bab iii pendekatan dan metodologi
DESCRIPTION
ded irigasiTRANSCRIPT
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 1
BAB III
PENDAKATAN DAN METODOLOGI
A. Pendekatan
Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum
Masehi. Hal ini dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah nasional
maupun sejarah dunia. Keberadaan bangunan tersebut disebabkan oleh adanya
kenyataan bahwa sumber makanan nabati yang disediakan oleh alam sudah
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Segi teknis dari
persoalan pertanian ini menimbulkan permasalahan dari yang paling sederhana
sampai yang paling sulit.
Air tunduk pada hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui saluran-
saluran secara alamiah ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan air irigasi,
dengan cara yang paling sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang cukup
memadai.
Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas yang dapat
dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmualam, ilmu
fisika dan juga hidrolika yang meliputi statika dan dinamika benda cair. Semua
ini membuat pengetahuan tentang irigasi bertambah lengkap.
1. KUALITAS AIR IRIGASI
Tidak semua air cocok untuk dipergunakan bagi kebutuhan air irigasi. Air
yang dapat dinyatakan kurang baik untuk air irigasi biasanya mengandung :
a. Bahan kimia yang beracun bagi tumbuhan atau orang yang makan
tanaman itu,
b. Bahan kimia yang bereaksi dengan tanah yang kurang baik,
c. Tingkat keasaman air (ph),
d. Tingkat kegaraman air,
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 2
e. Bakteri yang membahayakan orang atau binatang yang makan tanaman
yang diairi dengan air tersebut.
Sebenarnya yang menentukan besarnya bahaya adalah konsentrasi senyawa
dalam larutan tanah. Dengan demikian, kriteria yang didasarkan pada
kegaraman air irigasi hanyalah merupakan suatu pendekatan saja. Pada awal
pemakaian air yang kurang baik dalam jaringan irigasi, bahaya tersebut tidak
akan terlihat. Namun dengan bergulirnya, konsentrasi garam di dalam tanah
akan meningkat. - Sejumlah unsur dapat merupakan racun bagi tanaman atau
binatang. Misalnya kandungan boron sangat penting untuk pertumbuhan
tanaman, namun konsentrasi lebih dari 0,05 mg/liter akan dapat menggangu
sitrus, kacang-kacangan dan buah musiman. Untuk kandungan boron yang
lebih dari 4 mg/liter, semua tanaman dianggap akan mendapatkan gangguan.
Boron terkandung dalam sabun sehingga dapat merupakan faktor yang kritis
dalam penggunaan limbah bagi irigasi.
Selenium, walaupun dalam konsentrasi rendah, sangat beracun bagi ternak
dan harns dihindari. Garam-garam yang berupa kalsium, magnesium dan
potassium dapat juga berbahaya bagi air irigasi. Dalam jumlah yang
berlebihan, garamgaram ini akan mengurangi kegiatan osmotik tanaman,
mencegah penyerapan zat gizi dari tanah. Di samping itu, garam-garam ini
dapat mempunyai pengaruh kimiawi tidak langsung terhadap metabolisme
tanaman dan mengurangi kelulusan air dari tanah yang bersangkutan dan
mencegah drainasi atau aerasi yang cukup.
Konsentrasi kritis di dalam air irigasi tergantung dari berbagai faktor, namun
jumlah yang melebihi 700 mg/liter akan berbahaya bagi beberapa jenis
tanaman dan konsentrasi yang melebihi 2000 mg/liter akan berbahaya bagi
hampir seluruh tanaman.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 3
2. SISTEM IRIGASI DAN KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI
Dalam perkembangannya, irigasi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Irigasi Sistem Gravitasi
Irigasi gravitasi merupakan sistem irigasi yang telah lama. dikenal dan
diterapkan dalam kegiatan usaha tani. Dalam sistem irigasi ini, sumber
air diambil dari air yang ada di permukaan burni yaitu dari sungai, waduk
dan danau di dataran tinggi. Pengaturan dan pembagian air irigasi
menuju ke petak-petak yang membutuhkan, dilakukan secara gravitatif.
b. Irigasi Sistem Pompa
Sistem irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan, apabilapengambilan
secara gravitatif ternyata tidak layak dari segi ekonomi mauupn teknik.
