bab iii faktor-faktor penyebab terjadinya...
TRANSCRIPT
36
BAB III
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KONVERSI AGAMA
Dalam bab III ini akan disajikan data mengenai faktor-faktor yang ikut menentukan
konversi agama yang dilakukan oleh Bpk.Nariyoto, namun sebelumnya penulis akan
memaparkan secara ringkas mengenai latar belakang kepercayaan Bpk.Nariyoto sebelum
menjadi Kristen, yakni Sapta Darma.
III.1. Sapta Darma
Sapta Darma merupakan yang termuda dari lima aliran kebatinan terbesar di Jawa,
dimana nama Sapta Darma berasal dari dua kata bahasa Jawa yang terpisah kemudian
dijadikan satu, yakni “sapto” yang berarti “tujuh” dan “darmo” yang artinya
“kewajiban suci”. Jadi Sapta Darma berarti “tujuh kewajiban suci” atau “tujuh amal
suci”.39 Pendiri aliran ini ialah Bpk.Sepuro, yang memiliki nama lengkap Panuntun
Agung Sri Gutama Hardjosaputro. Bpk.Hardjosaputro lahir pada tanggal 27
Desember 1914, di kabupaten Kediri, tepatnya di desa Sanding, Pare, propinsi Jawa
Timur. Profesi awal sebagai tukang cukur, dengan pekerjaan sampingan sebagai
seorang dukun yang memberikan obat-obatan dengan cara mengurut pasien. Pada saat
Panuntun Agung Sri Gutama Hardjosaputro meninggal, kepemimpinan Sapta Darma
diserahkan kepada Soewartini Martodihardjo, S.H (alumni UGM fakultas hukum). Ia
kemudian diberi gelar Sri Pawenang, pada tanggal 30 April 1957.40
39 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 22. 40 Remaja Kerokhanian Sapta Darma, “SEJARAH BAGIAN III”, dalam
http://saptadarma7.blogspot.com/2011/08/sejarah-penerimaan-wahyu-wewarah-sapta_10.html, diunduh pada hari Selasa, 24 Juli 2012 pkl 14. 23.
37
Penyebaran Sapta Darma berawal dari penerimaan wahyu Tugas Panuntun Agung
Sri Gutama (wahyu terakhir, diterima pada tanggal 17 Agustus 1956) yang merupakan
perintah dari Allah Hyang Maha Kuasa agar Panuntun Agung Sri Gutama bersama
pengikut menyebarkan ajaran. Tanggal 18 Agustus 1956 adalah awal dari proses
penyebaran, yang diawali dari daerah Jawa Tengah, DIY, Jakarta, Jawa Barat, Bali,
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Dalam proses penyebaran, dipergunakan beberapa cara, yaitu: a) Melaksanakan
tugas peruwatan di tempat-tempat keramat secara terbuka, warga masyarakat secara
langsung dapat mengetahui. b) Melalui sarasehan-sarasehan, ceramah-ceramah yang
terus menerus dilakukan di seluruh pelosok Tanah Air Indonesia. c) Dengan jalan
Sabda Usada, yaitu penyembuhan di jalan Tuhan, memberikan pertolongan kepada
orang-orang yang menderita atau yang dalam kehidupan “gelap”. d) Penyembuhan
yang dilakukan disebut Sabda Waras, yakni menyembuhkan semua makhluk hidup
(hewan dan manusia) tanpa menerima upah dan syarat apapun. Tujuan umum dari
proses penyebaran tersebut, yaitu menjadi sarana, alat atau penghubung dalam
membangun mental, spiritual, dan membentuk manusia sehingga memiliki budi yang
luhur. Tujuan khususnya ialah menuntun umat manusia memiliki kemampuan untuk
bangkit, keluar dari penderitaan maupun kegelapan yang selama ini telah
membelengggu kehidupan baik secara lahir maupun batin. Pengikut pertama kali dari
ajaran Sapta Darma ini ialah keempat rekan Bpk.Hardjosaputro. Perkembangan
penganut ajaran ini pun terjadi, lebih luas lagi melingkupi masyarakat di sekitar
rumah beliau, yaitu di kota Pare Kabupaten Kediri Jawa Timur. Melalui proses
penyebaran yang dilakukan beliau bersama rekan-rekannya ke kota maupun desa-
desa, maka yang menjadi anggota atau pengikut dari ajaran SAPTA DARMA
merupakan orang-orang yang berasal dari daerah pedesaan dan orang-orang pekerja
38
kasar yang berdomisili di kota-kota.41 Dalam penyebaran yang dilakukan tersebut,
warga ABRI banyak berperan di dalamnya.
Sapta Darma memiliki sifat toleransi maupun keterbukaan terhadap agama lain,
karena kebudayaan Jawa termasuk di dalamnya Sapta Darma merupakan hasil dari
percampuran antara agama Hindu dan Budha.42 Dari perspektif sejarah menjelaskan
bahwa agama Hindu memiliki keterbukaan terhadap agama lain, dan berjumpa
dengan Budha, yang menghasilkan satu kebudayaan baru yaitu kebudayaan Jawa.
Namun Sapta Darma memiliki ajaran tersendiri, yang terangkum dalam:43
1. Tujuh Kewajiban Suci (Sapta Darma)
Penganut Sapta Darma meyakini bahwa manusia hanya memiliki 7 kewajiban
atau disebut juga 7 Wewarah Suci, yaitu: (a) Setia dan tawakkal kepada Pancasila
Allah (Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa, dan Maha Kekal); (b)
Jujur dan suci hati menjalankan undang-undang negara; (c) Turut menyingsingkan
lengan baju menegakkan nusa dan bangsa; (d) Menolong siapa saja tanpa pamrih,
atas dasar cinta kasih; (e) Berani hidup atas kepercayaan penuh pada kekuatan diri-
sendiri; (f) Hidup bermasyarakat dengan susila dan disertai halusnya budi pekerti;
(g) Yakin bahwa dunia ini tidak abadi, melainkan berubah-ubah (angkoro
manggilingan).
