bab iii metode penelitiandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-muhamadkat... ·...
TRANSCRIPT
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Diagram Alir Penelitian
Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di
bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur
penelitian yang akan di lakukan dalam menguji benda uji, dimana pelaksanaannya di
mulai dari persiapan benda uji sampai proses pengujian material yang di lakukan.
Ada beberapa pengujian yang dilakukan antara lain meliputi uji kekerasan
sebelum dan sesudah di lakukan karburasi serta pengujian struktur mikro sebelum
dan sesudah karburasi. Adapun prosedur ini sesuai dengan diagram alir yang telah
dibuat pada gambar 3.1. Dari hasil pengujian tersebut akan didapat kondisi normal
proses laku panas yang diterapkan meliputi temperatur dan waktu tahan. Adapun
prosedur penelitian dilakukan seperti yang terlihat pada gambar 3.1 yang mana
terlihat tentang proses penelitian meliputi :
Pemilihan bahan
Perlakuan panas dan karburasi
Pengujian kekerasan dan struktur mikro
Analisa dan pembahasan
Kesimpulan
Sample material Besi cor
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Non perlakuan Pemanasan 850 0C
Dengan karbon
HT 20 menit
Pemanasan 850 0C
Dengan karbon
HT 45 menit
Pemanasan 850 0C
Dengan karbon
HT 90 menit
Di celup oli
Pengujian
Kekerasan Metalografi
Pengolahan data
Analisa
Kesimpulan
3.2. Spesinen Uji
a. Pemilihan Material Benda Uji
Pada penelitian ini benda uji yang dipilih adalah besi cor kelabu. Hasil
komposisi kimia menunjukkan bahwa besi ini sebagian besar dipengaruhi oleh
unsur-unsur paduannya, seperti pada tabel berikut :
Table 3.1. Unsur Kimia Besi Cor Kelabu 6
Unsur Komposisi menurut analisa kimia ( % )
Karbon ( 2,5 – 4,0 )
Silicon ( 1,0 – 3,0 )
Mangan ( 0.4 – 1,0 )
Phosphor ( 0,05 – 1,5 )
Sulfur ( 0,05 – 0,25 )
b. Persiapan Materian Benda Uji
Besi cor yang digunakan berbentuk batangan bulat, dengan diameter 32 mm
dan panjang 30 mm.
Gambar 3.2. Specimen benda uji
specimen uji dikelompokkan sesuai dengan proses yang akan dilakukan pada
material tersebut, seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 3.2. Perincian Benda Uji Proses Karburasi
Jumlah Bahan Uji
( Buah )
Proses Karburasi pada suhu
8500C
Pengujian
Holding Time Hardening
( Menit )
Kekerasan
( Titik )
Metalogfafi
( Buah )
3
3
3
20
45
90
4
4
4
1
1
1
Non Perlakuan
( 3 Buah ) Suhu Kamar 4 1
Untuk pemanasan dalam tungku, material – material tersebut di letakkan
dalam sebuah box yang terbuat dari plat besi dengan tebal 2mm, panjang 150 mm,
lebar 135 mm dan tinggi 70 mm. Box carburizing tersebut harus dipastikan rapat,
karena kalau tidak rapat dapat menyebabkan kerusakan pada tungku hoffment,
karena serbuk dan asap karbon akan keluar dari box dan mengenai dinding tungku.
3.3. Proses Pengujian
3.3.1. Karburasi
Karburasi dilakukan pada dapur pemanas (tungku hoftmen). Karburasi ini
menjadi penelitian karena yang akan diuji adalah pengaruh karburasi terhadap besi
cor kelabu. Pada pengujian ini sistim yang karburasi dipakai adalah pack karburizing
atau pengkarbonan dengan media padat. Sedangkan bahan yang dipakai adalah arang
batok kelapa ( karbon Aktif ).
Proses karburisasi padat adalah proses dimana karbon monoksida yang berasal
dari senyawa padat dilarutkan atau diuraikan pada permukaan logam masuk kedalam
unsur karbon asal. Unsur karbon yang diberikan diadsorb masuk kedalam logam dan
membentuk karbon dioksida. Karbon dioksida kemudian bereaksi dengan unsur
karbon material dalam senyawa padat karburisasi untuk menghasilkan karbon
monoksida yang bersih. Pembentukan karbon monoksida diperbesar oleh energi
pembentuk (Energizer) atau katalis. Salah satu jenis katalisnya yaitu barium karbonat
(BaCO3). Energizer ini memudahkan reduksi karbon dioksida dengan karbon
membentuk karbon monoksida. Bahan dari media karburisasi padat yang umum
digunakan adalah arang batok kelapa. Dengan perbandingan arang batok kelapa dan
barium carbonat adalah 1 / 0,1.