Cara ini membutuhkan modal kecil, namun memerlukan biaya ekspoitasi
yang besar. Sumber air yang dapat dipompa untuk keperluan irigasi
dapat diambil dari sungai, misalnya Setasiun Pompa Gambarsari dan
Pesangrahan (sebelum ada Bendung Gerak Serayu), atau dari air tanah,
seperti pompa air suplesi di 01 simo, Kabupaten Gunung Kidul,
Yogyakarta.
c. irigasi Pasang-surut
Yang dimaksud dengan sistem irigasi pasang-surut adalah suatu tipe
irigasi yang memanfaatkan pengempangan air sungai akibat peristiwa
pasang-surut air laut. Areal yang direncanakan untuk tipe irigasi ini
adalah areal yang mendapat pengaruh langsung dari peristiwa pasang-
surut air laut. Untuk daerah Kalimantan misalnya, daerah ini bisa
mencapai panjang 30 - 50 km memanjang pantai dan 10 - 15 km masuk
ke darat. Air genangan yang berupa air tawar dari sungai akan menekan
dan mencuci kandungan tanah sulfat masam dan akan dibuang pada
saat air laut surut.
Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara
pengukuran aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu :
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 4
a. Jaringan Irigasi Sederhana
Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atai
diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang.
Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara
sedang dan curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan
teknik yang sulit untuk pembagian air.
Jaringan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki
kelemahan-kelemahan serius yakni:
1) Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak
di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai
daerah rendah yang subur.
2) Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak
biaya dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan
pengambilan sendiri-sendiri.
3) Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen,
maka umumya pendek.
b. Jaringan Irigasi Semi Teknis
Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di
sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di
bagian hilirnya. Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah
dibangun di jaringan saluran. Sistim pembagian air biasanya serupa
dengan jaringan sederhana . Bangunan pengambilan dipakai untuk
melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan
jaringan sederhana.
c. Jaringan Irigasi Teknis
Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara
saluran irigasi/pembawa dan saluran pembuang/pematus. Ini berarti
bahwa baik saluran pembawa maupun saluran pembuang bekerja
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran pembawa
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 5
mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang
mengalirkan kelebihan air dari sawahsawah ke saluran pembuang.
Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.
Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas
keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50 - 100 ha kadang-kadang
sampai 150 ha. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke
sawah. Kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran
pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan
pembuang sekunder dan kuarter. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan
pada prinsip-prinsi di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien
dengan mempertimbangkan waktuwaktu merosotnya persediaan air
serta kebutuhan petani. Jaringan irigasi teknis memungkinkan
dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan
air lebih secara efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air apda
satu tempat saja dari jaringan utama, hal ini akan memerlukan jumlah
bangunan yang lebih sedikit di saluran primer, ekspoitasi yang lebih baik
dan pemeliharaan yang lebihmurah. Kesalahan dalam pengelolaan air di
petak-petak tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian air di
jaringan utama.
B. METODOLOGI
1. TAHAP PERSIAPAN
Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi :
Konsolidasi Tim Kerja Konsultan
Meliputi kegiatan penyiapan tenaga ahli dan kegiatan koordinasi / diskusi
antara tenaga ahli yang terlibat dalam tim kerja konsultan. Tenaga ahli
yang akan dilibatkan harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan pekerjaan (bidang keahlian, kualifikasi personil,
dan pengalaman kerja). Penentuan personil yang akan dilibatkan dilakukan
dengan mempertimbangkan tingkat efesiensi dan efektifitas kerja yang
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 6
dapat diberikan, sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat
berlangsung secara efektif dan efesien pula.
