bab iii hasil penelitian dan analisis -...

18
63 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Apabila dalam Uraian diatas dalam BAB II Penulis telah melakukan suatu tinjauan pustaka yang tidak lain tujuannya adalah untuk menjawab perumusan masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek sengketa Hubungan Industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen atau Karyawan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta, maka dalam Bab III ini pembahasan tentang jawaban atas pertanyaan yang sama akan dikemukakan melalui deskripsi hasil penelitian terhadap dua Putusan Pengadilan. Adapun kedua Putusan Pengadilan yang dikemukakan dalam bagian hasil penelitian ini adalah Putusan No: 48/G/2009/PTUN.SMG dan Putusan No: 10/G/2010/PTUN-SMD. Bab III ini otomatis memuat analisis atas kedua Putusan Pengadilan tersebut dengan tujuan yang sama yaitu untuk menjawab perumusan masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek sengketa Hubungan Industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen atau Karyawan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta.

Upload: hakiet

Post on 04-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

63

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Apabila dalam Uraian diatas dalam BAB II Penulis telah melakukan suatu

tinjauan pustaka yang tidak lain tujuannya adalah untuk menjawab perumusan

masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek sengketa

Hubungan Industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen atau

Karyawan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta, maka dalam Bab III ini pembahasan

tentang jawaban atas pertanyaan yang sama akan dikemukakan melalui deskripsi

hasil penelitian terhadap dua Putusan Pengadilan.

Adapun kedua Putusan Pengadilan yang dikemukakan dalam bagian hasil

penelitian ini adalah Putusan No: 48/G/2009/PTUN.SMG dan Putusan No:

10/G/2010/PTUN-SMD.

Bab III ini otomatis memuat analisis atas kedua Putusan Pengadilan

tersebut dengan tujuan yang sama yaitu untuk menjawab perumusan masalah:

bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek sengketa Hubungan

Industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen atau Karyawan

Yayasan Perguruan Tinggi Swasta.

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

64

3.1. Penguasa Eksekutif (Ambtenaar/Priyayi) Hasil Imajinasi

Putusan yang pertama melibatkan Penggugat yaitu Drs. Aloysius Lukas

Soenarjo Soesilo, MA dengan Tergugat yaitu Rektor Universitas Kristen Satya

Wacana (UKSW) Salatiga.

Penggugat merupakan Dosen Tetap Fakultas Psikologi UKSW Salatiga,

terhitung tanggal 3 Pebruari 1988 sesuai SK Rektor UKSW Salatiga

Nomor:280/UP?T.Ed./II/1988 tentang Pengangkatan Penggugat sebagai Pegawai

Edukatif Tetap pada Pusat Bimbingan UKSW.

Sengketa antara Penggugat Drs. Aloysius Lukas Soenarjo Soesilo, MA

dengan Tergugat Rektor UKSW Salatiga bermula dari terbitnya Surat Keputusan

Rektor Nomor: 098/Kep./Rek/1991 tanggal 4 Juli 1991 tentang Studi Lanjut Drs.

Aloysius Lukas Soenarjo Soesilo, MA pada program Ph.D di Fuller Theologycal

Seminary USA. Dalam Surat itu, Rektor UKSW menugaskan Penggugat untuk

berangkat ke USA untuk Studi Lanjut. Menyusul tibanya di Indonesia di awal Januari

2009, tanggal 12 Januari 2009 Penggugat membuat surat memohon untuk dapat aktif

kembali sebagai Dosen Tetap di UKSW Salatiga.

Berdasarkan surat permohonan Penggugat tanggal 12 Januari 2009

tersebut, Dekan Fakultas Psikologi UKSW membuat surat No: 007/DEAN/I/2009

tanggal 16 Januari 2009, menindaklanjuti permohonan Penggugat untuk menjadi staf

pengajar di Fakultas Psikologi UKSW.

Atas dasar Surat Dekan Fakultas Psikologi itu, terbit dua Surat Keputusan

Rektor yaitu SK Nomor: 014/Pengam.MK/Rek/1/III/2009 tanggal 2 Maret 2009 dan

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

65

SK Nomor: 015/Pengam.MK/Rek/1/III/2009 tanggal 3 Maret. Kedua surat itu berisi

Tugas Mengampu Mata Kuliah Program Magister Sains Psikologi dan Tugas

Mengampu Mata Kuliah Fakultas Psikologi bagi Penggugat.