Gambar 3.3. Arang Batok kelapa Gambar 3.4. Barium Karbonat
( Karbon Aktif )
Pada karburisasi dengan media padat mekanisme reaksi yang terpenting adalah
menghasilkan gas CO dan CO2. Reaksinya adalah sebagai berikut.
BaCO3 BaO + CO
2
CO2
+ C 2CO
Mula-mula CO2
terbentuk dari hasil disosiasi BaCO2
dan selanjutnya CO2
bereaksi dengan karbon yang ada dalam arang menghasilkan gas aktif CO.
2CO CO2
+ C
Gas CO2
yang terbentuk kemudian bereaksi dengan BaO membentuk BaCO3,
dengan reaksi :
BaO + CO2
BaCO
Dengan demikian reaksi akan berlangsung terus menerus selama proses
berlangsung.
Gambar 3.5. Box Carburizing
Prosedur karburasi
a) Siapkan box sebagai tempat arang batok kelapa
b) Tuangkan 0.25 kg arang batok kelapa yang telah dicampur dengan
Barium Karbida 10 % kedalam box, masukkan spesimen uji yang telah
dibersihkan dan tuangkan 0.25 kg lagi arang barok kelapa. Posisi
spesimen adalah seperti gambar berikut :
Gambar 3.6. Posisi Penataan Besi Dalam Box
c) Tutup rapat – rapat box tersebut. Kalau tidak rapat bisa menyebabkan
kerusakan pada tungku hoffment, karena serbuk dan asap karbon akan
keluar dari box dan mengenai dinding tungku.
d) Masukkan box kedalam tungku hoftment dan hidupkan tungku.
e) Atur suhu pemanas ( 8500C) dan atur waktu holding timenya.
f) Setelah selesal ambil box dari tungku, dan keluarkan specimen.
g) Langkah terakhir adalah mencelupkan specimen kedalam oli
pendingin. Dan specimen dibersihkan dari kerak – kerak yang
menempel.
Gambar 3.7. Box Carburizing saat dipanaskan dlm hofment
3.3.2. Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan metode Rockwell dengan
skala HRC, yang menggunakan indentor berupa sebuah intan berbentuk piramida
dengan sudut 1200. Pembebanan yang diberikan adalah sebesar 150 kgf
Gambar 3.8. Alat uji kekerasan Rockwell
Gambar 3.9. Landasan Spesimen Uji
Gambar 3.10. Indikator Intan Kerucut
Daerah penetrasi (penekanan)
Daerah penekanan diambil secara vertikal, sebanyak 4 titik dengan
penahanan waktu tekan selama 60 detik untuk masing-masing material uji.
Gambar 3.11. Daerah Penekanan Spesimen Uji
Langkah pengujian
1. Bersihkan benda uji dari kotoran dan karat sampai bersih agar
hasilnya baik.
2. Letakan benda uji pada dudukannya lalu setel hingga rata.
3. Kalibrasi mesin uji Rockwell ke skala C dengan mengarahkan jarum
indikator ke skala C dan atur besar beban.
4. Pasang indentor intan kerucut yang bersudut puncak 120° untuk semua
benda uji kekerasan.
5. Naikkan benda uji dengan memutar roda tangan sampai menyentuh
indentor dan kedudukannya harus tetap rata.
6. Tekan dial indicator, tunggu loading selama 60 detik.
7. Setelah loading 60 detik kembalikan tuas indicator ke posisi unload.
8. Lakukan penekanan ke material yang akan diuji dengan beban penekan
150 Kgf, pada 4 titik penekanan.
9. Mengkonversi harga kekerasan Rockwell ke harga kekerasan Brinell
dan Vickers untuk mengetahui perbedaan harga kekerasan.
Dari hasil data kekerasan Rockwell yang sudah didapat, kita dapat
mengkonversikannya ke bentuk HV dan HB. Tujuan pengkonversian ini adalah agar
kita dapat mengetahui perbedaan nilai kekerasan antara HRC, HV dan HB.
