bab iii ketentuan pajak atas pengalihan aset … kegiatan restrukturisasi hutang usaha dalam...
TRANSCRIPT
BAB III
KETENTUAN PAJAK ATAS PENGALIHAN ASET MENJADI
HUTANG (DEBT TO ASSET SWAP)
Kegiatan restrukturisasi hutang usaha dalam berbagai bentuknya dapat
menimbulkan adanya tambahan kemampuan ekonomis kepada kedua belah pihak
yang terkait, baik itu debitur maupun kreditur. Oleh karena itu, kegiatan tersebut
dapat menimbulkan dampak perpajakan baik itu pajak penghasilan maupun jenis
pajak lainnya. Restrukturisasi hutang usaha dengan metode pengalihan harta
menjadi hutang (debt to asset swap) juga dapat menimbulkan adanya tambahan
kemampuan ekonomis yang merupakan objek pajak penghasilan. Keuntungan atas
restrukturisasi hutang telah diatur dalam pasal 4 ayat 1 huruf k Undang-Undang
Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983. Dengan adanya ketentuan ini maka
setiap keuntungan yang timbul dari transaksi pengalihan harta sebagai upaya
restrukturisasi hutang merupakan objek pajak penghasilan.
A. Pengakuan Penghasilan dalam PPh Badan
Meskipun transaksi debt to asset swap tak ubahnya seperti transaksi barter,
namun demikian hal ini bisa menimbulkan implikasi terhadap pengakuan laba
atau rugi bagi pihak yang mengalihkan aset untuk pelunasan hutang. Dalam
transaksi pengalihan harta menjadi hutang memiliki dua keuntungan yang harus
diakui oleh perusahaan yang menggunakan metode debt to asset swap dalam
merestrukturisasi hutangnya.
41ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Keuntungan yang pertama adalah keuntungan yang berasal dari
penyerahan atau karena pengalihan harta, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4
ayat (1) huruf d UU PPh Nomor 7 Tahun 1983 dan perubahannya yaitu
keuntungan yang termasuk:
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota;
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antara antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Keuntungan dari transaksi penyerahan atau pengalihan harta dapat terjadi apabila
perusahaan menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau
lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan. Maka selisih antara harga jual dengan
nilai sisa buku atau nilai perolehan merupakan keuntungan yang harus diakui oleh
perusahaan.
42ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Keuntungan lainnya yang dapat terjadi dalam transaksi pengalihan harta
sebagai pelunasan hutang dalam upaya restrukturisasi hutang adalah apabila
dalam pengalihan harta tersebut nilai harta yang dialihkan lebih kecil dari pada
nilai buku hutang. Meskipun tidak ada aliran uang (cash) yang diterima oleh
kreditur, namun secara ekonomis debitur memperoleh tambahan kemampuan
seiring dengan berkurangnya kewajibannya atau hutangnya dan keuntungan harus
diakui oleh debitur sebagai penghasilan. Sesuai dengan Undang-Undang Pajak
Penghasilan (UU Nomor 17 Tahun 2000) pasal 4 ayat (1) huruf k, keuntungan ini
termasuk dalam kategori keuntungan karena pembebasan hutang. Sebagaimana
dikutip dari Undang Undang PPh Nomor 17 Tahun 2000, sebagai berikut :
“(1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: k. keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”
Jadi dalam transaksi pengalihan harta sebagai cara pelunasan hutang dapat terjadi
dua macam keuntungan. Pertama keuntungan yang terjadi dari pengalihan harta
karena selisih antara harga jual dengan nilai sisa buku, sedangkan keuntungan
yang kedua adalah keuntungan karena selisih antara nilai harta yang diserahkan
dengan nilai hutang yang dilunasi.
B. Pengakuan Kerugian dalam PPh Badan
Selain pengakuan keuntungan, transaksi pengalihan harta ini juga
memiliki implikasi terhadap pengakuan kerugian terhadap debitur. Dari sisi
43ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
debitur kerugian dapat terjadi apabila nilai aset yang dialihkan lebih besar dari
nilai buku hutang. Mengenai kerugian ini dapat diakui sebagai biaya sesuai
dengan Undang Undang PPh Nomor 17 Tahun 2000 pasal 6 ayat (1) huruf d,
sebagai berikut :
“(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi : d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Dari ketentuan diatas, dapat disimpulkan bahwa kerugian karena pengalihan aset
yang digunakan untuk kegiatan usaha debitur merupakan biaya yang dapat
dibebankan secara fiskal untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak.
C. Aspek Withholding Tax atas transaksi Debt to Asset Swap
Withholding tax yang dapat muncul terkait dengan transaksi debt to asset
swap adalah munculnya PPh Pasal 23. hal ini bisa terjadi apabila yang akan
dilunasi oleh pihak debitur ternayata bukan hanya pokok hutangnya saja, akan
tetapi juga bunga pinjamannya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang Undang Pajak
Penghasilan Nomor 17 Tahun 2000, sebagai berikut :
“(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan : a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1) bunga, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf f”
44ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Dengan demikian, apabila ada pembayaran hutang yang dilkaukan termasuk juga
didalamnya ada pelunasan bunga pinjaman yang dibayarkan oleh debitur dengan
menggunakan asetnya, maka atas transaksi tersebut pihak debitur harus memotong
PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah nilai bunga pinjaman hutang.
D. Aspek Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan
Transaksi pelunasan hutang dengan aset juga bisa menimbulkan adanya
aspek Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 1994
sebagaimana telah dirubah dengan PP Nomor 79 Tahun 1999, atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan wajib dibayar PPh.
Lebih lanjut dalam Pasal 2 PP tersebut dinyatakan bahwa yang
dimaksudkan dengan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan adalah :
1. Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan
pihak lain selain pemerintah;
2. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara
lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan
pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang
tidak memerlukan persyaratan khusus;
45ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
3. Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerhan hak, atau cara lain
kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Transaksi debt to asset swap dapat termasuk dalam transaksi pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan bila aset yang akan dialihkan adalah aset yang berupa
tanah dan atau bangunan. Pengalihan tersebut dapat terjadi karena adanya
perjanjian pemindahan hak atau penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan.
Dalam hal ini, orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, wajib
membayarkan sendiri PPh TB yang terhutang ke bank persepsi atau kantor pos
dan giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kespakatan atau risalah lelang atas
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang
berwenang.
Besarnya tarif PPh TB yang dikanakan adalah sebesar 5% dari jumlah
bruto nilai pengalihan atas hak tanah dan atau bangunan. Dalam hal ini, nilai
pengalihan adalah nilai yang tertinggi berdasarkan akta pengalihan hak dengan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan yang akan dialihkan
haknya.
Pembayaran PPh TB tersebut adalah pembayaran Pajak Penghasilan yang
bersifat final bagi orang pribadi, sedangkan bagi Wajib Pajak Badan merupakan
pembayaran PPh Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan PPh terhutang untuk
tahun pajak yang bersangkutan.
46ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
E. Dasar Pengalihan Aset dalam Transaksi Debt to Asset Swap
Dalam transaksi pengalihan aset sebagai upaya pelunasan hutang yang
perlu diperhatikan adalah mengenai dasar pengalihan aset tersebut. Dari sudut
pandang perpajakan kewajaran bertransaksi akan dilihat dari ada tidaknya suatu
hubungan istimewa antara pihak-pihak yang bertransaksi. Dalam hal ini, transaksi
dapat dikatakan transaksi yang wajar apabila transaksi tersebut tidak dipengaruhi
oleh adanya suatu hubungan istimewa. Dalam transaksi yang wajar tanpa
dipengaruhi oleh hubungan istimewa , biasanya aset yang dialihkan didasarkan
pada harga jual atau pertukaran yang telah disepakati. Namun dalam hal terdapat
adanya suatu hubungan istimewa, maka atas pengalihan aset tersebut harus
menggunakan harga wajar.
