bab iii pertumbuhan dan perkembangan kerajinan … · berkembang dengan membuat meja, kursi dan...

38
43 BAB III PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KERAJINAN BONGGOL JATI DI DESA BANGUNREJO KIDUL TAHUN 1997-2014 A. Latar Belakang Keberadaan Kerajinan Bonggol Jati Kabupaten Ngawi merupakan daerah yang memiliki wilayah hutan jati yang sangat luas, sehingga hasil kayu jati begitu melimpah. Di masa sekarang ini, penggunaan kayu dan kebutuhan akan kayu juga sangat tinggi sehingga mengakibatkan penimbunan limbah kayu yang begitu banyak. Limbah kayu, seperti bonggol atau akar, dahan dan ranting jati biasanya digunakan sebagai kayu bakar untuk keperluan sehari-hari, namun ada sebagian kelompok masyarakat memanfaatkan limbah tersebut menjadi sebuah hasil karya seni yang memiliki nilai jual tinggi. Pada wilayah Kecamatan Kedunggalar, khususnya wilayah Desa Bangunrejo Kidul memiliki wilayah hutan yang cukup luas. sehingga banyak warga masyarakatnya yang memanfaatkan kekayaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Daerah Bangunrejo Kidul merupakan salah satu desa yang letaknya dipinggiran hutan KPH Ngawi. Selain bekerja di bidang pertanian, masyarakat Desa Bangunrejo Kidul juga bekerja sebagai pengrajian ukiran kayu, misalnya seperti kerajinan dari bonggol kayu jati. Dengan memanfaatkan limbah dari kayu habis tebang yang dibiarkan begitu saja, beberapa masyarakat mulai menciptakan suatu karya seni yang akan memiliki nilai jual.

Upload: donhi

Post on 07-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

43

BAB III

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KERAJINAN

BONGGOL JATI DI DESA BANGUNREJO KIDUL TAHUN

1997-2014

A. Latar Belakang Keberadaan Kerajinan Bonggol Jati

Kabupaten Ngawi merupakan daerah yang memiliki wilayah hutan jati

yang sangat luas, sehingga hasil kayu jati begitu melimpah. Di masa sekarang ini,

penggunaan kayu dan kebutuhan akan kayu juga sangat tinggi sehingga

mengakibatkan penimbunan limbah kayu yang begitu banyak. Limbah kayu,

seperti bonggol atau akar, dahan dan ranting jati biasanya digunakan sebagai kayu

bakar untuk keperluan sehari-hari, namun ada sebagian kelompok masyarakat

memanfaatkan limbah tersebut menjadi sebuah hasil karya seni yang memiliki

nilai jual tinggi.

Pada wilayah Kecamatan Kedunggalar, khususnya wilayah Desa

Bangunrejo Kidul memiliki wilayah hutan yang cukup luas. sehingga banyak

warga masyarakatnya yang memanfaatkan kekayaan sumber daya alam untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Daerah Bangunrejo Kidul merupakan salah satu

desa yang letaknya dipinggiran hutan KPH Ngawi. Selain bekerja di bidang

pertanian, masyarakat Desa Bangunrejo Kidul juga bekerja sebagai pengrajian

ukiran kayu, misalnya seperti kerajinan dari bonggol kayu jati. Dengan

memanfaatkan limbah dari kayu habis tebang yang dibiarkan begitu saja, beberapa

masyarakat mulai menciptakan suatu karya seni yang akan memiliki nilai jual.

44

Dalam konteks ketenagakerjaan industri kecil adalah kegiatan ekonomi

produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan

usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan

yang dimiliki, atau menjadi bagian maupun tidak langsung dari usaha menengah

dan berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja berjumlah 10-49 orang.1 Di dalam

industri kecil dikenal sebutan para pekerja atau buruh kerja yang menangani

pekerjaan industri kecil kerajinan. Buruh pekerja adalah orang yang bekerja untuk

orang lain yang mempunyai suatu usaha kemudian mendapatkan upah atau

imbalan sesuai dengan kesepakatan sebelum upah biasanya diberikan secara

harian maupun bulanan tergantung dari hasil kesepakatan yang disetujui.

Sedangkan pengusaha adalah seorang yang bekerja secara mandiri dengan

pemilikan modal dan sarana kerja yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan

keluarganya dengan pemengusahakan pembuatan kerajinan-kerajinan yang

dikerjakan oleh para buruh pekerja.2

Berdasarkan pemahaman atas industri kecil, buruh pekerja dan pengusaha,

latar belakang munculnya kerajinan di Desa Bangunrejo Kidul Kecamatan

Kedunggalar pada umumnya dimulai dengan usaha yang bersifat mencoba-coba

untuk sekedar kerja sambilan dan menambah penghasilan sehari-hari. Karena

banyaknya akan keperluan yang harus dicukupi, masyarakat sekitar berupaya

untuk meningkatkan taraf hidupnya. Minat dan motivasi yang dimiliki oleh para

1 Irsan Azhari Shaleh., Industri Kecil Sebuah Tinjauan dan Perbandingan,

(Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 17.

2 Wijono Ardianto., 2014., Industri Kecil Mebel Di Sragen Pada Tahun

1985-2005. Skripsi, Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, hlm. 31.

45

pengrajin dalam memilih pekerjaan sebagai pengrajin bonggol jati ini didorong

karena potensi hutan yang melimpah.3 Namun, fenomena yang terjadi sekarang ini

adalah pekerjaan tersebut justru menjadi mata pencaharian pokok setelah hasilnya

dirasa lebih menguntungkan dari pada bertani.

Di luar pekerjaan sebagai petani, masyarakat dituntut untuk menyesuaikan

diri dengan situasi dan kondisi, dalam hal ini menyangkut situasi dan kondisi

lingkungan kerja. Dimana pada akhirnya lingkungan alam sekitar akan

memberikan alternatif yang dapat digunakan manusia untuk mencukupi

kebutuhannya.4 Pergeseran mata pencaharian dari bidang pertanian ke bidang non

pertanian, terutama pada sektor informal menandakan adanya sifat kelenturan

masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan struktur sosial yang baru.

Kemunculan sentra industri kerajinan bonggol kayu jati di Desa Bangunrejo Kidul

sendiri tidak banyak yang mengetahui kapan tepatnya, namun menurut Rupiati

pemilik UD. Rahmat Jati, usaha kerajinan ini berkembang pesat sejak tahun 2004

silam. Hal ini ditandai dengan banyak bermunculan perajin dan semakin

variatifnya produk-produk yang dihasilkan. Dalam hal ini, kebanyakan pengrajin

belajar secara otodidak dengan melihat produk yang dihasilkan oleh perajin lain di

3 Wawancara dengan Sukardi selaku Kaur Umum Desa Bangunrejo Kidul

tanggal 18 Juli 2016.

4 Gatot Murni, Sistem Ekonomi Tradisional Sebagai Wujud Tanggapan

Masyarakat Terhadap Lingkungannya, (yogyakarta: Dokumentasi Kebudayaan

Daerah), hlm. 15.

46

Bojonegoro, Madiun dan Jepara hingga perajin mampu untuk berkreasi sendiri

dan menciptakan karyanya sendiri.5

Sementara itu, yang menjadi alasan beberapa penduduk berpindah profesi

dari petani menjadi peranjin diantaranya adalah karena faktor kebutuhan hidup.

Kebanyakan penduduk yang sekarang bekerja sebagai perajin atau buruh beralih

pekerjaan dikarenakan penghasilannya dari sektor pertanian tidak mencukupi

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Misalnya saja pada awal

tahun 2000-an penghasilan sebagai buruh tani (pemacul, pembajak sawah atau

sejenisnya) memiliki penghasilan sekitar Rp.15.000 hingga Rp.20.000 per

harinya, itupun mereka hanya bekerja ketika musim panen hingga musim tanam

tiba selebihnya para buruh tani kebanyakan menganggur hingga musim panen tiba

kembali. Hal ini berbeda jika mereka bekerja sebagai perajin. Mereka akan

mendapatkan gaji tetap setiap bulannya dengan kisaran gaji perharinya sekitar

Rp.20.000 hingga Rp.35.000 per harinya tergantung jenis pekerjaan yang

dikerjakannya.6

Selain itu, alasan lain mereka adalah terbatasnya lahan pertanian.

Bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya akan kebutuhan akan

perumahan menyebabkan tanah pertanian di Desa Bangunrejo Kidul semakin

sempit. Dengan demikian pekerjaan di bidang kerajinan bonggol kayu jati

menjadi salah satu alternatif yang dipilih penduduk. Hal ini dikarenakan

5 Wawancara dengan Rupiati selaku pemilik UD. Rahmat Jati tanggal 3

September 2016.

6 Wawancara dengan Suhadi selaku tenaga kerja di UD. Rahmat Jati

Tanggal 3 September 2016.

47

banyaknya limbah kayu berupa bonggol kayu dan potongan batang-batang kayu

jati kecil yang tidak diambil oleh pihak perhutani setelah penebangan kayu,

sehingga mereka memanfaatkanya untuk produk kerajinan yang bernilai jual

tinggi. Awalnya hanya di buat kerajinan ukir-ukiran saja. Hingga akhirnya

berkembang dengan membuat meja, kursi dan hiasan dinding.7

Selain kedua alasan tersebut, alasan lainya adalah karena ajakan orang lain

atau yang bersifat coba-coba saja. Hal ini seperti hal yang sudah dijelaskan diatas,

dimana beberapa masyarakat dalam menambah penghasilannya mereka mencoba

sesuatu pekerjaan yang baru seperti bekerja sebagai perajin bonggol kayu jati. Hal

ini mereka lakukan karena adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya dan keinginan mereka untuk menjadi orang yang sukses.

B. Perkembangan Kerajinan Bonggol Jati Tahun 1997-2014

Perkembangan kerajinan bonggol jati di Desa Bangunrejo Kidul dari tahun

ke tahun mengalami peningkatan. Sejalan dengan perihal tersebut, maka

bagaimanapun lambatnya perkembangan kerajinan bonggol kayu jati di Desa

Bangunrejo Kidul memiliki pengaruh baik dari dalam maupun dari luar. Terlebih

lagi peningkatan dan perkembangan itu didorong oleh adanya faktor sosial

ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan adanya tuntutan

dalam pemenuhan kebutuhan, maka dalam kehidupannya manusia menggunakan

7 http://radarmadiun.co.id/detail-berita-3393-dusun-ngubalan-dijuluki-

kampung-perajin-kayu-jati.html. (diakses pada tanggal 14 November 2016).

48

akal pikiran untuk mencapai hasil yang diinginkan. Hal ini serupa dengan apa

yang terjadi di dalam kehidupan para perajin bonggol kayu jati di Desa

Bangunrejo Kidul dalam usahanya untuk menyesuaikan perkembangan zaman

ikut mempengaruhi pula terhadap jenis pekerjaan yang dilakukan, baik dalam hal

yang menyangkut peralatan serta hasil barang yang dihasilkan, masalah kualitas

dan jenis produksi yang dihasilkan, jumlah serta perluasan daerah yang menjadi

target pemasaran.

Perkembangan kerajinan bonggol jati di Desa Bangunrejo Kidul ini terbagi

menjadi 3 periode. Dalam menentukan periode ini menggunakan teori siklus

ekonomi yang pertama kali menyajikan kerangka analisis dan dasar teori sebagai

landasan pemikiran modern ilmu siklus ekonomi. Selain itu, menurut Dornbusch

dalam bukunya Makroekonomi yang menggambarkan siklus bisnis dapat

digambarkan sebagai gelombang naik-turun aktivitas ekonomi, yang terbagi

menjadi empat elemen yaitu: siklus menaik, titik puncak, gerakan menurun dan

titik terendah. Adapun tahap perkembangan Usaha kerajinan bonggol jati di

Bangunrejo Kidul adalah sebagai berikut:

1. Periode Tahun 1997-2001 (Tahap Perintisan)

Keberadaan dan perkembangan akan kerajinan bonggol kayu jati di Desa

Bangunrejo Kidul tidak spontan tumbuh begitu saja, tetapi dalam proses

pertumbuhanya melalui tahap-tahap tertentu untuk menjadikan sebuah industri

kerajinan bonggol kayu jati bertahan sampai sekarang dan menjadi mata

pencaharian bagi sebagian penduduk. Rendahnya penghasilan dan kerasnya

49

perjuangan dalam menafkahi keluarganya membuat petani di desa pinggiran

hutan, khususnya Desa Bangunrejo Kidul enggan menekuni pekerjaan bertani.

Kondisi demikian serupa dengan apa yang dialami oleh salah seorang

pengusaha bernama Sri Utami. Ia bersama dengan suaminya Prasetyo memulai

usahanya sekitar tahun 1995. Sebelum membuka usahanya di bidang kerajinan

dari bonggol kayu jati ini, ia sempat pergi merantau ke Surabaya untuk bekerja

sebagai buruh pabrik di sana. Namun ia memutuskan untuk kembali ke kampung

halamanya dan memulai usaha baru dengan memanfaatkan bonggol hasil

tebangan kayu jati yang sudah tidak dibutuhkan oleh pihak perhutani. Pada masa

awal perintisan usahanya memang sedikit kurang menguntungkan, karena dalam

proses pemasarannya masih dengan cara tradisional yaitu dengan berkeliling dari

desa ke desa sehingga hasil yang diperolehnya tidak memenuhi target karena

belum banyak konsumen yang minat akan hasil produknya.8 Sementara itu, dalam

masa awal menjalankan usahanya di bidang kerajinan ini ia mengalami banyak

pasang surut yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti masalah permodalan

yang terbatas, kurang tenaga kerja dan terbatasnya tempat pemasaran ketika itu.

Terjadinya peralihan kekuasaan pemerintah Orde Baru menuju Reformasi

dijadikan momentum bagi masyarakat hutan untuk melakukan penebangan liar

dan perusakan besar-besaran. Dari tahun 1998 hingga 2000, penjarahan kayu jati

di hutan milik negara marak di hampir seluruh wilayah Jawa. Bagi sebagian

masyarakat desa hutan yang menganggur, membabat kayu jati hutan negara

8 Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3

september 2016

50

merupakan pilihan untuk mendapatkan penghasilan yang sulit dielakkan. Rata-

rata tiap orang bisa memperoleh pemasukan Rp.25.000 hingga Rp.50.000 per

harinya dari berdagang hasil kayu curian. Dari peristiwa ini semakin hari makin

banyak orang yang menjarah hutan jati,9 tak terkecuali di hutan jati di Desa

Bangunrejo Kidul. Namun pekerjaan sebagai blandong kayu tidaklah dapat

dijadikan mata pencaharian bagi penduduk sekitar sehingga mereka lebih memilih

untuk menjadi buruh atau tenaga kerja dan pengrajin bonggol kayu jati. Di

samping itu, dengan adanya peristiwa ini membuat produksi kerajinan dari

bonggol kayu jati menjadi sedikit terhambat karena pihak perhutani memblokade

tempat yang menjadi penghasil bahan baku utama dalam produksi kerajinan ini,

sehingga pengusaha sulit untuk mendapatkan bahan bakunya.

Pada sekitar tahun 2001-an usaha kerajinan bonggol kayu jati mulai

menampakkan perkembangannya lagi, dimana bermunculan beberapa pengusaha

baru yang juga terjun di bidang kerajinan bonggol kayu jati. Dalam kurun waktu

1997 hingga 2001 ini dapat dikatakan sebagai awal perkembangan di dalam usaha

kerajinan bonggol kayu jati.

