bab iii pembahasan a. efektivitas pencantuman kolom...
TRANSCRIPT
-
61
BAB III
PEMBAHASAN
A. Efektivitas Pencantuman Kolom Agama Dalam E-KTP di Tinjau Dari
Undang-undang No 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan
1. Faktor Hukum
Membicarakan tentang efektivitas pencantuman kolom agama pada
E-KTP berarti membicarakan daya kerja hukum dari pelaksanaan Pasal 64
ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat dan para
pelayan administrasi publik untuk taat dalam pelayanan publiknya. Hukum
dapat efektif jikalau faktor-faktor yang mempengaruhi hukum tersebut
dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya.
Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan
yang berlaku dapat dilihat dari penerapan dalam masyarakat salah satunya.
Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan efektif apabila
warga masyarakat mendapatkan keadilan sesuai dengan yang diharapkan
atau dikehendaki oleh atau peraturan perundang-undangan tersebut
mencapai tujuan yang dikehendaki, maka efektivitas hukum atau peraturan
perundang-undangan tersebut telah dicapai. Undang-undang Nomor 24
Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan tujuan utama untuk
meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada
masyarakat dan menjamin terkait pelayanan publik sesuai dengan yang di
-
62
jelaskan Pasal 64 ayat (5) di mana bagi masyarakat yang kolom agamanya
di kosongkan pada E-KTP akan tetap di layani dalam pencatatan
administrasi kependudukan.
Undang-undang ini mengatur tentang administrasi kependudukan
masyarakat Indonesia dan merupakan perubahan dari Undang-Undang No
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Beberapa hal yang
direvisi yakni masa berlaku KTP yang dari 5 tahun menjadi seumur hidup
dan pemberlakukan E-KTP. Pencantuman kolom agama disebut sebagai
bagian yang harus ada dalam KTP seorang penduduk. Ada 6 agama yang
diakui negara dan wajib dituliskan dalam KTP yakni Islam, Buddha,
Hindu, Kristen Katolik, Kristen Protestan dan Konghucu. Di luar itu maka
kepercayaannya masih belum dinyatakan resmi dan boleh dikosongkan
namun tetap tercatat dalam database.
Perihal pengosongan kolom agama untuk kepercayaan di luar 6
agama itu sudah diatur dalam Undang-undang 23 Tahun 2006 sebelum
direvisi menjadi Undang-undang yang baru dan berlaku saat ini yakni
Undang-undang No 24 Tahun 2013. Baik pada Undang-undang No 24
Tahun 2013 dan Undang-undang 23 Tahun 2006 aturannya diatur dalam
pasal 64 soal data-data yang harus ada dalam KTP seseorang.
Perbedaannya terletak pada Undang-undang 23 Tahun 2006 aturan
pengosongan agama ini di ayat (2) setelah pengaturan elemen yang
dicantumkan pada KTP. Dalam Undang-undang No 24 Tahun 2013, aturan
-
63
pengosongan kolom ini ada di ayat (5) setelah penjelasan mengenai KTP
elektronik.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan mewajibkan setiap penduduk untuk mencantumkan agama
mereka di dalam KTP. Kewajiban tersebut timbul karena Pasal 64 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 menyatakan bahwa agama
merupakan salah satu poin yang harus tercantum dalam KTP. Ketentuan
ini menjadi diskriminatif bagi para pemeluk kepercayaan sebab yang
dicantumkan dalam KTP hanyalah agama, bukan kepercayaan.
Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 ini bahkan
secara terang benderang menggunakan istilah agama yang belum diakui.
Para penganut aliran kepercayaan dan pemeluk agama yang belum diakui
tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan, namun di KTP
diberi tanda (-). Ketentuan ini menunjukkan sikap tegas negara yang tidak
mengakui agama- agama atau aliran kepercayaan selain keenam agama
resmi.
2. Faktor Penegak Hukum
Administrasi Kependudukan merupakan rangkaian kegiatan
penataan dan penertiban dokumen dan data kependudukan melalui
pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi
administrasi kependudukan, dan pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan
publik dan pembangunan sektor lain. Dengan demikian, setiap penduduk
-
64
mempunyai hak memperoleh dokumen kependudukan, pelayanan yang
sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, perlindungan atas
data pribadi, kepastian hukum atas kepemilikan dokumen, informasi
mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya
dan/atau keluarganya, dan ganti rugi serta pemulihan nama baik sebagai
akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta
penyalahgunaan data pribadi oleh instansi pelaksana.
Dalam penjelasan Slamet Utomo49 selaku Kepala Bidang
Kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Malang, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berpedoman pada
Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan yakni negara mengizinkan warga negaranya untuk
mengosongkan kolom agamanya apabila masyarakat tersebut menganut
agama atau keyakinan di luar dari enam agama yang diresmikan oleh
negara saat ini. Masyarakat Kota Malang yang mengosongkan kolom
Agamanya ini ialah rata-rata penganut keyakinan Pangestu, Eko Darmo
dan lain-lain, dimana keyakinan tersebut lahir dari adat-istiadat dan
lingkungan masyarakat itu sendiri.
Dalam Pencatatan Kependudukan adapula penulisan agama yang
berfungsi untuk mengetahui statistik para penganut agama. Tidak ada yang
dapat menjamin dalam memeriksa kebenaran mengenai agama yang tertera
di E-KTP seseorang adalah sama dengan agama aktual yang diimani oleh
49Wawancara Tanggal 14 November 2016, Pada Jam 11.15 WIB
-
65
si pemegang E-KTP. Selama tidak ada yang dapat menjamin keakuratan
agama tertulis dan agama aktual, maka statistik yang dibangun berdasarkan
data kepenganutan agama melalui E-KTP menjadi tidak valid. Apalagi
ditambah batasan menuliskan agama yang dianut menjadi hanya sebatas
enam agama resmi saja.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa fungsi
pencantuman agama di E-KTP, yaitu : menurut 50Heri Wahyudi, Kepala
Bidang Administrasi Kependudukan Kantor Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Malang, adalah tertib adminstrasi sebagai sebuah
organisasi besar, negara harus memiliki tertib administrasi. Salah satunya
adalah yang berkaitan dengan identitas penduduk, termasuk agama dari
penduduk tersebut. Hal ini menjadi penting bagi Indonesia yang menganut
berbagai macam agama, terutama agama Islam. Sebab akan berkolerasi
penting dengan beberapa administrasi di lapangan.
Seperti pernikahan, waris dan masalah adopsi anak. Apabila kolom
agama dihapuskan, akan terjadi kesulitan dalam administrasi. Walau pihak
yang menolak kolom agama dicantumkan di E-KTP melihat ini hal tak
penting, sebab bisa diantisipasi dengan kebijakan lain. Tapi, itu sejatinya
akan memperumit dan mempersulit tertib administrasi. Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 pada hakekatnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan
pengakuan atas status hukum terkait peristiwa kependudukan maupun
50 Wawancara Tanggal 14 November 2016, Jam 10.30 WIB.
-
66
peristiwa penting yang dialami oleh penduduk. Salah satu perwujudan dari
hal tersebut adalah dengan membuat Kartu Tanda Penduduk (E-KTP)
sebagai bukti otentik identitas seseorang sebagai bagian dari penduduk
Indonesia. Selain itu menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
tentang Undang-Undang Administrasi Kependudukan tujuan lain dari
adanya E-KTP adalah untuk membuat tertib administrasi kependudukan
dan akurasi kebenaran faktual atas dokumen kependudukan yang
diterbitkan. E-KTP juga berperan penting sebagai salah satu bentuk
identitas diri yang otentik, dengan adanya E-KTP seseorang dapat
memenuhi syarat administrasi untuk mengakses berbagai layanan dasar
dan bantuan pemerintah.