Sebagimana telah dinyatakan dalam Undang Undang Pajak Penghasilan
Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 10 ayat (1), yaitu :
“(1) Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.”
Hubungan istimewa antara Wajib Pajak dengan Wajib Pajak lainnya
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat terjadi karena
adanya ketergantungan atau keterikatan saru dengan yang lain yang disebabkan
oleh salah satu dari faktor sebagi berikut :
1. Faktor kepemilikan dan penyertaan
47ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan
berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih,
baik secara langsung atau tidak langsung.
2. Faktor penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi
Hubungan istimewa antar perusahaan dapat juga terjadi karena adanya
penguasaan melalui manajemen ataupun penggunaan teknologi, meskipun
tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa ada apabila satu
atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian
juga hubungan antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan
perusahaan yang sama tersebut.
3. Faktor hubungan keluarga sedarah atau semenda
Hubungan keluarga sedarah atau semenda ini dapat menimbulkan
hubungan istimewa diantara orang pribadi. Hubungan keluarga sedarah
yang menimbuilkan hubungan istimewa adalah hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan satu derajat yaitu hubungan antara seseorang dengan
ayahnya, atau dengan ibunya, atau dengan anaknya, dan hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat, yaitu hubungan
antara seseorang dengan kakaknya, atau dengan adiknya.
Hubungan keluarga semenda yang dapat menimbulkan hubungan istimewa
adalah hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu
derajat, yaitu hubungan antara seseorang dengan mertuanya, atau dengan
anak tirinya, dan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan
kesamping satu derajat, yaitu hubungan antara seseorang dengan iparnya.
48ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Apabila antara suami istri terdapat perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan, maka antara suami istri tersebut terdapat hubungan istimewa.
Dengan adanya hubungan istimewa antara pihak yang bertransaksi, hal ini
dikhawatirkan dapat mempengaruhi penentuan harga transaksi atau transfer
pricing. Dalam transaksi debt to asset swap, kemungkinan adanya transfer pricing
tersebut juga bisa terjadi. Apalagi untuk menentukan nilai aset yang sebanding
dengan nilai buku hutang bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi dalam
praktiknya, transaksi ini banyak dilakukan oleh perusahaan yang merupakan satu
grup.
Apabila transaksi debt to asset swap tersebut dilakukan dengan pihak yang
memiliki hubungan istimewa, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 10 UU PPh,
transaksi tersebut harus didasarkan pada harga transaksi wajar.
F. Aspek Pajak Pertambahan Nilai dari Pengalihan Aset
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf a Undang Undang Pajak
Pertambahan Nilai Nomor 18 Tahun 2000, yang termasuk ke dalam salah satu
pengertian penyerahan adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak (BKP)
karena suatu perjanjian. Lebih lanjut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1A ayat
(1) huruf a sebagai berikut :
“Ayat (1) Huruf a
Perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.”
49ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 4 UU PPN Nomor 8 Tahun 1983
sebagaimana telah dirubah dengan UU PPN Nomor 18 Tahun 2000 beserta
memori penjelasan, diambil kesimpulan bahwa suatu penyerahan akan terutang
PPN apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena
Pajak (JKP);
2. Diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP);
3. Diserahkan di dalam Daerah Pabean; dan
4. Dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan.
Keempat syarat yang telah disebutkan di atas merupakan tolak ukur untuk
menentukan transaksi suatu penyerahan BKP terutang PPN atau tidak. Dari
keempat kriteria diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa penyerahan aktiva dalam
rangka pelunasan utang termasuk dalam kategori penyerahan BKP yang terutang
PPN.
Seharusnya, transaksi pelunasan utang piutang tidak perlu dikenai PPN
apabila pelunasan tersebut dilakukan dengan uang. Sesuai dengan Pasal 4A UU
PPN, uang tidak termasuk ke dalam kategori BKP. Oleh karena itu penyerahan
uang untuk pelunasan hutang tidak termasuk dalam penyerahan BKP. Namun
karena yang digunakan untuk pelunasan hutang adalah aktiva, maka penyerahan
tersebut termasuk dalam kategori penyerahan BKP yang dapat terutang PPN
apabila memenuhi beberapa persyaratan diatas.
50ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
G. Penyerahan aktiva menurut Pasal 16D UU PPN Nomor 18 Tahun 2000
Meskipun penyerahan aktiva termasuk dalam kategori penyerahan BKP
yang terutang PPN, namun hal ini tidak menyebabkan penyerahan aktiva dapat
begitu saja terutang PPN, walaupun keempat syarat diatas terpenuhi. Secara
khusus ketentuan UU PPN telah mengatur penyerahan aktiva ini dalam satu pasal
tersendiri yaitu Pasal 16D UU PPN, seperti dikutip sebagai berikut :
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual belikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.”
Berdasarkan Pasal 16D UU PPN tersebut, PPN dikenakan atas penyerahan aktiva
oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual
belikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Dari ketentuan Pasal 16D UU PPN beserta penjelasannya dapat ditarik
kesimpulan bahwa PPN atas penyerahan aktiva bekas hanya dikenakan apabila
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Penyerahan mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau jenis aktiva
lainnya yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan;
2. Oleh Pengusaha Kena Pajak
3. Sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan
menurut UU PPN No. 18 Tahun 2000.
Syarat “dapat dikreditkan” tersebut bersifat normatif, artinya apakah Pajak
Masukan tersebut sudah dikreditkan atau belum, bukan faktor yang relevan. Jika
PPN Masukannya tidak dikreditkan atau tidak dapat dikreditkan karena bukti atau
Faktur Pajak Masukannya tidak memenuhi persyaratan administratif, misalnya
51ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Faktur Pajak termasuk dalam Faktur Pajak Cacat, kondisi tersebut sudah
memenuhi persyaratan normatif atau formalnya.
Bila salah satu syarat tersebut diatas tidak terpenuhi, maka atas
penyerahan tersebut tidak dikenakan PPN. Dalam hal pada saat perolehannya,
aktiva tersebut memperoleh fasilitas penangguhan pembayaran PPN, maka pada
waktu pengalihannya memenuhi syarat untuk dikenakan PPN, karena
penangguhan PPN diartikan sama dengan Pajak Masukan dapat dikreditkan.