Dalam sebuah industri kecil maupun kerajinan, ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya suatu industri kecil atau

kerajinan alam. Dalam hal ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tumbuh

dan berkembangnya industri kerajinan bonggol jati adalah:

9 Gaban, dkk., 2006, Mengajak Petani Miskin Bangkit Mandiri. Geliat

Pinggir Hutan: Langkah Panjang Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis

Masyarakat di Jawa. (http://www.infojawa.org/modules/katalog/pdfs/malang.pdf.

diakses pada 19 Juni 2016)

51

a. Bahan Baku

Desa Bangunrejo Kidul merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan

Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Potensi Desa Bangunrejo Kidul yang begitu

beragam, diantaranya adalah lahan pertanian yang subur dan keberadaan kawasan

hutan KPH Ngawi yang semakin membantu penduduk sekitar dalam memenuhi

kebutuhan sehari-harinya. Ketersediaan akan bahan baku yang melimpah,

membuat para pengrajin semakin mengembangkan usahanya di bidang kerajinan

kayu jati. Bahan baku merupakan faktor terpenting dalam setiap proses produksi.

Ketersediaan akan bahan baku yang melimpah akan memperlancar proses

produksi dan akan berpengaruh juga pada peningkatan hasil produksi. Hal ini juga

terjadi pada suatu industri kerajinan bonggol kayu jati, dimana untuk

memproduksi kerajinan bahan baku utama berupa bonggol atau limbah kayu jati

yang tidak terpakai sangat diperlukan.

Bonggol kayu jati merupakan akar kayu jati sebagai sisa hasil penebangan,

baik yang sudah lama maupun yang masih baru.10

Arti dari kata bonggol menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bonjol pada batang kayu dan sebagainya.

Selain itu di beberapa daerah bonggol sering disebut dengan gembol yang berarti

akar pada batang pohon (umumnya pada kayu jati) yang tersisa dari proses

penebangan, dimana sisa penebangan ini biasanya menyisakan batang dasar

10

Roky Budi Wahana., 2011., Seni Patung Kawi Design Blora: Kajian

Proses Produksi dan Bentuk Estetis, Skripsi. Semarang: Fakultas Bahasa dan

Seni, Universitas Negeri Semarang, hlm. 61.

52

pangkal pohon setinggi 30-50 cm dari permukaan tanah hingga ke bagian akar

yang berada di dalam tanah.11

Gambar 2

Bonggol Kayu Jati Kering

Sumber: http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1266318303/bonggol

Pada masa awal kemunculan industri kerajinan bonggol kayu jati ini yaitu

sekitar tahun 1997-an, dimana pengusaha kerajinan ketika itu sangat mudah untuk

mendapatkan bahan baku. Mereka hanya perlu mengumpulkan bonggol-bonggol

kayu jati yang tertinggal di hutan karena ketika itu belum memiliki manfaat

11

http://kratonpedia.com/article.detail/2012/4/27/269/Berburu.Gembol.Hut

an.Jati.Ngobalan.html (diakses tanggal 10 November 2016).

53

ekonomis dan biasanya hanya digunakan sebagai kayu bakar oleh masyarakat

sekitar hutan.12

Dalam proses untuk mendapatkan bahan baku berupa bonggol jati, biasanya

masyarakat secara berkelompok dan bekerja sama menggali bonggol jati yang

masih tertimbun di dalam tanah. Sedangkan waktu yang diperlukan untuk

menggali bonggol jati antara satu hingga dua hari, tergantung seberapa dalam

bonggol jati tertimbun di dalam tanah dan seberapa besarnya bonggol tersebut.

Gambar 3

Proses Pengambilan Bonggol Jati di Dalam Tanah

Sumber: http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1266318303/bonggol

12

Wawancara dengan Yusuf Wibisono selaku pemilik UD. Bamma Agasta

tanggal 3 September 2016.

54

Untuk bahan baku bonggol kayu jati yang digunakan adalah bonggol kayu

jati tua dan mati yang sudah terkelupas kulitnya. Hal ini dikarenakan bonggol

kayu jati yang sudah mati dan terkelupas kulitnya memiliki kandungan air yang

lebih sedikit jika dibandingkan dengan bonggol kayu jati yang baru saja

ditebang.13

Pada dasarnya ada dua jenis bonggol kayu jati yang banyak dicari dan

digunakan sebagai bahan baku yang baik, yaitu bonggol kayu jati dengan gembol

air dan gembol duri. Gembol adalah jenis penyakit pada kayu jati yang sulit untuk

dipahat.14

Dari keunikan gembol inilah yang membuat kerajinan bonggol kayu jati

memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Selain bahan baku utama yang berasal dari sumber kekayaan alam, beberapa

bahan pendukun juga diperlukan untuk membuat kerajian, diantaranya adalah

Natrium Hiplokorit (NaOcl) atau yang sering disebut dengan zat pemutih. Bahan

ini digunakan untuk membersihkan akar dan membuat efek fosil dengan

campuran amoniak yang dapat membuat warna kayu menjadi kusam.15

Bahan

penunjang lain yang digunakan dalam produksi kerajinan bonggol kayu jati adalah

berupa lem kayu yang digunakan sebagai perekat, melamin atau politur yang

digunakan sebagai pewarna kayu atau pelapis kayu agar terlihat mengkilat dan

tidak cepat rusak dan berjamur.

13

Wawancara dengan Suparno selaku tenaga kerja di UD. Cahaya Jati

tanggal 3 September 2016.

14 Roky Budi Wahana., op.cit, hlm. 62.

15 Ibid.

55

b. Tempat Usaha

Dalam melaksanakan proses produksi kerajinan limbah jati di Desa

Bangunrejo Kidul, tempat atau bengkel bekerja merupakan faktor yang paling

penting dalam proses pembuatan kerajinan kayu. Kebanyakan para pengusaha di

Desa Bangunrejo Kidul mempunyai emperan yang luas di depan atau samping

rumahnya. Emperan ini digunakan untuk menunjang jalannya produksi kerajinan.

Hal ini dikarenakan selain rumah mereka memiliki pekarangan yang luas dalam

mendukung proses produksi, pengusaha juga dapat melakukan pengawasan secara

langsung terhadap kinerja pekerjanya. Sehingga apabila terdapat kekurangan-

kekurangan dan proses pembuatan ataupun terjadi kesalahan, secepat mungkin

dapat diatasi sehingga tidak merusak kualitas barang yang diproduksi.

Keuntungan lain yang didapatkan adalah terciptanya hubungan baik antara

pengusaha dengan pekerja atau pengrajin, sehingga akan memberikan suasana

yang nyaman di dalam lingkungan usaha.

Dalam pembuatan kerajinan, tempat yang terbuka sangat dibutuhkan dalam

proses produksinya, karena sangat menunjang bagi kesehatan tubuh para

pekerjanya dari efek debu kayu.16

Ketika melaksanakan proses produksi, para

pekerja dibuatkan gubuk-gukuk kecil sebagai tempat untuk melakukan

pekerjaannya. Selain itu, fungsi dari gubuk-gubuk itu adalah sebagai tempat

menyimpan alat-alat produksi, seperti gergaji dan pasah.

Sedangkan untuk memasarkan hasil kerajinannya, para pengusaha membuat

lapak atau tempat usaha yang berada di pinggiran jalan raya Ngawi –Solo di tepi

16

Wijono Ardianto.,op.cit, hlm. 39

56

hutan produksi milik Perum Perhutani Ngawi. Segala dari hasil souvenir berupa

hasil kerajinan dari limbah kayu jati ini diperjual belikan di pasar tradisional yang

terletak dipinggiran hutan jati di wilayah Banjarejo. Selain sebagai galeri untuk

menjual barang-barang hasil kerajinan, Pasar Banjarejo juga memiliki koleksi rusa

hutan yang terletak di belakang pasar. Dengan demikian potensi yang dimiliki

pasar Banjarejo sangat tinggi untuk menarik pengunjung dan meningkatkan

pendapatan ekonomi mereka.17

c. Pengusaha

Pengusaha merupakan salah satu faktor terpenting dalam menentukan

proses produksi. Tanpa hadirnya pengusaha, maka suatu usaha tidak akan

berjalan. Pengusaha memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja.