Berdasarkan kedua SK ini Penggugat menganggap bahwa Penggugat

masih diakui oleh Tergugat sebagai Dosen Tetap di Fakultas Psikologi UKSW.

Namun kenyataannya tidak demikian. Pada tanggal 29 Mei 2009 Penggugat

menerima Surat Keputusan Tergugat Nomor: 158/Rek./5/2009 tanggal 26 Mei 2009

tentang status Kepegawaian Penggugat yang diterbitkan dan ditandatangani oleh

Tergugat. Isi surat keputusan itu adalah: “memutuskan menerima Penggugat sebagai

Dosen Kontrak Universitas Kristen Satya Wacana terhitung 1 Pebruari 2009”.

Penggugat memaknai Surat Keputusan Nomor: 158/Rek./5/2009 tanggal

26 Mei 2009 merupakan Surat Keputusan (beschikking), dan dengan demikian

Penggugat1 menempatkan Rektor UKSW unsur dari Yayasan suatu Perguruan Tinggi

Swasta, pembuat Surat Keputusan tersebut, sebagai ambtenaar/priyayi,2 unsur

Penguasa Eksekutif di jajaran Pemerintahan (publik), dalam perspektif Triaspolitika.

Penggugat kemudian menanggapi Surat Keputusan itu dengan surat

Nomor : 03/TGP/A/VI/2009 tanggal 2 Juni 2009 tentang Tanggapan Surat Rektor

UKSW. Dalam surat tanggapan itu, Penggugat mempertanyakan dasar apa Rektor

1Tanpa bermaksud merendahkan Penggugat, namun supaya obyektif, Ilmiah, dalam kenyataannya

Penggugat diwakili oleh Profesional di bidang hukum, yaitu: Hj. Asih Budiastuti, S.H., C.N.

2 Ada yang mengatakan, sama dengan Penguasa.

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

66

menerima Penggugat sebagai Dosen Kontrak3, padahal Penggugat adalah Dosen

Tetap dan telah mengampu 4 (empat) Mata Kuliah pada Semester Genap 2008/2009

dan perkuliahan telah dimulai sejak 19 Januari 2009.

3.2. Bukan Surat Keputusan Tergolong Beschikking

Dari eksepsi yang terdapat di dalam Putusan tersebut terlihat bahwa

Obyek gugatan tersebut merupakan Surat Rektor UKSW No.158/Rek./5/2009 tanggal

26 Mei 2009. Pihak Tergugat sebetulnya telah berusaha untuk menyakinkan

Penggugat dan para Hakim bahwa surat keputusan itu bukan beschikking, hanya surat

biasa yang bersifat belum final karena masih menunggu tanggapan dari pihak

Penggugat untuk selanjutnya akan ditindaklanjuti ke Yayasan Pendidikan Tinggi

Kristen (YPTK) Satya Wacana.

Menurut pendapat Penulis, meskipun eksepsi pihak Tergugat memiliki

nilai kebenaran menurut Tergugat, dari sudut hukum, namun hal itu belum

memerlihatkan keteguhan Tergugat bahwa Tergugat bukan Badan atau Pejabat TUN,

sehingga PTUN tidak berwenang secara absolut untuk mengadili dan memutus

sengketa itu. Argumentasi Tergugat tersebut seolah-olah masih menyiratkan

“harapan” dalam imajinasi pihak Tergugat bahwa apabila surat “biasa” Rektor

tersebut telah ditindaklanjuti ke YPTK Satya Wacana, maka barulah Penggugat dan

3Telah terjadi penyesatan yang sangat luar biasa terhadap konsep kontrak, bahkan oleh mereka yang

tergolong intelektual. Dalam Ilmu Hukum, Dosen tetap atau Dosen kontrak, kedua-duanya adalah

kontrak-kontrak (contracts). Penulis menyarankan agar mereka yang tidak mau disesat, membaca Buku

“Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum” oleh Jeferson Kameo, S.H., L.LM., Ph.D, Fakultas Hukum

UKSW Salatiga.

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

67

para Hakim PTUN Semarang memandangnya sebagai obyek sengketa yang secara

absolut merupakan kewenangan PTUN untuk mengadili dan memutus sengketa itu.

