bab iii pandangan imam al ghazali tentang...

27
34 BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG IBADAH PUASA A. Biografi Imam al Ghazali 1. Sejarah hidup Imam al Ghazali Al Ghazali nama lengkapnya ialah ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺣﺎﻣﺪ اﺑﻮ ﻓﺎﻻﻣﺎم اﻟﻐﺰاﻟﻰ ﻣﺤﻤﺪ1 artinya abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al Ghazali atau lebih lengkap lagi ﺣﺎﻣﺪ اﺑﻮ اﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ اﻟﻐﺰاﻟﻰ اﻟﻄﻮﺳﻲ اﻻﺳﻼم ﺣﺠﺔ2 artinya Muhammad bin Muhammad bin Abu Hamid al Thusi Hujjah al Islam. Perbedaan ejaan apakah kota nisbahnya dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan yang populer jatuh pada nama al Gazali Sebutan Gazzali dinisbatkan pada pekerjaan ayahnya sebagai pemintal wol, sedang sebutan Gazali dinisbatkan pada suatu kawasan yang disebut Gazalah. 3 Ayah dan Kakek al Ghazali bekerja sebagai pemintal wol, meskipun hidup dalam kemiskinan namun mereka ikhlas. Usai dari pekerjaannya sering menghadiri ceramah, ia selalu berdo’a kepada Allah agar dikaruniai anak yang pandai dan berilmu. Allah mengabulkan do’anya dengan dikaruniakan kepadanya dua orang anak yang kemudian menjadi dia besar yaitu Abu Hamid Muhammad, seorang pengajar agama terbesar di Abul Futuh, Majd al-Din, yang memiliki pesona dalam dakwah, katanya menimbulkan getaran pada jamaahnya. Seperti saudaranya ia juga seorang sufi. Selain dari seorang saudaranya itu al Ghazali juga memiliki beberapa saudara perempuan. 4 Akan tetapi sebelum ia menyaksikan 1 Imam al Ghazali, al Munqidz Min-adh-Dhalal, (Baerut: Libanon: al Maktabah, t.th), hlm. 1. 2 Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz I (Baerut: Libanon: Darul al Kitab al Ilmiah, t.th), hlm. 3. 3 B. Leuis, CH Pellat. J. Schach (eds), The Encyclopedis of Islam, New Edition Vol II (Heider: E. J. Brill, 1965), hlm. 1038. 4 Margeth Smith, Al Ghazali The Mystic, Terj. Amrauni, Pemikiran dan Doktrin Mistik Imam al Ghazali, Cet ke I (Jakarta: R. Cipta, 2000), hlm. 2.

Upload: truongdang

Post on 06-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

34

BAB III

PANDANGAN IMAM AL GHAZALI

TENTANG IBADAH PUASA

A. Biografi Imam al Ghazali

1. Sejarah hidup Imam al Ghazali

Al Ghazali nama lengkapnya ialah فاالمام ابو حامد محمد بن محمد بن

artinya abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin 1 محمد الغزالى

Muhammad al Ghazali atau lebih lengkap lagi محمد بن محمد بن احمد ابو حامد

حجة االسالم الطوسي الغزالى 2 artinya Muhammad bin Muhammad bin Abu

Hamid al Thusi Hujjah al Islam. Perbedaan ejaan apakah kota nisbahnya

dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan yang

populer jatuh pada nama al Gazali Sebutan Gazzali dinisbatkan pada

pekerjaan ayahnya sebagai pemintal wol, sedang sebutan Gazali

dinisbatkan pada suatu kawasan yang disebut Gazalah.3

Ayah dan Kakek al Ghazali bekerja sebagai pemintal wol,

meskipun hidup dalam kemiskinan namun mereka ikhlas. Usai dari

pekerjaannya sering menghadiri ceramah, ia selalu berdo’a kepada Allah

agar dikaruniai anak yang pandai dan berilmu. Allah mengabulkan

do’anya dengan dikaruniakan kepadanya dua orang anak yang kemudian

menjadi dia besar yaitu Abu Hamid Muhammad, seorang pengajar agama

terbesar di Abul Futuh, Majd al-Din, yang memiliki pesona dalam dakwah,

katanya menimbulkan getaran pada jamaahnya. Seperti saudaranya ia juga

seorang sufi. Selain dari seorang saudaranya itu al Ghazali juga memiliki

beberapa saudara perempuan.4 Akan tetapi sebelum ia menyaksikan

1 Imam al Ghazali, al Munqidz Min-adh-Dhalal, (Baerut: Libanon: al Maktabah, t.th),

hlm. 1. 2 Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz I (Baerut: Libanon: Darul al Kitab al Ilmiah,

t.th), hlm. 3. 3 B. Leuis, CH Pellat. J. Schach (eds), The Encyclopedis of Islam, New Edition Vol II

(Heider: E. J. Brill, 1965), hlm. 1038. 4 Margeth Smith, Al Ghazali The Mystic, Terj. Amrauni, Pemikiran dan Doktrin Mistik

Imam al Ghazali, Cet ke I (Jakarta: R. Cipta, 2000), hlm. 2.

Page 2: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

35

jawaban Allah SWT, atau do’anya, ia meninggal dunia saat putranya

masih kecil.

Ketika dia merasa ajalnya tiba, dia berwasiat kepada seorang sufi,

teman karibnya, untuk memelihara kedua anaknya yang masih kecil-kecil.

Dengan sedikit warisan yang ditinggalkan sahabatnya, sufi faqir itu

menerima wasiatnya. Setelah harta tersebut habis, sufi tersebut tak mampu

memberinya tambahan. Maka al Ghazali dan adiknya diserahkan ke

sebuah madrasah di Thus untuk memperoleh makan dan pendidikan. Di

sinilah awal mula perkembangan pemikiran dan spiritual al Ghazali yang

penuh arti sampai hayatnya.5 Di dalam Madrasah tersebut, al Ghazali

mempelajari ilmu fiqh kepada Ahmad bin Muhammad ar-Razikani dan

mempelajari ilmu tasawuf kepada Yusuf an-Nasaj, sampai usia 20 tahun.6

Selanjutnya ia melanjutkan studinya ke Jurjan, beliau mempelajari ilmu

fiqih dan bahasa arab.7 Tidak diketahui berapa lama ia belajar di Jurjan.

Kemudian ia kembali ke Thus dan menetap di sana selama tiga tahun.

Selama itu, ia mengkaji ulang hasil pelajarannya di Jurjan, sehingga dapat

dikuasainya dengan baik. Sesudah itu, berangkat ke Nisabur untuk berguru

Abu al-Ma’ali al-Juwanini (tokoh Asy’arisme yang juga rekor al-

Nizhamiyah).

Di al-Nizhamiyah ini, al Ghazali memulai langkah penting

dengan tekun belajar untuk memenuhi kehausan akan ilmu pengetahuan

yang diidam-idamkannya. Ia banyak belajar tentang ilmu fiqh, ushul fiqh,

logika dan rethorika. Bahkan al Ghazali sanggup bertukar pikiran dengan

berbagai aliran dan agama, serta menulis beberapa buku dari berbagai

cabang ilmu pengetahuan, sehingga keahliannya diakui bahkan dapat

mengimbangi kemampuan gurunya yang sangat di hormatinya.

5 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Teologi al Ghazali Pendekatan Metodologi, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar 1990), hlm. 64. 6 Drs. Zainuuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Semarang: Bumi Aksara,,

1990), hlm. 8. 7 Imam al Ghazali, Kegelisahan al Ghazali, Terj. Ahmad Khudori Sholeh, (Bandung:

Pustaka Hidayah, 1998), hlm. 7.

