bab iii met as nukleat
TRANSCRIPT
Kita telah menjumpai nukleotida berulang-kali selama explorasi kita dalam biokimia.
Nukleotida bertindak sebagai pre kursor bagi asam nukleat, sebagai unsur-unsur yang
sangat penting dalam metabolisme energi, sebagai pengangkut metabolit aktif untuk
biosintesis (seperti gula nukleotida difosfat), sebagai pembentuk struktur koenzim,
dan yang terakhir sebagai molekul penanda dan regulator metabolisme (terutama,
siklis AMP). Dalam bab ini akan diuraikan jalur biosintesis dan degradasi nukleotida
purin dan pirimidin, dan juga akan dipelajari regulasi dalam proses-proses itu – yang
merupakan jalur penting ke arah replikasi DNA. Juga akan didiskusikan enzim-enzim
yang berperan dalam biosintesis nukleotida sebagai target obat antimikroba dan anti
kanker. Selain itu juga akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan konsekuensi
metabolisme akibat perubahan genetik tertentu pada metabolisme nukleotida.
Sebelum memulai pembicaraan dalam bab ini, kita perlu berhati-hati tentang
perbedaan pengertian antara nukleosida dan nukleotida. Pada hidrolisis sempurna,
satu molekul nukleosida menghasilkan 1 molekul gula dan satu molekul basa
heterosiklis, sedangkan hidrolisis satu molekul nukleotida akan menghasilkan 1
molekul gula, satu basa heterosiklis, dan sedikitnya satu fosfat anorganik.
Mononukleotida terdiri dari hanya 1 molekul gula dan 1 molekul basa, tetapi
fosfatnya lebih dari satu. Jika memang terdiri lebih dari satu fosfat, misalnya tiga
fosfat, maka disebut dengan nukleotida trifosfat. Deoksiribonukleotida, yang
digunakan untuk sintesa DNA, terbentuk dari ribonukleotida (pembentuk RNA) pada
suatu jalur yang akan didiskusikan kemudian dalam bab ini.
A. Jalur Metabolisme Nukleotida
1. JALUR BIOSINTETIK : JALUR DE NOVO DAN SALVAGE
Berbeda dengan kelas-kelas metabolit lain yang telah ditemui, baik nukleotida,
basa dan nukleosida dari mana mereka terbentuk, tidak diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan gizi, terkecuali pada beberapa parasit protozoa. Sebagian
besar organisme dapat mensintesis purin dan nukleotida pirimidin dari molekul
Semi QUE V-2004 38
kecil dalam jumlah yang dapat mencukupi kebutuhan mereka. Jalur De novo ini
memiliki kesamaan dalam seluruh dunia biologi (Gambar 3. 1).
Gambar 3.1 Metabolisme Nukleotida.
Akan tetapi sebagian besar organisme dapat juga melakukan sintesis nukleotida
dari nukleosida atau basa yang berasal dari makanan yang dikonsumsi atau
karena penguraian enzimatik asam nukleat. Proses ini disebut dengan jalur
salvage (penyelamatan), sebab pada proses itu melibatkan pemanfaatan kembali
campuran purin dan pirimidin yang akan hilang karena adanya biodegradasi, jika
tidak dimanfaatkan kembali. Seperti yang akan kita bahas berikut ini, jalur
salvage merupakan target penting dalam pengobatan penyakit mikrobial atau
penyakit yang disebabkan parasit, juga merupakan lokasi penting untuk
memanipulasi sistem biologi (misalnya dalam studi mutagenesis atau dalam
pembuatan antibodi monoklonal), dan juga merupakan proses-proses biologi
penting di mana perubahan genetik pada proses-proses itu akan menyebabkan
konsekwensi yang sangat luas dan parah.
Semi QUE V-2004 39
2. DEGRADASI ASAM NUKLEAT DAN PENTINGNYA PENYELAMATAN NUKLEOTIDA
Oleh karena penyelamatan, atau penggunaan kembali basa purin dan pirimidine,
melibatkan pelepasan molekul akibat degradasi asam nukleat, berikut dengan
singkat kita mulai membicarakan proses ini (Gambar 3.2). Degradasi dapat terjadi
secara intrasellular (akibat degradasi mRNA yang tidak stabil atau saat terjadi
perbaikan DNA), atau sebagai hasil dari kematian sel, atau, dalam hewan dan
manusia, melalui pencernaan asam nukleat yang ada dalam makanan.
Gambar 3.2 Reutilisasi (Penggunaan kembali) Purin & Pyrimidin.
Dalam hewan dan manusia hidrolisis ekstrasellular dari asam nukleat yang
dicernakan merupakan jalur utama terbentuknya basa dan nukleosida. Proses-
proses penguraian yang terjadi analog dengan yang terjadi pada pencernaan
protein. Proses-proses degradasi dimulai pada ikatan internal – dalam hal ini,
ikatan phosphodiester. Katalisis terjadi melalui endonuklease, seperti pada
Semi QUE V-2004 40
ribonuklease pankreas atau deoksiribonuklease, yang berfungsi untuk mencerna
asam nukleat didalam usus halus. Pemecahan endonucleolitik menghasilkan
oligonukleotida, yang kemudian dibelah secara exonukleolisis (pada ikatan
fosfodiester di ujung molekul) dengan enzim nonspesifik yang disebut dengan
phosphodiesterase. Produk yang dihasilkan adalah mononukleotida – nukleotida
5'- atau 3'- monofosfats, tergantung pada kekhususan dari enzim yang dilibatkan.
Nukleotida kemudian bisa dibelah secara hidrolisis, oleh suatu kelompok
phosphomonoesterases yang disebut dengan nukleotidase, untuk menghasilkan
orthofosfat dan nukleosida yang bersesuaian. Walaupun pada hasil nukleosida
terjadi penguraian secara hidrolisis, jalur penguraian basa yang paling umum
melibatkan aktivitas dari suatu nukleotida phosphorylase. Seperti glycogen
phosphorylase, enzim nukleotida phosphorylase membelah suatu ikatan
glycosidic dengan menambahkan unsur-unsur fosfat anorganik kedalamnya, untuk
menghasilkan basa yang sesuai ditambah dengan ribose-1- fosfat (atau
deoksiribose-1-fosfat jika substrate-nya adalah suatu deoksiribonukleotida):
Reaksi ini dapat balik, artinya suatu nukleotida phosphorylase dapat juga
mengkatalisasi tahap pertama dalam sintesa salvage nukleotida dari nukleosida
bebas. Manakala hal itu terjadi, produk nukleosida dapat di-fosforilasi oleh ATP
melalui aktivitas nukleotida kinase. Enzim seperti ini tidak bersifat universal,
artinya tidak aktif jika substratnya/nukleosidanya berbeda. Sebagai contoh, pada
sel binatang ditemukan baik guanosine kinase maupun suatu uridine
phosphorylase, walaupun enzim ini juga ditemukan dalam organisme lain.
Jika basa atau nukleotida tidak digunakan kembali untuk sintesa asam nukleat
melalui jalur salvage, basa-basa purin dan pirimidin akan terdegradasi lebih
lanjut, secara berturut-turut menjadi asam urat untuk purin dan β –
ureidopropionate untuk pirimidin, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.2.
Semi QUE V-2004 41
3. PRPP: METABOLITE PUSAT DALAM DE NOVO DAN JALUR
SALVAGE
Sebuah alternatif jalur salvage, juga ditunjukkan pada Gambar 3.2, mensintesis
nukleotida 5'-fosfats secara langsung dari basa-basa tak terikat. Jalur ini
melibatkan suatu kelas enzim yang disebut dengan phosphoribosyltransferases
dan sebuah fosfat gula aktif, 5-phospho-α-D- ribosyl-1- pyrofosfat (PRPP). Zat
ini bertindak sebagai suatu intermediate dalam biosintesis histidine dan
tryptophan. PRPP adalah suatu kunci intermediate dalam sintesa de novo, baik
bagi nukleotida purin maupun pirimidin. PRPP dibentuk melalui aktivitas PRPP
synthetase, yang mengaktifkan carbon no 1 dari ribose-5-fosfat dengan
memindahkan bagian pyrofosfat dari ATP kedalamnya:
Aktivitas phosphoribosyltransferase mengkatalis perpindahan yang dapat balik
dari suatu basa bebas terhadap ribose PRPP, yang menghasilkan suatu nukleotida
monofosfat dan pyrofosfat. Karena analog, deoksiribose dari PRPP transferase
tidak terdapat dalam sebagian besar sel, enzim ini tidak dilibatkan secara
langsung dalam metabolisme deoksiribonukleotida.
Pada prinsipnya reaksi seperti di atas dapat mengambil bagian dalam penguraian
nukleotida. Namun, secara in vivo, pyrofosfat secara cepat dibelah oleh
pyrofosfatase untuk mendapatkan fosfat anorganik. Hal ini menunjukkan bahwa
phosphoribosyltransferase paling umum bekerja ke arah biosintesis
nukleotida.
Semi QUE V-2004 42
B. Biosintesis Nukleotida Purin secara De novo
1. STUDI AWAL ATAS SINTESA PURIN DE NOVO
Reaksi biosintesis purin nukleotida de novo dikenali pada sekitar tahun 1950-an,
di dalam laboratorium milik Yohanes Buchanan dan Robert Greenberg.
Penjelasan mengenai jalur ini dimulai dengan pembuktian bahwa burung-burung
mengeluarkan sebagian besar kelebihan senyawa nitrogen mereka dalam wujud
asam urat, yaitu suatu purin yang teroksidasi. Dengan demikian, peneliti bisa
mengidentifikasi prekursor berat-molekul rendah dengan menyuntikkan campuran
yang berlabel isotop ke merpati, mengkristalkan asam urat dari kotoran merpati,
lalu dengan degradasi kimia yang selektif, mereka menentukan posisi mana yang
telah terlabel oleh precursor-nya. Prosedur ini menghasilkan pola yang
ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Asal atom-atom penyusun basa purin.
Pada waktu itu, 10-formyltetrahydrofolate belum dikenal, tetapi campuran seperti
formate atau serine terlabel dalam hydroxymethyl karbon yang dalam asam urat
diberi label sebagai C-2 dan C-8.
Berikutnya, dua zat antibiotik yang berkaitan, azaserine dan 6-diazo-5-
oxonorleucine (DON), dikenali sebagai penghambat kuat bagi sintesa nukleotida
purin. Mengingat bahwa senyawa ini secara struktur analog dengan glutamin,
makahal itumenyarankan suatu pembuktian bahwa azaserine dan 6-diazo-5-
oxonorleucine merupakan penghambat tidak dapat balik dari suatu kelas enzim
yang disebut glutamine amidotransferase, yang mengkatalisis transfer ATP dari
amido nitrogen glutamine kepada suatu akseptor (penerima) tertentu. Tiga reaksi
di bawah ini terjadi pada sintesa nukleotida purin (dan satu dalam sintesa
nukleotida pirimidin) (Gambar )
Semi QUE V-2004 43
Di dalam eksperimen selanjutnya, suatu bakteri diberi perlakuan dengan obat
sulfonamida, misalnya sulfanilamid. Ternyata bakteri tersebut mengeluarkan
sejumlah besar campuran merah yang dikenal sebagai produk oksidasi 5-
aminoimidazole-4-carboxamide ribonukleotida (AICAR), yang menyerupai suatu
nukleotida purin yang tidak sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa AICAR
adalah suatu intermediate biosintetik yang penggunaannya, entah bagaimana,
dihalangi oleh obat. Karena sulfonamide menghalangi sintesa koenzim folate,
maka akumulasi AICAR yang menunjukkan bahwa suatu coenzyme folate terlibat
dalam reaksi berikutnya. Selain itu, pengamatan ini juga menunjukkan bahwa
jalur langsung menuju tingkatan nukleotida, atau dengan kata lain, bahwa cincin
purin tersusun selagi mereka telah terkait dengan bagian ribose-5-fosfat.
2.SINTESA PURIN DARI PRPP KE ASAM INOSINAT
Gambar 3.4 meringkas jalur yang berasal dari PRPP, intermediate pertama, ke
arah purin nukleotida pertama yang terbentuk secara penuh, inosine 5'-monofosfat
(IMP), yang juga disebut asam inosinat.senyawa ini adalah 5'-ribonukleotida dari
purin berbasis hypoxanthine. Perhatikan bahwa ada dua reaksi glutamine
amidotransferase dalam proses ini, reaksi 1 dan 4. Mereka berbeda secara
mekanis karena pada PRPP amidotransferasi (reaksi 1) tidak memerlukan ATP
karena substrate telah diaktifkan oleh ATP dalam langkah yang sebelumnya.
Suatu pembalikan konfigurasi terjadi dalam reaksi 1, saat nitrogen amido
mengganti bagian pyrofosfat. Yang disebut terakhir merupakan kelompok sisa-
sisa sempurna, memberi suatu nukleotida sederhana (5-phosphoribosylamine),
yang membawa konfigurasi β pada karbon ke-1 gula, seperti halnya semua
nukleotida umumnya.
Semi QUE V-2004 44
Dalam reaksi 2, satu molekul glisina ditransfer, dengan bantuan ATP, ke nitrogen
phosphoribosylamine. Hal ini diikuti oleh suatu reaksi transformylasi, di mana
suatu kelompok formyl ditransfer dari 10-formyltetrahydrofolate kedalam cincin
purin yang sedang terbentuk. Seperti yang telah kita teliti, reaksi 4 dikatalisis oleh
suatu ATP-dependent amidotransferase. Reaksi 5 adalah suatu penutupan cincin
yang tergantung pada adanya ATP (ATP dependent), memberikan imidazole pada
cincin purin.
Reaksi 6 adalah suatu reaksi carboxylasi yang dapat balik. Penting untuk
disebutkan di sini bahwa reaksi ini tidak memerlukan biotin. Reaksi 7 dan 8
menghasilkan perpindahan nitrogen dari aspartate, dengan suatu mekanisme yang
serupa dengan pengkonversian citrulline menjadi arginine dalam siklus urea.
