bab iii pandangan imam al ghazali tentang...
TRANSCRIPT
![Page 1: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/1.jpg)
34
BAB III
PANDANGAN IMAM AL GHAZALI
TENTANG IBADAH PUASA
A. Biografi Imam al Ghazali
1. Sejarah hidup Imam al Ghazali
Al Ghazali nama lengkapnya ialah فاالمام ابو حامد محمد بن محمد بن
artinya abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin 1 محمد الغزالى
Muhammad al Ghazali atau lebih lengkap lagi محمد بن محمد بن احمد ابو حامد
حجة االسالم الطوسي الغزالى 2 artinya Muhammad bin Muhammad bin Abu
Hamid al Thusi Hujjah al Islam. Perbedaan ejaan apakah kota nisbahnya
dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan yang
populer jatuh pada nama al Gazali Sebutan Gazzali dinisbatkan pada
pekerjaan ayahnya sebagai pemintal wol, sedang sebutan Gazali
dinisbatkan pada suatu kawasan yang disebut Gazalah.3
Ayah dan Kakek al Ghazali bekerja sebagai pemintal wol,
meskipun hidup dalam kemiskinan namun mereka ikhlas. Usai dari
pekerjaannya sering menghadiri ceramah, ia selalu berdo’a kepada Allah
agar dikaruniai anak yang pandai dan berilmu. Allah mengabulkan
do’anya dengan dikaruniakan kepadanya dua orang anak yang kemudian
menjadi dia besar yaitu Abu Hamid Muhammad, seorang pengajar agama
terbesar di Abul Futuh, Majd al-Din, yang memiliki pesona dalam dakwah,
katanya menimbulkan getaran pada jamaahnya. Seperti saudaranya ia juga
seorang sufi. Selain dari seorang saudaranya itu al Ghazali juga memiliki
beberapa saudara perempuan.4 Akan tetapi sebelum ia menyaksikan
1 Imam al Ghazali, al Munqidz Min-adh-Dhalal, (Baerut: Libanon: al Maktabah, t.th),
hlm. 1. 2 Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz I (Baerut: Libanon: Darul al Kitab al Ilmiah,
t.th), hlm. 3. 3 B. Leuis, CH Pellat. J. Schach (eds), The Encyclopedis of Islam, New Edition Vol II
(Heider: E. J. Brill, 1965), hlm. 1038. 4 Margeth Smith, Al Ghazali The Mystic, Terj. Amrauni, Pemikiran dan Doktrin Mistik
Imam al Ghazali, Cet ke I (Jakarta: R. Cipta, 2000), hlm. 2.
![Page 2: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/2.jpg)
35
jawaban Allah SWT, atau do’anya, ia meninggal dunia saat putranya
masih kecil.
Ketika dia merasa ajalnya tiba, dia berwasiat kepada seorang sufi,
teman karibnya, untuk memelihara kedua anaknya yang masih kecil-kecil.
Dengan sedikit warisan yang ditinggalkan sahabatnya, sufi faqir itu
menerima wasiatnya. Setelah harta tersebut habis, sufi tersebut tak mampu
memberinya tambahan. Maka al Ghazali dan adiknya diserahkan ke
sebuah madrasah di Thus untuk memperoleh makan dan pendidikan. Di
sinilah awal mula perkembangan pemikiran dan spiritual al Ghazali yang
penuh arti sampai hayatnya.5 Di dalam Madrasah tersebut, al Ghazali
mempelajari ilmu fiqh kepada Ahmad bin Muhammad ar-Razikani dan
mempelajari ilmu tasawuf kepada Yusuf an-Nasaj, sampai usia 20 tahun.6
Selanjutnya ia melanjutkan studinya ke Jurjan, beliau mempelajari ilmu
fiqih dan bahasa arab.7 Tidak diketahui berapa lama ia belajar di Jurjan.
Kemudian ia kembali ke Thus dan menetap di sana selama tiga tahun.
Selama itu, ia mengkaji ulang hasil pelajarannya di Jurjan, sehingga dapat
dikuasainya dengan baik. Sesudah itu, berangkat ke Nisabur untuk berguru
Abu al-Ma’ali al-Juwanini (tokoh Asy’arisme yang juga rekor al-
Nizhamiyah).
Di al-Nizhamiyah ini, al Ghazali memulai langkah penting
dengan tekun belajar untuk memenuhi kehausan akan ilmu pengetahuan
yang diidam-idamkannya. Ia banyak belajar tentang ilmu fiqh, ushul fiqh,
logika dan rethorika. Bahkan al Ghazali sanggup bertukar pikiran dengan
berbagai aliran dan agama, serta menulis beberapa buku dari berbagai
cabang ilmu pengetahuan, sehingga keahliannya diakui bahkan dapat
mengimbangi kemampuan gurunya yang sangat di hormatinya.
5 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Teologi al Ghazali Pendekatan Metodologi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar 1990), hlm. 64. 6 Drs. Zainuuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Semarang: Bumi Aksara,,
1990), hlm. 8. 7 Imam al Ghazali, Kegelisahan al Ghazali, Terj. Ahmad Khudori Sholeh, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1998), hlm. 7.
![Page 3: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/3.jpg)
36
Kemudian pada tahun 483 H/1090 M, ia diangkat menjadi guru
Besar di Universitas Nizhamiyah Baghdad. Tugas yang diembannya dapat
dilaksanakan dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad selain mengajar
al Ghazali juga mengadakan bantahan terhadap pemikiran golongan
bathiniyah, ismailiyyah, filsafat dan lain-lainnya.8
Sebenarnya al Ghazali telah menelan seluruh paham, aliran dan
ajaran firqahnya serta filsafat. Kesemuanya menimbulkan pergolakan
dalam otaknya sendiri. Karena tidak ada yang memberikan keputusan
batinnya, sehingga ia ragu kepada kesanggupan akal untuk mengetahui
hakekat Allah SWT. Akhirnya al Ghazali mengalami krisis kejiwaan
selama enam bulan, dan berakibat fisiknya jatuh sakit. Lidahnya kejang
tidak bisa bersuara. Para dokter berusaha untuk mengobatinya, akan tetapi
tidak berhasil. Akhirnya al Ghazali menyerahkan segala persoalan jiwanya
kepada Allah SWT. dan memohon petunjuk-Nya. Kiranya Allah SWT.
mengabulkan do’anya. al Ghazali bisa sembuh dan merasa mendapatkan
kemudahan untuk bisa meninggalkan jabatan, yang merupakan hasil karier
intelektualnya selama ini. Dia merasa mudah untuk mulai memenuhi
tuntutan jiwanya selama ini, dengan harapan bisa memperoleh
pengetahuan yang menyakinkan.
Setelah memberikan keperluan hidup secukupnya kepada
keluarganya, al Ghazali meninggalkan Baghdad. Adapun tempat yang
disinggungnya adalah Syam (Siria) selama kurang lebih dua tahun. Di sini
ia melakukan uzlah (isolasi diri), khalwat (menyepi dengan ibadah),
Riyadh (melatih melawan hawa nafsu).9 Mengisi jiwanya dengan dzikir
kepada Allah SWT. sesuai dengan pengetahuan yang didapatinya sebelum
itu dengan mempelajari tulisan beberapa ahli tasawuf besar.10 Dzikir
tersebut dilakukannya terutama di Masjid Damaskus dan bait al-Maqdis.
8 Drs. Zainuddin, Op.Cit., hlm. 9. 9 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Op.Cit., hlm. 78. 10 M. Abdul Quasem, M.A., Kamil, Ph.d., Etika al-Ghazali, (Bandung: Pustaka 1988),
hlm. 8.