Page 3: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

36

Kemudian pada tahun 483 H/1090 M, ia diangkat menjadi guru

Besar di Universitas Nizhamiyah Baghdad. Tugas yang diembannya dapat

dilaksanakan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad selain mengajar

al Ghazali juga mengadakan bantahan terhadap pemikiran golongan

bathiniyah, ismailiyyah, filsafat dan lain-lainnya.8

Sebenarnya al Ghazali telah menelan seluruh paham, aliran dan

ajaran firqahnya serta filsafat. Kesemuanya menimbulkan pergolakan

dalam otaknya sendiri. Karena tidak ada yang memberikan keputusan

batinnya, sehingga ia ragu kepada kesanggupan akal untuk mengetahui

hakekat Allah SWT. Akhirnya al Ghazali mengalami krisis kejiwaan

selama enam bulan, dan berakibat fisiknya jatuh sakit. Lidahnya kejang

tidak bisa bersuara. Para dokter berusaha untuk mengobatinya, akan tetapi

tidak berhasil. Akhirnya al Ghazali menyerahkan segala persoalan jiwanya

kepada Allah SWT. dan memohon petunjuk-Nya. Kiranya Allah SWT.

mengabulkan do’anya. al Ghazali bisa sembuh dan merasa mendapatkan

kemudahan untuk bisa meninggalkan jabatan, yang merupakan hasil karier

intelektualnya selama ini. Dia merasa mudah untuk mulai memenuhi

tuntutan jiwanya selama ini, dengan harapan bisa memperoleh

pengetahuan yang menyakinkan.

Setelah memberikan keperluan hidup secukupnya kepada

keluarganya, al Ghazali meninggalkan Baghdad. Adapun tempat yang

disinggungnya adalah Syam (Siria) selama kurang lebih dua tahun. Di sini

ia melakukan uzlah (isolasi diri), khalwat (menyepi dengan ibadah),

Riyadh (melatih melawan hawa nafsu).9 Mengisi jiwanya dengan dzikir

kepada Allah SWT. sesuai dengan pengetahuan yang didapatinya sebelum

itu dengan mempelajari tulisan beberapa ahli tasawuf besar.10 Dzikir

tersebut dilakukannya terutama di Masjid Damaskus dan bait al-Maqdis.

8 Drs. Zainuddin, Op.Cit., hlm. 9. 9 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Op.Cit., hlm. 78. 10 M. Abdul Quasem, M.A., Kamil, Ph.d., Etika al-Ghazali, (Bandung: Pustaka 1988),

hlm. 8.

Page 4: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

37

Kemudian ia ibadah haji dan berziarah ke Makam Nabi Muhammad dan

ziarah ke makam Nabi Ibrahim di Bait al-Maqdis.

Pada tahun 499 H/1106 M, timbul kesadaran baru dalam dirinya

untuk keluar dari ‘uzlah dan Nawiyah (tempat khalwat sufi). Karena

dekadensi moral dan amal di kalangan umat, bahkan sampai ke kalangan

ulama dan umara. Dorongan ini diperkuat oleh permintaan Wazir Fakhr al-

Mulk (putera Nizam al-Mulk). Untuk mengajar lagi di Nizhamiyah

(Naisabar).11 Akan tetapi al Ghazali tidak lama mengajar di Naisabur ini,

diapun kembali ke Thus, tempat kelahirannya. Di sini dia membangun

Madrasah untuk mengajar sufisme dan teologi dan membangun

“laboratorium” untuk tempat praktikum para sufi di samping rumahnya.12

Pada tahun 489 H ia pergi ke Damaskus dan tinggal disitu selama

beberapa waktu. Kemudian, dari Damaskus ia pergi ke Bait Al-Maqdis,

dan mulai menulis bukunya, Al Ihya. Ia mulai berjihad melawan nafsu,

mengubah akhlak, memperbaiki watak, dan menempa hidupnya.13

Setelah mengabdikan diri untuk kepentingan ilmu pengetahuan

selama puluhan tahun dan setelah memperoleh kepuasan batin melalui

jalan sufi, ia meninggal dunia di Thus di hadapan adiknya Ahmadi

Mujahiddin pada 14 Jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111 M. al

Ghazali meninggalkan 3 anak perempuan, sedang anak laki-lakinya yang

bernama Hamid meninggal sebelum al Ghazali meninggal.

2. Sejarah Pemikiran Imam al Ghazali

Sebelum menelusuri sejarah pemikiran al Ghazali, ada baiknya

akan menelusuri situasi dan kondisi struktural maupun kultural di daerah-

daerah di mana al Ghazali tinggal dan beradaptasi.

Dari segi politik, di dunia Islam bagian Timur eksistensi Dinasti

“Abasiyyah berada di tangan para Sultan. “Dinasti Saljuk, yang didirikan

11 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Op.Cit., hlm. 79. 12 Ibid., 79-80. 13 Imam al Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Terj. Irwan Kurniawan, (Bandung:

Penerbit Mizan, 1997), hlm. 10.

Page 5: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

38

oleh Sultar Togral Bek (1037-1063), mencapai kejayaan pada masa

pemerintahan Sultan Alp Arslan (1063-1072 M) dan Sultan Malik Syah

(1072-1092), dengan wazirnya yang terkenal Nizam al-Multk (1063-1092

M).14 Pada waktu itu, di Mesir masih berdiri Khilafah Fatimiyyah.

Wilayah kekuasaannya tidak terbatas di Mesir saja, tetapi sampai ke

Afrika Utara dan Siria bahkan sebelum muncul Dinasti Saljuk pernah

beberapa bulan menguasai Baghdad. Pada tahun 472 H/1097 M.

Fathimiyyah penah berusaha merebut Siria dari Dinasti Saljuk, tetapi

gagal. Mungkin karena kegagalan inilah maka ketika Dinasti Saljuk

berjuang mati-matian dalam menghadapi gelombang tentara Salib.

Fathimiyyah bersikap diam-diam tidak mau membantu.

Situasi politik dan keamanan dalam negeri Saljuq juga tidak

stabil. Hal ini disebabkan adanya gangguan dari gerakan bawah tanah yang

berbajukan agama, yakni gerakan Bathiniyyah. Yaitu gerakan dari

sempalan sekte Syi’ah Isma’iliyyah yang terjadi di istana Fathimiyyah di

Mesir. Pusat gerakannya di Alamut di bawah kepemimpinan Hasan al-

Sabah. Dalam mensukseskan gerakannya, gerakan ini tak segan-segan

mengadakan serangkaian pembunuhan terhadap penghalangnya.

Korbannya diantaranya Nizam al-Mulk.

Dari segi sosial keagamaan, umat Islam ketika itu terpilih-pilih

dalam beberapa golongan madzhab fiqh dan ilmu kalam, masing-masing

dengan ulamanya, yang dengan sadar menanamkan fanatisme golongan

kepada pengikutnya. Demikian pula para penguasa cenderung untuk

berusaha menanamkan fahamnya kepada rakyatnya. Misalnya, al-

Kauduri–Wazir pertama Dinasti Saljuk beraliran mu’tazilah berusaha

menanamkan fahamnya kepada rakyat dengan segala cara, bahkan dengan

cara kekerasan. Ketika al-Khunduri Nizam al-Mulk yang bermadzhab

Syafi’i dan beraliran Asy’ari berusaha menanamkan fahamnya kepada

rakyatnya. Akan tetapi cara yang dilakukan Nizam al-Mulk lebih

bijaksana. Caranya dengan mendirikan Madrasah dan menempatkan ulama

14 Drs H. M. Zurkani Yahya, Op. Cit, hlm. 64.

Page 6: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

39

madzhab dan aliran ke Madrasah tersebut. Di sinilah para ulama madzhab

Syafi’i dan aliran Asy’ari dapat leluasa mengajarkan doktrin-doktrinnya.