Pada tahap awal, kegiatan koordinasi tim kerja konsultan bertujuan untuk
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan secara matang dan rinci, berkaitan dengan proses pekerjaan
yang akan dilakukan, Kegiatan ini meliputi penyusunan organisasi kerja,
penyusunan rencana kerja, pembagian kerja, serta kebutuhan fasilitas
pendukung yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Pada
tahap selanjutnya kegiatan koordinasi dan diskusi tim kerja konsultan akan
dilakukan secara berkelanjutan (selama proses pelaksanaan pekerjaan
berlangsung), untuk memperoleh kesepakatan-kesepakatan tertentu yang
diperlukan.
Koordinasi dan Diskusi Awal dengan Tim Teknis
Dilakukan antara tim konsultan dengan tim teknis dan pemberi tugas, yang
antara lain bertujuan untuk membahas tentang berbagai persiapan yang
harus dilakukan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pekerjaan,
termasuk dalam hal ini adalah penyamaan persepsi dan pemahaman
antara Konsultan dan Tim Teknis / Pemberi Tugas mengenai prinsip-prinsip
pekerjaan serta lingkup materi / substansi pekerjaan.
a. Melakukan Kajian Awal
Mengkaji berbagai literatur terkait, melalui kegiatan :
Kajian terhadap peraturan / perundangan terkait.
Kajian terhadap kebijakan / arahan terkait.
Kajian terhadap teori-teori yang relevan (kajian teoritis).
Kajian terhadap hasil-hasil studi yang relevan dan terkait (kajian
empiris).
Tujuan utama dari kegiatan kajian awal ini adalah untuk memperoleh
pemahaman dan penguasaan awal terhadap lingkup materi yang akan
dikaji dalam studi ini.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 7
b. Menyusun Rencana Kerja
Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan rencana/metodologi
penanganan pekerjaan, sebagai suatu pegangan yang harus ditaati
oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan pekerjaan ini.
Rumusan rencana kerja ini secara garis besar meliputi detail kegiatan
dan jadwal pelaksanaan pekerjaan, pelibatan dan jadwal penugasan
tenaga ahli, serta keluaran pekerjaan yang harus dihasilkan.
c. Pembahasan dan Penyepakatan Rencana Kerja
Rencana kerja yang telah dirumuskan harus disepakati oleh seluruh tim
kerja, yang terdiri dari Tim Konsultan, Tim Teknis dan Pemberi Kerja,
karena akan menjadi pedoman bagi seluruh pihak yang terlibat dalam
proses pelaksanaan kegiatan studi secara keseluruhan.
d. Persiapan Pelaksanaan Sosialisasi dan Koordinasi di Daerah
Sosialisasi dan koordinasi awal di daerah akan dilakukan melalui
penyelenggaraan workshop. Untuk itu akan dipersiapkan terlebih
dahulu berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan
sosialisasi tersebut, antara lain adalah merumuskan desain
penyelenggaraan sosialisasi, menentukan pihak-pihak yang akan
dilibatkan, menyusun materi sosialisasi, dsb. Pelaksanaan sosialisasi
ini akan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan survey lapangan.
e. Persiapan Pelaksanaan Survey Lapangan
Sebagai langkah awal pelaksanaan survey lapangan yang akan
dilakukan pada tahap berikutnya, terlebih dahulu dilakukan beberapa
persiapan yang diperlukan agar pelaksanaan survey dapat berjalan
dengan lancar. Persiapan yang dilakukan antara lain meliputi
perumusan materi survey, desain survey dan penyiapan personil
(surveyor).
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 8
Pekerjaan : SID irigasi Daratan Tehoru
BAGAN ALIR KEGIATAN SURVAI PENGUKURAN TOPOGRAFI
Pengukuran Titik Kontrol Pengukuran Profil
MULAI
Survai Pengukuran Topografi
Pemasangan BM
Pengukuran Situasi
Analisa Data &
Perhitungan
Toleransi
Ketelitian
Penggambaran
Data
Survai Topografi
SELESAI
Ya
Tidak
Revisi
2. Kegiatan Survey dan Investigasi
a. Pengukuran Topografi
Pelaksanaan pekerjaan pengukuran topografi dalam pelaksanaannya
melalui proses pengambilan data, pengolahan data lapangan,
perhitungan, penggambaran dan penyajian data pada laporan.