Empat jenis kebebasan beragama yang ditetapkan Islam yang harus
dilindungi dari tindakan agresif, yakni: (1) Kebebasan memilih agama; (2)
Kebebasan memeluk agama (3) Kebebasan menyembunyikan agama; (4)
Kebebasan menampakkan agama51. Pencantuman agama di KTP termasuk
dalam hak bagi setiap orang untukmenampakkan atau menyembunyikan
agama yang dianutnya. Pemaksaan dengan undang-undang untuk
mencantumkan agama di dalam KTP merupakan salah satu bentuk
pelanggaran terhadap hak ini. Selain dapat menimbulkan tindakan-
tindakan yang diskriminatif dari pihak-pihak tertentu, pencantuman agama
di KTP menunjukkan bahwa intervensi negara terhadap forum internum
51Syamsul Arifin, Diskursus Hak Asasi Manusia Perspektif Kebebasan
Beragama/Berkeyakinan, hal. 783. Makalah disampaikan dalam Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-10 di Banjarmasin pada 1-4 November 2010.
-
67
sebagai hak absolut masih sangat kuat. Padahal di dalam Kovenan tentang
Hak Sipil dan Politik, forum internum dikategorikan sebagai kebebasan
negatif yang implementasinya tidak boleh diintervensi oleh negara52.
3. Faktor Sarana dan Fasilitas
Kebijakan negara yang hanya sekedar mencatat atau mendata para
penganut agama yang belum diakui oleh negara, namun tidak
memperbolehkan mereka mencantumkannya di dalam KTP, akan
menimbulkan masalah lain yang dapat merugikan, membatasi, dan bahkan
melanggar hak-hak asasi lain yang dimiliki warga negara.
Sekalipun Undang-undang Administrasi Kependudukan
memperbolehkan para penganut agama yang belum diakui untuk
mengosongkan kolom agama di KTP, dan bukan memaksa mereka untuk
memilih salah satu dari agama-agama resmi untuk ditulis di E-KTP, hal
itu tetap tidak dapat menjamin terpenuhinya hak-hak para penganut agama
yang tidak resmi untuk menampakkan kepada publik agama yang
dianutnya. Apabila kolom agama tidak diisi, belum tentu jelas karena
warga itu adalah penganut aliran kepercayaan. Mungkin juga ditanya
Atheiskah dia, atau lebih seriusnya lagi dia sedang dalam kontrol Negara.
Namun dengan keberadaan kolom agama dalam E-KTP justru
membuat tujuan tertib administrasi dan akurasi kebenaran faktual
52Al-Khanif, Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia, laksabang mediatam:
Yogyakarta, 2010, Hal. 199.
-
68
dokumen kependudukan menjadi tidak tercapai. Pasalnya banyak orang
yang justru lebih memilih untuk tidak memiliki E-KTP ketimbang
mengorbankan agama atau kepercayaan yang telah terinternalisasi sejak
lama pada dirinya. Itu artinya dengan adanya kolom agama justru akan
memperbesar potensi adanya penduduk yang tidak memiliki E-KTP itu
sendiri, hal ini tentu mengakibatkan tidak tercapainya tertib administrasi
yang ingin diwujudkan karena kuantitas pendataan administrasi mengenai
E-KTP menjadi berkurang oleh adanya kolom agama di E-KTP.
Lebih jauh lagi dengan tidak adanya E-KTP yang dimiliki
seseorang akan membuat tujuan negara dalam hal memajukan
kesejahteraan umum menjadi tidak terlaksana karena banyak penduduk
yang tidak dapat mengakses layanan dasar seperti pendidikan dan
kesehatan disebabkan tidak memiliki E-KTP yang merupakan prasyarat
utama untuk mengakses kedua layanan tersebut.
Dengan adanya kolom agama dalam E-KTP juga membuat akurasi
kebenaran faktual dokumen kependudukan menjadi tidak faktual. Jika
diatas telah dijelaskan mengenai orang yang tetap mempertahankan agama
atau keyakinannya, dalam paragraf ini akan dijelaskan mengenai orang
yang terpaksa memilih agama tidak sesuai dengan apa yang sejatinya ia
yakini karena adanya kolom agama dalam E-KTP. Hal tersebut bisa tejadi
karena pada saat ini hanya terdapat 6 agama yang diakui secara yuridis
oleh negara, konsekuensi logisnya adalah untuk mendapatkan E-KTP
diharuskan pula mengisi salah satu dari 6 agama yang telah diakui tersebut
-
69
karena apabila tidak mengisi salah satu diantaranya akan menyebabkan
tidak dapat dapat dibuatkannya E-KTP itu sendiri.
4. Faktor Masyarakat
Dalam faktanya terdapat banyak masyarakat Kota Malang yang
memiliki keyakinan diluar dari 6 agama tersebut, sehingga harus
mengosongkan kolom agama pada E-KTP ataupun memilih salah satu
diantaranya. Kondisi ini tentunya membuat kebenaran E-KTP sebagai
dokumen penduduk yang otentik menjadi tidak faktual, karena terdapat
perbedaan antara apa yang tertulis dalam kolom agama dengan apa yang
sebenarnya diyakini oleh orang tersebut.
Adapun masyarakat yang Kota Malang dalam Rekapitulasi Jumlah
Penduduk Menurut Agama Di Kota Malang Tahun 2016 ini ialah:
N
O
AGAMA KECAMATAN JUMLAH
PENDUDUK BLIMBING KLOJEN KEDUNG
KANDANG
SUKUN LOWOKWARU
1 ISLAM 175.696 90.938 196.872 181.792 155.965 801.263
2 KRISTEN 12.412 8.862 7.607 14.356 8.429 51.666
3 KATHOLIK 7.169 8.095 3.289 8.796 7.068 34.417
4 HINDU 436 182 304 221 339 1.482
5 BUDHA 894 1.965 334 958 740 4.891
6 KONGHUCU 40 71 16 27 16 170
7 PENGHAYAT KEPERCAYAAN
2 20 23 36 23 104
JUMLAH
PENDUDUK
196.649 110.133 208.445 206.186 172.580 893.993
*Sumber Data di Peroleh dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Malang
-
70
Banyak masyarakat Kota Malang mempersoalkan
konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Administrasi Kependudukan, khususnya terkait ketentuan pencantuman
kolom agama bagi mereka. Ketentuan di dalam Undang-undang
Administrasi Kependudukan itu dinilai tidak mampu memberikan jaminan
perlindungan dan pemenuhan hak yang sama kepada masyarakat Kota
Malang selaku warga negara. Masyarakat Kota Malang mempertanyakan
konstitusionalitas Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 Ayat (1) dan
(5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan.
Kedua pasal itu mengatur bahwa pengosongan kolom agama di
dalam kartu keluarga (KK) dan E-KTP tidak akan mengurangi hak-hak
warga negara yang menghayati atau menganut kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Sejatinya, ide dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang
termaktub dalam Sila Pertama Pancasila adalah Bangsa Indonesia secara
keseluruhan percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai dasar hidup
untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Nilai-nilai ketuhanan
merupakan sesuatu yang fundamental dan alamiah terdapat dalam
kehidupan manusia Indonesia untuk menjalankan tugas mulia
menuntaskan visi hidupnya. Di alam Indonesia, Tuhan dianggap
-
71
mempunyai peran penting untuk mempromosikan sikap dan perilaku
etis53.