Dalam menanamkan fanatisme madzhab dan aliran peran ulama

sangatlah dominan. Hal ini juga didukung para penguasa, sehingga

keduanya saling memanfaatkan. Dengan dukungan ulama, para penguasa

mendapat semacam legitimasi kekuasaannya di mata rakyat. Sebaliknya

dengan dukungan penguasa, para ulama dapat menyebarkan faham dan

aliran kepada masyarakat tanpa takut “dicekal”. Demikian pula apabila

dekat dengan penguasa, maka para ulama dapat memperoleh jabatan dan

kemuliaan berikut kemewahan hidup.

Diantara unsur kultural yang berpengaruh pada masa Al Ghazali

ialah filsafat. Filsafat Yunani diserap oleh para teolog, filsafat India

diadaptasi oleh kaum sufi, dan filsafat Persia banyak mempengaruhi

doktrin Syi’ah dalam konsep imamah.15 Pada masa ini filsafat

perkembangan sangat pesat dan banyak diserap para ulama untuk

memperkuat argumentasinya dalam mempropagandakan alirannya,

sehingga semua intelektual baik yang menolak maupun menerima filsafat,

mau tidak mau harus mempelajari filsafat.

Kendati demikian, para ulama fiqh dan ulama kalam menyatakan

“perang” dengan filsafat. Mereka sering mendiskusikan dan menari untuk

memeranginya. Akhirnya menciptakan ilmu tauhid.16

Karir intelektual Al Ghazali dimulai sebagai pengarang, dengan

menulis di bidang fiqh dan ushul fiqh dalam madzhab Syafi’i. Buku

tersebut berjudul mankhul fi’ilmi al-Uhsul. Karangan tersebut sangat

menggembirakan gurunya, al-Jawayni, meskipun gurunya merasa iri

kepadanya, sehingga ia mendapat gelar dari gurunya “bahr mughriq”

(samudra yang menenggelamkan).

Pada tahun 478 H/1085 M, Al Ghazali meninggalkan kota

Naisabur pergi ke Muaskar dengan maksud ikut bergabung dengan para

15 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Ibid, hlm. 69. 16 Thaha Abd. Al-Baqi Surur, Al-Ghazali, LPMI, (Solo: Pustaka Mantiq, Cet. I, 1992),

hlm. 71.

Page 7: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

40

intelektual di sama dalam majelis seminar yang didirikan oleh Nizham al-

Mulk, seorang pecinta ilmu dan ulama. Kehadiran Al Ghazali di sana

disambut gembira oleh Nizham al-Mulk, yang selalu hadir dalam segala

acaranya. Keberadaannya di sana membawa nuansa baru, sehingga dengan

kedalaman ilmunya, kehebatan analisisnya dan ketajaman argumentasinya

menempatkan dirinya sebagai seorang “imam”, yang disegani di wilayah

Khurasan waktu itu. akhirnya setelah melihat reputasi ilmiahnya yang

cemerlang itu maka Nizham al-Mulk mengangkatnya sebagai guru besar

sekaligus rektor al-Nizhamiyah pada tahun 484 H/1091 M, suatu jabatan

yang diidam-idamkan oleh para intelektual itu.

Di al-Nizhamiyah Baghdad, Al Ghazali memberi kuliah teologi

dan fiqh (Syafi’i). Di sela-sela kegiatan mengajarnya, ia juga mempelajari

filsafat secara otodidak. Karangan pertama tentang filsafat berjudul

“Maqashid al-Falsafah” (maksud-maksud para filosuf, yang berisi tiga

pokok bahasan filsafat Yunani (Logika, metafisika, dan fisika) dengan

bahasa yang mudah untuk dicerna bagi penulis, karena susunannya yang

sistematis dan bahasanya yang mudah.17 Sedangkan karangan keduanya

berjudul Tahafuts al-Falsafah (kerancuan para filosuf), berisi sanggahan

pandangan mereka berdasarkan prasangka belaka, yang tidak benar dan

tidak pasti. Untuk membenarkan pandangannya itu, mereka menjelaskan

dengan argumentasi ilmu matematika dan logika.18 Dengan logika yang

dikemukakan al Ghazali dalam bukunya tersebut, maka reputasinya di

dalam ilmu filsafat semakin bersinar, apalagi waktu itu belum ada seorang

theolog pun yang mampu menghantam pemikiran para filosuf dengan

senjata mereka sendiri (logika). Maka dengan karya yang monumental

tersebut, al Ghazali berhak menyandang gelar filosof muslim.

Ketika penobatan khalifah al-Mustazhhir bi Allah pada tahun

489H, dia diminta khalifah menulis tentang aliran bathiniyah, yang waktu

itu sedang gencar-gencarnya gerakan mereka mengganggu stabilitas

17 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Op.Cit., hlm. 72. 18 Thaha Abd al-Baqi Surur, Op.Cit., hlm. 75.

Page 8: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

41

politik dan keagamaan. Maka lahirlah karyanya yang diberi judul

Fadha’ih al-Bathiniyyah wa Fadhall al-Mustazhhir bi Allah (kelancaran

paham Bathiniyyah dan keutamaan paham al-Mustazhhir bi Allah).19

Di sela-sela kesibukan mengajar, ia juga masih sempat menulis

beberapa karyanya di bidang fiqh dan kalam, suatu bidang studi yang

diasuhnya, seperti: al-Wasith (pertengahan), al-Basith (sederhana) dalam

bidang fiqh, dan al-Iqtishad fi al-I’tiqad (moderasi dalam aqidah) di

bidang kalam.

Ketika terjadi serentetan pembunuhan terhadap ulama dan

penguasa yang diletakkan oleh golongan Bathiniyyah, ketika itu al Ghazali

mengalami krisis kejiwaan yang mengakibatkan sakit parah dan para

dokter tidak sanggup untuk mengobatinya. Maka ketika Tuhan

mengabulkan do’anya sehingga ia sembuh, ia memutuskan untuk

menjalankan hidup sebagai macam cara sufi, suatu cara hidup yang

berlawanan dengan cara hidup ketika di Baghdad. Selama kurang lebih

sepuluh tahun dia melakukan praktek sufisme, meskipun kadang-kadang

terselingi buyarnya konsentrasi karena masalah yang menarik perhatian

dari dunia sekitar. Selama itu pula ia tidak sedikit menghasilkan karya

yang bermutu di bidang sufisme dan kalam. Diantaranya, Ihya Ulum al-

Din (menghidupkan petunjuk), al-Qisthas al-Mustaqim (Sebuah teraju

yang lurus), al-Arba’in fi Ushul al-Din (Empat puluh pokok agama).20

Pada tahun 499 H/1106 M, timbul kesadaran baru dalam diri al

Ghazali untuk keluar dari ‘uzlah dan zawiyah (tempat khalwat sufi),

karena terjadi dekadensi moral dan amal di kalangan umat, bahkan ulama,

sehingga diperlukan penanganan serius untuk mengobatinya.

Sejak keluar dari uzlahnya sampai meninggal, telah lahir

beberapa karya tulisnya, diantaranya ialah: Munqid min al-Dhalal

(pembebas dari kesesatann), al-Musthasfa (tempat penyucian), Iljam al-

19 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Op.Cit., hlm. 73. 20 Ibid., hlm. 73.