![Page 4: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/4.jpg)
37
Kemudian ia ibadah haji dan berziarah ke Makam Nabi Muhammad dan
ziarah ke makam Nabi Ibrahim di Bait al-Maqdis.
Pada tahun 499 H/1106 M, timbul kesadaran baru dalam dirinya
untuk keluar dari ‘uzlah dan Nawiyah (tempat khalwat sufi). Karena
dekadensi moral dan amal di kalangan umat, bahkan sampai ke kalangan
ulama dan umara. Dorongan ini diperkuat oleh permintaan Wazir Fakhr al-
Mulk (putera Nizam al-Mulk). Untuk mengajar lagi di Nizhamiyah
(Naisabar).11 Akan tetapi al Ghazali tidak lama mengajar di Naisabur ini,
diapun kembali ke Thus, tempat kelahirannya. Di sini dia membangun
Madrasah untuk mengajar sufisme dan teologi dan membangun
“laboratorium” untuk tempat praktikum para sufi di samping rumahnya.12
Pada tahun 489 H ia pergi ke Damaskus dan tinggal disitu selama
beberapa waktu. Kemudian, dari Damaskus ia pergi ke Bait Al-Maqdis,
dan mulai menulis bukunya, Al Ihya. Ia mulai berjihad melawan nafsu,
mengubah akhlak, memperbaiki watak, dan menempa hidupnya.13
Setelah mengabdikan diri untuk kepentingan ilmu pengetahuan
selama puluhan tahun dan setelah memperoleh kepuasan batin melalui
jalan sufi, ia meninggal dunia di Thus di hadapan adiknya Ahmadi
Mujahiddin pada 14 Jumadil Akhir 505 H/19 Desember 1111 M. al
Ghazali meninggalkan 3 anak perempuan, sedang anak laki-lakinya yang
bernama Hamid meninggal sebelum al Ghazali meninggal.
2. Sejarah Pemikiran Imam al Ghazali
Sebelum menelusuri sejarah pemikiran al Ghazali, ada baiknya
akan menelusuri situasi dan kondisi struktural maupun kultural di daerah-
daerah di mana al Ghazali tinggal dan beradaptasi.
Dari segi politik, di dunia Islam bagian Timur eksistensi Dinasti
“Abasiyyah berada di tangan para Sultan. “Dinasti Saljuk, yang didirikan
11 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Op.Cit., hlm. 79. 12 Ibid., 79-80. 13 Imam al Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Terj. Irwan Kurniawan, (Bandung:
Penerbit Mizan, 1997), hlm. 10.
![Page 5: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/5.jpg)
38
oleh Sultar Togral Bek (1037-1063), mencapai kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Alp Arslan (1063-1072 M) dan Sultan Malik Syah
(1072-1092), dengan wazirnya yang terkenal Nizam al-Multk (1063-1092
M).14 Pada waktu itu, di Mesir masih berdiri Khilafah Fatimiyyah.
Wilayah kekuasaannya tidak terbatas di Mesir saja, tetapi sampai ke
Afrika Utara dan Siria bahkan sebelum muncul Dinasti Saljuk pernah
beberapa bulan menguasai Baghdad. Pada tahun 472 H/1097 M.
Fathimiyyah penah berusaha merebut Siria dari Dinasti Saljuk, tetapi
gagal. Mungkin karena kegagalan inilah maka ketika Dinasti Saljuk
berjuang mati-matian dalam menghadapi gelombang tentara Salib.
Fathimiyyah bersikap diam-diam tidak mau membantu.
Situasi politik dan keamanan dalam negeri Saljuq juga tidak
stabil. Hal ini disebabkan adanya gangguan dari gerakan bawah tanah yang
berbajukan agama, yakni gerakan Bathiniyyah. Yaitu gerakan dari
sempalan sekte Syi’ah Isma’iliyyah yang terjadi di istana Fathimiyyah di
Mesir. Pusat gerakannya di Alamut di bawah kepemimpinan Hasan al-
Sabah. Dalam mensukseskan gerakannya, gerakan ini tak segan-segan
mengadakan serangkaian pembunuhan terhadap penghalangnya.
Korbannya diantaranya Nizam al-Mulk.
Dari segi sosial keagamaan, umat Islam ketika itu terpilih-pilih
dalam beberapa golongan madzhab fiqh dan ilmu kalam, masing-masing
dengan ulamanya, yang dengan sadar menanamkan fanatisme golongan
kepada pengikutnya. Demikian pula para penguasa cenderung untuk
berusaha menanamkan fahamnya kepada rakyatnya. Misalnya, al-
Kauduri–Wazir pertama Dinasti Saljuk beraliran mu’tazilah berusaha
menanamkan fahamnya kepada rakyat dengan segala cara, bahkan dengan
cara kekerasan. Ketika al-Khunduri Nizam al-Mulk yang bermadzhab
Syafi’i dan beraliran Asy’ari berusaha menanamkan fahamnya kepada
rakyatnya. Akan tetapi cara yang dilakukan Nizam al-Mulk lebih
bijaksana. Caranya dengan mendirikan Madrasah dan menempatkan ulama
14 Drs H. M. Zurkani Yahya, Op. Cit, hlm. 64.
![Page 6: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/6.jpg)
39
madzhab dan aliran ke Madrasah tersebut. Di sinilah para ulama madzhab
Syafi’i dan aliran Asy’ari dapat leluasa mengajarkan doktrin-doktrinnya.
Dalam menanamkan fanatisme madzhab dan aliran peran ulama
sangatlah dominan. Hal ini juga didukung para penguasa, sehingga
keduanya saling memanfaatkan. Dengan dukungan ulama, para penguasa
mendapat semacam legitimasi kekuasaannya di mata rakyat. Sebaliknya
dengan dukungan penguasa, para ulama dapat menyebarkan faham dan
aliran kepada masyarakat tanpa takut “dicekal”. Demikian pula apabila
dekat dengan penguasa, maka para ulama dapat memperoleh jabatan dan
kemuliaan berikut kemewahan hidup.
Diantara unsur kultural yang berpengaruh pada masa Al Ghazali
ialah filsafat. Filsafat Yunani diserap oleh para teolog, filsafat India
diadaptasi oleh kaum sufi, dan filsafat Persia banyak mempengaruhi
doktrin Syi’ah dalam konsep imamah.15 Pada masa ini filsafat
perkembangan sangat pesat dan banyak diserap para ulama untuk
memperkuat argumentasinya dalam mempropagandakan alirannya,
sehingga semua intelektual baik yang menolak maupun menerima filsafat,
mau tidak mau harus mempelajari filsafat.
Kendati demikian, para ulama fiqh dan ulama kalam menyatakan
“perang” dengan filsafat. Mereka sering mendiskusikan dan menari untuk
memeranginya. Akhirnya menciptakan ilmu tauhid.16
Karir intelektual Al Ghazali dimulai sebagai pengarang, dengan
menulis di bidang fiqh dan ushul fiqh dalam madzhab Syafi’i. Buku
tersebut berjudul mankhul fi’ilmi al-Uhsul. Karangan tersebut sangat
menggembirakan gurunya, al-Jawayni, meskipun gurunya merasa iri
kepadanya, sehingga ia mendapat gelar dari gurunya “bahr mughriq”
(samudra yang menenggelamkan).
Pada tahun 478 H/1085 M, Al Ghazali meninggalkan kota
Naisabur pergi ke Muaskar dengan maksud ikut bergabung dengan para
15 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Ibid, hlm. 69. 16 Thaha Abd. Al-Baqi Surur, Al-Ghazali, LPMI, (Solo: Pustaka Mantiq, Cet. I, 1992),
hlm. 71.