Oleh karena itu, agama sebagai sebuah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa
serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya bukanlah termasuk dalam ranah administrasi
yang harus dicantumkan dalam kolom E-KTP. Oleh karena itu,
pengosongan kolom agama dalam E-KTP tidak bertentangan dengan Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dikarenakan manusia Indonesia telah
menjadikan nilai-nilai ketuhanan sebagai dasar dalam menjalankan
kehidupannya dan memenuhi tugas mulia serta menuntaskan visi hidupnya
tanpa harus mencantumkan agama dan kepercayaan yang dianutnya dalam
E-KTP sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 29 ayat (1) UUD NRI
1945.
5. Faktor Budaya
Penduduk kota malang berjumlah sekitar 893.993 orang,
berdasarkan pada sensus 2016 tahun ini54. Pertumbuhan kota malang di
dominasi oleh suku Jawa. Sedangkan beberapa suku bangsa lain yang juga
menempati kota malang ada suku tionghoa, Madura, dan arab.
53 Unti Ludigdo. 2014. Nilai-nilai Luhur Pancasila dalam Mencegah Terjadinya Kecurangan,
Disampaikan pada Seminar Nasional 4 (Empat) Pilar Kebangsaan dalam Mencegah Terjadinya Fraud di Lingkungan Pemerintahan Indonesia di Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 31 Oktober 2013.
54 Data diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang
-
72
Islam merupakan agama mayoritas di Kota Malang. Sedangkan
agama Kristen protestan. Kristen katolik, Hindu, Budha, dan Kong hu chu
mengikuti di belakangnya. Tidak menutup kemungkinan banyak pula
masyarakat Kota Malang yang menganut agama kepercayaan, agama asli
dari nenek moyang, agama jawa asli atau (kedjawen), ataupun agama yang
di hasilkan dari budaya Jawa itu sendiri, dimana Kota Malang yang
terletak di teritorial pulau Jawa.
Awal pembentukan dan penyusunan Rancangan Undang-undang
tentang Administrasi Kependudukan terdapat hal-hal yang dinilai
melanggar hak asasi manusia warga negara dan penduduk, karena dalam
sejumlah pasal sangat terlihat nilai-nilai diskriminasi, memarjinalisasi
kelompok masyarakat minoritas, dan masyarakat di daerah terpencil yang
memiliki budaya tradisional khusus dengan kepercayaan berbeda. Misal
masyarakat miskin di daerah kumuh, yang tidak diakui administasi negara
akibatnya hak mereka sebagai warga negara akan terabaikan.
Selain itu, rancangan undang-undang ini juga akan
mendiskriminasi para penghayat kepercayaan, yang selama ini juga telah
dimarjinalkan oleh negara. Karena mereka tidak diakui dalam pencatatan
administrasi negara menurut rancangan undang-undang ini. Bukan
menjamin hak-hak mereka sebagai warga negara, rancangan undang-
undangini bahkan menjamin mereka tidak bisa mendapatkan haknya
seperti akte kelahiran dan kematian. Dicampur adukkannya administrasi
-
73
kependudukan dengan catatan sipil, dalam rancangan undang-undang ini,
menyebabkan terjadinya kerancuan.
Akibat percampuran tersebut, tidak ada jaminan bahwa pencatatan
kelahiran, kematian, dan kepindahan akan menjadi lebih mudah bagi
warga negara dan penduduk untuk mengurus semua hal tersebut.Sebelum
Undang-Undang Administrasi Kependudukan berlaku sudah banyak
terjadinya marjinalisasi. Dua hal yang saat ini masih belum dapat
diimplementasikan di masyarakat terkait penerapan Pasal 64 ayat (5)
Undang-undang No. 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi
Kependudukan. Tidak efektifnya Implementasi Undang-undang No 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan lebih di karenakan oleh
faktor struktur (structure) dan budaya masyarakat (legal culture).
Faktor struktur ini di karenakan kurang optimalnya sosialisasi yang
dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Malang ke
masyarakat. Selain itu faktor budaya masyarakat yang mengakibatkan
tidak efektifnya Implementasi Undang-undang No. 24 Tahun 2013 itu
lebih di karenakan budaya timur yang cenderung paternalistik, di dukung
budaya Jawa mengenal sungkan, ewuh pakewuh, tidak enakan, takut
menyakiti orang lain, yang menjadi sebuah dilema untuk berkata tidak.
Perlu komitmen dari Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah Kota Malang untuk melaksanakan Undang-Undang
dengan cara menetapkan peraturan yang mengatur secara rinci tentang
pelaksanaan Undang-undang Tentang Administrasi Kependudukan, agar
-
74
undang-undang tersebut dapat berlaku secara efektif. Perlunya
peningkatan sosialisasi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang
Administrasi Kependudukan kepada segenap lapisan masyarakat.
Jadi dalam hal faktor-faktor yang dikaitkan dengan teori efektivitas
dari Soerjono Soekanto yakni ada Faktor Substansi Hukum, Faktor
Struktur Hukum, Faktor Masyarakat, Faktor Sarana dan Prasarana, serta
Faktor Budaya, Efektivitas Pencantuman Kolom Agama Pada E-KTP yang
ditinjau dari Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24 Tahun 2013
tentang Administrasi Kependudukan ialah hanya memenuhi Faktor
Substansi Hukum dan Faktor Struktur Hukum saja, dimana Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil melayani pencatatan Kependudukan
sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan serta Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik saja.
Untuk Faktor Masyarakat serta Faktor Budaya, Efektivitas
Pencantuman Kolom Agama Pada E-KTP ini belum sesuai, dimana
banyak masyarakat Kota Malang yang masih belum mengerti terkait
pelaksanaan dan penerapan Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dan masih banyak
masyarakat belum mengetahui betapa urgent-nya pencantuman kolom
agama pada E-KTP ini.
Selanjutnya dalam Faktor Sarana dan Prasarana, Efektivitas
Pencantuman Kolom Agama ini belum terpenuhi, penyebabnya ialah
-
75
masih minimnya sosialisasi dari instansi Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Malang untuk terjun langsung memberi
pengetahuan, himbauan dan arahan kepada Masyarakat Kota Malang
tekait Pencantuman Kolom Agama Pada E-KTP.
B. Upaya yang di lakukan Dinas Pencatatan Sipil Kota Malang dalam
mengatasi Kendala-kendala Pencantuman Kolom Agama Pada E-KTP
Terhadap Masyarakat Penghayat Kepercayaan di Kota Malang
Dalam Pencatatan Sipil bagi masyarakat Kota Malang penganut
kepercayaan yang kolom agama pada E-KTP di kosongkan menurut Slamet
Utomo55 selaku Kepala Bidang Kependudukan di Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Malang, penerapan Pasal 64 ayat (5) Undang-undang No
24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan terkait kebijakan hukum
pada kolom agama yaitu Ada banyak masyarakat khususnya di Kota Malang
yang mengosongkon kolom agama pada E-KTP-nya, itu terjadi karena pihak
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang memberikan
kebebasan untuk mengosongkan kolom agama pada E-KTP terhadap
masyarakat Kota Malang dimana hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
64 Ayat (5) Undang-undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan.
Masyarakat yang kolom Agamanya di kosongkan apabila ingin
melangsungkan pernikahan, maka diharuskan kedua mempelai tersebut
penganut agama/keyakinan yang sama. Apabila perkawinan warga masyarakat
55Wawancara Tanggal 14 November 2016, Pada Jam 11.15 WIB
-
76
yang berbeda agama/keyakinan, maka pihak Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Malang akan menolaknya untuk di catatkan dalam
pencatatan kependudukan dan pencatatan sipil. Untuk masyarakat yang
menganut kepercayaan diluar ke enam agama yang di resmikan oleh negara
dan mengosongkan kolom agama pada E-KTP-nya maka pernikahan harus
melalui persetujuan ketua adat atau pemimpin agama/kepercayaan yang dianut
oleh kedua mempelai lalu kemudian di daftarkan ke Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil.