H. Penyerahan aktiva menurut PP No. 12 Tahun 2001
Ada kalanya aktiva yang dialihkan adalah barang modal yang pada saat
perolehannya dulu merupakan BKP strategis yang memperoleh fasilitas PPN
dibebaskan. Apabila pada saat perolehan barang modal tersebut Pengusaha Kena
Pajak memperoleh fasilitas PPN dibebaskan maka perlakuan pajak untuk
pengalihan aktiva tersebut akan berbeda dengan perlakuan pajak pada pengalihan
aktiva yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Dalam hal barang modal sebagaimana yang dibebaskan dari pengenaan
PPN tersebut ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula dalam jangka
waktu 5 tahun sejak perolehannya, maka PPN yang dibebaskan wajib dibayar
dalam jangka waktu 1 bulan sejak aktiva tersebut dialihkan atau
dipindahtangankan. Dan Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan aktiva
tersebut tidak dapat dikreditkan. Dengan demikian kewajiban untuk melunasi
PPN Masukannya gugur dan atas pengalihan aktiva barang modal tersebut tidak
terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 16D UU PPN apabila pengalihan
52ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
dilakukan setelah 5 tahun dari waktu perolehan. Sebaliknya apabila barang modal
tersebut dialihkan sebelum 5 tahun, maka atas pengalihan tersebut Pengusaha
Kena Pajak pembeli harus melunasi PPN yang seharusnya terutang pada saat
perolehan. Dengan kata lain bila pada saat perolehan aktiva barang modal dulu
Pengusaha Kena Pajak memperoleh fasilitas PPN dibebaskan, maka PPN Pasal
16D tidak akan terutang meskipun aktiva tersebut dialihkan kurang dari 5 tahun.
I. Bidang Usaha
PT. X didirikan pada bulan Februari 1979, merupakan perusahaan swasta
nasional. Perusahaan ini adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di
industri makanan dan minuman yang memberikan manfaat kesegaran, kesehatan,
dan appearance. Penentuan Visi, Misi dan Kebijakan Mutu dan Rencana Strategis
menjadi tanggung jawab President Director. President Director membentuk suatu
tim untuk me-review dan memperbaharui Visi. Misi, Kebijakan Mutu dan
Rencana Strategis perusahaan. Menyadari selalu terjadi peningkatan tuntutan
kepuasan pelanggan, PT. X bertekad untuk selalu memenuhinya. Untuk itu
peningkatan kemampuan karyawan dan pengembangan sumber daya manusia
menjadi salah satu fokus utama manajemen puncak PT. X.
PT. X mempunyai visi dan misi sebagai target dalam melaksanakan
kegiatan usahanya yaitu:
a. Visi Perusahaan
“to be a leading player in beverages and health in Indonesia and Asia”
Artinya :
53ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Menjadi pemimpin dalam bidang makanan dan minuman kesehatan di
Indonesia dan di Asia.
b. Misi Perusahaan
Definisi operasional :
Melalui produk-produk PT. X, kami akan menginspirasi dan membuat
hidup lebih menyenangkan dan sejahtera secara fisik, mental, dan
penampilan.
c. Filosofi
“Building trust of stakeholders”
Atinya :
Dalam menjalankan perusahaan, berusaha membangun kepercayaan
stakeholders.
J. Kebijakan yang diambil oleh Perusahaan
1. Penggolongan Aktiva
Aktiva tetap yang dimiliki oleh PT . X terdiri dari:
Tabel III.1 Penggolongan Aktiva Tetap PT. X
No. Akun Aktiva Tetap 1201 Genset 4040 Mesin Proses 4050 Mesin Filling dan Packing 7001 Kendaraan Kantor 7002 Kendaraan Ekspedisi 9001 Bangunan Pabrik
54ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
No. Akun Aktiva Tetap 9002 Bangunan Kantor 9003 Bangunan Sentul
Sumber : Manual mutu Accounting Finance PT. X
Aktiva tetap dinyatakan berdasarkan biaya perolehan setelah dikurangi
dengan akumulasi penyusutan. Aktiva tetap perusahaan, kecuali tanah, disusutkan
dengan menggunakan metode garis lurus (straight-line methode) berdasarkan
taksiran masa manfaat ekonomis aktiva tetap sebagai berikut:
1. Genset : 5 tahun 2. Mesin Proses : 5 tahun 3. Mesin Filling : 5 tahun 4. Kendaraan Kantor : 10 tahun 5. Bangunan Pabri k : 10 – 20 tahun 6. Bangunan Kantor : 10 – 20 tahun 7. Bangunan Sentul : 10 – 20 tahun
Bila nilai tercatat suatu aktiva melebihi taksiran jumlah yang dapat
diperoleh kembali maka nilai tersebut diturunkan ke jumlah yang dapat diperoleh
kembali, yang ditentukan sebagai nilai tertinggi antara harga jual neto dan nilai
pakai.
Beban pemeliharaan dan perbaikan dibebankan pada laporan laba rugi
pada saat terjadinya pengeluaran yang memperpanjang masa manfaat atau
memberi manfaat ekonomis di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan
kapasitas, mutu pelayanan atau peningkatan standar kinerja dikapitalisasi. Aktiva
tetap yang sudah tidak digunakan lagi atau yang dijual, dikeluarkan dari kelompok
aktiva tetap berikut akumulasi penyusutannya. Keuntungan atau kerugian dari
penjualan atau penghapusan aktiva tetap tersebut dilakukan dalam laporan laba
rugi pada tahun yang bersangkutan.
55ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban
periode. Faktor-faktor itu adalah: harga perolehan (cost), nilai sisa (residu),
taksiran umur kegunaan. Dari faktor-faktor tersebut dapat dihitung biaya
depresiasi tiap tahun. Biaya depresiasi ini merupakan suatu taksiran yang
ketelitiannya sangat tergantung pada ketelitian ketiga faktor tersebut diatas.
Ketelitian biaya depresiasi ini akan mempengaruhi besarnya laba/rugi perusahaan
tiap periode. Apabila depresiasi tidak dihitung dengan teliti maka jumlah laba/rugi
perusahaan juga tidak teliti dan hasil laba/rugi perusahaan tersebut dapat
mempengaruhi neraca perusahaan sehingga neraca yang dihasilkannya pun
menjadi tidak wajar dan tidak dapat dipercaya.
2. Metode Perhitungan Beban Penyusutan
Kebijakan akuntansi PT. X atas aktiva tetap berwujudnya telah
menetapkan metode-metode perhitungan beban penyusutan yang digunakan
perusahaan dalam perhitungan beban penyusutannya. Untuk laporan keuangan
komersil, perusahaan menetapkan metode garis lurus dalam perhitungan beban
penyusutan semua aktiva tetap berwujudnya. Sedangkan untuk laporan keuangan
fiskal perusahaan juga menggunakan metode garis lurus dalam perhitungan beban
penyusutan semua aktiva tetap berwujudnya.
56ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
BAB IV
ANALISIS MANAJEMEN PAJAK ATAS RESTRUKTURISASI
HUTANG DENGAN METODE “DEBT TO ASSET SWAP”
Dalam proses restrukturisasi hutang usaha dengan menggunakan metode
“debt to asset swap” dapat disusun suatu manajeman berdasarkan kajian dan juga
analisis terhadap ketentuan pajak yang ada yang mengatur dan berkaitan dengan
kegiatan pengalihan aktiva sebagai upaya pelunasan hutang (debt to asset swap).
Dalam hal ini ketentuan pajak yang mengatur dan berkaitan dengan pengalihan
harta menjadi hutang adalah ketentuan perpajakan tentang Pajak Penghasilan
(PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Oleh karena itu yang menjadi dasar
dan pedoman dalam penyusunan manajemen pajak adalah ketentuan Pajak
Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Tujuan dari manajemen pajak yang dilakukan oleh PT. X dapat dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu :menerapkan peraturan perpajakan secara benar terhadap
setiap kegiatan usaha yang dijalankan. Selain itu, manajemen pajak yang
dilakukan PT. X juga memiliki tujuan untuk mencapai laba yang seharusnya
sehingga dapat membangun kepercayaan pemegang saham. Kedua tujuan dari
manajemen pajak ini dapat tercapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang
terdiri dari perencanaan pajak (tax planning), pelaksanaan kewajiban perpajakan
(tax implementation), dan pengendalian pajak (tax control). Tercapai atau
tidaknya tujuan dari manajemen pajak yang dilakukan oleh PT. X akan sangat
57ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
bergantung kepada pelaksanaan dari ketiga fungsi manajemen pajak ini. Agar
proses restrukturisasi hutang dengan pengalihan harta sebagai pelunasan hutang
dapat berjalan dengan baik tanpa mendapat kendala atau kesulitan dalam masalah
perpajakan maka didalam penyusunan manajemen pajaknya harus memperhatikan
ketiga fungsi tersebut.