2. Panca Sifat Manusia
Menurut Sapta Darma, manusia harus memiliki 5 (lima) sifat dasar yaitu: a)
Berbudi luhur terhadap sesama umat lain. b) Belas kasih (welas asih) terhadap
sesama umat yang lain. c) Berperasaan dan bertindak adil. d) Sadar bahwa manusia 41 Keluarga kampus wong alus, “AJARAN KEROKHANIAN SAPTA DARMA”, dalam
http://wongalus.wordpress.com/2009/08/18/sapta-dharma/, diunduh pada hari Senin, 30 Juli 2012 pkl 14.45. 42 Simuh, Sufisme Jawa: Transformasi tasawuf Islam ke Mistik Jawa(jogjakarta: Benteng 1999), 117. 43 Dalam http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03/aliran-kerohanian-sapta-darma.html, diunduh pada Rabu,
06 Juni 2012 pkl 14.49
39
dalam kekuasaan (purba wasesa) Allah. e) Sadar bahwa hanya rohani manusia
yang berasal dari Nur Yang Maha Kuasa yang bersifat abadi.
3. Konsep tentang Alam
Konsep alam dalam pandangan Sapta Darma adalah meliputi 3 alam: a) Alam
Wajar yaitu alam dunia sekarang ini. b) Alam Abadi yaitu alam langgeng, alam
kasuwargan atau alam akhirat. c) Alam Halus yaitu alam tempat roh-roh yang
gentayangan (berkeliaran) karena tidak sanggup langsung menuju alam
keswargaan. Roh-roh tersebut berasal dari manusia yang selama hidup di dunia
banyak berdosa.
4. Konsep Peribadatan
Konsep ibadah dalam Sapta Darma tercermin pada ajaran mereka tentang
Sujud Dasar. Sujud Dasar terdiri dari tiga kali sujud menghadap ke Timur. Sikap
duduk dengan kepala ditundukkan sampai ke tanah, kemudian turun kembali.
Amalan seperti itu dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam sehari semalam, pengikut
Sapta Darma diwajibkan melakukan Sujud Dasar sebanyak 1 kali.
5. Menyatu dengan Tuhan
Sebagai hasil dari amalan Sujud Dasar, mereka meyakini dapat menyatu
dengan Tuhan dan dapat menerima wahyu tentang hal-hal ghaib. Tanda bersatunya
antara Tuhan dengan manusia ialah ketika melakukan sujud, secara tiba-tiba kepala
mereka terangguk ke depan hingga menyentuh tanah. Peristiwa tersebut tidak dapat
dilakukan secara sengaja. Menyatunya antara Tuhan dan manusia digambarkan
dengan api besar dan api kecil yang menjadi satu. Mereka juga meyakini, orang
yang sudah menyatu dengan Tuhan bisa memiliki kekuatan besar (dahsyat) yang
40
disebut sebagai atom berjiwa, akal menjadi cerdas, dan dapat menyembuhkan atau
mengobati penyakit.
6. Hening
Hening adalah salah satu ajaran Sapta Darma yang dilakukan dengan cara
menenangkan semua fikiran seraya mengucapkan, Allah Hyang Maha Agung,
Allah Hyang Maha Rahim, Allah Hyang Maha Adil.
7. Racut (kondisi mati sajroning urip)
Racut adalah ketika kondisi tubuh di mana akal dan fikirannya kosong
sementara roh berjalan-jalan. Ajaran dan praktek ini intinya adalah usaha untuk
memisahkan rasa, fikiran, atau ruh dari jasad tubuhnya untuk menghadap Allah,
kemudian setelah tujuan yang diinginkan selesai lalu kembali ke tubuh asalnya.
8. Simbol-Simbol
Di dalam satu simbol tersebut, terdapat empat simbol pokok, yaitu: (1)
Gambar belah ketupat, yang menggambarkan manusia seutuhnya, (2) Warna dasar
pada gambar belah ketupat, yaitu hijau muda yang melambangkan sinar cahaya
Allah. Sedangkan warna hijau tua pada garis tepimenggambarkan badan jasmani
manusia. (3) Empat sabuk lingkaran dengan warna yang berbeda-beda, hitam
melambangkan nafsu lauwamah, merah melambangkan nafsu ammarah, kuning
melambangkan nafsu sauwiyah, dan putih melambangkan nafsu muthmainnah; (4)
terdapat segitiga sama sisi, yang terbagi ke dalam 3 segitiga sama sisi yang lebih
kecil, yang menggambarkan manusia yang terbentuk dari tritunggal: sari dari bapa
41
(sperma), sari dari ibu (sel telur) dan sinar cahaya Allah. warna dari ketiga segitiga
tersebut ialah putih, yang berarti kebersihan atau kesucian. (5) Vignette Semar
(gambar arsir Semar) melambangkan budi luhur. Genggaman tangan kiri
melambangkan roh suci, pusaka semar melambangkan punya kekuatan sabda suci,
dan kain kampuh berlipat lima (wiron limo) melambangkan taat pada Pancasila
Allah. (6) di dalam belah ketupat terdapat tulisan SAPTA DARMA, yang berarti
tujuh kewajiban yang harus dilakukan oleh pengikut, serta tiga tulisan lainnya,
yakni: nafsu, budi dan pakarti, menunjukkan kepribadian manusia ada yang baik,
jahat juga memiliki pikiran.44
III.2 Keluarga Bpk.Nariyoto dalam berbagai konteks
III.2.1 Kebatinan Sapta Darma
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Bpk.Nariyoto sebagai pelaku
konversi agama, ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat dirasakan
dalam kehidupannya sebelum dan sesudah bertemu dengan nilai nilai kekristenan
yang ia dapatkan. Kehidupan dengan situasi dan kondisi yang buruk dan negatif
dialami ketika ia berada pada kehidupan yang lama (penganut ajaran Sapta
Darma). Profesi saat itu tidak hanya sebagai seorang seniman (dalang, berperan
di dalam ketoprak maupun reog), namun juga sebagai seorang penjual minum-
minuman keras, serta memiliki berbagai ilmu, baik itu ilmu hitam maupun putih.