Keterangan :
HR = Rockwell Hardness number ( nilai kekerasan Rockwell )
HB = Brinnell Hardness number ( nilai kekerasan Brinnell )
HV = Vickers Hardness number ( nilai kekerasan Vickers )
Konversi dari nilai HR ke nilai HV dn HB :
a. Untuk HRC, pencarian nilai HV dapat menggunakan persamaan :
b. Untuk HRC, pencarian nilai HB dapat digunakan persamaan :
Tabel 3.3 Skala Kekerasan Rockwell
Skala Beban Mayor
(kg) Tipe Identor Tipe material uji
A 60 Intan kerucut Sangat keras, tungsten, karbida
B 100 1/16” bola
baja
Kekerasan sedang, baja karbon rendah
dan sedang, kuningan, perunggu
C 150 Intan kerucut Baja keras, paduan yang dikeraskan,
baja hasil tempering
D 100 1/8” bola Besi cor, paduan aluminium,
magnesium yang di anneling
E 100 Intan kerucut Baja kawakan
3.3.3. Pengujian Metalografi
Untuk mendapatkan hasil pengujian mikrografi yang baik maka kita harus
teliti dan cermat dalam tiap langkah – langkah yang kita lakukan. Persiapan –
persiapan yang harus dilakukan untuk menghasilkan gambar struktur mikro yang
baik adalah sebagai berikut :
Pemotongan Benda Uji
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik
merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan
pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan
komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu
volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus
direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan
kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu ( kritis ),
dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar,
pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan di amati
mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Untuk dapat melihat struktur
dalam benda uji mikroskop optik dengan baik, maka benda uji dipotong
sesuai dengan ukuran alat uji metallografi dalam arah vertikal ataupun
horizontal.
Mounting
Setelah dipotong kemudian benda uji di mounting, yang bertujuan agar
memudahkan pengoperasian selama proses selanjutnya ( mudah untuk
dipegang )
Grinding
Setelah benda uji di mounting baru kemudian diamplas secara berurutan dari
yang kasar sampai yang halus memakai kekasaran kertas amplas dengan
nomor : 220, 400, 500, 800, 1000, 1500 dan 2000. Kertas amplas terbuat dari
bahan alumunium oxide waterproof. Dalam proses grinding harus selalu
dialiri air bersih secara terus menerus dengan tujuan menghindari timbulnya
panas dipermukaan benda uji yang kontak langsung dengan kertas amplas
dan juga untuk menghilangkan partikel-partikel bahan abrasive menempel
pada permukaan benda uji.
Gambar 3.12. Mesin Grinding / Poleshing
Polishing
Setelah diamplas sampai halus sampel harus dilakukan pemolesan.
Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus
bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan
ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah
mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau
bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan
karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh
permukaan sampel.
Dalam memoles digunakan kain poles beludru dan mesin poles. Kain
beludru ditempelkan pada piringan yang berputar pada mesin poles,
kemudian kain diberi pasta alumina berupa partikel abrasive yang sangat
halus. Selama pemolesan benda uji digerakkan kedepan, kebelakang dan
berputar dengan tujuan agar partikel-partikel abrasive dapat terdistribusi
dengan merata diatas piringan penoles. Setiap satu langkah pemolesan
berakhir, benda uji harus senantiasa dicuci dan dibersihkan, yaitu dengan
menggunkan alkohol lalu dikeringkan dengan udara hangat. Benda uji yang
sudah dipoles kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk dilihat apakah
masih ada goresan-goresan, inklusi non logam, retakan dan lain-lain.
Apabila masih ada goresan atau retakan maka benda uji harus dipoles
kembali. Polishing akan berakhir bila sudah diperoleh permukaan benda uji
yang bebas dari goresan, retakan dan permukaannya seperti cermin.
Etsa
Etsa merupakan proses penyegaran atau pengikisan batas butir secara
selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil,
struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk
beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa.
Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.
Etsa ada 2 jenis yaitu :
a. Etsa Kimia
Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia
dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri
sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.
Contohnya antara lain : nitrid acid / nital ( asam nitrit + alkohol 95% ),
picral ( asam picric + alcohol ), ferric chloride, hydroflouric acid, dll.
Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lam ( umumnya sekitar 4 –
30 detik ), dan setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu
dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.
b. Elektro Etsa ( Etsa Elektrolitik )
Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini
dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu
pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena
dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya.
Dalam pengujian ini menggunakan etsa kimia yaitu permukaan benda uji
dicelup dengan waktu 10 detik menggunakan larutan Nital 2 % ( alkohol
97 % 100 ml + HNO3 3 ml ) setelah itu dibersihkan dengan air dan alkohol
97 % kemudian dikeringkan dengan udara hangat, tujuannya agar terhindar
dari oksidasi udara sekitar.
Pengamatan dan pemotretan
Setelah melalui proses pengetsaan maka dilakukan proses pemotretan
specimen uji. Karena yang dilihat adalah struktur mikronya, maka
pengamatan dan pemotretan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan
mikroskop dan kamera. Kita cari gambar yang terbaik dari masing – mesing
dengan menggeser specimen pelan – pelan.
Gambar 3.13. Mikroskop