Apabila ada masyarakat yang kolom agamanya dikosongkan akan
mengurus Akta Kelahiran atau surat berharga lainnya yang menyangkut
administrasi kependudukan dan pencatatan sipil maka pihak Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang akan menolaknya. Bisa
dikatakan itu adalah konsekuensi bagi masyarakat yang kolom agama pada E-
KTP-nya dikosongkan. Dikarenakan untuk pencatatan sipil khususnya Akta
Kelahiran tidak di perbolehkan mengosongi kolom agama, kecuali dalam Kartu
Keluarga dimana masyarakat yang menganut agama/kepercayaan di luar ke
enam agama yang diresmikan oleh negara, maka harus memilih kolom nomor
7 (tujuh) yang berisi perihal “Penghayat Kepercayaan” pada saat pendaftaran
kartu keluarga.
Ketika masyarakat mengosongkan kolom agama pada E-KTP-nya
maka harus menerima konsekuensi yakni kesulitan dalam kepengurusan
Administrasi Kependudukan di kemudian hari, karena ini bisa mengakibatkan
-
77
data yang tidak konsisten dalam pencatatan administrasi kependudukan
lainnya.
Dalam hal ini Slamet Utomo juga memaparkan bahwa kolom agama
sangat di perlukan sebenarnya menyangkut setiap individu manusia yang pada
dasarnya menganut agama dan meyakini Tuhan dimana agama tersebut sebagai
identitas penting sebagai pedoman bagi setiap manusia dan menjadi acuan
penting untuk pencatatan Administrasi Kependudukan sebagai masyarakat
yang patuh terhadap Hukum dan Undang-Undang, Khususnya Undang-undang
No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Selain itu, kolom agama lebih banyak fungsi kelebihan dari pada
kelemahannya. Selama kolom data-data E-KTP ini khususnya di gunakan
dengan baik maka tindakan diskriminasi dan sentimen terhadap
agama/keyakinan di luar ke-enam agama yang diakui oleh negara tidak akan
terjadi dan bahkan bisa di minimalisir.
Selain itu Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang
hanya menerima pendaftaran perkawinan yang antara kedua mempelai
mempunyai agama dan kepercayaan yang sama. Maka dari itu banyak
masyarakat penganut kepercayaan yang mengosongi kolom agama pada E-
KTP-nya kerap kali mendapat kesulitan dalam pencatatan kependudukan.
Pasal 64 Ayat (5) Undang-undang No 24 Tahun 2013 dalam praktek di
instansi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tidaklah selaras dengan apa
yang diharapkan. Di karenakan dalam kepengurusan pencatatan penduduk,
kolom agama pada E-KTP sangatlah diperlukan dan bersifat penting. Karena
-
78
kolom agama ini akan sangat di perlukan dalam berbagai aspek dalam
pencatatan kependudukan yang lainnya. Meskipun dalam praktek Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil tetap melayani namun di satu sisi,
masyarakat yang mengosongkan kolom agama pada E-KTP akan
mendapatkan kesulitan karena memang kesulitan itu sudah menjadi resiko
bagi masyarakat yang mengsongi kolom agamanya pada E-KTP.
Masyarakat Kota Malang penganut kepercayaan yang tidak
mencantumkan kolom agama pada E-KTP dalam kesehariannya di lingkungan
masyarakat mendapat kendala-kendala dalam lingkungan masyarakat di
sekitarnya. Berikut adalah hasil pemamparan dan penjelasan oleh Wahyu
Widayat56, selaku pimpinan Forum Komunikasi Budaya Nusantara, dimana
Wahyu Widayat ini adalah pimpinan dari Forum Komunikasi Budaya Jawa
wilayah Kota Malang yang memfasilitasi apresiasi masyarakat penganut
agama kepercayaan di Kota Malang. Wahyu menjelaskan bahwa di Kota
Malang ada banyak berbagai aliran Kepercayaan yang lahir dari budaya di
tanah Jawa itu sendiri. Tetapi adapula yang menganut agama resmi yang di
resmikan oleh negara, namun dalam cara beribadahnya juga di sertai ritual
kebudayaan. Seperti contohnya Islam Kedjawen, Islam Sunan Kalijogo dan
sebagainya.
Dijelaskan pula bahwa masyarakat yang mengosongkan kolom agama
ini sering menerima diskriminasi dari masyrakat serta di jauhi oleh masyarakat
yang menganut agama dan kepercayaan mayoritas dalam suatu lingkungan.
56 Wawancara tanggal 29 November 2016. Jam 16.15 WIB
-
79
Adapula masyarakat yang menganut kepercayaan Dharma Bhakti dan Sapto
Darmo mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dari masyarakat ketika
individu penganut kepercayaan dan mengkosongkan kolom agama di E-KTP
itu meninggal, itu semua terjadi karena masyarakat bingung dan tidak tahu
bagaimana cara mengurus jenazahnya. Itu adalah termasuk resiko besar
kepada masyarakat yang menganut kepercayaan serta mengosongkan kolom
agama pada E-KTP-nya.
Dalam hal pernikahan, meskipun negara memfasilitasi pernikahan
masyarakat penganut kepercayaan dengan cara mendapat surat perkawinan
dari pemangku adat penganut kepercayaan yang kemudian di daftarkan ke
pencatatan kependudukan, namun dalam hal konteks realita dalam masyarakat
banyak yang menolak untuk menikahkan mempelai yang menganut agama
kepercayaan bahkan Soemardiono dan Pakde Gigih, nama ketua penganut
kepercayaan Dharma Bhakti dan Sapto Darmo itupun menolak untuk
menikahkan masyarakat yang menganut kepercayaan dan kolom agama pada
E-KTP tidak dicantumkan. Selain itu masyarakat penganut kepercayaan
tersebut tidak mempunyai aturan yang kuat dalam hal Perkawinan.
Konsekuensi yang harus diterima oleh masyarakat penganut
kepercayaan yang mengosongi kolom agama pada E-KTP-nya yakni
mendapat penolakan ketika suatu saat akan mengurusi surat penting
kependudukan seperti halnya Akta Kelahiran Anak, Kartu Keluarga, dan
surat-surat berharga dalam kependudukan lainnya. Ini di karenakan pihak dari
dinas pencatatan sipil hanya memberi kebebasan untuk mengosongi kolom
-
80
agama pada E-KTP bagi masyarakat penganut kepercayaan sesuai dengan
pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 Administrasi
Kependudukan.
Namun dalam pelayanan publik lainnya bisa saja masyarakat yang
mengosongi kolom agama pada E-KTP-nya kerap mendapat kesulitan di
kemudian hari. Seperti halnya dalam pendaftaran perkawinan, pihak Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil hanya menerima pendaftaran pernikahan
dari masyarakat yang beragama sesuai dengan ke-enam agama yang di
resmikan oleh negara. Selain dari ke-enam agama resmi itu harus dilaksanakan
melalui pemangku kepercayaan di tempat masyarakat yang akan
melangsungkan pernikahan tersebut.
Setelah mendapat persetujuan dari pemangku agama, lalu akan
mendapatkan surat resmi oleh pemangku agama yang akan di daftarkan ke
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Jika tidak ada surat resmi dari
pemangku agama, maka masyarakat yang menganut kepercayaan itu akan di
tolak dalam pendaftaran perkawinan di buku Pencatatan Kependudukan.
