bab iii tafsir at-thabari dan sayyid...

24
31 BAB III TAFSIR AT-THABARI DAN SAYYID QUTB A. AT-THABARI 1. Riwayat Hidup dan Karya-Karya At-Thabari Nama lengkap At-Thabari adalah Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Ibn Yazid Ibn Katsir Ibn Ghalib At-Thabari . Beliau lahir pada tahun 224 H bertepatan dengan tahun 839 M di Amul 1 tabaristan, Iran. 2 Sebuah kota di Iran 12 mil sebelah selatan laut kaspia, 3 sebagai orang thabaristan yang bercita-cita tinggi. Pada usia 12 tahun, beliau mengembara kebeberapa negeri, antara lain; Mesir, Syam dan Irak, kemudian menetap di Baghdad. 4 Dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 310 H / 932 M. At-Thabari hidup pada masa Islam mencapai puncak kejayaan dalam kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dalam dunia ilmu pengetahuan, ia terkenal tekun mendalami bidang-bidang yang dimilikinya, dan gigih menambah ilmu pengetahuan, sehingga dengan itu, banyak bidang ilmu yang dikuasainya. Di samping itu, ia mampu menuangkan ilmu-ilmu yang dikuasainya ke dalam bentuk tulisan. Kitab-kitab karangannya mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir, hadis, fiqh, tauhid, ushul fiqih, dan ilmu bahasa arab, seperti nahwu, sorof, dan balaghoh, sejarah, mantiq, ilmu hisab, al-jabar, dan ilmu kedokteran. Dari sekian ilmu-ilmu yang dikuasainya yang paling populer ialah ilmu tafsir, fiqih dan sejarah. Banyak karya ilmiah berharga yang diwariskan oleh ulama besar ini. Yang paling populer ialah kitab Jamiul Bayan Fi Tafsir Al-Quran, ١ Amul adalah suatu tempat yang masyhar banyak ulama adalah salah satu daerah berkembangnya kebudayaan Islam pada waktu itu. ٢ Muhammad Husein AZ-Zhahabi, Tafsir Wal Mufassirun, Darl Fikr, Jilid I, Mesir, 1928, hlm. 205. ٣ J.J. Jansen, Diskarsus Tafsir Al-Quran Modern, Terj. Hairussalim, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1997, hlm. 19. ٤ Muhmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran Perkenalan dengan Metodologi Tafsir, Penerbit Pustaka, Cet I, Bandung, 1987, hlm. 54.

Upload: others

Post on 02-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 31

    BAB III TAFSIR AT-THABARI DAN SAYYID QUTB

    A. AT-THABARI

    1. Riwayat Hidup dan Karya-Karya At-Thabari Nama lengkap At-Thabari adalah Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir

    Ibn Yazid Ibn Katsir Ibn Ghalib At-Thabari . Beliau lahir pada tahun 224

    H bertepatan dengan tahun 839 M di Amul1 tabaristan, Iran.2 Sebuah kota

    di Iran 12 mil sebelah selatan laut kaspia,3 sebagai orang thabaristan yang

    bercita-cita tinggi. Pada usia 12 tahun, beliau mengembara kebeberapa

    negeri, antara lain; Mesir, Syam dan Irak, kemudian menetap di Baghdad.4

    Dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 310 H / 932 M. At-Thabari

    hidup pada masa Islam mencapai puncak kejayaan dalam kebudayaan dan

    ilmu pengetahuan.

    Dalam dunia ilmu pengetahuan, ia terkenal tekun mendalami

    bidang-bidang yang dimilikinya, dan gigih menambah ilmu pengetahuan,

    sehingga dengan itu, banyak bidang ilmu yang dikuasainya. Di samping

    itu, ia mampu menuangkan ilmu-ilmu yang dikuasainya ke dalam bentuk

    tulisan. Kitab-kitab karangannya mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti

    tafsir, hadis, fiqh, tauhid, ushul fiqih, dan ilmu bahasa arab, seperti nahwu,

    sorof, dan balaghoh, sejarah, mantiq, ilmu hisab, al-jabar, dan ilmu

    kedokteran. Dari sekian ilmu-ilmu yang dikuasainya yang paling populer

    ialah ilmu tafsir, fiqih dan sejarah.

    Banyak karya ilmiah berharga yang diwariskan oleh ulama besar

    ini. Yang paling populer ialah kitab Jamiul Bayan Fi Tafsir Al-Quran,

    ١ Amul adalah suatu tempat yang masyhar banyak ulama adalah salah satu daerah

    berkembangnya kebudayaan Islam pada waktu itu. ٢ Muhammad Husein AZ-Zhahabi, Tafsir Wal Mufassirun, Darl Fikr, Jilid I, Mesir,

    1928, hlm. 205. ٣ J.J. Jansen, Diskarsus Tafsir Al-Quran Modern, Terj. Hairussalim, Tiara Wacana,

    Yogyakarta, 1997, hlm. 19. ٤ Muhmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Quran Perkenalan dengan Metodologi

    Tafsir, Penerbit Pustaka, Cet I, Bandung, 1987, hlm. 54.

  • 32

    dalam bidang tafsir, Kitab Tarikh Al-Umam Wa Al-Muluk dalam bidang

    sejarah, dan kitab Al-Fuqaha’ dalam bidang fiqih.5

    Pada usia tujuh tahun At-Thabari sudah hafal Al-Quran setelah

    menempuh pendidikan dasar di kotanya, ia pindah ke Ray untuk

    melanjutkan pendidikannya dari ulama-ulama terkemuka. Kemudian

    berangkat lagi ke Baghdad untuk menemui Imam Ahmad bin Hambal,

    tetapi ketika ia sampai di sana, Ahmad bin Hambal telah meninggal,

    kemudian At-Thabari pergi ke Kuffah, dan di negeri itulah ia mendalami

    hadis dan ilmu yang berkaitan dengan kecerdasan dan kekuatan hafalannya

    hingga membuat kagum para ulama’ di negeri itu. Setelah dari Kuffah, At-

    Thabari melanjutkan pendidikannya ke Baghdad untuk mendalami ilmu-

    ilmu Al-Quran dan fiqh Syafi’I dari ulama’ terkemuka di negeri itu. Untuk

    memperdalam pengetahuan di bidang fiqh, At-Thabari pergi ke Syam. Di

    sana ia tidak hanya mendalami bidang fiqh tetapi juga mempelajari

    pemikiran-pemikiran yang ada di sana pada saat itu.

    Setelah dari Syam, At-Thabari melanjutkan kembali perjalanannya

    ke Mesir. Di Mesir inilah ia dapat bertemu langsung dengan para ulama’

    terkemuka yang bermazhab Syafi’I misalnya; Rabi’ bin Sulaiman dan Al-

    Muzani. Dengan kedua ulama’ tersebut At-Thabari sering melakukan

    diskusi-diskusi ilmiah. Di negeri itu juga ia bertemu dengan Muhammad

    ibn Ishaq ibn Khuzaimah.6

    Sepulang dari Mesir, At-Thabari pergi ke negeri kelahirannya.