Secara garis besar pengambilan data topografi meliputi :
1) Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal.
2) Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal.
3) Pengukuran Detail Situasi.
4) Pengukuran melintang.
Gambar 3.1. Bagan Alir Kegiatan Survey Pengukuran Topografi
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 9
Prosedur kerja lapangan dan studio diuraikan di bawah ini.
1) Peralatan yang diperlukan
Peralatan yang akan di pakai telah memenuhi persyaratan
ketelitian (kalibrasi) dan sudah di periksa dan disetujui oleh
pemberi kerja.
GPS Garmin
Theodolite T1/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pembuatan
kerangka horizontal utama, baik untuk pemetaan situasi maupun
pengukuran trase.
Waterpass (WP), dipergunakan untuk kegiatan pembuatan
kerangka vertical dan pengukuran trase.
Theodolite To/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pemetaan situasi
rincikan.
EDM (Electronic Distance Measure), dipergunakan untuk
pengukuran jarak akurat poligon utama
2) Titik Referensi dan Pemasangan Benchmark (BM), Control Point (CP)
dan patok kayu
Dalam pelaksanaan pengukuran topografi, akan menggunakan titik
tetap yang sudah ada sebagai titik acuan (referensi) dan harus
diketahui dan disetujui oleh pemberi kerja.
Untuk menunjang hasil kegiatan proyek, dilakukan penambahan
benchmark baik berupa BM maupun CP di beberapa lokasi untuk
menjamin akurasi pengukuran pada saat pelaksanaan konstruksi.
Dimensi patok Benchmark (BM) berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm
terbuat dari beton dan Control Point (CP) berukuran 10 cm x 10 cm x
80 cm atau pipa paralon diameter 4“ diisi beton cor. Keduanya
dilengkapi paku/besi beton yang dipasang menonjol setinggi 1 cm pada
bagian atas BM dan CP.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 10
Penempatan CP dan BM pada posisi yang memudahkan kontrol
pengukuran, aman dari gangguan manusia atau hewan, tidak
mengganggu transportasi dan kegiatan rutin penduduk sekitar, diluar
areal kerja/batas pembebasan tanah untuk bangunan air dan saluran,
tetapi cukup mudah dicari dan berada dicakupan lokasi kerja. Patok CP
dan BM dilengkapi dengan kode proyek, nama, nomor dan huruf yang
akan dikonsultasikan dengan direksi.
Sesuai KAK, spesifikasi rintisan dan pemasangan patok dan patok
permanen (BM dan CP) kerangka dasar pengukuran adalah sebagai
berikut :
Pemasangan patok, BM dan CP dilaksanakan pada jalur-jalur
pengukuran sehingga memudahkan pelaksanaan pengukuran.
BM, CP dan patok di pasang sebelum pengukuran situasi
sungai/pantai dilaksanakan.
BM di pasang pada setiap jarak 2.0 km dan CP di pasang pada
setiap jarak 2.0 km (berdampingan dengan BM). Pilar-pilar tersebut
di buat dari konstruksi beton.
BM dan CP tersebut di pasang pada tempat-tempat yang aman,
stabil serta mudah ditemukan.
Apabila tidak memungkinkan untuk mendapatkan tempat yang
stabil, misalnya tanah gembur atau rawa-rawa maka pemasangan
BM dan CP tersebut harus di sangga dengan bamboo/kayu.
Patok-patok di pasang maksimal setiap jarak 100 m pada bagian
sungai yang lurus dan < 50 m pada bagian sungai yang berkelok-
kelok (disesuaikan dengan keperluan).
Patok-patok di buat dari kayu (misal kayu gelam/dolken) dengan
diameter 3 – 5 cm. Pada bagian atas patok ditandai dengan paku
payung.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 11
Jalur rintisan/pengukuran mengikuti alur sungai dan kaki bukit.
Didalam laporan topografi akan di buat buku Diskripsi BM yang
memuat, posisi BM dan CP dilengkapi dengan foto, denah lokasi,
dan nilai koordinat (x, y, z).