Pertama, semua molekul aspartate ditransfer ke kelompok carboxyl yaitu 4-
carboxy-5-aminoimidazole ribonucleotida (reaksi 7). Suatu reaksi eliminasi α,β-
yang mengikuti (reaksi 8), menghasilkan AICAR, intermediate yang ditunjukkan
untuk menghimpun bakteri yang diberi perlakuan obat sulfonamida, seperti
dijelaskan sebelumnya. Reaksi 9 adalah salah satu reaksi transformilasi lainnya,
dengan suatu kelompok carbon tunggal yang ditransfer dari 10-
formyltetrahydrofolate. Terakhir, suatu reaksi kondensasi internal (reaksi 10)
menghasilkan cincin purin pertama kali dalam senyawa asam inosinat.
Sel-sel hewan bertulang belakang dapat melakukan beberapa aktivitas diatas
karena adanya enzim multifungsional. Fakta ini menjadi jelas ketika gen dari
enzim ini yang telah diklon (diisolasi) lalu ditransfer ke dalam E. coli, dan gen
tunggal yang diklon (cloned) ditemukan untuk melengkapi (yaitu, untuk
menggantikan fungsi dari) dua atau tiga gen bakteri berbeda. Sebagai contoh,
cDNA klon tunggal mampu menopang pertumbuhan bakteri yang kehilangan 3
macam enzim (E2, E3, atau E5) yang diperlukan pada biosintesis purin. Analisa
berikutnya menunjukkan bahwa DNA yang diklon dari hewan bertulang belakang
itu menyandikan polypeptide tunggal (protein satu sub unit) yang mengkatalisasi
ketiga reaksi di atas. Pengamatan serupa menegaskan bahwa reaksi 6 dan 7
dikatalisasi oleh enzim tunggal bifungsional.
Kedua enzim transformylase, yang mengkatalisasi reaksi 3 dan 9, tidak berperan
sebagai enzim rantai tunggal bifungsional, tetapi sebagai kompleks multiprotein,
Semi QUE V-2004 45
dalam kaitannya dengan serine transhydroxymethylase dan suatu enzim
trifungsional, formylmethenyl – methylene – tetrahydrofolate synthetase (Gambar
3.
Gambar 3.4 Biosintesis de novo nukleotida purin, dari PRPP hingga asam
inosinat.
Semi QUE V-2004 46
Protein yang disebut belakangan menyelesaikan tiga aktivitas sintesa coenzyme
folate. Apakah aktifitas-aktifitas tersebut dilakukan dalam suatu enzim
multifungsional atau suatu multienzyme kompleks, masih belum jelas, tetapi
keuntungan yang didapat dari penyejajaran lokasi katalitis, telah sangat jelas,
yaitu melindungi coenzymes tetrahydrofolate yang labil, dan secara bersama-
sama mengatur aktivitas enzim sequential (yang berurutan), dan "channeling"
intermediate-intermediate yang konsentrasinya rendah (yaitu dengan
memudahkan perpindahan langsung dari satu lokasi katalitis menuju lokasi
katalitis berikutnya).
Kendali atas biosintesis asam inosinat diberikan melalui pengaturan umpan balik
(feedback inhibition) pada tahap-tahap awal dalam sintesa nucleotida purin. PRPP
Synthetase dihambat oleh berbagai nukleotida purin -- terutama sekali AMP, ADP
dan GDP – dan PRPP amidotransferase (reaksi 1 Gambar 3.4) dihambat secara
allosteris oleh AMP, ADP, GMP, dan GDP. Di E. coli, ekspresi gen yang
menyandikan enzim ini dikendalikan oleh suatu repressor protein, suatu produl
gen purR.. Protein ini mengikat baik hypoxanthine maupun guanine, kemudian
protein kompleks ini mengikatkannya ke suatu ujung DNA yang menyandikan
beberapa gen enzim-enzim yang diperlukan untuk sintesa purin (dan pirimidin),
dengan demikian transkripsi mereka dihambat.
Gambar 3.5 Reaksi transformilase dalam sintesa nukleotida purin.
Semi QUE V-2004 47
3 9
3.SINTESA ATP DAN GTP DARI ASAM INOSINAT
Asam inosinat mewakili suatu titik cabang dalam sintesa nukleotida purin.
Gambar 3.6 melukiskan konversi senyawa ini baik ke adenosine 5'-monofosfat
dan maupun ke guanosine 5'-monofosfat. Jalur ke guanine nukleotida; dimulai
dengan suatu NAD+ - dependent hydroxylasi (hidroksilasi yang memerlukan
NAD+) dari cincin purin, menghasilkan suatu nukleotida xanthosine monofosfat
(XMP); XMP berisi basa xanthine. Kemudian reaksi glutamine-dependent
amidotransferase mengikutinya, menghasilkan GMP. Jalur menuju AMP
melibatkan transfer nitrogen dari aspartate ke IMP, oleh suatu mekanisme yang
serupa dengan reaksi 7 dan 8 dalam sintesa de novo cincin purin. Pertama
terbentuknya sebuah intermediate succinylonukleotida, dan kemudian suatu reaksi
eliminasi α,β- menghasilkan AMP ditambah dengan fumarate. Sesungguhnya,
enzim yang sama mengkatalisasi kedua reaksi eliminasi. Perhatikan pada Gambar
3.6 bahwa energi yang menyebabkan reaksi perpindahan aspartat tidak datang
dari ATP tetapi dari GTP. Hal ini mungkin menunjukkan suatu cara untuk
mengendalikan proporsi IMP yang menuju ke sintesis nukleotida adenina dan
guanina. Akumulasi GTP akan cenderung untuk membuat suatu jalur ke arah
nukleotida adenina. Juga, karena konversi XMP ke GMP adalah bersifat ATP-
dependent, akumulasi ATP bisa menimbulkan terjadinya sintesa guanina
nukleotida.
Nukleotida aktif dalam metabolisme terutama berwujud nukleotida trifosfat. GMP
dan AMP dikonversi ke bentuk trifosfatnya yang sesuai melalui dua reaksi
phosphorylasi yang terjadi berurutan. Konversi terhadap difosfat melibatkan suatu
kinase kkhusus yang bersifat ATP-dependent.
GMP + ATP Guanylate kinaseGDP + ADP
AMP + ATP Adenylate kinase2ADP
Fosforilasi ADP ke ATP terjadi melalui metabolisme energi – oxidative
fosforilasi atau substrate - level substrate fosforilasi atau (dalam tumbuhan)
Semi QUE V-2004 48
fotofosforilasi. ATP dapat juga dibentuk dari ADP melalui aktivitas adenylate
kinase, tetapi dengan arah yang berlawanan dari arah yang ditunjukkan di atas.
Pada sebagian besar organisme, biosintesis deoksiribonucleotida digunakan untuk
sintesa DNA dan dimulai pada tingkatan ribonukleotida difosfat, dengan reduksi
bagian ribose menjadi 2' deoksiribose. Proses ini akan dibicarakan secara rinci
kemudian. Dalam metabolisme purin, fosforilasi oleh kinase nukleotida difosfat
menghasilkan deoksiribonukleotida trifosfat; dATP dan dGTP.
Mari kita dengan singkat meringkas poin-poin regulasi umpan balik (feedback)
dalam biosintesis purin de novo. Kita telah menguraikan kendali sintesa IMP,
terutama melalui regulasi umpan balik dari PRPP amidotransferase. Di luar titik
tersebut, GMP mengendalikan sendiri biosintesis dengan menghambat konversi
IMP menjadi XMP, dan AMP mengendalikan pembentukannya sendiri dengan
menghambat sintesa adenylosuksinat. Kendali tambahan digunakan pada
tingkatan biosintesis deoksiribonukleotida, seperti yang akan kita diskusikan
kemudian.
Semi QUE V-2004 49
Gambar 3.6 Jalur-Jalur dari asam inosinat menuju GMP dan AMP.
4. PEMANFAATAN NUKLEOTIDA ADENINE DI (DALAM) COENZYME BIOSYNTHESIS
Suatu peran penting purin nukleotida berkenaan dengan metabolisme terjadi
dalam sintesa coenzymes, terutama yang mengandung bagian adenylate. Hal ini
meliputi nukleotida flavin, nicotinamide nukleotida, dan coenzyme A.
C. Degradasi Purin dan Kekacauan Klinis dari Metabolisme Purin
1.PEMBENTUKAN ASAM URAT
Katabolisme nukleotida purin menghasilkan asam urat, dengan jalur yang
ditunjukkan dalam Gambar 3.7. Jalur-jalur spesifik berbeda-beda tergantung pada
jenis organisme dan jenis jaringan dalam organisme tersebut. Sebagai contoh,
AMP mengalami deaminasi untuk menghasilkan asam inosinat (IMP) atau
mengalami hydrolisis untuk menghasilkan adenosine. Deaminasi terutama sekali
aktif terjadi didalam otot, sedangkan hidrolisis mendominasi didalam hampir
semua jaringan-jaringan binatang.
Di dalam jalur-jalur degradasi, adenosine mengalami deaminasi oleh adenosine
deaminase (ADA) untuk menghasilkan inosine. Baik inosine dan guanosine dapat
terbentuk melalui hidrolisis dari nukleotida monofosfat, yang dilakukan oleh
enzim purin nukleotida phosphorylase (PNP) untuk menghasilkan hypoxanthina
dan guanina, secara berturut-turut. Guinina mengalami deaminasi menjadi
xanthine oleh guanine deaminase, suatu enzim sangat banyak jumlahnya dalam
hati dan otak mammalia. Hypoxanthine mengalami oksidasi dan kemudian
menjadi xanthine, dan xanthine menjadi asam urat, oleh oxidase xanthine. Enzim
ini, yang mengoxidasi beberapa campuran nitrogen heterosiklis lain, terdiri dari
FAD terikat pada molibdenum, dan besi nonheme. Elektron yang diperoleh dari
oksidasi substrate-substrate diteruskan ke masing-masing pembawa, yang
akhirnya mengurangi oksigen menjadi H202, yang dilakukan oleh katalase.
Semi QUE V-2004 50
Gambar 3.7 Katabolisme nukleotida purin dalam menghasilkan asam urat.
Katabolisme purin dalam primata berakhir pada asam urat, yang dikeluarkan
lewat pencernaan. Namun, sebagian besar binatang mengoksidasi cincin purin
lebih lanjut, menjadi allantoin dan kemudian menjadi asam allantoat, yang juga
dikeluarkan (pada beberapa ikan) atau dikatabolisme lebih lanjut menjadi urea
(pada sebagian besar ikan, beberapa kerang-kerangan, dan binatang ampibi) atau
menjadi amonia (dalam beberapa hewan laut tak bertulang belakang). Gambar 3.8
menunjukkan jalur dari asam urat sampai menjadi C02.
2.AKUMULASI ASAM URAT BERLEBIHAN: GOUT [REMATIK]
Asam urat dan garam urat cukup sulit dilarutkan. Sifat ini menguntungkan bagi
binatang yang bertelur (egg-laying), karena menyediakan suatu jalur disposisi
kelebihan nitrogen dalam suatu lingkungan tertutup: secara sederhana, materi sisa
ini akan mengendap di tempat asalnya.
Namun, ketidak-larutan urat ini dapat memunculkan berbagai kesulitan didalam
metabolisme mammalia. Pada manusia, sekitar 3 di antara 1000 individu
menderita penyakit hyperuricemia – ketinggian kronis asam urat darah di luar
batas normal. Walaupun pertimbangan biokimia untuk terjadinya hyperuricemia
sangat beragam, kondisi ini disebut dengan nama klinis tunggal yaitu rematik.
Akut dan berkepanjangannya kadar asam urat dalam darah menyebabkan
pengendapannya, sebagai kristal sodium urate (Na-Urat) di dalam cairan
persendian synovial. Pengendapan ini menyebabkan radang, penyebab radang
sendi (arthritis) yang menyakitkan, yang jika tidak segera diobati, akan
Semi QUE V-2004 51
menyebabkan kerusakan persendian yang parah. Makanan dan minuman yang
mengandung banyak purin cenderung merangsang serangan rematik akut terhadap
individu yang peka. Karena makanan seperti itu, termasuk materi "kaya gizi"
seperti hati, daging, kelenjar perut anak sapi, sejenis ikan hering kecil, dan
anggur.
.
Rematik secara historis dihubungkan dengan suatu gaya
hidup yang serba berlebihan
Rematik disebabkan oleh produksi purin nukleotida yang
berlebihan, atau dari sintesa asam urat yang juga berlebihan,
atau dari cacat ekskresi asam urat melalui ginjal. Beberapa
cacat enzimatik tertentu dapat menyebabkan terjadinya
sintesa purin yang berlebihan, seperti yang ditunjukkan
dalam Gambar 3.9. Salah satu bentuk rematik ditandai oleh
tingginya aktivitas PRPP synthetase (defect 1), yang dapat
diakibatkan oleh ketidakpekaan terhadap hambatan umpan
balik oleh purin nukleotida. Karena aktivitas PRPP
amidotransferase mungkin sebagian dikendalikan oleh
konsentrasi substrate, suatu peningkatan – posisi stabil
cadangan PRPP meningkatkan fluks melalui reaksi
Semi QUE V-2004 52
Gambar 3.8 Jalur degradasi asam
urat sampai menjadi C02.
Gambar 3.9 Cacat enzimatik dalam tiga macam rematik fberlebihan
amidotransferase, yang merupakan suatu titik kendali utama
didalam biosintesis purin de novo (lihat Gambar 3.4).
Rematik dapat juga diakibatkan oleh mutasi didalam PRPP amidotransferase yang
membuatnya kurang sensitif terhadap hambatan umpan balik oleh purin
nukleotida (defect 2 dalam Gambar 3.9). Hilangnya kendali ini juga
meningkatkan fluks melalui langkah utama yang telah diatur sebelumnya. Bentuk
rematik lainnya diakibatkan oleh kekurangan enzim salvage hypoxanthine-
guanine phosphonribosyltransferaste (HGPRT) (defect 3). Hal ini merupakan
salah satu jenis phosphoribosyltransferases dalam metabolisme purin binatang;
sedangkan yang lain bersifat spesifik untuk adenine.
