bab i,ii askep keluarga
DESCRIPTION
Bab i,II Askep KeluargaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga pada hakekatnya merupakan satuan terkecil sebagai inti dari suatu
sistem sosial yang ada dimasyarakat. Sebagai satuan terkecil, keluarga merupakan
miniatur unsur sistem sosial manusia. Suasana keluarga yang kondusif akan
menghasilkan warga masyarakat yang baik karena dalam keluargalah seluruh anggota
keluarga belajar berbagai dasar kehidupan masyarakat.
Perkembangan peradaban dan kebudayaan, terutama sejak IPTEK berkembang
secara pesat, baik yang bersifat positif maupun negatif. kehidupan keluargapun
banyak mengalami perubahan dan berada jauh dari
nilai-nilai keluarga yang sesungguhnya. Dalam kondisi masa kini, yang ditandai
dengan modernisasi dan globalisasi, banyak pihak yang menilai bahwa kondisi
kehidupan masyarakat dewasa ini berakar dari kondisi kehidupan dalam keluarga
(Setiawati, 2009).
Keluarga adalah bagian masyarakat yang peranannya sangat penting untuk
membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah pendidikan kepada individu
dimulai dan dari keluarga akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk
membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga (Setiadi,
2008).
Tahap perkembangan keluarga pada tahap VII atau Orang Tua Paruh Baya,
merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian salah satu pasangan.
Tahap ini biasanya dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
dengan pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika
orang tua berusia sekitar 45-55 tahun dan berakhir dengan pensiunnya pasangan,
biasanya 16-18 tahun kemudian. Pasangan baru di tahun-tahun pertengahan mereka
merupakan keluarga inti, walaupun tetap berinteraksi dengan orangtua lansia mereka
dan dengan anggota keluarga lain dari keluarga asalnya, dan dengan keluarga baru
yang didapat dari pernikahan anak-cucu (keturunan) mereka. Pasangan paska menjadi
orangtua saat bini tidak lagi terisolasi, semakin banyak pasangan paruh baya yang
tidak lagi melaksanakan kesibukan harian mereka dan meluangkan waktu lebih
banyak dalam fase paska parental, dengan perluasan hubungan kekeluargaan antara
empat generasi bukanlah hal yang jarang (Roth, 1996 dalam Friedman, 2010)
Di Indonesia sendiri khususnya daerah Yogyakarta masih banyak sekali kita
jumpai keluarga dengan tahap perkembangan keluarga dengan orang tua paruh baya,
dengan masalah anak terakhir atau anak setelah anak pertama yang belum
meninggalkan rumah. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yang menyebabkan
anak-anak tersebut tidak ingin atau belum bisa meninggalkan rumah. Beberapa faktor
tersebut antara lain adalah belum menikahnya anak tersebut atau karena orangtua
yang belum menginginkan anak tersebut meninggalkan rumah. Pekerjaan yang terlalu
padat juga terkadang menyebabkan seseorang lupa untuk memikirkan atau mencari
pasangan hidup dan memikirkan hidupnya sendiri. Faktor psikologis dan sosialisasi
juga sangat berperan penting dalam hal ini sehingga seseorang tidak mendapatkan
banyak teman. Faktor yang lainnya adalah orangtua yang tidak menginginkan
anaknya untuk meninggalkan rumah dengan alasan orangtua takut berpisah dengan
anak dan takut akan kesepian dan tinggal sendiri. Pengaruhnya adalah tahap
perkembangan keluarga tersebut menjadi memanjang atau tidak terlewati dengan baik
walaupun keluarga sudah masuk ke tahap berikutnya.