Mengingat pertumbuhan penduduk semakin pesat sehingga mengakibatkan

peluang kerja yang semakin sedikit. Oleh karena itu, usaha industri kerajinan

tidak boleh dianggap remeh.18

Pengusaha di sini mempunyai peranan sebagai majikan dalam pembuatan

kerajinan bonggol kayu jati dan memiliki beberapa pekerja terampil di bidangnya

untuk melakukan produksi. Keahlian pengusaha dalam membuat kerajinan

umumnya diperoleh dari bekerja ditempat pengusaha sebelumnya yang

17

Nugrahaningdyah Martina S.P., 2013, Transformasi Masyarakat Hutan

Di Wilayah KPH Ngawi Tahun 1966-1998. Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra

dan Seni Rupa, Uns, hlm. 53

18 Siti Yun Afifa., 2014. Industri Kerajinan Serat Alam Di Kulon Progo

Tahun 1996-2012. Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Uns, hlm

51.

57

memproduksi kerajinan sejenis. Keahlian dan keterampilan dalam membuat

kerajinan dianggap sangat dibutuhkan karena pengusaha dalam aktivitas kerjanya

turun langsung mengawasi pekerjanya dan kadang-kadang turut serta ikut dalam

proses produksi kerajinan.19

Dilihat dari segi pendidikannya, kebanyakan pengusaha memiliki latar

belakang pendidikan setara atau setingkat SMP atau SMA/MA/STM, namun ada

juga yang lulusan perguruan tinggi. Kenyataanya ada beberapa pengusaha yang

memiliki pendidikan rendah, namun mereka tidak terlalu memikirkan hal tersebut,

karena mereka mengandalkan pengalamannya dalam menjalankan usahanya. Hal

yang terpenting dalam kasus ini adalah mereka memiliki sikap optimis dan

semangat kerja yang lebih tinggi sehingga keberhasilan akan dapat diraih.20

Dalam hal ini, pendidikan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam

menjalankan usahanya terutama dalam hal pemasaran, menejemen perusahaan

dan komunikasi dengan pelanggan. Selain pendidikan formal, pengusaha juga

mendapatkan pelatihan keterampilan dan pendidikan informal yang diadakan oleh

pemerintah, misalnya seperti bimbingan tentang bagaimana mengelola perusahaan

yang baik, penciptaan desain baru yang lebih kreatif dan beragam.

d. Tenaga Kerja

19

Ibid.

20 Wawancara dengan Partono selaku pemilik UD. Karya Jati Tanggal 3

September 2016.

58

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang mempunyai

peranan sangat penting terhadap kelancaran suatu produksi, karena tenaga

berhubungan langsung dengan proses produksi, dimana posisinya sebagai

pelaksana atas dasar perintah majikan atau pengusaha. Dalam hal ini, akan terjalin

hubungan yang sangat erat antara tenaga kerja dan majikan. Keduanya akan

saling membutuhkan, seperti tenaga kerja membutuhkan pekerjaan dan majikan

membutuhkan orang untuk melaksanakan proses produksi. 21

Pada awalnya, tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin adalah anggota

keluarga sendiri dan masyarakat sekitar yang bekerja sebagai buruh tani. Mereka

beralih profesi menjadi pengrajin kayu karena dirasa penghasilan hanya menjadi

buruh tani saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Kebanyakan

pengrajin adalah laki-laki, karena dalam sekali proses produksi seperti mengukir

akan membutuhkan waktu yang lama dan kesabaran yang tinggi. Tingkat

pendidikan para tenaga kerja yang bekerja sebagai pengrajin ukiran kayu

bervariasi, dari lulusan tingkat SD, SLTP dan SLTA. Dari perbedaan tingkat

pendidikan tersebut tidak menjadi hal yang perlu dipermasalahkan, karena yang

terpenting adalah adanya rasa tanggung jawab dari karyawan atas tugasnya

masing-masing.

e. Permodalan

Dalam menjalankan usaha di bidang kerajinan yang memiliki nilai

ekonomis akan membutuhkan modal yang cukup untuk mendukung kelancaran

21

Siti Yun Afifa., op.cit, hlm. 55.

59

suatu kegiatan di bidang yang dijalankan. Dalam hal ini modal dibagi menjadi

dua, yaitu: modal tetap dan modal lancar.

Modal lancar adalah yang dimiliki pengusaha berupa uang, rekening bank

dan persediaan bahan baku. Dalam proses produksi, pengusaha mendapatkan

modal dari berbagai cara antara lain adalah modal pribadi, pinjaman kerabat,

pinjaman koperasi serta pinjaman dari bank. Pada masa awal-awal produksi

pengusaha memperoleh modal awal dari modal pribadi dan meminjam modal dari

kerabatnya dengan perjanjian tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Mereka

masih belum mau untuk meminjam uang ke bank atau koperasi simpan pinjam,

dengan alasan takut jika tidak bisa menyetori kreditan dan bunganya akan

semakin bertambah banyak.22

Misalnya saja Sri Utami, dalam masa awal perintisan usahanya besarnya

biaya yang dikeluarkannya ketika itu adalah sekitar Rp. 3.000.000,00. Dimana

untuk menambah modal yang diperlukan ketika itu adalah sebesar

Rp.1.000.000,00 sedangkan ia hanya memiliki uang sebanyak Rp. 2.000.000,00,

maka untuk menambah modalnya itu ia meminjam uang kepada saudaranya.23

Selain modal lancar, modal tetap juga sangat diperlukan. Modal tetap ini

berupa tanah dan bangunan yang dimiliki pengusaha serta alat-alat yang

digunakan dalam proses produksi.

22

Wawancara dengan Rupiati selaku pemilik UD. Rahmat Jati tanggal 3

September 2016.

23 Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3

September 2016.

60

Namun, seiring dengan banyaknya kebutuhan dan mahalnya akan bahan

baku utama, pengusaha mulai mencoba untuk meberanikan menimjam uang di

bank atau koperasi. Dengan adanya pinjaman ini pengusaha merasa sangat

terbantu karena dengan modal yang tinggi akan membuat proses produksi menjadi

semakin banyak dan akan meningkatkan hasil pemasaran produk.

f. Proses Produksi

Proses produksi merupakan bagian inti dari keseluruhan kegiatan produksi.

Tanpa adanya proses proses produksi suatu keiatan produksi tidak akan berjalan

dengan lancar. Proses produksi merupakan suatu pendayagunaan segala sumber

yang tersedia untuk mewujudkan hasil yang terjamin baik kualitas maupun

kuantitas, terkelola dengan baik sehingga merupakan komoditi yang dapat

digunakan. Pada awal masa perkembangan industri kerajinan proses produksi

kerajinan dari bonggol kayu jati masih manual dikerjakan olek tenaga manusia

semua serta masih belum menggunakan listrik. Dilihat dari alat-alat yang

digunakan juga masih sangat sederhana dan tidak ada yang menggunakan listrik

sehingga memerlukan waktu yang lama dalam proses produksinya.

Alat-alat yang sering dipergunakan ketika itu oleh para perajin diantaranya

adalah palu besi kecil, palu besar, pemotong paku, gergaji, pasah dan amplas

kertas. Untuk proses penciptaan kerajinan bonggol kayu jati dilakukan melalui

beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, alat dan proses pembuatan. Dalam proses

pertama yang dilakukan perajin adalah mempersiapkan bahan baku utama yaitu

berupa bonggol kayu jati dan bahan baku pendukungnya seperti zat pemutih kayu,

61

lem kayu serta melamin atau politur. Kemudian yang selanjutnya adalah

mempersiapkan alat-alat yang diperlukan dalam proses pemotongan kayu seperti

gergaji, alat pahat, palu kayu, amplas, gerinda dan sebagainya.

