bab ii wew

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Nilam ( Pogostemon cablin Benth.) adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dinamakan minyak nilam. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal sebagai minyak patchouli (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai (daun), karena minyaknya disuling dari daun ). Aroma minyak nilam dikenal 'berat' dan 'kuat' dan telah berabad-abad digunakan sebagai wangi-wangian ( parfum ) dan bahan dupa atau setanggi pada tradisi timur. Harga jual minyak nilam termasuk yang tertinggi apabila dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya.(Wikipedia, 2015) Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) termasuk tanaman penghasil minyak atsiri yang memberikan kontribusi penting dalam dunia farmasi, terutama untuk industri parfum dan aroma terapi. Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan Filipina, serta India, Amerika Selatan dan China (Grieve, 2002). Di Indonesia area pengembangan nilam tersebar di provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bengkulu (Mulyodihardjo, 1990). Sejak tahun 1998, pengembangan nilam meluas ke Jawa, dengan pusat-pusat pengembangan di daerah-daerah kabupaten Sukabumi, Garut, Sumedang, Kuningan, Ciamis dan Tasikmalaya (Jawa Barat) serta kabupaten-kabupaten Purbalingga, Purworejo dan Banyumas (Jawa Tengah). Pada Tahun 2001 luas areal pertanaman nilam sekitar 12.972 Ha, dengan produksi 1.254 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002). Tanaman

Upload: dinni

Post on 12-Feb-2016

237 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas akhir

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II WEW

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Nilam

Nilam (Pogostemon cablin Benth.) adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak

atsiri yang dinamakan minyak nilam. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal

sebagai minyak patchouli (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai (daun), karena minyaknya

disuling dari daun). Aroma minyak nilam dikenal 'berat' dan 'kuat' dan telah berabad-abad

digunakan sebagai wangi-wangian (parfum) dan bahan dupa atau setanggi pada tradisi timur.

Harga jual minyak nilam termasuk yang tertinggi apabila dibandingkan dengan minyak atsiri

lainnya.(Wikipedia, 2015)

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) termasuk tanaman penghasil minyak atsiri

yang memberikan kontribusi penting dalam dunia farmasi, terutama untuk industri parfum dan

aroma terapi. Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan

Filipina, serta India, Amerika Selatan dan China (Grieve, 2002). Di Indonesia area

pengembangan nilam tersebar di provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bengkulu

(Mulyodihardjo, 1990). Sejak tahun 1998, pengembangan nilam meluas ke Jawa, dengan pusat-

pusat pengembangan di daerah-daerah kabupaten Sukabumi, Garut, Sumedang, Kuningan,

Ciamis dan Tasikmalaya (Jawa Barat) serta kabupaten-kabupaten Purbalingga, Purworejo dan

Banyumas (Jawa Tengah). Pada Tahun 2001 luas areal pertanaman nilam sekitar 12.972 Ha,

dengan produksi 1.254 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002). Tanaman

nilam tumbuh pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Jenis

tanaman yang baik adalah regosol, latosol, dan aluvial. Tekstur tanahnya lempung berpasir atau

lempung berdebu, keasaman tanahnya (pH) nya sekitar 6-7, dan mempunyai daya resapan yang

baik dan tidak tergenang air pada musim hujan. Untuk menghasilkan daun nilam dengan

konsentrasi minyak yang tinggi diperlukan sinar matahari yang penuh, jatuh secara langsung

sekalipun daun nilam menjadi lebih kecil dan tebal (Sufriadi E., et al, 2004).

Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam yang dibudidayakan masyarakat yaitu Pogostemon

heyneanus (nilam Jawa), Pogostemon hortensis (nilam sabun), dan Pogostemon cablin (nilam

Aceh) (Anonimous, 1994). Dari ketiga jenis tersebut yang paling banyak dibudidayakan adalah

varietas Pogostemon cablin, karena varietas inilah yang terbaik ditinjau dari segi mutu dan kadar

Page 2: BAB II WEW

minyaknya, sehingga minyak dari varietas inilah yang lebih diminati di pasar dunia atau dalam

dunia perdagangan atsiri (Puteh, 2004).

2.2. Jenis-Jenis Tanaman Nilam

Pada dasarnya terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh dan berkembang

di Indonesia. Namun, nilam aceh lebih dikenal dan telah ditanam secara meluas. Selain itu,

dikenal pula jenis nilam jawa dan nilam sabun. Secara garis besar, jenis nilam menurut literatur

yang ada sebagai berikut (Mangun, 2008).