Kendala selanjutnya ialah dalam keturunannya, kepada anak-anak
keturunan penganut agama kepercayaan itu sendiri akan mendapatkan kendala
dalam hal pendidikan. Seperti halnya dalam pelajaran di sekolah, jika anak-
anak yang menganut agama resmi oleh pemerintah akan mendapatkan mata
pelajaran yang sesuai dengan agamanya masing-masing. Beda hal-nya dengan
anak-anak yang dari keturunan masyarakat penganut kepercayaan akan
mendapatkan kesulitan dalam mata pelajaran agama, atau memilih ikut mata
-
81
pelajaran agama lain, atau bahkan tidak mengikuti mata pelajaran agama itu
sendiri. Ini menjadi polemik juga bagi pendidikan untuk masyarakat penganut
kepercayaan, khususnya dalam hal mata pelajaran agama.
Setelah itu dalam pembagian waris juga hanya bisa di laksanakan
menggunakan hukum waris yang berasal dari hukum positif negara ataupun
pembagian waris secara adat. Tidak bisa pembagian waris menurut
kepercayaan yang dianut oleh masyarakat itu sendiri sebab dalam pembagian
waris ajaran kepercayaannya tidak ada yang mengatur hal tersebut.
Diskriminasi akan di dapatkan oleh masyarakat penganut kepercayaan
dan yang mengkosongkan kolom agama pada E-KTP-nya banyak di tolak oleh
kantor, perusahaan, hingga instansi negara. Karena dalam hal rekruitmen
pekerja, akan di periksa agama di E-KTP bagi masyarakat yang melamar
pekerjaan. Banyak beranggapan bahwa pimpinan dalam suatu kantor, ataupun
instansi melihat agama adalah sebagai tolok ukur kepribadian calon pekerja
baru yang akan masuk dalam kantor ataupun instansi itu sendiri.
Data nama-nama aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kota
Malang yang mengosongkan kolom agama pada E-KTP yakni sebagai berikut:
Tabel Data Penganut Aliran Kepercayaan di Kota Malang
No. Nama Kepercayaan Anggota Alamat No. Telepon
1 Kepribaden Pengurus:
Edi Sutrisno, SH
Anggota:
1. Priyo Budoyo
2. R. Sunardi SW
3. Mujiam (Sekertaris 1)
Jl. IP Sutowo
Kalianyar RT. 03
081333320658
-
085334620073
08173890474
-
82
4. Narti
(Sekertaris 2)
5. Muji Rahayu
(Bendahara)
6. Syaful
(Urusan Umum)
RW.06 Sidodadi
Malang
-
-
0341-752549
2. Sasmita Aji 1. Sarmudya Prijambada
(Ketua)
2. Nopemya Lim (Sekertaris
1)
3. Tupam (Sekertaris 2)
4. Luluk Sri Rahayu
(Bendahara 1)
5. Subagyo HS (Bendahara
2)
6. Vico Mander (Urusan
Umum)
Gadang 10B No. 29
RT.07 RW.05
085755741017
3. Perwathin 1. Dharman (Ketua)
2. NY. Gatot S (Sekertaris)
3. Umi Masito (Bendahara)
4. Bambang (Urusan
Umum)
Jl. KH, Hasyim
Ashari IV/B 63
081931875657
4. Budi Lestari
Adjining Djiwo
1. Fadilah Hedi (Pengurus)
2. Syaifi Cholid (Sekertaris)
3. Agus Prayitno
(Bendahara)
Jl. Pisang Candi
Barat No. 82
Malang
0341-588104
-
83
5. Wilujeng 1. Sugeng Trimanto (Ketua)
2. Heru Susilo (Sekertaris
1)
3. Sunyoto (Sekertaris 2)
4. Sri Suhayani (Bendahara
1)
5. Priambodo (Bndahara 2)
6. Burhan (Urusan Umum)
7. Ninuk
8. Nicholas Saputra
9. Mulyaningsih
10. Dewi Kristina
Jl. Kedawung VIII-
B No.5 Malang
Bandulan Gg. IV
B2/20
0341-471942
6. Jendro Hayuning
Widodo Tunggal
1. Sudarsono (Ketua)
2. Indi Wawan (Sekertaris)
3. Lik Suswati (Bendahara)
4. Sumarto
(Urusan Umum)
Gribik IV RT.03
RW.05 Kel.
Madyopuro
081216704879
7. Paguyuban Darma
Bakti
1. Hadi Suyono (Pengurus)
2. Ngatemi (Ketua)
3. Nur Arifin (Sekertaris 1)
4. Gunawan (Sekertaris 2)
5. Sutiono
(Bendahara 1)
6. Sumarto (Bendahara 2)
7. Suparman
(Urusan Umum)
Jl. Breng Raya IIN
No. 564 RT.11
RW.08 Malang
Jl. Srigading
Tembalangan Kota
Malang
085233458953
081216704879
-
84
8. Pasinaon Kawruh
Jiwo
1. A. Prijono (Ketua)
2. Herman Kusnadi
(Sekertaris 1)
3. Harianto (Sekertaris 2)
4. Hartono (Bendahara)
Candi Mendut
Selatan 27 Malang
0341-495030
9. Naluri Budaya
Luhur
1. Muji Suko Slamet
(Ketua)
2. Samin (Sekertaris 1)
3. Said Punul Sasmito
4. Rifai
(Sekertaris 2)
5. Indah Trianingsih
(Bendahara 1)
6. Suwono (Bendahara 2)
7. Zaenal Arifin (Urusan
Umum)
8. Prijo Budojo (Urusan
Umum)
Jl. Kolonel Sugiono
1 No. 2
0341-369731
10. Kawruh Batin Tulis
Tanpa Papan
Kasunyata
1. Drs. Soemardjono, SH
(Ket. HPK Kota Malang
Jl. Cumi-cumi No. 4
Tanjung Sekar
Malang
081252330075
11. Sujud Nembah
Bekti
1. Kasnari (Sekertaris HPK
Kota Malang)
2. Kamid
Jl. Polowijen Gg.II
No. 386 A Malang
Jl. Teluk Pelabuhan
Ratu No. 322
Malang
081555851112
12. Perjalanan 1.Yarmanu Klayatan Gg. 14
Kmantrean RW.13
-
85
Bandung Rejosari
Malang
13. Persatuan Warga
Theosofi Indonesia
(Perwati)
1. Drs. Widyatmoko, MM Dusun Parelegi
RT.02 RW.09
Purwodadi
14 Sastro Jondro
Cokro Ningrat
1. Karni Jl. Pisang Candi No.
32 Malang
087859588877
15. Forum Komunikasi
Budaya Nusantara
1. Drs. Wahyu Hidayat, SH Perum. Taman Janti
G-1 RT.12 RW.07
Malang
081334999234
16. Pirukunan Purwa
Ayu Mardi Utama
1. Sugianto, M.Pd Jl. Hamid Rusdi
Gg.1 No. 46B
Malang
081233332824
17. Perkumpulan
Persaudaraan
Kejiwaan Susila
Budhi Dharma
1. Gatut Hermanu Perum. Permata
Jingga C.26/2
Malang
0341-492065
18. Sapto Dharmo 1. M. Djayusman Jl. Brigjen Slamet
Riadi I/834 Malang
0341-344580
19. Hardo Pusoro 1. Pitajanto Jl. Kol. Sugiono
No. Sugiono No.