Pada proses pembuatan kerajinan dari bonggol kayu jati dilakukan di

tempat produksi. Para perajin dengan didampingi pemilik usaha memilih bahan-

bahan yang layak dan berkualitas bagus untuk digunakan sebagai bahan baku

utama. Kemudian kayu-kayu tersebut dijemur dan setelah kering dipotong-potong

sesuai dengan ukuran dan dibuat pola sesuai dengan bentuk kerajinan yang akan

dibuat. Bahan bonggol kayu yang sudah diambil dan dipisahkan tadi kemudian

dibersihkan dari kotoran seperti tanah-tanah yang masih menempel dengan

natrium hipoklorit atau zat pemutih dan selanjutnya adalah proses pembuatan.

Dalam proses pembuatan, ada beberapa tahapan yang diawali dengan

memahat sesuai dengan pola yang telah dirancang sebelumnya. Dalam hal ini,

perajin diharuskan memperhatikan bentuk bonggol kayu jati. Perajin akan

membuat desain terdahulu pada sebuah kertas, namun kebanyakan perajin akan

langsung membuat pola pada bonggol kayu dengan menggunakan spidol atau

kapur. Setelah merancang pola, perajin akan langsung memahat sesuai polanya.

Setelah membentuk bonggol kayu jati sesuai dengan polanya, proses

selanjutnya adalah memberikan ukiran-ukiran pada kayu yang sudah dipola tadi.

Untuk mendapatkan hasil ukiran yang baik, diperlukan ketelitian dan ketepatan

dalam membuat detail ukiran. Hal terakhir yang dilakukan dalam proses ini adalah

membuat goresan-goresan kecil pada setiap detail hasil kerajinan, dimana akan

diberi torehan garis dengan menggunakan pahat, misalnya saja dengan

62

memberikan kesan bulu-bulu pada bentuk kerajinan berupa burung, dibuat pola

mata dan lain sebagainya.

Setelah selesai membuat aksen torehan adalah menyelesaikan ukiran. Pada

tahap ini akan dilakukan pengontrolan dan pengecekan masing-masing bentuk

mungkin terjadi kejanggalan pada produk. Setelah selesai melalui tahap

pengontrolan, maka proses selanjutnya adalah proses finishing. Pada tahapan ini

merupakan proses yang menentukan hasil yang terbaik suatu karya seni kerajinan.

Dalam hal ini dilakukan pengamplasan pada bagian-bagian yang seharusnya

halus, baik secara manual maupun menggunakan gerinda. Tahapan yang terakhir

adalah memberikan pelapisan menggunakan melamin atau dengan politur

tergantung permintaan dari konsumen. Hal ini dilakukan untuk menjaga tekstur

kayu agar awet dan tidak mudah berjamur.

g. Hasil Produksi

Produk kerajinan yang dihasilkan oleh pengrajin di Desa Bangunrejo Kidul

awalnya hanya menghasilkan kerajinan dalam bentuk meja dan kursi saja. Hal ini

dikarenakan masih belum banyak pengusaha yang menggeluti usaha ini sehingga

produk yang dihasilkan masih sebatas karya milik beberapa pengusaha saja dan

belum banyak inovasinya.

63

Gambar 4

Contoh Hasil Kerajinan Meja Ukir

Sumber: www.Sinarngawi.com

h. Pemasaran

Dalam dunia perindustrian pemasaran akan suatu produk dianggap sangat

penting, karena berkaitan dengan mempertahankan kelangsungan suatu usaha.

Pemasaran merupakan segala bentuk aktivitas untuk memindahkan barang dari

tangan produsen ke tangan konsumen.24

Dalam proses pemasaran agar berjalan

dengan lancar, seorang pengusaha diharuskan pintar dalam melihat situasi dan

kondisi kebutuhan pasar dan barang yang dihasilkan harus berkualitas dengan

24

M. Manulang., Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Yogyakarta: Liberty,

1969), hlm. 210.

64

suatu desain yang berbeda dan bervariasi agar para konsumenya tidak jenuh dalam

membelinya.

Pada masa awal berdirinya industri kerajinan bonggol kayu jati, kebanyakan

pengusaha dalam memasarkan produknya adalah dengan cara berkeliling

kampung dan desa-desa sekitarnya untuk menjajakan daganganya. Selain itu,

pengusaha juga menawarkan produknya dengan meminta bantuan teman-temanya

agar ikut menawarkan produk kerajinannya.

2. Periode Tahun 2002-2007 (Tahap Perkembangan)

Dalam suatu kegiatan usaha seperti usaha kerajinan bonggol kayu jati akan

mengalami peningkatan dari masa ke masa. Dengan adanya dorongan dari faktor

sosial dan ekonomi membuat pengrajin kerajinan bonggol kayu jati berbuat

sesuatu yang lebih baik sehingga berdampak pada suatu perkembangangan yang

signifikan. Awal perkembangannya yaitu pada tahun awal 2002, hal ini ditandai

dengan kemunculan beberapa usaha kerajinan serupa dan berbagai macam kreasi

dan inovasi produk baru berbahan baku bonggol kayu jati. Misalnya saja seperti

yang pada awalnya bonggol kayu jati hanya dibuat meja, kursi dan hiasan dinding

kini makin beragam produk yang dihasilkan seperti pahatan berbentuk patung

kuda, perabotan rumah, miniatur mobil dan sebagainya. Pada periode ini, dalam

proses produksi pengrajin masih menggunakan alat-alat tradisional. Misalnya saja

dalam proses menghaluskan kerajinan, pengrajin masih menggunakan amplas

kertas sehingga dalam proses penghalusan memerlukan waktu yang lebih lama.

65

Pada pertengahan tahun 2003 hingga tahun 2004, usaha kerajinan berbahan

baku bonggol kayu jati ini mengalami kemajuan yang lumayan pesat. Hal ini

terbukti dengan semakin beragam bentuk dan desain yang diproduksi oleh para

pengrajin. Selain itu, usaha kerajinan ini sudah memiliki pasar tersendiri. Para

pengusaha berkumpul di sebuah pusat galeri yang dibentuk bersama dengan lokasi

di sekitar pinggiran hutan KPH Ngawi di jalan Ngawi- Solo Km 16. Di tempat ini

para pengusaha mendirikan kios sederhana dan dijadikan tempat memasarkan

produk kerajinannya.25

Di tahun 2006, usaha pariwisata Kabupaten Ngawi mulai dikembangkan,

hal ini juga akan berimbas pada pemasaran hasil kerajinan dari bonggol kayu jati.

Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi tahun

2006-2010 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah yang berisi

rencana-rencana pengembangan dan pembangunan Kabupaten Ngawi yang salah

satunya adalah dalam bidang pariwisata dengan meningkatkan jumlah kunjungan

wisata. Dengan demikian, maka pemasaran kerajinan dari bonggol jati akan

semakin luas dengan adanya wisatawan yang datang ke Kabupaten Ngawi.

Terlebih lagi, lokasi galeri “terbuka” yang terletak di jalan utama lintas provinsi

ini membuat proses pemasaran menjadi semakin maju. Misalnya saja ketika turis

mancanegara dari Yogyakarta yang akan melanjutkan liburanya ke Bali, maka

mereka akan melintasi jalur ini dan tak sedikit yang mampir untuk membeli

produk kerajinan dari bonggol kayu ini atau hanya sekedar mampir untuk melihat-

25

Wawancara dengan Rupiati selaku pemilik UD. Rahmat Jati tanggal 3

September 2016.

66

lihat saja.26

Dengan demikian pemasaran produk akan meningkat dan bahkan

beberapa pengusaha sudah bisa mengekspor produknya.