Surat Rektor UKSW No. 158/Rek./5/2009 tanggal 26 Mei 2009

merupakan jawaban atas surat permohonan dari Penggugat tertanggal 12 Januari 2009

tentang permohonan untuk aktif kembali sebagai Dosen pada Fakultas Psikologi

UKSW dan Surat Dekan Fakultas Psikologi UKSW No: 007/DEAN/I/2009 tanggal

16 Januari 2009. Tergugat juga berpendapat bahwa surat keputusan itu bukan

beschikking sebab surat itu baru tawaran dari pihak Rektor kepada Penggugat

dan/atau Fakultas Psikologi mengenai status kepegawaian Penggugat di UKSW.

3.3. Hubungan Hukum Ketenagakerjaan

Bukti bahwa PTUN tidak memiliki kompetensi untuk mengadili dan

memutus sengketa yang pertama itu juga dapat dilihat dari argumen Tergugat bahwa

tawaran yang diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat, karena secara hukum antara

Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada hubungan hukum ketenagakerjaan lagi sejak

1997 berdasarkan ketentuan Pasal 11ayat (1) Angka (1) dan Angka (3), Pasal 12 ayat

(2) Angka (2) butir (1) Peraturan Studi Lanjut No: 78/KEP./REK./1989 jo Pasal 12

ayat (3) Ketentuan Studi Lanjut No.019/SK/BPH-UKSW/III/2003 serta Pasal 11 ayat

(1) Angka (3), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), Angka (2) butir (1) Peraturan

Studi Lanjut No. 78/KEP./Rek./1989.

Sehingga, memerhatikan eksepsi Tergugat di atas, Surat Rektor UKSW

No. 158/Rek./5/2009 tanggal 26 Mei 2009 yang menjadi obyek gugatan tidak

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

68

memenuhi syarat dan kapasitas (beschikking) sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 53

ayat (1) UU No.9 Tahun 2004 jo Pasal 1 Angka (9) UU No.51 Tahun 2009.

Namun demikian, di dalam Putusan tersebut, ternyata, bahwa menurut

Majelis Hakim, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka (12) UU No.51 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua atas UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN disebutkan

bahwa “Tergugat adalah Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan Keputusan

berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang

digugat oleh orang atau badan hukum perdata”. Padahal Universitas Kristen Satya

Wacana (UKSW) adalah merupakan lembaga pendidikan yang dikelola dan

diselenggarakan oleh Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana (YPTKSW)

yang berupa Badan Hukum Swasta, bukan suatu Badan Hukum Publik. Para Hakim

dalam kasus itu telah menjungkirbalikan tatanan yang ditetapkan oleh hukum.

3.4. Ambifalensi Hakim?

Kemudian apabila dianalisi dari perspektif ketentuan Pasal 31 ayat (3)

UUD 1945 jo UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam

Konsiderans bagian menimbang huruf (b) secara tegas disebutkan bahwa Pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Ketentuan

pasal 1 Angka (30) UU No.20 Tahun 2003 juga secara tegas menyebutkan bahwa

Menteri bertanggung jawab dalam sitem pendidikan nasional. Pada ketentuan Pasal 1

Angka (3) disebutkan yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah

keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

69

tujuan pendidikan nasional. Oleh sebab itu, Majelis Hakim yang memutus perkara itu

tetap bersikeras dan berpendapat bahwa kegiatan penyelenggaraan pendidikan yang

dilakukan oleh badan hukum swasta/perdata yang mengelola suatu Perguruan Tinggi

atau Universitas seperti UKSW yang dikelola oleh YPTKSW termasuk urusan yang

bersifat eksekutif atau urusan pemerintahan seperti maksud Pasal 1 Angka (7) UU

No.51 Tahun 2009, sepanjang badan hukum swasta tersebut memperoleh

kewenangan dari Menteri yang berhak untuk itu seperti maksud Pasal 1 Angka (12)

UU No.51 Tahun 2009.

Hanya saja dalam uraian selanjutnya pada Putusan di atas mungkin hal ini

dapat dikatakan sebagai suatu ambifalensi Hakim? Hakim kemudian mengaitkan

dengan Pasal 1 Angka (27) beserta penjelasannya UU No.20 tahun 2003

menyebutkan masyarakat adalah mitra Pemerintah yang dapat ikut serta dalam

penyelenggaraan pendidikan nasional dan kedudukan mereka adalah sama. Hakim

nampaknya tidak memahami konsep masyarakat dan lalai melihat bahwa dalam kasus

itu, yang di maksud dengan masyarakat adalah satu badan hukum atau subyek hukum

yang bersifat Swasta atau partikelir dan bukan publik.