![Page 7: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/7.jpg)
40
intelektual di sama dalam majelis seminar yang didirikan oleh Nizham al-
Mulk, seorang pecinta ilmu dan ulama. Kehadiran Al Ghazali di sana
disambut gembira oleh Nizham al-Mulk, yang selalu hadir dalam segala
acaranya. Keberadaannya di sana membawa nuansa baru, sehingga dengan
kedalaman ilmunya, kehebatan analisisnya dan ketajaman argumentasinya
menempatkan dirinya sebagai seorang “imam”, yang disegani di wilayah
Khurasan waktu itu. akhirnya setelah melihat reputasi ilmiahnya yang
cemerlang itu maka Nizham al-Mulk mengangkatnya sebagai guru besar
sekaligus rektor al-Nizhamiyah pada tahun 484 H/1091 M, suatu jabatan
yang diidam-idamkan oleh para intelektual itu.
Di al-Nizhamiyah Baghdad, Al Ghazali memberi kuliah teologi
dan fiqh (Syafi’i). Di sela-sela kegiatan mengajarnya, ia juga mempelajari
filsafat secara otodidak. Karangan pertama tentang filsafat berjudul
“Maqashid al-Falsafah” (maksud-maksud para filosuf, yang berisi tiga
pokok bahasan filsafat Yunani (Logika, metafisika, dan fisika) dengan
bahasa yang mudah untuk dicerna bagi penulis, karena susunannya yang
sistematis dan bahasanya yang mudah.17 Sedangkan karangan keduanya
berjudul Tahafuts al-Falsafah (kerancuan para filosuf), berisi sanggahan
pandangan mereka berdasarkan prasangka belaka, yang tidak benar dan
tidak pasti. Untuk membenarkan pandangannya itu, mereka menjelaskan
dengan argumentasi ilmu matematika dan logika.18 Dengan logika yang
dikemukakan al Ghazali dalam bukunya tersebut, maka reputasinya di
dalam ilmu filsafat semakin bersinar, apalagi waktu itu belum ada seorang
theolog pun yang mampu menghantam pemikiran para filosuf dengan
senjata mereka sendiri (logika). Maka dengan karya yang monumental
tersebut, al Ghazali berhak menyandang gelar filosof muslim.
Ketika penobatan khalifah al-Mustazhhir bi Allah pada tahun
489H, dia diminta khalifah menulis tentang aliran bathiniyah, yang waktu
itu sedang gencar-gencarnya gerakan mereka mengganggu stabilitas
17 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Op.Cit., hlm. 72. 18 Thaha Abd al-Baqi Surur, Op.Cit., hlm. 75.
![Page 8: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/8.jpg)
41
politik dan keagamaan. Maka lahirlah karyanya yang diberi judul
Fadha’ih al-Bathiniyyah wa Fadhall al-Mustazhhir bi Allah (kelancaran
paham Bathiniyyah dan keutamaan paham al-Mustazhhir bi Allah).19
Di sela-sela kesibukan mengajar, ia juga masih sempat menulis
beberapa karyanya di bidang fiqh dan kalam, suatu bidang studi yang
diasuhnya, seperti: al-Wasith (pertengahan), al-Basith (sederhana) dalam
bidang fiqh, dan al-Iqtishad fi al-I’tiqad (moderasi dalam aqidah) di
bidang kalam.
Ketika terjadi serentetan pembunuhan terhadap ulama dan
penguasa yang diletakkan oleh golongan Bathiniyyah, ketika itu al Ghazali
mengalami krisis kejiwaan yang mengakibatkan sakit parah dan para
dokter tidak sanggup untuk mengobatinya. Maka ketika Tuhan
mengabulkan do’anya sehingga ia sembuh, ia memutuskan untuk
menjalankan hidup sebagai macam cara sufi, suatu cara hidup yang
berlawanan dengan cara hidup ketika di Baghdad. Selama kurang lebih
sepuluh tahun dia melakukan praktek sufisme, meskipun kadang-kadang
terselingi buyarnya konsentrasi karena masalah yang menarik perhatian
dari dunia sekitar. Selama itu pula ia tidak sedikit menghasilkan karya
yang bermutu di bidang sufisme dan kalam. Diantaranya, Ihya Ulum al-
Din (menghidupkan petunjuk), al-Qisthas al-Mustaqim (Sebuah teraju
yang lurus), al-Arba’in fi Ushul al-Din (Empat puluh pokok agama).20
Pada tahun 499 H/1106 M, timbul kesadaran baru dalam diri al
Ghazali untuk keluar dari ‘uzlah dan zawiyah (tempat khalwat sufi),
karena terjadi dekadensi moral dan amal di kalangan umat, bahkan ulama,
sehingga diperlukan penanganan serius untuk mengobatinya.
Sejak keluar dari uzlahnya sampai meninggal, telah lahir
beberapa karya tulisnya, diantaranya ialah: Munqid min al-Dhalal
(pembebas dari kesesatann), al-Musthasfa (tempat penyucian), Iljam al-
19 Dr. H.M. Zurkani Jahya, Op.Cit., hlm. 73. 20 Ibid., hlm. 73.
![Page 9: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/9.jpg)
42
Awamun ‘an ‘ilm al-Kalam (mengendalikan orang awam dari kalam), dan
Minhaj al-‘Abidin (metode para abid).21
3. Karya-karyanya
Dalam buku seluk beluk pendidikan al Ghazali Drs. Zainuddin
menuliskan hasil karya al Ghazali.22 Yang disusun berdasarkan kelompok
ilmu pengetahuan sebagai berikut:
a. Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam, meliputi;
1. Maqashid al-Falasifah (tujuan para filosuf)
2. Tahafut al-Falasifah (kerancauan para filosof)
3. Al-Iqtishaf fi al-I’tiqad (moderasi dalam aqidah)
4. Al-Munqid min al-Dhahal (pembebas dari kesesatan)
5. Al-Maqashid al-ana fi Ma’ani Asmillah al-Husna (arti nama-
nama Tuhan Allah SWT. yang hasan)
6. Faishal al-Tafriqah bainal Islam wa al-Zindiqah (perbedaan
antara Islam dan Zindiq)
7. Al-Qisthas al-Mustaqim (sebuah teraju yang lurus)
8. Al-Mustadhiri (penjelasan-penjelasan)
9. Hujjah al-Haq (argumen yang benar)
10. Mufsil al-Khilaf fi Uhsul al-Din (memisahkan perselisihan
dalam ushuluddin)
11. Al-Muntahul fi ‘Ilmi al-Jidal (tata cara dalam ilmu diskusi)
12. Al-Madnun bin ‘ala Ghairi Ahlihi (perangkaan bukan ahlinya)
13. Mahkunal al-Nadlar (metodologika)
14. Asra al’ilmi al-Din (rahasia ilmu agama)
15. Al-Arba’ in fi Ushul al-Din (40 masalah ushul al-Din).
16. Iljamu al-Awwam ‘an ‘Ilmi al-Kalam (menghalangi orang
awam dari ilmu kalam).
17. Al-Qul al-Jamil fi al-Raddi ‘ala man Ghayyara al-Injil (kata
yang baik untuk orang-orang yang mengubah injil).
