekaman dari sounding dan GPS kemudian

dipergunakan sebagai bahan dasar dalam penggambaran peta kontur dengan bantuan

perangkat lunak berupa software. Software-software berbasis autodesk biasanya

dipergunakan sebagaoi alat bantu penggambaran peta kontur ini.

Selanjutnya hasil peta kontur yang menggambarkan keadaan bawah air dari

waduk diestimasi besar luasan daerah genangan air tiap-tiap garis kontur. Prediksi

hasil perhitungan luas ini kemudian digambarkan dalam suatu kurva yang

menyatakan hubungan antara luas permukaan dengan elevasi, seperti yang

ditunjukan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Grafik Hubungan Luas permukaan Waduk Versus Elevasi

44

Elev

asi

Luas Permukaan

Page 26: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Selanjutnya berdasarkan ploting area yang dibentuk antara luas permukaan

dengan elevasi, kapasitas waduk dapat ditentukan dengan mengintegrasikan areal

yang berada pada bagian bawah kurva dengan batas-batas berupa dua buah garis

kontur yang berdekatan.

Sebagai alat bantu penentuan kapasitas tampung waduk, dua buah metode

sederhana diperkenalkan berdasarkan pendekatan-pendekatan simpson rules ataupun

pendekatan trapezodial rules.

Berdasarkan pendekatan simpson rules, volume tampungan waduk dihitung

sebagai rata-rata volume yang dibentuk oleh dua bua garis kontur yang berdekatan,

yang dirumuskan sebagai:

....................................................................................................(3.7)

Dimana:

H = Perbedaan ketinggian dua elevasi konturA1 = Luas permukaan genangan yang dibatasi garis kontur 1A2 = Luas permukaan genangan yang dibatasi garis kontur 2

Saat luas permukaan waduk bertambah sebagai fungsi dari panjang dan lebar

permukaan waduk, maka estimasi yang lebih akurat adalah dengan menggunakan

pendekatan trapezodial rules, yang dirumuskan sebagai:

....................................................................................................(3.8)

Selanjutnya hasil perhitungan luas permukaan, volume genangan waduk dan

elevasi digambarkan pada suatu kurva yang menyatakan hubungan ketiganya, seperti

yang terlihat pada Gambar 3.6.

45

Elev

asi

Volume Genangan

Luas Permukaan

Page 27: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3.6 Kurva Hubungan Elevasi, Luas & Volume Genangan Waduk

3.8.3 Laju Sedimentasi Waduk

Laju sedimentasi waduk didefinisikan sebagai besarnya volume seimen yang

treakumulasi dalam waduk per satuan luas DAS per satuan waktu pengamatan.

Berdasarkan hasil survey kontur dengan hasil akhir berupa volume genangan air

waduk, maka dapat ditentukan besarnya laju sedimentasi didalam waduk untuk dua

buah pengamatan dalam kurun waktu berbeda yang telah dilakukan.

Jika hasil survey volume genangan waduk pada tahun n adalah A dan volume

genangan waduk pada (n + t) tahun adalah B dengan luas DAS C, maka besarnya

laju sedimentasi waduk dinyatakan dalam:

(dalam satuan m3/km2/tahun)..........................................................(3.9)

3.9 Tingkat Kekritisan Lahan

46

Page 28: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada suatu lahan didasarkan pada suatu

perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang akan terjadi pada lahan tersebut

apabila pengelolaan tanaman dan konservasi tanah mengalami perubahaan dalam

jangka waktu panjang.

