bab iii tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
3.1 Umum
Konstruksi sebuah waduk sangat terpengaruh oleh jumlah sedimen yang
dihasilkan dari erosi lahan. Akumulasi penumpukan sedimen dalam badan waduk
setelah beberapa tahun waduk beroperasi pada akhirnya akan menyebabkan
berkurangnya kapasitas tampungan efektif dan pada beberapa kasus dapat
menyebabkan overtopping saat terjadi banjir.
Erosi dan degradasi DAS yang menjadi daerah tangkapan waduk disinyalir
merupakan sumber permasalahan utama waduk berupa penumpukan sedimen dan
akan memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas air, terganggunya fungsi waduk
sebagai pengendali banjir, penyedia cadangan air, pembangkit tenaga listrik maupun
fungsi rekreasi (Yang, C.T., 1978).
3.2 Erosi dan Sedimentasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan proses
terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material
tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material
yang terangkut di tempat lain (Suripin, 2000). Frevert, at al (1950), mengartikan
erosi sebagai proses hilangnya lapisan tanah yang jauh lebih cepat daripada proses
pembentukan tanah itu sendiri.
Erosi merupakan proses ilmiah yang tidak dapat dihilangkan sama sekali
khususnya untuk lahan-lahan yang diusahakan untuk pertanian. Tindakan yang dapat
dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih dibawah ambang
batas maksimum (soil loss tolerance). Proses erosi ini akan menimbulkan kerugian
yang besar, baik berupa merosotnya produktifitas tanah, rusaknya bangunan-
bangunan keairan serta sedimentasi waduk.
Seperti yang telah diuraikan bahwa lahan-lahan yang diusahakan untuk
pertanian secara terus-menerus ditanami tanpa istirahat dan tidak disertai cara
pengolahan tanah yang tidak tepat, akan mengalami penurunan produktifitas tanah
karena menurunnya kesuburan tanah akibat unsur hara yang terdapat pada lapisan
tanah bagian atas hilang bersamaan terjadinya erosi.
Bahaya erosi banyak sekali terjadi pada daerah-daerah lahan kering terutama
yang memiliki kemiringan sekirat 15% atau lebih. Tanah kering yang rentan terhadap
erosi terutama adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang menempati areal terluas di
Indonesia, kemudian disusul oleh tanah Latosol dengan kemiringan lereng agak
curam sampai curam, terutama tanah-tanah yang tidak tertutup tanaman.
Tanah podsolik terbentuk dari batuan yang bersifat asam, sifatnya agak jelek
sampai jelek, minim kandungan unsur hara. Tanah Latosol terbentuk dari batuan
yang bersifat netral dengan sifat fisiknya baik, namun kandungan unsur haranya
sedikit sekali. Akibat dari kondisi tersebut, maka kestabilan agregatnya rendah
sekali, yang memungkinkan mudah terkikis oleh aliran permukaan.
21
Langbien dan Schumm (1958) menunjukan bahwa erosi maksimum terjadi
pada daerah yang mempunyai hujan efektif rata-rata 300 mm, seperti yang
ditunjukan pada Gambar 3.1.
0 250 500 750 1000
Gambar 3.1 Hubungan Yil Sedimen dan Hujan Effektif
3.3 Mekanisme Terjadinya Erosi dan Yil Sedimen
Siklus air dalam tanah merupakan peristiwa yang melibatkan proses masuk
dan keluarnya air pada lapisan tanah (Suprayogo et al., 2002). Proses masuknya air
hujan kedalam lapisan tanah melalui suatu proses yang dinamakan infiltrasi. Apabila
curah hujan telah melebihi maximum laju infiltrasi tanah dan curah hujan telah
melebihi kapasitas tanah menyimpan air (jumlah ruang pori tanah) limpasan
permukaan mulai terjadi. Laju infiltrasi tanah sangat dipengaruhi oleh macam
penggunaan lahan atau kerapatan vegetasi penutup tanah yang berhubungan dengan
ketebalan lapisan seresah tanah, intensitas hujan, intersepsi hujan oleh kanopi
tanaman dan dinamika struktur tanah. Dinamika struktur tanah merupakan proses
22
Yil S
edim
en
(t/K
m2 /
Tahu
n)
200
100
400
300
Hujan Efektif Tahunan Rata-Rata (mm)250 500 750 1000
pembentukan dan penurunan pori makro yang sangat tergantung pada tersedianya
bahan organik tanah berupa lapisan seresah tanah dan akar yang mati.
Kapasitas tanah dalam menyimpan air tergantung pada konduktifitas hidrolik
jenuh dan aliran lateral. Konduktifitas hidrolik jenuh merupakan fungsi dari tekstur
tanah, bahan organik tanah dan kerapatan tanah (Woesten et al., 1998). Kehilangan
tanah dimodelkan sebagai fungsi dari limpasan permukaan, kemiringan lahan,
kerapatan vegetasi penutup tanah dan koefisien erodibilitas tanah atau mudah
tidaknya tanah terkikis oleh hujan dan limpasan permukaan (Rose, 1985).
Hujan merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya erosi tanah.
Tetesan air hujan yang memiliki energi kinetik (Ek) menghantam muka tanah
mengakibatkan pecahnya agregat-agregat tanah tersebut, sebagaian ada yang
terlemparnya ke udara dan karena gaya grafitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali
ke bumi dan sebagian partikel halus menutup pori-pori tanah sehinga porositas tanah
menurun. Tetesan air hujan juga menimbukan pembentukan lapisan tanah keras pada
lapisan permukaan, akibatnya infiltrasi tanah berkurang sehingga air mengalir di
permukaan sebagai Surface Run-Off.
Dengan tertutupnya pori-pori tanah, maka laju maupun kapasitas infiltrasi tanah
berkurang, akibatnya aliran permukaan yang dapat mengikis dan mengangkut butir-
butir tanah meningkat terus-menerus. Proses pengangkutan ini akan terhenti baik
untuk sementara atau tetap sebagai pengendapan atau sedimentasi yang pada
kejadian hujan berikutnya endapan ini akan terangkut kembali menuju dataran yang
lebih rendah dan akhirnya sebagian material erosi akan masuk ke sungai sebagai yil
sedimen.
23
3.4 Faktor Penyebab Terjadinya Erosi
Iklim dan geologi merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses erosi
disamping karakteristik tanah dan vegetasi.yang keduanya sangat tergantung dari dua
faktor yang disebutkan terdahulu. Di luar faktor tersebut, kegiatan manusia juga
memberikan andil yang cukup besar pada perubahaan laju erosi tanah.
Untuk memahami lebih lanjut berikut diuraikan kelima faktor penyebab
terjadinya erosi secara detail.
3.4.1 Iklim
Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi tanah adalah hujan, temperatur
dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Hujan mempunyai
peran penting dalam erosi tanah melalui tenaga penglepasan dari pukulan-pukulan
butir-butir air hujan pada permukaan tanah melalui kontribusinya terhadap aliran.
Karakteristik hujan yang mmpunyai pengaruh terhadap erosi tanah meliputi jumlah
dan kedalaman hujan, intensitas dan durasi hujan itu sendiri. Jumlah hujan yang
besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah dan sebaliknya
hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi
karena jumlah hujannya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi,
maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi.
Energi yang terkadung dalam butiran air hujan mencakup dua energi utama,
yaitu energi potensial dan energi kinetik, namun pada fenomena erosi tanah, energi
potensial dikonversi menjadi energi kinetik (Morgan, 1988), sehingga kekuatan
erosif hujan hanya dinyatakan dalam energi kinetiknya saja. Karena energi kinetik
24
berkaitan erat dengan intensitas hujan, maka dimungkinkan menggunakan intensitas
hujan untuk menurunkan nilai erosif hujan (Selbe, 1993)
3.4.2 Tanah
Secara fisik tanah terdiri dari partikel mineral dan organik dengan berbagai
ukuran. Partikel-partikel ini tersusun dalam bentuk matrik yang berpori-pori,
sebagian terisi air dan sebagian lagi terisi udara. Secara esensial penggunaan tanah
dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah, yang meliputi: tekstur, struktur, infiltrasi,
kandungan bahan organik dan relief lahan.
a) Infiltrasi
Terkstur tanah merupakan perbandingan relatif dari berbagai golongan
besar partikel tanah dalam suatu masa tanah, terutama perbandingan antara fraksi
liat, lempung dan pasir. Analisis saringan dapat dipergunakan untuk menentukan
tekstur tanah termasuk dalam kelas mana dari dua belas kelas utama berdasarkan
klasifikasi USDA.