3/24 Malang
081334294915
20. Arya Naga
Sylendra
1. Kresna Soesamto
2. Vano Zinconera Valiant
Jl. Urip Sumoharjo
G-16 Malang
Jl. Papa Ungu No.
36 Malang
087859735443
21. Padepokan
Suroloyo
1. Deni Luqman
Puri Kartika Asri H-
7 Arjowinangun
Malang
-
86
2. Taufani Chandra Sukma
T
3. Nur Wachidin Fuad
Chariri
4. Prama Pratyaksa
Puri Kartika Asri H-
7 Arjowinangun
Malang
Jl. Candi Telaga
Wangi No.19
Mojolangu Malang
Jl. Sigura-gura
*Sumber Data di Peroleh Dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah
Kota Malang Tahun 2016
Tabel diatas menunjukkan bahwa di Kota Malang terdapat masyarakat
yang menganut kepercayaan. Dalam jumlahnya, penganut kepercayaan di
Kota Malang Tidak terlalu banyak sebenarnya. Hanya saja apabila
Pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Malang tidak memperhatikan dan
memperdulikan masyarakat penganut kepercayaan ini sebagaimana
Pemerintah Kota Malang memperlakukan masyarakat yang beragama
mayoritas, maka bisa saja akan menimbulkan Diskriminasi. Diskriminasi ini
akan berdampak di kucilkannya Masyarakat Penganut Kepercayaan sebagai
kelompok minoritas di Kota Malang oleh masyarakat penganut agama
nayoritas lainnya bahkan diskriminasi dalam penerapan hukum dalam
masyarakat.
-
87
*Foto E-KTP salah satu masyarakat penganut/penghayat kepercayaan di Kota Malang
Hasil Wawancara dengan 57Romo Yudho, nama panggilan dari
sesepuh penghayat kepercayaan Wawerah Agesang yang tidak
mencantumkan kolom agama pada E-KTP ialah, bahwa sebenarnya negara
tidak berhak dan tidak ada relevansi dengan urusan Agama penduduknya,
Romo Yudho juga menjelaskan bahwa hanya dua negara di dunia ini yang
mempunya Kementrian Agama yakni Indonesia dan Saudi Arabia, jika di
Saudi Arabia sangat wajar jika terdapat Menteri Agama dikarenakan dalam
negara tersebut hampir keseluruhan penduduk menganut agama Islam,
sedangkan Indonesia yang terdiri dari beberapa agama dan kepercayaan juga
57 Wawancara Tanggal 13 Januari Jam 19.15 WIB
-
88
terdapat Menteri Agama, jika di lihat dari sila pertama Pancasila sudah
dijelaskan bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa”, bukan Agama. Berarti
negara ini seharusnya memaklumi segala bentuk kepercayaan dan agama
yang menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, apapun itu nama
kepercayaan dan agamanya. Seharusnya pemerintah lebih fokus tehadap
Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
“(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
Pasal tersebut merupakan dasar dari kebebasan beragama dan
menganut kepercayaan di negara ini. Perlu diketahui, agama dan keyakinan
itu berbeda pada dasarnya yakni Agama merupakan suatu sistem ibadah yang
terorganisasi atau teratur. Agama mempunyai keyakinan sentral, ritual, dan
praktik yang biasanya berhubungan dengan kematian, perkawinan dan
keselamatan/penyelamatan (salvation). Agama mempunyai aturan-aturan
tertentu yang dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari yang memberikan
kepuasan bagi yang menjalankannya. Perkembangan keagamaan individu
merujuk pada penerimaan keyakinan, nilai, aturan, dan ritual tertentu.
Sedangkan Keyakinan adalah Mempunyai kepercayaan atau keyakinan
berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau
-
89
seseorang. Secara umum keyakinan merupakan tempat seseorang melihat
dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan secara menyeluruh.
Selanjutnya Romo Yudho mengatakan terdapat pada Peraturan
Pemerintah No. 37 Tahun 2007 Pasal 1 Angka (18) dan (19) menjadi salah
satu dasar kedua dari kebebasan beragama dan kebebasan penghayat
kepercayaan, dimana pasal tersebut berbunyi:
“18. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah
pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan
dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi
luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.
19. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
selanjutnya disebut Penghayat Kepercayaan adalah setiap orang yang
mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.”
Alasan Romo Yudho mengosongkan kolom agama pada E-KTP yakni
semenjak di sahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan yang berlaku mulai sejak Januari 2007 pada saat
itulah Romo Yudho mendaftarkan identitas pada E-KTP dan Kartu Keluarga
untuk tidak mencantumkan nama agama atau di kosongi dengan memberi
tanda (-) pada KK dan E-KTP. Sebagai Warga Negara Indonesia yang baik,
Romo Yudho harus patuh dan melaksanakan Undang-Undang yang berlaku
dimana negara memberi fasilitas pada Penghayat Kepercayaan untuk tidak
-
90
mencantumkan kolom agamanya pada E-KTP maka dengan hal itu Romo
Yudho sebagai penganut/penghayat kepercayaan harus mematuhi Undang-
Undang No. 23 Tahun 2006 yang sekarang berganti Undang-Undang No. 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan tidak
mencantumkan kolom agama pada E-KTP.
Terkait kepengurusan Pernikahan terhadap para penghayat
kepercayaan sudah diatur pada Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2007
yang terdapat pada Bab 10 Pasal 81-83 yang berbunyi:
“Pasal 81
(1) Perkawinan Penghayat Kepercayaan dilakukan di hadapan Pemuka
Penghayat Kepercayaan.
(2) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan, untuk
mengisi dan menandatangani surat perkawinan Penghayat Kepercayaan.
(3) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
didaftar pada kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina
organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 82
Peristiwa perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2) wajib
dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling
lambat 60 (enam puluh) hari dengan menyerahkan:
a. surat perkawinan Penghayat Kepercayaan;
b. fotokopi KTP;
c. pas foto suami dan istri;
d. akta kelahiran; dan
e. paspor suami dan/atau istri bagi orang asing.
-
91
Pasal 83
(1) Pejabat Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana mencatat
perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dengan tata cara:
a. menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan
suami istri;
b. melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang tercantum
dalam formulir pencatatan perkawinan; dan
c. mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan
akta perkawinan Penghayat Kepercayaan.
(2) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf C
diberikan kepada masing-masing suami dan istri.”
Selanjutnya peraturan terkait perkawinan Penghayat Kepercayaan
diatur pula dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang berbunyi:
“Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
Adapun kendala dan kesulitan yang pernah dialami oleh Romo Yudho
sebagai penghayat kepercayaan yangtidak mencantumkan kolom agama pada
E-KTP yakni:
1. Jika tidak mencantumkan kolom agama pada E-KTP, maka dianggap
sebagai Atheis atau bahkan dianggap Komunis.
2. Diskriminasi sering di dapat dalam Pekerjaan, pendaftaran masuk Sekolah,
lamaran pekerjaan dan lainnya.
-
92
3. Hampir dalam semua bagian dalam masyarakat akan mendeskriminasi
penganut kepercayaan, apalagi sampai tidak mencantumkan kolom agama
pada E-KTP.
4. Banyak pejabat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang tidak
memahami Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang
Administrasi Kependudukan, bahwasanya pasal tersebut memperbolehkan
pengosongan kolom agama pada E-KTP bagi penganut kepercayaan. Akan
tetapi dengan tidak mengertinya pejabat Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil terkait Pasal tersebut, maka banyak penghayat
kepercayaan yang dipaksa untuk memilih salah satu dari enam agama
resmi untuk dicantumkan pada E-KTP maupun Kartu Keluarga. Itu adalah
bentuk pelanggaran HAM dari Pasal 28E Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Banyak masyarakat yang belum mengerti terkait Pasal 61 dan Pasal 64
Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan,
sehingga menimbulkan banyak diskriminasi di lingkungan masyarakat
kepada penghayat kepercayaan.