Tahun pertengahan keluarga meliputi perubahan dalam penyesuaian pernikahan
(seringkali semakin baik), dalam distribusi pengaruh antara suami dan istri (lebih
terbagi), dan dalam peran (termasuk perbedaan peran pernikahan) (Leslie & korman,
1989). Bagi sebagian besar keluarga dengan peningkatan kepuasan dan status
ekonomi (Rollins & Feldman, 1970), tahun-tahun ini terlihat sebagai tahun terbaik
dalam kehidupan. . Keluarga paruh baya (middle age), secara umum juga lebih baik
secara ekonomi dibandingkan dengan tahap lain dalam riwayat keluarga (McCullough
& Rutenberg, 1988). Peningkatan partisipasi tenaga kerja oleh wanita dan semakin
tingginya perolehan kekuasaan oleh pria dari periode sebelumnya menjadi faktor yang
ikut andil dalam peningkatan keamanan ekonomi yang dialami oleh sebagian besar
keluarga di masa pertengahan. Aktivitas dan kebersamaan waktu luang yang dirasa
menyenangkan bagi setiap pasangan telah di sebut-sebut sebagai faktor utama yang
memicu kebahagiaan pernikahan. Kepuasan seksual juga secara positif berhubungan
dengan komunikasi yang baik dan kepuasan pernikahan (Levin, 1975), walaupun
suami paruh baya dapat mengalami penurunan kemampuan seksual. Komunikasi
intim suami dan istri sangat penting untuk mempertahankan pemahaman dan
ketertarikan satu sama lain di sepanjang tahun ini (Heinrich, 1996).
Akan tetapi, bagi beberapa pasangan tahun-tahun ini secara umum dirasakan
sebgai tahin yang sulit dan sukar karena masalah penuaan, kehilangan anak, dan
perasaan bahwa mereka adalah orang yang gagal menjadi orang tua dan dalam hal
pekerjaan. Beberapa penelitian mengenai kepuasan pernikahan menunjukkan bahwa
kepuasan pernikahan menurun segera setelah pernikahan dan terus menurun
disepanjang tahun pertengahan (Leslie & Korman, 1989).
Asuhan keperawatan keluarga pada keluarga dengan orang tua paruh baya
yang dilakukan oleh perawat untuk mengelola stressor yang mungkin timbul dan
bersama keluarga menentukan permasalahan tersebut sehingga keluarga mampu
secara mandiri menyelesaikan tugas perkembangannya, mengenali dan menyelesaikan
masalah kesehatannya pada akhirnya mampu tampil sebagai sebuah keluarga mandiri,
sejahtera, produktif, lingkungan yang sehat, gaya hidup sehat, dan menjalankan
seluruh fungsi keluarga dengan baik.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan pada keluarga dengan tahap perkembangan
keluarga orang tua paruh baya.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami pengkajian keperawatan keluarga
b. Mahasiswa dapat menyebutkan diagnosa keperawatan keluarga
c. Mahasiswa dapat menjelaskan rencana asuhan keperaawatan keluarga
d. Mahasiswa dapat memahami implementasi asuhan keperaawatan keluarga
e. Mahasiswa dapat menjelaskan evaluasi asuhan keperawatan keluarga
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan melalui ikatan perkawinan,
adopsi atau kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan
budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental dan social serta emosional dan
tiap anggota keluarga (Duvall, 1997 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998 dalam Friedman, Bowden, & Jones,
2010).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi
satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing, dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya 1978).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyrakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberpa orang yang terkumpul dan tinggal d suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Murwani, 2007).
Keluarga adalah sekumpulan orang yang meliputi dua orang atau lebih yang
terikat oleh hubungan pertalian darah, perkawinan, maupun adopsi yang terdiri dari
anggota rumah tangga (suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya) yang saling berinteraksi dan tinggal di bawah satu atap dan saling
berinteraksi, mempunyai peran masing-masing dalam keluarga, dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya.