40
2015
6520
100
Beton 1:2:3
Pasir dipadatkan
Pen kuningan
Tulangan tiang Ø10
Sengkang Ø5-15
Pelat marmer 12 x 12
20
1020
10
Ø6 cm
Pipa pralon PVC Ø6 cm
Nomor titik
Dicor beton
Dicor beton
7525
Benchmark Control Point
Gambar 3.2. Bentuk BM dan CP
3) Pengukuran kerangka dasar pemetaan.
Sebelum melakukan pekerjaan pemetaan areal Rencana , baik
pengukuran kerangka dasar horizontal, kerangka dasar vertikal
maupun pengukuran detail situasi, terlebih dahulu dilakukan
pematokan yang mengcover seluruh areal yang akan dipetakan.
Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan
dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100
meter. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan
pita ukur, sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan
keadaan permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak pada
daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di Gambar 3.3.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 12
Jarak AB = d1 + d2 + d3
d1d2
d3
A
B2
1
Gambar 3.3. Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga
pengukuran jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai
koreksi.
Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran
horisontal alat ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik.
Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut
mendatar di masing-masing titik poligon. Penjelasan pengukuran sudut
jurusan sebagai berikut lihat Gambar 3.4.
= sudut mendatar
AB = bacaan skala horisontal ke target kiri
AC = bacaan skala horisontal ke target kanan
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong
biasa (B) dan luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 m.
Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 13
Selisih sudut antara dua pembacaan 2” (dua detik).
Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.
000.5:1
22
d
ffKI
yx
Bentuk geometris poligon adalah loop.
A
B
C
AB
AC
Gambar 3.4. Pengukuran Sudut Antar Dua Patok.
Pengamatan Azimuth Astronomis
Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal
yaitu:
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan
akumulatif pada sudut-sudut terukur dalam jaringan poligon.
Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak
terlihat satu dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan
pengukuran yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:
Alat ukur yang digunakan Theodolite T1
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 14
Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)
Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)
Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada
Gambar 3.5., Azimuth Target (T) adalah:
T = M + atau T = M + ( T - M )
di mana:
T = azimuth ke target
M = azimuth pusat matahari
(T) = bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan
jurusan ke target
Matahari
U (Geografi)
Target
A
MT
Gambar 3.5. Pengamatan Azimuth Astronomis.
Pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan dengan metoda
poligon dimaksudkan untuk mengetahui posisi horizontal, koordinat (X,
Y).
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 15
Adapun spesifikasi pengukuran kerangka dasar antara lain :
Pengukuran poligon adalah untuk menentukan koordinat titik-titik
poligon yang digunakan sebagai kerangka pemetaan.
Pengukuran polygon sebagai kerangka kontrol horisontal dan
pengukuran waterpass sebagai kerangka vertikal. Pengukuran
kerangka dasar pemetaan ini harus terikat dengan benchmark
referensi dan di bagi dalam beberapa loop/kring sesuai dengan
kebutuhan.
Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (titik
trianggulasi) dan titik tersebut harus masih dalam keadaan baik
serta mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
Pengontrolan sudut hasil pengukuran poligon dilakukan penelitian
azimuth satu sisi dengan pengamatan matahari pada setiap jarak
2.5 km.
Sudut polygon diusahakan tidak ada sudut lancip, alat ukur yang di
pakai adalah Theodolite T2 atau yang sederajat dengan ketelitian
20” dan Elektronik Distance Meter (EDM).
Kerangka cabang dilakukan dengan ketentuan panjang sisi poligon
maksimum 100 m. Jarak kerangka cabang diukur ketinggiannya
dengan waterpass.
Selisih sudut antara dua pembacaan < 2” (dua detik).
Persyaratan pengukuran poligon utama mempunyai kesalahan
sudut (toleransi) adalah 10”n detik pada loop tertutup dimana n
adalah jumlah titik poligon. Pada poligon cabang toleransi
kesalahan sudut adalah 20”n detik dengan n adalah jumlah titik
poligon.