Kita masih belum mengetahui secara persis mengapa suatu kekurangan HGPRT
dapat meningkatkan tingkat sintesa purin nukleotida. Penjelasan yang masuk akal
adalah bahwa aktifitas HGPRT, pada saat aktif, akan mengkonsumsi PRPP.
Penurunan fluks melalui reaksi ini, pada saat enzim tak mencukupi, bisa
menaikkan tingkat posisi stabil PRPP, dengan demikian menyebabkan
peningkatan aktivitas intracellular PRPP amidotransferase melalui aktivitas massa
(mass action) karena bertambahnya substrat.
Seperti yang disebutkan lebih awal, rematik juga diakibatkan oleh ekskresi asam
urat yang rusak. Pasien yang memiliki beberapa bentuk penyakit simpanan
glycogen memiliki kecenderungan rematik. Yang jelas, hypoglykemia (kadar gula
darah yang rendah) yang berlarut-larut menyebabkan akumulasi asam organik
(laktat dan semacamnya), dan akumulasi ini mempengaruhi sekresi tubular asam
urat dalam ginjal. Di samping itu Rematik bisa jugamerupakan suatu konsekwensi
dari kemoterapi terhadap kanker, sebagai hasil dari jumlah Purin yang banyak
sekali hasil degradasi asam nukleat dari sel-sel tumor yang mati karena
kemoterapi.
Banyak kasus rematik yang dengan sukses diobati menggunakan antimetabolite
allopurinol, sebuah analog struktural (strukturnya mirip) hypoxanthine
sehingga mampu menghalangi oxidasi xanthine. Hambatan ini menyebabkan
akumulasi hypoxanthine dan xanthine, yang kedua-duanya menjadi lebih mudah
larut, dan karenanya, akan lebih siap di ekskresi dibanding dengan asam urat.
Semi QUE V-2004 53
3.KONSEKUENSI DRAMATIS DARI SUATU DEFISIENSI PARAH
HGPRT:
a. Sindrom Lesch-Nyhan
Analisa seksama terhadap pasien yang menderita rematik sederhana sebagai
akibat defisiensi HGPRT menunjukkan tingkat residual yang rendah namun
penting terhadap enzim yang dipengaruhinya. Jelaslah bahwa mutasi melibatkan
perubahan aktivitas katalitis dari enzim tetapi tidak menghapus sepenuhnya.
Konsekuensi yang lebih serius diakibatkan oleh "null mutations," yang
menyebabkan enzim tidak ada sama-sekali dalam sel itu. Kondisi ini untuk
pertama kalinya dijelaskan pada tahun 1964 oleh mahasiswa kedokteran Michael
Lesch dan penasihat fakultasnya, William Nyhan. Sindrom Lesch-Nyhan adalah
suatu ciri sex-linked (berhubungan dengan jenis kelamin), karena gen struktural
untuk HGPRT terletak pada chromosome X. Pasien dengan kondisi seperti ini
menunjukkan suatu kecenderungan radang sendi yang parah, tetapi mereka juga
mempunyai suatu malfungsi dalam sistem syaraf, ditunjukkan dalam kerusakan
tingkah laku, kesulitan belajar, dan perilaku agresif atau bermusuhan, sering kali
bersifat self-directed (terhadap dirinya sendiri). Di dalam kasus yang paling
ekstrim, para pasien menggigit ujung jarinya atau, jika dicegah, mereka akan
menggigiti bibir mereka, yang dapat menyebabkan mutilasi-diri yang parah.
Pandangan biokimia tentang pola tingkah laku yang aneh ini masih belum
diketahui, tetapi kasus ini, sungguhpun jarang, telah menjadi sebuah daya tarik
karena semua penyimpangan disebabkan terutama karena kekurangan suatu
enzim tunggal yang mempengaruhi konsentrasi HGPRT. Sampai sekarang ini,
belum ada perawatan yang berhasil, dan individu penderita radang sendi parah,
jarang sekali dapat hidup sampai melebihi usia 20 tahun. Namun, kondisi ini
dapat didiagnosa pada saat belum terjadinya kelahiran (prenatal) melalui
amniocentesis, karena sel dari janin Lesch-Nyhan tidaklah mampu meng-
inkorporasi radiolabeled hypoxanthine ke dalam asam nukleat.
b. Konsekwensi Tak Terduga Dari Kerusakan Catabolisme Purin:
Immunodeficiency [Penurunan Kekebalan]
Semi QUE V-2004 54
Suatu gambaran metabolisme purin manusia yang mengejutkan tampak pada
tahun 1972, melalui studi atas suatu kondisi turun temurun yang disebut dengan
sindrom immunodeficiency akut gabungan. Pasien dengan kondisi seperti ini
akan menjadi peka, dan secara fatal akan mudah terserang penyakit yang mudah
menular. Hal ini disebabkan oleh karena suatu ketidak-mampuan total untuk
mengadakan suatu respon kekebalan terhadap rangsangan antigen. Dalam kondisi
seperti ini, baik limfosit B dan T (sel-sel darah putih) telah terpengaruh/ cacat
dalam mensintesis antibodi. Dalam banyak kasus seperti ini, immunodeficiency
disebabkan karena tidak adanya enzim degradative: adenosine deaminase (ADA)
yang terjadi secara turun temurun.
Apa yang mendasari hubungan yang tak terduga ini?
Pertama, adenosine deaminase selalu aktif mendegradasi deoksiadenosine hasil
degradasi DNA. Kedua, sel darah putih mempunyai enzim salvage yang
melimpah, mencakup nukleotida; jadi, adenosine dan deoksiadenosine yang
berkumpul siap dikonversi kedalam sel darah putih menjadi masing-masing
nukleotida-nya. Nukleotida-nukleotida ini meliputi dATP, yang dikenal sebagai
suatu penghambat kuat replikasi DNA, karena dATP menghalangi sintesa
deoksiribonukleotida dari ribonukleotida. Sel darah putih harus berkembang biak
untuk terjadinya respon kekebalan. Pada gilirannya, perkembangbiakan
memerlukan banyak sekali sintesa DNA dan juga precursor-nya. Mekanisme
tambahan juga dilibatkan, karena dATP telah berfungsi untuk membunuh sel
darah putih bahkan ketika mereka tidak sedang berkembang biak. Salah satu
mekanisme seperti ini muncul pada tahun 1997, pada saat dATP disebutkan
menjadi suatu agen pemberi isyarat yang membantu memicu terjadinya
metabolisme yang mengakibatkan apoptosis.
Semi QUE V-2004 55
Menghambat replikasi sel darah
putih
Kekurangan adenosine deaminase (ADA) adalah kasus pertama yang pernah
diobati dengan therapy gen. Pada tahun 1995, dua anak perempuan dengan
kondisi seperti diatas telah diobati dengan viral vektor kedalam mana gen untuk
deaminase adenosine telah disambung dengan teknologi recombinant DNA,
dengan harapan bahwa engineered virus (virus hasil rekayasa gen) akan
memasukkan dirinya sendiri dalam sel-sel inang (sel-sel pasien) untuk kemudian
gen yang dibawanya akan menghasilkan cukup enzim sehingga mampu
mendegradasi campuran deoksiadenosine yang terkumpulkan. Tiga tahun setelah
perawatan yang bersifat percobaan, kedua pasien dilaporkan menjadi sehat.
Suatu immunodeficiency yang tidak begitu akut dapat diakibatkan oleh
kekurangan enzim purin degradative lainnya, seperti purin nukleotida
phosphorylase (PNP). Penurunan aktivitas enzim ini menyebabkan suatu
akumulasi terutama pada dGTP. Akumulasi ini juga mempengaruhi replikasi
DNA, tetapi jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan kelebihan dATP. Yang
menarik adalah bahwa defesiensi phosphorylase ini menghancurkan hanya
lymphocytes (sel darah putih) jenis T, tetapi lymphocyt B tidak.
D. METABOLISME NUKLEOTIDA PIRIMIDIN
1. BIOSINTESIS CINCIN PIRIMIDIN DE NOVO
Sekarang kita akan mengalihkan perhatian kita ke biosintesis nukleotida
pirimidin, yang sangat lebih sederhana dibanding pembentukan purin nukleotida
yang jauh lebih rumit. Seperti biosintesis purin, jalur ini serupa didalam hampir
semua organisme yang telah dipelajari. Seperti yang diringkas dalam Gambar
3.10, namun, ada dua perbedaan utama dari jalur purin. Pertama, cincin pirimidin
dirancang sebagai basa bebas, dengan konversi kepada nukleotida yang terjadi
kemudian dalam jalur, pada saat basa asam orotic dikonversi menjadi orotidine
monofosfat, atau OMP. Ke dua, jalur pirimidin tidak bercabang. Uridine trifosfat,
salah satu dari ribonudeoside trifosfats yang paling umum dan karenanya
merupakan hasil akhir suatu jalur, adalah juga merupakan substrate untuk
pembentukan cytidine trifosfat yang merupakan hasil akhir yang lain.
Semi QUE V-2004 56
2. KENDALI BIOSINTESIS PIRIMIDIN DALAM BAKTERI
Sintesa pirimidin dimulai dengan pembentukan carbarmoyl fosfat, suatu reaksi
yang ditunjukkan dalam reaksi 1 dalam Gambar 3.10. Namun, reaksi pertama
yang terjadi semata-mata untuk sintesa pirimidin adalah pembentukan carbamoyl
aspartate dari carbamoyl fosfat dan aspartate, yang dikatalisasi oleh aspartate
transcarbamoylase, atau ATCase (reaksi 2). Dalam bakteri enterik, enzim ini
menunjukkan suatu contoh kontrol feedback yang bagus sekali. Perlu diingat
bahwa enzim dihambat oleh hasil akhir CTP dan diaktifkan oleh ATP, yang
belakangan disebutkan mungkin menunjukkan suatu mekanisme untuk
memelihara agar purin dan pirimidin biosynthesis seimbang. Bakteri juga
mengatur metabolisme pirimidin melalui kendali sintesa ATCase dan enzim
lainnya. Tingkat suatu transkripsi dari suatu operon encoding (pengendali gen)
dari kedua- subunit ATCase sangatlah beragam yaitu sekitar 150-kali, tergantung
pada konsentrasi
intracellular dari UTP. Semakin tinggi konsentrasi UTP, semakin rendah tingkat
transkripsi gen-gen ini.
3. ENZIM MULTIFUNGSIONAL DALAM SINTESA PIRIMIDIN EUKARIOT
Aspartate transcarbamoylase (ATCase) dalam eukariot sangatlah berbeda dari
enzim sejenis di E. coli. Hal ini diketahui melalui analisa penghalangan ATCase
oleh N-Phosphonoacetyl-L-Aspartate (PALA).
Senyawa ini, disintesiskan sebagai suatu analog untuk transisi putatif kompleks antara
kedua substrate, menghalangi sintesa pirimidin di dalam sel mammalia. Namun, sel
juga sekaligus mengembangkan perlawanan terhadapnya, sebab tingkatan ATCase
dalam sel ini naik diluar kapasitas PALA untuk menghalangi semua aktivitas yang
Semi QUE V-2004 57
ada. Tapi anehnya, sel resistan ini berisi turunan tingkat carbamoyl fosfat synthetase
(lihat reaksi 1 dalam Gambar 3. 10) dan dihydroorotase (reaksi 3).
Gambar 3.10 Sintesa De Novo pada nukleotida pirimidin.
Penjelasan terhadap pengamatan ini muncul bersamaan dengan penemuan dari
suatu protein yang berisi tiga rantai polypeptide yang identik, masing-masing
dengan Mr sekitar 230,000, yang mengkatalisasi ketiga reaksi tersebut. George
Stark telah memberi istilah untuk enzim trifunctional dengan singkatan CAD (dari
Semi QUE V-2004 58
1
2 3 4
5
6
78
9
huruf permulaan masing-masing enzim). Ia menunjukkan bahwa protein
berkumpul dalam sel PALA-resistant sebab gen yang menyandikan protein itu
menjadi meningkat sebagai konsekwensi dari tekanan yang selektif yang
diberikan oleh PALA; sel resistan juga mempunyai lebih banyak kopi gen
dibandingkan komplemen normal dua kopi dari setiap diploid sel. Fenomena
pembesaran gen ini sekarang telah sering diamati dalam sel eukaryot yang dipapar
dengan suatu tekanan/stress tertentu.
Di dalam sel mammalia, reaksi 5 dan 6 dalam Gambar 3.10 juga dikatalisis oleh
protein tunggal, yang disebut dengan UMP synthase. Kita belum mengetahui
banyak tentang bagaimana hal ini mempengaruhi regulasi biosintesis pirimidin,
namun penyejajaran sisi aktif dapat menyebabkan “channeling”, seperti yang
disebutkan untuk protein multifungsional dalam sintesa purin. Kita masih harus
mempelajari lebih banyak tentang bagaimana, atau apakah, intermediate
biosintetik pirimidin di-channel-kan, sebab dihydroorotate dehydrogenase (lihat
reaksi 4 dalam Gambar 3. 10) ditempatkan dalam membran mitochondrial luar,
sedangkan enzim-enzim bifungsional dan trifunctional ada di dalam sitoplasma.
Dengan mengetahui bahwa intermediate harus bergerak kedalam dan kemudian
ke luar dari mitochondria, keuntungan kinetik yang didapatkan dengan
channeling dari langkah-langkah pertama dan terakhir sepertinya menjadi
ditiadakan. Logika dari metabolisme channeling tidak sempurna ini belum
dapat dipahami.
Lokasi lain untuk mengendalikan sintesa nukleotida pirimidin adalah
amidotransferase, CTP synthetase, di mana enzim ini mengkonversi UTP menjadi
CTP (reaksi 9). Enzim ini terhambat secara allosteris oleh produknya sendiri yaitu
CTP dan diaktifkan oleh GTP.