Tekstur tanah turut menentukan pergerakan dan dinamika air dalam tanah.
Kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan tanah untuk mengikat air adalah
komponen utama yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya aliran permukaan.
Untuk tanah yang bertekstur kasar dengan kapasitas infiltrasi dan permeabilitas
yang besar seperti tanah berpasir, maka walaupun dengan curah hujan yang lebat
kemungkinan terjadinya aliran permukaan kecil sekali, lain halnya dengan tanah
yang bertekstur halus. Jenis tanah ini akan menyerap air sangat lambat sehingga
25
dengan curah hujan yang rendah saja sudah memungkinkan terjadinya aliran
permukaan.
Klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir primer tanah seperti yang
ditunjukan pada Tabel 3.1, sedangkan penentuan tekstur tanah berdasarkan
prosentase liat, lempung dan pasir dapat menggunakan piramida USDA seperti
pada Gambar 3.2.
Gambar. 3.2 Segitiga Tekstur Tanah USDA
Tabel 3.1 Klasifikasi Butir-Butir Primer TanahJenis Kelas Diameter Butiran
mm PhiPasir Sangat kasar
KasarSedangHalusSangat Halus
2,0 – 1,01,0 – 0,50,5 – 0,25
0,25 – 0,1250,125 – 0.062
2000 – 10001000 – 500500 – 250250 – 125
125 – 62
Lempung KasarSedangHalusSangat Halus
0,062 – 0,0310,031 – 0,0160,016 – 0,0080,008 – 0,004
62 – 3131 – 1616 – 88 – 4
Liat KasarSedangHalusSangat Halus
0,004 – 0,0020,002 – 0,0010,001 – 0,0005
0,0005 – 0,00024
4 – 22 – 1
1 – 0,50,5 – 0,25
Sumber : Suripin, 2000
26
Bennet (1939) dalam Suripin (2000), mengemukakan bahwa tekstur kasar
yang terpisah satu sama lain, menunjukan permeabilitas yang besar dari tanah
yang bertekstur halus, yang dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan, tetapi
hal tersebut pada tanah yang cepat jenuh dengan air bahaya erosi kemungkinan
sangat besar.
Kepekaan tanah terhadap erosi ditentukan oleh mudah tidaknya butir-butir
tanah diceraiberaikan oleh air, daya infiltrasi dan ukuran butir-butir tanah.
Karena itu tanah yang sangat mudah untuk tercerai berai oleh air dan daya
infiltrasinya kecil serta ukuran butir yang halus akan peka terhadap erosi (Baver,
1956 dalam Suripin, 2000).
b) Struktur Tanah
Struktur tanah dipergunakan untuk menerangkan susunan partikel tanah.
Material tanah tersusun dari struktur makro dan struktur mikro. Struktur makro
adalah susunan agregat-agregat tanah satu dengan lainnya, sedangkan struktur
mikro adalah penyusunan butir-butir primer tanah (pasir, lempung dan liat)
menjadi partikel skunder yang disebut agregat. Berdasarkan tipe dan kedudukan
agregat, struktur mikro dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
b.1 Struktur remah–lepas, yaitu keadaan dimana tanah tampak lepas, mudah
dipindahkan atau didorong ketempat lain
b.2 Struktur remah-sedang, yaitu tanah cenderung agak bergumpalan, susunan
lapisan-lapisan tanahnya tampak adanya agregasi dan terdapat pula lubang-
lubang yang menyebabkan air mudah menerobos ke lapisan bawah.
27
b. 3 Struktur lekat-lengket, yaitu biasanya sangat kompak jika dalam bentuk
gumpalan. Dalam keadaan kering gumpalan-gumpalan tersebut sangat
keras, sedang pada kindisi basah menjadi sangat lengket.
Pengaruh struktur tanah terhadap tata air, terutama terhadap permeabilitas
dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air dalam tanah. Permeabilitas tanah
dapat mengurangi bahkan menghilangkan daya air untuk mengerosi permukaan
tanah, sedangkan kemampuan tanah untuk mengalirkan air dalam tanah
ditunjukkan dengan kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi yang besar akan
mengurangi kemungkinan terjadinya erosi dan sebaliknya akan menyebabkan
potensi terjadinya aliran permukaan semakin besar sehingga kemungkinan erosi
pun semakin besar.
Menurut Bennet (1939) dalam Suripin (2000), tanah dengan struktur yang
baik dan pori-pori yang besar serta kecepatan infiltrasinya besar bila terjadi
hujan, maka butir-butir air hujan akan menceraiberaikan butiran-butiran tanah
menjadi butiran yang lebih halus, selanjutnya akan akan terbawa aliran
permukaan. Sebagian akan menutupi pori-pori tanah, sehingga tanah menjadi
lebih padat dan kecepatan infiltrasinya berkurang sehingga aliran permukaan
menjadi lebih besar. Dengan peningkatan kapasitas aliran permukaan maka
konsekuensinya adalah terhadap kapasitas angkut yang semakin besar pula,
sehingga kemungkinan tanah yang terkikis akan semakin besar pula.
28
c) Infiltrasi
Infiltrasi adalah pristiwa masuknya air kedalam tanah melalui pori-pori
tanah dengan pergerakan air secara vertikal. Kecapatan atau laju infiltrasi
digambarkan sebagai jumlah air yang masuk kedalam massa tanah persatuan
waktu. Besarnya laju infiltrasi sangat tergantung pada kapasitas infiltrasi, yaitu
kemampuan tanah untuk meloloskan air dari permukaan tanah secara vertikal.
Laju infiltrasi ini akan semakin berkurang seiring dengan berjalannya waktu.
Gambar 3.3 mengilustrasikan hubungan laju infiltrasi terhadap waktu.
Gambar 3.3 Hubungan Laju Infiltrasi Terhadap Waktu
Kapasitas infiltrasi tergantung terhadap sifat tanah itu sendiri, yaitu
porositas, kelembaban awal dan kemiringan tanah. Makin tinggi kelembaban
awal tanah atau makin tinggi kemiringan akan semakin kecil laju infiltarsinya,
sementara potoritas akan memberikan pengaruh yang positif terhadap laju
infiltrasi.
Tanah dengan jumlah pori halus yang banyak dan sedikit sekali jumlah
pori-pori yang besar akan mempunyai kapasitas infiltrasi yang kecil, sedangkan
29
Laj
u In
filt
rasi
Waktu
Tanah Kering
Tanah Basah
sebailiknya untuk tanah yang memiliki sedikit sekali pori-pori halus namun
banyak sekali pori-pori yang besar.
Bermanakusumah (1978) menyatakan bahwa semakin besar kapasitas
infiltrasi, maka aliran permukaan yang terjadi akan semakin kecil, sehingga
kemungkinan tanah tererosi akan semakin kecil pula.
d) Kandungan Bahan Organik
Bahan organik memegang peran yang penting dalam menentukan sifat-sifat
tanah, terutama bagi pertumbuhan tanaman dan biasanya ditemukan pada lapisan
atas tanah. Bahan organik berasal dari guguran vegetasi yang merupakan sumber
makanan bagi mikro-organisme, sehingga akan merangsang kegiatannya dalam
menciptakan struktur tanah yang baik.
Makin banyak kandungan bahan organik, maka akan semakin baik aerasi
tanah dengan semakin baiknya porositas tanah sehingga akan mempengaruhi pula
kemampuan tanah untuk menghisap air serta peningkatan kapasitas tampungan
air tanah. Akibat peningkatan kandungan bahan organik ini pula pada akhirnya
akan memperbaiki sistem perakaran tumbuhan yang mempunyai fungsi sebagai
pemantapan agregat tanah serta peningkatan daya tahan air tanah.
3.4.3 Topographi
Derajat kemiringan dan panjang lereng merupakan sifat utama dari topografi
yang mempengaruhi erosi. Secara umum erosi akan meningkat dengan semakin
panjang dan curamnya lereng. Kecepatan aliran permukaanlah yang pada akhirnya
30
akan mengikis lapisan atas tanah, sehingga terjadinya erosi. Pada lahan datar,
percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala arah secar
acak. Pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak yang terlempar ke arah bawah
daripada yang ke arah atas. Dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya
kemiringan lereng. Selanjutnya, makin panjang lereng cenderung makin banyak air
permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi
kedalaman maupun kecepatannya. Kombinasi kedua variabel lereng ini
menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng
tetapi meningkat secara drastis dengan meningkatnya panjang lereng.