B. Tahap Perkembangan keluarga
1. Pengertian
Tahun ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, merupaka tahap masa
pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir dengan pension atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini biasanya
dimulai ketika orangtua berusia sekitar 45-55 tahun dan berakhir dengan
pensiunnya pasangan. Biasanya 16-18 tahun kemudian. Pasangan baru di tahun-
tahun pertengahan mereka merupakan keluarga inti, walaupun tetap berinteraksi
dengan orangtua lansia mereka dan dengan anggota keluarga lain dari keluarga
asalnya, dan dengan keluarga baru yang didapat dari pernikahan anak-cucu
(keturunan) mereka. Pasangan paska menjadi orangtua saat bini tidak lagi
terisolasi, semakin banyak pasangan paruh baya yang tidak lagi melaksanakan
kesibukan harian mereka dan meluangkan waktu lebih banyak dalam fase paska
parental, dengan perluasan hubungan kekeluargaan antara empat generasi
bukanlah hal yang jarang (Roth, 1996 dalam Friedman dkk, 2010).
Tahun pertengahan keluarga meliputi perubahan dalam penyesuaian
pernikahan (seringkali semakin baik), dalam distribusi pengaruh antara suami dan
istri (lebih terbagi), dan dalam peran (termasuk perbedaan peran pernikahan)
(Leslie & korman, 1989). Bagi sebagian besar keluarga dengan peningkatan
kepuasan dan status ekonomi (Rollins & Feldman, 1970), tahun-tahun ini terlihat
sebagai tahun terbaik dalam kehidupan. Misalnya, Ollson dan rekan (1983), dalam
survey nasional yang dilakukan secara luas, cross-sectional, dan didominasi oleh
kulit putih, kelas menengah, keluarga utuh, menemukan bahwa kepuasan
pernikahan dan keluarga serta kualitas kehidupan meningkat dan mencapai
puncaknya selama fase ini. Keluarga paruh baya (middle age), secara umum juga
lebih baik secara ekonomi dibandingkan dengan tahap lain dalam riwayat keluarga
(McCullough & Rutenberg, 1988 Friedman, Bowden & Jones, 2010).
Peningkatan partisipasi tenaga kerja oleh wanita dan semakin tingginya perolehan
kekuasaan oleh pria dari periode se3belumnya menjadi factor yang ikut andil
dalam peningkatan keamanan ekonomi yang dialami oleh sebagian besar keluarga
di masa pertengahan. Aktivitas dan kebersamaan waktu luang yang dirasa
menyenangkan bagi setiap pasangan telah di sebut-sebut sebagai factor utama
yang memicu kebahagiaan pernikahan. Kepuasan seksual juga secara positif
berhubungan dengan komunikasi yang baik dan kepuasan pernikahan (Levin,
1975 dalam Friedman dkk, 2010), walaupun suami paruh baya dapat mengalami
penurunan kemampuan seksual.
Komunikasi intim suami dan istri sangat penting untuk mempertahankan
pemahaman dan ketertarikan satu sama lain di sepanjang tahun ini (Heinrich, 1996
dalam Friendman dkk, 2010). Akan tetapi, bagi beberapa pasangan tahun-tahun
ini secara umum dirasakan sebgai tahin yang sulit dan sukar karena masalah
penuaan, kehilangan anak, dan perasaan bahwa mereka adalah orang yang gagal
menjadi orang tua dan dalam hal pekerjaan. Beberapa penelitian mengenai
kepuasan pernikahan menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan menurun segera
setelah pernikahan dan terus menurun disepanjang tahun pertengahan (Leslie &
Korman, 1989 dalam Friedman dkk,2010).
2. Tugas Perkembangan
a. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan
Pada saat anak terakhir meninggalkan rumah, banyak wanita memprogamkan
kembali energi mereka dan bersiap-siap untuk hidup dalam kesepian. Bagi
beberapa wanita, krisis paruh baya di alami selama periode awal siklus
kehidupan ini. Wanita bertindak sebagai pendorong bagi anak mereka yang
sedang berkembang untuk menjadi anak yang mandiri dengan mendefinisikan
kembali hubungan dengan anak mereka (tanpa merusak kehidupan personal
dan keluarga). Dengan tujuan mempertahankan sensasi kesejahteraan dan
kesehatan ini, lebih banyak wanita yang mulai hidup dalam mengontrol berat
badannya, melaksanakan diet seimbang, memiliki program olahraga yang
teratur, dan memiliki waktu istirahat yang adekuat, serta mendapatkan dan
menikmati prestasi karier, kerja, atau prestasi kreatif lainnya. (Friendman dkk,
2010).