4. SINTESA SALVAGE [PENYELAMATAN] DAN KATABOLISME PIRIMIDIN
Nukleotida pirimidin juga disintesakan oleh jalur salvage yang melibatkan
phosphorylase dan kinase, yang dapat dibandingkan dengan apa yang telah
dibahas untuk Purin. Jalur-jalur katabolis untuk Pirimidin yang diringkas dalam
Gambar 3.11, lebih sederhana dibanding jalur-jalur untuk Purin. Karena
Semi QUE V-2004 59
intermediate-nya secara relatif dapat larut, maka diketahui hanya ada sedikit
gangguan penguraian pirimidin. Salah satu produk degradasinya adalah β-
alanine, yang digunakan dalam biosintesis coenzyme A.
Gambar 3.11 Jalur katabolis untuk metabolisme nukleotida Pirimidin
E. BIOSINTESIS DAN METABOLISME DEOKSIRIBONUKLEOTIDA
Sebagian besar sel mengandung 5 sampai 10 kali RNA lebih banyak dibanding DNA.
Selain itu, seperti yang telah kita saksikan, ribonukleotida mempunyai berbagai peran
dalam metabolisme, sementara deoksinbonukleotida berperan hanya sebagai
Semi QUE V-2004 60
konstituen pembentukan DNA. Oleh karena itu, sebagian besar karbon yang mengalir
sepanjang jalur nukleotida sintetik memasuki ribonukleotida trifosfat (rNTP). Namun,
fraksi-fraksi yang relatif berukuran kecil yang dialihkan kedalam sintesa
deoksiribonukleotida trifosfats (dNTPs) menjadi sangat penting dalam hidup sel..
Selanjutnya, terdapat hubungan regulatori antara sintesa DNA dan metabolisme
dNTP – kurang lebih seperti ini juga hubungan antara biosynthesis macromolecular
lain dan jalur yang menyediakan precursornya. Keseluruhan jalur biosintesis dNTP
ditunjukkan dalam Gambar 3.12.
Semi QUE V-2004 61
Gambar 3.12 Biosinthesis deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP).
Perlu diingat bahwa DNA berbeda secara kimiawi dari RNA dalam wujud gulanya
dan dalam identitas basa pirimidin-nya. Kita dapat memusatkan pembahasan kita
tentang biosintesis deoksiribonukleotida pada dua proses spesifik – yaitu konversi
ribose menjadi deoksiribose, dan konversi uracil menjadi thymine. Kedua proses ini
terjadi pada tingkat nukleotida. Selain itu kedua proses secara mekanis sangatlah
menarik untuk dijadikan lokasi target pada kemoterapi kanker ataupun penyakit
menular dan juga menarik dari sudut pandang regulasinya. Selanjutnya kedua proses
akan diuraikan secara lebih detil.
1.REDUKSI RIBONUKLEOTIDA MENJADI DEOKSIRIBO
NUKLEOTIDA
Secara mekanis, reduksi ribose menjadi deoksiribose melibatkan penggantian
hidroksil pada C-2 oleh, suatu ion hidrida, dengan penyimpanan konfigurasinya.
Peter Reichard menunjukkan bahwa reaksi sulit ini terjadi di tingkatan nukleotida,
dan reaksi ini pulalah yang mendorong ke arah penemuan enzim penting
ribonukleotida reduktase olehnya.
Semi QUE V-2004 62
Dalam semua organisme yang telah dipelajari sampai sekarang, enzim tunggal
mengurangi ke-empat substrates ribonukleotida menjadi 2'-deoksiribonukleotida
yang bersesuaian. Suatu mekanisme radikal bebas terlibat dalam reaksi ini.
Walaupun evolusi(?) telah menciptakan tiga mekanisme berbeda untuk
menghasilkan suatu mekanisme radikal bebas fungsional, ketiga kelas
ribonukleotida reductase dengan jelas menggunakan ilmu kimia dasar yang sama
untuk mengurangi substrates. Bentuk enzim yang didistribusikan secara luas
disebut kelas I ribonukleotida reductase, bertindak sesuai dengan substrates
ribonukleotida difosfat, menyebabkan dia disebut dengan rNDP reductase.
Enzim ini menghasilkan radikal-nya pada suatu tyrosine residu spesifik, dengan
bantuan dari suatu jembatan oksigen diferric (dua atom besi). Enzim kelas II,
ditemukan dalam cyanobacteria, beberapa bakteri, dan Euglena, bertindak sesuai
dengan substrat ribonukleotida trifosfat dan menggunakan adenosylcobalamin,
coenzyme a B12, untuk menghasilkan radikal bebas. Enzim jenis III, ditemukan
hanya dalam mikroba anaerobes fakultatif dan obligatif, juga bertindak sesuai
dengan substratnya yaitu ribonukleotida trifosfat. Enzim-enzim ini
menggunakan S-Adenosylmethionine dan sebuah pusat atom besi-belerang untuk
menghasilkan radikal penting secara katalitis pada suatu residu glycine.
Pembicaran kita akan berfokus pada kelas 1, format yang paling tersebar luas,
yang aktivitasnya ditunjukkan pada Gambar 3.13.
2.STRUKTUR RNDP REDUCTASE
Seperti yang ditemukan dalam E. coli dan sel-sel mammalia, kelas I rNDP reductase
adalah suatu tetramer α2β2. Enzim E. coli terdiri dari dua protein - R1, dengan dua
rantai α polypeptide serupa dengan masing-masing Mr 87,000, dan R2, terdiri dari
dua 43,000 dalton rantai β. Struktur dari enzim ini digambarkan dalam Gambar 3.13.
Lokasi katalitis berada dalam protein yang besar (R1). Di dalam lokasi ini
terdapat tiga residu cysteine, yang dihemat diantara reductases rNDP berbeda.
Dua dari cysteine thiols adalah redox-active, disebnut demikian sebab mereka
mengalami reduksi dan oksidasi siklis sepanjang terjadinya reaksi. Cysteine
ketiga dengan jelas berfungsi sebagai bagian dari suatu mekanisme radikal bebas,
seperti yang diuraikan dalam bagian berikut ini.
Semi QUE V-2004 63
R2 dimer berisi suatu tyrosine radikal bebas khusus yang terlibat dalam reaksi dan
suatu atom oksigen yang menghubungkan dua ion ferri. Center dinuclear besi ini
menstabilkan radikal bebas. Protein RI berisi dua kelas lokasi regulator, yang
akan segera kita diskusikan. Akhirnya, protein R1 berisi suatu tambahan pasangan
kelompok redox-active thiol, yang saling berhubungan dengan suatu cofactor
reductif eksternal. Enzim sejenis dari mammalia memiliki keserupaan dalam hal
strukturnya.
Gambar 3.13 Struktur E. coli ribonukleotida difosfat reductase3.MEKANISME REDUKSI RIBONUKLEOTIDA
Walaupun kita belum mengetahui mekanisme reaksi rNDP reductase secara
lengkap, kita dapat merumuskan suatu mekanisme yang masuk akal berdasarkan
pada pengamatan berikut ini. (1) studi Radiolabeling menunjukkan perpecahan
ikatan ribose C-3' – H terjadi pada saat reaksi terjadi. (2) Reaksi ini terus terjadi
dengan tetap menyimpan konfigurasi pada C-2', yang mengesampingkan
pergantian kelompok hidroksit oleh suatu ion hydride dalam suatu reaksi SN2. (3)
Kelompok thiol mengalami oksidasi selama reaksi. (4) Radikal bebas tyrosine
berperan dalam reaksi tersebut. Hal ini pertama kali ditunjukkan oleh fakta bahwa
Semi QUE V-2004 64
hydroxyurea, suatu penghambat reductase rNDP, menghancurkan radikal bebas.
Suatu demonstrasi yang bagus ditunjukkan pada Gambar 3.14.
Gambar 3.14 Bukti bahwa tyrosine 122 dalam protein E coli R2 mengandung radikal bebas
Radikal bebas menunjukkan suatu karakteristik spektrum resonansi paramagnetik
elektron (Resonansi Paramagnetik Elektron). Tyrosine 13, residu yang dianggap
menghasilkan radikal dalam enzim E. coli, diubah menjadi phenylalanine oleh
site-directed mutagenesis gen yang di-klone untuk R2. Protein yang telah dirubah
ternyata tidak aktif dan tidak menunjukkan spectrum Resonansi Paramagnetik
Elektron - karenanya, tidak ada bukti keberadaan dari suatu radikal bebas.
Semi QUE V-2004 65
Gambar 3.15 Reduksi ribonukleotida difosfat oleh reduktasi rNDP
Bagaimanapun juga, karena radikal terletak jauh dari lokasi katalitis, seperti yang
ditunjukkan oleh kristalografi (lihat Gambar 3.13), seseorang harus merumuskan
beberapa macam proses panjang dengan mana elektron yang tidak dipasangkan
dalam radikal tyrosine menarik suatu elektron dari suatu lokasi residu aktif.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa (1) residu ini adalah cysteine 439 dalam enzim
E.Coli dan (2) suatu satuan residu asam amino spesifik pada R1 dan R2 berperan
dalam proses pengangkutan elektron yang panjang.
Suatu mekanisme masuk akal bagi rNDP reductase, berdasar pada pengamatan
diatas, ditunjukkan pada Gambar 3.15. Pertama, cysteine 439 yang berada di
lokasi yang aktif dikonversi menjadi radikal thiyl bebas, dengan hilangnya suatu
elektron, dalam suatu rangkaian pengangkutan elektron yang mengakibatkan
reduksi tyrosine 122 (langkah 1). Berikutnya, radikal thiol berperan dalam
perolehan atom hidrogen dari C-3' dari substrate (langkah 2). Hal ini diikuti oleh
hilangnya suatu ion hidroksida dari C-2', menghasilkan suatu ion carbonium
radikal yang resonance-stabilized (langkah 2 dan 3). Enzim memindahkan suatu
pasangan elektron dari cysteine thiols yang redox-active dan sebuah atom
hidrogen dari cysteine 439 (langkah 4), agar nukleotida menghasilkan produknya.
Resultan residu cystine kini dikurangi oleh pertukaran disulfide dengan pasangan
redox-active thiols lainnya dalam subunit R1; hal ini tidak ditunjukkan dalam
gambar. Disulfide yang dihasilkan dikurangi oleh suatu kofaktor eksternal
(dinyatakan dengan Grx - lihat bagian yang berikutnya), mengembalikan bentuk
aktif enzim tersebut.
Mekanisme yang ditunjukkan dalam Gambar 3.15 belumlah sempurna, karena
masih terdapat beberapa pertanyaan penting yang belum terjawab. Pertama, kita
tidak mengetahui peran dari center besi dalam pembentukan radikal bebas. Salah
Semi QUE V-2004 66
satu mekanisme yang mungkin, mengingatkan kepada pengaktifan Cytochrome
P450, ditunjukkan di bagian margin. Juga, seperti yang dibahas dalam bagian
berikutnya, tidaklah jelas bagaimana kekuatan reduksi eksternal ditransfer melalui
satu pasang thiols di lokasi redox pada R1, kepada pasangan lain dalam lokasi
katalitik.
4.SUMBER ELEKTRON UNTUK REDUKSI rNDP
Elektron untuk reduksi ribonukleotida berasal terutama dari NADPH, tetapi
mereka dikirimkan ke rNDP reductase oleh suatu coenzyme khusus karena
mereka sendiri merupakan suatu protein (Gambar 3.16). Anggota pertama yang
dikenal dalam kelas protein redoxactive ini adalah thioredoxin, suatu protein kecil
(Mr ~ 12,000) dengan dua kelompok thiol dalam urutan Cys-Gly-Pro-Cys. Thiol-
thiol mengalami oksidasi yang dapat dibalik menjadi disulfide, dengan demikian
mengurangi belerang disisi aktif dari reductase rNDP. Thioredoxin yang
teroksidasi dikurangi oleh NADPH melalui aktifikas dari suatu enzim
flavoprotein, yaitu reductase thioredoxin.
Sejak penemuannya, thioredoxin telah ditemukan mempunyai banyak aktivitas
secara in vitro, yang menunjukkan fungsi biologis yang mengejutkan. Beberapa
diantaranya dicantumkan dalam Tabel 3.1. Apakah thioredoxin benar-benar
merupakan cofactor intracellular untuk reduksi ribonukleotida dipertanyakan
dengan cara melakukan isolasi mutan E.Coli yang memiliki kekurangan atas
protein ini. Karena mutant ini mampu mereplikasi DNA, para peneliti mencari
protein redox lain didalam sel yang bisa berinteraksi dengan reductase rNDP.
Protein seperti ini ditemukan dan dinamai glutaredoxin, oleh karena
kemampuannya bisa dikurangi oleh glutathione. Sel mutan yang kekurangan baik
thioredoxin dan glutaredoxin dapat terus hidup, tetapi mereka memerlukan
cysteine untuk pertumbuhan. Penemuan ini memastikan suatu peran untuk
thioredoxin dalam pemanfaatan sulfate, dan hal tersebut menyatakan keberadaan
dari pengangkut elektron ketiga. Sesungguhnya, spesies tambahan glutaredoxin
telah ditemukan. Apapun pengangkutnya dalam cofactor utama untuk reductase
rNDP, sumber elektron utamanya adalah NADPH.
Semi QUE V-2004 67
Gambar 3.16 Urutan Transport Elektron reduktif pd terjadinya rNDP reduktase
Tabel 3.1 Aktifitas Biologis pada thioredoxin
5.REGULASI AKTIVITAS RIBONUKLEOTIDA REDUCTASE
Karena deoksiribonukleotida digunakan hanya untuk sintesa DNA, dan karena
satu sistem enzim digunakan untuk reduksi keempat substrates ribonukleotida,
regulasi baik untuk aktivitas (activity) dan kekhususan (specificity) reductase
ribonukleotida adalah penting untuk mempertahankan keseimbangan cadangan
precursor DNA. Regulasi ini dicapai melalui pengikatan effectors nukleotida
trifosfat kepada dua sisi aktif pada subunit R1 (sebanyak dua masing-masing
lokasi setiap molekul dalam enzim E. coli - lihat Gambar 3.13). Sisi aktif
mengikat baik ATP maupun dATP, dengan gaya ikat yang rendah, sedangkan sisi
Semi QUE V-2004 68
spesisfik mengikat ATP, dATP, dGTP, atau dTTP, semua dengan gaya ikat yang
tinggi. Pengikatan ATP di sisi aktif cenderung untuk meningkatkan efisiensi
katalitis rNDP reductase untuk semua substrates, sedangkan dATP bertindak
sebagai suatu penghambat umum dari ke-empat reaksi. Pengikatan nukleotida di
sisi spesifik mengatur aktivitas enzim ke arah substrates yang berbeda, yang
bertujuan untuk menjaga tingkat keseimbangan produksi ke-empat dNTPs.