Page 9: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

42

Awamun ‘an ‘ilm al-Kalam (mengendalikan orang awam dari kalam), dan

Minhaj al-‘Abidin (metode para abid).21

3. Karya-karyanya

Dalam buku seluk beluk pendidikan al Ghazali Drs. Zainuddin

menuliskan hasil karya al Ghazali.22 Yang disusun berdasarkan kelompok

ilmu pengetahuan sebagai berikut:

a. Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam, meliputi;

1. Maqashid al-Falasifah (tujuan para filosuf)

2. Tahafut al-Falasifah (kerancauan para filosof)

3. Al-Iqtishaf fi al-I’tiqad (moderasi dalam aqidah)

4. Al-Munqid min al-Dhahal (pembebas dari kesesatan)

5. Al-Maqashid al-ana fi Ma’ani Asmillah al-Husna (arti nama-

nama Tuhan Allah SWT. yang hasan)

6. Faishal al-Tafriqah bainal Islam wa al-Zindiqah (perbedaan

antara Islam dan Zindiq)

7. Al-Qisthas al-Mustaqim (sebuah teraju yang lurus)

8. Al-Mustadhiri (penjelasan-penjelasan)

9. Hujjah al-Haq (argumen yang benar)

10. Mufsil al-Khilaf fi Uhsul al-Din (memisahkan perselisihan

dalam ushuluddin)

11. Al-Muntahul fi ‘Ilmi al-Jidal (tata cara dalam ilmu diskusi)

12. Al-Madnun bin ‘ala Ghairi Ahlihi (perangkaan bukan ahlinya)

13. Mahkunal al-Nadlar (metodologika)

14. Asra al’ilmi al-Din (rahasia ilmu agama)

15. Al-Arba’ in fi Ushul al-Din (40 masalah ushul al-Din).

16. Iljamu al-Awwam ‘an ‘Ilmi al-Kalam (menghalangi orang

awam dari ilmu kalam).

17. Al-Qul al-Jamil fi al-Raddi ‘ala man Ghayyara al-Injil (kata

yang baik untuk orang-orang yang mengubah injil).

21 Ibid., hlm. 80. 22 Drs. Zainuddin, Op.Cit, hlm. 21.

Page 10: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

43

18. Mi’yar al-‘Ilmi (timbangan ilmu)

19. Al-Isthishar (rahasia-rahasia alam)

20. Isbat al-Nadhar (pematangan logika)

b. Kelompok Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, yang meliputi:

1. Al-Basthih (pembebasan yang mendalam)

2. Al-Wasith (perantara)

3. Al-Wajiz (surat-surat wasiat)

4. Khulashah al-Mukhtashar (ringkasan karangan)

5. Al-Musytasyfa (pilihan)

6. Al-Mankul (adat kebiasaan)

7. Syifau ‘Alil fi Qiya wa al-Ta’lil (penyembuh yang baik dalam qiyas

dan ta’lil)

8. Al-Dzari’ah ‘ila Makarin al-Syari’ah (jalan kepada syari’ah)

c. Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf, yang meliputi:

1. Ihya ‘ulum al-Din (menhidupkan kembali agama)

2. Mizan al-Amal (timbangan amal)

3. Misykat al-Anwar (relung-relung cahaya)

4. Minhaj al-‘Abidin (pedoman beribadah)

5. Al-Darar al-Fakhirah fi Kasyfi al’Ulum Akhirah (mutiara

penyingkap ilmu akhirat)

6. Al-‘Anis fi Wahdah (lembut dalam kesatuan)

7. Al-Qurbah ila Allahi Azza wa jalla (mendebatkan diri dari Allah

SWT.)

8. Akhlak al-Abrar wa an-Najat min al-Asrar (akhlak yang luhur dan

menyelamatkan dari keburukan)

9. Bidayat al-Hidayah (permulaan mencari petunjuk)

10. Al-Mabaqi wa al-Ghayyah (permulaan dan petunjuk)

11. Talbis al-Iblis (tipu daya iblis)

12. Nashihat al-Mulk (nasihat untuk para raja)

13. Al-Risalah al-Qudsiyyah (ilmu-ilmu laduni)

14. Al-Ma’khadz (tempat pengambilan)

Page 11: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

44

15. Al-Amali (kemuliaan)

d. Kelompok Ilmu Tafsir, meliputi:

1. Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al-Tanzil (metodologi ta’wil di dalam

tafsir yang diturunkan), terdiri dari 40 jilid

2. Jawahir al-Qur’an (rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an)

Sebenarnya masih banyak kitab karangan al Ghazali, akan tetapi

menurut penulis, yang demikian itu sudah mencukupi dan dianggap

mewakili kitab karangan al Ghazali, baik yang tidak penulis tulis, maupun

karangan yang belum ditemukan.

B. Pandangan Imam Al Ghazali Tentang Ibadah Puasa

Berangkat dari pemikiran Imam al Ghazali, bahwa pada hakikatnya

puasa adalah pintu ibadah dan juga sebagai pagar penjaga keamanan hati

manusia. Maka sedemikian tinggi keutamaan puasa, sudah sepatutnyalah

dijelaskan tentang persyaratan-persyaratannya yang bersifat lahiriah dan

batiniah yaitu dengan menyebutkan kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah

puasa.

1. Kewajiban-kewajiban puasa

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam al Ghazali membahas tentang

kewajiban-kewajiban dalam ibadah puasa yang meliputi enam hal:

a. Memperlihatkan permulaan bulan Ramadhan

Imam al Ghazali memberi batasan cara memperlihatkan

permulaan bulan Ramadhan yaitu dengan melihat bulan sabit (hilal)

awal Ramadhan. Jika hal itu terhalang oleh awan, hendaknya

menetapkan permulaan bulan ramadhan tersebut dengan

menyempurnakan bilangan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari. Hal

ini dijelaskan dalam kitab Ihya Ulumuddin sebagai berikut:

مراقبة أول شهر رمضان وذلك برؤية الهالل فان غم فا ستكمال

. ونعنى بالرؤية العلم ويحصل ذلك يقول عدل ثالثين يمنا شعبانArtinya: “Mengintip pada permulaan bulan ramadhan dan yang

demikian itu jangan melihat bulan (ru’yah). Jikalau

Page 12: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

45

mendung, maka disempurnakan tiga puluh hari dari pada bulan sya’ban. Dan kami maksudkan dengan ru’yah dapat mengetahuinya. Dan itu berhasil apabila dikatakan oleh orang yang adil.23

Berpijak dari pendapat di atas, memperhatikan permulaan

bulan ramadhan dengan cara melihat bulan atau menyempurnakan

bulan sya’ban selama 30 hari.

Dalam buku Fiqh Puasa, karya Yusuf Qardhawi, beliau

mengatakan bahwa ada tiga cara untuk menentukan masuknya bulan

ramadhan, yaitu: pertama, melihat hilal, kedua menyempurnakan bulan

sya’ban menjadi 30 hari ketiga menetapkan adanya hilal.24

Dengan demikian dapat diambil suatu gambaran bahwa cara

untuk menentukan masuknya bulan Ramadhan yaitu melihat bulan

sabit (hilal), menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari dan

menetapkan adanya hilal.

b. Niat Puasa.

Kewajiban puasa yang kedua menurut Imam al Ghazali

adalah niat. Sebagaimana yang diungkapkan dibawah ini:

فلونوى ان لكل ليلة من نية مبيتة معينة جازمة الثانى النية والبد

.يصوم شهررمضان دفعه واحدة لم يكفه وهوالذى عنينايقولناآل ليلة

Artinya: Kedua niat. Dan tidak boleh tidak pada tiap-tiap malam dan pada niat diwaktu malam, yang menentukan, lagi yang menyakinkan, kalau diniatkan berpuasa bulan Ramadhan sekali niat, niscaya tidak mencukupi. Dan itulah yang kami maksudkan dengan perkataan kami tiap-tiap malam.25

Niat itu adalah amalan hati, dan niat puasa dilakukan pada

malam hari, dengan niat itu orang mulai mengarahkan hatinya untuk

berpuasa esok hari, karena Allah SWT. dan mengharap ridha-Nya.

Karena itulah yang mesti mengucapkan niat adalah hati. Karena hati

23 IMAM AL GHAZALI, IHYA’ ULUMUDDIN, JUZ I, (SEMARANG: TOHA PUTRA, T.TH.), HLM.

233. 24 YUSUF QARDHAWI, FIQH PUASA, (SURAKARTA: ERA INTERMEDIA, 2000), HLM. 40. 25 Imam al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Juz I, Op. cit., hlm. 233

Page 13: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

46

itulah yang dapat memisahkan kemauan keharusan niat berpuasa.

Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw.

.من لم يبيت الصيام قبل الفجر فالصيام له قال رسول اهللا ص م

]رواه الخمسه[Artinya: “Barang siapa yang tidak berniat akan puasa pada

malamnya sebelum terbit fajar, maka bukanlah ia puasa”. (Riwayat Lima Ahli Hadits).26

Hadits di atas, menjelaskan bahwa setiap malam memerlukan

niat khusus sejak malam harinya, yakni harus sudah ada niat dihati

untuk berpuasa, sebelum fajar menyingsing.

Namun ada satu hal yang perlu kita perhatikan, bahwa

manusia tidak dituntut melafadkan niat. Sepanjang pemikiran kami

tidak didapati nash syara’ yang menuntut manusia untuk melafadkan

niat, baik untuk puasa untuk shalat maupun untuk zakat, kecuali untuk

ibadah haji dan umrah.27

c. Menahan diri dari masuknya sesuatu ke dalam rongga dengan sengaja

jika tidak bisa menahan diri maka rusaklah puasanya. Sebagaimana

diungkapkan oleh Imam al Ghazali:

الثالث االمساك عن إيصال شىء إلى الجوف عمدا مع ذآر الصوم

28.صومه باالآل والشرب والسعوط والخقنةفيفسد

Ungkapan di atas menjelaskan bahwa memasukkan sesuatu ke

dalam rongga dengan sengaja dan ia teringat puasanya baik itu makan,

minum dan memasukkan ke dalam rongga-rongga yang lain dengan

sengaja maka batal puasanya.

Zakiah Daradjad mengatakan bahwa mulai saat imsak supaya

dijaga agar jangan sampai terjadi hal-hal yang membatalkan puasa,

diantaranya.

26 Al-Hafid Ibnu Hajar al-Asfalani, Bulughul Maram, (Baerut: Kibari al-Maktabarah

Tijari yatul, t.th.), hlm. 138. 27 Yusuf Qardhawi, Op.Cit., hlm. 102 28 IMAM AL GHAZALI, IHYA ‘ULUMUDDIN, JUZ I, OP. CIT., HLM. 233.

Page 14: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

47

- Masuknya sesuatu ke dalam rongga tubuh dengan sengaja, melalui

cara yang wajar seperti mulut, hidung, telinga dan dubur, serta asap

rokok dan obat yang dimasukkan ke dalam hidung.

- Memasukkan alat pengorek telinga ke dalam telinga, karena lubang

telinga termasuk rongga yang terlarang.

- Berkumur-kumur dan memasukkan atau menghirup air dengan

hidup secara berlebihan, dikhawatirkan air akan masuk, jika air

masuk maka puasa batal.

- Menelan sisa makanan yang melekat pada gigi.

- Muntah dengan sengaja.29

d. Kewajiban puasa yang keempat adalah menahan diri dari melakukan

jima’. Batas bersetubuh ialah masuknya ujung kemaluan laki-laki. Jika

bersetubuh pada malam hari atau bermimpi (berikhtilam), lalu datang

waktu subuh sedang ia berjanabat (berhadats besar), maka tidak

membatalkan, apabila terbit fajar, dimana ia sedang bercampur dengan

isterinya, kemudian ditariknya, maka shahlah puasanya. Tetapi jika ia

bertahan maka rusaklah puasanya dan ia harus memberikan kafarat

puasa.30

Imam al Ghazali memberi konsep sebagai berikut:

الرابع االمساك عن الجماع واحدة مغيب الحشفة وإن جامع ناسيا

.م يفطرلArtinya: menahan diri dari pada bersetubuh. Dan batas bersetubuh

ialah masuknya ujung kemaluan laki-laki. Jikalau bersetubuh karena lupa, maka tidak membukakan.31

Uraian di atas menjelaskan apabila dalam keadaan lupa bahwa

ia berpuasa kemudian melakukan hubungan, maka puasanya itu tidak

batal karenanya. Demikian pula jika ia melakukan pada malam hari

29 PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT, PUASA MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL, (JAKARTA,

CV. RUHAMA, 1993), HLM. 51. 30 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid II, Terj. Tk. H. Ismail Yakub, M.A. SH.,

(Medan: CV. Faizan, 1986), hlm. 11 31 Imam al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Juz I, Op. Cit., hlm. 233.

Page 15: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

48

atau ia ikhtilam (bermimpi sehingga keluar mani) lalu masih tetap

dalam keadaan junub (belum mandi dari hadats besar) sampai sesudah

terbitnya fajar, maka puasanya tetap sah. Bahkan seandainya terbit

fajar sementara ia masih dalam keadaan bercampur dengan isterinya,

lalu ia segera menghentikannya saat itu juga, maka puasanya tetap sah.

e. Menahan diri dari pada mengeluarkan mani. Kewajiban puasa yang

kelima menurut Imam Al Ghazali adalah menahan diri dari pada

mengeluarkan mani. Mengeluarkan mani yang di maksud yaitu,

mengeluarkan mani dengan sengaja dengan setubuh atau tanpa

setubuh, maka yang demikian itu membatalkan puasa. Dan tidaklah

membatalkan hanya dengan memeluk isteri dan tidak pula dengan

tidur bersama selama tidak inzal (keluar mani lantaran dorongan

syahwat). Tetapi yang demikian itu makruh, kecuali ia seorang tua atau

dapat mengendalikan dirinya. Maka dalam hal yang demikian, tidak

mengapa berpelukan. Dan meninggalkannya adalah lebih utama.32

Sebagaimana yang diungkapkan di bawah ini:

المساك عن االستمناء وهو إخراج المنى قصدا مجماع ا: الخامس

أوبغير جماع فان ذلك يفطر وال يفطر بقبلة زوجته

33.والبمضاجعتها مالم ينزل

Berangkat dari pendapat di atas, maka kewajiban puasa yang

kelima adalah menahan diri dari istimna’ yaitu mengeluarkan mani

dengan sengaja, atau tanpa jima’, melalui hal itu membatalkan puasa.

Adapun mencium atau memeluk isteri tidak membatalkan puasa

selama tidak mengeluarkan mani. Meskipun demikian, perbuatan

seperti itu makruh hukumnya kecuali jika ia sudah tua usianya atau

seorang yang mampu menahan syahwatnya (sehingga tidak khawatir

akan keluar mani). Apabila ia telah merasa khawatir akan akibat

32 IMAM AL GHAZAL, IHYA’ ULUMUDDIN, JILID II, TERJ, ISMAIL YAKUB M.A. SH, OP. CIT

HLM. 11 33 IMAM AL GHAZALI, IHYA ‘ULUMUDDIN, JUZ I, OP. CIT., HLM. 234

Page 16: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

49

ciumannya, namun tetap juga mencium lalu tidak berhasil menahan

keluarnya mani, maka puasanya batal, karena ia dianggap tidak

menghormati dan tidak mengindahkan puasanya.

f. Menahan diri daripada mengeluarkan muntah.

Imam Al Ghazali memandang bahwa kewajiban puasa yang

keenam adalah menahan diri dari muntah. Dan jika muntah dengan

tidak sengaja, maka tidaklah batal puasanya. Apabila dahak tertelan

dari kerongkongannya atau dadanya, niscaya tidaklah membatalkan

puasanya, karena merupakan suatu kelapangan (rukhsah) lantaran

meratanya bahaya yang demikian itu. kecuali ditelannya setelah

sampai ke mulut, maka yang demikian itu membatalkan puasa.