b. Mempertahankan kepuasan dan hubungan yang bermakna antara orang tua
yang telah menua dan anak mereka
Tugas perkembangan kedua untuk pasangan paruh baya adalah
menemukan hubungan yang memuaskan dan bermakna dengan anak pada saat
anak dewasa dan dengan orangtua mereka yang telah lansia. Penelitian
mengidentifikasi bahwa perubahan kehidupan yang merugikan orangtua
sangat mempengaruhi cara pandang anak mengenai hubungan dengan
orangtua mereka. Perubahan merugikan ini secara dominan tercatat sebagai
penurunan dalam status kesehatan orangtua dan gangguan pernikahan
orangtua di kehidupan lanjut akibat perceraian. Tidak ada bukti yang
mendukung bahwa gangguan pernikahan orangtua akibat keadaan hidup
sebagai janda berpengaruh negative pada hubungan dengan anak dewasa
(Kaufman & Uhlenberg, 1998 dalam Friendman dkk, 2010).
Peran yang lebih menyebabkan masalah adalah berhubungan dengan dan
membantu orangtua lansia dan kadangkala lansia lain dari anggota extended
family. Delapan puluh enam persen pasangan paruh baya masing-masing
memiliki minimal satu orang tua yang masih hidup (Hagestad, 1988 dalam
Friendman dkk, 2010).
c. Memperkuat hubungan pernikahan
Tugas perkembangan ketiga yang akan didiskusikan adalah memperkuat
hubungan pernikahan. Saat pasangan benar-benar sendiri setelah beberapa
tahun di kelilingi oleh anggota keluarga lain dan beberapa hubungan.
Walaupun tampak sebagai kelegaan yang disambut baik, masa ini merupakan
pengalaman yang sulit bagi banyak pasangan untuk berhubungan satu sama
lain sebagai pasangan baru dan bukan sebagai orangtua. (Wright & Leahey,
1994) mengurai tugas perkembangan ini sebagai “negosiasi ulang system
pernikahan sebagai suatu pasangan” . keseimbangan antara kebergantungan
dan kemandirian kepada pasangan perlu dipelajari. Seringkali pasangan
membuat aturan yang berbeda dalam pernikahan, seperti memiliki minat
masing-masing yang lebih besar, seperti minat bersama dari kedua pangan
yang bermakna. Bagi pasangan yang memiliki masalah, pengurangan tekanan
kehidupan dalam masa paska parental tidak dapat menghasilkan kebahagiaan
pernikahan, tetapi menyebabkan pernikahan menjadi sesuatu yang
“membosankan” dan “kebosanan yang biasa” (Kerckhoff, 1976 dalam
Friendman dkk, 2010).
Masalah yang Dapat Muncul pada Tahap Perkembangan Orang Tua Paruh Baya
a. Perlunya Praktek Kesehatan yang Baik (mis, tidur, nutrisi, dan olahraga)
Kebutuhan promosi kesehatan : istirahat yang adekuat, aktivitas di waktu
luang, dan tidur., penurunan berat badan sampai berat badan optimum.,
penghentian merokok., pengurangan atau penghentian penggunaan alkohol.,
dan pemeriksaan skrining kesehatan yang bersifat prventif. (Friendman dkk,
2010).
b. Hubungan Pernikahan
Hubungan pernikahan pada usia paruh baya, sangat rentan karena kurangnya
hasrat seksual, dan perlu sikap saling pengertian antar pasangan (Friendman
dkk, 2010).
c. Komunikasi
Komunikasi dan hubungan dengan anak, keluarga dari pasangannya, cucu, dan
orangtua yang telah menua (Friendman dkk, 2010).
d. Perhatian pemberi asuhan
Perhatian memberi asuhan : membantu dalam mengasuh orangtua lansia atau
tidak berdaya (Friendman dkk, 2010).
e. Penyesuaian terhadap perubahan fisiologis pada penuaan
Menyesuaikan dengan perubahan fisiologis seperti perubahan hormonal,
menopause pada wanita (Friendman dkk, 2010)..