Sebagai contoh, pengikatan dTTP (dengan ATP terikat di sisi aktif) mengaktifkan
enzim untuk reduksi GDP tetapi mengurangi kemampuannya untuk mereduksi
baik UDP maupun CDP. Tabel 3.2 meringkas prinsip efek pengatur.
Tabel 3.2 Regulasi pada saat aktifitas reduktase ribonukleotida terhadap mamalia
Efek ini terlihat secara in vitro dengan enzim yang dimurnikan. Ada banyak
alasan untuk menyimpulkan bahwa efek regulatori serupa-lah yang juga
beroperasi dalam sel utuh. Contohnya, baik deoksiadenosine maupun thymidine
akan menghalangi sintesa DNA manakala dimasukkan kedalam sel utuh.
Pengukuran pool intracellular dNTPs menunjukkan bahwa pada sel yang diberi
perlakukan dengan menggunakan deoksiadenosine pool dATP akan
berkembang(seperti yang diharapkan dari efek salvage jalurs), sedangkan pools
dTTP. dGTP, dan dCTP menyusut. Karena inilah mengapa sel darah putih tidak
bisa berkembang biak seperti yang dibutuhkan dalam kondisi immunodeficiency
dalam hubungannya dengan kekurangan adenosine deaminase (ADA) akumulasi
dATP dalam sel ini menghalangi sintesa deoksiribonukleotida dan, karenanya,
juga akan menghalangi DNA replication.
Contoh lain datang dari biologi sel. Para peneliti sering mensinkronkan kultur
sel, yaitu memanipulasi sel sedemikian rupa sehingga semua berada pada siklus
sel yang sama. Synchrony dapat dicapai oleh blokade thymidine, di mana
Semi QUE V-2004 69
thymidine ditambahkan kepada sel untuk menghalangi sintesa DNA. Hal ini
mencegah adanya alur sel dari G1 menuju tahap S dari siklus sel, dan kemudian
sel akan berkumpul di posisi ini, seperti lalu lintas yang berhenti pada lampu
merah. Memindahkan sel ke medium yang tidak berisi thymidine adalah seperti
lampu hijau, membalikkan penghambat dan membiarkan sel untuk memulai
replikasi DNA secara sinkron. Pengukuran pool dNTP dalam sel yang diblokade
thymidine menunjukkan bahwa dTTP berkumpul, seperti yang diharapkan dari
sintesa salvage, selagi ada suatu konsumsi spesifik suatu dCTP, seperti yang
diharapkan dari efek dTTP pada aktivitas ribonukleotida reductase. Tentu saja,
penambahan deoksicytidine mengembalikan pool dCTP ke tingkat normal
(dengan sintesa salvage) dan membuka blokade thymidine.
Dukungan lebih lanjut bagi kendali aktivitas reductase rNDP secara in vivo
berasal dari isolasi keturunan sel mammalia mutan yang pertumbuhannya tidak
dihalangi oleh deoksiribonudeosida. rNDP Reductase dari sel mutan ini
menunjukkan modifikasi baik dalam sisi spesifik atau sisi aktifitas enzim, yang
memnunjukkan bahwa enzim ini tidak terlalu peka terhadap halangan oleh
effectors dNTP. Beberapa dari bentuk sel ini menunjukkan ketidaknormalan pool
dNTP dan fenotipe. Yaitu bahwa, mereka menunjukkan tingkat mutasi yang naik
secara spontan pada semua lokus gen yang diuji. Pengamatan lainnya juga telah
dilakukan sel mutan baik yang dimutasi pada gen CTP synthetase maupun pada
gen deoxcytimidylate deaminase. Penemuan ini menunjukkan bahwa manakala
konsentrasi dNTP diubah pada lokasi replikasi DNA, kemungkinan kesalahan
replikasi menjadi meningkat, yang mendorong terjadinya mutasi.
Dasar pemikiran yang berkenaan dengan metabolisme untuk semua efek yang
ditunjukkan dalam Tabel 3.2 tidaklah sejelas seperti yang terlihat. Sebagai contoh,
mengapa dATP yang berada di sisi spesifik mengaktifkan pengurangan CDP dan
UDP? Bagian dari jawabannya adalah bahwa reduksi UDP merupakan suatu jalur
minor. Sebagian besar dTTP berasal dari deoksicytidine nukleotida, melalui
dCMP pada reaksi deaminase.
6.BIOSINTESIS THYMINE DEOKSIRIBONUKLEOTIDA
Bagian sebelumnya membahas tentang reaksi metabolik pertama yang berkaitan
dengan sintesis DNA – pembentukan deoksiribonudeoside difosfats melalui
Semi QUE V-2004 70
aktifitas reductase rNDP. Sekali terbentuk, tiga dari difosfats – dADP, dGDP, dan
dCDP –dikonversi menjadi trifosfats oleh nukleotida difosfat kinase.
Biosintesisdeoksithymidine trifosfat terjadi sebagian dari dUDP yang diproduksi
melalui reductase dan sebagian dari deoksicytidine nukleotida; perbandingannya
bervariasi menurut jenis organisme dan selnya.Perlu diingat bahwa kita
menggunakan istilah thymidine dan deoksithymidine dengan fleksibel. Hal ini
karena thymine dan ribonukleotida bukan merupakan metabolites yang normal,
jadi nukleotida yang berisi thymine dan deoksiribose tidak perlu secara rinci
dikenali sebagai deoksiribonukleotida karena ribonukleotida yang mengandung
timin mesti deoksi timidina.
Jalur yang diringkas ada dalam Gambar 3.12 dan 3.17. Jalur de novo yang
menunjukkan deoksiuridine monofosfat (dUMP) sebagai substrate untuk sintesa
thymine nukleotida: (1) dUDP difosforilasi menjadi dUTP, yang kemudian
dibelah oleh suatu diphosphohydrolase yang sangat aktif, dUTPase. (2) dCDP di-
defosforilasi menjadi dCMP, yang kemudian mengalami deaminasi menjadi
dUMP oleh suatu aminohydrolase yang disebut dCMP deaminase. Reaksi yang
terakhir disebutkan, menunjukkan suatu titik cabang untuk sintesa pirimidin
dNTP; enzimnya memerlukan dCTP sebagai suatu penggerak allosteric dan
dihalangi oleh dTTP. Di E. coli dan beberapa bakteri lain menggunakan suatu
jalur berbeda ke dUMP. Deaminasi terjadi pada tingkatan trifosfat oleh deaminase
dCTP, dan hasil dUTP kemudian dibelah oleh dUTPase menjadi dUMP dan PPi.
Tanpa menghiraukan cara pembentukannya, dUMP akan bertindak sebagai
substrate untuk pembentukan thymidine monofosfat (dTMP), yang akan
dikatalisis oleh thymidylate synthase. Enzim ini memindahkan suatu unit satu-
carbon, di tingkat oksidasi methylene, dan menguranginya menjadi tingkat metil.
Donor satu-carbon adalah 5,10-methylenetetrahydrofolate, yang didalam reaksi
yang tidak biasa ini juga bertindak sebagai suatu redox cofactor, yaitu untuk
menghasilkan dihydrofolate sebagai produk lain (Gambar 3.18). Kemudian,
kofaktor harus dikurangi, dengan reductase dihydrofolate, dan hal ini harus
memperoleh kelompok methylene yang lain, paling umum melalui serine
transhydroxymethylase. Gangguan terhadap salah satu dari langkah-langkah ini
Semi QUE V-2004 71
akan mempengaruhi pembentukan thymine nukleotida. sekali terbentuk, dTMP
akan dikonversi menjadi dTTP oleh dua fosforilasi yang terjadi berurutan.
Gambar 3.17 Jalur sintetik salvage & de novo pada nukleotida thymine
7.METABOLISME DEOKSIURIDINE NUKLEOTIDA
Sebagai tambahan fungsi biosintetik dUTPase dalam pembentukan dUMP untuk
formasi thymine nukleotida, enzim memainkan suatu peran penting dalam
mengeluarkan uracil dari DNA. Pada saat dUTP tidak dengan cepat diturunkan,
dUTP bisa bertindak sebagai suatu substrate yang bagus untuk DNA enzim
polymerase. Sesungguhnya, seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya,
sel-sel memiliki suatu mekanisme yang rumit untuk memastikan bahwa residu
dUMP manapun yang masuk ke dalam DNA secara efisien dihilangkan. Karena
Semi QUE V-2004 72
secara visual uracil hampir serupa dengan thymine dalam hal sifat pemasangan
basa-nya, mengapa sedemikian penting bagi sel untuk hanya membiarkan
thymine saja untuk secara stabil diinkorporasikan kedalam DNA?
Jawabannya mungkin berada dalam fakta bahwa residu dUMP dapat muncul
dalam DNA yang tidak hanya disebabkan oleh inkorporasi dUTP tetapi juga oleh
deaminasi spontan residu dCMP. Proses yang terakhir disebut, yang terjadi pada
suatu tingkat yang dapat dinilai, akan mengubah pemikiran suatu pesan genetik,
maka hal ini tampak menguntungkan bagi sel untuk tetap mempertahankan
stabilitas genetik dengan memiliki suatu sistem pengawasan yang menghilangkan
residu dUMP tanpa memperdulikan asal residu tersebut. Mengapa thymidine
dipilih terlebih dahulu dan bukannya uracil sebagai basa DNA adalah juga
merupakan pertanyaan yang berkaitan. Studi thermodynamik menunjukkan
bahwa kelompok metil thymidine mendukung interaksi hydrophobik yang
menstabilkan heliks ganda DNA secara signifikan.
Enzim dUTPase memiliki suatu struktur yang khusus (Gambar 3.19). Enzim
dUTPase E. coli adalah merupakan suatu homotrimer, dengan masing-masing
ketiga sisi aktif yang berisikan residu asam amino dari dua polypeptide subunit
yang bersebelahan.
8.JALUR SALVAGE KE ARAH SINTESIS DEOKSIRIBO
NUKLEOTIDA
Seperti yang telah dicatat sebelumnya, salvage purin pada umumnya melibatkan
reaksi-reaksi phosphoribosyltransferase, yang menghasilkan ribonukleotida
monofosfat dari basa purin dan PRPP. Setelah fosforilasi sampai tingkatan
difosfat, senywa-senyawa ini memasuki metabolisme deoksiribonukleotida
melalui aktifitas ribonukleotida reductase. Namun, deoksiribonukleotida kinases,
yang langsung menuju deoksiribonukleotida monofosfat, secara luas dibagi, dan
melibatkan baik Purin maupun Pirimidin. Kandungan ribo – dan
deoksiribonudeoside kinases dalam tiap sel dan tiap organisme sangatlah
beragam. Sel manusia berisi empat deoksiribonukleotida kinases berbeda - (1)
thymidine kinase, yang terletak di cytosol; (2) deoksicytidine kinase, yang juga
merupakan suatu enzim cytosolic, yang mem-phosphorylasi deoksiadenosine dan
Semi QUE V-2004 73
deoksiguanosine seperti halnya deoksicytidine, tetapi hanya pada konsentrasi
yang lebih tinggi saja; (3) deoksiguanosine kinase, yang asalnya dari
mitochondrial; dan (4) suatu isoform mitochondrial thymidine kinase, yang
mempunyai suatu kekhususan substrate lebih luas dibanding enzim cytosolik,
yang juga bertindak atas deoksicytidine dan deoksiuridine.
Seperti yang akan didiskusikan dalam bab ini, beberapa analog nukleotida sedang
digunakan atau diuji dalam mengobati kanker dan beberapa penyakit yang
disebabkan virus. Obat ini harus dikonversi menjadi deoksiribonukleotida agar
bisa menjadi efektif dan hal ini telah membuat terpusatnya perhatian terhadap
deoksiribonukleotida kinases. Sebagai contoh, efek samping dari 3'-azido-2',3'-
dideoksithymidine (AZT), obat pertama yang disetujui untuk mengobati infeksi
virus immunodeficiency pada manusia (HIV), adalah cardiotoxicity -kerusakan
pada otot jantung. Jalur utama pemanfaatan azidothymidine melibatkan isoform
mitochondrial thymidine kinase, juga disebut dengan TK2. Bukti-bukti yang ada
menunjukkan bahwa deoksiribonukleotida azidothymidine bertentangan
dengan fungsi mitochondrial, yaitu mungkin dengan cara menghambat replikasi
atau transkripsi DNA mitochondrial, dan mungkin hal ini adalah dasar dari
mengapa sampai terjadi cardiotoxicity. Oleh karena itu, riset-riset yang sekarang
dilakukan mengarah pada pengembangan analog yang pengaktifan metabolisme-
nya tidak terjadi didalam mitochondria.
Dari ke-empat deoksiribonukleotida kinases, tiga diantaranya disintesiskan dan
diproduksi pada suatu tingkat yang tidak berubah sepanjang siklus sel.
Perkecualiannya adalah thymidine cytosolic kinase (TKI), suatu konsentrasi
paling tinggi manakala sedang replikasi DNA; dalam kaitannya dengan hal ini,
TKI menyerupai enzim sintesa deoksiribonu-cleotide de novo, seperti
ribonukleotida reductase. Untuk alasan-alasan yang belum dimengerti, TKI
menyelamatkan (salvage) thymidine exogenous dengan sangat efisien. Percobaan
dengan precursor-radiolabeled menunjukkan bahwa dTTP yang didapatkan dari
sintesa salvage pada umumnya diinkorporasikan ke dalam DNA dalam
preferensinya terhadap thymidine nukleotida yang dihasilkan oleh sintesa de
novo. Hal ini merupakan dasar dalam teknik interpretasi tingkat replikasi DNA,
Semi QUE V-2004 74
dengan mengukur tingkat inkorporasi thymidine yang di-radiolabeled ke dalam
DNA. Namun, suatu pengukuran yang akurat terhadap tingkat sintesa DNA dari
data inkorporasi thymidine memerlukan pengukuran radioaktifitas spesifik dari
pool dTTP yang diberi label. Meskipun demikian, karena tingkat efisiensi tinggi
yang dengannya thymidine digunakan dalam sebagian besar sel, pengukuran
inkorporasi thymidine secara sederhana sering menghasilkan perkiraan akurat
tentang tingkat replikasi DNA.