2.2.1. Nilam Aceh

Nilam aceh (Pogostemon Cablin Benth atau Pogostemon Patchouli) merupakan tanaman

standar ekpor yang direkomendasikan karena memiliki aroma khas dan rendemen minyak daun

keringnya tinggi, yaitu 2,5-5% dibandingkan jenis lain. Nilam aceh dikenal pertama kali dan

ditanam secara meluas hampir di seluruh wilayah Aceh. Sebenarnya jenis tanaman nilam ini

berasal dari Filipina, yang kemudian ditanam dan dikembangkan juga di wilayah Malaysia,

Madagaskar, Brazil, serta Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia

mengembangkan nilam aceh secara khusus (Mangun, 2008).

2.2.2. Nilam Jawa

Nilam jawa (Pogostemon heyneatus Benth) disebut juga nilam hutan. Nilam ini berasal

dari India dan masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di beberapa hutan di Pulau Jawa. Jenis

tanaman ini hanya memiliki minyak sekitar 0,5-1,5%. Jenis daun dan rantingnya tidak memiliki

bulu-bulu halus dan ujung daunnya agak meruncing (Mangun, 2008).

2.2.3. Nilam Sabun

Zaman dahulu, tanaman nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer) sering digunakan

untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Jenis nilam ini hanya memiliki kandungan

minyak sekitar 0,5-1,5%. Selain itu, komposisi kandungan minyak yang dimiliki dan

dihasilkannya tidak baik sehingga minyak dari jenis nilam ini tidak memperoleh pasaran dalam

bisnis minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak direkomendasikan

sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma

yang dimiliki keduanya berbeda dengan nilam aceh dan komposisi kandungan minyaknya tidak

baik. Keunggulan minyak nilam Indonesia sudah dikenal sekaligus sudah diakui oleh berbagai

negara yang menjadi konsumen (importir) minyak tersebut. Baunya lebih harum dan tahan lama

Page 3: BAB II WEW

bila dibandingkan nilam produksi negri lain. Hal ini menyebabkan nilam Indonesia disegani

dipasaran internasional (Mangun, 2008).

2.3 Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang

terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut

di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam

pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan

oleh tanaman dapat juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat

secara sintesis (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang

terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan

kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S). umumnya komponen kimia dari

dalam minyak atsiri terdiri dari campuran hidrogen dan turunannya yang mengandung Oksigen

yang disebut dengan Terpen atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak

jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isopren (CsHa). Senyawa terpen mempunyai

rangka Karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Klasifikasi dari terpen di dasarkan

atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu : monoterpen, seskuiterpen,

diterpen, triterpen, tetraterpen dan politerpen yang masing-masing terdiri dari 2, 3, 4, 6, 8 dan n

satuan isopren. Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (terpen

alifatis) dan rantai melingkar (terpen siklis) (Finer, 1959).

Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran internasional, sekitar 9-12

macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk

negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara pengekspor minyak atsiri

dengan kualitas terbaik. Kondisi tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan

tingkat kesuburan tanah yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman

nilam (patchouli), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), serta melati

(yasmin) (Mangun, 2008).

2.4.1. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman Minyak atsiri pada family Lamiaceae, terkandung di rambut kelenjar (trikoma grandular)

di bagian epidermis (Trubus, 2012). Jaringan epidermis merupakan jaringan tubuh tumbuhan

yang terletak paling luar. Jaringan epidermis menutupi seluruh tubuh tumbuhan mulai dari akar,

Page 4: BAB II WEW

batang, hingga daun. Biasanya epidermis hanya terdiri dari selapis sel yang berbentuk pipih dan

rapat. Fungsi jaringan epidermis adalah sebagai pelindung jaringan di dalamnya serta sebagai

tempat pertukaran zat. Jaringan epidermis daun terdapat di permukaan atas dan permukaan

bawah daun. Jaringan epidermis daun tidak mempunyai kloroplas kecuali pada bagian sel

penutup stomata (Hardiyanti, 2011).