3.4.4 Vegetasi
Vegetasi mempunyai pengaruh yang bersifat melawan terhadap faktor-faktor
lain yang erosif, seperti hujan, topographi dan karaktristik tanah. Pengaruh vegetasi
dalam memperkecil laju erosi adalah sebagi penangkap butir hujan sehingga energi
kinetiknya terserap oleh tanaman dan tidak langsung menghatam tanah. Selain itu
pula tanaman penutup dapat mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran,
mengurangi kecepatan aliran permukaan dan selanjutnya mengurangi kemampuan
aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut sedimen. Akar tanaman dapat
meningkatkan stabilitas kekuatan tanah, granularitas dan porositas, sedangkan
aktifitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak
positif pada porositas tanah. Adanya tanaman akan pula meningkatkan proses
transpirasi air, sehingga lapisan tanah menjadi kering dan memadatkan lapisan yang
31
dibawahnya. Akibat dari hal ini kapasitas infiltrasi akan menjadi lebih besar sehingga
volume aliran permukaan juga akan semakin berkurang.
3.4.5 Manusia
Kegiatan manusia merupakan salah satu faktor penting terhadap terjadinya
erosi tanah yang cepat dan intensif. Kegiatan tersebut berkaitan dengan perubahan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi, yang akhirnya akan mengganggu
keseimbangan antara proses pembentukan tanah dan laju erosi tanah.
3.5 Penutupan Lahan
Kondisi penutupan lahan identik dengan keadaan vegetasi yang terdapat pada
suatu areal. Keadaaan tajuk tanaman baik horizontal maupun vertikal merupakan
faktor yang sangat menentukan untuk mengurangi energi aliran, meningkatkan
kekasaran, mengurangi kecepatan aliran permukaan dan selanjutnya akan
mengurangi kemampuan aliran untuk mengikis tanah dan mengangkut sedimen.
Efektifitas tanaman sebagai media penutup lahan dalam mencegah erosi
tergantung pada tinggi dan kontinuitas kanopi, kerapatan penutup lahan dan
kerapatan perakaran. Seperti yang diketahui bahwa makin tinggi tempat jatuh butiran
hujan makin tinggi kecepatannya pada saat mencapai permukaan tanah. Oleh
karenannya ketinggian tanaman berperan sangat penting, semakin tinggi tanaman
akan semakin besar energi kinetik butiran air hujan yang jatuh dari tanaman itu.
Morgan (1986) menyatakan bahwa butiran air yang jatuh dari ketinggian 7 m dapat
32
mencapai kecepatan 90% kecepatan maksimumnya, sehingga ketinggian tanaman
yang melebihi 7 m akan sangat tidak efektif sebagai penutup lahan.
Kerapatan tajuk tanaman akan mempengaruhi panjang lintasan aliran
permukaan dan luasan lahan yang tertutup. Pada tanah yang gundul dengan penutup
lahan yang sangat minim, aliran permukaan akan melintas relatif lurus kearah
kemiringan lahan, sementara tanah dengan tanaman, khususnya pertanaman acak
akan membentuk lintasan aliran permukaan yang zig-zag, sehingga lintasannya
makin panjang. Dengan beda tinggi yang sama, akan dihasilkan kemiringan yang
lebih landai, sehingga kecepatan aliran permukaan menjadi lebih kecil dan energi
perusaknya juga makin kecil.
Kerapatan tanaman juga mempengaruhi luasan lahan yang tertutup tanaman,
semakin rapat tanaman yang ada dipermukaan lahan semakin kecil energi hujan yang
sampai ketanah, akibatnya semikin kecil pula kemungkinan terjadinya erosi.
Kerapatan sistem perakaran menentukan efektifitas tanaman dalam membantu
pemantapan agregat, yang berarti pula meningkatkan porositas tanah. Karena
porositas merupakan faktor yang menentukan besar kecilnya laju kapasitas infiltrasi,
sehingga meningkatnya pororitas tanah dapat mengurangi energi perusak aliran
permukaan.
Perubahan penutupan lahan erat kaitanya dengan perubahaan penggunaan
lahan. Lahan-lahan yang semula difungsikan sebagai kawasan konservasi dengan
fungsi lindung berupa hutan primer maupun hutan skunder, maka seiring dengan
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan lahan yang digunakan untuk areal
pertanian, perkebunan maupun pemukiman, membuat sebagian besar areal hutan
33
beralih guna secara ilegal, akibatnya luasan penutup lahan akan menjadi semakin
berkurang.
3.6 Sedimentologi
Sebagian material yang tererosi pada DAS akhirnya mencapai outlet basin atau
sungai/saluran terdekat. Sebagian besar yil sedimen yang masuk kedalam sungai
akan terangkut sebagai material sedimen melayang. Pada dasarnya yil sedimen
mempunyai sifat dan propertinya sendiri berdasarkan ukuran, bentuk, kepadatan dan
kecepatan jatuhnya. Keempat hal tersebut yang akan sangat besar pengaruhnya
terhadap pergerakan sedimen didalam air, selain gaya luar yang bekerja akibat aliran.
Makin kecil ukuran, bentuk dan kepadatannya akan menyebabkan makin besar
kecepatan jatuh material sedimen, dan akan semakin jauh material tersebut terbawa
aliran.
3.6.1 Konsentrasi Sedimen
Konsentrasi sedimen melayang yang diukur pada stasiun pengamatan suatu
sungai merupakan identifikasi awal terhadap beban sedimen yang terlarut dalam air,
oleh karenanya pengukuran konsentrasi sedimen secara berkala sangat diperlukan
sebagai proses premonitoring untuk mengestimasi sedimen yang terakumulasi
dibagian hulu sungai.
Menurut Julien (1995) dalam Morris dan Fan (1997), ada tiga metode yang
dapat digunakan dalam dalam menentukan besarnya konsentrasi sedimen di dalam
air, yaitu konsentrasi sedimen berdasarkan massa (Cm), konsentrasi sedimen
berdasarkan volume (Cv) dan konsentrasi sedimen berdasarkan beratnya (Cw).
34
Konsentrasi sedimen berdasarkan massa (Cm) diartikan sebagai perbandingan
massa sedimen terhadap volume total air dan sedimen yang terlarut di dalamnya,
seperti yang dirumuskan sebagai:
...........................................................................................................(3.1)
Konsentrasi sedimen berdasarkan volume adalah perbandingan antara voleme
sedimen terhadap volume total air dan sedimen yang terlarut didalamnya, seperti
yang dirumuskan sebagai:
...........................................................................................................(3.2)
Konsentrasi sedimen berdasarkan berat (Cw) adalah perbandingan berat
sedimen terhadap berat dari air dan sedimen yang terlarut didalamnya, yang
dirumuskan sebagai:
.....................................................................(3.3)
Berdasarkan serangkaian data pengukuran konsentrasi sedimen dan debit aliran
dapat ditentukan diperoleh garis lengkung sedimen (sediment ratting curve), yang
mempunyai bentuk umum sebagai berikut:
.......................................................................................................(3.4)
sehingga debit sedimen harian dapat dihitung dengan persamaan berikut:
........................................................................................(3.5)
Dengan :
C = Konsentrasi sedimen (g/mL)Qs = Debit sedimen layang (ton/hari)
35
Qw = Debit aliran (m3/dt) a & b = Koefisien hasil regresi
3.6.2 Yil Sedimen
Samuel and Singh (1998) melaporkan bahwa tidak ada satupun variabel tunggal
yang mempunyai korelasi yang kuat dengan yil sedimen, tetapi setelah
mengkombinasikan tiga atau lebih variabel, pengaruhnya menjadi kentara. Variabel
yang paling sering diperhitungkan adalah:
1). Hujan rata-rata tahunan (Pa)
2). Nisbah antara panjang-lebar DAS (L/W); yaitu nisbah antara panjnag DAS
terpanjang (L) dan lebar DAS yang lebar (W) yang diukur saling tegak lurus.
3). Nisbah percabangan (Br), yaitu nisbah antara jumlah anak sungai untuk suatu
tingkatan (order) terhadap jumlah anak sungai pada satu tingkatan yang lebih
tinggi.