Adanya penganut Sapta Darma lainnya (empat saudara kandung) di dalam
44 Harun Hadiwijono, 2009, 26-28.
42
keluarga Bpk Nariyoto, yaitu: Bpk.Armun, Ibu Supiyah, Bpk Jito dan Ibu
Miyatsih, serta alm. ibu Bpk.Nariyoto.45
III.2.2 Agama Islam
Keluarga Bpk.Nariyoto bertempat tinggal di Tambakrejo, yang berada di
Timur kota Ambarawa, jaraknya kurang lebih 18 Km dari kota Salatiga. Secara
keseluruhan penduduk yang beragama Islam sebanyak 335 orang, dengan
terdapat dua gedung mushola.46 Sawah-sawah dan rawa pening yang berada di
sekitar wilayah tersebut menjadikan masyarakat pada umumnya berprofesi
sebagai petani, dan sebagiannya adalah pegawai, pedagang, serta TNI. Selain
profesi-profesi tersebut, beberapa lainnya berprofesi sebagai wirausaha
(membuka warung) dan seniman, termasuk pak Nari.
III.2.3 Agama Kristen
Berdasarkan data yang diperoleh dari Buku Induk Kependudukan (BIK)
daerah setempat, mencatat bahwa daerah tersebut mayoritas penduduk beragama
Kristen, dengan jumlah 378 orang dan Katolik berjumlah 46 orang. Kehidupan
Kristen cukup dekat dengan kehidupan keluarga Bpk.Nariyoto. Kedekatan itu
nyata dimana anak keempat (Nova Pramesti) telah lebih dulu aktif dalam
kegiatan gereja, dengan sikapnya yang tekun dan aktif yang dimulai sejak kelas 5
SD. Keberanian anak tersebut menjadikannya tidak merasa takut menegur pak
Nari, salah satu teguran yang dilontarkan anak tersebut seperti : “kok bapak
nggak ke gereja? Lah pak kalo mati piye?”47 Keluarga Bpk.Nariyoto terdiri dari 6
anggota keluarga, yaitu: Bpk.Nariyoto, ibu Ismiyati (istri atau ibu), anak pertama 45 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.05 WIB) 46 BUKU INDUK KEPENDUDUKAN 47 Wawancara dengan Pdt. Merziline Ch.Ressok,S.Th (KMJ GPIB ATK), (Kamis, 26 Juli 2012, pukul 17.19
WIB)
43
yaitu Kasiyono Efendi (Fendi), anak kedua yaitu Ririh Wijonarko (Ririh), ketiga
Sindu Triyogo (Sindu), dan Nova Ayu Prameswari (Nova). Kedekatan yang lebih
luas terlihat dari tetangga sekitar tempat kediaman. Dari hasil observasi yang
dilakukan di daerah setempat, wilayah tempat tinggal mereka yaitu RT 05
mayoritas memeluk agama Kristen. Dalam wilayah RT 05 terdapat kurang lebih
30 KK beragama Kristen, sedangkan yang beragama Islam hanya sekitar 7 KK.
Khususnya disekeliling rumah, terdapat keluarga pak Nari (kakak kandung) yang
juga menjadi tetangga, yakni keluarga Ibu Yanti. Keluarga tersebut telah menjadi
Kristen sejak 1973, ketika usianya masih remaja.48 Pada umumnya mereka
adalah orang Kristen yang berjemaat di GPIB ATK sektor Tambakrejo.
Kekompleksan terhadap proses konversi agama yang terjadi dalam diri dan
kehidupan keluarga Bpk. Nariyoto, juga nampak dalam konteks kehidupan.
Pengaruh konteks tidak hanya muncul dari komunitas agama, namun juga dari
lingkungan sekitar tempat tinggal, tetangga, dalam keluarga itu sendiri, termasuk
pribadi maupun sosok pendeta yang melayani di jemaat GPIB ATK. Dimana pak
Nari mengaggumi kepribadian Pdt. Merziline Ch.Ressok, yang tegas dan keras.49
GPIB ATK yang pada saat ini dilayani oleh Pdt. Merziline Ch.Ressok,S.Th,
merupakan buah keberhasilan yang tidak lepas dari campur tangan GPIB
Tamansari, Salatiga. GPIB Ambarawa merupakan hasil pemekaran dari GPIB
Tamansari, Salatiga. Keberhasilan dalam memperluas wilayah pelayanan dari
GPIB baru terjadi pada tahun 1973, setelah jemaat GPIB Tamansari, Salatiga
mengupayakan peningkatan dalam hal kuantitas jemaat. Hal tersebut ditempuh
dengan cara melakukan pelayanan terhadap masyarakat setempat yang telah 48 Wawancara dengan Ibu Yanti (kakak kandung pak Nari, yang juga warga jemaat), (Senin, 06 Agustus
2012, pukul 18.00 WIB) 49 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.05 WIB)
44
beragama Kristen, dimana mereka pun ingin mendapatkan pelayanan dalam
bidang rohani. Dengan melihat keadaan dan keinginan dari masyarakat tersebut,
pihak GPIB Tamansari cukup bijak melihat realita yang sedang terjadi, oleh
karena itu mereka menindaklanjuti dengan mengirim beberapa majelis untuk
melakukan peninjauan lokasi serta bertemu dengan beberapa masyarakat yang
ingin mendapatkan pembinaan rohani tersebut. Atas pertimbangan-pertimbangan
yang ada, majelis GPIB Tamansari memutuskan untuk mulai mengadakan
ibadah. Ibadah perdana yang dilakukan ialah pada hari Rabu, atau yang saat ini
dikenal dengan kebaktian rumah tangga (KRT), bertempat di rumah
Bpk.G.Sugiyarno. Perkembangan terus berlanjut menyebabkan bertambahnya
jumlah anggota, tahun 1986 tanah 200 m2 dibeli untuk mendirikan sebuah gedung
gereja yang permanen sebagai tempat beribadah. Namun dikarenakan kondisi
keuangan yang kurang, maka pembangunan tempat ibadah, belum dapat
terealisasi. Alternatif lain dalam menangani masalah ini pun dilakukan, yaitu
dengan mencari rumah yang pada saat itu sedang disewakan, dengan maksud
agar ibadah yang telah berjalan dapat dipindahkan di rumah tersebut. Tahun 1995
pembangunan gedung gereja terealisasi. Ketika telah menjadi satu jemaat, yaitu
GPIB ATK, maka wilayah pelayanan terbagi menjadi tiga wilayah atau sektor,
Ambarawa, Kebondowo dan Tambakrejo. Wilayah Tambak Boyo termasuk
dalam sektor Tambakrejo, yang menjadi pusat dari rumah pastori serta
administrasi gereja (kantor gereja).