Atas dasar itu Majelis Hakim menilai UKSW yang notabene adalah LSM

(Lembaga Swadaya Masyarakat/Non Governmental Organization) adalah suatu

Lembaga Pendidikan Tinggi Swasta yang dikelola oleh YPTKSW, dimana syarat dan

tata cara pendiriannya telah memenuhi peraturan perundangan yang berlaku termasuk

di dalamnya persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional untuk

menyelenggarakan suatu bidang pendidikan berpendapat, sejak mendapat persetujuan

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

70

tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional selaku wakil Pemerintah, berdasarkan

peraturan perundangan secara atribusi, YPTKSW mendapat wewenang dari

Pemerintah untuk berperan serta dan bertindak sebagai mitra Pemerintah untuk

menyelenggarakan Pendidikan Tinggi, dengan demikian suatu organ/lembaga harus

disebut sebagai Badan TUN, sebagaimana maksud ketentuan Pasal 1 Angka (7), jo

Pasal 1 Angka (8) dan Pasal 1 Angka (12) UU No.51 Tahun 2009.

Majelis Hakim kemudian berpendapat mengenai obyek gugatan yaitu

Surat Rektor UKSW Nomor: 158/Rek./5/2009 tentang status Kepegawaian atas nama

Penggugat tersebut telah dapat diklasifikasikan sebagai obyek sengketa TUN yaitu

Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN, yaitu Rektor UKSW

Salatiga. Mengenai kepada siapa tulisan itu ditujukan yaitu ditujukan kepada

Penggugat yang berisi status kepegawaian Penggugat sebagai Dosen Kontrak tidak

digubris Majelis Hakim.

Selanjutnya mengenai surat keputusan tersebut Majelis Hakim

berpendapat bahwa surat keputusan itu tidak diperlukan lagi suatu persetujuan, baik

dari atasan Tergugat ataupun instansi lain. Sehingga, menurut Majelis Hakim, surat

keputusan tersebut telah bersifat final dan karenanya telah dapat menimbulkan akibat

hukum bagi penggugat yaitu memutuskan menerima Penggugat sebagai Dosen

Kontrak Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga terhitung tertanggal 1 Februari

2009.

Memerhatikan hal ini, Penulis berpendapat bahwa Hakim “nampaknya”

terjebak pada konstruksi yang sengaja dibangun oleh Tergugat, bahwa keputusan

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

71

Tergugat tersebut belum final? Jebakan Para Profesional yang mewakili Tergugat

tersebut ternyata efektif untuk “menjerumuskan” Para Hakim yang kurang berilmu?

Akibatnya, dengan terbitnya keputusan PTUN itu, UKSW hingga detik ini,

memeroleh semacam “ablessing in disguise” ambifalensi hakim, dan berstatus

sebagai badan hukum publik, Pegawainya jadi priyayi atau Badan/Pejabat TUN hasil

konstruksi imajinatif.

3.5. Rektor Universitas Swasta bukan bagian Hierarki Pemerintahan

Berbeda dengan Putusan PTUN dalam kasus yang pertama di atas, dalam

rangka melihat bagaimana kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

sengketa hubungan industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen

atau Karyawan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta, maka berikut ini kasus kedua.

Kasus kedua bermula dari adanya pengaduan tertulis kepada Rektor Universitas 17

Agustus 1945 Samarinda selaku (Tergugat) dari beberapa orang yang mengaku

orangtua dan saudara kandung seorang perempuan bernama Maya Astriyani.

Alikuddin Saragih, SH., M.Hum selaku (Penggugat) yang juga Pembantu

Dekan I Fakultas Hukum dan Dosen Kopertis Dpk Untag 1945 Samarinda, diduga

telah melakukan perbuatan asusila terhadap seorang perempuan bernama Maya

Astriyani yang merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945

Samarinda.