    Kemudian ia pergi ke Baghdad, dan di negeri inilah ia menghabiskan sisa

    umurnya untuk mengajar dan mengarang kitab.7

    Dalam bidang tafsir At-Thabari mempunyai aliran tersendiri yang

    dapat dilihat dalam tafsirnya, dalam bidang fiqh ia mempunyai mazhab

    ٥ H. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm. 363. ٦ Ibn Khuzaimah adalah seorang ulama’ yang mengarang kitab “Al-Sirah”, berdasarkan

    suatu riwayat dikatakan bahwa At-Thabari dalam menulis kitab “Tarikh Al-Umam Wa Al-Mulk” banyak merujuk pada kitab Al-Sirah.

    ٧ . Harun Nasution, loc.cit.

  • 33

    sendiri, dan dalam bidang sejarah ia terkenal sebagai seorang sejarahwan

    terkemuka.

    Di antara karya-karya At-Thabari adalah sebagai berikut:

    1. Jami’ul Bayan Fi Tafsiril Qur’an

    2. Tarikhul Umam Wa Mulk Wa Akhbarukum

    3. Al-Adabul Hamidah Wa Akhlakul Nafisah

    4. Tarikhurrijal

    5. Ikhtilaful Fuqaha’

    6. Tahzibul Atsar

    7. Kitabul Basit Fi Fiqh

    8. Al-Jami’ Fi Al-Qira’ah

    9. Kitabut-Tabsir Fil Ushul.8

    2. Latar Belakang Penafsiran At-Thabari At-Thabari adalah salah satu seorang mufassir yang hidup pada

    abad ke-3 H. oleh karena itu beliau tergolong mufassir mutaqoddimin.

    Yang dimaksud dengan zaman mutaqoddimin adalah zaman para penulis

    tafsir Al-Quran gelombang pertama, yang mulai memisahkan tafsir ayat

    Al-Quran diberikan oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’it-tabi’in, sehingga

    tafsir itu menjadi ilmu berdiri sendiri.9 Periode ini dimulai dari akhir

    zaman tabi’in sampai akhir pemerintahan Abbasiyah, kira-kira tahun 150

    H sampai 656 H atau 782 M sampai 1258 M yaitu abad II-IV H.

    Pada periode ketiga ini tafsir Al-Quran mulai dikumpulkan

    tersendiri dipisahkan dari hadis nabi atau riwayat sahabat yang lain yang

    tidak menyangkut soal penafsiran terhadap ayat Al-Quran. Dan

    penafsirannya diatur terurut sesuai dengan tertib dalam mushaf, dimulai

    dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas.10

    ٨ Ibid, hlm. 636. ٩ Departemen Agama RI, Orientasi Pengembangan Ilmu Tafsir, Terj. Husni Rahiem,

    Jakarta, 1990, hlm. 23. ١٠ Ibid, hlm. 32.

  • 34

    Pada periode mutaqoddimin, penulis penafsiran ayat-ayat Al-

    Quran meliputi; penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran, Al-Quran dengan

    Hadis Nabi, pendapat sahabat, pendapat tabi’in, pendapat tabi’it tabi’in,

    ijtihad dan istimbath.

    Jadi sama mufassir yang menafsirkan Al-Quran dan menulis

    tafsiran ayat-ayat Al-Quran dari sejak akhir abad II sampai abad VI H

    adalah termasuk mufassir mutaqaddimin.11 Dan salah satu dari mufassir

    yang hidup antara abad ke II-VI H adalah Ibnu Jarir At-Thabari tepatnya

    pada abad ke- III H. Dan diantara tafsir-tafsir bil matsar yang ada pada

    abad ke tiga hanya tafsir Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Quran karya Ibnu

    Jarir At-Thabari adalah yang pertama kali menulis kitab tafsir yang dengan

    mentarjihkan beberapa pendapat dan dengan memberi i’rab beberapa

    kalimat ayat.12 Dan berkembang luas serta menjadi pegangan pokok bagi

    semua ahli tafsir.

    Berdasarkan hal tersebut di atas maka yang menjadi latar belakang

    penafsiran Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Quran adalah; Al-Quran, Hadis

    Nabi SAW., riwayat para sahabat riwayat para tabi’in, riwayat para

    tabi’in-tabi’in, ahli kitab serta ijtihad dan istimbath mufassir.

    Sebagaimana penjelasan tersebut di atas, bahwa At-Thabari

    mempunyai salah satu guru yaitu Ibnu Taimiyyah yang dikenal dengan

    pendiriannya kepada ulama salaf yang menjadikan Al-Quran dan Al-

    Sunah sebagai rujukan dalam segala hal. Sehingga pendapat muridnya

    (At-Thabari) banyak dipengaruhi olehnya dalam menafsirkan ayat Al-

    Quran. Sebagaimana pernyataan Ibnu Katsir “Apabila ada orang

    bertanya”, apakah metode yang terbaik dalam menafsirkan Al-Quran?

    Jawaban dari pertanyaan itu adalah bahwa metode penafsiran Al-Quran

    yang paling valid adalah menafsirkan Al-Quran, jika tidak memungkiri

    dengan Al-Quran maka dengan Al-Sunnah yang mempunyai kedudukan

    sebagai penjelasan Al-Quran.

    ١١ Ibid, hlm. 34. ١٢ Ibid, hlm. 34.

  • 35

    At-Thabari di dalam menafsirkan serta ayat, yakni setelah

    mengemukakan pendapat para mufassir tentang ayat, kemudian dia

    mendasarkan ayat tersebut kepada pendapat para sahabat, tabi’in dan

    ulama salaf dengan diriwayatkan secara lengkap tentang sanadnya, yakni

    termasuk tafsir bi al-matsur berasal dari mereka. Kemudian juga dia

    paparkan segala riwayat yang berkenaan dengan ayat Al-Quran.

    At-Thabari dalam menafsirkan ayat Al-Quran itu tidak lepas dari

    segi I’rab maupun yang lainnya, dan At-Thabari tidak ketinggalan pula

    selalu memberikan penilaian dan komentar terhadap riwayat-riwayat

    itu.memilih mana yang sahih dan mana yang lemah. Hal ini sebagai bukti

    bahwa beliau itu ahli dalam bidang ushul-hadis. Dan beliau sering pula

    ngutip pendapat para mufassir pendahulunya seperti tafsir Ibnu Katsir,

    Ibnu Abi Hatim, Tafsir Ibnu Abi Atiyyah dan sebagainya.13 At-Thabari

    sangat memperhatikan terhadap adanya riwayat-riwayat isra’iliyyat dalam

    kitab tafsirnya.14

    3. Penafsiran At-Thabari Terhadap Surah Al-Kafirun

    Allah Ta’ala berfirman untuk mengingatkan Nabi-Nya

    (Muhammad) SAW., yang mana orang musyrik diantara kaumnya itu

    menyepakati untuk menyembah Allah sebagaimana dirinya juga mau

    menyembah Tuhan-tuhan mereka. Maka Allah menurunkan penjelas (ayat)

    untuk menjawab mereka (kaum musyrikin) mengenai hal tersebut; قـل

    (Katakanlah) hai Muhammad kepada orang-orang musyrik yang meminta

    kamu untuk menyembah Tuhan-tuhan mereka, agar mereka mau

    menyembah Tuhanmu ياايهاالكافـرون (wahai orang-orang kafir) demi Allah

    (saya tidak akan menyembah apa yang kalian sembah) dari Tuhan-tuhan,

    dan berhala-berhala saat ini. ماتعبدون الاعبد (dan kamu bukan penyembah apa

    ١٣ M. Husain Al-Zahbi, Al-Tafsir Al-Mufassirun, Juz I, Dar Al-Fikr, Baerut, tt, hlm. 245. ١٤ M. Ali Al-Sabuni, AT-Tibyan Fi Um Al-Quran, Alam A-Kitab, Beirut, tt, hlm. 190.