6. Kesulitan selanjutnya ini ialah terkait Pemakaman Jenazah Penganut
Kepercayaan ini ketika meninggal. Pasalnya masyarakat banyak menolak
untuk menerima pemakaman jenazah penghayat kepercayaan di Tempat
Pemakaman Umum di suatu desa, kampung, atau kota.
Pasal 61 ayat (4) terkait Kartu Keluarga juga adalah salah satu
dokumen yang mengharuskan data pada E-KTP haruslah sesuai dengan data
-
93
pada Kartu Keluarga tersebut. Apabila menginginkan kolom agama pada E-
KTP di kosongkan, maka pada kolom agama di Kartu Keluarga haruslah
dikosongkan juga kolom agamanya.
Terkait prosedur pengosongan kolom agama pada E-KTP ini, Romo
Yudho menjelaskan bahwa Perpindahan Agama dari Agama Mayoritas ke
Penghayat Kepercayaan yang selanjutnya tidak mencantumkan Kolom
Agama pada E-KTP, cukup dengan surat Pernyataan yang di tanda tangani
Ketua Paguyuban Penghayat Kepercayaan tersebut lalu kemudian langsung
di daftarkan ke Kecamatan setempat ataupun bisa Langsung ke Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.
Maka dari itu, Pemerintah Kota Malang dan Instansi terkait yang
bergerak di bidang pemerhati masyarakat Penganut Kepercayaan ini seperti
halnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Malang harus
memberi ruang untuk masyarakat penganut kepercayaan ini agar tidak
mendapatkan Diskriminasi dari kelompok masyarakat penganut agama
mayoritas. Dalam Pencatatan Sipil dan Administrasi Kependudukan, pihak
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil harus lebih gencar memberi
pengetahuan secara langsung terhadap masyarakat Kota Malang terkait
penerapan Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang
Administrasi Kependudukan agar masyarakat mengetahui pentingnya kolom
agama pada E-KTP bahkan agar masyarakat Penganut Kepercayaan ini tidak
secara terpaksa mencantumkan Kolom Agama dengan memilih salah satu
-
94
agama yang diakui oleh Pemerintah, padahal masyarakat tersebut adalah
penganut kepercayaan dan terhindar dari segala bentuk Diskriminasi.
Disitulah dapat terpenuhi salah satu faktor Efektivitas Hukum dari
penerapan Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 tentang
Administrasi Kependudukan. Apabila Pemerintah, khususnya Pemerintah
Kota Malang secara sigap dan tanggap memberikan Pengetahuan dan
menangani permasalahan Pencantuman Kolom Agama pada E-KTP, maka
sudah jelas Faktor Masyarakat serta Faktor Sarana dan Prasarana dari
Efektivitas Hukum Penerapan Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No. 24
Tahun2013 tentang Administrasi Kependudukan dapat dikatakan efektif dan
dapat berjalan dengan baik.
Dari banyak Nama Masyarakat Penganut Kepercayaan dalam tabel
diatas, Penulis hanya mendapatkan sampel wawancara dari salah satu nama
tersebut, yakni Bapak Wahyu Widayat, beliau sebagai ketua pemerhati dari
Forum Komunikasi Budaya Nusantara yang menaungi forum masyarakat
penganut kepercayan di wilayah Kota Malang. Tidak semua nama di tabel
tersebut bersedia untuk di wawancara dengan alasan, karena Kepercayaan
yang mereka anut adalah bentuk privasi dari masyarakat itu sendiri, dan
adapula di karenakan komunikasi yang begitu sulit untuk melakukan
wawancara dengan masyarakat Penganut Kepercayaan itu sendiri.
Selanjutnya untuk urusan pencantuman agama pada E-KTP ini adalah
sangat penting dikarenakan agama adalah fundamental yang paling dasar bagi
setiap pribadi masyarakat di Indonesia. Dimana negara harus menyesuaikan
-
95
antara undang-undang dan praktek langsung di masyarakat. Jikapun
pemerintah memberikan ruang bebas bagi masyarakat untuk menganut
kepercayaan, maka pemerintah harus memfasilitasi dalam aspek apapun. Baik
itu dalam hal pekerjaan, pendidikan, pernikahan, hingga dalam hal untuk
menghindari diskriminasi terhadap masyarakat penganut kepercayaan itu
sendiri.
Jadi jika dikaitkan dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2013 Tentang
Administrasi Kependudukan dijelaskan dalam pasal 64 ayat (5) yang berbunyi
“Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayatkepercayaan
tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan”,
memberikan kebebasan untuk tidak mencantumkan kolom agama atau
memberi tanda (-) pada kolom agama bagi masyarakat penganut agama
kepercayaan diluar dari ke-enam agama yang di resmikan saat ini oleh
Pemerintah. Dalam praktek pencatatan kependudukan Pasal 64 ayat (5)
undang-undang Administrasi Kependudukan tersebut dalam penerapannya
terlaksana dengan baik.
Kebebasan Beragama yang tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” menjadi
fundamental dasar hukum kebebasan beragama di Indonesia, dimana negara
-
96
memberikan kebebesan bagi masyarakat penganut kepercayaan untuk tidak
mencantumkan nama agama/kepercayaannya pada E-KTP (sesuai dengan
Pasal 64 Ayat (5) Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi
Kependudukan) jika agama/kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tersebut
diluar dari ke-enam agama yang di resmikan oleh pemerintah.
Menurut Slamet Utomo58, Kepala Bidang Kependudukan Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang, Kedua Pasal itu yang
menjadi acuan dalam penanganan Pencatatan Administrasi Kependudukan
oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang, bahwasanya
pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai instansi pelayanan
publik dalam hal pencatatan kependudukan memberikan kebebasan bagi
masyarakat Kota Malang itu sendiri dalam mencantumkan ataupun tidak
mencantumkan kolom agama pada E-KTP-nya, apabila masyarakat tersebut
penganut agama kepercayaan yang dimana agama/kepercayaan tersebut bukan
agama resmi dari pemerintah.
Tidak ada paksaan dalam pencantuman agama pada kolom agama,
biasanya dalam pencatatan sipil dan pendaftaran kependudukan, masyarakat
penganut agama kepercayaan mengisi pada kolom “Lain-lain” pada bagian
agama. Pembuatan KTP untuk Masyarakat Miskin dan Terpencil, Bagi
penduduk miskin, beberapa organisasi masyarakat, Komnas HAM dan
Komnas Perempuan juga menggaris bawahi pentingnya memberikan perhatian
pada kelompok masyarakat adat yang kerap jauh dari jangkauan pemerintah.
58Wawancara Tanggal 14 November 2016, Pada Jam 11.15 WIB
-
97
Dalam pembuatan KTP, perhatian khusus perlu diberikan pada kelompok
penganut agama dan kepercayaan yang tidak disebut dan diakui oleh aturan
hukum negara. Penganut kepercayaan akan menjadi kelompok rentan
diskriminasi mengingat aturan hukum terkait KTP tidak mengijinkan mereka
menuliskan aliran kepercayaan yang mereka anut di dalam KTP
Selanjutnya Pencatatan perkawinan bagi penduduk yang beragama
Islam dilakukan oleh Kantor Urusan Agama sesuai ketentuan peraturan yang
berlaku, sedangkan untuk perkawinan bagi penduduk yang bukan beragama
Islam dan Penganut Kepercayaan dilakukan oleh pemuka agama menurut
agama dan kepercayaannya dan dicatat pada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota di tempat domisili penduduk..