Sejalan dengan itu, kemudian, Rektor Universitas 17 Agustus 1945

Samarinda mengeluarkan Surat Keputusan, yaitu SK nomor: 055/UN.17/KP/II/2011,

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

72

tanggal 01 Pebruari 2011, memberhentikan sementara Penggugat sebagai Pembantu

Dekan I Fakultas Hukum dan Dosen Kopertis Dpk Universitas Tujuh Belas Agustus

(Untag) 1945 Samarinda.

Majelis Hakim berpendapat bahwa sesuai dengan Pasal 47 UU No. 51

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN

yaitu kewenangan PTUN adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa

TUN, dan Pasal 1 Angka (9) memberikan penekanan, maka menurut para Majelis

Hakim “Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh

Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final,

yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.

Majelis Hakim juga mendasarkan argumen mereka kepada Pasal 1 Angka

(10) bahwa yang dimaksud dengan sengketa TUN adalah “sengketa yang timbul

dalam bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau

Pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya KTUN

termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan untuk mendapatkan putusan”.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1 Angka (8) disebutkan bahwa Badan

atau Pejabat TUN adalah “badan atau pejabat yang melaksanakan urusan

Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, yang

kemudian menurut penjelasan UU No.5 Tahun 1986 disebutkan “adalah kegiatan

yang bersifat eksekutif dengan pembatasan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”.

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

73

Sementara itu dalam Pasal 34 Statuta Universitas 17 Agustus 1945

Samarinda Nomor 01 tahun 2009 tanggal 20 Oktober 2009 bahwa : “Rektor diangkat

dan diberhentikan oleh Ketua Umum Yayasan/BP PTS, setelah mendapat persetujuan

Senat Universitas dan dilaporkan kepada Menteri melalui Dirjen Dikti”.

Selanjutnya pada Pasal 1 Angka (28) dalam Statuta Universitas 17

Agustus 1945 Samarinda diatur bahwa :“Yayasan Pendidikan 17 Agustus 1945

Samarinda adalah Lembaga pendiri pendidikan tinggi Universitas 17 Agustus 1945

Samarinda, yang sekaligus sebagai pemilik, pengelola, dan pembina.

Majelis Hakim berpendapat bahwa Dosen/Karyawan Staf Pengajar di

lingkungan Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda diangkat dan diberhentikan oleh

Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Sedangkan Rektor Universitas 17

Agustus 1945 Samarinda selaku penanggung jawab/pemimpin Universitas diangkat

dan diberhentikan oleh Ketua Umum Yayasan Pendidikan Universitas 17 Agustus

1945 Samarinda.

Statuta tersebut, dipahami oleh Majelis Hakim bahwa pembinaan

Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, secara teknis operasional dilakukan melalui

Badan Pelaksana Harian Yayasan (BPH) atau Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi

Swasta (BP-PTS), sedang pembinaan akademik dilakukan oleh Dirjen Dikti melalui

Koordinator Kopertis Wilayah XI Kalimantan. Hal ini tidaklah berarti bahwa

Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda berada dalam hierarki Pemerintahan tetapi

peranan KOPERTIS hanyalah dalam rangka pengawasan agar Perguruan Tinggi

Swasta dapat selalu berada dibawah koordinasi Pemerintah. Sehingga, tidak berarti

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

74

Rektor Universitas Swasta bagian dari hierarki Pemerintahan. Hakim menilai bahwa

dalam melaksanakan tindakan administrasi hierarkinya terhadap Ketua Umum

Yayasan Pendidikan Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.

3.6. Rektor Universitas Swasta bukan Priyayi/Badan/Pejabat TUN

Penerbitan Surat Keputusan yang menjadi obyek sengketa tersebut,

menurut Majelis Hakim Tergugat tidaklah dapat dianggap melaksanakan urusan

pemerintahan. Sebab Tergugat sebagai Rektor, dalam pengangkatan dan

pemberhentiannya ditentukan oleh Ketua Umum Yayasan Universitas 17 Agustus

1945 Samarinda. Akibatnya Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda tidak

dapat dianggap sebagai bagian dari hierarki pemerintahan, dalam artian sebagai

Badan atau Pejabat TUN.

Pada Pasal 1 Angka (8) UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua

atas UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN, diatur bahwa Badan atau Pejabat TUN

adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan Pemerintahan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila menangkap isi Pasal itu, maka

menurut Majelis Hakim, urusan pendidikan merupakan urusan Pemerintah, dan ini

yang menjadi sesat dikalangan sarjana hukum yang mengkaitkan Yayasan Perguruan

Tinggi Swasta menjadi Badan atau Pejabat TUN.