Kehidupan jemaat GPIB ATK sektor Tambakrejo memiliki relasi yang baik
antara satu dengan yang lainnya. Hal itu nampak pada kegiatan yang
membutuhkan keterlibatan dari warga jemaat, tanpa membedakan antara yang tua
dan yang muda, perempuan maupun laki-laki. Salah satu kegiatan ialah kesenian
45
Reog yang ditampilkan di dalam kegiatan gereja (ibadah Natal). Pada pagelaran
seni Reog, yang ikut mengambil bagian tidak hanya laki-laki, kaum perempuan
turut serta di dalamnya. Selain tidak membatasi pada gender, hal demikian terjadi
dalam usia, dimana tidak terbatas pada yang tua, namun juga yang muda ikut
berperan di dalam pagelaran seni tersebut. Sedangkan dalam bidang ekonomi,
warga jemaat sektor Tambakrejo didominasi dengan profesi sebagai pedagang
yang menjual berbagai kebutuhan di pasar Ambarawa, seperti: sayur-sayuran,
beras, dan hasil kerajinan seperti tikar. Profesi lainnya yang banyak dilakukan
oleh warga jemaat ialah petani, memelihara dan menjual bibit maupun ikan lele,
hingga membuka tempat usaha milik pribadi. Usaha tersebut berupa bengkel,
warung yang menjual kebutuhan hidup, serta warung makan.
III.3 Krisis yang dialami oleh Bpk.Nariyoto
Dibalik perpindahan, terdapat masalah atau dalam dunia psikologi disebut
sebagai krisis. Krisis juga sangat besar pengaruhnya dalam bidang agama, dimana
semua interaksi terkait di dalamnya, yakni hubungan seseorang dengan sesama
serta seseorang dengan Tuhan. Krisis semacam inilah yang dialami oleh Pak Nari
dimana setelah lima belas (15) tahun menganut Sapta Darma, dengan berbagai
pengajaran yang telah diterimanya. Pengajaran yang termuat di dalam ajaran-ajaran
dari Sapta Darma, belum sepenuhnya memberikan apa yang menjadi kebutuhan
pak Nari, yaitu memperoleh keselamatan. Krisis tersebut telah dirasakannya ketika
berada di Sapta Darma, dimana pada saat itu kemantapan dengan ajaran-ajaran
Sapta Darma telah dirasakan. Awal dari krisis yang dialami pak Nari yakni ketika
ia mendengar mengenai sosok yang mampu menyelamatkan manusia, yang disebut
dengan Isa Rohulah. Krisis dalam dirinya semakin parah ketika pemimpin
46
komunitas Sapta Darma yang di dalamnya ia berdomisili, memberikan kepada
Bpk.Nariyoto satu kitab yang dimilikinya, yang bernama kitab Jayabaya. Ketika
pak Nari membaca kitab tersebut, terdapat beberapa hal yang menjadi daya
tariknya. Ia menjelaskan bahwa dalam kitab tersebut tertulis mengenai Isa Rohulah
yang pada awalnya hanya sebatas bahan yang ia dengar, namun saat itu ia dapat
langsung membaca. Didalam kitab itu tertulis bahwa yang menyelamatkan manusia
ke surga ialah Isa Rohulah atau Roh Suci, sehingga bagi manusia yang tidak
mengikuti Isa Rohulah maka celaka akan dialaminya. Dari hal tersebut, pemikiran
yang baru pun diperoleh, yakni mencari tempat dalam hal ini agama yang secara
langsung mengajarkan, mengakui dan mempercayai Isa Rohulah. Ia mempercayai
bahwa Isa Rohulah itu ialah Isa Almasih, atau dengan kata lain Tuhan Yesus.
Berangkat dari hal ini, kegoyahan pun mulai dirasakan dimana antara hati dan
pikirannya mulai tidak sejalan. Informasi mengenai Isa Rohulah menarik perhatian
dari pemikirannya, sedangkan hati tetap merasa nyaman pada ajaran Sapta
Darma.50
III.4. Pencarian dalam upaya menjawab kebutuhan
Dengan terjadinya krisis di dalam diri pak Nari, atau konflik antara pikiran dan
perasaan yang tidak lagi sejalan, membuatnya berkelana dalam mencari agama
yang langsung mempercayai dan memberikan pengajaran mengenai Isa Rohulah.
Keputusan dan tindakannya tersebut di dukung dengan tidak terdapatnya larangan
dari Sapta Darma bagi para pengikut dalam melakukan perpindahan keyakinan.
Penyebabnya ialah penekanan ajaran Sapta Darma yang berfokus pada kebatinan
seseorang yang terhubung dengan tuhan melalui bersujud.
50 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.05 WIB)
47
Proses pencarian tersebut diawali dengan keluar dari Sapta Darma, memilih
agama Kristen, yakni menjadi jemaat Gereja Isa Almasih (GIA). Pendeta yang
melayani di jemaat GPIB ATK yang berperan sebagai Ketua Majelis Jemaat
(KMJ), mengatakan bahwa selama Bpk.Nariyoto atau yang lebih dikenal dengan
panggilan pak Nari menjadi warga jemaat GIA, memberi diri untuk di baptis secara
selam serta menjadi seorang pelayan (majelis). Tindaklanjut yang kurang bijak
terhadap pemberian diri Bpk.Nariyoto dari pihak jemaat, berpengaruh pada hidup
beliau. Selain itu juga penanganan dari pihak GIA yang demikian, menjadikan pak
Nari memutuskan untuk tidak meneruskan keterlibatannya di wilayah gereja
tersebut. Realita keluarnya Bpk.Nariyoto dari jemaat GIA diperkuat dengan alasan
yang diutarakan beliau, dimana kekhusukan dalam beribadah tidak diperolehnya
ketika beribadah. Selain itu juga gambaran diri seorang pendeta sebagai seorang
pemimpin, tidak nampak dalam diri pendeta atau gembala yang memimpin jemaat
GIA.Selama berdomisili dalam wilayah pelayanan Gereja Isa Almasih, beliau tidak
memperoleh sepenuhnya kebutuhan yang selama ini dicari. Proses pencarian dalam
menemukan dan menjawab kebutuhan terkait dengan Isa Rohulah, dilakukan oleh
pak Nari berlangsung selama lima tahun. Pencarian tidak berhenti pada titik
dimana ia menjadi jemaat di Gereja Isa Almasih, dengan mengikuti arus yang ada,
ia memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Selama dua tahun di Islam, pak
Nari mengakui bahwa ia tidak mengetahui ajaran-ajaran, doa, bahkan ia tidak
pernah beribadah di mesjid. Dapat dikatakan ia tidak sepenuhnya menganut agama
Islam, atau yang dikenal dengan sebutan sebagai Islam KTP. Pencarian terus
dilakukan hingga ia mendengar kabar mengenai ibu Pdt.Merziline Ch. Ressok,
S.Th yang dilihat memiliki kepribadian yang disukainya, yaitu tegas dan keras.