Memasuki tahun 2007 terjadi krisis ekonomi Amerika, dimana keadaan ini

mengakibatkan dolar melemah yang dibuktikan dengan merosotnya harga emas

dan juga anjloknya saham-saham. Namun kondisi ini tidak begitu berpengaruh

pada usaha kerajinan dari bonggol kayu jati, karena usaha kerajinan ini dalam

proses produksinya bahan baku utamanya di dapat dari hutan sekitar dan masih di

dalam negeri, hanya saja konsumen yang berasal dari luar negeri seperti Inggris

dan Perancis membatasi jumlah pesanannya.27

Pada periode ini beberapa faktor pendukung dalam kelangsungan usaha

kerajinan dari bonggol jati adalah sebagai berikut:

a. Bahan Baku

Pada periode ini untuk mendapatkan bahan baku berupa bonggol jati tidak

semudah periode pada awal perintisan usaha. Hal ini dikarenakan terjadinya

pembalakan liar di banyak hutan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Karena

kejadian tersebut membuat pihak perhutani menjadi lebih waspada dan lebih

memperketat dalam menjaga wilayah hutan. Namun kondisi demikian tidak

membuat para pengusaha kerajinan bongol jati di Desa Bangunrejo Kidul menjadi

putus asa, karena dengan adanya LMDH di wilayah hutan KPH Ngawi sangat

membantu pengusaha dalam mendapatkan bahan bakunya.

26

Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3

September 2016.

27 Wawancara dengan Anto selaku tenaga kerja di UD. Cahaya Jati

Tanggal 3 September 2016.

67

Pada masa ini bahan bonggol jati ini diperoleh melalui dua cara, yaitu

membeli dari perum Perhutani dengan cara membeli blok tempat yang telah

dibatasi oleh pihak Perhutani di hutan, untuk diambil limbah kayunya saja. Cara

yang kedua adalah dengan mencari dan membeli dari pengepul kayu hutan atau

melalui LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Hal ini tentu saja berbeda

dengan

Namun seiring perkembangan zaman dan meningkatnya harga dan

kebutuhan akan kayu jati, bahan baku bonggol jati juga semakin mahal harganya

dan semakin susah didapatkan. Untuk harganya sendiri tergantung kesepakatan

antara kedua pihak, yaitu kisaran Rp. 150.000 hingga Rp.500.000.

b. Tenaga Kerja

Pada periode ini kerajinan bonggol jati sudah menunjukkan

perkembangannya yang cukup pesat, sehingga kebutuhan akan tenaga kerjanya

juga semakin meningkat. Oleh karena itu, pengusaha mencoba untuk menawarkan

pekerjaan kepada para penduduk Desa Bangunrejo Kidul. Dalam proses

perekrutannya tidak ada kriteria khusus, namun bagi calon tenaga kerja

diharuskan memiliki kemauan yang tinggi dan mau bekerja keras. Tenaga kerja

yang bekerja sebagai pengrajin tidak hanya mereka yang berdomisili di Desa

Bangunrejo Kidul saja, namun ada beberapa pengrajin dari luar desa.28

28

Wawancara dengan Partono selaku pemilik UD. Karya Jati Tanggal 3

September 2016.

68

Untuk penetapan waktu kerja sendiri adalah dimulai dari pukul 08.00 pagi

hingga pukul 16.00 sore. Para pekerja juga diberi waktu istirahat dari pukul 12.00

hingga pukul 13.00 siang. Sementara untuk hari sabtu jam kerja mulai dari pukul

08.00 pagi hingga pukul 15.00 sore dan hari minggu libur.

Setiap pengusaha kerajinan umumnya memiliki 10 sampai 30 orang pekerja.

Dimana setiap pekerja memiliki pembagian khusus untuk setiap proses

pekerjaannya, diantaranya seperti kepala produksi, pematung atau pengukir,

bagian pengamplasan, sanding (finishing) dan penjaga galeri atau yang bekerja

serabutan. Untuk upah yang diberikan berbeda-beda setiap tenaga kerjanya. Hal

ini disesuaikan dengan jenis pekerjaannya sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

Misalnya saja untuk yang bekerja sebagai perajin diberi upah Rp. 50.000,00

perhari, hal ini akan berbeda upahnya dengan yang hanya bekerja di bagian

pengamplasan yang tentunya upahnya akan sedikit lebih kecil.29

Namun ada juga

yang sistem upahnya diberikan berdasarkan sistem borongan dalam

pengerjaannya, dimana hal ini disesuaikan dengan kesepakatan yang telah

disetujui antara pengusaha dengan tenaga kerjanya.30

c. Hasil Produksi

Pada masa ini terjadi peningkatan hasil produksi usaha kerajinan di Desa

Bangunrejo Kidul. hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah pengusaha

29

Wawancara dengan Muryani selaku pemilik Sugeng Craft tanggal 3

September 2016.

30 Wawancara dengan Nurita selaku tenaga kerja UD. Rahmat Jati tanggal

3 September 2016.

69

yang ada, sehingga memunculkan jenis produk kreativitas yang baru dan semakin

beragam. Seiring dengan perkembangan waktu dan kemajuan teknologi pengrajin

menjadi semakin berinovasi menciptakan hasil-hasil kerajinan baru berupa hiasan

dinding, replika rusa, replika kuda, vas bunga dan sebagainya. Produk-produk ini

mereka ciptakan dari sisa-sisa kayu bekas yang tidak terpakai setelah hasil

pembuatan meja dan kursi. Pengrajin berupaya memanfaatkan kayu-kayu sisa

tersebut hingga sekecil mungkin.

Gambar 5

Hasil Kerajinan Produk Inovasi Baru Pengrajin

Sumber: Galeri pengrajin

3. Periode Tahun 2008-2014 (Tahap Kemapanan)

Pada tahun 2008 hingga 2014 merupakan tahap kemapanan bagi usaha

kerajinan bonggol kayu jati di Desa Bangunrejo Kidul, karena kerajinan ini

semakin berkembang dan semakin banyak minat masyarakat sekitar untuk

menjadi pengrajin kerajinan dari bonggol kayu jati. Jumlah keseluruhan usaha ini

70

di Desa Bangunrejo Kidul pada periode ini sekitar 25 unit, dengan setiap usaha

rata-rata memiliki pekerja kurang lebih sekitar 20-30 orang. Misalnya saja seperti

usaha yang didirikan Sri Utami bersama suaminya yang diberi nama UD. Cahaya

Jati, pada awal pendiriannya Sri Utami hanya mampu menjual 2 hingga 3 set meja

dengan omset Rp. 5.000.000 hingga Rp. 10.000.000 perbulan karena tidak setiap

harinya bisa laku terjual, namun sekarang dengan beragamnya produk yang ia

miliki omset yang ia dapatkan dalam setiap bulanya mencapai Rp. 80.000.000

hingga Rp.150.000.000 dengan jumlah pekerja sebanyak 20 orang.31

Meningkatnya hasil produksi dan pendapatan tidak hanya dialami oleh Sri

Utami saja, namun keadaan serupa juga dialami oleh pengusaha lain seperti

Rupiati dan Muryani. Muryani sendiri mengaku bila hasil penjualan untuk

sepasang meja dan kursi harganya bisa mencapai Rp.10.000.000 hingga

Rp.20.000.000 tergantung bentuk dan ukurannya, sedangkan dalam sebulan ia

bisa menjual sepasang meja dan kursi hingga 5 buah, maka omset yang ia

dapatkan bisa mencapai Rp.100.000.000 dengan jumlah pekerja yang ia miliki

sekitar 40 orang yang terbagi menjadi tenaga kerja ukir, tenaga kerja amplas atau

finishing dan penjaga galeri. Hal ini tentu jauh lebih besar di bandingkan dengan

jumlah pendapatan yang di dapatkan Muryani ketika ia masih tahap awal

perintisan usaha kerajinannya, dimana ketika itu ia hanya memproduksi hanya

satu atau dua set meja dan kursi. Selain itu dalam proses produksi kerajinannya,

31

Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3

September 2016.