Gambar 2.1 Struktur Daun Nilam

Sumber: Gou et al (2013), Anonim (2011), Anonim (2014) [telah diolah]

Pertumbuhan tanaman nilam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah hujan, periode

pencahayaan sepanjang tahun, dan masa panen daun nilam. Pertumbuhan nilam akan menurun

bila kelembapan tanaman berkurang, sehingga menyebabkan penurunan jumlah minyak atsiri

yang akan diekstrak (Singh et al dalam Araujo et al, 2008).

2.4.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri

Page 5: BAB II WEW

Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut :

• Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.

• Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu

dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-

masing komponen penyusun.

• Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai

panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

• Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah menguap pada suhu

kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak

meninggalkan bekas noda pada kertas yang ditempel.

• Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik (rancid). Ini

berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak

• Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar

matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam

komponen penyusun.

• Indeks bias umumnya tinggi.

• Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik

karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.

• Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat

memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil.

• Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.4.3. Parameter Minyak Atsiri

Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali kualitas minyak

atsiri meliputi:

Page 6: BAB II WEW

2.4.3.1. Berat Jenis

Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian

minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat

minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama

pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung

didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar

pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar

dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.3.2. Indeks Bias

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan

kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan

erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama

halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai

indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen

bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga

cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak

lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air

dalam kandungan minyak nilam tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin

kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang

datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan

minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.3.3. Putaran optik

Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya

dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya

yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan

(dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan

kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.3.4. Bilangan Asam

Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang

semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Yaitu senyawa-senyawa

asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya

Page 7: BAB II WEW

penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan

udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian

komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan

mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan

membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara

langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam

yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat

membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak

atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi),

dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. Bilangan

asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam

lemak atau campuran asam lemak Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH

0,1N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak

atau lemak (Sastrohamidjojo, 2004).

2.4.3.5. Kelarutan Dalam Alkohol

Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan

minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-

komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan

minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak.

Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah

larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya

larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa

nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin

kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak

atsirinya semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).

2.5 Komposisi Minyak NilamMinyak nilam terdiri dari campuran persenyawaan terpen dengan alkohol,aldehid, dan

ester yang mampu memberikan bau khas (Nurlelasari et al, 2007). Patchouli alcohol (PA),

merupakan komponen aktif terbesar dalam P. cablin dan biasanya mencapai 30% hingga 40%

dari total massa komponen dalam minyak nilam. (Hybertson BM dalam Liao et al, 2013).

Page 8: BAB II WEW

Karena itu komposisi PA digunakan sebagai indikator kualitas dari P. cablin dan minyak nilam.

(Liao et al,2013)

Hu et al (2006) melakukan analisis kandungan nilam dan mampu mengidentifikasi 9 jenis

komponen antara lain β-patchoulene; caryophyllene; α-guaiene; seychellene; β- guaiene; ơ-

guaiene; spathulenol; patchouli alcohol; dan pogostone. Sedangkan Karimi (2014) menyatakan

26 komponen kimia yang terdeteksi.

Gambar 2.3 Minyak NilamSumber: Dinas Perkebunan Kaltim (2013)

Patchouli alcohol (C15H26O) merupakan senyawa seskuiterpen alkohol, tidak larut dalam

air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain, mempunyai titik didih 280,37 OC dan

kristal yang terbentuk memiliki titik leleh 56 OC. Minyak nilam selain mengandung senyawa

Patchouli Alkohol (komponen utama) juga mengandung komponen minor lainnya, pada

umumnya senyawa penyusun minyak atsiri bersifat asam dan netral, begitu pula dengan minyak

nilam, tersusun atas senyawa-senyawa yang bersifat asam dan netral misalnya senyawa asam 2-

naftalenkarboksilat yang merupakan salah satu komponen minor penyusun minyak nilam

(Irawan, 2010).

Gambar 2.4 Struktur Molekul Patchouli AlcoholSumber: Chakrapani et al, 2013

Page 9: BAB II WEW

Minyak nilam memiliki aroma atau bau khas minyak nilam yang bersifat tahan lama.

Bahkan aroma atau bau wanginya tetap terasa sampai seluruh minyaknya menguap. Oleh karena

itu minyak nilam banyak dipakai dalam berbagai industry kimia dan kosmetika atau kecantikan.