Berawal dari sinilah pak Nari mencari tahu tentang kekristenan yang
48
sesungguhnya, melalui jemaat yang dilayani oleh ibu Pdt.Merziline Ch. Ressok,
S.Th, yakni jemaat GPIB ATK.51 Keingintahuan yang dimiliki membuat beliau
termotivasi, sehinggga tindakan yang diambilnya berupa mendengarkan khotbah-
khotbah yang disampaikan oleh ibu pendeta hanya dari luar gereja. Ketertarikannya
terhadap kekristenan yang sesungguhnya diperoleh ketika penyampaian pendeta
dalam khotbah yang pada intinya mengatakan bahwa orang yang telah menjadi
Kristen tidak menjamin keselamatan akan diperoleh, namun keselamatam dapat
diperoleh ketika orang Kristen dengan sungguh melakukan apa yang telah
diajarkan selama ia hidup.52
Semangat tinggi yang dimiliki oleh pak Nari dalam mencari agama yang
mempercayai dan mengajarkan tentang Isa Rohulah, direspon dengan baik oleh
keponakannya yang bernama pak Dariyanto. Beliau merupakan salah satu majelis
jemaat di GPIB ATK sektor Tambakrejo. Saat pak Nari menceritakan proses
pencariannya kepada pak Dariyanto, tanggapan yang baik dan cepat, dilakukan
oleh pak Dariyanto. Dimana ia memberitahukan realita yang terjadi dalam hidup
pak Nari, kepada pendeta. Reaksi serupa pun terjadi terhadap pendeta, dengan
bijak ia meminta pak Nari untuk benar-benar belajar dari awal mengenai
kekristenan. Diawali dengan bergereja, mengikuti ibadah maupun kegiatan-
kegiatan yang telah dijadwalkan oleh pihak gereja. Pengajaran tersebut
berkembang dengan pihak gereja ATK melayankan katekisasi.53
III.5 Pertemuan dengan agama yang baru
51 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.05 WIB) 52 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 06 Agustus 2012, pukul 17.03 WIB) 53 Wawancara dengan Pdt. Merziline Ch.Ressok,S.Th (KMJ GPIB ATK), (Kamis, 26 Juli 2012, pukul 17.19
WIB)
49
Perpindahan agama atau konversi dalam kasus ini tidak terbatas hanya
dilakukan dan dialami oleh Bpk.Nariyoto, namun juga seluruh anggota
keluarganya. Pertemuan dengan kekristenan diawali dari anak keempat yang
bernama Nova, atau dengan kata lain Nova merupakan anggota keluarga yang
pertama, yang telah bertemu dengan agama Kristen. Anak tersebut telah mengikuti
kegiatan-kegiatan gereja di sektor Tambakrejo pada usia kurang lebih 10 tahun,
atau ketika ia duduk di bangku SD kelas 5. Perbedaan proses pertemuan, terjadi di
antara pak Nari dengan keempat anak, serta istrinya. Dimana keempat anak, dari
pertama telah bertemu dengan agama Kristen. Walaupun sebelum proses yang
terjadi di dalam kehidupan pak Nari, keempat anak tersebut telah menjadi Kristen
namun belum yang sesungguhnya (ikut-ikutan). Sedangkan istri dari Bpk.Nariyoto
pada usia kanak-kanak, pernah beragama Islam (ketika duduk di bangku kelas 1
SD), serta Katolik. Kedua agama tersebut juga tidak dijalankan sesuai dengan
ajaran-ajaran yang berlaku di dalamnya. Pada tahun 1976, ibu Ismiyati menjadi
seseorang yang tidak beragama. Pada tahun 2010 terjadi pertemuan dirinya dengan
kekristenan yang sesungguhnya.54
Perbedaan dari proses pertemuan kekristenan dengan diri pak Nari terdapat pada
peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya. Berbagai pengalaman
Bpk.Nariyoto serta keluarga, yang dengan pasti menambah pergolakan yang terjadi
di dalam dirinya. Beberapa pengalaman yang terjadi ketika ia masih seorang Sapta
Darma, kemudian bertemu dengan agama Kristen khususnya denominasi GPIB.
Seluruh peristiwa yang mengiringi perjumpaan atau pertemuan dengan agama
Kristen yang sesungguhnya, antara lain:55
54 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto bersama keluarga, (Senin, 06 Agustus 2012, pukul 18.15 WIB) 55 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto bersama keluarga, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 18.06 WIB)
50
a) Berkaitan dengan pengalaman Bpk.Nariyoto tentang kesehatan fisik, dimana ia
mengalami suatu penyakit yang belum diketahui jenis serta nama penyakit
tersebut. Pertemuannya dengan agama Kristen menjadikannya memiliki
keyakinan yang dituangkan di dalam doa-doanya kepada Tuhan Yesus. Dengan
keyakinan yang ada di dalam dirinya tersebut, membuahkan hasil yang baik,
dimana penyakit tersebut terdeteksi pada saat pemeriksaan dilakukan. Penyakit
yang ia derita selama ini ialah prostat.
b) Pengalaman lain terjadi di dalam anggota keluarga Bpk.Nariyoto yakni anak
pertama, yaitu Fendi. Kecelakaan parah yang terjadi pada tahun 2005, yang
membuat dirinya patah tulang. Mereka meyakini bahwa kesembuhan yang
dirasakan, itu adalah kuasa Tuhan.
c) Peristiwa yang dialami ibu Ismiyati (istri Bpk.Nariyoto), yang diungkapkan
beliau ialah pengalamannya yang akan dibunuh oleh seekor serigala. Situasi dan
kondisi pada saat itu, ketika ia sedang tidur. Dan ketika pembunuhan tersebut
hampir terjadi, ia dengan spontan menyebut nama Tuhan Yesus, dan seketika itu
serigala tersebut langsung menghilang.