Perkiraan ini diperhitungkan dengan rumus yang dikembangkan Wischmeire

dan Smith (1978) yang dikenal dengan dengan istilah Universal Soil Loss Equation

(USLE) sebagai berikut:

A = R x K x LS x C x P..............................................................................(3.10)

Dengan:A = Jumlah Tanah yang hilang maksimum (ton/ha/tahun)R = Indeks erosivitas hujan K = Indeks faktor erodibilitas tanahLS = Indeks faktor panjang dan kemiringan lerengC = Indeks faktor pengelolaan tanamanP = Indeks faktor teknik konservasi tanah

3.9.1 Indeks Erosivitas Hujan (R)

Indeks erosivitas hujan didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan

dalam setahun. Nilai ini menunjukan daya rusak hujan yang dirumuskan oleh

Wischmeier (1959) dalam Suripin (2000) sebagai berikut:

.....................................................................................(3.11)

Dimana R adalah faktor rosivitas hujan (KJ/ha/tahun); n adalah jumlah kejadian

hujan dalam setahun; EI30 adalah interaksi energi dengan intensitas maksimum 30

menit yang merupaka produk perkalian antara energi hujan dan intensitas maksimum

47

Page 29: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

30 menit. Untuk menghitung nilai EI30 pada persamaan diatas diperlukan data hujan

dari penakar hujan otomatis (ARR).

Validasi persamaan (3.8) untuk daerah tropis seperti indonesia , sangat

diragukan, karena pengopersaian ARR sebagai alat pengukur hujan otomatis sangat

minim kenyataanya. Oleh karenanya beberapa metode pendekatan lain dalam

menentukan nilai EI30 dengan menggunakan data hujan yang tersedia, seperti yang

diperkenalkan oleh Lenvain (1975) dengan rumusan sebagai berikut:

.......................................................................................(3.12)

dengan :

R = Curah hujan tahunan

Sedangkan Bols (1978) berdasarkan penelitiannya di Pulau Jawa dan Madura

mendapatkan persamaan sebagai berikut :

..........................................................(3.13)

dengan:

Pb = Curah hujan bulanan (cm)N = Jumlah hari hujan perbulan Pb = Hujan maksimum harian (24 jam) dalam bulan bersangkutan

3.9.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas tanah digambarkan sebagai faktor kepekaan tanah terhadap erosi.

Nilai ini merupakan daya tahan tanah baik terhadap penglepasan dan pengangkutan

terutama pada sifat-sifat tanah, seperti tekstur, stabilitas agregat, kekuatan

geser,kapasitas infiltrasi, kandungan bahan organik dan kimiawi. Disamping itu nilai

faktor erodibilitas ini tergantung pada posisi topographi, kemiringan lereng dan

48

Page 30: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

gangguan oleh manusia. Indeks erosivitas hujan didefinisikan sebagai jumlah satuan

indeks erosi hujan

Untuk kepentingan praktis dimana erosi lahan dihitung untuk jangka panjang

atau tahunan, maka erodibilitas tanah merupakan rata-rata karakteristik tanah dan

respon tanah terhadap energi hujan jangka panjang. Dalam konsep USLE mula-mula

erodibilitas dianggap sebagai parameter konstan yang menyatakan respon tanah

terhadap erosivitas yang diberikan untuk memprediksi rata-rata erosi tanah jangka

panjang. Jika tidak ada percobaan lapangan nilai K dapat diestimasi dengan

menggunakan rumus (3.14) atau dengan menggunakan Tabel 3.2.

......................(3.14)

Dimana :

K = Nilai faktor erodibilitas tanahO = Persentase bahan organikM = Persentase pasir sangat halus dan debu (0,05 – 0,1&0,02 –0,05

mm)S = Kode struktur tanahP = Kelas permeabilitas tanah.

3.9.2 Faktor Tanaman Penutup dan Manajemen Tanaman (CP)

Faktor ini menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan yang

bertanaman tertentu dan dengan pengolahan tertentu terhadap besarnya erosi tanah

yang tidak ditanami dan diolah bersih. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh

tanaman dan pengolahannya. • Indeks penutupan vegetasi (C) dan Indeks pengolahan

lahan atau tindakankonservasi tanah (P) dapat digabung menjadi faktor CP yang

nilainya disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.