Berikut ini adalah manajemen pajak yang disusun oleh PT. X dalam
rangka pelaksanaan pengalihan harta menjadi hutang sebagai upaya untuk
merestrukturisasi hutang berdasarkan ketiga fungsi manajemen tersebut.
A. Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Dalam menyusun manajemen pajak diawali dengan melakukan
perencanaan pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data penelitian
terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan
pajak yang akan dilakukan. Perencanaan pajak selalu dimulai dengan meyakinkan
apakah suatu transaksi terkena pajak. Jika transaksi tersebut terkena pajak
selanjutnya diteliti apakah transaksi tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan
atau dikurangi jumlah pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kemudian
dipertimbangkan juga apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda
pembayarannya.
Berdasarkan analisis terhadap ketentuan pajak yang mengatur dan
berkaitan dengan pengalihan aktiva dalam upaya pelunasan hutang maka dapat
disusun suatu perencanaan pajak (tax planning) sebagai berikut:
58ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
A.1 Memahami saat pengakuan keuntungan atau kerugian atas transaksi
debt to asset swap dalam restrukturisasi hutang
Jika dilihat dari nature-nya, di dalam transaksi debt to asset swap pada
dasarnya terdapat dua transaksi yang dilakukan secara bersamaan, yaitu transaksi
pengalihan aset dan transaksi pelunasan hutang. Meskipun demikian hal ini bisa
menimbulkan implikasi terhadap pengakuan laba atau rugi bagi pihak yang
mengalihkan aset atau pihak yang menerima aset untuk pelunasan hutang.
Dari sisi PT. X sebagai debitur yang menyerahkan aktiva untuk
melunaskan hutangnya harus mengakui adanya dua jenis keuntungan ataupun
kerugian yang dialami oleh debitur, yaitu:
1. keuntungan atau kerugian atas penyerahan aktiva
2. keuntungan atau kerugian yang timbul dari kelonggaran yang diberikan
dalam restrukturisasi hutang.
Keuntungan atau kerugian pertama atas penyerahan aktiva untuk melunasi
hutangnya terjadi apabila dalam transaksi penyerahan aktiva tersebut ternyata
nilai sisa buku dari aktiva tersebut lebih rendah dari nilai pasar aktiva tersebut.
Berdasarkan pasal 4 ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
dinyatakan bahwa keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk kedalam kategori objek pajak penghasilan. Maka selisih yang
merupakan keuntungan atas penyerahan aktiva dikenakan pajak.
Contoh:
PT. X menyerahkan aktivanya berupa kendaraan Mitsubishi Truck sebagai usaha
untuk melunasi hutangnya. Sisa nilai sisa buku yang ada dalam pembukuan PT. X
59ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
untuk aktiva tersebut sebesar Rp. 25.000.000,00. setelah di-appraisal dengan
harga di pasar ternyata Mitsubishi Truck tersebut dihargai sebesar Rp.
30.000.000,00.
Perhitungan keuntungan atas selisih nilai sisa buku dengan nilai pasar wajar:
- nilai aktiva menurut nilai sisa buku Rp .25.000.000,00
- nilai aktiva menurut harga pasar Rp. 30.000.000,00
- keuntungan dari selisih nilai sisa buku Rp. 5.000.000,00
aktiva dengan nilai pasar wajar aktiva
Atas keuntungan dari selisih antara nilai sisa buku aktiva dengan harga di pasar
sebesar Rp. 5.000.000,00 dikenakan pajak berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf d UU
PPh Nomor 17 Tahun 2000 karena termasuk dalam kategori keuntungan atas
penjualan atau pengalihan harta penghasilan atas pengalihan aktiva ini dapat
digabungkan dengan penghasilan usaha lainnya dan dikenakan pajak dengan tarif
progresif
Sebaliknya, kerugian juga bisa dialami oleh PT. X apabila nilai sisa buku
aktiva yang diserahkan ternyata lebih besar dari nilai pasar wajar.
Contoh:
Nilai sisa buku yang ada dalam pembukuan PT. X untuk aktiva tersebut sebesar
Rp. 35.000.000,00, sementara nilai pasar wajar dari aktiva tersebut sebesar Rp.
30.000.000,00.
Perhitungan kerugian atas selisih nilai sisa buku dengan nilai pasar wajar:
- nilai aktiva menurut nilai sisa buku Rp. 35.000.000,00
- nilai aktiva menurut harga pasar wajar Rp. 30.000.000,00
60ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
- kerugian dari selisih nilai sisa buku (Rp. 5.000.000,00)
aktiva dengan nilai pasar wajar aktiva
Atas kerugian dari pengalihan aktiva tersebut sebesar Rp. 5.000.000,00 dapat
diakui sebagai biaya sesuai dengan ketentuan perpajakan Pasal 6 ayat (1) huruf d
UU PPh Tahun 2000. kerugian tersebut termasuk ke dalam kategori kerugian atas
penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan oleh PT. X atau
yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Keuntungan yang kedua terjadi apabila harga pasar wajar aktiva tersebut
ternyata masih lebih rendah dari nilai hutang yang dimiliki debitur. Berdasarkan
Pasal 4 ayat (1) huruf k, maka PT. X dianggap memperoleh penghasilan yang
berasal dari keuntungan karena pembebasan hutang. Keuntungan karena
pembebasan hutang merupakan objek pajak penghasilan, maka atas penghasilan
dari keuntungan pembebasan hutang ini dapat diperhitungkan dengan penghasilan
PT. X lainnya dan dikenakan pajak sesuai Pasal 17 UU PPh Nomor 17 Tahun
2000 dengan tarif progresif.
Tabel IV.1 Lapisan Tarif PPh Badan berdasarkan Pasal 17 UU PPh No.17 tahun 2000
Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) 10% (sepuluh persen)
di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000,- (seratus juta
rupiah) 15% (dua puluh lima persen)
di atas Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) 30% (tiga puluh persen)
Sumber: Pasal 17 UU PPh No.17 tahun 1983
61ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Contoh:
PT. X menyerahkan kendaraan Mitsubishi Truck sebagai pelunasan hutang
usahanya. Setelah di-appraisal ternyata kendaraan tersebut dihargai sebesar Rp.
30.000.000,00, sementara nilai hutang yang dimiliki oleh PT. X sebesar Rp.
32.000.000,00.
Perhitungan keuntungan atas selisih nilai pasar wajar dengan nilai buku hutang:
- nilai aktiva menurut harga pasar wajar Rp. 30.000.000,00
- nilai buku hutang PT. X Rp. 32.000.000,00
- keuntungan atas selisih nilai pasar wajar Rp. 2.000.000,00
aktiva dengan nilai buku hutang
Keuntungan sebesar Rp. 2.000.000,00 ini merupakan keuntungan karena
pembebasan hutang dan merupakan objek pajak penghasilan. Keuntungan ini
dapat dijumlahkan dengan keuntungan usaha PT. X lainnya dan dikenakan tarif
pajak progresif sesuai dengan pasal 17 UU PPh.