F. THYMIDYLATE SYNTHASE: ENZIM TARGET UNTUK KEMOTERAPI
Tujuan kemoterapi – pengobatan penyakit dengan menggunakan reagen kimia –
adalah untuk memanfaatkan suatu perbedaan biokimia antara proses penyakit dan
jaringan sel inang untuk secara selektif melawan proses penyakit. Banyak agen
chemotherapeutic yang pada awalnya ditemukan hanya secara kebetulan, melalui
uji coba analog untuk metabolites normal. Sebagian besar agen ini terbatas
keefektifannya karena efek samping yang tidak diperhitungkan sebelumnya,
karena selektifitas yang tidak sempurna, dan karena perkembangan perlawanan/
aktivitas sistem kekebalan terhadap agen tersebut. Salah satu bagian yang paling
menggairahkan dalam ilmu farmasi biokimia modern adalah arsitektur
(perancangan) obat – yaitu perancangan penghambat spesifik berdasar pada
pengetahuan tentang struktur molecular di lokasi mana penghambat akan
diikatkan, dan berdasarkan mekanisme aktivitas dari molekul target. Untuk obat
yang targetnya adalah enzim, sangatlah diperlukan untuk mengetahui struktur
tiga-dimensi dari enzim dan mekanisme aktivitasnya. Untuk memperoleh
informasi ini diperlukan sinkronikasi antara kristalografi sinar x, ilmu kimia
bioorganik klasik, site-directed mutagenesis, dan molekular grafik dengan
bantuan computer. Upaya penghambatan terhadap enzim Thymidylate Synthase
merupakan suatu contoh sempurna tentang pendekatan dengan metode ini.
Seperti telah diuraikan, tujuan kemoterapi adalah untuk menyerang secara selektif
suatu proses metabolisme yang berhubungan dengan kondisi patologis. Karena
thymidylate synthase berperan didalam sintesa dari suatu deoksiribonukleotida,
penyakit apapun yang terlibat dalam perkembangbiakan sel yang tak
terkendalikan pada prinsipnya dapat diperlakukan dengan penghambat
Semi QUE V-2004 75
thymidylate synthase: Penghalangan produksi dari suatu precursor DNA
seharusnya dapat menghalangi replikasi DNA dengan efek minimal atas proses-
proses lainnya. Sel yang tidak mengalami perkembang biakan cepat seharusnya
secara relatif kebal terhadap agen seperti ini. Dengan demikian, kanker dan
banyak penyakit menular harus bersedia menerima perlakuan dengan
menggunakan pendekatan ini.
Tidak satupun dari yang dikemukakan diatas, dikenali pada pertengahan tahun
1950-an, karena synthase thymidylate belum ditemukan. Namun, telah diketahui
bahwa sel tumor tertentu mengambil dan me-metabolisme uracil jauh lebih cepat
dibanding dengan sel biasa. Tanpa mengetahui ‘nasib’ metabolisme uracil secara
detil, Charles Heidelberger berharap dapat membunuh sel tumor dengan selektif
dengan suatu perlakuan menggunakan ‘zat analog’ yang akan menghalangi
metabolisme uracil dalam sel tumor. Untuk mencapainya, ia mensintesa bahan
kimia 5-fluorouracil (FUra) dan sekaligus deoksiribonukleotida-nya, 5-
fluorodeoksiuridine (Fdurd). Kedua campuran ditemukan untuk menjadi
penghambat yang kuat bagi sintesa DNA. Aktivitas campuran tersebut sebagai
penghambat melibatkan konversi intracellular mereka menjadi 5-
fluorodeoksiuridine monofosfat (FdUMP), yaitu suatu analog dUMP yang
bertindak sebagai suatu penghambat yang tidak dapat dibalik bagi synthase
thymidylate
Semi QUE V-2004 76
123
4
5
6
Gambar 3.20 Kompleks antara Enzyme-terikat FdUMP dan 5,10-methylene-THF.
Baik fluorouracil dan fluorodeoksiuridine digunakan dalam perawatan kanker.
Bagaimanapun juga, Pirimidin yang ter-fluorinasi tidaklah terlalu selektif dalam
efek yang dihasilkannya. Sebagai contoh, fluorouracil dapat diinkorporasikan ke
dalam RNA oleh jalur salvage yang biasa digunakan untuk uracil, oleh karenanya
bertentangan dengan fungsi pembawa pesan RNA didalam sel normal dan sel
kanker. Yang jelas, suatu pemahaman terperinci menyangkut sisi aktif
thymidylate synthase bisa mendorong kearah perancangan penghambat/ inhibitor
enzim yang sangat spesifik.
Analisa tentang pengikatan 5-fluorodeoksiuridine monofosfat ke thymidylate
synthase telah membuka pintu pemahaman tentang mekanisme reaksi enzim dan
struktur dari sisi aktif enzim. FdUMP merupakan penghambat berbasis
mekanisme sejati, pengikatan yang tidak dapat dibalik tersebut terjadi hanya saat
ada 5,10-methylenetetrahydrofolate. Kiranya, pengikatan coenzyme
mempengaruhi perubahan konformasi pada sisi aktif enzim yang mengkopi tahap-
Semi QUE V-2004 77
tahap awal dalam reaksi katalitis sehingga menyebabkan pengikatan FdUMP yang
tidak dapat dibalik. Aktifitas proteolitik dari kompleks terner (tiga komponen)
yang berisi FdUMP, enzim, dan methylenetetrahydrofolate membimbing para
peneliti dalam laboratorium Charles Heidelberger dan Daniel Santi untuk
mengisolasi suatu fragmen peptida dari suatu enzim yang berisi baik inhibitor
maupun coenzyme. Ditunjukkan juga bahwa FdUMP dihubungkan ke karbon
methylene dari coenzyme melalui C-5 cincin pirimidin, dan dihubungkasn ke
enzim melalui suatu atom belerangnya sistein yang secara kovalen terikat ke C-6
pirimidin. Struktur dari kompleks menunjukkan bahwa reaksi enzymatik dimulai
dengan serangan nucleophilik oleh gugus thiol sistein terhadap C-6 dari substrate
dUMP.
Struktur dari kompleks antara Enzyme-terikat FdUMP dan 5,10-methylene-THF
menunjukkan suatu mekanisme yang digambarkan pada Gambar 3.20. Seperti
yang disebutkan sebelumnya, suatu ion cysteine thiolate pada enzim memicu
suatu serangan nucleophilik atas C-6 dUMP (langkah 1). Hal ini menghasilkan
suatu anion enolat yang yang distabilkan oleh resonansi elektron; sekarang C-5
menjadi suatu nukleofil, yang menyerang methylene karbon dari coenzyme
(langkah 2). Hilangnya proton dari C-5 (langkah 3) yang memicu suatu
pergeseran elektron sehingga menyebabkan transfer hidrogen C-6 dari kofaktor
kepada pirimidin (langkah 4), konsisten dengan pengamatan bahwa hidrogen ini
di-inkorporasikan secara kuantitatif ke dalam gugus metil thyrmidylate. Transfer
hidrogen ini mengoksidasi kofaktor menjadi hydrofolat, yang terpisah pada
langkah 5.Pada langkah 6 ikatan covalen enzyme-substrate terlepas, dengan
pembentukan kembali ikatan ganda antara C-5 dan C-6 pada cincin pirimidin.
Hambatan oleh FdUMP diakibatkan oleh elektronegativas fluorine, yang
menghasilkan suatu ikatan C-F pada C-5 yang tidak bisa pecah. Dengan begitu,
reaksi tidak bisa berlanjut ke langkah 3.
Kepastian mekanisme ini datang bersamaan dengan bukti bahwa substrate:
dUMP, membentuk suatu ikatan kovalen dengan coenzyme selama katalisis
normal. Bukti penting lainnya datang dari diketahuinya model tiga dimensi enzim
thymidylate synthase. Pada tahun 1987, Robert Stroud, Daniel Santi, dan para
rekan kerja mereka memperkenalkan suatu model enzim tersebut yang berasal
Semi QUE V-2004 78
dari Lactobacillus casei (Gambar 3.21). Thymidylate Synthase dikonservasi
(conserved=homolog= sama urutan asam aminonya) secara evolusioner (?),
dengan sekitar 20% dari residunya adalah suatu invarian diantara mammalia,
bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Struktur kristal menunjukkan persentase yang
tinggi dari residu yang conserved tersebut dalam suatu subunit enzim diprediksi
mewakili sisi aktif. Protein ini merupakan suatu homodimer (terdiri dari dua sub
unit yang sama), dan residu conserved dari kedua garis subunit yang berada pada
suatu bagian dan dianggap berperan bagi katalisis. Cysteine 198, residu yang
dihubungkan dengan FdUMP, berada didalam subunit ini, berdekatan dengan
residu conserved lainnya, Arg 218, yang dapat menurunkan pKa dari gugus thiol
(-S) cysteine dan menghasilkan ion thiolate yang reaktif. Beberapa residu lysine
yang conserved berada berdekatan dan dianggap mewakili sisi pengikatan untuk
ekor polyglutamate pada folate coenzyme (thymidylate synthase mengikat folate
polyglutamates sekitar 100 kali lipat lebih kuat dibanding monoglutamate).
Gambar 3.22 Komplek penyesuaian substrate dan kofaktor yang terikat di sisi aktif.
Tidak lama sesudah model enzim diperkenalkan, dua laboratorium berhasil
mengkristalkan thymidylate synthase dari E. coli sebagai suatu kompleks dengan
dUMP dan suatu analog untuk 5,10-methylenetetrahydrofolate. Analisa tentang
komplek-komplek ini memastikan penyesuaian substrate dan kofaktor yang
terikat di sisi aktif (Gambar 3.22) dan identifikasi terhadap residu sisi aktif dalam
hubungan dengan ligands ini. Analisa tentang interaksi ikatan yang terlibat telah
menghasilkan disain dan sintesa analog kofaktor yang tidak memiliki hubungan
jelas dengan 5,10-methylenetetrahydrofolate, tetapi bersaing dengan 5,10-
Semi QUE V-2004 79
methylenetetrahydrofolate untuk secara efektif mengikatkan diri ke TS (Ki
nilainya serendah 30 nM). Satu penghambat seperti Thymitaq, ditunjukkan di sini.
Pada tahun 1991 kristalisasi dari jenis enzim ini yang berasal dari manusia telah
dilaporkan, dan enzim tersebut kemudian menjadi fokus pengembangan obat
lebih lanjut. Upaya ini, ditambah dengan studi mekanistis terhadap enzim-enzim
yang diproduksi oleh site-directed mutagenesis dan analisis struktural thymidylate
synthase dari jenis lainnya, harus dapat menyiapkan jalan bagi pengembangan
suatu inhibitor yang effektif terhadap enzim tersebut, yang mungkin akan dapat
bertindak sebagai obat anti kanker yang berharga. Pendekatan yang sama juga
sedang dilakukan dibeberapa lusin laboratorium, berfokus pada reseptor obat
yang melibatkan: protein yang terikat pada membran sel atau protein reseptor
intracellular dan juga asam nukleat, disamping enzim yang dibicarakan tadi.
Pengembangan suatu inhibitor terhadap protease spesifik HIV sebagai obat anti-
AIDS merupakan contoh yang mencengangkan dari keberhasilan pendekatan ini.
Selain kanker, target lain juga dapat dihambat kalau diberi perlakuan
menggunakan penghambat inhibitor thymidylate synthase. Contohnya, seperti
parasit protozoa (plasmodium yang menyebabkan malaria), yang mensintesis
suatu bentuk khusus suatu enzim bifungsional dari thymidylate synthase, yang
mempunyai baik aktivitas thymidylate synthase maupun aktifitas dihydrofolate
reductase. Dengan mengetahui bahwa struktur khusus dari sisi aktif enzim ini
berbeda dari thymidylate synthase pada host manusia atau binatang, maka dapat
dikembangkan suatu inhibitor spesifik yang hanya menghambat enzim pada
protozoa, tetapi tidak menghambat enzim sejenis di sel manusia atau hewan
inangnya.
G. PENGUBAHAN OLEH VIRUS PADA METABOLISME NUKLEOTIDA
Bahwa virus-virus dapat mengubah metabolisme sel-sel asalnya pertama kali
dikenal pada tahun 1957 melalui studi mengenai biosynthesis nukleotida pada
bakteri E. coli yang terinfeksi oleh bacteriophages seri T-T2, T4, dan T6. G.R.
Wyatt dan Seymour Cohen pada tahun 1952 memperlihatkan bahwa dalam DNA
virus-virus tersebut tidak terdapat cytosine, tetapi 5-hydroxymethylcytosine,
dimana sebagian besar kelompok hydroxymethyl telah dimodifikasi lebih lanjut
dengan masuk pada ikatan glycosidic dengan sebagian glukosa.
Semi QUE V-2004 80
Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa infeksi virus menyebabkan
sintesa enzim-enzim yang berasala dari virus (dikode oleh gen virus),
menghasilkan modifikasi-modifikasi tersebut (Gambar 3.23). Enzim utama pada
bakteri yang terinfeksi phage (faga) seri T termasuk dCTPase, yang membelah
dCTP menjadi dCPM; suatu hydroxymethyl dCMP, yang mentransfer sekelompok
karbon-satu ke dCMP pada tingkat oksidasi hydroxymethyl; dan suatu kinase
deoksiribonukleotida monofosfat, yang dapat mem-phosphorylasi hasil 5-
hydroxymethyl-dCMP. Fosforilasi 5- hydroxymethyl-dCMP menjadi trifosfat
dikatalisasis oleh kinase difosfat dari sel inang atau sel inti. Reaksi glukosilasi
terjadi setelah asam nukleat yang termodifikasi disatukan (direkombinasikan)
kedalam DNA. Pada bakteri yang terinfeksi phage T4 terjadi dua reaksi
glucosyltransferasi (pentransferan glukosa), salah satunya mentransfer glukosa
dengan konfigurasi α dan satunya dengan konfigurasi β. Sebagai tambahan,
genom viral mengekspresikan beberapa enzim deoksiribonuklease, khususnya
sebagai pembelah DNA yang berisi cytosine. Proses ini membantu virus untuk
menghapuskan ekspresi dari gen-gen sel inti, dan juga memberikan suatu sumber
utama bagi sintesa DNA virus yang baru.