Salah penutup utama jarak fd <1:7.500, dimana fd adalah jumlah
penutup jarak.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 16
Pengukuran waterpass setiap seksi dilakukan pergi-pulang yang
harus dilakukan dalam satu hari.
Jalur pengukuran waterpass harus merupakan jalur yang tertutup
dengan toleransi kesalahan beda tinggi 10√D (mm) dimana D =
panjang jarak (km).
Pengukuran sudut dilakukan dua seri (biasa dan luar biasa) muka
belakang.
Jarak di ukur dengan pita ukur.
Jalur poligon di buat dalam bentuk geometris poligon kring tertutup
(loop) melalui BM dan patok kayu dan bagian sungai/pantai berada
dalam kring tersebut.
Gambar 3.6. Contoh Pengukuran Topografi
Pengukuran Waterpass
Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui posisi tinggi elevasi
(Z), pada masing-masing patok kerangka dasar vertikal. Metoda
pengukuran yang dilakukan ini metoda waterpas, yaitu dengan
melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang
referensi yang di pilih (LWS), jalannya pengukuran setiap titik seperti
diilustrasikan pada gambar 3.7. di bawah ini.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 17
Gambar 3.7. Pengukuran waterpass
Spesifikasi Teknis Pengukuran Waterpass adalah sebagai berikut :
1) Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan
ketinggian titik-titik (BM, CP dan patok-patok) terhadap bidang
referensi tertentu yang akan digunakan sebagai jaring sipat datar
pemetaan.
2) Alat ukur yang dipakai adalah Automatic Level NAK-2 atau yang
sederajat dan rambu ukur alumunium 3 m.
3) Jalur pengukuran di bagi menjadi beberapa seksi.
4) Tiap seksi di bagi menjadi slag yang genap.
5) Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan
rambu belakang menjadi rambu muka.
6) Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double stand, ring.
Panjang seksi-seksi pengukuran waterpass antara 1,00 – 2,20
km.
7) Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.
8) Jalur pengukuran mengikuti jalur poligon dan meliwati (BM).
9) Toleransi salah penutup tinggi (Sp) < 10 mm D, Dimana :
a. n = Salah penutup tinggi.
b. D = Jarak dalam satuan km.
rambu
P1 P2
P3
LWS=0,00
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 18
10) Pengukuran waterpass diikatkan pada titik tetap ketinggian
geodetis yang ada di dekat daerah pengukuran atau titik referensi
lain yang ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan.
11) Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah dan
bawah).
12) Pengukuran sifat datar ini dilakukan melalui titik-titik poligon dan
patok lainnya yang digunakan untuk pengukuran situasi dan profil
melintang sungai/pantai.
Pengukuran Situasi Detail
Penentuan posisi (x,y,z) titik detail dilakukan pengukuran situasi
dengan metoda pengukuran Tachymetri. Adapun spesifikasi teknis
pengukuran situasi detail adalah sebagai berikut :
1) Alat yang digunakan theodolite T.2.
2) Titik detail terikat terhadap patok yang sudah punya nilai koordinat
dan elevasi.
3) Pengambilan data menyebar ke seluruh areal yang dipetakan
dengan kerapatan disesuaikan dengan kondisi lapangan dan skala
peta 1 : 1.000 dan 1 : 2.000.
4) Pengukuran penampang memanjang dan penampang melintang
sungai/pantai.
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan informasi terukur
yang dapat dipergunakan dalam perencanaan bangunan serta
perkiraan volume galian dan timbunan.
Untuk mengetahui bentuk permukaan pantai dan bentuk sungai maka
dilakukan pengukuran profil (cross section).
Spesifikasi pengukuran penampang memanjang dan melintang
sebagai berikut :
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 19
Pengukuran dilakukan di sepanjang pantai dan sungai pada patok-
patok profil yang telah dipasang.
Interval profil 50 m dan 100 m.
Pengukuran profil tegak lurus pantai dan sungai.
Pengukuran terikat terhadap titik poligon.