C. Tugas dan Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
keberlanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah
satu fungsi keluarga yang paling penting. Saat ini, ketika banyak tugas sosial yang
dilaksanakan diluar unit keluarga sebagian besar upaya keluarga difokuskan pada
pemenuhan kebutuhan anggota keluarga akan kasih sayang dan pengertian.
Kemampuan untuk menyediakan kebutuhan ini merupakan penentu utama apakah
suatu keluarga tertentu masih bertahan atau bubar. Peran utama orang dewasa
dalam keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi
keluarga dan kepedulian terhadap kebutuhan sosio emosional semua anggota
keluarganya. Hal tersebut termasuk mengurangi ketegangan dan mempertahankan
moral (Friendman dkk, 2010).
2. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi universal dan lintas budaya yang
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat (Leslie & Korman,1989 dalam
(Friendman dkk, 2010). Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar
yang diberikan dalam keluarga yang ditujukan untuk mendidik anak – anak
tentang cara menjalankan fungsi dan memikul peran social orang dewasa seperti
peran yang dipikul suami-ayah dan istri-ibu. Keluarga memiliki tanggung jawab
utama dalam hitungan tahun menjadi mahkluk social yang mampu berpartisipasi
penuh dalam masyarakat (Friedman dkk, 2010).
3. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian ,tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap
bahaya.pelayanan dan praktek kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling
relevan bagi perawat keluarga.( Friedman dkk, 2010).
4. Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuetas antar
generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan anggota baru untuk
masyarakat (leslie & Korman 1989 dalam friedman,Bowden ,dan jones
2010).dahulu pernikahan dan keluarga direncang untuk mengatur dan
mengendalikan perilaku seksual dan reproduksi.sampai saat ini, reproduksi masih
mendominasi fungsi primer keluarga, yang merupakan justifikasi keberadaan
keluarga (Friedman dkk, 2010).
5. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang
cukup (finansial, ruang, dan materi) serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan, karena fungsi ini sulit untuk dipenuhi secara memuaskan
bagi sebagian keluarga miskin, perawat keluarga harus menerima tanggung jawab
untuk membantu keluarga memperoleh sumber–sumber komunitas yang sesuai,
yang dapat memberikan mereka informasi, pekerjaan, konseling kejuruan, dan
bantuan keuangan yang di butuhkan (Friedman dkk, 2010).
D. Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Pengkajian
Proses pengkajian dapat bekerja secara efektif dengan klien keluarga guna
melakukan pengkajian memberikan asuhan, perawat keluarga harus ”berpikir
secara interaksional”. Variabel yang paling berpengaruh dalam meningkatkan atau
menghambat keperawatan keluarga adalah bagaimana perawat mengartikan
masalah. (Wright dan Leahey, 2000 dalam Friendman dkk, 2010).