Meskipun penggantian basa dalam DNA agak tidak biasa, sekitar selusin contoh
saat ini telah berhasil, dimana satu dari empat deoksiribonukleotida umum
diganti, secara keseluruhan atau sebagian, dengan zat kimia turunan yang
menahan pasangan basa yang khusus dari nukleotida yang digantikan. Sebagai
contohnya, phage Bacillus subtilis, menggantikan uracil bagi thymine dalam
DNA.faga Bacillus subtilis lainnya memerlukan 5-hydroxymethylluracil untuk
menggantikan thymine. Phage Xanthomonas oryzae menggantikan 5-
hydroxymethylluracil untuk setiap residu DNA cytosine-nya. Dalam setiap kasus
yang diteliti, virus mengatur modifikasi nukleus melalui sintesa dari enzim-enzim
yang dikodekan virus, sehingga menciptakan cara metabolis yang baru dalam sel
yang terinfeksi.
Pada virus-virus tanaman dan hewan tidak terdapat bentuk modifikasi dasar asam
nukleat seperti yang ditemukan dalam bacteriophage. (Kebanyakan organisme
mengandung dasar asam nukleat yang dimethylasi dengan proporsi yang cukup
signifikan, tetapi modifikasi tersebut terjadi setelah polymerisasi). Namun, enzim-
enzim yang dikode virus jarang sekali diproduksi untuk membantu sel yang
terinfeksi untuk memperbanyak sintesa asam nukleat yang sebelumnya. Pada
Semi QUE V-2004 81
beberapa kasus, enzim-enzim suatu virus cukup berbeda dengan enzim sejenis
pada sel inangnya di mana para peneliti dapat mendesain inhibitor enzim tertentu
dan kemudian dengan sukses akan mencapai kemoterapi tertentu untuk melawan
sel yang terinfeksi virus.
Gambar 3.23 Infeksi menyebabkan enzim-enzim yang dikode oleh gen virus mengalami modifikasi.
Contoh terbaru yang terbaik adalah penggunaan acyclovir dan turunannya,
ganciclovir, untuk melawan infeksi virus herpes. Virus herpes adalah virus DNA
yang besar, di mana genome-nya mengkodekan beberapa enzim, termasuk
deoksipirimidin kinase. Aslinya enzim ini ditemukan sebagai suatu thymidine
kinase, enzim tersebut juga mem-phosphorylasi-kan dTMP. Namun yang lebih
penting lagi adalah penentuan dasar secara ekstrim dari aktifitas enzim kinase
tersebut. Analog 5-iododeoksiuridine thymidine, yang digunakan untuk
mengobati simplex herpes pada infeksi mata, telah di-phosphorylasi oleh
Semi QUE V-2004 82
deoxypirimidin kinase dan digabungkan ke thymidylate pada DNA. Akhir-akhir
ini, acyclovir (juga dinamakan acycloguanosine) dan anggota ganciclovir,
ternyata juga terbukti telah di-phosphorylasi oleh kinase-kinase virus
deoksipirimidin, meskipun kinase-kinase tersebut adalah analog dari suatu purin
nukleotida, yaitu deoksiguanosin.
Acyclovir dan ganciclovir keduanya saat ini digunakan untuk pengobatan optikal
dan sistematis bagi infeksi viral herpes. Ketiga analog tersebut pada akhirnya
diubah menjadi 5’-triphospate, yang akan bercampur dengan tiruan atau replikasi
DNA. Sel-sel yang tidak terinfeksi tidak akan ter- phosphorylsi-kan acyclovir dan
gancyclovir secara efektif dan akan mem- phosphorylasi-kan dengan lemah
iododeoksiuridine, sehingga replikasi atau tiruan DNA dan pertumbuhan virus
secara selektif akan terhalangi pada sel-sel yang terinfeksi.
H. PENTINGNYA ANALOG-ANALOG NUKLEOTIDA YANG LAIN BAGI
BIDANG BIOLOGI DAN KEDOKTERAN
Contoh terdahulu yang disampaikan telah memperjelas kegunaan analog-analog
nukleotida dan nukleotida, terutama sebagai obat-obatan. Pada bagian ini kita
akan membahas analog tambahan dari pentingnya bidang medis, sebagaimana
seperti yang digunakan pada penelitian reaksi. Nukleotida kurang baik untuk
dipindahkan ke dalam sel karena muatan fosfat negatifnya sehingga kebanyakan
senyawa akan dimasukkan ke dalam sel sebagai nukleotida atau turunan
nukleotida, dimana nukleon-nukleon tersebut sebelumnya bereaksi sebagai
nukleotida kinase Setelah secara cepat berubah menjadi nucleutida-nicleotida,
senyawa-senyawa tersebut mengganggu metabolisme dengan berbagai cara. Pada
bagian ini kita akan menggunakan istilah analog-analog nukleotida dan analog-
analog nukleotida secara berbalik.
1. Analog-analog Nukleotida sebagai agen-agen Kemoterapi
Enzim-enzim pada sintesa nukleotida secara luas telah dipelajari sebagai tujuan
bagi aktifikas antiviral atau obat-obatan anti mikrobial. Sebagaimana telah
dibahas terdahulu, tujuannnya adalah untuk mengenali perbedaan biokimia antara
Semi QUE V-2004 83
proses-proses yang dapat dibedakan dari sel inang yang tidak terinfeksi dan yang
terinfeksi.
a. Analog-Analog Nukleosida sebagai anti virus
Salah satu dari obat-obatan antiviral lama yang disetujui penggunaannnya
terhadap manusia adalah arabinosyladenine (araA). Pada saat ini digunakan
untuk mengobati radang otak (encephalitis), suatu penyakit neurological yang
disebabkan oleh anggota dari keluarga herpesvirus. Tidak seperti
acycloguanosine, araA di- phosphorylasi-kan ke tingkat triphospate oleh kinase-
kinase selular. Triphospate, araATP, adalah suatu inhibitor DNA polymerase
yang selektif, yaitu hanya aktif pada enzim yang dikodekan dengan virus-virus
herpes. Jadi araA secara selektif akan bercampur dengan replikasi viral DNA,
meskipun semua sel baik yang terinfeksi maupun yang tidak, membentuk
triphospate. Karena araA rentan terhadap penurunan oleh enzim adenosine
deaminase, keefektifannya dapat ditingkatkan jika diatur dengan inhibitor enzim
yang terakhir. Analog arabinose deoksicytidine, yaitu arabinosylcytosine (araC),
digunakan pada kemoterapi kanker. araCTP juga bercampur dengan replikasi
DNA setelah konversi menjadi triphospate.
Analog-analog lain yang mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh adalah
analog-analog yang digunakan untuk memerangi acquired immune deficiency
syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh HIV. Salah satu analog tersebut, 3’-
azido-2’, 3’-dideoksithymidine (AZT) dianabolisasikan menjadi 5’triphospate
yang bersangkutan, yang merupakan inhibitor bagi enzim virus yaitu reverse
transcriptase (enzim yang membuat kopi DNA dari RNA virus). Analog-analog
nukleotida lainnya-2’,3’-dideoksicytidine (ddC), 2’, 3’-dideoksiinosine (ddI), 3’-
thiacytidine (3TC), dan 2’, 3’-didehydro-3’-deoksithymidine (d4T)- bertindak
sebagai pembalik bagi triphospate yang berhubungan, yang akan bergabung ke
dalam DNA yang selanjutnya akan menghalangi sintesis pemanjangan rantai lebih
lanjut karena tidak adanya suatu ujung akhir 3’ hydroxyl. Keempat analog
tersebut telah disetujui penggunaannya untuk mengobati infeksi HIV pada
manusia dan baik AZT maupun 3TC merupakan komponen dari tiga-obat
“koktail” yang baru-baru ini dipercaya sebagai pengurang infeksi jangka panjang,
sepanjang dengan inhibitor protease HIV.
Semi QUE V-2004 84
Pada akhir tahun 1994, dua laboraturium melaporkan efek sinergistik dari ddI dan
hydroxyurea terhadap infeksi HIV, dianggap sebagai sel yang hampir mati dari
dNTP untuk transkripsi balik (lihat Gambar 3.45).
b. Salvage Purin Sebagai Target
Suatu anomali biokimia penting ditemukan dalam protozoa-protozoa parasit
seperti Plasmodium, yang menyebabkan malaria dan Leishmania, yang
menyebabkan penyakit yang menginfeksi kulit dan organ-organ dalam, sehingga
melemahkan, meskipun biasanya tidak fatal. Protozoa-protozoa parasit
mengurangi kapasitas dari sintesa de novo purin dan sangat tergantung pada
nukleotida-nukleotida yang dapat disalvage pada tempat-tempat yang disediakan
oleh sel ianangnya. Senyawa seperti allopurinol dan formycin B menghalangi
pertumbuhan organisme, sebagian melalui aktivitas inhibitor enzim-enzim yang
bertahan dan sebagian lagi melalui kemampuan enzim yang bertahan untuk
menganabolisi analog, atau melalui kurangnya kemampuan dalam rumah emzim
yang berkaitan. Sebagai contoh, allopurinol dirubah menjadi analog asam inosinat
dan selanjutnya menjadi suatu analog AMP dan akhirnya bergabung kedalam
RNA, dimana allopurinol tersebut mengganggu pengantar pengkodean RNA
(tRNA) dalam sintesa protein.
Penghalang nukleotida yang bertahan dapat lebih efektif jika analog dilakukan
bersama penghalang perpindahan nukleotida. Pada sel binatang protein tunggal,
pemindah nukleotida, bertanggung jawab terhadap percepatan berbagai macam
nukleotida. Fungsi protein ini dihalangi oleh dipyridamole, yang menghalangi
perbanyakan nukleotida.
c. Folate Antagonis
Pada bab terdahulu kita mengetahui bahwa suatu asam folat analog yaitu
methotrexate sudah ditemukan beberapa waktu lalu untuk meningkatkan remisi
(penyembuhan) pada leukimia akut tertentu. Apakah dasar dari pemilihan ini?
Dengan adanya kofaktor folate yang memerankan peranan yang penting dalam
menyatukan DNA, RNA, protein, dan phospholipid, kita mengharapkan
penghalangan untuk sintesa tetrahydrofolate untuk menjadi racun (toxic) bagi
semua sel. Namun terdapat alasan bagi racun folate antagonis tertentu terhadap
Semi QUE V-2004 85
perkembangbiakan sel-sel. Ingat bahwa reaksi sintesa thymidylate megoksidasi
methylenetetrahydrofolate menjadi hydrofolate; ini adalah satu-satunya reaksi
yang membutuhkan tetrahydrofolate yang tidak menimbulkan tetrahydrofolate.
Dari reaksi yang ditunjukkkan pada Gambar 3.18, dapat diprediksi bahwa
penghambat penurunan hydrofolate menghalangi perputaran hydrofolate kembali
menjadi tetrahydrofolate. Dalam proses tersebut, tingkatan dimana seluruh
intrasel yang mereduksi folate menjadi dioksidasi secara langsung duhubungkan
dengan aktifitas intrasel dari thymidylate sintase, dimana selanjutnya diselaraskan
dengan tingkatan sintesa DNA. Jadi, sel-sel yang berkembangbiak, dengan
tingkatan replikasi DNA yang cepat, akan menghabiskan penyimpanan
tetrahydrofolate-nya dengan lebih cepat daripada sel-sel yang tidak
berkembangbiak.
Meskipun antimetabolis seperti flourouracil atau methotrexate menyerang
jaringan yang berkembangbiak secara selektif, antimetabolis tersebut juga
merupakan racun bagi sel-sel yang normal. Efek yang merusak terlihat pada
jaringan yang berkembangbiak sebagai bagian dari fungsi normalnya; jaringan-
jaringan tertentu tersebut termasuk intestinal mucosa, sel-sel rambut, dan
komponen-komponen sistem kekebalan. Hal yang juga dianggap serius adalah
pengembangan sel-sel yang berbeda yang bersifat melawan obat. Pada kasus
tertentu, tingkatan enzim target meningkat melebihi tahapan yang dapat dikontrol
dengan inhibitor. Robert Schimke beserta rekan meneliti mekanisme peningkatan
enzim, yang menyebabkan penurunan dihydrofolate, yang bisa mencapai beratus-
ratus kali dalam garis sel yang melawan methotrexate. Mereka menemukan
bahwa inkubasi sel yang diperpanjang pada media yang mengandung
methotrexate sering kali menyebabkan penguatan pada gen tertentu yang
dikodekan, sehingga dihydrofolate menurun; jumlah dari tiruan atau copy DNA
dari gen ini meningkat berkali-kali, dengan akumulasi atau penimbunan yang
sesuai dari produk gen, menyebabkan dihydrofolate menurun. Mutasi penahan
lainnya melibatkan mekanisme yang lebih konvensional, seperti perubahan
perpindahan dari obat di dalam sel atau perubahan enzim target, untuk membuat
perlawanan pada antimetabolite.
Semi QUE V-2004 86
Tingkatan penghalang penurunan dihydrofolate lainnya ditunjukkan oleh
trimethoprim. Senyawa ini merupakan penghalang penurunan dihydrofolate
tertentu dari sumber prokaryot. Trimethoprim dan kerabatnya secara luas
digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan bakteri dan beberapa jenis
malaria. Keberhasilan obat ini diperoleh dari aktivitanya sebagai penghalang yang
sangat lemah dari penurunan hydrofolate vertebrata. Trimethoprim sering kali
digunakan sebagai tambahan bagi obat sulfonamide untuk menghambat synthesis
folate dan untuk menghalangi langkah berurutan berikutnya, dengan cara yang
sama.