  • 36

    yang Aku sembah) saat ini عـابد والانـتم (Dan Aku bukanlah penyembah)

    untuk yang akan datang (nanti) عـبد مت مـا (Apa yang engkau sembah)

    kemarin-kemarin انـتم عـابد وال (dari engkau bukanlah penyembah) untuk

    yang akan datang selamanya اعبد مـا (Apa yang Aku sembah) saat ini dan

    yang akan datang. Dikatakan demikian karena firman Allah kepada

    Rasulullah SAW., mengenai kepribadian orang-orang musyrik yang

    sebenarnya telah diketahui bahwa mereka tidak akan beriman selamanya,

    dan mereka akan tetap mengerjakan apa yang dulu mereka kerjakan

    (menyembah berhala), maka Allah memerintahkan kepada Nabinya SAW.,

    untuk tidak mengharapkan orang-orang yang tamak itu dan membaik-baik

    diri mereka sendiri (musyrikin), padahal yang demikian itu bukan tabiat

    kepribadian mereka selama-lamanya (tidak akan berubah). Dan Nabi

    Muhammad tidak mengharapkan keimanan mereka. Dan seandainya

    mereka beriman, mereka akan beruntung selamanya. Akan tetapi karena

    mereka seperti itu, maka mereka tidak beruntung dan tidak sukses. Sampai

    suatu saat mereka dibunuh pada perang badar dengan pedang (senjata)

    dan hancurlah sebagian dari mereka itu karena mereka masih dalam

    keadaan kafir.

    Disisi lain dari apa yang kita bahas, para ahli ta’wil mengatakan

    ada suatu atsar menerangkan sebagai berikut. Diantara orang yang

    mengatakan seperti itu, mengatakan:

    Muhammad bin Musa al-Harasyi menceritakan kepadaku, dia

    berkata; “Abu Khalaf menceritakan kepada kami, dia berkata; “Daud

    menceritakan kepada kami, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, sesungguhnya

    orang-orang Quraisy berjanji kepada Rasulullah SAW., akan memberikan

    kepadanya harta yang akan menjadikan dia orang yang terkaya di Mekah,

    dan menikahkannya dengan wanita-wanita yang dia inginkan, dan mereka

    akan memberikannya kekuasaan, dan mereka berkata kepadanya; Ini

    kuberikan kepadamu wahai Muhammad, dan berhentilah menjelek-

  • 37

    jelekkan Tuhan kami jangan menyebutnya itu suatu kejahatan. Namun jika

    kamu tidak mau melakukannya, kami masih memiliki satu tawaran lagi

    buat kamu, dan ini merupakan kebaikan yang menguntungkan untukmu

    dan untuk kami”. Nabi berkata (bertanya; apa itu?! mereka menjawab;

    “Engkau menyembah Tuhan kami yaitu Latta dan Uzza dan kami akan

    menyembah Tuhanmu”. Nabi berkata; “Tunggulah, hingga datang wahyu

    dari Tuhanku, maka datanglah wahyu dari Lauh Mahfuz (hai orang kafir)

    disebut”. Kemudian Allah menurunkan (Katakanlah wahai Muhammad,

    apakah kalian Aku perintahkan untuk menyembah kepada selain Allah.

    Hai orang-orang yang bodoh), Hingga firmannya (Sembahlah dan jadilah

    engkau termasuk orang-orang yang bersyukur).

    Ya’qub menceritakan kepadaku, Dia berkata; Ibnu Ulayah

    menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dia berkata; Saiad

    bin Minan budaknya Al-Bahtari menceritakan kepadaku; dia berkata; Al-

    Walid bin Al-Mughirah, Al-Ash bin Wail, Al-Muthalib dan Umayah bin

    Khalaf menemui Rasulullah, dan mereka berkata; Hai Muhammad, ayolah

    Muhammad, kami akan menyembah apa yang kamu sembah, dan

    sembahlah apa yang kami sembah dan kami akan bekerja sama denganmu

    dalam segala urusan. Jika engkau datang secara baik-baik diantara kami

    dan kami telah bersekutu denganmu, kami telah mengambil bagian kami,

    dan jika kami datang secara baik-baik engkau telah bersekutu kepada kami

    dengan urusan kami, dan engkau telah mengambil bagianmu, maka Allah

    menurunkan (Hai orang-orang kafir) hingga akhir atau selesai surat.

    Dan firman-Nya (untukmu agamamu dan untukku agamaku) Allah

    berfirman untuk mengingatkan Muhammad; untukmu agamamu maka

    jangan kamu tinggalkan selamanya, karena Agama itu telah dicap

    (ditetapkan) sebagai Agamamu, dan ditetapkan supaya engkau tidak akan

    melepaskannya (Agama) dan engkau akan mati dalam Agama itu, dan

    bagiku Agama yang Aku peluk. Saya tidak akan meninggalkannya selama-

    lamanya. Karena Agama itu sejak dulu adalah Agama yang berasal dari

    Allah (Agama Allah), Aku tidak akan berpindah kepada selainnya.

  • 38

    Yunus menceritakan kepadaku, beliau berkata; Ibnu Wahab

    mengabarkan kepada kami, dia berkata; Ibnu Zaid mengomentari tentang

    firman Allah (untukmu Agamamu dan untukku Agamaku), dia berkata

    untuk orang-orang musyrik, dia berkata; orang-orang Yahudi tidak

    menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan-Nya, hanya saja mereka

    mengingkari sebagian Nabi-Nabi Allah, dan apa yang datang dari Allah

    kepada mereka dan mereka mengingkari Rasul Allah dan apa yang datang

    bersamanya (ajaran Islam) dari Allah, dan mereka membunuh

    kebanyakkan dari Nabi dengan dhalim dan membuat permusuhan, dia

    (Ibnu Zaid) berkata; kecuali anggota keluarga yang mereka sisakan,

    sampai-sampai orang Yahudi keluar rumah dengan congkak atau sombong

    (meletakkan tangan di atas punggung) mereka berkata “Uzair anak Allah

    menyeru kepada mereka tetapi mereka tidak mau menyembahnya dan

    tidak melakukannya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang Nasrani

    yang mengatakan “Al-Masih (Isa) itu anak Allah” dan mereka

    menyembahnya (Isa)”.

    Sebagian penduduk Arab ada yang mengatakan; pengulangan

    firman Allah (Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah)

    sebanyak dua kali, merupakan bentuk tauhid (penguatan) seperti dalam

    firman Allah yang lain (sesungguhnya dibalik kesusahan ada kemudahan;

    فـان مـع العسريسـرا ان مع العسريسرا , ) dan seperti firmannya (engkau akan melihat

    mereka jahim kemudian engkau akan benar-benar melihatnya dengan

    sebenar-benarnya penglihatan مث لتروهنا عني اليقي, اجلحيم لترون ).15

    ١٥ Abu Ja’far Muhammad bin Jarir AT-Thobari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-

    Qur’an,Dar Al-Fikr, Juz 30, Kairo, tt, hlm. 330-332.