Kerugian lainnya yang dapat diakui oleh PT. X dalam pengalihan aset
untuk melunasi hutangnya terjadi apabila nilai aset yang dialihkan memiliki nilai
pasar yang lebih tinggi dari nilai buku hutang PT. X. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1)
huruf d UU PPh Nomor 17 tahun 2000, kerugian semacam ini termasuk ke dalam
kategori kerugian atas penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan PT. X atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
Contoh:
62ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
PT. X menyerahkan kendaraan Mitsubishi Truck sebagai pelunasan hutang
usahanya. Nilai pasar wajar dari Mitsubishi Truck tersebut adalah Rp.
35.000.000,00, sementara nilai hutang yang dimiliki oleh PT. X sebesar Rp.
30.000.000,00.
Perhitungan kerugian atas selisih nilai pasar wajar dengan nilai buku hutang:
- nilai aktiva menurut harga pasar wajar Rp. 35.000.000,00
- nilai buku hutang PT. X Rp. 30.000.000,00
- kerugian atas selisih nilai pasar wajar (Rp. 5.000.000,00)
aktiva dengan nilai buku hutang
Dari penjelasan diatas, maka kerugian karena pengalihan aset yang digunakan
untuk kegiatan usaha debitur merupakan biaya yang dapat dibebankan secara
fiskal untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak PT. X.
Agar mempermudah maka pengakuan keuntungan atau kerugian dapat
digambarkan dengan skema sebagai berikut:
Gambar IV. 1 Skema Keuntungan atau Kerugian Transaksi Debt to asset Swap
Nilai aktiva yang diserahkan __________________________________ Selisihnya menunjukkan
keuntungan atau kerugian atas penyerahan aktiva
Nilai pasar aktiva yang diserahkan __________________________________ Selisihnya menunjukkan
keuntungan atau kerugian atas restrukturisasi hutang
Nilai hutang __________________________________ Sumber: diolah peneliti dari berbagai sumber
63ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
A.2 Melakukan pemungutan pajak apabila terdapat Withholding Tax atas
transaksi debt to asset swap dalam restrukturisasi hutang.
Dalam transaksi pengalihan harta sebagai upaya pelunasan hutang juga
terdapat aspek withhoding tax. Withholding Tax yang muncul dalam transaksi
debt to asset swap adalah penghasilan bunga yang dikenakan Pasal 23 UU PPh.
Withholding tax atas bunga dapat terjadi apabila yang akan dilunasi oleh pihak
debitur bukan hanya pokok hutangnya saja, akan tetapi juga bunga pinjaman.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh, Nomor 17
Tahun 2000, bunga yang dibayarkan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan atau terhutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak Badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,
dipotong pajak oleh pihak yang wajib.
Dengan demikian, apabila ada pembayaran hutang yang dilakukan
termasuk juga di dalamnya ada pelunasan bunga pinjaman yang dibayarkan oleh
debitur dengan menggunakan asetnya, maka atas transaksi tersebut pihak debitur
harus memotong PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 15% dari jumlah nilai bunga
pinjaman hutang.
Contoh:
PT. X memiliki pokok hutang sebesar Rp. 30.000.000,00 kepada PT. Darmawan
Sweecker and Associated. Selain itu PT. X juga memiliki kewajiban untuk
membayar bunga pinjaman sebesar RP. 6.000.000,00 yang jatuh tempo bersamaan
dengan pelunasan pokok hutangnya. Atas keseluruhannya (pokok hutang dan
64ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
bunganya) sebesar Rp. 36.000.000,00, PT. X melunasinya dengan menggunakan
asset miliknya. Atas transaksi tersebut, PT. X harus melakukan pemotongan PPh
Pasal 23 sebesar: 15% x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 900.000,00 atas pembayaran
bunga pinjaman tersebut.
PT. X dalam usahanya merestruktur hutangnya juga pernah menggunakan
barang dagangannya sebagai pelunasan hutang. Pengalihan barang dagang ini
dilakukan dengan supplier yang sekaligus sebagai customer PT. X. Dalam
memasarkan produk, PT. X melakukan kontrak kerjasama promosi dengan PT.
Carrefour Indonesia. Dalam kontrak kerjasama itu PT. X menyewa tempat
memajang di dalam supermarketnya. Dalam kontrak sewa menyewa tempat
tersebut juga terdapat aspek withholding tax pasal 23 UU PPh. Perjanjian sewa
menyewa tempat pajang tersebut dikenal dengan istilah Top Gondola. Top
Gondola merupakan salah satu tempat memajang produk-produk PT. X yang
letaknya didekat meja kasir. Kegiatan sewa menyewa Top Gondola ini merupakan
objek pajak Pasal 23 UU PPh Nomor 17 Tahun 2000, oleh karena itu atas
kegiatan sewa menyewa tempat tersebut PT. X memiliki kewajiban untuk
memotong penghasilan yang diterima oleh PT. Carrefour sebesar 15% dari
penghasilan atas sewa meyewa Top Gondola.
Untuk memasarkan atau memperkenalkan produknya maka PT. X juga
melakukan perjanjian sewa menyewa tempat yang disebut Floor Display. Floor
Display merupakan perjanjian sewa tempat (space) di dalam Carrefour untuk
memajang produk-pruduk PT. X. Berbeda dengan Top Gondola, Floor Display
merupakan perjanjian sewa tempat memajang produk yang terdiri dari beberapa
65ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
meter bagian Carrefour (dari lantai sampai beberapa meter keatas). Jika pada Top
Gondola, produk PT. X disandingkan dengan produk-produk dari pihak lainnya.
Sementara pada Floor Display satu tempat tersebut khusus untuk memajang
produk dari PT. X saja.
Untuk transaksi Floor Display PT. X harus memotong pajak atas
penghasilan dari sewa tempat tersebut. Transaksi ini merupakan objek pajak Pasal
4 ayat 2 UU PPh dengan tarif sebesar 10% (persen) dari penghasilan yang
diterima atas Floor Display.
A.3 Melakukan pemilihan terhadap aktiva yang akan dialihkan dengan
mempertimbangkan dampak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas
pengalihan aktiva tersebut.