Misalnya saja ada suatu pendapat yang menyatakan bahwa yang termasuk

Badan atau Pejabat TUN adalah keseluruhan kegiatan yang menjadi tugas dan

dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat TUN yang bukan kegiatan legislatif dan

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

75

yudikatif.4 Masalahnya adalah Pemerintah atau Badan/Pejabat TUN dalam

mensejahterahkan rakyat bukankah semua urusan Pemerintahan, terkecuali bidang

ajudikatif dan legislasi. Apabila pendapat seperti itu diikuti nantinya semua badan

hukum swasta akan menjadi Badan atau Pejabat TUN.

Pikiran bahwa negara hukum yang menurut dikte hukum adalah juga

negara kesejahteraan (welfare state) yang hakikatnya Pemerintah memiliki monopoli

dalam mengatur setiap aktifitas penyelenggaraan Pemerintahan, tidak serta merta

urusan pemerintahan yang dikelola swasta akan diklasifikasikan sebagai Badan atau

Pejabat TUN. Ada sebuah teori yang dikemukakan oleh Indroharto yaitu teori

melebur. Dalam teori tersebut dikatakan bahwa setiap perjanjian perdata yang

dilakukan oleh Pemerintah, maka tindakan Pemerintah tersebut akan melebur ke

dalam tindakan hukum perdata (misalnya tindakan hukum jual-beli yang telah

dilakukan). Meleburnya dalam tindakan hukum perdata, karena yang menjadi poin

pentingnya adalah tujuan akhir dari rangkaian tindakan-tindakan hukum tersebut.5

Lahirnya teori melebur ini, menjadikan Pemerintah setara Yayasan Perguruan Tinggi

Swasta dalam melakukan perjanjian, tidak ada yang istimewa di kedua pihak. Ini

akan menjadi argumen dasar perbedaan publik dengan privat.

Patokan bahwa suatu badan hukum merupakan Badan TUN karena

melaksanakan urusan pemerintahan adalah salah. Tidak dapat dipungkiri pengertian

4Indroharto, S.H., Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I

Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm.

67. 5 Ibid, hlm. 117.

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

76

akan Badan atau Pejabat pada Pasal 1 Angka (8) UU No.51 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua atas UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN menimbulkan

pemahaman yang berbeda dikalangan ahli hukum. Bahkan, akan menjadi suatu cara

untuk pembenaran dalam kasus yang ditangani dengan berpedoman bahwa badan

hukum swasta yang melakukan urusan Pemerintahan akan menjadi Badan atau

Pejabat TUN.

Disamping itu, perdebatan mengenai urusan pendidikan yang

dilaksanakan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dimasukkan sebagai Badan atau

Pejabat TUN, disebabkan oleh adanya suatu pemahaman bahwa urusan pendidikan

tersebut merupakan suatu pendelegasian dari Pemerintah. Sudah dijelaskan Penulis

bahwa Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dalam melaksanakan pendidikan bukan

pelimpahan wewenang dari Pemerintah, hanya memeroleh ijin dari Pemerintah untuk

menyelenggarakan pendidikan.6

Pemerintah hanya melakukan sebatas pembentukan, pengawasan, dan

memberikan pembiayaan. Harus dipisahkan pemahaman akan pendelegasian dengan

proses pembentukan, pengawasan, dan memberikan pembiayaan, untuk tidak

mencampur adukkan keduanya. Pemisahan ini penting, yang tentunya berdampak

juga terhadap peraturan perundang-undangan yang akan dipakai bilamana terjadi

suatu perselisihan di dalam Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen atau

Karyawan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta tersebut.

6Lihat kembali dalam Bab I Latar Belakang Masalah.

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

77

Itu sebabnya, ada pendapat bahwa Putusan unsur Yayasan Perguruan

Tinggi Swasta tunduk pada hukum perdata, terlebih lagi dengan kehadiran Pengadilan

Hubungan Industrial, maka yurisdiksi untuk menyelesaikan perselisihan antara buruh

dan majikan adalah di PHI, suatu Badan Peradilan khusus di lingkungan Peradilan

umum di Indonesia. Hal ini merupakan pendapat Majelis Hakim yang mengadili dan

memutus kasus yang kedua tersebut.