71

usaha Muryani ini hanya dikerjakan oleh suaminya dan dibantu oleh saudara

sepupunya saja sehingga dalam proses prosuksinya masih terbatas.32

Sementara itu, dengan berkembangnya usaha dalam bidang kerajinan jati di

Desa Bangunrejo Kidul tidak hanya terjadi peningkatan pada pengusaha dan hasil

produksinya saja, namun juga pada tenaga kerjanya. Hal ini dikarenakan dengan

keinginan pengusaha untuk meningkatkan hasil produksinya, maka kebutuhan

akan tenaga kerja juga akan meningkat. Menurut Partnono yang merupakan salah

seorang tenaga kerja di UD. Cahaya Jati, dalam beberapa tahun terakhir ini,

selama ia bekerja sebagai tenaga pahat kayu terjadi peningkatan dalam

penyerapan tenaga kerja di bidang kerajinan ini, misalnya saja pada masa awal

tahun 2002, dimana ia bekerja pertama kali di UD. Cahaya Jati sebagai tenaga

pahat, ketika itu ia hanya bekerja dengan 4 orang rekannya yang masing-masing

terbagi menjadi 3 tenaga pahat dan 2 tenaga kerja finishing. Namun sekarang ini

seiring dengan banyaknya produk yang harus dihasilkan maka pemilik usaha ini

menambah jumlah tenaga kerjanya menjadi 20 orang yang terdiri atas 12 orang

tenaga pahat, 6 orang tenaga finishing dan 2 orang tenaga kerja yang membantu di

galeri.33

Dengan demikian, berkembangnya usaha kerajinan bonggol jati di Desa

Bangunrejo Kidul secara keseluruhan maka jumlah pengrajin yang ada adalah

32

Wawancara dengan Muryani selaku pemilik Sugeng Craft tanggal 3

September 2016.

33 Wawancara dengan Partono selaku Tenaga Kerja di UD. Cahaya Jati

tanggal 3 September 2016.

72

kurang-lebih sebanyak 25 pengusaha dan jumlah tenaga kerja sebanyak 450

orang.34

Perkembangan usaha kerajinan dari bonggol kayu jati yang sangat pesat ini

mulai mendapat sorotan dari Pemerintah Kabupaten Ngawi. Pemkab daerah yang

diwakili oleh Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Kabupaten Ngawi yang

bekerja sama dengan pihak Perhutani Kabupaten Ngawi mulai mengadakan

penyuluhan untuk memaksimalkan proses produksi. Selain itu Dinkopumkm

Kabupaten Ngawi juga memberikan bantuan berupa alat-alat yang mempermudah

proses produksi, namun dalam pembagian alat-alat ini masih belum bisa merata

karena banyak dari pengrajin yang masih belum mendapatkannya.35

Dalam periode ini terdapat beberapa faktor pendukung yang membuat usaha

kerajinan dari bonggol jati di Desa Bangunrejo Kidul menjadi semakin

berkembang hingga ke mancanegara, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Tenaga Kerja

Dalam periode ini jumlah tenaga kerja yang di butuhkan dalan usaha

kerajinan bonggol jati semakin bertambah banyak, yaitu di sekitar 450 orang

yang bekerja di sektor ini.36

Sehingga dengan banyaknya tenaga kerja yang

bekerja membuat hasil produksi juga meningkat dan semakin berkualitas. Oleh

karena itu, pengusaha tidak akan kesulitan dalam memenuhi permintaan pasar

34

Monografi Desa Bangunrejo Kidul tahun 2014

35 Wawancara dengan Partono selaku pemilik UD. Karya Jati tanggal 3

September 2016.

36 Monografi Desa Bangunrejo Kidul tahun 2014

73

yang juga semakin banyak. hal ini jelas memberikan keuntungan bagi pengusaha

dengan banyaknya hasil produksi maka pendapatan yang diperoleh pengusaha

juga akan meningkat.

b. Pemasaran

Seiring dengan perkembangan waktu dan dirasa dengan berjualan keliling

kampung tidak efektif dalam proses pemasaran, para pengusaha mulai mendirikan

lapak-lapak disekitar hutan KPH Ngawi. Secara umum, pemasaran kerajinan

bonggol kayu jati dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pemasaran langsung

dan pemasaran tidak langsung.

Pemasaran Secara Langsung

Pemasaran secara langsung merupakan upaya pemasaran yang dilakukan

dengan cara hasil produksi yang diperoleh langsung dari pengusaha sebagai

produsen utama kepada konsumen tanpa adanya perantara. Pada umumnya

pemasaran secara langsung ini dilakukan oleh pengusaha yang telah memiliki

tempat khusus untuk berjualan atau galeri sendiri. Mereka akan memajang hasil

produksinya agar dapat dikunjungi oleh konsumennya. Dengan adanya galeri ini

akan memudahkan konsumen dalam memilih dan menentukan sendiri desain dari

kerajinan dari kayu jati sesuai yang diinginkan. Para pengusaha membuat lapak

atau tempat usaha yang berada di pinggiran jalan raya Ngawi – Solo yang sering

disebut dengan pasar Banjarejo. Di sini beberapa pengusaha yang ada di Desa

Bangunrejo Kidul dan beberapa dari desa sekitar memasarkan berbagai macam

produknya.

74

Dalam pemasaran jenis ini akan memberikan keuntungan bagi pengusaha

dan konsumennya, karena harga yang ditawarkan tidak memerlukan penambahan

laba yang dipungut dari pihak ketiga atau perantara. Selain itu , konsumen juga

dapat memesan sendiri bentuk dan ukuran akan kerajinan sesuai dengan

keinginannya. Biasanya pembeli akan mendatangi sendiri galeri atau bahkan

datang ke rumah produksi untuk memesan produk kerajinan yang diinginkannya.

Konsumen akan membuat perjanjian tertentu dengan pengusaha mengenai harga

dan lamanya proses produksi.37

Gambar 6

Pusat Galeri Milik Pengusaha

Sumber: Galeri Pengrajin di Pasar Banjarejo

37

Wawancara dengan Muryani selaku pemilik Sugeng Craft tanggal 3

September 2016.

75

Pemasaran Secara Tidak Langsung

Pemasaran secara tidak langsung adalah pemasaran yang dilakukan,

dimana konsumen mendapatkan barang produsi secara tidak langsung dari

pengusaha melainkan dari pihak perantara seperti pedagang besar dan juga

artshop. Dalam hal ini, biasanya pemasaran akan melibatkan pedagang besar atau

pengepul yang telah memiliki tempat pemasaran sendiri.

Untuk pemasaran produk kerajinan Bonggol kayu jati tidak hanya meliputi

pasaran lokal saja seperti Solo, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, Bali dan

Kalimantan, namun beberapa pengusaha sudah mampu melakukan ekspor keluar

negeri seperti ke Jepang, Perancis, Belanda, Malaysia dan Turki. Terlebih lagi

beberapa pengusaha (IKM) sudah mengantongi ijin SVLK (Sistem Verifikasi

Legalitas Kayu) dan memiliki ETPIK (Eksportir Terdaftar Produk Industri

Kehutanan) dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri maka usahanya

diharapkan akan semakin berkembang dan pemasarannya menjadi lebih luas lagi.

Di Kabupaten Ngawi sendiri awalnya hanya ada 2 IKM yang berhasil

mendapatkan SVLK, yaitu Caniffa Galerry dan UD. Karya Jati.38

Salah satu pengusaha yang sudah mengekspor produk kerajinannya adalah

milik Partono. Dalam mengekspor produknya ini, Partono menggunakan jasa dari

agen eksportir dengan cara bayar dimuka. Namun tak jarang juga ada beberapa

turis yang datang langsung ke galerinya untuk melihat-lihat produknya dan jika

mereka tertarik akan langsung membeli barang yang diinginkannya. Biasanya jika

38

Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 14/

Daglu/Kep/12/2014.