Sebagaimana ungkapan di bawah ini:

االمساك عن اخراج القىء فاالستقاء يفسد الصوم وإن : السادس

34 .ذرعه القىء لم يفسد صومه

Ungkapan di atas menyebutkan bahwa menahan diri dari

muntah yang disengaja maka batallah puasanya. Akan tetapi apabila ia

muntah tanpa kemauannya sendiri (tidak sengaja). Karena tidak dapat

menahan, maka tidak batal puasanya. Demikian pula menahan kembali

dahaknya yang belum melewati tenggorokan atau masih dalam batas

dadanya, tidak membatalkan puasa. Hal ini termasuk keringanan bagi

orang berpuasa.

Disamping kewajiban-kewajiban puasa yang telah penulis

sebutkan di atas, Imam Al Ghazali menjelaskan tentang bagaimana

cara menunaikan puasa yang sempurna. Hal ini dijelaskan dalam Kitab

Majmu’ah Rasaail sebagai berikut:

بل ينبغي : بل تمام الصوم بكف الجوارح آلها عما يكره اهللا تعالى

واللسان عن النطق بما , أن تحفظ العين عن النظر إلى المكاره

عن االستماع إلى ماحرم اهللا تعالى فان المستمع واالذن, اليعنيك

34 Ibid, hlm. 234

Page 17: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

50

وآذلك تكف جميع الجوارح آما , وهو أحد المغتابين, شريك القائل

35.تكف البطن والفرج

Ungkapan di atas menjelaskan bahwa puasa yang sempurna

ialah menahan semua anggota tubuh dari apa-apa yang tidak disukai

oleh Allah SWT. engkau harus menjaga kedua matamu dari melihat

hal-hal yang haram, menjaga lidah dari mengucapkan hal-hal yang

bukan urusanmu, menjaga telinga dari mendengarkan apa-apa yang

dilarang oleh Allah sebab si pendengar berbagi salah dengan si

pengumpat. Jagalah anggota tubuh lainnya semisal perut dan

kemaluan.

2. Sunnah-sunnah puasa

Sempurnanya puasa lebih banyak ditentukan pada kesempurnaan

dalam menjalankan tata aturan puasa itu sendiri, yaitu dengan melakukan

syarat dan rukun puasa, maka terpenuhilah kewajiban puasa. Sedangkan

untuk dapat mencapai tujuan akhir dari puasa, maka segala aturan lainnya

yang akan menyempurnakan puasa harus dilaksanakan pula dengan

keikhlasan dan kesadaran.36

Imam al Ghazali memandang ada enam perkara dalam sunnah-

sunnah puasa, sebagaimana dikutip dalam kitab Ihya “Ulumuddin:

تأخير السحور وتعجيل الفطر بالتمر أو الماء قبل : وأما السنن فست

الصالة وترك السواك بعد الزوال والجود فى شهر رمضان لما سبق

جد السيما من فضائله فى الزآاة ومدارسة القران واالعتكاف فى المس

41.فى العشر االخيرArtinya: Adapun sunat, maka enam perkara: mengakhirkan sahur,

menyegerakan berbuka dengan tamar atau air sebelum shalat, meninggalkan gosok gigi (bersuji) sesudah zawal (gelincir

35 Imam Al Ghazali, Majmu’ah Rosaail, (Baerut, Darul al Kitab al Ilmiah, t. th), hlm.

56. 36 Team Penyusun Text Book Ilmu Fiqh I, Ilmu Fiqh, Jilid I, (Jakarta: Proyek

Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1983) hlm. 309. 37 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz I, Op. Cit, hlm. 234

Page 18: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

51

matahari), bermurah hati di dalam bulan Ramadhan, karena keutamaan-keutamaan yang telah diterangkan pada zakat dahulu, bertadarus al-Qur'an dan beri’tikaf di dalam Masjid, lebih-lebih pada sepuluh yang akhir.

Maka semakin banyak melakukan amalan-amalan sunat puasa

serta memperhatikan kaifiat atau tata aturan berpuasa dengan sebaik-

baiknya, maka tujuan puasa dapat diperoleh.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berpuasa adalah

sebagai berikut:38

a. Menyegerakan (ta’jil) berbuka, yaitu berbuka pada saat terbukti

matahari sudah terbenam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

39 ]رواه متفق عليه[ .اليزال الناس بخبر ما عجلواالفطرArtinya: “Manusia itu masih baik selama mengerjakan berbuka

puasa”. (H.R. Mutafaq Alaih).

b. Berbuka dengan ruthhab (kurma tua), atau air atau dengan buah kurma

yang lebih utama dari ketiga hal ini adalah dengan yang pertama, yang

kedua dengan kurma, yang ketiga dengan air.

c. Berdo’a pada waktu berbuka puasa

d. Sahur, yaitu makan dan minum pada akhir malam dengan diiringi niat

untuk berpuasa.

3. Tingkatan-tingkatan puasa.

Pemikiran Imam al Ghazali bahwa pada hakekatnya kebahagiaan

hakiki adalah manusia yang mampu berada sedekat mungkin dengan

khaliqnya.

Imam al Ghazali menggambarkan sewaktu manusia itu terjerumus

ke dalam hawa nafsu, maka ia menurun ketingkat paling bawah dan

38 Abu Bakar Jabir El-Nazairi, Pola Hidup Muslim, Terj. Dr. H. Rahmat Djatnika dan

Drs. Ahmad Sumpeno (Bandung: Remaja Rosdakarya,, 1991), hlm. 262-263 39 IMAM MUSLIM BIN KHAJAJ AL QOSYAIRI AL NASYABUNI, SHAHIH MUSLIM, (BEIRUT:

DARUL AL ILMIAH, T. TH), HLM. 32.

Page 19: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

52

berhubungan dengan lumuran hewan. Sewaktu ia mencegah diri dari hawa

nafsu, niscaya terangkatlah ia ketingkat yang paling tinggi.40

Dari keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa yang menjadi

ukuran berhasil atau tidaknya manusia menjadi utama adalah mampu dan

tidaknya mengatur hawa nafsu yang ada dalam dirinya.

Berangkat dari pemikiran kemampuan manusia menundukkan

keinginan hawa nafsunya yang bertingkat-tingkat, maka Imam Al Ghazali

membagi puasa kepada tiga tingkatan atau three grades of fisiming

ordinary, special and extra-special:41

Dalam Ihya ‘Ulumuddin Imam al Ghazali memberi tiga tingkatan

puasa, sebagaimana yang diungkapkan dibawah ini:

, وصوم الحصوص, صوم العوم, اعلم ان الصوم ثالث درجات

46ص الحصوصوصوم حصوArtinya: “ketahuilah ada tiga tingkatan puasa yaitu puasa umum, puasa

khusus, puasa khusus dari khusus”.

Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan tiga tingkatan yaitu:47

a. Puasa umum yaitu “mencegah perut dan kemaluan dari pada

memenuhi keinginannya”.

Puasa umum ini titik beratkan hanya kepada menahan hal-hal

yang membatalkan, dalam bentuk kebutuhan perut dan kelamin, tanpa

memandang lagi kepada hal-hal yang diharamkan dalam bentuk

perkataan dan perbuatan.

Pada tingkat ini orang yang melakukan puasa tidak akan

terbatas dari kemaksiatan, karena orang pada tingkat ini tidak

mengikutkan hatinya untuk berpuasa pula.

40 Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid II, Terj. Ismail Yakub, MA.SH. Op.Cit,

hlm. 18. 41 Al Ghazali, Inner Dimensions of Islamic Worship, (Nigeria : Islamic Foundation,

1983), hlm. 75. 42 Imam al Ghazali, Mukhtasor Ihya ‘Ulumuddin, (Baerut: Darul al Ilmiah, t. th), hlm.

21. 43 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid II, Terj. Ismail Yakub, M.A. SH., Op. Cit,

hlm. 14.

Page 20: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

53

b. Puasa khusus yaitu “berusaha mencegah pandangan, penglihatan,

lidah, tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya dari perbuatan

dosa”.