4). Nisbah relief-panjang (Rb/L), yaitu nisbah antara relief DAS (Rb) terhadap
panjang horizontal sepanjang dimensi terpanjang DAS sejajar dengan garis
darainase utama (L).
5). Kepadatan Drainase (Dd), yaitu nisbah panjang total sungai/saluran untuk semua
tingkatan terhadap luas DAS
6). Kemiringan DAS rata-rata.
Beberapa model prediksi yil sedimen telah banyak dikembangkan diberbagai
wilayah belahan dunia, namun masing-masing persamaan tidak dapat langsung tepat
jika diterapkan pada suatu daerah.
36
Suripin (1998) berdasarkan hasil studinya terhadap anak-anak sungai di Solo
Hulu, setelah menganalis sembilan belas parameter DAS mendapatkan persamaan
yang paling tepat dengan melibatkan tiga variabel sebgai berikut:
........................................................(3.6)
Dengan :
SY = Yil sedimen (ton/ha/tahun)Qw = Debit tahunan (m3/dt)S = Kemiringan rata0rata DAS (%)Dd = Kerapantan drainase.
3.6.3 Sedimen Delevery Ratio
Sebagian kecil saja material sedimen yang tererosi pada bagian hulu DAS
mencapai outlet basin tersebut. Perbandingan antara sedimen yang terukur di outlet
dan erosi dilahan biasanya disebut sebagai Nisbah Pengangkutan Sedimen (NPS)
atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Secara umum SDR cenderung berbanding
terbalik terhadap luas DAS, makin luas DAS akan makin kecil nilai SDR nya.
Namun jika ditinjau lebih teliti, besarnya SDR merupakan proses yang sangat
kompleks, tidak sekedar fungsi luas DAS tetapi hampir semua karakteristik DAS
berpengaruh terhadap nilai SDR.
Secara singkat prosedur penurunan persamaan SDR terdiri dari beberpa
langkah sebagai berikut:
1). Estimasi erosi lahan tahunan Ea dengan metode USLE dari basin diatas outlet
yang ditinjau
37
2). Mengukur yil sedimen tahunan (annual sediment yield) SYo, dititik yang
ditinjau, dalam hal ini dipakai 2 cara yaitu survey hidrografi dan studi
hidrologi.
3). Perhitungan SDR dengan rumus SDR = Syo/Ea
4). Mencari hubungan antara SDR yang diperoleh dengan karakteristik basin untuk
mengembangkan persamaan SDR dengan metode step-wise multiple
regression.
3.7 Konsep Dasar Umur Suatu Waduk
Sedimentasi waduk secara metodologi telah dipelajari sejak tahun 1939 oleh
Eken dan Bown, namun ketertarikan para praktisi waduk terhadap masalah
sedimentasi ini masih sedikit sekali dibandingkan kajian masalah teknis secara
struktural. Hal ini yang akhirnya menyebabkan banyak waduk yang mengalami
kerusakan akibat sedimentasi ini dalam kurun waktu 1939 sampai dengan 1970.
Seiring dengan semakin kompleksnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh
masalah sedimentasi dalam tubuh waduk ini, maka setelah periode berikutnya semua
perencanaan dan pengoprasian suatu waduk mulai mempertimbangkan dampak
negatif yang ditimbulkan oleh permasalahan sedimentasi, karena walaupun
kenyataannya secara struktural suatu waduk itu masih dalam katagori baik namun
jika akumulasi sedimen yang masuk dalam tubuh waduk telah mencapai ambang
batas yang diperkenankan baik dari sisi teknis maupun ekonomi, maka kelangsungan
hidupnya akan terganggu yang pada akhirnya akan mengurangi tujuan dan fungsi
awal pembangunan waduk tersebut.
38
Menurut Murthy (1977), ada beberapa konsep dasar atau pengertian yang dapat
digunakan untuk mendefinisikan umur suatu waduk, yaitu:
1) Umur Rencana
Umur rencana adalah periode waktu yang direncanakan bagi suatu waduk
untuk masih dapat melayani tujuan awal pembuatan.
2) Umur Proyek
Umur proyek adalah periode waktu bagi suatu waduk untuk dapat
melayani tujuan awal pembuatan. Saat waduk sudah tidak lagi dapat melayani
maksud penggunaan akibat akumulasi sedimen, maka dapat dikatakan bahwa
waduk tersebut sudah mencapai umur proyeknya.
3) Umur Ekonomi
Umur ekonomi adalah periode waktu dimana keuntungan dari pengoprasian
waduk ekonomi melebihi biaya yang telah dikeluarkan untuk pembuataanya.
Melanjutkan pengorasian suatu waduk yang telah mencapai umur ekonominya
dapat dilakukan namun dengan mempertimbangkan present value keuntungan
harus melebihi biaya operasional atau sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi
teknik.
4) Umur Guna
Umur guna adalah periode waktu dimana waduk masih dapat beroperasi
untuk maksud dan tujuan awal ataupun revisi dari maksud dan tujuan tersebut.
39
3.8 Sedimentasi Waduk
Penumpukan sedimen adalah masalah utama yang mempengaruhi umur waduk.
pengetahuan laju sedimentasi dan pola penumpukan sedimen di dalam suatu waduk
diperlukan untuk meramalkan kerusakan yang terjadi pada waduk tersebut khususnya
akibat sedimentasi, sehingga dapat ditentukan jenis yang strategi yang
memungkinkan dapat segera diapplikasikan. Pola penumpukan sedimen juga
mencerminkan proses pengangkutannya di dalam waduk dan juga memberikan
informasi bagaimana distribusi dan proses pengangkutan sedimen terjadi.
Sedimentasi waduk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jumlah yil
sedimen yang dihasilkan erosi lahan, tinggi pengangkutan oleh air sebagai media
pembawa, pola oprasional waduk, bentuk geometri waduk dan perubahan debit
aliran. (Salas,1999).
Sedimen yang masuk kedalam badan air akan terangkut aliran baik sebagai
suspended load maupun sebagai bed load. Aliran akan melambat ketika inflow
sungai memasuki kolam genangan waduk dan penumpukan sedimen segera
berlangsung. Material bed load dan fraksi coarse dari suspended load akan terdeposit
pada bagian delta, sedangkan material sedimen yang lebih halus akan terangkut
kebagian yang lebih dalam dari waduk oleh aliran.
Proses pengangkutan material sedimen dalam waduk melalui tiga tahapan,
yaitu:
a) Pengangkutan material kasar (coarse) sebagai bed load disepanjang bagian
depan delta waduk.
40
b) Pengangkutan material yang lebih halus (fine) dalam aliran air yang keruh
c) Pengangkutan material yang paling halus oleh aliran yang relatif tenang.
3.8.1 Zona Penumpukan Sedimen
Zona penumpukan longitudinal sediment didalam waduk dibagi menjadi tiga
zona utama seperti ditunjukan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Zona Penumpukan Sedimen Waduk
Topset beds menunjukan penumpukan sedimen pada delta waduk, yang terjadi
saat sistem sungai memasuki kolam genangan waduk. Material sedimen akan
terangkut dari muara batas topset ke arah yang agak dalam dari waduk. Foreset
adalah zona penumpukan pada bagian depan topset dengan sudut kemiringan yang
sangat tajam dan ukuran sedimen yang agak lebih halus dari bagian Topset.
Bottemset merupakan zona penumpukan sedimen dimuka foreset dengan komposisi
41
sedimen yang sangat halus mereka, pada bagian ini juga sering ditemukan material
organik hasil pelapukan tumbuhan air atau ganggang.
Penumpukan pada wilayah delta berisi material sedimen dari fraksi kasar
maupun fraksi halus, sedangkan pada zone bottomset didominasi material berbutir
halus. Namun akibat inflow sungai, pengaruh drawdown, lereng pada bagian foreset
yang runtuh dan banjir ekstrim dapat menyebabkan material lebih kasar pada zone
topset terangkut ke dalam zone bottomset sehingga akhirnya pada zone ini variasi
ukuran material sedimen akan dapat ditemukan.
3.8.2 Survey Kapasitas Waduk
Pengamatan terhadap kapasitas waduk secara berkala dapat berguna dalam
menentukan volume sedimen yang terdeposit di dalam waduk, selain itu pula teknik
ini dapat menentukan pola sedimentasi didalam waduk. Selanjutnya dengan
mengetahui masa, berat isi kering dan trap efesiensi, jumlah yil sedimen yang
diproduksi oleh areal DAS hasil erosi dapat ditentukan.