  • 39

    B. SAYYID QUTB

    1. Riwayat Hidup dan Karya-Karya Sayyid Qutb

    As-Syahid Qutb dilahirkan di Desa Musyah, propinsi Asyiyut,

    Mesir pada tanggal 21 sya’ban 1324 H / 9 Oktober 1906 M.16 Nama

    lengkapnya Sayyid bin Haji Qutb bin Ibrahim.17

    Ayahnya seorang yang saleh, Ibunya bernama Fatimah juga

    muslimat yang taat beragama dan tekun mendalami Al-Quran. Qutb

    merupakan anak pertama dari empat bersaudara yaitu Muhammad,

    Hamidah, Aminah.18 Keluarga ini hidup sederhana sebagai seorang petani

    yang mengolah tanah pertaniannya dengan tekun.

    Ayahnya dikenal baik sebagai seorang yang belas kasih dan sayang

    pada sesama di desanya, kedua orang tuanya selalu menanamkan cita-cita

    dan senantiasa menggoreskan cinta terhadap ilmu pengetahuan dalam

    jiwa putra-putrinya.19

    Awal pendidikan Qutb secara sederhana didesanya. Ia seorang

    anak yang cerdas pada usia sepuluh tahun Qutb sudah hafal Al-Quran20,

    meskipun di Mesir pada usia itu hafalan Al-Quran adalah salah satu yang

    umum bagi anak-anak dari keluarga yang putra-putrinya ingin

    melanjutkan pendidikan di Al-Azhar. Ini adalah salah satu bukti perhatian

    orang tuanya akan pendidikan anak-anaknya.

    Setelah pindah ke Halwan, daerah pinggiran Kairo ia melanjutkan

    pendidikan dengan masuk Taijhiziah Darul Ulul Kairo, yang sekarang

    menjadi Universitas Kairo. Di sini ia mendalami ilmu-ilmu modern dan

    kesustraan. Ia mulai kuliah di Darul Ulul tahun 1929 M dan memperoleh

    gelar sarjana muda dibidang pendidikan tahun 1933. Setelah lulus ia

    ١٦ Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zhilal Al-Quran, Terjemahan As’ad Yasin, Abdul Azis Salim

    Basyarahil, Muchotob Hamzah, Gema Insani, Jakarta, Jilid I, 2000, hlm. 318. ١٧ Mahdi Fahulullah, Titik Temu Agama dan Politik, CV.Ramadhani, Solo, 1999, hlm.

    28. ١٨ Ibid, hlm. 29. ١٩ Ibid, hlm. 28-29. ٢٠ Sayyid Qutb, loc.cit.

  • 40

    diangkat menjadi dosen di almamaternya. Beberapa tahun kemudian ia

    diangkat menjadi pengurus sekolah departemen pendidikan. Departemen

    ini kemudian mengirimnya ke Amerika Serikat untuk memperdalam

    pengetahuannya di bidang pendidikan. Selama dua tahun Qutb belajar

    diWinsons College di Washington dan di Coreely Colorado serta Stanford

    University di California selama di Amerika, Qutb banyak mengunjungi

    kota-kota besar, Di samping itu ia melawat pula ke Inggris, Swiss dan

    Italia, untuk beberapa minggu. Perjalanan ini dilakukannya pada musim

    semi sekitar tahun 1948 bersama rombongan delegasi Departemen

    pendidikan.21 Hasil studi dan pengalamannya itu meluas wawasan

    pemikirannya mengenai problem-problem sosial kemasyarakatan yang

    diditimbulkan oleh paham materialisme yang gersang akan paham

    keTuhanan. Ketika kembali ke Mesir, ia semakin yakin bahwa Islamlah

    yang sanggup menyelematkan manusia dari paham materialisme, sehingga

    terlepas dari cengkeraman dari materi yang tak pernah terpuaskan.22

    Gerakan modern dalam Islam ada dua organisasi yang dominan

    dalam kancah politik dunia Islam abad ke-20. Aktivisme Islam

    kontemporer berutang budi kepada ideologi dan contoh oraganisatoris

    yang ditemukan dalam tubuh Al-Ihkwan Al-Muslimin dan jamaat Islam.

    Pendiri dan ideolog keduanya, Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutb

    keduanya dari Al-Ihkwan Al-Muslimin, dan Maulana Abul Ala Maududi

    dari jama’at Islam.

    Hasan Al-Banna (1906-49) seorang guru dan mantan pengikut

    tokoh modernis Islam, Rasyid mendirikan Al-Ihkwan Al-Muslimin di

    Mesir pada tahun 1928, sementara maulana Abul Ala Maududi (1903-

    1979) seorang jurnalis, mengorganisasi jamaat Islam di India pada tahun

    1941. Kedua gerakan ini muncul dan berkembang pada awal tahun 30-an

    dan 40-an.

    ٢١ Sayyid Qutb, Mengapa Saya Dihukum Mati, Terj. H. D. Ahmad Djauhar Tanwiri, Mizan, Bandung, 1987, hlm. 14.

    ٢٢ Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. I, Jakarta, 1993, hlm. 145.

  • 41

    Ideologi Hasan Al-Banna dan Maulana Al-Maududi dipertajam

    oleh konteks sosial mereka, dengan ideologi revivalisme Islam di Mesir

    menjadi kian militan dan siap tempur pada akhir dekade 50-an dan 60-an.

    Ini adalah akibat konfrontasi tak terelakkan antara Al-Ihkwan Muslimin

    dengan pemerintah Mesir.23

    Al-Ihkwan Al-Muslimin berniat mewujudkan umat manusia yang

    bertanah air muslim dan beriman kedalam kenyataan dan kebenaran baik

    dalam praktek maupun dalam alam kesadaran.

    Hal ini dikarenakan rasa ketidakpuasan atas konstitusi Mesir Islam

    sebagai agama negara yang hanya menjadi simbol belaka. Mereka

    menyusun undangan-undangan yang sepenuhnya berdasarkan ajaran Islam

    termasuk pada pelaksanaannya, mereka menginginkan warna Islam pada

    sebuah mesin kekuasaan.

    Masalah penting berikutnya dalam tujuan politik Al-Ikhwan Al-

    Muslimin ialah menentang imperiaslisme, terutama pembebasan seluruh

    lembah Nil dari pengaruh asing. Prinsip ini memaksakan Al-Ikhwan Al-

    Muslimin bermusuhan dengan Inggris.

    Begitulah, dengan tujuan dan prinsip-prinsipnya Al-Ikhwan Al-

    Muslimin menjadi sebuah gerakan yang dianggap merespon kondisi saat

    itu di Mesir gerakan ini, disatu sisi menentang pengadopsian ide-ide barat

    oleh elit politik pada saat yang sama merasa kecewa dengan peran ulama’

    yang mandul.

    Di dalam gerakan ini Qutb mengabdikan dirinya. Ia merasa tertarik

    dengan gerakan ini sekitar tahun 1951. Baru pada tahun 1953 Qutb sendiri

    menyatakan bahwa ia bergabung dengan gerakan Al-Ikhwan Al-

    Muslimin.24 Ia terpilih sebagai anggota panitia pelaksana dan memimpin

    bagian dakwah. Selama tahun 1953 ia menghadiri konfrensi di Suriah dan

    Yordania.

    ٢٣ John L. Esposito, Ancaman Islam, Terj: Al-Wiyah Abdurrahman dan Misi, Mizan, Cet.

    I, Bandung, 1994, hlm. 140. ٢٤ Sayyid Qutb, Mengapa Saya… op.cit, hlm. 17.