21 Ibid., hlm. 80. 22 Drs. Zainuddin, Op.Cit, hlm. 21.
![Page 10: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/10.jpg)
43
18. Mi’yar al-‘Ilmi (timbangan ilmu)
19. Al-Isthishar (rahasia-rahasia alam)
20. Isbat al-Nadhar (pematangan logika)
b. Kelompok Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, yang meliputi:
1. Al-Basthih (pembebasan yang mendalam)
2. Al-Wasith (perantara)
3. Al-Wajiz (surat-surat wasiat)
4. Khulashah al-Mukhtashar (ringkasan karangan)
5. Al-Musytasyfa (pilihan)
6. Al-Mankul (adat kebiasaan)
7. Syifau ‘Alil fi Qiya wa al-Ta’lil (penyembuh yang baik dalam qiyas
dan ta’lil)
8. Al-Dzari’ah ‘ila Makarin al-Syari’ah (jalan kepada syari’ah)
c. Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf, yang meliputi:
1. Ihya ‘ulum al-Din (menhidupkan kembali agama)
2. Mizan al-Amal (timbangan amal)
3. Misykat al-Anwar (relung-relung cahaya)
4. Minhaj al-‘Abidin (pedoman beribadah)
5. Al-Darar al-Fakhirah fi Kasyfi al’Ulum Akhirah (mutiara
penyingkap ilmu akhirat)
6. Al-‘Anis fi Wahdah (lembut dalam kesatuan)
7. Al-Qurbah ila Allahi Azza wa jalla (mendebatkan diri dari Allah
SWT.)
8. Akhlak al-Abrar wa an-Najat min al-Asrar (akhlak yang luhur dan
menyelamatkan dari keburukan)
9. Bidayat al-Hidayah (permulaan mencari petunjuk)
10. Al-Mabaqi wa al-Ghayyah (permulaan dan petunjuk)
11. Talbis al-Iblis (tipu daya iblis)
12. Nashihat al-Mulk (nasihat untuk para raja)
13. Al-Risalah al-Qudsiyyah (ilmu-ilmu laduni)
14. Al-Ma’khadz (tempat pengambilan)
![Page 11: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/11.jpg)
44
15. Al-Amali (kemuliaan)
d. Kelompok Ilmu Tafsir, meliputi:
1. Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al-Tanzil (metodologi ta’wil di dalam
tafsir yang diturunkan), terdiri dari 40 jilid
2. Jawahir al-Qur’an (rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an)
Sebenarnya masih banyak kitab karangan al Ghazali, akan tetapi
menurut penulis, yang demikian itu sudah mencukupi dan dianggap
mewakili kitab karangan al Ghazali, baik yang tidak penulis tulis, maupun
karangan yang belum ditemukan.
B. Pandangan Imam Al Ghazali Tentang Ibadah Puasa
Berangkat dari pemikiran Imam al Ghazali, bahwa pada hakikatnya
puasa adalah pintu ibadah dan juga sebagai pagar penjaga keamanan hati
manusia. Maka sedemikian tinggi keutamaan puasa, sudah sepatutnyalah
dijelaskan tentang persyaratan-persyaratannya yang bersifat lahiriah dan
batiniah yaitu dengan menyebutkan kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah
puasa.
1. Kewajiban-kewajiban puasa
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam al Ghazali membahas tentang
kewajiban-kewajiban dalam ibadah puasa yang meliputi enam hal:
a. Memperlihatkan permulaan bulan Ramadhan
Imam al Ghazali memberi batasan cara memperlihatkan
permulaan bulan Ramadhan yaitu dengan melihat bulan sabit (hilal)
awal Ramadhan. Jika hal itu terhalang oleh awan, hendaknya
menetapkan permulaan bulan ramadhan tersebut dengan
menyempurnakan bilangan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari. Hal
ini dijelaskan dalam kitab Ihya Ulumuddin sebagai berikut:
مراقبة أول شهر رمضان وذلك برؤية الهالل فان غم فا ستكمال
. ونعنى بالرؤية العلم ويحصل ذلك يقول عدل ثالثين يمنا شعبانArtinya: “Mengintip pada permulaan bulan ramadhan dan yang
demikian itu jangan melihat bulan (ru’yah). Jikalau
![Page 12: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/12.jpg)
45
mendung, maka disempurnakan tiga puluh hari dari pada bulan sya’ban. Dan kami maksudkan dengan ru’yah dapat mengetahuinya. Dan itu berhasil apabila dikatakan oleh orang yang adil.23
Berpijak dari pendapat di atas, memperhatikan permulaan
bulan ramadhan dengan cara melihat bulan atau menyempurnakan
bulan sya’ban selama 30 hari.
Dalam buku Fiqh Puasa, karya Yusuf Qardhawi, beliau
mengatakan bahwa ada tiga cara untuk menentukan masuknya bulan
ramadhan, yaitu: pertama, melihat hilal, kedua menyempurnakan bulan
sya’ban menjadi 30 hari ketiga menetapkan adanya hilal.24
Dengan demikian dapat diambil suatu gambaran bahwa cara
untuk menentukan masuknya bulan Ramadhan yaitu melihat bulan
sabit (hilal), menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari dan
menetapkan adanya hilal.
b. Niat Puasa.
Kewajiban puasa yang kedua menurut Imam al Ghazali
adalah niat. Sebagaimana yang diungkapkan dibawah ini:
فلونوى ان لكل ليلة من نية مبيتة معينة جازمة الثانى النية والبد
.يصوم شهررمضان دفعه واحدة لم يكفه وهوالذى عنينايقولناآل ليلة
Artinya: Kedua niat. Dan tidak boleh tidak pada tiap-tiap malam dan pada niat diwaktu malam, yang menentukan, lagi yang menyakinkan, kalau diniatkan berpuasa bulan Ramadhan sekali niat, niscaya tidak mencukupi. Dan itulah yang kami maksudkan dengan perkataan kami tiap-tiap malam.25
Niat itu adalah amalan hati, dan niat puasa dilakukan pada
malam hari, dengan niat itu orang mulai mengarahkan hatinya untuk
berpuasa esok hari, karena Allah SWT. dan mengharap ridha-Nya.
Karena itulah yang mesti mengucapkan niat adalah hati. Karena hati
23 IMAM AL GHAZALI, IHYA’ ULUMUDDIN, JUZ I, (SEMARANG: TOHA PUTRA, T.TH.), HLM.
233. 24 YUSUF QARDHAWI, FIQH PUASA, (SURAKARTA: ERA INTERMEDIA, 2000), HLM. 40. 25 Imam al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Juz I, Op. cit., hlm. 233
![Page 13: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/13.jpg)
46
itulah yang dapat memisahkan kemauan keharusan niat berpuasa.
Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw.
.من لم يبيت الصيام قبل الفجر فالصيام له قال رسول اهللا ص م
]رواه الخمسه[Artinya: “Barang siapa yang tidak berniat akan puasa pada
malamnya sebelum terbit fajar, maka bukanlah ia puasa”. (Riwayat Lima Ahli Hadits).26
Hadits di atas, menjelaskan bahwa setiap malam memerlukan
niat khusus sejak malam harinya, yakni harus sudah ada niat dihati
untuk berpuasa, sebelum fajar menyingsing.
Namun ada satu hal yang perlu kita perhatikan, bahwa
manusia tidak dituntut melafadkan niat. Sepanjang pemikiran kami
tidak didapati nash syara’ yang menuntut manusia untuk melafadkan
niat, baik untuk puasa untuk shalat maupun untuk zakat, kecuali untuk
ibadah haji dan umrah.27
c. Menahan diri dari masuknya sesuatu ke dalam rongga dengan sengaja
jika tidak bisa menahan diri maka rusaklah puasanya. Sebagaimana
diungkapkan oleh Imam al Ghazali:
الثالث االمساك عن إيصال شىء إلى الجوف عمدا مع ذآر الصوم
28.صومه باالآل والشرب والسعوط والخقنةفيفسد
Ungkapan di atas menjelaskan bahwa memasukkan sesuatu ke
dalam rongga dengan sengaja dan ia teringat puasanya baik itu makan,
minum dan memasukkan ke dalam rongga-rongga yang lain dengan
sengaja maka batal puasanya.