3.7. Rektor Universitas Swasta adalah Badan Hukum Perdata

Menurut Majelis Hakim dalam Putusan tersebut, Rektor Universitas 17

Agustus 1945 Samarinda tidaklah melaksanakan kegiatan yang bersifat eksekutif

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melainkan bertindak

sebagai badan hukum perdata.

Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Rektor menerbitkan objek

sengketa tersebut adalah termasuk dalam ruang lingkup Hukum Perdata dan bukanlah

dalam lingkup hukum TUN.

Menurut Majelis Hakim, Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda

baru dapat dianggap melaksanakan urusan pemerintahan bilamana telah mendapatkan

pelimpahan wewenang dari Badan atau Pejabat TUN. Sementara, dalam proses

pembuktian dalam persidangan, tidak ada yang menyebutkan bahwa Tergugat Rektor

Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda dalam menjalankan tugasnya selaku Rektor

dalam menerbitkan objek sengketa tersebut mendapat limpahan wewenang, baik itu

yang bersifat atributif maupun delegasi dari Badan atau Pejabat TUN (Pemerintah).

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

78

3.8. SK Rektor Universitas Swasta bukan Beschikking

Menurut hemat Majelis Hakim itu, objek sengketa berupa yaitu Surat

Keputusan Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Nomor:

055/UN.17/KP/II/2011, tanggal 01 Pebruari 2011 perihal Pemberhentian Sementara

sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum dan Dosen Kopertis Dpk Universitas 17

Agustus 1945 Samarinda atas nama Alikuddin Saragih, SH., M.Hum, yang

diterbitkan oleh Tergugat bukanlah KTUN (Beschikking), sehingga sengketa yang

timbul dalam perkara juga tidak dapat digolongkan sebagai sengketa TUN.

Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda tidak memenuhi

persyaratan Pasal 1 Angka (8) UU No.51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas

UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN.

Tergugat bukanlah merupakan Badan atau Pejabat TUN disebabkan

karena tidak melaksanakan urusan Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Hubungan hukum antara Rektor Universitas 17 Agustus

1945 Samarinda dengan para Dekan/Dosen serta Pejabat struktural di lingkungan

Universitas yang bersangkutan, dalam hal ini Penggugat bukanlah dalam arti hukum

kepegawaian yang termasuk dalam ruang lingkup hukum publik melainkan termasuk

dalam lingkup hukum perdata.

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

79

3.9. Lingkup Perdata Rektor Universitas Swasta – Dosen Swasta

Dengan mempedomani ketentuan dalam Pasal 56 Undang-Undang No.2

Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial disebutkan bahwa: “Pengadilan

Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus yakni di

tingkat pertama mengenai perselisihan hak, di tingkat pertama dan terakhir mengenai

perselisihan kepentingan, ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan

hubungan kerja, serta di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”, maka apabila dikaitkan dengan

sejatinya tujuan paling hakiki dari keberadaan peraturan perundang-undangan adalah

untuk menciptakan kepastian hukum,7 UU No.2 Tahun 20004 tentang PHI tentunya

sudah memberikan kepastian hukum. Artinya tidak ditumpangtindihkan sengketa

hubungan indsutrial dengan sengketa PTUN.

Menurut pendapat Majelis Hakim dalam kasus tersebut di atas, apabila,

Penggugat merasa pemberhentian tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, maka Penggugat dapat menggugat pada Pengadilan Hubungan

Industrial.

Itu menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa dalam rangka menjawab

perumusan masalah penelitian dan penulisan skripsi ini, yaitu: bagaimanakah

kompetensi absolut PTUN memutus obyek sengketa hubungan industrial antara

Yayasan Perguruan Tinggi Swasta dengan Dosen atau Karyawan Yayasan Perguruan

7Titon Slamet Kurnia, S.H., M.H., Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 2009, hlm.

49.

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2671/4/T1_312008029_BAB II… · masalah: bagaimanakah kompetensi absolut PTUN dalam memutus obyek

80

Tinggi Swasta maka Penulis berpendapat bahwa “Kompetensi Absolut PTUN dalam

memutus obyek sengketa Hubungan Industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi

Swasta dengan Dosen atau Karyawan Yayasan Perguruan Tinggi Swasta” maka

kompetensi absolut PTUN itu sebatas hanya untuk menyatakan bahwa gugatan tidak

dapat diterima.