49

Page 31: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 3.2 Perkiraan besarnya nilai K untuk beberapa jenis tanahNo Jenis Tanah Nilai K

Rataan1 Latosol (Haplorthox) 0,092 Latosol merah (Humox) 0,123 Latosol merah kuning (Typic haplorthox) 0,264 Latosol coklat (Typic tropodult) 0,235 Latosol (Epiaquic tropodult) 0,316 Regosol (Troporthents) 0,147 Regosol (Oxic dystropept) 0,12 – 0,168 Regosol (Typic entropept) 0,299 Regosol (Typic dystropept) 0,3110 Gley humic (Typic tropoquept) 0,1311 Gley humic (Tropaquept) 0,2012 Gley humic (Aquic entropept) 0,2613 Lithosol (Litic eutropept) 0,1614 Lithosol (Orthen) 0,2915 Grumosol (Chromudert) 0,2116 Hydromorf abu-abu (Tropofluent) 0,2017 Podsolik (Tropudults) 0.1618 Podsolik Merah Kuning (Tropudults) 0,3219 Mediteran (Tropohumults) 0,1020 Mediteran (Tropaqualfs) 0,2221 Mediteran (Tropudalfs) 0,23

Sumber (Arsyad,1989 dan Asdak, 1995).

3.9.2 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Kombinasi antara faktor panjang dan kemiringan lereng ini menrupakan nisbah

besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan kemiringan tertentu terhadap

besarnya erosi dari plot lahan dengan panjang 22,13 m dan kemiringan 9%. Nilai LS

untuk sembarang panjang dan kemiringan lelerng dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) sebagai berikut:

...............................................(3.15)

dengan:LS = Nilai faktor kemiringan dan panjang lerengS = Kemiringan lereng (derajat)L = Panjnag lereng (m)

50

Page 32: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Jika S dinyatakan dalam derajat, maka persamaan (3.17) menjadi:

..................................(3.16)

Tabel 3.3 Perkiraan nilai faktor C pada berbagai jenis penggunaan lahanNo Keadaan Penutupan Lahan Nilai C

1 Tanah Terbuka Tanpa Tanaman 1.02 Hutan atau Semak Belukar 0.0013 Savanah dan Praire Dalam Kondisi Baik 0.014 Savanah dan Praire Yang Rusak Untuk Gembalan 0.15 Sawah 0.016 Tegalan Tidak Dispesifikasi 0.77 Ubi Kayu 0.88 Jagung 0.79 Kedelai 0.39910 Kentang 0.411 Kacang Tanah 0.212 Padi Gogo 0.56113 Tebu 0.214 Pisang 0.615 Akar Wangi (Sereh Wangi) 0.416 Rumput Bede (Tahun Pertama) 0.28717 Rumput Bede (Tahun Kedua) 0.00218 Kopi dengan Penutup Tanah Buruk 0.219 Talas 0.8520 Kebun Campuran

i. Kerapatan Tinggiii. Kerapatan Sedang

iii. Kerapatan Rendah

0.10.20.5

21 Perladangan 0.422 Hutan Alam

iv. Serasah Banyakv. Serasah Sedikit

0,0010,005

23 Hutan Produksivi. Tebang Habis

vii. Tebang Pilih0,50,2

24 Semak Belukar, Padang Rumput 0,325 Ubi Kayu + Kedelai 0,18126 Ubi Kayu + Kacang Tanah 0,19527 Padi – Sorgum 0,34528 Padi – Kedelai 0,41729 Kacang Tanah + Gude 0,495

51

Page 33: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Lanjutan Tabel 3.3 No Keadaan Penutupan Lahan Nilai C