Dalam hal Pencatatan perceraian dan pendataan hasil pencatatan
perceraian bagi penduduk yang perkawinannya berdasarkan agama Islam
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan bagi penduduk yang bukan beragama Islam dan Penganut
Kepercayaan dilakukan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Kebijakan negara terhadap kelompok agama di Indonesia merupakan
fenomena yang sangat unik. Ada banyak etnis, agama dan aliran kepercayaan
di Indonesia. Para pemimpin bangsa menyepakati Pancasila, yang berarti lima
dasar, serta UUD 1945 sebagai fundamen berbangsa dan bernegara. Prinsip
pertama dalam Pancasila menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dasar
itu dengan eksplisit menyebut bahwa bangsa Indonesia memiliki dasar moral
-
98
sebagai prinsip berbangsa (relijius), tetapi prinsip itu sama sekali tidak
diderivasi dari salah satu keyakinan keagamaan (sekuler).
Dalam perkembangannya, dasar negara yang bukan agama maupun
sekuler itu menemui banyak hambatan. Salah satu penyebabnya ialah peran
negara yang masuk dalam urusan-urusan keagamaan. Posisi ini rawan
memunculkan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Salah satu
pelanggaran yang muncul adalah terabaikannya hak-hak sipil dari penganut
aliran kepercayaan. Alasan yang menjadi sebab dari hal tersebut adalah karena
apa yang dimaksud agama tidak terumuskan dengan baik.
Akibatnya, negara hanya memberikan jaminan dan bantuan kepada
agama-agama tertentu. Secara formal, eksistensi aliran kepercayaan di
Indonesia, diatur dalam beberapa regulasi, meliputi:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 menyatakan bahwa “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan
beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.” Kata “kepercayaan”
dalam pasal ini, diusulkan oleh Mr. Wongsonegoro dalam sidang BPUKPI
agar merujuk pada Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN yang menegaskan
bahwa Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan merupakan
agama.
3. Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tentang Kebijakan
Mengenai Aliran-Aliran Kepercayaan. Dalam instruksi ini, Departemen
Agama tidak lagi mengurusi masalah aliran kepercayaan karena merujuk
-
99
pada Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang GBHN yang
menyebutkan bahwa Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan
merupakan agama, sehingga pembinaannya dibawah naungan Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata.
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi dan
Kependudukan memberi kebebasan untuk tidak mencantumkan agama
pada kolom E-KTP untuk masyarakat penganut aliran kepercayaan dan
agama yang tidak termasuk dalam ke-enam agama yang diresmikan oleh
negara.
Aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu
lembaga peribadatan atau karya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam
menghayati dan mengamalkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, demi
kesempurnaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan lahir dan batin manusia di
dunia dan akhirat. Proses kesatuan (penunggalan) ini dapat dilakukan menurut
tingkat ilmu, akal dan imannya masing-masing, yaitu dengan suatu dimensi
karya kebaktian menurut kesusilaan (kebatinan), budi luhur (kejiwaan), dan
karya kebaktian yang bersifat kesemestaan (kerohanian atau kesukmaan).
Di dalam perkembangannya, agama asli ini disebut sebagai aliran
kepercayaan atau aliran kebatinan. Di Indonesia, kehadiran sebuah agama
memang bisa dilacak ketika sebuah masyarakat eksis. Agama eksis bertepatan
saat ada sebuah komunitas yang eksis pula. Masyarakat yang dikatakan primitif
sekalipun, harus diakui bahwa mereka bukanlah kumpulan individu yang hidup
tanpa sebuah kepercayaan. Pertanyaannya kemudian, kapankah muncul aliran
-
100
kepercayaan/kebatinan? Golongan kepercayaan ataupun kebatinan
mengatakan bahwa kepercayaan/kebatinan sudah lahir sejak waktu yang lama,
yakni mulai dari jaman nenek moyang berupa animisme/dinamisme, Hindu/
Buddha, sampai dengan zaman Islam.
Bahkan, penganut kepercayaan mengatakan bahwa pada dasarnya
sejak peradaban kuno sebelum Hindu masuk ke bumi Republik Indonesia,
bangsa Indonesia sudah menganut satu kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, yang berarti menganut paham monotheisme bukan polytheisme.
Dalam wilayah Kota Malang jumlah masyarakat penganut
kepercayaan yang tidak mencantumkan kolom agama pada E-KTP bisa
dikatakan tidak banyak. Dari hasil Rekapitulasi Jumlah Penduduk Menurut
Agama Di Kota Malang yang di keluarkan oleh Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil hingga bulan Oktober lalu jumlah masyarakat penganut
kepercayaan yang tidak mencantumkan kolom agama pada E-KTP-nya
berjumlah 104 Orang yang terbagi dalam 5 Kecamatan.
Sedangkan menurut data yang di terbitkan oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Pemerintah Kota Malang, untuk kepercayaan yang terdapat di
Kota Malang berjumlah 21 kepercayaan. Meskipun dalam prakteknya dalam
pencatatan kependudukan tetap diperbolehkan dan tetap dilayani oleh instansi
terkait, namun dalam praktek keseharian dalam lingkungan masyarakat
biasanya penganut kepercayaan yang di kosongkan kolom agama pada E-KTP-
nya ini kerap mendapatkan kesulitan dalam berbagai urusan seperti halnya
-
101
dalam kepengurusan jenazah, pembagian harta waris, pernikahan, dan lain-
lain.
Seperti halnya pada masyarakat penganut kepercayaan yang
dikosongkan kolom agama pada E-KTP-nya ketika meninggal dunia akan
mendapatkan kesulitan dalam proses pengurusan jenazahnya. Masyarakat
beragama mayoritas kerap mendapatkan kesulitan dalam kepengurusan
jenazah penganut kepercayaan yang di kosongkan kolom agamanya pada E-
KTP. Karena tidak ada penjelasan dalam ajaran kepercayaan terkait
kepengurusan jenazah penganut kepercayaan yang tidak mencantumkan kolom
agama pada E-KTP maka masyarakat di sekitarnya harus mencari tau silsilah
keluarga jenazah tersebut untuk mengetahui agama orang tuanya ataupun
keluarganya yang lain.
Analisa terkait Upaya yang dilakukan Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kota Malang, meskipun dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Pasal 29 ayat (2) dan Undang-undang No 24 Tahun 2013
pasal 64 tentang Administrasi Kependudukan secara gamblang memberikan
kebebasan untuk memilih keyakinan dan memperbolehkan tidak
mencantumkan agama pada E-KTP jika agama/kepercayaan yang dianut tidak
termasuk dalam ke-6 agama resmi, adapun kendala yang bersifat pribadi dalam
lingkungan masyarakat kerap kali harus di terima oleh penganut kepercayaan
yang mengosongi kolom agama pada E-KTP-nya sebagai konsekuensinya.
Sesungguhnya negara telah memberikan pengakuan hukum khusus
untuk penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai
-
102
piranti hukum. Diantaranya Undang-Undang No, 24 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan, dan didukung peraturan bersama Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata dan Menteri Dalam Negeri No. 43 dan No. 41 Tahun 2009 Tentang
Pedoman pelayanan kepada penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Persoalan-persoalan tersebut akan mengemuka di Sarasehan kali ini
yang bertujuan untuk menyusun langkah-langkah kongkrit dalam upaya untuk
meningkatkan peran Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dalam kerangka nilai-nilai luhur, pembangunan karakter dan penguatan jati diri
bangsa.