Bagi pak Nari, bantuan yang diberikan oleh pak Dariyanto sangat menolong
dalam menemukan agama yang selama ini dicari. Pak Nari dapat dipertemukan
dengan pendeta yang melayani di jemaat tersebut, hingga akhirnya berkembang
menjadi suatu pembicaraan dan keputusan yang serius, yakni pendeta
menganjurkan agar pak Nari memulai dengan ikut terlibat di dalam kegiatan
gereja. Anjuran tersebut dilakukan oleh pak Nari, hingga pendeta yang melayani di
jemaat itu pun melihat keseriusan pak Nari dalam berpindah menjadi Kristiani.
Penggembalaan pun mulai dilakukan dan mulai memperkenalkan ajaran-ajaran
Kristen yang sesungguhnya. Pengajaran dalam bentuk memberikan katekisasi pun
51
dilaksanakan, namun tidak serupa dengan katekisasi yang dilaksanakan pada
umumnya oleh pihak gereja dimana dilaksanakan setiap hari Minggu yang
bertempat di gereja. Terkait dengan kasus ini, penyelenggaraan katekisasi
disesuaikan dengan waktu yang dimiliki oleh pihak pak Nari. Dan terkadang
pelaksanaannya pun tidak hanya terfokus di gereja, dapat juga di rumah pak Nari.
Keputusan dalam mengikuti katekisasi jemaat GPIB ATK, merupakan bentuk
pemberian diri untuk menjadi jemaat setempat. Beberapa alasan yang diutarakan
terkait dengan pemberian diri tersebut ialah bahwa di dalam GPIB ATK ada
ketenangan yang diperoleh, serta kekhusukkan dalam proses ibadah. Selain itu juga
tersedianya perlengkapan yang dapat memandu jemaat dalam beribadah, berupa
liturgi maupun puji-pujian, serta kesopanan dalam hal beribadah.56
Terkait dengan realita yang dihadapi oleh GPIB ATK mengenai perpindahan
agama yang dilakukan oleh keluarga Bpk.Nariyoto ini, pihak gereja dalam hal ini
pendeta dan majelis sangat peka menanggapi. Tanggapan yang diberikan berupa
memberikan dorongan atau semangat dalam proses perpindahan agama yang telah
menjadi keputusan mereka. Selain itu juga sebagai tindaklanjut dari proses
konversi ini, khususnya pendeta membantu memberikan penyelesaian, yang tidak
hanya teori melainkan juga turut bertindak.57 Maksudnya ialah ketika pak Nari
berada dan mengikuti ajaran Sapta Darma, pegangan berupa batu-batu, keris dan
buku-buku yang memiliki kekuatan magic menjadi hal yang cukup penting bagi
dirinya. Melihat hal itu, dengan sikap yang tegas dan keras, pendeta melarang
bahkan dengan persetujuan dari pak Nari, pendeta membakar sebagaian besar dari
benda-benda tersebut. Pembakaran yang dilakukan tersebut tidak cukup dalam satu
56 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto dan ibu A (kakak kandung), (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.47 WIB) 57 Wawancara dengan Pdt. Merziline Ch.Ressok,S.Th (KMJ GPIB ATK), (Kamis, 26 Juli 2012, pukul 17.19 WIB)
52
atau dua hari, namun hingga beberapa hari lamanya. Sedangkan sebagian lagi
berupa keris, misalnya keris asli dari kerajaan Demak serta keris-keris yang
dimiliki oleh pak Nari, dikembalikan ke asalnya. Dalam kegiatan pembakaran,
melihat realita bahwa kekuatan magic yang sangat kuat berada di dalamnya, tidak
selayaknya pembakaran benda-benda pada umumnya. Untuk menyikapi hal itu,
maka yang dilakukan oleh pendeta sebelum membakarnya adalah berdoa dan
berpuasa.
Perjumpaan Bpk.Nariyoto dan keluarga terhadap agama Kristen yang
sesungguhnya, terdapat beberapa kendala, atau yang dibahasakan oleh beliau
sebagai suatu pencobaan. Beberapa kendala atau pencobaan tersebut, antara lain:
a) Ketika melakukan perjalanan, di dalam bis terdapat seorang anak yang
menangis tanpa henti. Dengan gaya berpakaian pak Nari yang pada saat itu
memakai baju dalang, menjadikannya pusat perhatian dari para penumpang bis
saat itu. Penilaian para penumpang terhadap dirinya yang sebagai seorang
dalang, membuat mereka meminta bantuan terkait dengan penanganan terhadap
anak tersebut.