Pengukuran situasi dan penampang dilakukan bersama-sama.
Alat ukur yang di pakai adalah Thedolite T0 atau yang sederajat.
Metode yang dipergunakan adalah metode tachimetri.
Pengukuran dilaksanakan dengan sitem raai.
Jalur raai merupakan panjang penampang melintang sungai.
Penampang melintang di buat dengan interval jarak 100 m pada
bagian sungai yang lurus dan < 50 m pada bagian sungai yang
berkelok-kelok atau disesuaikan dengan keperluan.
Penampang memanjang diambil pada dasar sungai yang terdalam
termasuk peil-peil muka air tanah terendah, normal dan tertinggi.
Detail yang ada di lapangan di ukur, terutama kampung, lembah,
bukit, jembatan dan lain-lain.
Setiap 50 m atau 25 m titik poligon diukur dengan meter ukur baja
dan harus diikatkan pada patok kerangka utama.
Pengamatan matahari harus dilakukan setiap 2,5 km.
Setiap titik poligon harus diukur ketinggiannya.
Profil memanjang dan melintang dilakukan dengan interval jarak
100 m dan pada belokan diukur setiap 50 m dengan koridor 100 m
kekiri dan kekanan dari tepi sungai.
Jika trase memotong anak sungai, maka alur sungai tersebut harus
di ukur profil melintangnya.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 20
Titik detail trase di ambil dari data profil melintang, sedangkan
detail lainnya yang ada diantara profil melintang harus di ukur
dengan cara dirincikan sehingga kerapat titik detail 2 cm pada
petanya.
Pengukuran penampang melintang sungai untuk lebar B ≤ 100 m
dapat dilakukan dengan menggunakan waterpass atau To untuk
lebar > 100 m akan dilakukan beberapa titik di tepi sungai berjarak
25 – 50 m dari muka air sungai sedangkan profil sungai akan
diukur dengan sistim colokan jika kedalaman air h ≤ 3 m, jika h > 3
m dilakukan dengan echosounder.
Titik-titik pengukuran penampang melintang direncanakan seperti
gambar berikut :
Gambar 3.8. Profil Melintang Sungai
Gambar 3.9. Profil Melintang Sungai untuk Lebar Sungai B > 100 m
As Tepi kiri Tepi kanan
Bts Koridor Bts Koridor
As Tepi kiri Tepi kanan
Bts Koridor Bts Koridor 2,5 m 2,5 m Colok / Echosounder
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 21
Gambar 3.10. Profil Melintang Pantai
Perhitungan hasil ukur
Perhitungan harus dilaksanakan di lapangan, dengan kontrol
perhitungan oleh pengawas lapangan dan tiap selesai 1 hari
pengukuran data diserahkan untuk di cek dan dibubuhi paraf oleh
pengawas lapangan.
Perhitungan dilakukan 2 (dua) kali, yaitu perhitungan sementara
dan perhitungan definitif. Perhitungan data lapangan merupakan
perhitungan sementara untuk mengetahui ketelitian ukuran.
Perhitungan definitip adalah perhitungan yang sudah
menggunakan hitungan perataan oleh tenaga ahli geodesi. Hasil
perhitungan ini akan digunakan untuk proses penggambaran.
Setiap hasil perhitungan harus diasistensikan dan disetujui
supervisor lapangan.
Semua data azimuth hasil pengamatan matahari harus di pakai
dalam perhitungan, jika ada yang tidak di pakai harus ada
persetujuan dengan direksi.
Semua titik kerangka utama/cabang harus di hitung koordinat dan
ketinggiannya.
P1
rambu
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 22
Semua data ukur asli dan perhitungan perataannya diserahkan ke
direksi pekerjaan.
Penggambaran
Penggambaran hasil pengukuran mengacu kepada standard
penggambaran yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pengairan.
Penggambaran draft dapat dilaksanakan dengan penggambaran
secara grafis, dengan menggunakan data ukur sudut dan jarak.