Bahkan, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya kebutuhan manusia

pada kesehatan dan kebugaran, minyak nilam banyak digunakan sebagai bahan baku untuk

aromaterapi karena aromanya yang khas. Minyak nilam bersifat fiksatif terhadap bahan pewangi

lain sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi tersebut sehingga

bau wanginya tidak cepat hilang alias lebih tahan lama. Bau khas yang diciptakan dalam suatu

campuran dengan minyak nilam menambah deretan mannfaat minyak nilam dewasa ini.

Sementara itu, minyak nilam sendiri sebenarnya sudah bisa disebut sebagai parfum karena

baunya memang enak dan wangi. Minyak nilam sampai saat ini belum bisa dibuat tiruannya

(sintetisnya) (Kardinan dalam Taufiq, 2007).

Menurut Espino et al dalam Harimurti (2012) besarnya indeks bias minyak nilam sangat

ditentukan oleh metode pemprosesan. Harimurti (2012) juga menyatakan besarnya indeks bias

minyak atsiri berkaitan erat dengan komponen – komponen penyusun minyak atsiri yang

dihasilkan. Semakin banyak komponen berantai panjang maka kerapatan medium minyak atsiri

akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar dibiaskan. Hal ini menyebabkan

indeks bias minyak lebih besar

Pengolahan minyak nilam biasanya dilakukan dengan cara penyulingan. Daun nilam hasil

pangkasan dipotong sepanjang 3-5 cm kemudian dijemur. Jemur daun di bawah terik matahari

selama 5-6 jam. Selanjutnya layukan daun dengan cara mengering anginkan selama 2-3 hari,

sampai kadar air mencapai 15%. Tebal lapisan penjemuran sekitar 50 cm dan harus dibalik 2-3

kali sehari. Berikutnya daun siap disuling. Penyulingan dilakukan dengan menggunakan uap

langsung atau uap dan air (secara dikukus). Daun nilam disuling selama 4-6 jam untuk cara uap

langsung dan 5-10 jam untuk cara dikukus. Alat suling yang digunakan terbuat dari besi tahan

karat (stainless steel) atau flat besi yang digalvanis (carbon steel) setidaknya pada bagian pipa

pendingin dan pemisah minyak, agar diperoleh hasil minyak berwarna lebih muda dan jernih

(Pujiharti et al, 2008).

Sebagian penyulingan minyak nilam masih menggunakan alat penyuling yang terbuat dari

logam besi, hal ini menyebabkan minyak nilam yang dihasilkan berwarna gelap dan keruh,

karena terjadi reaksi antara logam besi (Fe) dengan minyak (Payne, 1964; EOA, 1975;

Page 10: BAB II WEW

Brahmana, 1991 dan Rusli, 2002 dalam Ma’mun, 2008). Untuk mempelajari pemurnian minyak

nilam, Ma’mun (2008) melakukan penelitian untuk memurnikan minyak nilam dan minyak

cengkeh dengan cara kompleksiometri. Dari penelitian tersebut, dihasilkan minyak nilam dengan

kadar Fe 17,66 ppm dan kadar patchouli alcohol sebesar 34,14-34,20%.

Sariadi (2012) melakukan pemurnian minyak nilam dengan metode adsorbsi menggunakan

bentonit. Dalam penelitian tersebut, dihasilkan minyak nilam dengan kadar patchouli alcohol

32,818% dan Kadar Fe 0,00 ppm.

Dengan cara penyulingan menggunakan boiler yang dilakukan oleh Zuliansyah, Sumardi

dan Susilo (2013), mendapatkan hasil rendemen terbaik sebesar 1,84%. Sedangkan produksi

yang dilakukan oleh Nasrudin, Priyanto, dan Hamzah (2005) dengan cara delignifikasi dan

fermentasi menggunakan kapang Trichoderma viride menghasilkan rendemen optimal sebesar

2,343%.

Pada tahun 2010 telah dilakukan pula peningkatan kualitas dan kuantitas rendemen oleh

Irawan dan Jos (2010) dengan metode ekstraksi-destilasi menggunakan n-heksana dan benzene,

mendapatkan rendemen terbaik sebesar 4,3% dengan kadar patchouli alcohol (PA) sebesar 32%.

Untuk mendapatkan hasil tersebut, digunakan pelarut campuran untuk proses ekstraksinya

dengan perbandingan n-heksana dan benzene sebesar 3:1.