Zakiah Daradjad mengatakan bahwa mulai saat imsak supaya
dijaga agar jangan sampai terjadi hal-hal yang membatalkan puasa,
diantaranya.
26 Al-Hafid Ibnu Hajar al-Asfalani, Bulughul Maram, (Baerut: Kibari al-Maktabarah
Tijari yatul, t.th.), hlm. 138. 27 Yusuf Qardhawi, Op.Cit., hlm. 102 28 IMAM AL GHAZALI, IHYA ‘ULUMUDDIN, JUZ I, OP. CIT., HLM. 233.
![Page 14: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/14.jpg)
47
- Masuknya sesuatu ke dalam rongga tubuh dengan sengaja, melalui
cara yang wajar seperti mulut, hidung, telinga dan dubur, serta asap
rokok dan obat yang dimasukkan ke dalam hidung.
- Memasukkan alat pengorek telinga ke dalam telinga, karena lubang
telinga termasuk rongga yang terlarang.
- Berkumur-kumur dan memasukkan atau menghirup air dengan
hidup secara berlebihan, dikhawatirkan air akan masuk, jika air
masuk maka puasa batal.
- Menelan sisa makanan yang melekat pada gigi.
- Muntah dengan sengaja.29
d. Kewajiban puasa yang keempat adalah menahan diri dari melakukan
jima’. Batas bersetubuh ialah masuknya ujung kemaluan laki-laki. Jika
bersetubuh pada malam hari atau bermimpi (berikhtilam), lalu datang
waktu subuh sedang ia berjanabat (berhadats besar), maka tidak
membatalkan, apabila terbit fajar, dimana ia sedang bercampur dengan
isterinya, kemudian ditariknya, maka shahlah puasanya. Tetapi jika ia
bertahan maka rusaklah puasanya dan ia harus memberikan kafarat
puasa.30
Imam al Ghazali memberi konsep sebagai berikut:
الرابع االمساك عن الجماع واحدة مغيب الحشفة وإن جامع ناسيا
.م يفطرلArtinya: menahan diri dari pada bersetubuh. Dan batas bersetubuh
ialah masuknya ujung kemaluan laki-laki. Jikalau bersetubuh karena lupa, maka tidak membukakan.31
Uraian di atas menjelaskan apabila dalam keadaan lupa bahwa
ia berpuasa kemudian melakukan hubungan, maka puasanya itu tidak
batal karenanya. Demikian pula jika ia melakukan pada malam hari
29 PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT, PUASA MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL, (JAKARTA,
CV. RUHAMA, 1993), HLM. 51. 30 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid II, Terj. Tk. H. Ismail Yakub, M.A. SH.,
(Medan: CV. Faizan, 1986), hlm. 11 31 Imam al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Juz I, Op. Cit., hlm. 233.
![Page 15: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/15.jpg)
48
atau ia ikhtilam (bermimpi sehingga keluar mani) lalu masih tetap
dalam keadaan junub (belum mandi dari hadats besar) sampai sesudah
terbitnya fajar, maka puasanya tetap sah. Bahkan seandainya terbit
fajar sementara ia masih dalam keadaan bercampur dengan isterinya,
lalu ia segera menghentikannya saat itu juga, maka puasanya tetap sah.
e. Menahan diri dari pada mengeluarkan mani. Kewajiban puasa yang
kelima menurut Imam Al Ghazali adalah menahan diri dari pada
mengeluarkan mani. Mengeluarkan mani yang di maksud yaitu,
mengeluarkan mani dengan sengaja dengan setubuh atau tanpa
setubuh, maka yang demikian itu membatalkan puasa. Dan tidaklah
membatalkan hanya dengan memeluk isteri dan tidak pula dengan
tidur bersama selama tidak inzal (keluar mani lantaran dorongan
syahwat). Tetapi yang demikian itu makruh, kecuali ia seorang tua atau
dapat mengendalikan dirinya. Maka dalam hal yang demikian, tidak
mengapa berpelukan. Dan meninggalkannya adalah lebih utama.32
Sebagaimana yang diungkapkan di bawah ini:
المساك عن االستمناء وهو إخراج المنى قصدا مجماع ا: الخامس
أوبغير جماع فان ذلك يفطر وال يفطر بقبلة زوجته
33.والبمضاجعتها مالم ينزل
Berangkat dari pendapat di atas, maka kewajiban puasa yang
kelima adalah menahan diri dari istimna’ yaitu mengeluarkan mani
dengan sengaja, atau tanpa jima’, melalui hal itu membatalkan puasa.
Adapun mencium atau memeluk isteri tidak membatalkan puasa
selama tidak mengeluarkan mani. Meskipun demikian, perbuatan
seperti itu makruh hukumnya kecuali jika ia sudah tua usianya atau
seorang yang mampu menahan syahwatnya (sehingga tidak khawatir
akan keluar mani). Apabila ia telah merasa khawatir akan akibat
32 IMAM AL GHAZAL, IHYA’ ULUMUDDIN, JILID II, TERJ, ISMAIL YAKUB M.A. SH, OP. CIT
HLM. 11 33 IMAM AL GHAZALI, IHYA ‘ULUMUDDIN, JUZ I, OP. CIT., HLM. 234
![Page 16: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/16.jpg)
49
ciumannya, namun tetap juga mencium lalu tidak berhasil menahan
keluarnya mani, maka puasanya batal, karena ia dianggap tidak
menghormati dan tidak mengindahkan puasanya.
f. Menahan diri daripada mengeluarkan muntah.
Imam Al Ghazali memandang bahwa kewajiban puasa yang
keenam adalah menahan diri dari muntah. Dan jika muntah dengan
tidak sengaja, maka tidaklah batal puasanya. Apabila dahak tertelan
dari kerongkongannya atau dadanya, niscaya tidaklah membatalkan
puasanya, karena merupakan suatu kelapangan (rukhsah) lantaran
meratanya bahaya yang demikian itu. kecuali ditelannya setelah
sampai ke mulut, maka yang demikian itu membatalkan puasa.
Sebagaimana ungkapan di bawah ini:
االمساك عن اخراج القىء فاالستقاء يفسد الصوم وإن : السادس
34 .ذرعه القىء لم يفسد صومه
Ungkapan di atas menyebutkan bahwa menahan diri dari
muntah yang disengaja maka batallah puasanya. Akan tetapi apabila ia
muntah tanpa kemauannya sendiri (tidak sengaja). Karena tidak dapat
menahan, maka tidak batal puasanya. Demikian pula menahan kembali
dahaknya yang belum melewati tenggorokan atau masih dalam batas
dadanya, tidak membatalkan puasa. Hal ini termasuk keringanan bagi
orang berpuasa.