  • 42

    Setelah Qutb menjadi anggota Al-Ikhwan Al-Muslimin, pada tahun

    1954 ia dipercaya menjadi pimpinan redaksi harian Al-Ikhwan yang

    bernama Al-Ikhwan Al-Muslimin. Baru dua bulan berjalan harian ini

    dibredel oleh rezim Abdul Naseer. Pada tanggal 27 Oktober 1954 Al-

    Ikhwan dituduh melakukan kudeta, empat aktivisnya ditangkap dan

    dijatuhi hukumam gantung. Alasanya, anggota Al-Ikhwan mencoba

    melakukan pembunuhan terhadap presiden Abdul Naseer.25 Selain empat

    aktivis di atas, sekitar lima puluh aktivis Al-Ikhwan Al-Muslimin lainnya

    ditangkap, termasuk di dalamnya Sayyid Qutb. Mereka dipenjara tanpa

    proses peradilan.26

    Pemikiran Qutb memberikan corak lain bagi gerakan Al-Ikhwan

    Al-Muslimin, pada dasarnya perjuangan yang dilakukan melalui gerakan

    ini bertujuan untuk membentuk negara Islam dengan cara damai, bukan

    dengan jalan kekerasan.

    Dalam mendarma baktikan hidupnya pada gerakan ini tidak sedikit

    yang dikembangkannya baik untuk Al-Ikhwan Al-Muslimin, terutama

    sekali untuk kemerdekaan bangsa Mesir yang pada waktu itu dikuasai oleh

    rezim absolut yang kolonial. Qutb keluar dari tahanan tahap pertama tahun

    1964. Baru setahun ia menikmati kebebasan, ia ditangkap kembali

    bersama tiga orang saudaranya; Muhammad Qutb, Hamidah dan Aminah.

    Juga ikut ditahan kira-kira 20.000 orang lainnya, diantaranya 700 orang

    wanita. Qutb divonis mati pada tanggal 22 Agustus 1966 oleh Mahkamah

    Agung (peradilan Negeri di Kairo). Ia dituduh mengkoordinir komplotan

    untuk menggulingkan sistem pemerintahan dengan kekuatan.

    Pada hari senin, 13 Jumadil awal 1386 atau dengan Agustus 1966,

    ia dan dua orang temannya (Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf

    ٢٥ Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op.cit., hlm. 145. ٢٦ Qutb divonis 15 tahun penjara dengan dipekerjakan sebagai pekerja kasar, tetapi ia

    hanya menjalani hukuman 10 tahun diLiman tanah beberapa mil dari kota Kairo. Sisanya sebagai grasi atas permohonan secara pribadi presiden Irak. Abdussalam. Arif kepada Gamal Abdul Naseer ketika berkunjung ke Kairo tahun 1954, Mahdi Fahulullah, op.cit, hlm. 35-36

  • 43

    Hawwasy) menyambut panggilan Rabbnya Syahid di tali tiang

    gantungan.27

    Sayyid Qutb menulis lebih dari dua puluh buah buku, ia mulai

    mengembangkan bakat menulisnya dengan membuat buku untuk anak-

    anak yang meriwayatkan pengalaman Nabi Muhammad SAW., dan cerita-

    cerita lainnya dari sejarah Islam. Perhatiannya kemudian meluas dengan

    menulis cerita-cerita pendek, sajak-sajak, kritik, serta artikel untuk

    majalah.28

    Buku-buku tersebut dapat kita klasifikasikan sebagai berikut:

    1. Buku-buku sastranya bersifat mengkritik meliputi:

    a. Muhimmah Al-Syair Fi Al-Hayah ( 1932 )

    b. Al-Tashwir Al-Fanm Fi Al-Quran ( 1945 )

    c. Masyahid Al-Qiyamah Fi Al-Quran ( 1945 )

    d. Al-Naqdu Al-Adabi : Ushuluhu Wa Manahijuhu

    e. Naqdu Kitabi Mustaqbali Al-Tsa Qafah Fi Misra

    2. Buku-buku cerita:

    a. Thiflun min Al-Qaryah (1945)

    b. Al-Athyafu Al-Arba’ah

    c. Asywak

    d. Al-Maidah Al-Mashurah

    3. Yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran:

    a. Al-Qashash al-Din

    b. Al-Jadid fi Al-Lughah Al-Arabiah

    c. Al-Jadid fi Al-Mahfudzat

    d. Raudlat Al-Thifli

    ٢٧ Sayyid Qutb Tafsir Fi Dzilal Al-Quran, op.cit, hlm. 319. ٢٨ Ibid, hlm. 319.

  • 44

    4. Kumpulan-kumpulan buku Agama:

    a. Al-‘Adalah Al-Ijtimaiyah ( 1948 )

    b. Ma’rakah Al-Islam Wa Ra’Samaliyah ( 1950 )

    c. Al-Salaam Al-Alami Wa Al-Islam ( 1951)

    d. Nahwa Mujtama’in Islami ( 1952 )

    e. Fi Zhilal Al-Quran ( 1953-2964 )

    f. Khashaish Al-Tashwir Al-Islami

    g. Al-Islam Wa Musykilat Al-Hadlarah

    h. Dirasat Islamiyah

    i. Hadza Al-Din

    j. Al-Mustaqbal li Hadza Al-Din

    k. Ma’alim fi Al-Thariq ( 1965 )

    Berikut ini tema syairnya yang dimuat dalam surat kabar harian dan

    majalah seperti Al-Risalah, Al-Liwa’ Al-Jadid, Al-Da’wah, Al-Harhah,

    Misra Al-Falal, Al-Muslimin dan Isytirakiyah:

    a. Al-Syathi’u Al-Majhul

    b. Hilmu Al-Fajri

    c. Qafilatul Al-Raqiq

    d. Nihayatu Al-Muthaf

    e. Hilmun Qadim

    f. Intahaina

    g. Fi Al-Shahra

    h. Min Bawakiri Al-Kifah

    Cerita-cerita:

    a. Min Al-A’maq

    b. Ila Al-Iskandariyah

    c. Suqu Al-Raqiq

    d. Tilmidzah

    e. Adzara’

  • 45

    f. Khathi’ah

    g. Um

    h. Ab

    Berbagai makalah:

    a. Nahnu Al-Sya’b

    b. Al-Kutlah Al-Islamiyah

    c. Ila Al-Ahzab Al-Mishriyah

    d. Madaris Lial-Suhti

    e. Difa’an Al-Fadhilah

    Berbagai pembahasan kritik mengenai hasil karya pengarang-

    pengarang besar tentang sastra, syair dan cerita seperti:

    a. Khan Al-Khalili karya Najib Mahfudz

    b. Al-Malik Udib karya Taufiq Al-Hakim

    c. Hamazatu Al-Syayathin karya Abdul Hamid Jaudah Al-Sahar

    d. Wahyu Al-Arba’in Wa Sarah karya Abbas Mahmud Al-Aqqada

    e. Sair Mahmud Abu Al-Wafa’

