bab ii tinjauan umum - repository.uir.ac.idrepository.uir.ac.id/694/2/bab2.pdfjudi juga merupakan...
TRANSCRIPT
39
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Tinjauan Umum Tentang Perjudian
a. Pengertian Perjudian
Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir setiap
negara mengenalnya sebagai sebuah permainan untung-untungan. Judi juga
merupakan sebuah permasalahan sosial dikarenakan dampak yang ditimbulkan amat
negatif bagi kepentingan nasional teruama bagi generasi muda karena menyebabkan
para pemuda cenderung malas dalam bekerja dan dana yang mengalir dalam
permainan ini cukup besar sehingga dana yang semula dapat digunakan untuk
pembangunan malah mengalir untuk permainan judi, judi juga bertentangan dengan
agama, moral dan kesusialaan. Permainan judi juga dapat menimbulkan
ketergantungan dan menimbulkan kerugian dari segi meteril dan imateril tidak saja
bagi para pemain tetapi juga keluarga mereka.1
Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah “Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”.2 berjudi ialah
“Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan
kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari
1 Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT.
Tatanusa, Jakarta hal. 1 2 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta,
1995, hlm. 419.
40
pada jumlah uang atau harta semula”.3 Dalam bahasa Inggris judi ataupun perjudian
dalam arti sempit artinya gamble yang artinya “play cards or other games for money;
to risk money on a future event or possible happening, dan yang terlibat dalam
permainan disebut a gamester atau a gambler yaitu, one who plays cards or other
games for money”.4
Kartini Kartono mengartikan judi sebagai “Pertaruhan dengan sengaja, yaitu
mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari
adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan
pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.5
Dalam tafsir Kitab Undang-undang Hukum Pidana judi diartikan sebagai :
“Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas juga
termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda
atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan, dalam
perlombaanperlombaan yang diadakan antara dua orang yang tidak ikut
sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-
lain”.6
b. Sejarah Perjudian di Indonesia
Perjudian di Indonesia punya latar belakang sejarah panjang, setidak-tidaknya
sudah ada sejak zaman penjajah Belanda. Pada umumnya, dulu perjudian selalu
3 Ibid., hal. 419.
4 Michael West, An International Reader‟s Dictionary, Longman Group Limited, London,
1970, hlm. 155. 5 Kartini Kartono, Patologi Sosial, jilid I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 56.
6 Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1962, hlm. 220.
41
terkait dengan dunia malam dan hiburan. Di bawah kekuasaan Belanda di Indonesia,
judi berlangsung dengan sebuah ordonansi yang dikeluarkan residen setempat.
Judi dalam bentuk lotre sudah ada sejak tahun 1960-an yang zaman itu lebih
dikenal dengan nama lotre buntut. Pada masa itu, di Bandung ada lotre yang disebut
Toto Raga sebagai upaya pengumpulan dana mengikuti pacuan kuda. Sedangkan di
Jakarta semasa Gubernur Ali Sadikin muncul undian lotre yang diberi nama Toto dan
Nalo (Nasional Lotre).
13 Tahun 1965, Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No 113 Tahun
1965 yang menyatakan lotre buntut merusak moral bangsa dan masuk dalam kategori
subversi. Memasuki Orde Baru, lotre ini terus berkembang. Tahun 1968, Pemda
Surabaya mengeluarkan Lotto (Lotre Totalisator) PON Surya yang tidak ada
kaitannya dengan penyelenggaraan olahraga, hanya berdasarkan undian. Tujuannya
menghimpun dana bagi PON VII yang akan diselenggarakan di Surabaya tahun 1969.
Pada tahun 1974, Toto KONI dihapus. Pemerintah melalui Menteri Sosial
Mintaredja (saat itu) mulai memikirkan sebuah gagasan untuk menyelenggarakan
forecast sebagai bentuk undian tanpa menimbulkan ekses judi. Setelah studi banding
selama dua tahun, Depsos berkesimpulan, penyelenggaraan forecast Inggris
dilaksanakan dengan bentuk sederhana dan tidak menimbulkan ekses judi. Selain itu,
perbandingan yang diperoleh penyelenggara tebakan, pemerintah, dan hadiah bagi si
penebak 40-40-20.
42
Tahun 1976, setelah meminta penilaian lagi dari Kejaksaan Agung, Badan
Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dan Departemen Dalam Negeri, rencana Depsos
untuk menyelenggarakan forecast tidak mendapat tantangan dan merencanakan
pembagian hasil 50-30-20. Rencana itu belum bisa terlaksana, karena Presiden
Soeharto bersikap hati-hati dan meminta untuk dipelajari lebih dalam lagi.