Puasa khusus ini, disamping mencegah keinginan perut dari

nafsu kelamin, juga menahan keinginan dari anggota-anggota badan

seluruhnya.

Hasbi Ash Shidieqy menanggapi pengertian puasa ahlul

khusus yaitu memelihara lidah dan berdusta dan berbohong sesudah

menahan diri dari makan minum dan jima’.44

Berangkat dari konsepsi al-Qur’an, bahwa kehidupan yang

sebenarnya hanya ada disisi-Nya yaitu akhirat, maka manusia

seharusnya memandang segala kenikmatan yang bersifat lahiriah dan

hanya bersifat semu sehingga tidak pula larut di dalamnya. Seperti

orang-orang yang berada pada tingkat puasa khusus, benar-benar

disadarkan untuk selalu menahan keinginan-keinginan lahiriah yang

berupa anggota-anggota badan dengan kenikmatan yang diingini oleh

anggota-anggota tersebut. Tujuannya untuk menemukan kenikmatan

yang sebenarnya yakni keterangan batin.

Puasa menurut Imam al Ghazali adalah pada hakekatnya

sebagai media untuk bisa dekat dengan Allah SWT. dan hal tersebut

benar-benar berfungsi, apabila orang yang melaksanakan puasa

dilandasi oleh kemauan yang kuat, maka motivasi untuk berada

sedekat mungkin dengan Allah SWT. akan mengalahkan keinginan-

keinginan yang bersifat lahiriah. Sebagaimana yang beliau jelaskan:

“Bila dalam diri kita telah tumbuh kerinduan untuk bertemu dengan Allah SWT. dan bila keinginan kita untuk mendapatkan makrifat tentang keinginan-Nya nyata dan lebih kuat daripada nafsu makan dan seksual anda berarti anda telah menggandrungi taman makrifat ketimbang surga pemuas nafsu indrawi.45

44 T.M. Hasbi Ash Shiddiqie, Pedoman Puasa, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,

1997), hlm. 44. 45 Imam al Ghazali, Pemata al-Qur’an, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hlm. 88.

Page 21: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

54

Berangkat dari pendapat di atas maka, untuk mendapatkan

taman makrifat manusia harus melalui proses yang begitu panjang dan

berat, seperti dalam ibadah puasa. Pada puasa tingkat khusus ini

merupakan dasar-dasar latihan untuk mengurangi syahwat anggota

badan untuk dialihkan kepada Dzat yang Maha Agung sehingga

menurut beliau, kesempurnaan puasa khusus ini adalah dengan kriteria

enam perkara sebagai berikut:50

- Memicingkan mata dan mencegahnya daripada meluaskan

pandangan kepada tiap-tiap yang cela dan dimakruhkan dan kepada

tiap-tiap yang membimbingkan dan malaikatkan hati daripada

mengingat Allah SWT.

- Menjaga lidah daripada mendengar tiap-tiap yang makruh

- Mencegah anggota-anggota badan yang lain dan segala dosa

- Tidak membanyakkan makanan yang halal waktu berbuka

- Hatinya sesudah berbuka bergantung dan bergocang antara takut

dan harap, karena ia tidak mengetahui apakah puasanya diterima

atau ditolak.

c. Puasa khusus dari khusus “yaitu puasa hati dari segala cita-cita yang

hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain

Allah SWT. secara keseluruhan.46

Puasa khusus dan yang khusus menurut beliau adalah

puasanya para Nabi, orang-orang siddiq dan yang dekat dengan khalik,

menganggap batal apabila memikirkan hal-hal yang bersifat duniawi,

sehingga hatinya lupa terhadap Allah SWT. kecuali masalah-masalah

dunia yang mendorong kearah pemahaman agama, karena hal tersebut

dianggap sebagai tanda ingat kepada akhirat.

Dalam bukunya Imam Al Ghazali yang berjudul “menangkap

kedalaman rohaniah peribadatan Islam”, menerangkan bahwa sehingga

mereka yang masuk ke dalam tingkatan puasa sangat khusus akan

46 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2, Terj. Ismail Yakub, MA.SH., Op.Cit., hlm. 14-19.

47 IBID., HLM. 14.

Page 22: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

55

merasa berdosa apabila hari-harinya terisi dengan hal-hal yang dapat

membatalkan puasanya. Mereka beranggapan bahwa hal tersebut

bermula dari rasa kurang yakin dengan janji Allah SWT. untuk

mencukupkan dengan rizkinya.48

Hati yang dimaksud dalam puasa khusus dan khusus adalah

hati itu bagaikan cermin yang bisa menerima dan memantulkan cahaya

Allah SWT sehingga selalu mengingat akan kebesaran dan keagungan

Allah SWT dengan tidak dialihkan kepada masalah-masalah yang

bersifat duniawi belaka. Karena pada hakekatnya manusia diciptakan

oleh Allah SWT. hanya untuk selalu mengabdi dan beribadah kepada-

Nya.

4. Macam-macam Puasa Sunnah

Puasa sunnah dikerjakan terutama pada hari-hari yang memiliki

keutamaan. Hari-hari seperti itu ada kala dilakukan disetiap tahun, setiap

bulan atau setiap pekan.

Adapun puasa tahunan, adalah: setelah ramadhan ialah puasa hari

Arafah (9 Dzulhijjah), hari ‘Asyura (10 Muharram), sepuluh hari pertama

bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram. Selama itu,

al-Asyhur al-Hurm atau bulan-bulan yang disucikan” (yakni Dzul Qa’dah,

Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab) juga merupakan saat-saat yang

dianjurkan puasa padanya. Semua itu adalah waktu-waktu yang memiliki

keutamaan.49 Dalam satu bulan, hari-hari besar untuk berpuasa ialah

permulaan, pertengahan dan akhir bulan. Selain itu ada pula hari-hari

tasyrik, yaitu hari ke-13, 14 dan 15.50

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan macam-macam puasa

sunnah, Yaitu meliputi:51

48 IMAM AL GHAZALI, MENANGKAP KEDALAMAN ROHANIAH PERIBADATAN ISLAM, TERJ.

(JAKARTA: RAJAWALI, PRESS, 1987), HLM. 77. 49 IMAM AL GHAZALI, RAHASIA PUASA DAN ZAKAT, TERJ. M. AL-BAQIR (BANDUNG,

KARISMA, 2001), HLM. 37. 50 IMAM AL GHAZALI, PANDUAN PRAKTIS MENJADI SUFI, TERJ. H. M. AS’AD AL HAFIDY,

(BANDUNG: MIZAN MEDIA UTAMA, 2002), HLM. 73. 51 OP. CIT., HLM. 38-39.

Page 23: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

56

1. Bulan-bulan Utama

Bulan-bulan utama yang dimaksud adalah Dzulhijjah,

Muharram, Rajab, dan Sya’ban. Adapun “bulan-bulan yang disucikan”

atau al-Asyhur al-Hurm ialah Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan

Rajab. Dan yang paling utama diantara semua itu ialah bulan

Dzulhijjah disebabkan berlangsungnya ibadah haji di bulan itu.

Bulan Dzulqaidah termasuk bulan-bulan yang disucikan dan

juga bagian dan bulan-bulan haji. Adapun syawal termasuk bulan-

bulan haji, tetapi tidak termasuk bulan-bulan yang disucikan.

Sedangkan Muharram dan Rajab tidak termasuk bulan-bulan Haji.

2. Puasa-puasa Bulanan

Adapun hari-hari puasa yang berulang setiap bulan ialah awal

bulan pertengahannya dan hari-hari terakhirnya. Termasuk dalam

pertengahannya yang biasa disebut “hari-hari putih” (yakni yang

malam-malamnya diterangi sinar bulan), yaitu tanggal tiga belas,

empat belas, dan lima belas.