    f. Adabu Al-Rafi’I

    g. Da’watu Al-Kasyani Ila Mu’tamar Islami

    h. Madza Khasira Al-Alam bi inhithathi Al-Muslimin

    i. Baina Al-Falsafah Wa Al-Adab karya Al-Adham

    j. Difa’an ‘an Al-Balaghat karya Muhammad Hasan Al-Zayyad

    k. Min Mufaraqati Al-Tafkir karya Ismail Madzhar

    l. Al-tanasuq Al-Fanni Fi Al-Quran

    m. Hadzihi Hiya Al-Aghlal karya Abdullah Al-Qashimi.29

    Sewaktu di dalam tahanan ia menulis karya terakhirnya: Ma’alim fi

    Ath-Thariq (1964), dalam buku ini, ia mengemukakan gagasannya tentang

    perlunya revolusi total, bukan semata-mata pada sikap individu. Namun

    ٢٩ Mahdi Fahlullah, op.cit, hlm. 39-41.

  • 46

    juga pada struktur negara. Selama periode inilah logika konsepsi awal

    negara Islamnya Sayyid Qutb mengemukakan. Buku ini pula yang

    dijadikan bukti utama dalam sidang yang menuduhnya bersekongkol

    hendak menumbangkan rezim Naseer.30

    2. Latar Belakang Penafsirannya

    Pada awalnya, Sayyid Qutb dalam menyusun pustaka Bara Al-

    Quran adalah dengan tujuan sastra dan seni, dan metode (Manhaj) beliau

    di dalam melakukan studi adalah metode estetika dan perasaan atau

    sentuhan (dzauq).

    Setelah peluncuran episode pertama dari pustaka Baru Al-Quran

    yaitu Masyahid Al-Qiyamah Fi Al-Quran, maka perhatian-perhatian

    Sayyid Qutb pun berubah ke fase keislaman yang bersifat umum.

    Beliaupun mengkaji Al-Quran pada kali ini karena dorongan-dorongan

    yang bersifat pemikiran kemasyarakatan dan reformasi. Buah dari studi ini

    adalah buku pemikiran beliau yang pertama, Al-‘Adalah Al-Ijtama’iyah Fi

    Al-Islam (keadilan sosial dalam Islam), yang beliau tulis sebelum diutus ke

    Amerika, dan cetakan pertamanya terbit pada bulan April 1949.

    Sayyid Qutb sengaja memilih media keadilan sosial untuk ditulis

    serta menjelaskan metode Al-Quran di dalam menegakkan keadilan dan

    kaidah-kaidah dalam mewujudkannya karena Mesir ketika itu sedang

    melalui fase sosial yang sulit setelah perang Dunia II. Di dalam negara

    Mesir muncul fenomena-fenomena sosial yang terdistorsi serta kelas-

    kelassosial yang saling berlawanan. Sementara itu mayoritas masyarakat

    Mesir hidup dalam kemelaratan dan berada dibawah tekanan kezhaliman

    sosial yang sengaja dibuat oleh para tokoh istana dan kaum feodal dari

    kalangan para bangsaw,an dan para tuan tanah. Tapi kelompok borjuis,

    para pengusaha dan keluarga istana dalam keadaan hidup yang berlebihan

    dan berfoya-foya dalam kemewahan dengan penuh kemaksiatan.

    ٣٠ Sayyid Qutb, Tafsir……op.cit, Jilid I, hlm. 320.

  • 47

    Oleh karena itu, beliau menulis bukunya untuk menjelaskan

    kepada masyarakat Mesir bahwa keadilan sosial yang mereka inginkan itu

    hanya ada di dalam Islam31. Ketika kembali ke Mesir, Sayyid Qutb

    mendapatkan pergolakan pemikiran yang lebih dahsyat lagi antara Islam

    dan Jahiliyah. Maka beliau ingin menyumbangkan pemikiran Islam untuk

    mengalahkan musuhnya dan menginginkan adanya kekuatan Islam yang

    besar untuk mendapatkan kemenangan dalam alam pemikiran dan kajian,

    dalam dunia da’wah dan informasi serta dalam dunia jihad dan

    pergerakan. Dalam fase ini Sayyid Qutb mempunyai kepedulian dalam

    pemikiran yang didapatkan dari inspirasi Al-Quran dan hidup dibawah

    naungan Al-Quran. Beliau ingin menampilkan isi Al-Quran seluruhnya

    serta ingin menjelaskan karateristik-karakteristik dan ciri-ciri yang ada di

    dalamnya.32

    Pemikiran Sayyid Qutb tersebut disebarkan luaskan dalam majalah

    Al-Muslimin selama tujuh edisi berturut-turut. Dalam edisi ketujuh,

    Sayyid Qutb mengatakan untuk berhenti menulis Fi Zhilal Al-Quran

    dalam majalah, karena beliau akan menafsirkan Al-Quran secara utuh

    dalam sebuah kitab (tafsir) tersendiri, yang akan diterbitkan dalam juz-juz

    secara bersambung. Juz yang pertama muncul pada bulan Oktober 1952

    yang diikuti dengan juz-juz lainnya.33

    Maka ketika majalah Al-Muslimin terbit pada akhir tahun 1951 M,

    pimpinan redaksi majalah tersebut, Sa’id Ramadhan, minta kepada Sayyid

    Qutb untuk aktif dalam menyumbangkan tulisannya dalam setiap

    bulannya, dan diharapkan makalah tersebut dalam tema yang bersambung.

    Dan dari sini terbukalah keinginannya yang terpendam tersebut, yang

    kemudian beliau aktif menuangkan segala gejolak pemikiran Islamnya

    yang berinspirasi dari Al-Quran dengan tema yang membangkitkan

    semangat pemikiran dan pergerakan yang diberi tema; Fi Dzilal Al-Quran.

    ٣١ Shalah Abdul Fatah Al-Khahdi, Pengantar…., op.cit, hlm. 51-52 . ٣٢ Shalah Abdul Fatah Al-Khalidi, Tafsir Metodologi Pergerakan, Terj. Asmuni Solihan

    Zamakhsyari, Yayasan Bunga Karang, Jakarta, Cet. I, 1995, hlm. 18. ٣٣ Ibid, hlm. 18-19.

  • 48

    3. Penafsiran Sayyid Qutb Terhadap Surah Al-Kafirun

    Pada dasarnya orang Arab itu tidak ingkar atau dusta kepada Allah,

    akan tetapi mereka hanya tidak tahu pada hakekatnya yang mereka

    lakukan mengenai sifat dan diri Allah, Esa, Tinggi (Ahad dan Shomad).

    Mereka menyekutukan-Nya, mereka tidak mampu mengenal Allah dengan

    benar, dan mereka tidak menghamba (menyembah)-Nya dengan serius.

    Mereka menyekutukan Allah dengan berhala-berhala yang menjadikannya

    sebagai simbol para leluhur mereka yang mulia dan agung. Atau mereka

    menjadikan berhala-berhala itu sebagai simbol Malaikat… dan mereka

    menganggap bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah, dan

    bahwasanya diantara Dia dan surga sangat dekat, sehingga mereka bahkan

    melupakan bahwa ini semua hanyalah simbol dan malah menyembah

    Tuhan-Tuhan (baru) ini, dan dalam hal ini mereka menjadikan berhala-

    berhala itu untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah sebagaimana

    yang telah diceritakan oleh Al-Quran tentang mereka dalam surat Az-

    Zumar. Mereka berkata, “Kami menyembahnya hanyalah untuk

    mendekatkan diri kami kepada Allah”.