30 Kacang Tanah + Kacang Tuggak 0,57131 Kacang Tanah + Mulsa Jerami 4t/ha 0,04932 Padi + Mulsa Jerami 4t/ha 0,09633 Kacang Tanah + Mulsa Jagung 4t/ha 0,12834 Kacang Tanah + Mulsa Crotalaria 3/ha 0,13635 Kacang Tanah + Mulsa Kacang Tunggak 0,25936 Kacang Tanah + Mulsa Jerami 2t/ha 0,37737 Padi + Mulsa Crotalaria 3t/ha 0,38738 Pola Tanam Tumpang Gilir + Mulsa Jerami 0,07939 Pola Tanam Berurutan + Mulsa Sisa Tanaman 0,35740 Alang-Alang Murni Subur 0,00141 Padang Rumput (Stepa) dan Savanah 0,00142 Rumput Bracahiaria 0,002

Sumber: (Suripin, 2000).

Tabel 3.4 Perkiraan nilai faktor P pada berbagai jenis pengolahan lahanNo Konservasi dan Pengelolaan Lahan Nilai P

1 Tanpa tindakan Konservasi 1,002 Teras Bangku

viii. Konstruksi Baikix. Konstruksi Sedangx. Konstruksi Kurang Baik

xi. Teras Trasdisional

0,040,150,350,4

3 Strip Tanamanxii. Rumput Bahlia

xiii. Clotaraliaxiv. Denga Kontur

0.40,640,2

4 Pengolahan Tanah dan Penanaman Menurut Garis Konturxv. Kemiringan 0 – 8 %

xvi. Kemiringan 8 – 20 %xvii. Kemiringan > 20 %

0,50,750,90

Sumber : (Suripin, 2000)

Analisis tingkat kekritisan lahan dilakukan dengan cara menilai 5 (lima) sifat

biogeofisik lapangan yang disajikan berdasarkan pada Tabel 3.5, 3.6, 3.7, 3.8 dan

Tabel 3.9 (Anonymous, 1986 dalam Asdak, 1995).

52

Page 34: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

a) Penutupan Lahan (Bobot 50%)

Tabel 3.5. Klasifikasi Penutupan Lahan Skornya4 Kelas Deskripsi Skor Keterangan1 Sangat Baik Tajuk Penutupan > 80% 1 Dinilai

berdasarkan prosentase

penutupan tajuk pohon

2 Baik Tajuk Penutupan 61% – 80% 23 Sedang Tajuk Penutupan 41% – 60% 34 Buruk Tajuk Penutupan 21% – 40% 45 Sangat Buruk Tajuk Penutupan < 20% 5

b) Kelerangan (Bobot 15%)

Tabel 3.6 Klasifikasi Kelerengan Lahan dan Skornya4 Kelas Deskripsi Kemiringan Skor1 I Datar < 8 % 12 II Landai 8 % – 15 % 23 III Agak Curam 16 % -- 25 % 34 IV Curam 26 % -- 45 % 45 V Sangat Curam > 45 % 5

c) Erosi (Bobot 15%)

Tabel 3.7 Klasifikasi Kelas Laju Erosi dan SkornyaNo Kelas Deskripsi Laju Erosi

(ton/ha/th)Skor

1 I Sangat Rendah < 15 12 II Rendah 15 – 60 23 III Sedang 60 – 180 34 IV Tinggi 180 – 480 45 V Sangat Tinggi > 480 5

d) Kelongsoan (Bobot 10%)

Tabel 3.8 Klasifikasi Kelongsoran Lahan dan SkornyaNo Deskripsi Kemiringan Lereng (%)

0 – 5 5-15 15-30

30-50

50-70

>70

1 Batuan Lempung (Tmk) II III IV V V V2 Napal (Tmkl) II II III IV V V3 Batu Pasir Tufaan (Qtd) I II III IV V V4 Breksi Volkanik (Qpk) I I II III IV V

53

Page 35: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Keterangan:I : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah (Skor =1)II : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah (Skor =2)III : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sedang (Skor =3)IV : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi (Skor =4)V : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Tinggi (Skor =5)

e) Manajemen Lahan (Bobot 10%)