3. Puasa-puasa Mingguan

Adapun hari-hari puasa yang berulang setiap minggu ialah

senin, kamis, dan jum’at. Inilah hari-hari utama yang diajarkan

berpuasa padanya, disamping memperbanyak perbuatan-perbuatan

kebajikan. Hal ini mengingatkan dilipatgandakan pahalanya karena

keberkahan waktu-waktu tersebut.

4. Puasa Sepanjang Masa

Adapun puasa sepanjang masa (shaum al-dahr) adalah

meliputi semua waktu yang dianjurkan puasa padanya bahkan

melebihinya.52

Beberapa kalangan tidak menyukainya disebabkan adanya

berita-berita (dari Nabi Saw.) yang menyatakan sebagai suatu yang

tidak disukai atau terlarang. Yang benar ialah bahwa puasa seperti itu

memang tidak disukai karena dua hal, yakni karena dilakukan terus-

52 IBID., HLM. 40

Page 24: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

57

menerus, termasuk pada kedua hari raya dan hari tasyriq (tiga hari

setelah hari raya idul adha), dan juga karena hal itu menimbulkan

kesan bahwa yang melakukannya tidak hendak mengikuti sunnah Nabi

Saw. disamping telah mempersempit dirinya sendiri. Padahal Allah

SWT. menyukai mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya, yang

telah ia tugaskan atas mereka.

Maka apabila kedua hal tersebut tidak ada, senantiasa ia

melihat kebaikan-kebaikan yang akan diperolehnya dari puasanya itu,

maka tak ada salahnya ia mengerjakannya.

Ada derajat yang lain di bawah puasa sepanjang masa, yaitu

puasa daud setengah masa, yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari.

Yang demikian itu pada hakikatnya lebih berat dan lebih menekankan

hawa nafsu.

5. Hikmah Puasa

Hikmah puasa yang dijalankan sebagai pengabdian kepada Allah

SWT. mengandung nilai dan hikmah bagi manusia yang menjalankannya

dengan baik. Nilai dan hikmah itu bukanlah tujuan dari puasa, melainkan

efek yang langsung diterima oleh hamba yang berpuasa.

Diantara hikmah puasa menurut Yusuf Qardhawi adalah

mendidik, iradah (kemauan), mengendalikan haw nafsu, membiasakan

bersifat sabar atas ketaatan dan sabar dalam menjauhi segala

kemaksiatan.53 Karena puasa disini adalah setengah dan sabar, maka

pahalanya pun melampaui peraturan batasan dan hitungan.54 Hal ini

dijelaskan dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin:

55فانه عمل فى الباطن بالصبر المجرد

Uraian di atas menjelaskan bahwa puasa adalah amalan pada

batin dengan kesabaran semata. Dan pahala yang diberikan kepada orang-

53 YUSUF QARDHAWI, FIQH PUASA, TERJ. MA’RUF ABDUL JALIL, (SOLO: PENERBIT ERA

INTERMEDIA, 2000), HLM. 23. 54 IMAM AL GHAZALI, RAHASIA PUASA DAN ZAKAT, OP. CIT., HLM. 12. 55 IMAM AL GHAZALI, IHYA ‘ULUMUDDIN, JUZ I, OP. CIT., HLM. 232.

Page 25: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

58

orang sabar, sedemikian banyaknya sehingga tidak tercakup dalam

bilangannya.

Dalam ibadah puasa terdapat hikmah yang sangat besar,

diantaranya adalah untuk membentuk pribadi muslim yang berakhlakul

karimah. Pada dasarnya akhlak merupakan hal yang fundamental, karena

akhlak adalah manifestasi dari sikap dan kepribadian manusia, dan akhlak

juga merupakan kehendak lahir dan jika seseorang yang dilakukan secara

berulang-ulang.

Manusia dalam tingkah laku perbuatannya selalu dalam pilihan

antara baik dan buruk. Dalam puasa kemauan dilatih untuk selalu memilih

yang baik sehingga melahirkan tingkah laku perbuatan yang baik pula.

Dibiasakan seorang mu’min mendisiplinkan akhlaknya untuk suatu ketika

menjadi kebiasaan dan tabiatnya. Dan tabiat ini akan membentuk

kepribadian muttaqin yaitu orang yang senantiasa tattaqun. Disiplin akhlak

melindungi jiwa manusia agar dapat menghindarkan diri dari perbuatan

jahat. Puasa dapat menertibkan kemauan dari jiwanya dan pada maksud-

maksud hina dan keji yang senantiasa menggoda hatinya.

Pernyataan di atas adalah suatu gambaran global tentang hikmah

puasa dalam kehidupan sehari-hari. Seperti pernyataan Imam al Ghazali

yang menekankan bahwa hikmah puasa yang paling dalam adalah

dekatnya sifat manusia dengan sifat Allah, adalah merupakan pernyataan

global pula yang secara implisit menggambarkan manusia telah dapat

mencapai hikmah ini, maka keharmonisan dalam diri dan hubungan

dengan masyarakat akan selalu terbina.

Itulah sebabnya Imam al Ghazali menekankan bahwa rahasia

puasa yang sebenarnya adalah melemahkan tenaga yang biasanya

dipergunakan syaitan untuk mengajak kita ke arah kejahatan.56 Dan tujuan

56 IMAM AL GHAZALI, MENANGKAP KEDALAMAN ROHANIAH PERIBADATAN ISLAM, OP. CIT.,

HLM. 82.

Page 26: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

59

puasa adalah menaklukkan hawa nafsu dan meningkatkan kemauan untuk

beramal shaleh.57

Jadi kalau dilihat dari sudut psikologis maka efek yang terpenting

dari puasa ialah membentuk watak dan karakter manusia menjadi patuh

dan disiplin terhadap peraturan, kepatuhan terhadap hukum dan

menjalankan peraturan bukan karena takut dan khawatir kepada sanksi

nyata.

Orang yang mengerjakan puasa telah berjuang untuk

menundukkan hawa nafsu dan membentuk pribadi muslim yang

berakhlakul karimah dan disinilah letak nilai-nilai edukatif ibadah puasa

mendidik manusia untuk mempertinggi sifat-sifat sabar, kemampuan

menderita, kesabaran menahan adalah nilai dari aurat penting bagi

keteguhan jiwa manusia.

Dari uraian di atas, maka hikmah puasa menurut Imam al Ghazali

adalah sebagai berikut:

1. Apabila ketiga derajat puasa yang dikemukakan Imam al Ghazali di

atas dilaksanakan, maka orang yang berpuasa akan menjadi manusia

yang berakhlak mulia. Sedangkan akhlak manusia menjadi syarat yang

pokok dalam pembinaan umat dan bangsa. Jika akhlak setiap manusia

sudah baik, akan terciptalah masyarakat yang baik.

2. Dari sudut sosiologis atau kemasyarakatan, maka puasa dapat

mendidik manusia muslim dalam menumbuhkan sifat pemurah dan

penyayang.

3. Dari sudut pandang psikologi, maka pengaruh yang terpenting dari

puasa itu ialah membentuk watak dan karakter manusia menjadi patuh

dan disiplin terhadap suatu peraturan. Patuh terhadap hukum Allah

semata yang dimotori jiwa taqwa.

4. Imam al Ghazali memandang puasa pada hakekatnya adalah menahan

syahwat serta mengembalikannya kepada batas kesederhanaan, maka

57 IMAM AL GHAZALI, PANDUAN PRAKTIS MENJADI SUFI, OP. CIT., HLM. 75.

Page 27: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan

60

akan terpancarlah sifat-sifat yang mulia, seperti suka menolong,

menghormati sesama, gotong royong, dan sebagainya.

5. Puasa dapat mendidik manusia untuk menjaga dan meningkatkan

kesehatan jasmani dan rohani.