Penggambaran peta situasi definitif dilakukan, setelah hasil
perhitungan definitif selesai dilaksanakan sehingga koordinat
sebagai kerangka horizontal dan spot height sebagai kerangka
vertikal telah dilakukan hitungan perataannya.
Peta ikhtisar skala 1 : 10.000 s/d 1 : 25.000 dengan interval kontur
1,0 m di buat pada kertas kalkir ukuran A1.
Semua titik koordinat kerangka utama dan cabang di gambar
dengan sistem koordinat.
Indek kontur di tulis setiap garis kontur.
Kontur di kampung di gambar tidak boleh putus.
Sistem grid yang di pakai adalah sistem proyeksi UTM.
b. Survey Hidrologi
Kegiatan survai hidrologi meliputi :
1) Pengumpulan data curah hujan terbaru minimum selama 10 tahun
dari beberapa stasiun-stasiun terdekat
2) Pengumpulan data klimatologi lainnya terbaru minimum selama 5
tahun dari stasiun terdekat.
3) Pengumpulan data/informasi banjir (tinggi, lamanya perkiraan luas
genangan dan dampaknya).
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 23
4) Pengumpulan data yang berkaitan dengan karakteristik DPS antara
lain: keadaan vegetasi daerah pengaliran, sifat dan jenis tanah dan
debit rata-rata pada waktu keadaan normal, tahun kering dan tahun
basah.
Kegiatan survai hidrometri meliputi :
Pengukuran kecepatan aliran.
Pengukuran kecepatan aliran sungai dilakukan pada bagian aliran (di
sungai) yang tidak terpengaruh pasang surut, kegiatan pengukuran
dilakukan di 3 titik yang ditempatkan di hulu sungai, hilir sungai dan
sungai cabang dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Jika kedalaman air > 0,50 m, di pakai alat Current Meter.
Untuk kedalaman aliran > 1,50 m, pengukuran kecepatan
dilakukan pada kedalaman 0,20, 0,60 dan 0,80 dari kedalaman
aliran untuk masing-masing lokasi (bagian tengah dan pinggir
aliran).
Untuk kedalaman aliran antara 0,50 – 1,50 m, pengukuran
kecepatan dilakukan pada kedalaman 0,50 m dari kedalaman
aliran pada bagian tengah aliran.
2) Jika kedalaman aliran < 0,50 m, di pakai alat metode pengukuran
kecepatan aliran dengan menggunakan pelampung.
3) Interval pias pengukuran terhadap lebar permukaan sungai adalah
: B < 50 m, jumlah 3 pias.
B = 50-100 m, jumlah 4 pias.
B = 100 – 200 m, jumlah 5 pias.
B = 200 – 400 m, jumlah 6 pias.
Laporan
Pendahuluan
DED BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI
D.I TEHORU, P. SERAM, KAB. MALUKU TENGAH
BAB 3 Pendekatan dan Metodologi III - 24
4) Kedalaman pengukuran (D) dan perhitungan kecepatan rata - rata
(Vm) :
D < 0.60 m, satu titik pengukuran, Vm = V0.6
D = 0.60 – 1.50 m, dua titik pengukuran, Vm = ½ (V0.2 + V0.8)
D > 1.50 m, tiga titik pengukuran, Vm = ¼ (V0.2 +2V0.6 + V0.8)
5) Pengukuran penampang sungai di titik pengukuran debit.
6) Pengikatan muka air sungai dan bak ukur muka air (peil schaal)
dengan patok topografi untuk mendapatkan kesatuan sistim elevasi
tanah dengan muka air.
c. Survey Sosial Ekonomi
Survey ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang kondisi social
ekonomi penduduk setempat, survey ini dilakukan dengan cara :
Melakukan interview terhadap pihak-pihak maupun instansi terkait
dengan permasalahan banjir yaitu Masyarakat setempat, Pamong
Desa, Kecamatan, Pemda, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas
Perikanan, BPS, Bappeda, Dinas Pertambangan, Dinas Kimpraswil,
dan sebagainya.
Menyebarkan quesioner.
Survey langsung ke lokasi di rencana irigasi akan dibangun.