Tabel 3.9 Klasifikasi Manajemen Pengelolaan Lahan dan SkornyaNo Kelas Kriterian Pada Kawasan Skor

Hutan Lindung Budidaya Pertanian

1 Baik Penerapan Konservasi tanah Lengkap, meliputi : pengamanan, pengawasan dan penyuluhan

Penerapan Konservasi tanah LengkapSesuai Petunjuk Teknis

1

2 Sedang Tidak Lengkap Tidak Lengkap atau Tidak Terpelihara

3

3 Buruk Tidak Ada Tidak Ada 5

Tingkat bahaya erosi menggambarkan sebesrapa besar kondisi tanah rentan

terhadap erosi . Untuk menentukan nilai TBE ini dilakukan dengan menggunakan

rumus yang diperkenalkan Hammer (1981) sebagai berikut:

..............................................................................................................(3.17)

Nilai TSL pada masing-masing satuan lahan dapat ditentukan dengan cara

merujuk pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia yang

disajikan pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di IndonesiaNo Sifat Tanah dan Substratum Nilai TSL

54

Page 36: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

(ton/ha/tahun)

1 Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas batuan. 02 Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas bahan telah

melapuk (tidak terkonsolidasi).4,8

3 Tanah dangkal (25 – 50 cm) di atas bahan telah melapuk.

9,6

4 Tanah dengan kedalaman sedang (50 – 90 cm) di atas bahan telah melapuk.

14,4

5 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk.

16,8

19,2

6 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah Perpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk.

24,0

7 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah melapuk.

30,0

Sumber : Arsyad , 1989.

Kategori hasil perhitungan indeks bahaya erosi pada masing-masing satuan

lahan di suatu DAS ditentukan dengan cara memasukkan pada klasifikasi Indeks

Bahaya Erosi yang disajikan pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981)No Indeks Bahaya Erosi Kategori/Harkat

1 < 1,00 Rendah2 1,01 – 4,00 Sedang3 4,01 – 10,00 Tinggi4 > 10,00 Sangat Tinggi

Sumber : Hammer (1981) dalam Asdak (1989)

55

Page 37: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.10 Program Konservasi Secara Umum

Konservasi tanah dan air sangat penting artinya untuk menjaga kelangsungan

produksi pangan dan serat, guna memenuhi kebutuhan hidup manusia yang semakin

meningkat, disamping juga perlindungan lingkungan. Konservasi tanah diartikan

sebagai tindakan untuk menggunakan tanah berdasarkan kemampuannya, dan

memperlakukannya sesuai syarat-syarat yang diperlukan agar tanah tetap produktif

dan tidak rusak. Konservasi tanah ditujukan tidak hanya untuk mencegah kerusakan

tanah akibat erosi dan memperbaiki tanah yang rusak, tetapi juga untuk

mengoptimalkan tanah penggunaan tanah dalam jangka waktu yang tidak terbatas.

Konservasi air dapat diartikan sebagai usaha-usaha untuk meningkatkan jumlah air

tanah yang masuk ke dalam tanah dan untuk menciptakan penggunaan air yang

efisien.

Aliran permukaan merupakan pengangkut utama partikel tanah dari permukaan

tanah, sehingga merupakan pembatas erosi tanah oleh air. Dengan demikian

mengendalikan erosi, aliran permukaan harus dieliminasi atau laju aliran permukaan

dikurangi sampai pada tingkatan yang tidak mampu mengangkut partikel sedimen

yang terlepas. Kehilangan air sebagai aliran permukaan tidak mempunyai pengaruh

langsung pada produksi tanah di mana aliran permukaan terjadi, maka

mengendalikan aliran permukaan juga sangat besar artinya bagi konservasi air.

Dengan demikian konservasi tanah dan air merupakan dua hal yang saling kait

mengkait. Berbagai macam tindakan konservasi tanah secara otomatis juga

merupakan tindakan konservasi air.