    Al-Quran telah menceritakan tentang mereka bahwa mereka

    mengakui Allah lah yang menciptakan langit dan bumi, menggerakan

    matahari dan bulan, dan dan menurunkan hujan dari langit sebagaimana

    yang dipaparkan dalam surat Al-Ankabut; “Dan apabila engkau tanyakan

    kepada mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi dan siapa yang

    menggerakan matahari dan bulan, mereka akan menjawab Allah” … “Dan

    jika engkau menanyakan kepada mereka siapa yang menurunkan hujan

    dari langit dan menghidupkan bumi setelah mati, mereka akan

    menjawabkan” “… Bahkan dalam sumpah mereka menggunakan kalimat

    .”اللهم “ demi Allah ) dan dalam berdo’a mereka mengucapkan ) تاهللا ; واهللا

    Akan tetapi karena keimanan mereka kepada Allah diiringi dengan

    kesyirikan, maka hal ini merusak diri mereka begitu juga taklid dan ritual-

    ritual yang merusak, mereka menjadikan Tuhan sebagai tempat

    menyajikan (sesaji) hasil pertanian dan binatang ternak, dan bahkan

  • 49

    menyajikan anak-anak mereka. Sampai-sampai untuk mendapatkan hasil

    yang baik ini kadang-kadang mereka rela mengorbankan anak-anaknya.

    Dalam hal ini Al-Quran berbicara tentang mereka dalam Al-An’am; “ Dan

    mereka menjadikan hasil pertanian dan binatang ternak untuk Allah.

    Mereka mengatakan ini untuk Allah-dengan simbolnya-dan ini adalah

    untuk Syuroka’ (yang menghubungkan dengan Allah; simbol-simbol tadi;

    Al-Latta Wal-Uzza) kami. Akibat adanya syuroka’ itu, maka persembahan

    itupun tidak sampai kepada Allah. Pada dasarnya persembahan itu

    bukanlah untuk Allah, tetapi itu adalah untuk syuroka’ mereka. Terserah

    apa yang mereka putuskan! Begitu juga kebanyakan diantara orang-orang

    musyrik tega membunuh anak-anaknya untuk persembahkan kepada

    syuroka’ agar do’a mereka dikabulkan, dan agar syuroka’ tersebut mau

    memberkati mereka dan Agama mereka, walaupun Allah membiarkan apa

    yang mereka lakukan, namun Allah marah atas apa yang mereka perbuat,

    mereka mengatakan; ini adalah binatang ternak dan hasil pertanian yang

    diharamkan, tidak boleh ada yang memakannya kecuali yang kami

    kehendaki-yaitu Tuhan simbol mereka-dan juga binatang ternak ini

    diharamkan punggungnya, mereka tidak menyebut Asma Allah dalam atau

    ketika menyembelih binatang ternak Allah akan memberikan balasan atas

    apa yang mereka lakukan, dan mereka berkata; Apa yang ada dalam perut

    binatang ternak ini baik untuk sesembahan kita, dan diharamkan untuk

    istri-istri kita, dan jika menjadi bangkai di dalamnya ada syuroka’. Allah

    akan memberikan balasan kepada mereka karena sesungguhnya Dia Maha

    Bijaksana lagi Maha Mengetahui, sungguh telah merugi orang-orang yang

    membunuh anak-anaknya yang masih lemah tanpa mereka sadari. Dan

    mereka yang mengharamkan rizki Allah dengan dalih untuk mendekatkan

    diri pada Allah. Sungguh mereka telah sesat dan mereka bukan termasuk

    orang-orang yang mendapatkan petunjuk”.

    Ketika Muhammad datang dan mengatakan bahwa sesungguhnya

    Agamanya (Muhammad) adalah Agama Ibrahim as., mereka mengatakan;

    Agama kami juga Agama Ibrahim, lalu apa untung kami meninggalkan

  • 50

    Agama kami dan mengikuti Muhammad?! Pada suatu ketika mereka

    berangkat untuk membujuk Rasulullah SAW., dengan membuat perjanjian

    antara mereka dan Nabi; mereka membujuk Nabi untuk menyembah

    Tuhan-Tuhan mereka dan merekapun akan menyembah Tuhan

    Muhammad! Dan hendaknya Muhammad menghentikan mencela Tuhan-

    tuhan mereka dan ritual ibadah mereka. Dan kedua belah pihak wajib

    mentaati dan melaksanakan syarat-syarat ini.

    Mungkin keinginan untuk berkolaborasi dan mengelabui Nabi

    hanya angan-angan mereka belaka, pengakuan keimanan mereka kepada

    Allah diiringi dengan beribadah kepada Tuhan yang lain… mungkin hal

    ini memberikan rasa kepada mereka bahwa jarak antara mereka dan

    Muhammad dekat, mungkin dapat dipahami demikian, seperti halnya

    bagian kota diantara dua kota, keduanya dimungkinkan lebih sering

    bertemu ditengah-tengah jalan, dengan beberapa kompensasi kepribadian!

    Untuk memecahkan masalah yang masih samar (syubhah) ini,

    menghentikan jalan yang mengarah pada kerusakan dan memutuskan

    untuk mengklafikasikan atau membedakan antara ibadah yang satu dengan

    ibadah yang lain, metode dan metode, imajinasi dan imajinasi, langkah

    atau jalan dan langkah atau jalan …. Turunlah surat ini, dengan ketetapan

    ini. Dan dengan tauhid (penguatan) ini. Dan dengan ikror (pengulangan)

    ini. Untuk menolak segala komentar, dan menghentikan segala bentuk

    penawaran serta pada akhirnya membedakan antara tauhid dan syirk, dan

    memberikan petunjuk yang jelas, tawaran dan bantahan yang mereka

    kemukakan baik yang sedikit maupun yang banyak tidak diterima.

    “Katakanlah (hai Muhammad) wahai orang-orang kafir. Aku tidak

    akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian atau kamu

    bukanlah penyembah apa yang aku sembah, dan aku bukan

    penyembah apa yang kamu sembah, dan engkau bukanlah

    penyembah apa yang aku sembah. Untukmu Agamamu dan

    untukku Agamaku”.

  • 51

    Peniadaan setelah peniadaan (nafi ba’da nafi), ketetapan setelah

    ketetapan (jazm ba’da jazm) penguatan setelah penguatan (tauhid ba’da

    tauhid). Dengan berbagai uslub (tata bahasa nafi, jazm dan tauhid).

    katakanlah)… adalah perintah Tuhan sebagai sebuah solusi yang) قل

    diberikan kepada orang yang diberi wahyu di mana perintah tentang

    akidah (keyakinan atau kepercayaan) ini merupakan perintah Allah

    semata. Perintah itu bukan perintah Muhammad. Sesungguhnya Dialah

    Allah yang maha memerintah yang tidak bisa tidak ditolak perintah-Nya,

    dan Dialah sang hakim yang tidak bisa ditolak atau gugat keputusannya.

    “Katakanlah (hai Muhammad) wahai orang-orang kafir “…

    panggilan terhadap mereka dengan menunjukan hakekat mereka, mensifati

    dengan sifat mereka sendiri … sesungguhnya mereka tidak beragama, dan

    mereka juga bukan orang mu’min (orang yang beriman) akan tetapi

    mereka adalah orang-orang kafir. Maka jangan sampai terjadi kesepakatan

    antara kamu (Muhammad) dengan mereka.

    Inilah yang diwahyukan sebagai pembuka surat ini dan sekaligus

    untuk membuka pembicaraan dengan memfokuskan pada pemisahan apa

    yang diharapkan atau diiringikan tidak berkait!