Dibutuhkan waktu sekitar tujuh tahun untuk melaksanakan undian forecast
ini. Tanggal 28 Desember 1985, Kupon Berhadiah Porkas Sepak Bola diresmikan,
diedarkan, dan dijual. Porkas dimaksudkan menghimpun dana masyarakat untuk 14
menunjang pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga Indonesia. Porkas lahir
berdasarkan UU No 22 Tahun 1954 tentang Undian, yang antara lain bertujuan agar
undian yang menghasilkan hadiah tidak menimbulkan berbagai keburukan sosial.
Berbeda dari Toto KONI, Porkas tidak ada tebakan angka, melainkan
penebakan M-S-K atau menang, seri, dan kalah. Perbedaan lain, kalau Toto KONI
beredar sampai ke pelosok daerah, maka Porkas beredar hanya sampai tingkat
kabupaten dan anak-anak di bawah usia 17 tahun dilarang menjual, mengedarkan,
serta membelinya.
Kupon Porkas ini terdiri atas 14 kolom dan diundi seminggu sekali, setelah 14
grup sepak bola melakukan 14 kali pertandingan. Jadwal pertandingan ditentukan
oleh PSSI dari jadwal di dalam dan luar negeri. Setiap pemegang kupon yang tahun
43
1985 senilai Rp 300 menebak mana yang menang (M), seri (S), dan kalah (K).
Penebak jitu 14 kesebelasan mendapat hadiah Rp 100 juta.
Pada tanggal 11 Januari 1986, penarikan pertama Porkas dilakukan. Sampai
dengan akhir Februari tahun yang sama, dana bersih yang dikumpulkan dari
penyelenggaraan Porkas ini mencapai Rp 1 miliar. Pertengahan tahun 1986,
pengedaran Porkas dilakukan melalui sistem loket. Para distributor, agen, subagen
yang terbukti melakukan penyimpangan dipecat oleh Yayasan Dana Bhakti
Kesejahteraan Sosial (YDBKS), sebuah yayasan yang juga mengelola Undian Tanda
Sumbangan Berhadiah. 15 Bulan Oktober 1986, dana Porkas yang terkumpul sudah
mencapai Rp 11 miliar, dari target Rp 13 miliar yang ditetapkan hingga akhir tahun.7
c. Pandangan Masyarakat Tentang Perjudian
Kasus-kasus perjudian yang menggunakan sarana teknologi informasi dari
waktu ke waktu terus tumbuh subur. Masalah judi maupun perjudian merupakan
masalah yang sudah sangat klasik dan menjadi sebuah yang salah di masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi
dan globalisasi maka tingkat dan modus tindak pidana perjudian juga mengalami
perubahan baik kualitas maupun kuantitasnya. Pada hakekatnya judi maupun
perjudian jelas-jelas bertentangan dengan agama, kesusilaan, dan moral Pancasila,
7 http://digilib.unila.ac.id/275/10/BAB%20II.pdf Di akses pada tanggal 19 oktober 2017 pkl 07:25
WIB.
44
serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara.
Sejak Preseiden B.J. Habibie membuka keran informasi bagi masyarakat yang
pada zaman orde baru amat sulit untuk dilakukan maka saat ini masyarakat dapat
dengan mudah untuk memperoleh informasi dari dunia luar dengan memanfaatkan
kemajuan fasilitaas teknologi informasi dan juga sebagai dampak buruk dari
pengaruh globalisasi yang dampak 19 negatifnya langsung dapat dirasakan oleh
masyarakat, sebagai dampaknya jalan pintas untuk memperoleh uang dilakukan oleh
masyarakat termasuk dengan berjudi. Bagi masyarakat yang memiliki pendidikan
yang cukup maka mereka lebih memilih bermain judi dengan memanfaatkan
teknologi informasi karena dirasa lebih aman dari intaian aparat kepolisian. Para
pemain judi yang menggunakan sarana teknologi informasi ini biasanya mengunakan
smartphone ataupun personal computer (pc) yang terhubung dengan internet, ada juga
yang memanfaatkan warung internet (warnet) untuk melakukan perjudian ini.
Prinsip dalam perjudian menggunakan sarana teknologi informasi adalah
kepercayaan karena seorang pemain judi tidak mengetahui siapa bandarnya serta
tidak mengetahui keberadaan sang bandar dan juga ia diwajibkan untuk menyetorkan
sejumlah uang sebagai deposit dalam suatu rekening sebagai syarat untuk bermain
judi, jika menang bandar akan mentransfer sejumlah uang ke dalam rekening si
pemain.