Proses pengkajian keluarga ditandai dengan pengumpulan informasi terus
menerus dan keputusan professional yang mengandung arti terhadap informasi
yang dikumpulkan.dengan kata lain data dikumpulkan secara sistematik
mengunakan alat pengkajian keluarga, kemudian diklasifikasikan dan dianalisis
untuk menginterpretsikan artinya (Friedman dkk, 2010)
Sumber data pengkajian keluarga pengumpulan data keluarga berasal dari
berbagai sumber : wawancara klien tentang peristiwa yang lalu dan saat
ini ,temuan objektif (observasi rumah tangga dan fasilitasnya ), temuan subjektif
(pengalaman yang dilaporkan anggota keluarga )informasi tertulis dan lisan dari
rujukan berbagai agensi yang bekerja dengan keluarga, anggota tim kesehatan lain
(Friedman dkk, 2010)
Konsep pengkajian keluarga :
a. Nama Keluarga
b. Alamat
c. Komposisi keluarga
d. Tipe Bentuk Keluarga
e. Latar Berlakang Budaya
f. Identifikasi Religius
g. Status Kelas social
h. Tahap Perkembangan Keluarga Sekarang
i. Sejauh mana Keluarga Memenuhi tugas perkembangan
j. Riwayat Keluarga
k. Asal Keluarga orang tua
l. Kateristik rumah
m. Kateristik lingkungan sekitar dan komunitas yang lebih besar
n. Mobilitas geografis keluarga
o. Transaksi dan asosiasi keluarga dan komunitas
STRUKTUR KELUARGA
p. Pola komunikasi
q. Struktur kekuasaan
r. Struktur peran
s. Nilai keluarga
t. Fungsi afektif
u. Fungsi sosialisasi
v. Fungsi perawatan kesehatan
Stres, koping, dan adaptasi keluarga
w. Stressor,kekuatan,dan presepsi keluarga
Masalah potensial keluarga
Data pengkajian lebih lanjut yang dibutuhkan
2. Tingkat Kemandirian Keluarga
Tingkat kemandirian keluarga menurut Depkes (2006) :
a. Keluarga Mandiri Tingkat I
1) Menerima petugas perawatan komunitas
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
b. Keluarga Mandiri Tingkat II
1) Menerima petugas perawatan komunitas
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar
4) Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan rencana keperawatan
c. Keluarga Mandiri Tingkat III
1) Menerima tugas perawatan kesehatan komunitas
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
4) Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
6) Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif
d. Keluarga Mandiri Tingkat IV
1) Menerima tugas perawatan kesehatan komunitas
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
4) Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
6) Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif
7) Melaksanakan tindakan promotif secara aktif.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manuasia. Dimana keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi potensial/actual dari individu atau kelompok dimana perawat
dapat menyusun intervensi-intervensi definitive untuk mempertahankan status
kesehatan atau untuk mencegah perubahan (Carpenito, 2000).
Diagnosis keperawatan keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosis
ke sistem keluarga dan subsistemnya serta merupakan pengkajian
keperawatan .Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan
actual dan potensial dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan
mendapat lisensi untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan
pengalaman.Diagnosis tersebut digunakan sebagai dasar proyeksi
hasil,intervensi,perencanaan dan evaluasi hasil yang dicapai (Friedman dkk,
2010)
Peran serta aktif keluarga melalui prosese keperawatan harus menjadi
perhatian utama .dalam hal mengidentifikasi masalah dan kekuatan, perawat
keluarga dan keluarga, bersama–sama bertanggung jawab mengambil bagian
darin proses ini. Proses identifikasi masalah dan kekuatan secara bersama ini
juga akan meningkatkan hubungan perawat keluarga.perawat perlu
menunjukan pada tingkat system apa masalah keluarga ini berada di tingkat