    “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah” “…

    ibadahku bukanlah ibadahmu dan ma’budmu (orang yang diibadahi;

    Tuhan) bukan ma’budku.

    “Dan kamu bukanlah penyembah apa yang aku sembah “ ibadahku

    bukanlah ibadah ibadahmu dan ma’budmu bukan ma’budku”.

    “Dan aku bukanlah penyembah apa yang aku sembah”. “…

    sebagai tauhid (penguat) ungkapan pertama dalam bentuk jumlah ismiyah

    dan ini menunjukkan akan sifat mereka yang tetap (tidak akan pernah

    berubah) dan berkesinambungan (terus menerus).

    “Dan kamu bukanlah penyembah apa yang aku sembah”. “…

    sebagai pengulangan untuk tauhid (menguatkan) ungkapan kedua.

    Sehingga tidak adalagi syubhah dan keraguan dan tidak ada lagi upaya

    untuk ragu-ragu setelah pentauhidan pengulangan ini.

  • 52

    Kemudian secara global menunjukkan hakekat pemisahan atau

    perbedaan yang tidak mungkin lagi untuk dipertemukan, perbedaan yang

    tidak diragukan lagi, pemisahan yang tidak dapat disambung lagi dan

    pembedaan yang tak dapat dicampur jadi satu lagi.

    “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. “Aku di sini dan

    kalian di sana tidak ada pembicaraan, tidak ada jembatan dan tidak ada

    jalan yang dapat mempersatukan, pemisahan atau perbedaan yang

    sempurna dan sangat jelas”.

    Bahwasanya pemisahan ini dilakukan agar jelas letak perbedaan

    sejelas-jelasnya yang tidak mungkin untuk dapat dipertemukan kembali.

    Perbedaan itu nyata dalam keyakinan, sifat asli, hakekat manhaj (cara atau

    metode) dan tabiat sebenarnya.

    Sesungguhnya tauhid adalah manhaj, dan syirik manhaj yang lain

    … keduanya tidak mungkin dapat dipersatukan … tauhid adalah sebuah

    manhaj yang dituju manusia-dengan seluruh keberadaannya-kepada Allah

    semata dan tidak menyekutukannya.

    Dan Allah membatasi arah yang akan ditempuh manusia dengan

    akidah dan syari’ah, kebenaran (kekerasan) dan keadilan, adab dan etika

    (akhlaq), dan sifat-sifat-Nya yang diterapkan dalam kehidupan. Dan inilah

    arah yang dicapai dan ditempuh oleh orang mu’min yaitu Allah. Allah

    semata yang tiada sekutu baginya. Pada segi lain seluruh aktivitas

    kehidupan ditopang dengan asas (pondasi) ini. Tanpa diselimuti dengan

    syirik baik ketika dalam keadaan terang-terangan maupun sembunyi… dan

    inilah yang menjadi benteng.

    Pembedaan atau pemisahan yang begitu jelas ini penting bagi Da’i

    (penyeru) dan penting bagi mad’uwin (orang-orang yang diseru)…

    Sesungguhnya sifat-sifat orang Jahiliyah mencemari sifat keimanan

    khususnya pada kelompok-kelompok yang mengerti atau mengetahui akan

    akidah atau keyakinan sebelumnya kemudian berpaling. Kelompok ini

    adalah kelompok yang paling a’sha (terburuk) yang keimanannya

    (kepercayaannya) merupakan sifat yang gelap berasal dari kebathilan,

  • 53

    kemurkaan dan keberpalingan (dhalim). Lebih buruk dari kelompok-

    kelompok yang tidak mengerti masalah akidah sama sekali. Yang

    demikian itu karena dia (kelompok tersebut) mengira dirinya diberi

    petunjukdan ketika dia berakidah, kemudian berpaling dan menghindar.

    Bercampurnya akidah-akidahnya dan amalan-amalannya serta

    bercampurnya antara yang benar dan yang salah dalam akidah kadang-

    kadang penyeru-membujuk dengan angan-angan untuk menariknya, jika

    dalam seseorang satu sisi baik dia akan mengimbangi dengan memberi

    keburukan pada sisi lain… dan bujukan atau hasutan ini hanyalah pada

    akhirnya untuk mencari keuntungan.

    Sesungguhnya orang Jahiliyah itu tetap Jahiliyah dan orang Islam

    tetap. Dan perbedaan diantara keduanya jauh. Dan sabil (jalan) adalah

    keluar dari kejahiliahan dengan segala tendensinya apa yang ada menuju

    Islam. Yaitu meninggalkan kejahiliahan dengan segala apa yang ada di

    dalamnya dan hijrah menuju Islam dengan segala apa yang ada di

    dalamnya.

    Langkah pertama adalah membedakan seruan dan perasaan atau

    kesadaran dengan benar-benar memisahkan dari Jahiliyah; segi sifat,

    metode dan ritual (amal). Pemisahan yang tidak mungkin untuk dapat

    dipertemukan kembali. Pemisahan yang mustahil akan kerja sama kecuali

    apabila orang Jahiliyah berpindah menuju keislaman.

    Perbedaan sifat ini merupakan hal pokok atau dasar. Bagi mereka

    Agama mereka, baginya (Muhammad) agamanya, bagi mereka jalan

    mereka dan baginya (Muhammad) jalannya.

    Allah tidak membutuhkan mereka untuk masuk Islam ini adalah

    kebebasan, ini adalah pemisahan dan ini adalah solusi… Allah tidak

    membutuhkan tawaran mereka yang akan memeluk Islam dengan syarat

    mereka, mereka sebelumnya mengetahui akidah, dan waktu itu telah

    berlaku lama (hati mereka mati dan kebanyakan diantara mereka adalah

    orang-orang fasik) …. Bahwasanya tidak ada tali yang bisa

    menghubungkan, tidak bisa dipertemukan, tidak ada istilah,… dan ini

  • 54

    adalah dakwah Islam, dakwah terhadap kaum Jahiliyah. Dan pemisahan

    dari kaum Jahiliyah (untukmu agamamu dan untukku agamaku)… ini

    adalah agamaku; tauhid yang tulus yang mengandung sifat-Nya,

    kebesaran-Nya, akidah-Nya dan syari’at-Nya. Semua dari Allah … Tidak

    ada syirik … segalanya … Untuk setiap perikehidupan dan kelakuan atau

    perbuatan.

    Tanpa adanya pemisahan ini, maka kebathilan, penipuan,

    percampuradukan akan tetap ada… dan dakwah Islam tidak berpegangan

    pada asas yang lemah ini. Sesungguhnya dakwah Islam hanya berpegang

    pada solusi yang tepat, jelas dan berani…

    Dan ini adalah langkah dakwah yang pertama; bagimu agamamu

    dan bagiku agamaku.34

    ٣٤ Sayyid Qutb, Fi Dzilalil Qur’an, Juz 30, Jilid 6, Dar Asy-Syuruq, Kairo, 1992, hlm.

    3990-3993

    BAB IIITAFSIR AT-THABARI DAN SAYYID QUTBAT-THABARI

    SAYYID QUTBAs-Syahid Qutb dilahirkan di Desa Musyah, propinsAyahnya seorang yang saleh, Ibunya bernama Fatimah juga muslimat yang taat beragama dan tekun mendalami Al-Quran. Qutb merupakan anak pertama dari empat bersaudara yaitu Muhammad, Hamidah, Aminah.� Keluarga ini hidup sederhana sebagai seorang petani yang