Pengamatan pada waduk dalam hubungannya dengan sedimentasi yang terjadi
didalamnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu survey kontur (countur survey)
dan survey jarak (range survey).
Survey kontur menghasilkan bentuk rupa dasar waduk dalam bentuk koordinat
X,Y,Z secara detail yang akan menjadi dasar dalam penggambaran peta kontur
waduk. Dengan survey kontur dapat diestimasi volume genangan maupun pola
distribusi sedimentasi dalam waduk.
Survey jarak dilakukan dengan menggunakan data series hasil pengukuran
keadaan penampang melintang waduk dengan rentang jarak yang telah ditentukan.
42
Volume waduk ditentukan berdasarkan volume diantara dua penampang melintang
waduk.
Seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi, survey kontur menjadi
cara yang dianggap paling akurat daripada survey jarak, sehingga teknik-teknik
pengukuran terbaru berdasarkan metode ini terus dikembangkan dalam rangka
menghasilkan peta kontur yang cepat, tepat dan akurat.
Untuk melaksanakan pengukuran kapasitas waduk dengan metode survey
kontur, tahapan pertama adalah menyediakan kebutuhan alat pendukung utama
pelaksanaan hydrographic survey, seperti GPS set, sonic sounding set, alat ukur
jarak /sudut dan speedboat.
Tahapan selanjutnya setelah peralatan tersedia adalah menentukan titik acuan
yang dianggap sebagai titik referensi yang disebut BM. Penentuan koordinat BM
ditentukan dengan bantuan GPS set, yang menghasilkan datum elevasi titik referensi
tersebut. Pembuatan jalur pengukuran berdasarkan titik referensi menjadi pekerjaan
selanjutnya. Penentuan titik-titik poligon sebagai bagian jalur pengukuran poligon
tertutup dari jalur pengukuran dilakukan berdasarkan pertimbangan kesalahan
penutup sudut horizontal maupun kesalahan yang diizinkan pada kontrol vertikal.
Untuk kepentingan pembuat jalur pengukuran poligon tertutup ini, alat pengukuran
jarak dan sudut seperti theodolite maupun total station dapat dipergunakan.
Setelah jalur pengukuran dan titik-titik poligon ditentukan, maka selanjutnya
rekaman bawah air secara kontinyu dengan sonic sounding set dilakukan dengan
interval rekaman tiap kontur sebesar satu meter. Pengambilan interval kontur per satu
meter ini memungkinkan kontur yang didapat akan lebih teliti. Hasil pengukuran
sounding menghasilkan koordinat Z sedangkan untuk mendapatkan posisi koordinat
43
X dan Y selama pengukuran sounding digunakan dua buah GPS set, satu set
terpasang pada speedboat disebut rover sedangkan satu yang terpasang pada titik
referensi BM disebut base. Ketiga koordinat X,Y dan Z yang didapat kemudian
dikontrol pada titik BM. Simpangan-simpangan yang terjadi khusunya pada
koordinat X dan Y antra koordinat pada rover dan base di pergunakan sebagai
koreksi terhadap hasil pengukuran.
Semua koordinat X,Y dan Z hasil rekaman dari sounding dan GPS kemudian
dipergunakan sebagai bahan dasar dalam penggambaran peta kontur dengan bantuan
perangkat lunak berupa software. Software-software berbasis autodesk biasanya
dipergunakan sebagaoi alat bantu penggambaran peta kontur ini.
Selanjutnya hasil peta kontur yang menggambarkan keadaan bawah air dari
waduk diestimasi besar luasan daerah genangan air tiap-tiap garis kontur. Prediksi
hasil perhitungan luas ini kemudian digambarkan dalam suatu kurva yang
menyatakan hubungan antara luas permukaan dengan elevasi, seperti yang
ditunjukan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Grafik Hubungan Luas permukaan Waduk Versus Elevasi
44
Elev
asi
Luas Permukaan
Selanjutnya berdasarkan ploting area yang dibentuk antara luas permukaan
dengan elevasi, kapasitas waduk dapat ditentukan dengan mengintegrasikan areal
yang berada pada bagian bawah kurva dengan batas-batas berupa dua buah garis
kontur yang berdekatan.
Sebagai alat bantu penentuan kapasitas tampung waduk, dua buah metode
sederhana diperkenalkan berdasarkan pendekatan-pendekatan simpson rules ataupun
pendekatan trapezodial rules.
Berdasarkan pendekatan simpson rules, volume tampungan waduk dihitung
sebagai rata-rata volume yang dibentuk oleh dua bua garis kontur yang berdekatan,
yang dirumuskan sebagai:
....................................................................................................(3.7)
Dimana:
H = Perbedaan ketinggian dua elevasi konturA1 = Luas permukaan genangan yang dibatasi garis kontur 1A2 = Luas permukaan genangan yang dibatasi garis kontur 2
Saat luas permukaan waduk bertambah sebagai fungsi dari panjang dan lebar
permukaan waduk, maka estimasi yang lebih akurat adalah dengan menggunakan
pendekatan trapezodial rules, yang dirumuskan sebagai:
....................................................................................................(3.8)
Selanjutnya hasil perhitungan luas permukaan, volume genangan waduk dan
elevasi digambarkan pada suatu kurva yang menyatakan hubungan ketiganya, seperti
yang terlihat pada Gambar 3.6.
45
Elev
asi
Volume Genangan
Luas Permukaan
Gambar 3.6 Kurva Hubungan Elevasi, Luas & Volume Genangan Waduk
3.8.3 Laju Sedimentasi Waduk
Laju sedimentasi waduk didefinisikan sebagai besarnya volume seimen yang
treakumulasi dalam waduk per satuan luas DAS per satuan waktu pengamatan.
Berdasarkan hasil survey kontur dengan hasil akhir berupa volume genangan air
waduk, maka dapat ditentukan besarnya laju sedimentasi didalam waduk untuk dua
buah pengamatan dalam kurun waktu berbeda yang telah dilakukan.
Jika hasil survey volume genangan waduk pada tahun n adalah A dan volume
genangan waduk pada (n + t) tahun adalah B dengan luas DAS C, maka besarnya
laju sedimentasi waduk dinyatakan dalam:
(dalam satuan m3/km2/tahun)..........................................................(3.9)
3.9 Tingkat Kekritisan Lahan
46
Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada suatu lahan didasarkan pada suatu
perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang akan terjadi pada lahan tersebut
apabila pengelolaan tanaman dan konservasi tanah mengalami perubahaan dalam
jangka waktu panjang.
Perkiraan ini diperhitungkan dengan rumus yang dikembangkan Wischmeire
dan Smith (1978) yang dikenal dengan dengan istilah Universal Soil Loss Equation
(USLE) sebagai berikut:
A = R x K x LS x C x P..............................................................................(3.10)
Dengan:A = Jumlah Tanah yang hilang maksimum (ton/ha/tahun)R = Indeks erosivitas hujan K = Indeks faktor erodibilitas tanahLS = Indeks faktor panjang dan kemiringan lerengC = Indeks faktor pengelolaan tanamanP = Indeks faktor teknik konservasi tanah
3.9.1 Indeks Erosivitas Hujan (R)
Indeks erosivitas hujan didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan
dalam setahun. Nilai ini menunjukan daya rusak hujan yang dirumuskan oleh
Wischmeier (1959) dalam Suripin (2000) sebagai berikut:
.....................................................................................(3.11)
Dimana R adalah faktor rosivitas hujan (KJ/ha/tahun); n adalah jumlah kejadian
hujan dalam setahun; EI30 adalah interaksi energi dengan intensitas maksimum 30
menit yang merupaka produk perkalian antara energi hujan dan intensitas maksimum
47
30 menit. Untuk menghitung nilai EI30 pada persamaan diatas diperlukan data hujan
dari penakar hujan otomatis (ARR).
Validasi persamaan (3.8) untuk daerah tropis seperti indonesia , sangat
diragukan, karena pengopersaian ARR sebagai alat pengukur hujan otomatis sangat
minim kenyataanya. Oleh karenanya beberapa metode pendekatan lain dalam
menentukan nilai EI30 dengan menggunakan data hujan yang tersedia, seperti yang
diperkenalkan oleh Lenvain (1975) dengan rumusan sebagai berikut:
.......................................................................................(3.12)
dengan :
R = Curah hujan tahunan
Sedangkan Bols (1978) berdasarkan penelitiannya di Pulau Jawa dan Madura
mendapatkan persamaan sebagai berikut :
..........................................................(3.13)
dengan:
Pb = Curah hujan bulanan (cm)N = Jumlah hari hujan perbulan Pb = Hujan maksimum harian (24 jam) dalam bulan bersangkutan
3.9.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas tanah digambarkan sebagai faktor kepekaan tanah terhadap erosi.