2. Analog Nukleotida dan Mutagenesis
Beberapa analog nukleotida merupakan mutagen yang sangat bagus, yang
berguna baik dalam mengisolasi mutan dan dalam mempelajari mekanisme
mutagenesis. Dua dari analog tersebut adalah 2-aminopurin (2AP) dan 5-
bromodeoksiuridine (BrdUrd). 2-aminopurin digabungkan dengan DNA untuk
menggantikan adenine, tetapi jika 2AP bermuatan replikan template (tiruan pola),
analog tersebut akan berpasangan dengan cytosine daripada dengan tymine. Jadi
penggabungan 2AP merubah pasangan A-T dalam DNA menjadi Pasangan G-C
(Gambar 3.24).
Bromodeoksiuridine berfungsi sama tetapi memiliki kegunaan yang lain. Ini
merupakan analog thymidine yang sangat bagus karena radius van deer Waals
atom bromine mendekati radius dari kelompok methyl. Karenanya sangatlah
efesien untuk menggabungkannya dalam DNA. Kesalahan memasangkan BrdUrd
dengan residu deoksiguanosine pada replikasi BrdUrd yang berisi template dapat
menyebabkan mutagenesis dengan merubah pasangan dasar A-T menjadi G-C
(lihat Gambar 3.24). Alternatifnya, BrdUTP dapat bersaing dengan dCTP untuk
digabungkan dengan lawan G dalam template (tidak diperlihatkan).
Karena bromine lebih berat daripada kelompok methyl, bromine akan
memberikan suatu densitas yang meningkat bagi DNA yang digantikan.
Akhirnya, para radiobiologi menggunakan BrdUrd sebagai suatu agen
radiosensitizing. Residu bromo-dUMP dalam DNA dicampur bromine dengan
cepat jika DNA yang digantikan jika disinari dengan sinar UV. Proses ini akan
Semi QUE V-2004 87
memunculkan radikal-radikal bebas yang akan menyebabkan berbagai jenis
kerusakan dalam struktur DNA.
Gambar 3.24 Kesalahan pemasangan BrdUrd dengan residu deoksiguanosina pada replikasi BrdUrd dapat menyebabkan mutagenesis, pasangan dasar A-T berubah menjadi G-C.
Akhir-akhir ini perhatian terfokus pada analog nukleotida mutagenik yang
terbentuk dalam metabolisme yang normal. Pada Bab selanjutnya kita mengetahui
bahwa tekanan oxidative - contohnya yang dimunculkan dengan memperlakukan
sel-sel dengan hydrogen proxide – akan merusak struktur dasar DNA. Oksidasi
sisa-sisa guanine dalam DNA menjadi 8-oxoguanine akan bermutagenis dengan
sangat kuat karena pasangan dasar 8-oxoguanine selama replikasi dengan adenine
sama efesiennya seperti jika dipasangkan dengan cytosine. Ketidaktepatan
pembentukan pasangan ini dapat menyebabkan mutasi dengan merubah pasangan
dasar G-C menjadi T-A.
Akhir-akhir ini sebuah enzim ditemukan yang dapat meng-hydrolisis secara
khusus nukleotida 8-oxo-dGTP menjadi 8-oxo-dGMP plus pyrofosfa. Mutasi
yang tidak mengaktifkan enzim ini yang memiliki mutator phenotype,
Semi QUE V-2004 88
menyatakan bahwa suatu cara mutagenis yang signifikan memerlukan oxidasi
guanine nukleotida menjadi nukleotida-nukleotida 8-oxoguanine, diikuti dengan
penggabungannya kedalam DNA dan mutagenesis oxidative tersebut
diminimalisasikan oleh gangguan pada 8-oxo dGTP sebelum penggabungan dapat
dilakukan.
2. Enzim-Enzim Pemetabolisi Nukleotida Sebagai Penanda Genetik yang
Dapat Diseleksi
Karena hampir semua sel dapat men-sintesa nukleotida secara de novo, maka
enzim-enzim dari senyawa yang dapat disalvage biasanya tidak penting bagi
kelangsungan hidup sel. Lebih lanjut, seperti yang kita ketahui, terdapat banyak
inhibitor dari emzim-enzim tersebut. Maka dari itu, enzim-enzim yang
memetabolisi nukleotida serta gen yang mengkodekannya memberikan penanda
genetik tertentu, yang memiliki berbagai kegunaan. Seperti yang dinyatakan pada
istilah tersebut, kita dapat mengatur kondisi pertumbuhan sedemikian rupa
sehingga hanya sel-sel yang kekurangan enzim tertentu atau yang mengandung
enzim tertentu, yang dapat tumbuh. Sebagai contoh, 6-thioguanine adalah analog
purin yang di-metaboliskan oleh HGPRT menjadi racun lanjutan. Sifat sel pada
media yang berisi thioguanine membolehkan pertumbuhan hanya pada sel yang
kekurangan HGPRT aktif, sedamgkan yang tak kekurangan enzim itu tidak akan
tumbuh.
Hal yang sama dapat dilakukan, misalnya seseorang dapat mengisolasi sel-sel
yang kekurangan thymidine kinase (TK), yaitu dengan jalan memilih sel yang
phenotypenya bersifat tidak melawan bromodeoksiuridine, karena jika ada TK,
maka enzim itu akan aktif untuk menganabolis BrdUrd. Tetapi anabolisme
BrdUrd menyebabkan terjadinya sebuah racun anabolit, yang akan membunuh
sel. Jadi, kita dapat mengukur tingkatan mutasi selanjutnya dengan meneliti
munculnya phenotype-phenotype yang melawan suatu obat.
Dengan tanda atau cara yang sama, kita dapat menentukan mutasi dengan arah
yang sebaliknya dengan menambahkan kondisi aslinya, sehingga kapasitas sintesa
yang disalvage penting bagi kelangsungan hidup sel. Suatu teknik yang umum,
baik dalam analisa genetis sel somatis dan dalam mempersiapkan antibodi
monoclonal, adalah fusi sel. Dua jenis sel dari organisme yang berbeda
Semi QUE V-2004 89
dicampurkan dengan kondisi dimana salah satunya dapat berfusi secara fisik,
menghasilkan dua nuclei yang berbeda dalam satu citoplasma. Kita dapat memilih
hybrid sel tersebut dengan menambahkan kondisi dasar sedemikian rupa sehingga
hanya sel hybrid yang akan tumbuh dalam media HAT (media dasar sel
normal bertambah banyak dengan hypoxanthine, aminopterin, dan thymidine).
Aminopterin menghalangi penurunan dihydrofolate dan selanjutnya menghalangi
sintesa purin de novo dan sintesis thymidylate. Sel-sel dapat bertahan hanya jika
sel tersebut memiliki HGPRT aktif untuk menggunakan hypoxanthine bagi
sintesa purin dan timidilat kinase (TK) untuk mengubah thymidine bagi sintesa
thymidylate.
Gen-gen dengan phenotype yang dapat dipilih menggambarkan pentingnya
penggunaan teknologi rekombinan DNA untuk memasukkan materi genetis yang
baru pada sel-binatang, tanaman, dan mikrobia- sehingga kita dapat memasukkan
molekul-molekul rekombinan DNA yang mengandung sebuah penanda tertentu
bersamaan dengan gen target. Dengan mengatur kondisi pertumbuhan sel-sel
tertentu, selanjutnya hanya akan menumbuhkan sel yang telah mendapatkan gen-
gen target. Besarnya minat terhadap pendekatan ini akan dijelaskan dalam laporan
yang terbaru tentang pengobatan pada tumor otak berikut. Suatu rekombinan
DNA yang mengandung gen pengkode enzim deoksipirimidin kinase yang telah
berada pada virus herpes simplex telah diinjeksikan pada tumor. Pada binatang
percobaan, sel yang berkembangbiak (tumor) diambil dan digantikan dengan
DNA ini. Setelah beberapa hari, hewan tersebut diberi obat ganciclovir, yang
dengan selektif akan membunuh sel tumor karena adanya phosphorilasi obat
dalam sel-sel tersebut.
I. RANGKUMAN
Nukleotida- Nukleotida ada di dalam sel-sel karena kerusakan asam nukleat, atau
dari penggunaan kembali (atau penyelamatan) nukleotida, yang dibentuk kembali
oleh biosintesa de novo. Purin nukleotida dibentuk pada tahapan nukleotida,
dengan 10 tahap yang mengubah PRPP menjadi asam inosinat. Selain itu, ada
cara yang berbeda untuk menjadikan adenine menjadi nukleotida guanine.
Katabolisme purin menghasilkan asam urat, suatu senyawa yang tidak dapat larut
Semi QUE V-2004 90
yang menyebabkan berbagai penyakit. Basa pirimidines disintesa secara de no vo,
yang akhirnya diubah menjadi nukleotida. Jalur sintesa pirimidin tidak bercabang
dan akan menuju ke UTP dan CTP. Pada kebanyakan organisme, ribonukleotida
difosfat disubstitusikan untuk mereduksi gula ribose secara in situ, menghasilkan
deoksi ribonukleosida difosfat, yang pada gilirannya akan diubah menjadi empat
macam dNTP DNA. Reduksi ribonukleotida merupakan tempat pengendalian,
karena menggambarkan reaksi metabolis pertama untuk memasukai sintesa DNA.
Biosintesa nukleotida timin melibatkan perpindahan gugus methylene dari 5,10-
methylene tetrahydrofolate (THF) ke suatu nukleotida deoxyuridine, yang diikuti
dengan reduksi gugus methylene. Reaksi-reaksi biosintesa deoksiribonukleotida
merupakan target utama bagi inhibitor enzim yang telah digunakan sebagai obat-
obatan anti kanker, antimikroba, antiviral, dan anti parasit. Analog-analog
nukleotida yang lainnya juga telah digunakan sebagai reagen penelitian,
misalnya, dalam penelitian mutagenesis atau sebagai label-label (penanda)
densitas DNA.
J. SOAL-SOAL LATIHAN
1. Asam nukleat dibangun dari 4 macam unsur, unsur apa saja itu dan dari
senyawa apa saja masing-masing unsur-unsur itu berasal?
2. Pada sel organisme, baik nukleotida purin maupun pirimidin dapat disintesis
melalui dua macam jalur yang berbeda, yaitu jalur ‘de novo’ dan jalur
‘salvage’. Apa maksud kedua istilah itu dan kapan atau bilamana masing-
masing jalur itu ditempuh?
3. Degradasi nukleotida purin pada mamala sering menimbulkan masalah, tetapi
tidak pada burung, ikan maupun moluska? Jelaskan mengapa?
4. Penyakit gout atau rematik disebabkan oleh ‘hyperurecemia’, apa maksudnya?
Ada tiga macam cacat enzimatik yang dapat menyebabkan penyakit itu, cacat
apa saja itu dan bagaimana masing-masing dapat menyebabkan
hiperurecemia?
Semi QUE V-2004 91
5. Untuk mengatasi hiperurecemia telah didesain suatu obat yang disebut
allopurinol. Dengan melihat pada struktur allopurinol dan jalur degradasi
nukleotida purin, jelaskan dengan ringkas mekanisme kerja obat tersebut.
6. Cacat enzimatik pada metabolisme nukleotida purin, juga dapat
menyebabkan dua macam penyakit yang fatal yaitu imunodefisiensi dan
Lesch – Nylian Syndrom.
a. Enzim apa yang bermasalah pada masing – masing penyakit tersebut dan
bagaiman hal itu dapat menyebabkan penyakit diatas.
b. Bagaimana kedua penyakit tersebut dapat dideteksi sejak dini?
7. Pada tahun 1995 Chlaporan ditemukannya dua gadis yang terdeteksi terkena
imunodefisiensi di atas (no 6), kemudian mengalami terapi gen dengan teknik
rekombinan DNA dengan bantuan virus. Setelah menjalani terapi selama 3
tahun, kedua gadis tersebut dinyatakan sembuh.
a. Bagaimana tahapan terapi gen tersebut?
b. Mengapa terapi tersebut memerlukan waktu yang demikian lama untuk
penyembuhannya?
8. Ada dua perbadaan prinsip antara biosintesis nukleotida purin dengan
nukleotida pirimidin, jelaskan dengan singkat kedua perbedaaan tersebut.
9. Jelaskan aktivitas enzim – enzim berikut, termasuk subtrat dan produk
reaksinya.
a. Endonuklease d. Nukleosida kinase
b. Fosfodiesterase e. ATCase
c. Fosforilase f. rNDP reduktase
10. Di dalam sel, umumnya ribonukleotida lebih banyak 5 sampai 10x
dibandingkan dengan deoksiribonukleotida. Jelaskan dengan dua alasan
pokok, mengapa demikian adanya?
11. Untuk membentuk keempat macam deoksiribonukleotida dari ribonukleotida
ada dua macam perubahan prinsip yan harus terjadi. Perubahan apa saja itu
Semi QUE V-2004 92
dan enzim apa yang terlibat dan bagaiman persamaan reaksi masing – masing
perubahan itu?
12. rNDP reduktase yang berasal dari E.Coli telah berhasil diisolasi dan
dimurnikan dan bahkan dikristalkan sehingga dapat dianalisis dengan difraksi
sinar x. Hasilnya diketahui bahwa enzim ini mempunyai sisi aktif dan sisi
spesifik.
a. Apa fungsi dari keduan macam sisi enzim itu?
b. Perubahan apa saja yang terjadi pada enzim saat berperan sebagai katalis.
c. Kemana larinya atom O ribose ketika berubah menjadi dioksiribose, dan
dari mana elektronnya berasal?
d. Mekanisme apa yang terjadi pada enzim sehingga dapat kembali ke
bentuk semula.
13. Untuk menjelaskan keberadaan dan keragaman makhluk hidup seperti yang
ada pada saat ini ada dua teori yaitu teori evolusi dan teori kreasi. Atas dasar
pengetahuan biokimia, terutama metabolisme asam nukleat, teori mana yang
lebih sesuai denga logika, jelaskan!
Semi QUE V-2004 93