Disamping kewajiban-kewajiban puasa yang telah penulis
sebutkan di atas, Imam Al Ghazali menjelaskan tentang bagaimana
cara menunaikan puasa yang sempurna. Hal ini dijelaskan dalam Kitab
Majmu’ah Rasaail sebagai berikut:
بل ينبغي : بل تمام الصوم بكف الجوارح آلها عما يكره اهللا تعالى
واللسان عن النطق بما , أن تحفظ العين عن النظر إلى المكاره
عن االستماع إلى ماحرم اهللا تعالى فان المستمع واالذن, اليعنيك
34 Ibid, hlm. 234
![Page 17: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/17.jpg)
50
وآذلك تكف جميع الجوارح آما , وهو أحد المغتابين, شريك القائل
35.تكف البطن والفرج
Ungkapan di atas menjelaskan bahwa puasa yang sempurna
ialah menahan semua anggota tubuh dari apa-apa yang tidak disukai
oleh Allah SWT. engkau harus menjaga kedua matamu dari melihat
hal-hal yang haram, menjaga lidah dari mengucapkan hal-hal yang
bukan urusanmu, menjaga telinga dari mendengarkan apa-apa yang
dilarang oleh Allah sebab si pendengar berbagi salah dengan si
pengumpat. Jagalah anggota tubuh lainnya semisal perut dan
kemaluan.
2. Sunnah-sunnah puasa
Sempurnanya puasa lebih banyak ditentukan pada kesempurnaan
dalam menjalankan tata aturan puasa itu sendiri, yaitu dengan melakukan
syarat dan rukun puasa, maka terpenuhilah kewajiban puasa. Sedangkan
untuk dapat mencapai tujuan akhir dari puasa, maka segala aturan lainnya
yang akan menyempurnakan puasa harus dilaksanakan pula dengan
keikhlasan dan kesadaran.36
Imam al Ghazali memandang ada enam perkara dalam sunnah-
sunnah puasa, sebagaimana dikutip dalam kitab Ihya “Ulumuddin:
تأخير السحور وتعجيل الفطر بالتمر أو الماء قبل : وأما السنن فست
الصالة وترك السواك بعد الزوال والجود فى شهر رمضان لما سبق
جد السيما من فضائله فى الزآاة ومدارسة القران واالعتكاف فى المس
41.فى العشر االخيرArtinya: Adapun sunat, maka enam perkara: mengakhirkan sahur,
menyegerakan berbuka dengan tamar atau air sebelum shalat, meninggalkan gosok gigi (bersuji) sesudah zawal (gelincir
35 Imam Al Ghazali, Majmu’ah Rosaail, (Baerut, Darul al Kitab al Ilmiah, t. th), hlm.
56. 36 Team Penyusun Text Book Ilmu Fiqh I, Ilmu Fiqh, Jilid I, (Jakarta: Proyek
Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1983) hlm. 309. 37 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz I, Op. Cit, hlm. 234
![Page 18: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/18.jpg)
51
matahari), bermurah hati di dalam bulan Ramadhan, karena keutamaan-keutamaan yang telah diterangkan pada zakat dahulu, bertadarus al-Qur'an dan beri’tikaf di dalam Masjid, lebih-lebih pada sepuluh yang akhir.
Maka semakin banyak melakukan amalan-amalan sunat puasa
serta memperhatikan kaifiat atau tata aturan berpuasa dengan sebaik-
baiknya, maka tujuan puasa dapat diperoleh.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berpuasa adalah
sebagai berikut:38
a. Menyegerakan (ta’jil) berbuka, yaitu berbuka pada saat terbukti
matahari sudah terbenam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw:
39 ]رواه متفق عليه[ .اليزال الناس بخبر ما عجلواالفطرArtinya: “Manusia itu masih baik selama mengerjakan berbuka
puasa”. (H.R. Mutafaq Alaih).
b. Berbuka dengan ruthhab (kurma tua), atau air atau dengan buah kurma
yang lebih utama dari ketiga hal ini adalah dengan yang pertama, yang
kedua dengan kurma, yang ketiga dengan air.
c. Berdo’a pada waktu berbuka puasa
d. Sahur, yaitu makan dan minum pada akhir malam dengan diiringi niat
untuk berpuasa.
3. Tingkatan-tingkatan puasa.
Pemikiran Imam al Ghazali bahwa pada hakekatnya kebahagiaan
hakiki adalah manusia yang mampu berada sedekat mungkin dengan
khaliqnya.
Imam al Ghazali menggambarkan sewaktu manusia itu terjerumus
ke dalam hawa nafsu, maka ia menurun ketingkat paling bawah dan
38 Abu Bakar Jabir El-Nazairi, Pola Hidup Muslim, Terj. Dr. H. Rahmat Djatnika dan
Drs. Ahmad Sumpeno (Bandung: Remaja Rosdakarya,, 1991), hlm. 262-263 39 IMAM MUSLIM BIN KHAJAJ AL QOSYAIRI AL NASYABUNI, SHAHIH MUSLIM, (BEIRUT:
DARUL AL ILMIAH, T. TH), HLM. 32.
![Page 19: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/19.jpg)
52
berhubungan dengan lumuran hewan. Sewaktu ia mencegah diri dari hawa
nafsu, niscaya terangkatlah ia ketingkat yang paling tinggi.40
Dari keterangan di atas, dapat dikatakan bahwa yang menjadi
ukuran berhasil atau tidaknya manusia menjadi utama adalah mampu dan
tidaknya mengatur hawa nafsu yang ada dalam dirinya.
Berangkat dari pemikiran kemampuan manusia menundukkan
keinginan hawa nafsunya yang bertingkat-tingkat, maka Imam Al Ghazali
membagi puasa kepada tiga tingkatan atau three grades of fisiming
ordinary, special and extra-special:41
Dalam Ihya ‘Ulumuddin Imam al Ghazali memberi tiga tingkatan
puasa, sebagaimana yang diungkapkan dibawah ini:
, وصوم الحصوص, صوم العوم, اعلم ان الصوم ثالث درجات
46ص الحصوصوصوم حصوArtinya: “ketahuilah ada tiga tingkatan puasa yaitu puasa umum, puasa
khusus, puasa khusus dari khusus”.
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan tiga tingkatan yaitu:47
a. Puasa umum yaitu “mencegah perut dan kemaluan dari pada
memenuhi keinginannya”.
Puasa umum ini titik beratkan hanya kepada menahan hal-hal
yang membatalkan, dalam bentuk kebutuhan perut dan kelamin, tanpa
memandang lagi kepada hal-hal yang diharamkan dalam bentuk
perkataan dan perbuatan.
Pada tingkat ini orang yang melakukan puasa tidak akan
terbatas dari kemaksiatan, karena orang pada tingkat ini tidak
mengikutkan hatinya untuk berpuasa pula.
40 Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid II, Terj. Ismail Yakub, MA.SH. Op.Cit,
hlm. 18. 41 Al Ghazali, Inner Dimensions of Islamic Worship, (Nigeria : Islamic Foundation,
1983), hlm. 75. 42 Imam al Ghazali, Mukhtasor Ihya ‘Ulumuddin, (Baerut: Darul al Ilmiah, t. th), hlm.
21. 43 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid II, Terj. Ismail Yakub, M.A. SH., Op. Cit,
hlm. 14.
![Page 20: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/20.jpg)
53
b. Puasa khusus yaitu “berusaha mencegah pandangan, penglihatan,
lidah, tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya dari perbuatan
dosa”.
Puasa khusus ini, disamping mencegah keinginan perut dari
nafsu kelamin, juga menahan keinginan dari anggota-anggota badan
seluruhnya.
Hasbi Ash Shidieqy menanggapi pengertian puasa ahlul
khusus yaitu memelihara lidah dan berdusta dan berbohong sesudah
menahan diri dari makan minum dan jima’.44
Berangkat dari konsepsi al-Qur’an, bahwa kehidupan yang
sebenarnya hanya ada disisi-Nya yaitu akhirat, maka manusia
seharusnya memandang segala kenikmatan yang bersifat lahiriah dan
hanya bersifat semu sehingga tidak pula larut di dalamnya. Seperti
orang-orang yang berada pada tingkat puasa khusus, benar-benar
disadarkan untuk selalu menahan keinginan-keinginan lahiriah yang
berupa anggota-anggota badan dengan kenikmatan yang diingini oleh
anggota-anggota tersebut. Tujuannya untuk menemukan kenikmatan
yang sebenarnya yakni keterangan batin.