b) Perjalanan pada waktu yang lain, dimana pencobaan atau kendala tersebut
muncul pada saat bis yang ditumpangi berjalan pada hari yang mulai gelap,
namun tanpa memiliki penerangan (lampu) yang memadai. Yang
mengakibatkan penglihatan akan terganggu. Melihat hal tersebut, pak Nari
mengungkapkan kepada beberapa penumpang disekitarnya agar polisi segera
menangkap kendaraan yang mereka tumpangi tersebut. Ucapan pak Nari
menjadi suatu kenyataan, dimana beberapa saat kendaraan mereka diberhentikan
oleh beberapa polisi. Realita saat itu memberikan suatu prasangka dalam diri
penumpang yang mengetahuinya, bahwa beliau selayaknya seorang dukun. Oleh
53
karena itu mereka dengan berani memintanya untuk berdoa agar ada
pertolongan dari bis lain yang melewati area sekitar.58
Kendala juga dialami oleh ibu Pdt.Merziline Ch.Ressok, S.Th dalam menangani
proses konversi yang dilakukan oleh keluarga Bpk.Nariyoto. Kendala tersebut ialah
berbagai macam ilmu dengan kekuatan yang besar, khususnya ilmu hitam, yang
dimiliki oleh pak Nari. Penanganan yang dilakukan oleh beliau terkait dengan
kendala tersebut ialah dengan berdoa dan bertindak secara langsung, yang pada
intinya bertujuan agar keluarga Bpk.Nariyoto dapat bertemu dengan kekristenan
yang sesungguhnya.59
III.6 Interaksi yang mendukung proses konversi agama
Dengan bakat serta kemampuannya dalam bidang kesenian, maka ia mampu
menjaga hubungan yang baik dengan komunitas Sapta Darma maupun dengan
yang akan menjadi komunitas agamanya yang baru, yakni jemaat GPIB ATK
sektor Tambakrejo. Interaksi yang dilakukan, terbagi ke dalam dua bagian, yakni:
III.6.1 Interaksi dengan komunitas agama lama
Penilaian masyarakat sekitar yang menganggap pak Nari sebagai
seseorang yang dalam dirinya, seni melekat dengan kuat. Dimana profesi
utamanya ialah sebagai seorang dalang dalam pewayangan, akibat yang
ditimbulkan ialah membuat masyarakat tetap menerima pak Nari apa
adanya. Kegiatan-kegiatan yang di dalamnya terkandung nilai seni, diawali
dengan berkonsultasi kepadanya. Relasi yang tetap terjalin dengan baik
tersebut didukung dengan sikapnya yang terbuka pada semua orang.
Keterbukaan pun terlihat dimana menurut pemaparannya, ia tetap
58 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.05 WIB) 59 Wawancara dengan Pdt. Merziline Ch.Ressok,S.Th (KMJ GPIB ATK), (Kamis, 26 Juli 2012, pukul 17.19 WIB)
54
menghadiri undangan-undangan dari agama lain, seperti undangan
kenduren dari agama Islam. Dengan bijak ia menyikapi undangan tersebut
karena memiliki nilai seni, namun ia lebih memilih untuk duduk diluar,
dengan pertimbangan bahwa proses yang dilakukan dengan cara agama
Islam. Interaksi lainnya yakni dengan seringnya ia berkumpul dan
bercengkrama bersama masyarakat sekitar tempat tinggalnya baik yang
muda maupun yang tua, yang pada saat itu ia dengan berani menceritakan
sebenarnyayang terjadi di dalam kehidupannya, terkait dengan kekristenan.
Serta pada saat umat muslim berpuasa (seperti bulan Juli-Agustus ini),
beliau sering memanggil mereka berbuka bersama. Interaksi-interaksi
tersebut yang dilakukannya tanpa membatasi diri dengan siapa saja, yang
tua maupun yang muda, serta agama apa pun.60
Hubungan relasi yang baik juga terjadi antara Bpk.Nariyoto dengan
pihak GIA, hal itu nampak dalam penerimaan beliau ketika pihak GIA
meminta pertolongan dalam pembuatan keroncong. Tidak hanya itu, ketika
dalam pihak GIA terjadi permasalahan intern, konsultasi justru dilakukan
dengan beliau. Dengan sikap yang bijak tanpa bermaksud mencapuri urusan
intern mereka, beliau hanya membantu sebatas memberikan arahan-arahan.
Dengan hubungan yang terus terjalin baik, menjadikan pihak GIA menjalin
hubungan baik dengan jemaat GPIB ATK sektor Tambakrejo.
Penampakkan dari realitas interaksi yang harmonis tersebut terwujud dalam
tindakan perkunjungan dari pihak GIA pada waktu tim keroncong GPIB
ATK melakukan latihan. Yang pada intinya ia mangatakan bahwa hal-hal
tersebut dilakukannya dalam rangka saling menghormati satu dengan
60 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.05 WIB)
55
lainnya dan dapat menjadi teladan. Kedua hal tersebut merupakan
perwujudan dari kasih yang diajarkan di dalam agama Kristen yang
diperolehnya.61
III.6.2 Interaksi dengan komunitas agama baru
Bagi pak Nari bersama keluarga, untuk melakukan hubungan dengan
jemaat GPIB ATK sektor Tambakrejo adalah hal yang tidak cukup susah.
Hal itu dikarenakan wilayah tempat tinggal mereka yang dominan ialah
warga jemaat GPIB ATK. Selain itu juga sebelum ia mengambil keputusan
melakukan konversi ke agama Kristen, jemaat GPIB ATK sektor
Tambakrejo telah sering meminta pertolongan beliau dalam melatih
Panembromo maupun ketoprak62. Dengan adanya kebiasaan yang demikian,
menjadikan tidak adanya jarak yang berarti di antara mereka. Interaksi
yang semakin intens juga terjadi dikarenakan keikutsertaan keluarga di
dalam kegiatan-kegiatan gereja.63
III.7 Komitmen pelaku konversi agama
Dengan melalui keseluruhan proses yang dijalani oleh pak Nari bersama
keluarga, maka mereka memutuskan untuk dengan sungguh berpindah agama
menjadi Kristen Protestan, dan berjemaat di GPIB ATK. Hal penting tersebut
terjadi pada tanggal 30 Mei 2010, dimana saat itu mereka memberi diri untuk di
baptis dan di sidi. Mengingat pak Nari bersama istri telah menikah, maka pihak
gereja memutuskan untuk melayankan nikah gereja pada tanggal 26 Juli 2010,
bertempat di GPIB ATK sektor Tambakrejo. Yang melayani baik baptis, sidi dan
61 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 06 Agustus 2012, pukul 17.03 WIB) 62 Panembromo merupakan salah satu kesenian suku Jawa dalam hal suara, atau dapat dikatakan sebagai
sekumpulan dari beberapa orang yang melantunkan tembang-tembang dengan lirik bahasa Jawa. Panembromo dalam kebudayaan Kristen, sebagai paduan suara yang menyanyikan lagu-lagu dalam lirik bahwa Jawa. Sedangkan ketoprak juga termasuk dalam kesenian suku Jawa, sejenis drama.