56

Page 38: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Program konservasi lahan secara umum dapat dilaksanakan melalui penataan

lahan berdasar kesesuaian lahan dan melakukan tindakan konservasi pada lahan yang

mengalami penyimpangan terhadap kesesuaian lahan. Penataan lahan merupakan

dasar untuk melakukan konservasi lahan, yang dilakukan dengan melakukan

evaluasi terhadap kondisi penggunaan lahan saat ini dengan rencana penggunaan

lahan.

3.10.1 Analisis Kesesuaian Lahan Berdasarkan DAS

Berdasarkan fungsi pemanfaatkan lahan dapat dikatagorikan dua kelompok

pemanfaatan lahan, yaitu (1) Kawasan hutan lindung, (2) Kawasan Budidaya.

Berdasarkan tataguna lahan maka dapat diketahui proporsi dan penyebaran hutan

lindung di daerah survei. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan hutan produksi dan

kawanan budidaya tananam pertanian. Kawasan budidaya tanaman pertanian

meliputi kawasan tanaman pangan baik lahan basah maupun lahan kering, serta

tanaman tahunan.

Kesesuaian penggunaan lahan dengan arahan fungsi pemanfaatan lahan

ditentukan berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan huta lindung dan hutan

produksi yang berkaitan dengan karakteristik fisik DAS, yaitu kemiringan lereng,

jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dan curah hujan harian rata-rata.

Untuk setiap satuan lahan pengklasifkasian dan pemberian bobot untuk masing-

masing karakteristik DAS mengikuti ketentuan sebagai berikut:

57

Page 39: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

a) Kemiringan LerengKelas 1 : 0 – 8 % (Datar) Nilai Bobot 20Kelas 2 : 8 – 15% (Landai) Nilai Bobot 40Kelas 3 : 15 – 25 % (Agak Curam) Nilai Bobot 60Kelas 4 : 25 – 45% (Curam) Nilai Bobot 80Kelas 5 : ≥ 45% (Sangat Curam) Nilai Bobot 100

b) Tanah Menurut Kepekaanya Terhadap Erosi

Kelas 1 : Aluvial, Planosol, Hidromorf Nilai Bobot 15Kelabu Latterik (Tidak Peka)

Kelas 2 : Latosol (Agak Peka) Nilai Bobot 30Kelas 3 : Tanah Hutan Coklat, Tanah Med Nilai Bobot 45

Kambisol (Kepekaan Sedang)Kelas 4 : Andosol, Laterik, Grumosol, Podsol Nilai Bobot 60

Podsolik (Peka(\)Kelas 5 : Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Nilai Bobot 75

(Sangat Peka)

c) Intensitas Huja Harian Rata-Rata

Kelas 1 : ≤ 13,6 mm/hari (Sangat Rendah) Nilai Bobot 20Kelas 2 : 13,6 – 20,7 mm/hari (Rendah) Nilai Bobot 20Kelas 3 : 20,7 – 27,7 mm/hari (Sedang) Nilai Bobot 20Kelas 4 : 27,7 – 34,8 mm/hari (Tinggi) Nilai Bobot 20Kelas 5 : ≥ 34,8 mm/hari (Sangat Tinggi) Nilai Bobot 20

Penetapan penggunaan lahan untuk setiap satuan lahan kedalam suatu kawasan

fungsional dilakukan dengan menjumlahkan nilai bobot ketiga faktor tersebut dengan

mempertimbangkan keaadaan setempat. Adapun kriteria penetapan sebagai berikut:

a) Kawasan Lindung, yaitu satuan lahan yang mempunyai jumlah pembobotan

sama dengan atau lebih besar dari 175 dan memenuhi salah satu atau

beberapa syarat sebagai berikut:

1) Mempunyai kemiringan lereng ≥ 45%

2) Tanah dengan klasifikasi sangat peka terhadap erosi dan mempunyai

kemiringan lereng 15%

58

Page 40: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3) Merupakan jalur pengaman aliran sungai, sekurang-kurangnya 100 m di

kiri-kanan alur sungai

4) Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 m dari pusat mata air

5) Berada pada ketinggian ≥2.000 m dpl

6) Guna kepentingan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung

b) Kawasan Penyangga, yaitu satuan lahan yang mempunyai jumlah

pembobotan antara 125 – 174 serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut:

1) Keadaan fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budidaya pertanian

secara ekonomis.

2) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan

penyangga

3) Tidak merugikan dari segi ekologi /lingkungan hidup.

c) Kawasan Budidaya, yaitu satuan lahan yang mempunyai jumlah pembobotan

kurang dari atau sama dengan 124, serta sesuai untuk dikembangkan usaha

tani tanaman tahunan(tanaman perkebunan, tanaman industri).

3.10.2 Konservasi Vegetatif (Agronomis)

Konservasi vegetatif adalah fungsi konservasi tanah dan air melalui penyediaan

penutup tanah dengan vegetasi agar tanah terlindung dari pukulan hujan secara

langsung. Melalui penutupan tanah secara vegetatif maka kondisi tanah diperbaiki

dan dijaga sehingga tahan terhadap penghancuran dan pengangkutan, serta

meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah. Penutupan tanah oleh vegetasi akan

59

Page 41: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

mengatur aliran permukaan sedemikian rupa sehingga mengalir dengan energi yang

tidak merusak karena mengurangi aliran permukaan, menahan aliran permukaan dan

mengendalikan aliran permukaan.

Beberapa cara yang sering dilakukan dan akan dikembangkan di wilayah

Daerah Aliran Sungai secara umum adalah:

a) Tanaman penutup tanah

Terdiri dari tanaman penutup tanah rendah (rumput-rumputan, akar wangi

dsb); Tanaman penutup tanah sedang (semak dan leguminosa); Tanaman

penutup tanah tinggi (tanaman pohon pelindung)

b) Tanaman rumput makanan ternak

Rumput yang dapat ditanam adalah rumput benggala, rumput kolonjono,

rumput setaria, rumput gajah, rumput raja.

c) Penamanan dalam strip

Penanaman dalam strip adalah suatu sistem bercocok tanam dengan cara

beberapa jenis tanaman di tanam dalam strip berselang seling pada sebidang

tanah dan disusun memotong lereng atau kontur.

d) Pergiliran tanaman

Pergiliran tanaman adalah cara penting lainnya untuk konservasi tanah dan air

yaitu dengan cara penanaman dilakukan secara bergilir jenis-jenis tanaman

yang ditentukan dalam urutan waktu tertentu pada suatu bidang tanah.

e) Tanaman penguat teras

Merupakan cara yang menggabungkan metode vegetatif dengan metoda fisik.

Teras yang sudah ada diperkuat dengan tanaman penguat teras. Tanaman yang

60

Page 42: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

dipilih disesuaikan dengan kebutuhan, dengan syarat-syarat : mempunyai

sistem perakaran yang intensif sehingga mampu mengikat tanah, tahan

pangkas, dan mempunyai sifat menyuburkan tanah.

3.10.3 Konservasi Fisik (Sipil)

Konservasi fisik adalah fungsi konservasi tanah dan air melalui perubahan fisik

tanah dengan teknik sipil agar tanah terlindung dari pukulan hujan dan aliran

permukaan. Melalui perubahan permukaan tanah secara teknik sipil maka kondisi

tanah diperbaiki dan dijaga sehingga tahan terhadap penghancuran dan

pengangkutan, serta meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah. Perbaikan

permukaan tanah akan mengatur aliran permukaan sedemikian rupa sehingga

mengalir dengan energi yang tidak merusak karena mengurangi aliran permukaan,

menahan aliran permukaan dan mengendalikan aliran permukaan.