Nilai ini merupakan daya tahan tanah baik terhadap penglepasan dan pengangkutan
terutama pada sifat-sifat tanah, seperti tekstur, stabilitas agregat, kekuatan
geser,kapasitas infiltrasi, kandungan bahan organik dan kimiawi. Disamping itu nilai
faktor erodibilitas ini tergantung pada posisi topographi, kemiringan lereng dan
48
gangguan oleh manusia. Indeks erosivitas hujan didefinisikan sebagai jumlah satuan
indeks erosi hujan
Untuk kepentingan praktis dimana erosi lahan dihitung untuk jangka panjang
atau tahunan, maka erodibilitas tanah merupakan rata-rata karakteristik tanah dan
respon tanah terhadap energi hujan jangka panjang. Dalam konsep USLE mula-mula
erodibilitas dianggap sebagai parameter konstan yang menyatakan respon tanah
terhadap erosivitas yang diberikan untuk memprediksi rata-rata erosi tanah jangka
panjang. Jika tidak ada percobaan lapangan nilai K dapat diestimasi dengan
menggunakan rumus (3.14) atau dengan menggunakan Tabel 3.2.
......................(3.14)
Dimana :
K = Nilai faktor erodibilitas tanahO = Persentase bahan organikM = Persentase pasir sangat halus dan debu (0,05 – 0,1&0,02 –0,05
mm)S = Kode struktur tanahP = Kelas permeabilitas tanah.
3.9.2 Faktor Tanaman Penutup dan Manajemen Tanaman (CP)
Faktor ini menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan yang
bertanaman tertentu dan dengan pengolahan tertentu terhadap besarnya erosi tanah
yang tidak ditanami dan diolah bersih. Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh
tanaman dan pengolahannya. • Indeks penutupan vegetasi (C) dan Indeks pengolahan
lahan atau tindakankonservasi tanah (P) dapat digabung menjadi faktor CP yang
nilainya disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.
49
Tabel 3.2 Perkiraan besarnya nilai K untuk beberapa jenis tanahNo Jenis Tanah Nilai K
Rataan1 Latosol (Haplorthox) 0,092 Latosol merah (Humox) 0,123 Latosol merah kuning (Typic haplorthox) 0,264 Latosol coklat (Typic tropodult) 0,235 Latosol (Epiaquic tropodult) 0,316 Regosol (Troporthents) 0,147 Regosol (Oxic dystropept) 0,12 – 0,168 Regosol (Typic entropept) 0,299 Regosol (Typic dystropept) 0,3110 Gley humic (Typic tropoquept) 0,1311 Gley humic (Tropaquept) 0,2012 Gley humic (Aquic entropept) 0,2613 Lithosol (Litic eutropept) 0,1614 Lithosol (Orthen) 0,2915 Grumosol (Chromudert) 0,2116 Hydromorf abu-abu (Tropofluent) 0,2017 Podsolik (Tropudults) 0.1618 Podsolik Merah Kuning (Tropudults) 0,3219 Mediteran (Tropohumults) 0,1020 Mediteran (Tropaqualfs) 0,2221 Mediteran (Tropudalfs) 0,23
Sumber (Arsyad,1989 dan Asdak, 1995).
3.9.2 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Kombinasi antara faktor panjang dan kemiringan lereng ini menrupakan nisbah
besarnya erosi dari suatu lereng dengan panjang dan kemiringan tertentu terhadap
besarnya erosi dari plot lahan dengan panjang 22,13 m dan kemiringan 9%. Nilai LS
untuk sembarang panjang dan kemiringan lelerng dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) sebagai berikut:
...............................................(3.15)
dengan:LS = Nilai faktor kemiringan dan panjang lerengS = Kemiringan lereng (derajat)L = Panjnag lereng (m)
50
Jika S dinyatakan dalam derajat, maka persamaan (3.17) menjadi:
..................................(3.16)
Tabel 3.3 Perkiraan nilai faktor C pada berbagai jenis penggunaan lahanNo Keadaan Penutupan Lahan Nilai C
1 Tanah Terbuka Tanpa Tanaman 1.02 Hutan atau Semak Belukar 0.0013 Savanah dan Praire Dalam Kondisi Baik 0.014 Savanah dan Praire Yang Rusak Untuk Gembalan 0.15 Sawah 0.016 Tegalan Tidak Dispesifikasi 0.77 Ubi Kayu 0.88 Jagung 0.79 Kedelai 0.39910 Kentang 0.411 Kacang Tanah 0.212 Padi Gogo 0.56113 Tebu 0.214 Pisang 0.615 Akar Wangi (Sereh Wangi) 0.416 Rumput Bede (Tahun Pertama) 0.28717 Rumput Bede (Tahun Kedua) 0.00218 Kopi dengan Penutup Tanah Buruk 0.219 Talas 0.8520 Kebun Campuran
i. Kerapatan Tinggiii. Kerapatan Sedang
iii. Kerapatan Rendah
0.10.20.5
21 Perladangan 0.422 Hutan Alam
iv. Serasah Banyakv. Serasah Sedikit
0,0010,005
23 Hutan Produksivi. Tebang Habis
vii. Tebang Pilih0,50,2
24 Semak Belukar, Padang Rumput 0,325 Ubi Kayu + Kedelai 0,18126 Ubi Kayu + Kacang Tanah 0,19527 Padi – Sorgum 0,34528 Padi – Kedelai 0,41729 Kacang Tanah + Gude 0,495
51
Lanjutan Tabel 3.3 No Keadaan Penutupan Lahan Nilai C
30 Kacang Tanah + Kacang Tuggak 0,57131 Kacang Tanah + Mulsa Jerami 4t/ha 0,04932 Padi + Mulsa Jerami 4t/ha 0,09633 Kacang Tanah + Mulsa Jagung 4t/ha 0,12834 Kacang Tanah + Mulsa Crotalaria 3/ha 0,13635 Kacang Tanah + Mulsa Kacang Tunggak 0,25936 Kacang Tanah + Mulsa Jerami 2t/ha 0,37737 Padi + Mulsa Crotalaria 3t/ha 0,38738 Pola Tanam Tumpang Gilir + Mulsa Jerami 0,07939 Pola Tanam Berurutan + Mulsa Sisa Tanaman 0,35740 Alang-Alang Murni Subur 0,00141 Padang Rumput (Stepa) dan Savanah 0,00142 Rumput Bracahiaria 0,002
Sumber: (Suripin, 2000).
Tabel 3.4 Perkiraan nilai faktor P pada berbagai jenis pengolahan lahanNo Konservasi dan Pengelolaan Lahan Nilai P
1 Tanpa tindakan Konservasi 1,002 Teras Bangku
viii. Konstruksi Baikix. Konstruksi Sedangx. Konstruksi Kurang Baik
xi. Teras Trasdisional
0,040,150,350,4
3 Strip Tanamanxii. Rumput Bahlia
xiii. Clotaraliaxiv. Denga Kontur
0.40,640,2
4 Pengolahan Tanah dan Penanaman Menurut Garis Konturxv. Kemiringan 0 – 8 %
xvi. Kemiringan 8 – 20 %xvii. Kemiringan > 20 %
0,50,750,90
Sumber : (Suripin, 2000)
Analisis tingkat kekritisan lahan dilakukan dengan cara menilai 5 (lima) sifat
biogeofisik lapangan yang disajikan berdasarkan pada Tabel 3.5, 3.6, 3.7, 3.8 dan
Tabel 3.9 (Anonymous, 1986 dalam Asdak, 1995).