unit keluarga atau di tingkat salah satu sub sistem atau seperangkat hubungan
keluarga seperti hubungan pernikahan suami – istri, subsistem orang tua anak
atau subsistem saudara kandung (Friedman dkk, 2010)
Hal – Hal yang perlu di perhatikan dalam penentuan masalah keperawatan
adalah :
a. Keterikatan antara Data dan Masalah
Salah satu masalah dalam menetapkan kebutuhan dan masalah kesehatan
keluarga adalah bahwa semua informasi yang terkumpulkan saling
berhubungan,dan terdapat kesulitan yang tidak teratasi yang terlibat dalam
pemilihan hubungan sebab – akibat .hal ini karena menurut teori
system ,terdapat kausalitas sirkular (Friedman dkk, 2010)
b. Masalah Potensial
Masalah yang teridentifikasi dalam keperawatan keluarga sering berfokus
pada kemampuan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan atau
lingkungan. Pada banyak situasi,tidak ditemui penyakit medis atau
kecacatan.pada keadaan ini,diagnosis yang paling sering adalah
pencegahan (preventif),seperti pengurangan risiko (modifikasi nutrisi –
mengurangi garam, kalori,gula dan lemak; dan mengurangi tingkat stres)
memperbaiki gaya hidup (oleh teratur,lebih banyak istirahat dan
relaksasi,komunikasi yang lebih baik ).dari pengertian diagnosis
keperawatan dapat melibatkan masalah kesehatan potensial yang berasal
dari kondisi yang ada atau diantisipasi.karena periode antisipasi ketika
tuntutan keluarga dan anggotanya diluar kebiasaan,bimbingan antisipatif
atau pendidikan kesehatan, konseling kesehatan, dan inisiatif rujukan ke
sumber komunitas sering kali di perlukan (Friedman dkk, 2010)
c. Diagnosis Kesejahteraan/Wellness
Keluarga mungkin juga sampai pada suatu titik, berkeinginan untuk
mencapai tingkat fungsi yang lebih tinggi dalam bidang tertentu (Alforo –
Lefevre,2001 dalam friedman,Bowden ,dan jones 2010).pada kasus ini,
akan dipilih diagnosis ( promosi )kesehatan atau kesejahteraan ini
menunjukan keluarga siap pada keadaan sehat, namun tetap ingin
memfokuskan rencana keperawatan mereka untuk meningkatkan kekuatan
dan model mereka (Friedman dkk, 2010)
d. Menentukan Prioritas
Masalah pada keluarga yang kita harus bantu untuk meringankan atau
memperbaiki adalah kebutuhan ketika perawatan kesehatan keluarga
dapat mempengaruhi perubahan atau pada saat kita dapat membuat
dampak kesehatan yang positif terlihat dalam perilaku seefisien
mungkin.memberikan pelayanan kebutuhannya tidak mungkin dapat
dipenuhi baik karena kendala pada klien maupun penyedia layanan
kesehatan merupakan prioritas yang rendah dan relative hirarki.kebutuhan
dan masalah lain akan terselesaikan sendiri atau akan dapat diatasi oleh
sistem dukungan keluarga atau seseorang, yang lebih mudah didapat atau
lebih murah bagi keluarga,seperti tenaga pembantu kesehatan rumah.ada
juga kebutuhan dan masalah yang melampaui control klien dan keahlian
yang dimiliki perawat,keluarga mungkin membutuhkan rujukan kesumber
bantuan lain yang lebih tepat. (Friedman dkk, 2010)
Cara menentukan skor :
NO KRITERIA SKORE BOBOT
1 SIFAT MASALAH
Tidak / Kurang Sehat 3
21
Ancaman kesehatan
Keadaan Sejahtera1
2
KEMUGKINAN MASALAH
DAPAT DIBUAH
Dengan Mudah
Hanya Sebagian
Tidak Dapat
2
1
0
2
3
POTENSIAL MASALAH
UNTUK DICEGAH
Tinggi
Cukup
Rendah
3
2
1
1
4
MENONJOLNYA MASALAH
Masalah Berat Harus Ditangani
Ada Masalah Tetapi Tidak Perlu
Ditangani
Masalah Tidak Dirasakan
2
1
0
1
Rumus untuk menentukan skor, yaitu dengan menentukan skor untuk tiap kriteria
Skor di bagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dgn bobot :
Jumlahkan skor untuk semua kriteria. Skor tertinggi adalah 5, sama dengan seluruh
bobot.
4. Intervensi
SKOR
x BOBOT
ANGKA TERTINGGI
Selama tahap proses keperawatan ini, perawat keluarga terlibat dalam
menyusun rencana keperawatan, kerjasama dalam keluaraga, yang
menetapkan intervensi dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan.