76

barang yang beli berupa souvenir, seperti hiasan dinding dan tas kayu maka

mereka akan langsung membawanya. Tetapi bila barang yang dipesanya dalam

jumlah yang besar maka akan dikirim sebagai barang ekspor.39

Dalam upaya memasarkan produk-produknya pengusaha juga

memperkenalkan produknya dengan cara mengikuti berbagai macam pameran

yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun instansi swasta. Dalam hal ini,

mengikuti pameran di berbagai event dianggap sebagai sarana pemasaran yang

sangat baik, karena pameran ini dapat dijadikan sebagai ajang untuk menarik

minat pengunjung pameran terlebih diperuntukkan pada investor asing dan juga

media perluasan jaringan pemasaran baik melalui surat kabar maupun media

elektronik. Akses pemasaran akan semakin terbuka lebar ketika pengusaha

kerajinan mengikuti beragam pameran dan membangun jaringan melalui

pemasaran secara online.40

Misalnya saja seperti pameran yang diadakan di Aston

Hotel madiun, dimana dalam kegiatan ini berkumpul pengrajin dari wilayah

Madiun, Magetan dan Ngawi untuk memamerkan hasil karya dari produk-produk

UKM-nya masing-masing.41

Selain faktor-faktor yang mendukung tumbuh dan berkembangya

kerajinan bonggol kayu jati, terdapat beberapa faktor penghambat yang ikut

39

Wawancara dengan Partono selaku tenaga di UD. Karya Jati tanggal 3

September 2016.

40 Wawancara dengan Muryani selaku pemilik Sugeng Craft tanggal 3

September 2016.

41 http://radarmadiun.co.id/detail-berita-1300-tarik-wisatawan-viapameran-

-.html (diakses pada tanggal 14 November 2016).

77

mempengaruhi kelancaran proses produksi kerajinan dari bonggol kayu jati,

diantaranya adalah faktor cuaca dapat menjadi penghambat dalam proses produksi

seni kerajinan bonggol kayu jati. Jika cuaca sedang buruk, seperti hujan setiap

harinya atau cuaca sering mendung akan menghambat dalam proses penjemuran

kayu. Dalam proses produksi, diperlukan persiapan awal dengan menjemurbahan

baku selama beberapa hari hingga kandungan air yang ada di dalam bonggol

benar-benar kering, oleh karena itu cuaca yang panas sangat diperlukan. Jika

cuaca sedang dalam keadaan yang kurang mendukung, maka akan diperlukan

waktu yang lebih lama dari yang biasanya. Sehingga bila terdapat banyak pesanan

yang dalam tahap finishing menggunakan politur maka akan berdampak pada

proses pengeringan yang semakin lama.42

Selain itu, faktor cuaca juga akan berpengaruh pada konsumen. Jika waktu

pengerjaannya semakin lama karena terhambat oleh cuaca, maka akan mengubah

kesepakatan awal yang telah disepakati bersama yaitu mengenai waktu

pengerjaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pengrajin biasanya meminta

tenggang waktu yang lebih lama sekitar dua atau tiga hari sesuai dengan

kerumitan produk yang akan dikerjakan.

42

Wawancara dengan Rupiati selaku pemilik UD. Rahmat Jati tanggal 3

September 2016.

78

C. Upaya Pengembangan Kerajinan Bonggol Jati

Dalam pengembangan suatu industri kesil maupun kerajinan dipengaruhi

oleh adanya faktor pendorong. Apabila semakin besar faktor tersebut maka

semakin cepat pula perkembangannya. Beberapa faktor ng menjadi pendorong

perkembangan industri kerajinan bonggol kayu jati di Desa Bangunrejo Kidul

adalah sebagai berikut:

1. Pengusaha

Dalam usaha mengembangkan suatu usaha, peran pengusaha sangat

mendominasi dalam kelangsungan usahanya. Dimana para pengusaha selaku

pengrajin dalam mencapai keberhasilannya dituntut untuk memiliki etos kerja

yang tinggi. Etos adalah hal yang abstrak pada diri manusia yang berwujud non

materi, karena merupakan sikap mendasar pada diri manusia atau bisa disebut

watak kebudayaan milik masyarakat, sehingga etos bisa dicerminkan keluar dalam

kehidupan.43

Sedangkan etos menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti

sifat, nilai dan adat istiadat khas yang memberikan watak kepada suatu golongan

sosial dalam masyarakat.44

Dalam hal ini, etos kerja merupakan semangat kerja yang menjadi ciri khas

keyakinan seseorang atau golongan dalam suatu masyarakat. keberhasilan yang

dapat diraih oleh para pengrajin kerajinan bonggol kayu jati merupakan kerja

keras dan usaha ulet yang selama ini dilakukan. Keuletan serta kerja keras

43

Taufik abdullah., op.cit., Hlm 2.

44 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Penyusunan Kamus

Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm.

237.

79

merupakan cerminan dari seseorang yang taat dalam menjalankan perintah

agamanya. Oleh sebab itu, kesadaran akan beragama juga mempunyai potensi

sebagai pendorong yang sedikit banyak menyangkut kenyataan sosial ekonomi.45

2. Pemerintah

Upaya dalam mengembangkan industri kecil dan kerajinan tidak hanya

melibatkan masyarakat, tetapi pemerintah juga memiliki peranan yang penting

dalam pengembangan industri kecil dan kerajinan. Dalam proses meningkatkan

kualitas dan membantu kelancaran usaha kerajinan bonggol kayu jati di Desa

Bangunrejo Kidul, pemerintah membantu dengan cara melakukan usaha

pembinaan dan bantuan antara lain:

a. Keterampilan usaha

Perbaikan sumber daya manusia merupakan salah satu cara yang dapat

meningkatkan kualitas produk suatu industri kerajinan, baik untuk pekerja

maupun pengusahanya sendiri. Pemerintah memberikan penyuluhan-penyuluhan

kepada pengusaha dan pekerja industri kerajinan. Pogram pemerintah tersebut

dilaksanakan melalui Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM Kabupaten

Ngawi dan dibantu oleh pihak perhutani kabupaten Ngawi. Penyuluhan ini

bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan para pengusaha ataupun pekerja dalam

meningkatkan kualitas hasil produksi. Pihak Dinas Perindustrian, Koperasi dan

UMKM Kabupaten Ngawi memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang cara

mendapatkan mutu produksi yang bagus dan cara pemasaran yang baik.

45

Taufik abdullah., op.cit., hlm. 14

80

b. Permodalan

Modal merupakan unsur yang sangat penting dalam mendirikan suatu

usaha. Tanpa adanya modal usaha tidak bisa berjalan. Modal dapat diartikan

sebagai suatu kolektivitas dari alat produksi yang masih berlangsung dalam proses

produksi industri tersebut memegang peranan penting yang berhubungan dengan

proses produksi.46

Dalam industri kerajinan bonggol kayu jati ini, pemerintah

memberikan bantuan permodalan dalam bentuk pemberian pinjaman kredit

kepada pengusaha melalui perantara bank yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

Misalnya saja seperti yang dilakukan oleh Sri Utami. Dalam membuat usahanya

semakin berkembang besar, ia melakukan pinjaman modal ke Bank Jatim

setempat dengan bungan ringan atau sering disebut dengan Kredit Usaha Rakyat

(KUR). Dengan adanya tambahan modal ini maka dalam proses produksi

kerajinan akan semakin meningkat dan diharapkannya usahanya juga akan lebih

berkembang lagi.47

46

Bambang Riyanto., Dasar-Dasar Pembelanjaan Usaha, (Yogyakarta:

Yayasan Gadjah Mada, 1994), hlm.12.

47 Wawancara dengan Sri Utami selaku pemilik UD. Cahaya Jati tanggal 3

September 2016.