Menurut Nickavar, et al yang dikutip Aisyah (2010), perbedaan komposisi dan jumlah

komponen penyusun minyak disebabkan karena variabilitas dari subspesies tanaman yang

berbeda. Sedangkan menurut perbedaan komposisi kimia minyak atsiri dari spesies yang sama

dan dari daerah yang berbeda disebabkan karena perbedaan kompleksnya metabolisme sekunder,

atau proses adaptasi khususnya terhadap kondisi ekologi (Hosni et al. dalam Aisyah, 2010)

Tabel. 2.1. Persyaratan Mutu Minyak Nilam

No Jenis Uji Satuan Persyaratan1 Warna - Kuning muda-Coklat kemerahan2 Bobot Jenis 25oC - 0,950-0,9753 Indeks bias (nD20) - 1,507-1,5154 Kelarutan dalam etanol 90%

pada suhu 20oC- Larutan jernih atau opalesensi

ringan dalam perbandingan volume 1:10

5 Bilangan asam - Maks. 86 Bilangan ester - Maks. 207 Putaran optic - (-)48o - (-) 65o8 Patchouli Alcohol (C15H26O) % Min. 309 Alpha Copaene( C15H24) % Maks. 0,510 Kandungnan besi (Fe) mg/kg Maks. 25

Page 11: BAB II WEW

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2006)

Page 12: BAB II WEW

2.2 Minyak nilam

Minyak nilam berasal dari tanama nilam (Pogostemon cablin), berupa semak dan dapat tumbuh

di berbagai jenis tanah (andosol, regosol, latosol, podsolik, dan grumusol) dengan tekstru

lempung, liat berpasir dengan drainase yang baik Ph tanah 5-7. Tanaman ini membutuhkan curah

hujan atau ketersediaan air yang cukup dengan suhu 24-28 0C. Indonesia merupakan Negara

tropis yang mempunyai curah hujan dengan kelembapab yang cukup tinggi. Oleh karena itu

tanaman nilam dapat tumbuh dengan baik. Minyak nilam dapat dihasilkan dengan beberapa

teknik antara lain teknik distilasu, ekstraksi, dan fermentasi. Rendemen minyak nilam dari daun

kering yang diperoleh dengan menggunakan teknik distilasi sebanyak 0,73%, teknik ekstraksi

sebanyak 3.56 % sedangkan teknik fermentasi sebanyak 6.22 % (Yuliana 2003)

Proses distilasi yang dilakukan pada daun nilam dapat mengakibatkan kehilangan minyak atsiri

karena terjadu penguapan. Beberapa proses dilakukan terlebih dahulu terhadap bahan baku

umtuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi antara lain pengeringan, pengecilan

ukuran, fermentasi, pelayuan dan pemotongan. Pengeringan daun nilam bertujuan untuk

memperbaiki kualitas bahan baku dan kualitas minyak yang dihasilkan. Penyulingan daun segar

akan menghasilkan rendemen yang rendah karena minyak yang berada di dalam daun tidak bias

keluar karena terhalang oleh kadnugan air di dalam daun. Proses isolasi minyak nilam dengan

pengeringan langsung belum sempurna karena minyak nilam masih terikat pada jaringan daun.

Oleh karena itu, diperlukan suatu metode utuk menghancurkan jaringan daun nilam agar jumlah

minyak nilam yang dapat diisolasi semakin optimal. Fermentasi merupakan salah satu metode

yang digunkan untuk menghancurkan jaringan daun nilam. Prinsip fermentasi pada isolasi

minyak nilam adalah dengan cara memecahkan dinding sel rambut kelenjar dari daun nilam

dengan menggunakan enzim yang tersapat dalam mikroorganisme. Hancurnya dinding sel dan

rambut kelenjar mengakibatkan minyak nilam terpisah dari daun dan dapat diisolasi lebih

nikmudah. Minyak hasik penyulingan masih mengandung persenyawaan kompleks yang

terbentuk dalam tumbuhan karena pengaruh air atau uap panas. Kandungan yang terdapat dalm

minyak nilam meliputi, patchouli alcohol, eugenol, benzaldehyde cinamic, aldehyde, dan

Page 13: BAB II WEW

candiene. Namun, komponen yang paling menentukan mutu minyak nilam adalah patchouli

alcohol karena merupakan penciri utama (Santoso, 1990)