Rencana dikomunikasikan kepada semua tim kesehatan untuk meningkatkan
pendekatan yang konsisten ketika bekerja dengan keluarga untuk membantu
mereka atau keluarga mencapai hasil yang diinginkan mereka.intervensi
keperawatan keluarga dibuata berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyatan kekuatan, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan
sumber, serta menentukan prioritas. Intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau
bersandar, tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat
keluarga sedang bekerja (Friedman dkk, 2010)
Beberapa contoh intervensi pada keluarga (Friedman dkk, 2010)
a. Modifikasi Perilaku
b. Membuat kontrak
c. Menejemen kasus, termasuk koordinasi dan advokasi
d. Kolaborasi
e. Konsultasi
f. Konseling, termasuk dukungan, penilaian ulang kognitif
(reframing),intervensi krisis, dan kerja kelompok
g. Strategi pemberdayaan
h. Modifikasi lingkungan
i. Advokasi keluarga
j. Memodifikasi gaya hidup ,termasuk menajemen stress
k. Jaringan, termasuk menggunakan kelompok swa- bantu dan dukungan
social
l. Merujuk ke pelayanan kesehatan
m. Model peran
n. Tambahan Peran
o. Strategi pengajaran
p. Klasifikasi nilai
5. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik (Lyer dkk, 1996 dalam
friedman,Bowden ,dan jones 2010). ). Tahap implementasi dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada rencana strategi untuk
membantu komunitas mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu,
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan komunitas.( Friedman dkk,
2010).
Tujuan dari implementasi adalah membantu komunitas dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika
komunitas mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai
dengan kebutuhan komunitas (Friedman dkk, 2010)
Pelaksanaan/implementasi dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah
disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan terhadap keluarga yaitu:
a. Sumber daya keluarga
b. Tingkat pendidikan keluarga
c. Adat istiadat yang berlaku
d. Respon dan penerimaan keluarga
e. Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga
6. Evaluasi
Komponen kelima proses keperawatan adalah evaluasi. Evaluasi
berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang dilakukan keluarga,
perawat, dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh hasil pada sistem
keluarga dan anggota keluarga (Bagaimana keluarga berespons) dari pada
intervensi yang diimplementasikan. Evaluasi sekali lagi, merupakan kegiatan
bersama antara perawat dan keluarga. (friedman,Bowden ,dan jones 2010).
Walaupun pendekatan evaluasi berorientasi pada keluarga yang paling
relevan, pendekatan ini sering kali membuat frustasi karna kesulitan dalam
menyusun kriteria objektif untuk hasil yang diinginkan dan karna faktor
selain intervensi yang telah direncanakan yang memengaruhi hasil pada
keluarga/klien. Karena pilihan tersebut tidak ada seorangpun yang dapat
secara jelas “murni”, melihat keberhasilan dari intervensi keperawatan
(Friedman dkk, 2010)
Rencana asuhan keperawatan mencakup kerangka evaluasi. Jika jelas,
tujuan dan perilaku spesifik sudah digambarkan yang kemudian dapat
digunakan sebagai kriteria untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan yang
didapat pada beberapa situasi, mungkin ada suatu kebutuhan untuk
mengembangkan kriteria yang lebih spesifik untuk mengevaluasi tujuan.
Contohnya; tujuan, keluarga akan mencari pelayanan medis bagi bayinya
yang sakit , mungkin perlu kriteria lebih spesifik untuk memutuskan apakah
tujuannya sudah tercapai. Kriteria evaluasi dapat meliputi suatu fakta bahwa
keluarga sudah berobat kedokter anak akan tetapi, pada banyak kasus, tujuan
ditulis dengan menggunakan istilah yang lebih spesifik untuk menghindari
pengembangan kriteria lebih lanjut, seperti, anak akan mendapatkan
pelayanan diagnosis dan pengobatan dari dokter spesialis anak dalam 1
sampai 3 hari (Friedman dkk, 2010)
Evaluasi merupakan proses terus-menerus yang terjadi setiap saat
perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan. Sebelum rencana
perawatan dikembangkan atau dimodifikasi, tindakan keperawatan tertentu
perlu ditinjau oleh perawat dan keluarga untuk memutuskan apakah tindakan
tersebut memang membantu. Kecuali respon keluarga terhadap intervensi
keperawatan di evaluasi bersama, tindakan keperawatan yang tidak efektif
dapat terus berlangsung (Friedman dkk, 2010)