Dalam transaksi pengalihan harta sebagai upaya pelunasan hutang usaha
ada beberapa alternatif aktiva yang bisa dialihkan. Aktiva-aktiva tersebut antara
lain adalah barang dagangan, aktiva yang semula tidak untuk diperjualbelikan
seperti bangunan dan atau tanah, dan barang modal. Seperti yang telah dikutip
dari wawancara dengan informan, sebagai berikut33:
“Untuk ngelunasin hutang biasanya kan pakai duit tapi kalo duitnya gak ada kan bisa pakai aktiva. Ada beberapa macam aktiva yang bisa dipakai, tapi kan kita juga harus lihat kondisi dari aktiva tersebut. Apakah aktiva tersebut emang layak untuk dialihkan. Menurut saya sih, yang bisa dialihkan dan layak itu bisa berupa bangunan, tanah, mobil, mesin atau bahkan bisa juga dibayar pakai produk”
33 Berdasarkan hasil wawancara dengan manajer keuangan PT. X
66ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Dari beberapa alternatif pilihan aktiva yang bisa dialihkan sebagai
pembayaran hutang, masing-masing aktiva tersebut memiliki aspek
perpajakannya yang berbeda-beda. Hal ini ditegaskan dengan informasi yang
diberikan oleh informan sebagai berikut:
“Ada beberapa aktiva yang bisa dipakai untuk ngelunasin hutang seperti mobil, bangunan, tanah, mesin dan lain-lain. Nah.....aktiva-aktiva tadi kan juga ada aspek pajaknya. Contohnya mesin.....mesin itu kan barang strategis, berarti kan dia gak dikenain pajak kan. Beda klo yang diserahin itu mobil. Iya gak.....?34
1. Pengalihan Barang Dagang
Pelunasan hutang usaha juga dapat dilakukan dengan menggunakan
barang dagang sebagai pengganti uang. Tetapi pelunasan hutang dagang dengan
menggunakan barang dagangan memiliki aspek perpajakan yang berbeda dengan
pengalihan aktiva lainnya terutama aspek Pajak Pertambahan Nilai. Sesuai dengan
ketentuan pasal 1A ayat (1) huruf a UU PPN yang termasuk ke dalam salah satu
pengertian penyerahan adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak (BKP)
karena suatu perjanjian. Yang lebih lanjut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1A
ayat (1) huruf a, bahwa yang termasuk dalam pengertian tersebut meliputi jual
beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang
mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 4 UU PPN dapat disimpulkan bahwa
suatu penyerahan akan terutang PPN apabila memenuhi syarat: yang diserahkan
Barang Kena Pajak (BKP) oleh pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam daerah
34 Berdasarkan hasil wawancara dengan manajer keuangan PT. X.
67ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
pabean dan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan. Syarat-syarat
tersebut merupakan tolak ukur untuk menentukan transaksi suatu penyerahan
barang kena pajak terutang PPN atau tidak. Dari syarat tersebut kita dapat
menyimpulkan bahwa penyerahan aktiva dalam rangka pelunasan hutang
termasuk ke dalam kategori penyerahan barang kena pajak yang terutang PPN.
Jadi pengalihan barang dagang sebagai pelunasan hutang diperbolehkan
oleh ketentuan perpajakan tetapi penyerahan barang dagang tersebut dikenakan
PPN dengan tariff 10% dari Dasar Pengenaan Pajak yaitu sebesar harga jual yang
telah disepakati oleh debitur dan kreditur atau dengan menggunakan harga pasar
wajar. Jika debitur termasuk produsen barang yang berkategori mewah, maka
apabila aktiva yang dialihkan merupakan barang produksinya, maka atas
penyerahan BKP yang tergolong mewah tersebut akan terutang Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dan debitur yang menyerahkannya harus memungut Pajak
Barang Mewah dari debitur.
Seperti contoh kasus berikut ini yang biasa dilakukan oleh PT. X dalam
melunasi hutang usahanya, sebagai berikut:
PT. X dalam memasarkan produknya yang berupa minuman dan produk-produk
kesehatan lainnya melakukan perjanjian sewa menyewa tempat untuk
memasang/memajang produk-produknya di Supermarket ABC. Sewa menyewa
tempat yang biasa disebut Floor Display dilakukan oleh PT. X dengan perjanjian
harga sewa tempat untuk memajang produknya sebesar Rp. 25.000.000,00 untuk
jangka waktu 30 April – 06 Mei 2008 dengan PPN sebesar Rp. 2.500.000,00. Atas
transaksi sewa menyewa tempat tersebut PT. X membayar sewa dengan
68ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
menyerahkan produknya kepada Supermarket ABC sebesar Rp. 25.000.000,00.
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa pelunasan hutang
yang dilakukan dengan pengalihan aktiva bukan hanya didasarkan atas kesulitan
keuangan tetapi juga karena pemilihan alternatif kebijakan perusahaan dalam
melakukan pembayaran hutangnya. Atas penyerahan produk tersebut PT. X
memiliki kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai dari PT. Carrefour
sebesar 10% dari harga perjanjian yaitu Rp. 25.000.000,00.
PPN yang dipungut PT. X : 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
Secara keseluruhan harga yang harus dibayarkan oleh PT. Carrefour kepada PT. X
adalah sebesar harga barang ditambahkan dengan PPN yaitu:
Rp. 25.000.000,00 (Harga Jual) + Rp. 2.500.000,00 (PPN) = Rp. 27.500.000,00
Dalam transaksi sewa menyewa ini terdapat aspek withholding tax yang diatur
oleh Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1) UU Nomor 17 Tahun 2000. Atas sewa
tempat ini PT. X memiliki kewajiban memotong PPh Pasal 23 dari Carrefour
sebesar 15% dari penghasilan netto (harga sewa tempat), sebagai berikut:
PPh Pasal 23 atas Floor Display : 15% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 3.750.000,00
Secara keseluruhan perhitungan pelunasan hutang yang dilakukan oleh PT. X
dengan menggunakan barang dagangnya, sebagai berikut:
- Hutang sewa tempat (Floor Display) PT. X = (Rp. 25.000.000,00)
- PPN yang harus dibayar PT. X atas sewa tempat = (Rp. 2.500.000,00)
- Harga BKP yang diserahkan kepada Supermarket ABC = Rp. 25.000.000,00
- PPN yang dipungut PT. X atas penyerahan BKP = Rp. 2.500.000,00
- PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT. X = Rp. 3.750.000,00
69ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Atas PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT. X diabayar dengan menggunakan uang
oleh PT. Careefour sebesar Rp. 3.750.000,00.
Dalam pelaksanaan pengalihan barang dagang tersebut tidak ada aliran
uang dari PT. X kepada PT. Carrefour karena penyerahan ini merupakan
penyerahan dalam rangka pelunasan hutang. Tetapi penyerahan ini merupakan
objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga PT. X harus melaksanakan apa
yang menjadi mekanisme pemungutan PPN. PT. X harus menerbitkan faktur
pajak sebesar nilai wajar yang sudah disepakati dalam perjanjian dan diserahkan
kepada PT. Carrefour. Kemudian PT. X harus melaporkan faktur pajak tersebut ke
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak dilakukannya penyerahan Barang Kena
Pajak tersebut. Begitu juga dengan Carrefour harus melaporkan faktur pajak yang
telah diterimanya dari PT. X untuk dilaporkan pada masa pajak dilakukannya
penyerahan aktiva.
Pengalihan barang dagang dapat dijadikan jalan keluar dari kesulitan
keuangan karena hutang tetapi harus diingat aspek-aspek perpajakan dari
pengalihan barang tersebut. Jika pengalihan ini merupakan cara yang paling
efisien maka alternative pengalihan barang dagang ini dapat digunakan untuk
melunasi hutang-hutang peusahaan.
2. Pengalihan aktiva yang semula tidak untuk diperjualbelikan
Meskipun pengalihan aktiva termasuk ke dalam kategori penyerahan
Barang Kena Pajak yang terutang PPN, namun hal ini tidak menyebabkan
penyerahan aktiva dapat begitu saja terutang PPN, walaupun syarat-syarat
terutang PPN sudah terpenuhi.
70ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Berbeda dengan pengalihan barang dagang, pengalihan aktiva yang
semula tidak untuk diperjualbelikan mamiliki ketentuan perpajakan yang berbeda.