Puasa menurut Imam al Ghazali adalah pada hakekatnya
sebagai media untuk bisa dekat dengan Allah SWT. dan hal tersebut
benar-benar berfungsi, apabila orang yang melaksanakan puasa
dilandasi oleh kemauan yang kuat, maka motivasi untuk berada
sedekat mungkin dengan Allah SWT. akan mengalahkan keinginan-
keinginan yang bersifat lahiriah. Sebagaimana yang beliau jelaskan:
“Bila dalam diri kita telah tumbuh kerinduan untuk bertemu dengan Allah SWT. dan bila keinginan kita untuk mendapatkan makrifat tentang keinginan-Nya nyata dan lebih kuat daripada nafsu makan dan seksual anda berarti anda telah menggandrungi taman makrifat ketimbang surga pemuas nafsu indrawi.45
44 T.M. Hasbi Ash Shiddiqie, Pedoman Puasa, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,
1997), hlm. 44. 45 Imam al Ghazali, Pemata al-Qur’an, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hlm. 88.
![Page 21: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/21.jpg)
54
Berangkat dari pendapat di atas maka, untuk mendapatkan
taman makrifat manusia harus melalui proses yang begitu panjang dan
berat, seperti dalam ibadah puasa. Pada puasa tingkat khusus ini
merupakan dasar-dasar latihan untuk mengurangi syahwat anggota
badan untuk dialihkan kepada Dzat yang Maha Agung sehingga
menurut beliau, kesempurnaan puasa khusus ini adalah dengan kriteria
enam perkara sebagai berikut:50
- Memicingkan mata dan mencegahnya daripada meluaskan
pandangan kepada tiap-tiap yang cela dan dimakruhkan dan kepada
tiap-tiap yang membimbingkan dan malaikatkan hati daripada
mengingat Allah SWT.
- Menjaga lidah daripada mendengar tiap-tiap yang makruh
- Mencegah anggota-anggota badan yang lain dan segala dosa
- Tidak membanyakkan makanan yang halal waktu berbuka
- Hatinya sesudah berbuka bergantung dan bergocang antara takut
dan harap, karena ia tidak mengetahui apakah puasanya diterima
atau ditolak.
c. Puasa khusus dari khusus “yaitu puasa hati dari segala cita-cita yang
hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain
Allah SWT. secara keseluruhan.46
Puasa khusus dan yang khusus menurut beliau adalah
puasanya para Nabi, orang-orang siddiq dan yang dekat dengan khalik,
menganggap batal apabila memikirkan hal-hal yang bersifat duniawi,
sehingga hatinya lupa terhadap Allah SWT. kecuali masalah-masalah
dunia yang mendorong kearah pemahaman agama, karena hal tersebut
dianggap sebagai tanda ingat kepada akhirat.
Dalam bukunya Imam Al Ghazali yang berjudul “menangkap
kedalaman rohaniah peribadatan Islam”, menerangkan bahwa sehingga
mereka yang masuk ke dalam tingkatan puasa sangat khusus akan
46 Imam al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 2, Terj. Ismail Yakub, MA.SH., Op.Cit., hlm. 14-19.
47 IBID., HLM. 14.
![Page 22: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/22.jpg)
55
merasa berdosa apabila hari-harinya terisi dengan hal-hal yang dapat
membatalkan puasanya. Mereka beranggapan bahwa hal tersebut
bermula dari rasa kurang yakin dengan janji Allah SWT. untuk
mencukupkan dengan rizkinya.48
Hati yang dimaksud dalam puasa khusus dan khusus adalah
hati itu bagaikan cermin yang bisa menerima dan memantulkan cahaya
Allah SWT sehingga selalu mengingat akan kebesaran dan keagungan
Allah SWT dengan tidak dialihkan kepada masalah-masalah yang
bersifat duniawi belaka. Karena pada hakekatnya manusia diciptakan
oleh Allah SWT. hanya untuk selalu mengabdi dan beribadah kepada-
Nya.
4. Macam-macam Puasa Sunnah
Puasa sunnah dikerjakan terutama pada hari-hari yang memiliki
keutamaan. Hari-hari seperti itu ada kala dilakukan disetiap tahun, setiap
bulan atau setiap pekan.
Adapun puasa tahunan, adalah: setelah ramadhan ialah puasa hari
Arafah (9 Dzulhijjah), hari ‘Asyura (10 Muharram), sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram. Selama itu,
al-Asyhur al-Hurm atau bulan-bulan yang disucikan” (yakni Dzul Qa’dah,
Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab) juga merupakan saat-saat yang
dianjurkan puasa padanya. Semua itu adalah waktu-waktu yang memiliki
keutamaan.49 Dalam satu bulan, hari-hari besar untuk berpuasa ialah
permulaan, pertengahan dan akhir bulan. Selain itu ada pula hari-hari
tasyrik, yaitu hari ke-13, 14 dan 15.50
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan macam-macam puasa
sunnah, Yaitu meliputi:51
48 IMAM AL GHAZALI, MENANGKAP KEDALAMAN ROHANIAH PERIBADATAN ISLAM, TERJ.
(JAKARTA: RAJAWALI, PRESS, 1987), HLM. 77. 49 IMAM AL GHAZALI, RAHASIA PUASA DAN ZAKAT, TERJ. M. AL-BAQIR (BANDUNG,
KARISMA, 2001), HLM. 37. 50 IMAM AL GHAZALI, PANDUAN PRAKTIS MENJADI SUFI, TERJ. H. M. AS’AD AL HAFIDY,
(BANDUNG: MIZAN MEDIA UTAMA, 2002), HLM. 73. 51 OP. CIT., HLM. 38-39.
![Page 23: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/23.jpg)
56
1. Bulan-bulan Utama
Bulan-bulan utama yang dimaksud adalah Dzulhijjah,
Muharram, Rajab, dan Sya’ban. Adapun “bulan-bulan yang disucikan”
atau al-Asyhur al-Hurm ialah Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan
Rajab. Dan yang paling utama diantara semua itu ialah bulan
Dzulhijjah disebabkan berlangsungnya ibadah haji di bulan itu.
Bulan Dzulqaidah termasuk bulan-bulan yang disucikan dan
juga bagian dan bulan-bulan haji. Adapun syawal termasuk bulan-
bulan haji, tetapi tidak termasuk bulan-bulan yang disucikan.
Sedangkan Muharram dan Rajab tidak termasuk bulan-bulan Haji.
2. Puasa-puasa Bulanan
Adapun hari-hari puasa yang berulang setiap bulan ialah awal
bulan pertengahannya dan hari-hari terakhirnya. Termasuk dalam
pertengahannya yang biasa disebut “hari-hari putih” (yakni yang
malam-malamnya diterangi sinar bulan), yaitu tanggal tiga belas,
empat belas, dan lima belas.
3. Puasa-puasa Mingguan
Adapun hari-hari puasa yang berulang setiap minggu ialah
senin, kamis, dan jum’at. Inilah hari-hari utama yang diajarkan
berpuasa padanya, disamping memperbanyak perbuatan-perbuatan
kebajikan. Hal ini mengingatkan dilipatgandakan pahalanya karena
keberkahan waktu-waktu tersebut.