63 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.05 WIB)
56
nikah gereja ialah Pdt. Merziline Ch.Ressok, S.Th. Setelah mengambil keputusan
untuk berpindah agama, pak Nari mengutarakan bahwa ia semakin tidak takut
untuk berkata jujur dimana ia telah menjadi Kristen dan bersedia melakukan
ajaran-ajaran Kristiani yang telah ia ketahui dan pahami. Ia memberikan beberapa
contoh yang di dalamnya terkandung nilai kesaksian, yakni ketika orang-orang
memintanya untuk memainkan wayang. Pada saat itu ia dengan jujur berkata
kepada orang yang memintanya tersebut, bahwa ia sekarang adalah orang Kristen,
maka ketika berdoa, ia akan melakukannya dengan doa Kristen. Selain itu juga,
ketika pembangunan jalan baru di dekat tempat tinggalnya, ada seseorang yang
datang menemuinya. Orang tersebut ialah pekerja jalan tersebut, ia mengatakan
bahwa kakinya membesar, dan mempercayai bahwa hal itu merupakan perbuatan
makhluk-makhluk yang menjadi penunggu tempat tersebut. Namun saat itu pak
Nari mengatakan kepadanya bahwa ia akan membantu dalam doa bersama rekan-
rekannya (satu orang dari GIA, satu orang dari Katolik, satu orang dari Islam,
bersama dengan pak Nari), doa tersebut dilakukan di kediamannya dan mereka
mengijinkan beliau yang memimpin doa tersebut. Dan ketika pekerja tersebut
datang kembali padanya, setelah melakukan pemeriksaan medis, ditemukan
penyakit yang menyebabkannya menjadi seperti demikian.64 Dari hal-hal tersebut
nampak bahwa secara langsung pak Nari telah bersaksi kepada mereka yang
dijumpai.
Tanda komitmen atau kesungguhan keluarga Bpk.Nariyoto dalam menjadi
Kristen, juga nampak ketika mereka turut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
gereja. Maksudnya ialah ketika gereja mengadakan kegiatan yang di dalamnya
dikolaborasikan dengan seni-seni suku Jawa, maka keluarga tersebut ikut berperan
64 Ibid.,
57
aktif di dalamnya. Mulai dari pak Nari yang berperan sebagai dalang; pembuatan
alur cerita wayang maupun ketoprak; mengikuti PKB (Persekutuan Kaum Bapak)
ngamen dalam rangka pencarian dana untuk membeli pastori baru; hingga menjadi
pelatih panembromo dan keroncong. Hal itu juga dilakukan oleh ibu Ismiyati,
yakni mengambil bagian dalam seni Reog. Selain itu juga keluarga ini pernah
terlibat di dalam pengurus paniti Natal gereja, serta menyediakan rumah mereka
menjadi tempat berlatih kesenian tersebut.65
III.8 Konsekuensi dalam melakukan konversi agama bagi pelaku konversi
Keputusan dalam kasus keluarga Bpk.Nariyoto untuk menjadi agama Kristen,
menimbulkan konsekuensi yang harus ditanggung. Konsekuensi besar dirasakan
oleh pak Nari, dimana kekuatan yang berasal dari ilmu-ilmu yang selama ini
dimiliki, harus dilepaskan. Dengan demikian membuatnya tidak lagi bergantung
pada benda maupun kekuatan gaib dalam kehidupannya. Pdt.Merziline melihat
bahwa ilmu-ilmu serta benda-benda yang dimiliki pak Nari, belum sepenuhnya
dilepaskan. Terdapat beberapa pernyataan yang secara tidak langsung memperkuat
pernyataan yang diungkapkan oleh ibu pendeta, yaitu pengakuan Bpk.Nariyoto
terkait dengan penyimpanan beberapa buku hingga saat ini. Diutarakannya alasan
bahwa buku-buku tersebut terkandung pengetahuan terkait sifat-sifat manusia
berdasarkan wilayahnya, khususnya Jawa.66 Konsekuensi atau dampak lain muncul
dari bidang ekonomi. Permintaan untuk memainkan wayang (dalang) tidak
berkurang, namun justru semakin banyak permintaan. Dengan demikian namanya
pun tetap dikenal oleh banyak orang, atau dengan kata lain di bidang sosial,
hubungan-hubungannya dengan orang lain semakin meluas. Walaupun ketika
keputusan berpindah agama dilakukan, pihak kontra berasal dari rekan-rekannya 65 Wawancara dengan Pdt. Merziline Ch.Ressok,S.Th (KMJ GPIB ATK), (Kamis, 26 Juli 2012, pukul 17.19
WIB) 66 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 06 Agustus 2012, pukul 17.03 WIB)
58
yang beragama Islam. Konsekuensi atau dampak juga dirasakan dalam keluarga,
dimana kehidupan anak-anak mereka menjadi lebih baik dan benar. Ketiga
anaknya telah mendapat kerja yang bagus, sedangkan anak keempat,
pendidikannya pun lancar. Kehidupan keluarga menjadi harmonis dan teratur.67
Namun dampak terhadap Sapta Darma tidak dirasakan begitu berarti, karena para
penganut Sapta Darma dimana pak Nari dahulu berdomisili, tidak menunjukkan
perilaku yang berarti atas ketidaksukaan mereka terhadap perpindahan agama yang
dilakukan beliau. Walaupun secara manusiawi, pak Nari merasa bahwa mereka
kurang rela dengan keputusan yang dipilih olehnya. Lain halnya dengan gereja,
dimana dengan ramah menyambut masuknya pak Nari bersama keluarga menjadi
warga jemaat GPIB ATK. Dengan pemikiran yang bijak, majelis jemaat khususnya
pendeta, memberdayakan kemampuan seta bakat dalam bidang seni yang dimiliki
oleh pak Nari bersama keluarga. Pemberdayaan tersebut diterapkan ketika hari-hari
raya Kristen, seperti Natal dan paskah. Pihak gereja meminta kesediaan dalam
memainkan wayang di pertengahan dari proses ibadah, maksudnya ialah
pemberitaan kebenaran firman Tuhan yang telah disampaikan oleh pendeta,
diterapkan di dalam pewayangan. Atau dengan kata lain permainan wayang yang
dilakukan oleh pak Nari, menjadi perantara pemberitaan kebenaran firman Tuhan
yang ditujukan bagi jemaat yang mendengarkan saat itu.
67 Wawancara dengan Bpk. Nariyoto, (Senin, 23 Juli 2012, pukul 17.05 WIB)