52
a) Penutupan Lahan (Bobot 50%)
Tabel 3.5. Klasifikasi Penutupan Lahan Skornya4 Kelas Deskripsi Skor Keterangan1 Sangat Baik Tajuk Penutupan > 80% 1 Dinilai
berdasarkan prosentase
penutupan tajuk pohon
2 Baik Tajuk Penutupan 61% – 80% 23 Sedang Tajuk Penutupan 41% – 60% 34 Buruk Tajuk Penutupan 21% – 40% 45 Sangat Buruk Tajuk Penutupan < 20% 5
b) Kelerangan (Bobot 15%)
Tabel 3.6 Klasifikasi Kelerengan Lahan dan Skornya4 Kelas Deskripsi Kemiringan Skor1 I Datar < 8 % 12 II Landai 8 % – 15 % 23 III Agak Curam 16 % -- 25 % 34 IV Curam 26 % -- 45 % 45 V Sangat Curam > 45 % 5
c) Erosi (Bobot 15%)
Tabel 3.7 Klasifikasi Kelas Laju Erosi dan SkornyaNo Kelas Deskripsi Laju Erosi
(ton/ha/th)Skor
1 I Sangat Rendah < 15 12 II Rendah 15 – 60 23 III Sedang 60 – 180 34 IV Tinggi 180 – 480 45 V Sangat Tinggi > 480 5
d) Kelongsoan (Bobot 10%)
Tabel 3.8 Klasifikasi Kelongsoran Lahan dan SkornyaNo Deskripsi Kemiringan Lereng (%)
0 – 5 5-15 15-30
30-50
50-70
>70
1 Batuan Lempung (Tmk) II III IV V V V2 Napal (Tmkl) II II III IV V V3 Batu Pasir Tufaan (Qtd) I II III IV V V4 Breksi Volkanik (Qpk) I I II III IV V
53
Keterangan:I : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah (Skor =1)II : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah (Skor =2)III : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sedang (Skor =3)IV : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi (Skor =4)V : Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Tinggi (Skor =5)
e) Manajemen Lahan (Bobot 10%)
Tabel 3.9 Klasifikasi Manajemen Pengelolaan Lahan dan SkornyaNo Kelas Kriterian Pada Kawasan Skor
Hutan Lindung Budidaya Pertanian
1 Baik Penerapan Konservasi tanah Lengkap, meliputi : pengamanan, pengawasan dan penyuluhan
Penerapan Konservasi tanah LengkapSesuai Petunjuk Teknis
1
2 Sedang Tidak Lengkap Tidak Lengkap atau Tidak Terpelihara
3
3 Buruk Tidak Ada Tidak Ada 5
Tingkat bahaya erosi menggambarkan sebesrapa besar kondisi tanah rentan
terhadap erosi . Untuk menentukan nilai TBE ini dilakukan dengan menggunakan
rumus yang diperkenalkan Hammer (1981) sebagai berikut:
..............................................................................................................(3.17)
Nilai TSL pada masing-masing satuan lahan dapat ditentukan dengan cara
merujuk pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di Indonesia yang
disajikan pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Pedoman penetapan nilai TSL untuk tanah-tanah di IndonesiaNo Sifat Tanah dan Substratum Nilai TSL
54
(ton/ha/tahun)
1 Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas batuan. 02 Tanah sangat dangkal (< 25 cm) di atas bahan telah
melapuk (tidak terkonsolidasi).4,8
3 Tanah dangkal (25 – 50 cm) di atas bahan telah melapuk.
9,6
4 Tanah dengan kedalaman sedang (50 – 90 cm) di atas bahan telah melapuk.
14,4
5 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk. Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk.
16,8
19,2
6 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah Perpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk.
24,0
7 Tanah yang dalam (> 90 cm) dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah melapuk.
30,0
Sumber : Arsyad , 1989.
Kategori hasil perhitungan indeks bahaya erosi pada masing-masing satuan
lahan di suatu DAS ditentukan dengan cara memasukkan pada klasifikasi Indeks
Bahaya Erosi yang disajikan pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981)No Indeks Bahaya Erosi Kategori/Harkat
1 < 1,00 Rendah2 1,01 – 4,00 Sedang3 4,01 – 10,00 Tinggi4 > 10,00 Sangat Tinggi
Sumber : Hammer (1981) dalam Asdak (1989)
55
3.10 Program Konservasi Secara Umum
Konservasi tanah dan air sangat penting artinya untuk menjaga kelangsungan
produksi pangan dan serat, guna memenuhi kebutuhan hidup manusia yang semakin
meningkat, disamping juga perlindungan lingkungan. Konservasi tanah diartikan
sebagai tindakan untuk menggunakan tanah berdasarkan kemampuannya, dan
memperlakukannya sesuai syarat-syarat yang diperlukan agar tanah tetap produktif
dan tidak rusak. Konservasi tanah ditujukan tidak hanya untuk mencegah kerusakan
tanah akibat erosi dan memperbaiki tanah yang rusak, tetapi juga untuk
mengoptimalkan tanah penggunaan tanah dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Konservasi air dapat diartikan sebagai usaha-usaha untuk meningkatkan jumlah air
tanah yang masuk ke dalam tanah dan untuk menciptakan penggunaan air yang
efisien.
Aliran permukaan merupakan pengangkut utama partikel tanah dari permukaan
tanah, sehingga merupakan pembatas erosi tanah oleh air. Dengan demikian
mengendalikan erosi, aliran permukaan harus dieliminasi atau laju aliran permukaan
dikurangi sampai pada tingkatan yang tidak mampu mengangkut partikel sedimen
yang terlepas. Kehilangan air sebagai aliran permukaan tidak mempunyai pengaruh
langsung pada produksi tanah di mana aliran permukaan terjadi, maka
mengendalikan aliran permukaan juga sangat besar artinya bagi konservasi air.
Dengan demikian konservasi tanah dan air merupakan dua hal yang saling kait
mengkait. Berbagai macam tindakan konservasi tanah secara otomatis juga
merupakan tindakan konservasi air.
56
Program konservasi lahan secara umum dapat dilaksanakan melalui penataan
lahan berdasar kesesuaian lahan dan melakukan tindakan konservasi pada lahan yang
mengalami penyimpangan terhadap kesesuaian lahan. Penataan lahan merupakan
dasar untuk melakukan konservasi lahan, yang dilakukan dengan melakukan
evaluasi terhadap kondisi penggunaan lahan saat ini dengan rencana penggunaan
lahan.
3.10.1 Analisis Kesesuaian Lahan Berdasarkan DAS
Berdasarkan fungsi pemanfaatkan lahan dapat dikatagorikan dua kelompok
pemanfaatan lahan, yaitu (1) Kawasan hutan lindung, (2) Kawasan Budidaya.
Berdasarkan tataguna lahan maka dapat diketahui proporsi dan penyebaran hutan
lindung di daerah survei. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan hutan produksi dan
kawanan budidaya tananam pertanian. Kawasan budidaya tanaman pertanian
meliputi kawasan tanaman pangan baik lahan basah maupun lahan kering, serta
tanaman tahunan.
Kesesuaian penggunaan lahan dengan arahan fungsi pemanfaatan lahan
ditentukan berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan huta lindung dan hutan
produksi yang berkaitan dengan karakteristik fisik DAS, yaitu kemiringan lereng,
jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dan curah hujan harian rata-rata.
Untuk setiap satuan lahan pengklasifkasian dan pemberian bobot untuk masing-
masing karakteristik DAS mengikuti ketentuan sebagai berikut:
57
a) Kemiringan LerengKelas 1 : 0 – 8 % (Datar) Nilai Bobot 20Kelas 2 : 8 – 15% (Landai) Nilai Bobot 40Kelas 3 : 15 – 25 % (Agak Curam) Nilai Bobot 60Kelas 4 : 25 – 45% (Curam) Nilai Bobot 80Kelas 5 : ≥ 45% (Sangat Curam) Nilai Bobot 100
b) Tanah Menurut Kepekaanya Terhadap Erosi
Kelas 1 : Aluvial, Planosol, Hidromorf Nilai Bobot 15Kelabu Latterik (Tidak Peka)
Kelas 2 : Latosol (Agak Peka) Nilai Bobot 30Kelas 3 : Tanah Hutan Coklat, Tanah Med Nilai Bobot 45
Kambisol (Kepekaan Sedang)Kelas 4 : Andosol, Laterik, Grumosol, Podsol Nilai Bobot 60
Podsolik (Peka(\)Kelas 5 : Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Nilai Bobot 75
(Sangat Peka)
c) Intensitas Huja Harian Rata-Rata
Kelas 1 : ≤ 13,6 mm/hari (Sangat Rendah) Nilai Bobot 20Kelas 2 : 13,6 – 20,7 mm/hari (Rendah) Nilai Bobot 20Kelas 3 : 20,7 – 27,7 mm/hari (Sedang) Nilai Bobot 20Kelas 4 : 27,7 – 34,8 mm/hari (Tinggi) Nilai Bobot 20Kelas 5 : ≥ 34,8 mm/hari (Sangat Tinggi) Nilai Bobot 20
Penetapan penggunaan lahan untuk setiap satuan lahan kedalam suatu kawasan
fungsional dilakukan dengan menjumlahkan nilai bobot ketiga faktor tersebut dengan
mempertimbangkan keaadaan setempat. Adapun kriteria penetapan sebagai berikut:
a) Kawasan Lindung, yaitu satuan lahan yang mempunyai jumlah pembobotan
sama dengan atau lebih besar dari 175 dan memenuhi salah satu atau
beberapa syarat sebagai berikut:
1) Mempunyai kemiringan lereng ≥ 45%
2) Tanah dengan klasifikasi sangat peka terhadap erosi dan mempunyai
kemiringan lereng 15%
58
3) Merupakan jalur pengaman aliran sungai, sekurang-kurangnya 100 m di
kiri-kanan alur sungai
4) Merupakan pelindung mata air, yaitu 200 m dari pusat mata air
5) Berada pada ketinggian ≥2.000 m dpl
6) Guna kepentingan ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan lindung
b) Kawasan Penyangga, yaitu satuan lahan yang mempunyai jumlah
pembobotan antara 125 – 174 serta memenuhi kriteria umum sebagai berikut:
1) Keadaan fisik areal memungkinkan untuk dilakukan budidaya pertanian
secara ekonomis.