Mengenai penyerahan aktiva ini telah diatur di dalam ketentuan UU PPN Pasal
16D, bahwa atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sepanjang Pajak
Pertambahan Nilai yang dibayarkan pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Dari ketentuan tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa PPN atas
penyerahan aktiva bekas hanya dikenakan apabila memenuhi syarat, sebagai
berikut:
o Penyerahan yang dilakukan adalah penyerahan mesin, bangunan,,
peralatan, perabotan atau jenis aktiva lainnya yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan
o Penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak
o Sepanjang PPN yang dibayarkan pada saat perolehannya dapat dikreditkan
menurut UU PPN Tahun 2000
Syarat dapat dikreditkan yang dimaksud diatas bersifat normatif, artinya apakah
Pajak Masukan tersebut sudah dikreditkan atau belum, bukan merupakan faktor
yang relevan. Jika PPN Masukannya tidak dikreditkan atau tidak dapat
dikreditkan karena bukti atau Faktur Pajak Masukannya tidak memenuhi
persyaratan administratif, misalnya Faktur Pajak cacat atau tidak diisi dengan
lengkap, kondisi tersebut sudah memenuhi persyaratan normatif atau formalnya.
Apabila salah satu persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka atas penyerahan
tersebut tidak dikenakan PPN.
71ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Dengan ketentuan ini, perusahaan memiliki altenatif lain untuk melakukan
pengalihan aktiva sebagai upaya pelunasan hutangnya. Dengan memilih aktiva
sebagaimana dijelaskan diatas maka penyerahannya tidak dikenakan PPN
sehingga perusahaan dapat memiliki harga jual yang tidak terlalu besar untuk
aktiva tersebut. Hal ini dilakukan karena perusahaan yang menjual aktiva untuk
melunasi hutangnya berarti perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan
sehingga kreditur biasanya tidak ingin memproleh aktiva tersebut dengan harga
yang terlalu tinggi.
3. Pengalihan Barang Modal
Ada kalanya dalam transaksi pengalihan aktiva untuk pelunasan hutang,
aktiva yang akan dialihkan adalah aktiva yang termasuk barang modal yang pada
saat perolehannya dulu merupakan Barang Kena Pajak (BKP) strategis yang
memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bila pada saat
perolehan barang modal tersebut PKP memperoleh fasilitas PPN dibebaskan,
maka atas transaksi ini dikenakan perlakuan perpajakan yang berbeda dari aktiva-
aktiva sebelumnya. Barang modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2001 merupakan barang modal yang berupa
mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak
termasuk suku cadang. Sesuai dengan ketentuan tersebut, atas impor atau
penyerahan barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses untuk
menghasilkan BKP oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan BKP tersebut
dibebaskan dari pengenaan PPN.
72ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Dalam hal barang modal sebagaimana yang dibebaskan dari pengenaan
PPN tersebut ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak saat impor dan atau perolehan, maka Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebaskan wajib dibayarkan dalam jangka waktu
1 (satu) bulan sejak BKP tersebut dialihkan penggunaannya atau
dipindahtangankan. Dan atas Pajak Masukan yang dibayarkan pada saat perolehan
barang modal tersebut tidak dapat dikreditkan.
Dengan demikian, apabila pihak debitur mengalihkan aktiva atas barang
modalnya setelah 5 (lima) tahun, maka kewajiban untuk melunasi PPN
Masukannya gugur dan atas pengalihan aktiva barang modal tersebut sesuai
dengan ketentuan Pasal 16D UU PPN tidak terutang PPN. Sebaliknya, apabila
barang modal tersebut dialihkan sebelum masa lima tahun, maka atas pengalihan
barang modal tersebut debitur harus melunasi PPN yang seharusnya terutang pada
saat perolehannya.
73ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Gambar IV. 2 Skema Transaksi Pengalihan Aset berdasarkan Pasal 16D UU PPN
1 Jan 2004 1 Jan 2005 1 Jan 2006 1 Jan 2007 1 Jan 2008 1 Jan 2009
o PKP menjual barang modal sebelum janka waktu 5 tahun terpenuhi, PKP harus menyetor PPN atas perolehan barang modal
o Saat penjualan, PKP tidak memungut PPN, karena Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
o PKP menjual barang modal setelah jangka waktu 5 tahun terpenuhi. Tidak ada sanksi.
o PKP tidak memungut PPN saat penjualan barang modal.
Beli Mesin Memperoleh Fasilitas PPN dibebaskan
Sumber: diolah peneliti dari berbagai sumber
Dengan tidak dapat dikreditkannya PPN Masukan atas perolehan barang modal
tersebut, maka atas penjualan barang modal tersebut tetap tidak terutang PPN
Pasal 16D. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa bila pada saat perolehan barang
modal (aktiva) dulu PKP memperoleh fasilitas PPN dibebaskan, maka PPN Pasal
16D tidak akan terutang meskipun aktiva tersebut dialihkan kurang dari lima
tahun. Dengan demikian, dari sisi kreditur yang menerima pengalihan aktiva
untuk pelunasan hutang tidak akan terbebani oleh PPN. Karena baik dialihkan
sebelum jangka waktu lima tahun maupun sesudahnya pihak yang menerima
aktiva tersebut tidak perlu membayar PPN kepada pihak yang mengalihkan.
Hal ini juga dapat membantu debitur dalam proses pengalihan aktiva
kepada kreditur sebagai pelunasan hutang. Karena pihak kreditur tidak terbebani
74ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
oleh Pajak Pertambahan Nilai dari penyerahan aktiva tersebut. Perbedaannya
timbul apabila debitur memilih barang modal yang memiliki masa manfaat
dibawah 5 tahun, maka debitur terbebani dengan keharusan membayar PPn yang
seharusnya terutang pada saat memperoleh barang modal tersebut. Sebaliknya jika
debitur menyerahkan barang modal dengan umur manfaat lebih dari lima tahun
maka debitur tidak akan terbebani oleh PPN. Kedua kondisi ini juga dapat
menjadi pertimbangan debitur dalam menentukan aktiva mana yang akan
dialihkan untuk melunasi hutang-hutangnya.
B. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation)
Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika
dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktik
tersebut telah menyimpang dari tujuan semula manajemen pajak. Inti dari
pelaksanaan kewajiban perpajakan adalah PT. X harus dapat mengupayakan agar
perencanaan pajak (tax planning) yang telah disusun dalam rangka pelaksanaan
pengalihan aktiva untuk melunasi hutang dapat dilaksanakan sesuai dengan apa
yang telah direncanakan. Berdasarkan perencanaan pajak yang telah disusun
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dilakukan beberapa hal
sebagai langkah pelaksanaan kewajiban perpajakan, sebagai berikut:
1. Melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan
Kelengkapan dokumen sangat menentukan kelancaran proses pengalihan
aktiva sebagai upaya pelunasan hutang. Ketidaklengkapan atau kekurangan
dokumen dapat menghambat kelancaran atau bahkan mengakibatkan
75ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
penolakan atas perjanjian pengalihan aktiva sebagai pelunasan hutang.
Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi meliputi surat perjanjian
restrukturisasi hutang dengan menggunakan metode debt to asset swap, yang
dalam perjanjian tersebut disebutkan bahwa proses pelunasan hutang
dilakukan dengan mengalihkan aktiva debitur kepada kreditur sesuai dengan
nilai hutang yang dimiliki debitur. Selain itu juga harus dilengkapi faktur
penjualan dan faktur pajak dari aktiva yang akan dialihkan. Jika faktur pajak
dari aktiva yang akan dialihkan tidak ada maka ini akan menghambat proses
pengalihan aktiva karena pihak kreditur tidak akan mau jika dokumen-
dokumen tersebut tidak ada.
2. Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka
restrukturisasi hutang dengan pengalihan aktiva.
Kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh PT. X dalam rangka
restrukturisasi hutangnya adalah melakukan renegosiasi mengenai jangka
waktu pelunasan hutang dan cara-cara yang akan diambil dalam melunasi
hutang. Sehingga tercapai kesepakatan bahwa pelunasan hutang dapat
dilakukan dengan mengalihkan aktiva yang dimiliki oleh PT. X kepada
kreditur sepanjang nilai pasar aktiva tersebut sama dengan niai hutang yang
dimiliki oleh debitur.
Selain itu juga perusahaan harus melakukan appraisal terhadap aktiva
yang akan dialihkan. Apakah hal ini dilakukan dengan menggunakan
perantara pihak ketiga atau hanya antara debitur dan kreditur saja. Karena nilai
appraisal terhadap aktiva yang akan dialihkan menjadi harga patokan dalam
76ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
transaksi pengalihan aset sebagai pelunasan hutang. Untuk itu penilaian aktiva
harus dilakukan dengan baik sesuai dengan harga pasar yang berlaku atas
aktiva tersebut sehingga transaksi pengalihan ini terbebas dari isu-isu
mengenai transfer pricing.
3. Tidak menunda pelaksanaan pembayaran pajak
Keterlambatan pemenuhan kewajiban perpajakan disamping menimbulkan
kerugian (karena harus membayar denda yang ditimbulkan akibat
keterlambatan pembayaran pajak) juga akan menghambat konsentrasi dan
menghamburkan sumber daya perusahaan yang ada. Karenanya,
keterlambatan pembayaran pajak perlu dihindari karena keterlambatan
pembayaran pajak akan menimbulkan denda yang akan menambah beban
perusahaan. Dengan bertambahnya beban perusahaan maka efisiensi dan
efektifitas yang menjadi tujuan manajemen pajak yang dilakukan oleh
perusahaan tidak dapat tercapai.
Namun demikian, pembayaran pajak dapat dilakukan menjelang hari-hari
akhir batas pembayaran. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menghindari dari
kewajiban perpajakan tetapi lebih dikarenakan sumber dana yang ada bisa
digunakan untuk mendapatkan keuntungan lain seperti bunga atau investasi
jangka pendek.
C. Pengendalian Pajak (Tax Control)
Dalam pengendalian pajak yang terpenting adalah pengecekan akhir
pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas akan
77ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
sangat penting dalam penghematan pajak. Tentu akan lebih menguntungkan jika
perusahaan membayar pajak pada saat terakhir dibanding jika pajak disetorkan
sebelumnya. Pengendalian pajak juga termasuk pemeriksaan jika perusahaan
yelah membayar pajak lebih besar dari yang seharusnya dibayar. Apabila pajak
terlanjur dibayar lebih besar, perusahaan dapat segera mengajukan permohonan
restitusi. Kemudian, proses resitusi tersebut juga harus dipantau sedemikian rupa
sehingga restitusi dapat diterima tepat pada waktunya.
Pembayaran pajak merupakan cash out yang akan mengurangi
kemampuan cash out perusahaan. Oleh sebab itu, maka perusahaan harus
mengatur waktu pembayaran dengan baik. Dalam mengatur waktu pembayaran
yang tepat perusahaan harus memperhatikan time value of money.
Contoh:
Pada tanggal 01 Januari 2008 PT. X melakukan pembayaran jasa manajemen
sebesar Rp. 6.000.000.000,00. Atas pembayaran tersebut perusahaan memotong
PPh Pasal 23 sebesar 6% atau Rp. 360.000.000,00. Apabila dibandingkan,
penyetoran dilakukan tanggal 01 Februari 2008 dengan penyetoran tanggal 09
Februari 2008, maka hasil perbandingan keuntungan terlihat seperti diuraikan
dalam ilustrasi berikut:
Tabel IV. 2 Perbandingan Keuntungan Dari Perbedaan Masa Setoran Pajak
Tanggal 01 Februari 2008 Tanggal 09 Februari 2008
Total Dana Tertinggal
Per 9 Mei 2008 Rp. 360.000.000 Rp. 360.000.000
78ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
Jangka Waktu 09 Jan s.d 01 Feb 2008 =
24 hari
09 Jan s.d 09 Feb 2008 =
32 hari
Suku Bunga Bulan Januari 1.25 % 1.25 %
Keuntungan dari
Time Value of Money Rp.3. 483.870,00 Rp. 4.645.161,00
Sumber: Hasil olahan peneliti dari berbagai sumber
Dalam ilustrasi diatas dapat dilihat bahwa pembayaran pajak yang dilakukan
menjelang berakhirnya batas waktu (tanggal 09 Februari 2008) memiliki
keuntungan yang lebih banyak dari pembayaran yang dilakukan sebelumnya
(tanggal 01 Februsri 2008). Hal seperti diatas dapat dilakukan, tetapi jangan
sampai pembayaran dilakukan setelah melewati batas waktu yang telah ditentukan
karena sanksi keterlambatan pembayaran sebesar 2% per bulan masih lebih besar
dari bunga bank. Sehingga apabila pembayaran dilakukan setelah berakhirnya
batas waktu, perusahaan akan mengalami kerugian sebesar:
Keuntungan bunga bank : = Rp. 4.645.161,00
Sanksi keterlambatan : 2% x Rp. 360.000.000,00 = Rp. 7.200.000,00
Kerugian yang akan di alami perusahaan = (Rp. 2.554.839,00)
D. Kendala yang dihadapi oleh PT. X dalam menerapkan manajemen pajak
Penerapan manajemen pajak atas transaksi pengalihan aset menjadi hutang
yang dilakukan oleh PT. X tidak terlepas dari berbagai macam kendala. Kendala
yang dihadapi oleh PT. X dalam usahanya melakukan restrukturisasi hutang
adalah:
79ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008
a. Dalam melakukan pembayaran hutang dengan menggunakan barang dagang,
PT. X menghadapi kendala dalam hal administrasinya. Karena transaksi
pengalihan barang dagang dilakukan pada saat PT. X memiliki hutang
karena transaksi sewa menyewa tempat untuk memajang produknya.
Sementara kegiatan sewa menyewa ini dilakukan hampir setiap bulan dan
dilakukan dengan beberapa cabang PT. Carrefour. Banyaknya transaksi
inilah yang menjadi kendala bagi PT. X dan setiap perincian pemotongan
tagihan tidak pernah dicantumkan nomor invoice dari tiap-tiap invoice yang
sudah dipotong dengan hutang PT. X. Dalam perincian yang diberikan oleh
PT. Carrefour hanya menyebutkan nilai nominal dari invoice yang dipotong
saja, sehingga pihak PT. X harus memeriksa kembali perincian yang telah
dibuat oleh PT. Carrefour dicocokkan dengan nilai invoice penjualan PT. X.
Dan karena banyaknya transaksi dengan PT. Carrefour, pencocokan antara
perincian yang diberikan oleh PT. Carrefour dengan nilai invoice penjualan
PT. X berlangsung lama.
b. Kendala lainnya dalam melakukan manajemen pajak atas pengalihan aset
sebagai upaya pelunasan hutang adalah sulitnya mencapai kata sepakat
untuk melakukan renegosiasi dengan kreditur dan memakan waktu lama
sampai tercipta suatu kata sepakat untuk melakukan restrukturisasi hutang
dengan mengalihkan aset PT. X kepada kreditur.
80ANALISIS MANAJEMEN..., LAURENTIUS WIDDI WIJAYANTO, FISIP UI, 2008