4. Puasa Sepanjang Masa
Adapun puasa sepanjang masa (shaum al-dahr) adalah
meliputi semua waktu yang dianjurkan puasa padanya bahkan
melebihinya.52
Beberapa kalangan tidak menyukainya disebabkan adanya
berita-berita (dari Nabi Saw.) yang menyatakan sebagai suatu yang
tidak disukai atau terlarang. Yang benar ialah bahwa puasa seperti itu
memang tidak disukai karena dua hal, yakni karena dilakukan terus-
52 IBID., HLM. 40
![Page 24: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/24.jpg)
57
menerus, termasuk pada kedua hari raya dan hari tasyriq (tiga hari
setelah hari raya idul adha), dan juga karena hal itu menimbulkan
kesan bahwa yang melakukannya tidak hendak mengikuti sunnah Nabi
Saw. disamping telah mempersempit dirinya sendiri. Padahal Allah
SWT. menyukai mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya, yang
telah ia tugaskan atas mereka.
Maka apabila kedua hal tersebut tidak ada, senantiasa ia
melihat kebaikan-kebaikan yang akan diperolehnya dari puasanya itu,
maka tak ada salahnya ia mengerjakannya.
Ada derajat yang lain di bawah puasa sepanjang masa, yaitu
puasa daud setengah masa, yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari.
Yang demikian itu pada hakikatnya lebih berat dan lebih menekankan
hawa nafsu.
5. Hikmah Puasa
Hikmah puasa yang dijalankan sebagai pengabdian kepada Allah
SWT. mengandung nilai dan hikmah bagi manusia yang menjalankannya
dengan baik. Nilai dan hikmah itu bukanlah tujuan dari puasa, melainkan
efek yang langsung diterima oleh hamba yang berpuasa.
Diantara hikmah puasa menurut Yusuf Qardhawi adalah
mendidik, iradah (kemauan), mengendalikan haw nafsu, membiasakan
bersifat sabar atas ketaatan dan sabar dalam menjauhi segala
kemaksiatan.53 Karena puasa disini adalah setengah dan sabar, maka
pahalanya pun melampaui peraturan batasan dan hitungan.54 Hal ini
dijelaskan dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin:
55فانه عمل فى الباطن بالصبر المجرد
Uraian di atas menjelaskan bahwa puasa adalah amalan pada
batin dengan kesabaran semata. Dan pahala yang diberikan kepada orang-
53 YUSUF QARDHAWI, FIQH PUASA, TERJ. MA’RUF ABDUL JALIL, (SOLO: PENERBIT ERA
INTERMEDIA, 2000), HLM. 23. 54 IMAM AL GHAZALI, RAHASIA PUASA DAN ZAKAT, OP. CIT., HLM. 12. 55 IMAM AL GHAZALI, IHYA ‘ULUMUDDIN, JUZ I, OP. CIT., HLM. 232.
![Page 25: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/25.jpg)
58
orang sabar, sedemikian banyaknya sehingga tidak tercakup dalam
bilangannya.
Dalam ibadah puasa terdapat hikmah yang sangat besar,
diantaranya adalah untuk membentuk pribadi muslim yang berakhlakul
karimah. Pada dasarnya akhlak merupakan hal yang fundamental, karena
akhlak adalah manifestasi dari sikap dan kepribadian manusia, dan akhlak
juga merupakan kehendak lahir dan jika seseorang yang dilakukan secara
berulang-ulang.
Manusia dalam tingkah laku perbuatannya selalu dalam pilihan
antara baik dan buruk. Dalam puasa kemauan dilatih untuk selalu memilih
yang baik sehingga melahirkan tingkah laku perbuatan yang baik pula.
Dibiasakan seorang mu’min mendisiplinkan akhlaknya untuk suatu ketika
menjadi kebiasaan dan tabiatnya. Dan tabiat ini akan membentuk
kepribadian muttaqin yaitu orang yang senantiasa tattaqun. Disiplin akhlak
melindungi jiwa manusia agar dapat menghindarkan diri dari perbuatan
jahat. Puasa dapat menertibkan kemauan dari jiwanya dan pada maksud-
maksud hina dan keji yang senantiasa menggoda hatinya.
Pernyataan di atas adalah suatu gambaran global tentang hikmah
puasa dalam kehidupan sehari-hari. Seperti pernyataan Imam al Ghazali
yang menekankan bahwa hikmah puasa yang paling dalam adalah
dekatnya sifat manusia dengan sifat Allah, adalah merupakan pernyataan
global pula yang secara implisit menggambarkan manusia telah dapat
mencapai hikmah ini, maka keharmonisan dalam diri dan hubungan
dengan masyarakat akan selalu terbina.
Itulah sebabnya Imam al Ghazali menekankan bahwa rahasia
puasa yang sebenarnya adalah melemahkan tenaga yang biasanya
dipergunakan syaitan untuk mengajak kita ke arah kejahatan.56 Dan tujuan
56 IMAM AL GHAZALI, MENANGKAP KEDALAMAN ROHANIAH PERIBADATAN ISLAM, OP. CIT.,
HLM. 82.
![Page 26: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/26.jpg)
59
puasa adalah menaklukkan hawa nafsu dan meningkatkan kemauan untuk
beramal shaleh.57
Jadi kalau dilihat dari sudut psikologis maka efek yang terpenting
dari puasa ialah membentuk watak dan karakter manusia menjadi patuh
dan disiplin terhadap peraturan, kepatuhan terhadap hukum dan
menjalankan peraturan bukan karena takut dan khawatir kepada sanksi
nyata.
Orang yang mengerjakan puasa telah berjuang untuk
menundukkan hawa nafsu dan membentuk pribadi muslim yang
berakhlakul karimah dan disinilah letak nilai-nilai edukatif ibadah puasa
mendidik manusia untuk mempertinggi sifat-sifat sabar, kemampuan
menderita, kesabaran menahan adalah nilai dari aurat penting bagi
keteguhan jiwa manusia.
Dari uraian di atas, maka hikmah puasa menurut Imam al Ghazali
adalah sebagai berikut:
1. Apabila ketiga derajat puasa yang dikemukakan Imam al Ghazali di
atas dilaksanakan, maka orang yang berpuasa akan menjadi manusia
yang berakhlak mulia. Sedangkan akhlak manusia menjadi syarat yang
pokok dalam pembinaan umat dan bangsa. Jika akhlak setiap manusia
sudah baik, akan terciptalah masyarakat yang baik.
2. Dari sudut sosiologis atau kemasyarakatan, maka puasa dapat
mendidik manusia muslim dalam menumbuhkan sifat pemurah dan
penyayang.
3. Dari sudut pandang psikologi, maka pengaruh yang terpenting dari
puasa itu ialah membentuk watak dan karakter manusia menjadi patuh
dan disiplin terhadap suatu peraturan. Patuh terhadap hukum Allah
semata yang dimotori jiwa taqwa.
4. Imam al Ghazali memandang puasa pada hakekatnya adalah menahan
syahwat serta mengembalikannya kepada batas kesederhanaan, maka
57 IMAM AL GHAZALI, PANDUAN PRAKTIS MENJADI SUFI, OP. CIT., HLM. 75.
![Page 27: BAB III PANDANGAN IMAM AL GHAZALI TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · dieja Gazali atau Gazzali sempat menjadi polemik. Tetapi pilihan](https://reader030.vdocuments.site/reader030/viewer/2022012401/5a78aab07f8b9a87198ec49f/html5/thumbnails/27.jpg)
60
akan terpancarlah sifat-sifat yang mulia, seperti suka menolong,
menghormati sesama, gotong royong, dan sebagainya.
5. Puasa dapat mendidik manusia untuk menjaga dan meningkatkan
kesehatan jasmani dan rohani.