2) Lokasinya secara ekonomis mudah dikembangkan sebagai kawasan
penyangga
3) Tidak merugikan dari segi ekologi /lingkungan hidup.
c) Kawasan Budidaya, yaitu satuan lahan yang mempunyai jumlah pembobotan
kurang dari atau sama dengan 124, serta sesuai untuk dikembangkan usaha
tani tanaman tahunan(tanaman perkebunan, tanaman industri).
3.10.2 Konservasi Vegetatif (Agronomis)
Konservasi vegetatif adalah fungsi konservasi tanah dan air melalui penyediaan
penutup tanah dengan vegetasi agar tanah terlindung dari pukulan hujan secara
langsung. Melalui penutupan tanah secara vegetatif maka kondisi tanah diperbaiki
dan dijaga sehingga tahan terhadap penghancuran dan pengangkutan, serta
meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah. Penutupan tanah oleh vegetasi akan
59
mengatur aliran permukaan sedemikian rupa sehingga mengalir dengan energi yang
tidak merusak karena mengurangi aliran permukaan, menahan aliran permukaan dan
mengendalikan aliran permukaan.
Beberapa cara yang sering dilakukan dan akan dikembangkan di wilayah
Daerah Aliran Sungai secara umum adalah:
a) Tanaman penutup tanah
Terdiri dari tanaman penutup tanah rendah (rumput-rumputan, akar wangi
dsb); Tanaman penutup tanah sedang (semak dan leguminosa); Tanaman
penutup tanah tinggi (tanaman pohon pelindung)
b) Tanaman rumput makanan ternak
Rumput yang dapat ditanam adalah rumput benggala, rumput kolonjono,
rumput setaria, rumput gajah, rumput raja.
c) Penamanan dalam strip
Penanaman dalam strip adalah suatu sistem bercocok tanam dengan cara
beberapa jenis tanaman di tanam dalam strip berselang seling pada sebidang
tanah dan disusun memotong lereng atau kontur.
d) Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman adalah cara penting lainnya untuk konservasi tanah dan air
yaitu dengan cara penanaman dilakukan secara bergilir jenis-jenis tanaman
yang ditentukan dalam urutan waktu tertentu pada suatu bidang tanah.
e) Tanaman penguat teras
Merupakan cara yang menggabungkan metode vegetatif dengan metoda fisik.
Teras yang sudah ada diperkuat dengan tanaman penguat teras. Tanaman yang
60
dipilih disesuaikan dengan kebutuhan, dengan syarat-syarat : mempunyai
sistem perakaran yang intensif sehingga mampu mengikat tanah, tahan
pangkas, dan mempunyai sifat menyuburkan tanah.
3.10.3 Konservasi Fisik (Sipil)
Konservasi fisik adalah fungsi konservasi tanah dan air melalui perubahan fisik
tanah dengan teknik sipil agar tanah terlindung dari pukulan hujan dan aliran
permukaan. Melalui perubahan permukaan tanah secara teknik sipil maka kondisi
tanah diperbaiki dan dijaga sehingga tahan terhadap penghancuran dan
pengangkutan, serta meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah. Perbaikan
permukaan tanah akan mengatur aliran permukaan sedemikian rupa sehingga
mengalir dengan energi yang tidak merusak karena mengurangi aliran permukaan,
menahan aliran permukaan dan mengendalikan aliran permukaan.
Kegiatan penataan fisik adalah penataan fisik lahan agar terjadinya gradasi
tanah ke arah yang lebih buruk tidak terjadi. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan
adalah :
a) Teras
Ada bebrapa tipe teras yang dapat dikembangkan untuk program penantaan lahan
di wilayah sungai Jratunseluna dan Pemali Comal, yaitu :
Teras Datar
Dibuat untuk lahan datar dengan curah hujan rendah dan kemiringan < 3 %,
dengan angka infiltrasi tinggi
61
Teras Kredit
Ditetapkan pada lahan dengan angka infiltrasi rendah (daya resap tanah
rendah) dengan kemiringan lahan 3 – 10 %, dengan curah hujan tinggi
Teras Guludan
Ditetapkan pada lahan dengan kemiringan 10 – 15 % dan dilengkapi
dengan saluran pembuang pada sepanjang lajur atau gulud
Teras Bangku
Ditetapkan pada lahan dengan kemiringan 10 – 30 %, memiliki bidang
olah 1 % ke arah dalam serta dilengkapi saluran pembuang yang di
sebelah dalam bidang teras.
b) Sengkedan
Merupakan teknik pengendalian erosi dengan menempatkan batang/
cabang/ranting kayu atau bambu mengikuti garis kontur dengan jarak tertentu.
Bangunan tersebut dilengkapi dengan tumpukan sisa-sisa tanaman hasil
penyiangan untuk menahan tanah erosi dan bidang olah. Pada lereng yang
curam bangunan tersebut ditahan dengan cerucuk (pasak) bambu/kayu. Lebar
bidang olah antara sengkedan tergantung kemiringan, tetapi biasanya berkisar
4 – 8 m.
c) Saluran Pengendali Air (SPA)
SPA dibuat pada teras gulud, teras bangku dan teras kebun sepanjang garis
kontur untuk menangkap aliran permukaan dan mengalirkannya ke tempat-
tempat pengeluaran yang sesuai. SPA merupakan bangunan utama dan
62
pengendali aliran permukaan di daerah-daerah dataran tinggi. SPA juga
merupakan tempat bermuaranya parit-parit yang terdapat pada teras tersebut
untuk mengalirkan aliran ke sungai/anak sungai/cek dam/embung. Jarak antar
SPA maksimum 100 m dengan ukuran 100 cm lebar atas, lebar dasar 50 cm dan
dalam 50 cm.
d) Bangunan Terjunan
Bangunan terjunan dimaksudkan untuk memperlambat kecepatan aliran air
yang masuk ke dalam saluran pembuangan air (SPA). Interval terjunan
mengikuti interval teras.
e) Embung
Ketersediaan air di lahan kering dapat diperbaiki dengan embung-embung
yang dapat menampung dan menyimpan air untuk irigasi. Embung adalah
bangunan semacam kolam sebagai penampung air permukaan. Penampungan air
skala kecil ini akan lebih berhasil jika dikelola sebagai satu sistem dengan tiga
komponen yaitu : daerah tangkapan air yang menghasilkan aliran permukaan,
embung yang menampung air dan daerah pengguna di mana air yang terkumpul
dimanfaatkan
f) Sumur Resapan
Keterbatasan lahan terbuka yang berfungsi untuk meresapkan air hujan dapat
diganti dengan pembuatan sumur – sumur resapan. Sumur resapan adalah lubang
yang dibuat di dalam tanah yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan
air hujan. Dengan adanya sumur resapan, limpasan permukaan air dapat
63
dikurangi, sekalipun pengisian air tanah dapat ditingkatkan. Sumur Resapan
dapat dibuat pada kawasan permukiman, dengan persyaratan air tanah cukup
dalam (lebih dari 3 m), permiabilitas tanah cukup, dan tanah tidak rawan longsor
dalam kondisi jenuh air.
64