Kegiatan penataan fisik adalah penataan fisik lahan agar terjadinya gradasi

tanah ke arah yang lebih buruk tidak terjadi. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan

adalah :

a) Teras

Ada bebrapa tipe teras yang dapat dikembangkan untuk program penantaan lahan

di wilayah sungai Jratunseluna dan Pemali Comal, yaitu :

Teras Datar

Dibuat untuk lahan datar dengan curah hujan rendah dan kemiringan < 3 %,

dengan angka infiltrasi tinggi

61

Page 43: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Teras Kredit

Ditetapkan pada lahan dengan angka infiltrasi rendah (daya resap tanah

rendah) dengan kemiringan lahan 3 – 10 %, dengan curah hujan tinggi

Teras Guludan

Ditetapkan pada lahan dengan kemiringan 10 – 15 % dan dilengkapi

dengan saluran pembuang pada sepanjang lajur atau gulud

Teras Bangku

Ditetapkan pada lahan dengan kemiringan 10 – 30 %, memiliki bidang

olah 1 % ke arah dalam serta dilengkapi saluran pembuang yang di

sebelah dalam bidang teras.

b) Sengkedan

Merupakan teknik pengendalian erosi dengan menempatkan batang/

cabang/ranting kayu atau bambu mengikuti garis kontur dengan jarak tertentu.

Bangunan tersebut dilengkapi dengan tumpukan sisa-sisa tanaman hasil

penyiangan untuk menahan tanah erosi dan bidang olah. Pada lereng yang

curam bangunan tersebut ditahan dengan cerucuk (pasak) bambu/kayu. Lebar

bidang olah antara sengkedan tergantung kemiringan, tetapi biasanya berkisar

4 – 8 m.

c) Saluran Pengendali Air (SPA)

SPA dibuat pada teras gulud, teras bangku dan teras kebun sepanjang garis

kontur untuk menangkap aliran permukaan dan mengalirkannya ke tempat-

tempat pengeluaran yang sesuai. SPA merupakan bangunan utama dan

62

Page 44: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

pengendali aliran permukaan di daerah-daerah dataran tinggi. SPA juga

merupakan tempat bermuaranya parit-parit yang terdapat pada teras tersebut

untuk mengalirkan aliran ke sungai/anak sungai/cek dam/embung. Jarak antar

SPA maksimum 100 m dengan ukuran 100 cm lebar atas, lebar dasar 50 cm dan

dalam 50 cm.

d) Bangunan Terjunan

Bangunan terjunan dimaksudkan untuk memperlambat kecepatan aliran air

yang masuk ke dalam saluran pembuangan air (SPA). Interval terjunan

mengikuti interval teras.

e) Embung

Ketersediaan air di lahan kering dapat diperbaiki dengan embung-embung

yang dapat menampung dan menyimpan air untuk irigasi. Embung adalah

bangunan semacam kolam sebagai penampung air permukaan. Penampungan air

skala kecil ini akan lebih berhasil jika dikelola sebagai satu sistem dengan tiga

komponen yaitu : daerah tangkapan air yang menghasilkan aliran permukaan,

embung yang menampung air dan daerah pengguna di mana air yang terkumpul

dimanfaatkan

f) Sumur Resapan

Keterbatasan lahan terbuka yang berfungsi untuk meresapkan air hujan dapat

diganti dengan pembuatan sumur – sumur resapan. Sumur resapan adalah lubang

yang dibuat di dalam tanah yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan

air hujan. Dengan adanya sumur resapan, limpasan permukaan air dapat

63

Page 45: BAB III TINJAUAN PUSTAKA

dikurangi, sekalipun pengisian air tanah dapat ditingkatkan. Sumur Resapan

dapat dibuat pada kawasan permukiman, dengan persyaratan air tanah cukup

dalam (lebih dari 3 m), permiabilitas tanah cukup, dan tanah tidak rawan longsor

dalam kondisi jenuh air.

64