45
Secara psikologis, manusia Indonesia memang tidak boleh dikatakan pemalas,
tapi memang agak sedikit manja dan lebih suka dengan berbagai kemudahan dan
mimpi-mimpi yang mendorong perjudian semakin subur. Dari sisi mental, mereka
yang terlibat dengan permainan judi ataupun perjudian, mereka akan kehilangan etos
dan semangat kerja sebab mereka menggantungkan harapan akan menjadi kaya
dengan berjudi. Seorang antropolog mengatakan “Sangat sulit untuk mampu
memisahkan perilaku judi dari masyarakat kita. Terlebih orang Indonesia 20 atau
orang Jawa khususnya judi telah benar-benar mendarah daging”.8
Dari sisi budaya telah lama dikenal bentuk-bentuk judi seperti judi dadu, adu
jago, pacuan kuda, dan adu domba yang sudah menjadi tradisi di daerah Sunda. Di
daerah Jawa Timur tepatnya di Pulau Madura terkenal dengan Karapan sapi, Pulau
Sumbawa dengan lomba pacuan kuda dan di daerah Sulawesi Selatan serta Pulau Bali
dengan adu ayam jago. Bentukbentuk judi dan perjudian tersebut dimainkan oleh
rakyat jelata sampai pangeran dari kalangan istana yang mempunyai kedudukan dan
status terhormat.
Kemudian varian judi dan perjudian semakin menunjukkan peningkatan
setelah masuknya masyarakat Cina beserta kebudayaannya yang menawarkan kartu
sebagai alat bantu untuk perjudian. Bagi masyarakat cina perjudian merupakan suatu
cara untuk buang sial namun bagi masyarakat Indonesia perjudian dijadikan
8 Nurdin H. Kistanto, Kebiasaan Masyarakat Berjudi, Harian Suara Merdeka, Minggu, 2001,
hlm. 8
46
pengharapan untuk mendapatkan uang yang cepat tanpa perlu kerja keras untuk
mengubah keadaan ekonomi, akibatnya judi atau perjudian menjadi sejenis ritual
dalam masyarakat. Secara teknis perjudian merupakan hal yang sangat mudah untuk
dilakukan.9
d. Perjudian Ditinjau Dari Norma Agama
Negara Indonesia adalah negara Pancasila, agama merupakan salah satu
fundamen yang penting dan pokok. Hal ini terlihat dalam urutan sila-sila Pancasila
dimana Ketuhanan Yang Maha Esa berada dalam urutan pertama. Mendapat tempat
dan kedudukan yang tinggi seperti yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 45
alinea ke IV juga terdapat dalam Pasal 29:
1. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 adalah bukan merupakan negara sekuler, yang berdasarkan atas suatu agama
tertentu melainkan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama Pancasila
juga Pasal 29 ayat (1) UUD'45). Dikatakan termasuk bukan negara sekuler, karena
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara RI tidak memisahkan sama sekali
9 http://digilib.unila.ac.id/1254/8/BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017
Pukul 07.22 WIB.
47
urusan kenegaraan dengan urusan keagamaan, terbuka dengan adanya departemen
(kementrian) agama di dalam susunan pemerintahannya.
Agama merupakan sumber kepribadian bangsa di dalam pelaksanaannya
harus dijalankan dan ditaati. Hal itu bertujuan agar tidak menyimpang dari norma
yang ada di dalam agama tersebut. Kenyataan di dalam hidup ini orang tidak jarang
menyimpang dari norma agama, hal itu disebabkan oleh kurangnya iman terhadap
seseorang yang akhirnya dapat menjurus kepada perbuatan-perbuatan yang dilarang
oleh agama.
Dilihat dari sanksinya bahwa norma agama merupakan perintah dari Tuhan
maka terhadap pelanggaran tersebut akan mendapat sanksi di akhirat kelak. Jadi di
dunia ini kurang dapat dirasakan, untuk itu terhadap orang yang kurang imannya
tidak segan-segan untuk melakukan perbuatan yang tidak baik tetapi bagi orang yang
mempunyai iman hal itu tidak akan terjadi karena kepercayaan bahwa walaupun
bagaimana sanksi tersebut pasti dirasakan pada hari akhirat nanti.
Perjudian apapun bentuknya dan namanya hakekatnya adalah bertentangan
dengan agama. Ditinjau dari segi apapun juga, maka judi tersebut merupakan
penyakit masyarakat yang lebih banyak kejelekannya dibandingkan dengan
kemanfaatannya, khususnya agama Islam yang melarang tentang perjudian dalam
segala bentuknya sebab merusak jiwa, merusak badan, merusak rumah tangga dan
merusak masyarakat.
48
Menurut Syamsudin Adi Dzahabi yang dimaksud dengan judi ialah, “Suatu
permainan atau undian dengan memakai taruhan uang maupun lainnya masing-
masing dari keduanya ada yang menang ada yang kalah (untung dan dirugikan)10
.
Allah telah melarang judi seperti firman-Nya yang terdapat di dalam Kitab
Suci Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90 yang berbunyi:
“(90). Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan .(91). Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
Sudah jelas bahwa dari segi norma agama dalam hal ini agama Islam
melarang umatnya bermain judi kemudian agama-agama lainnya pun juga demikian
sebab dari adanya permainan judi tersebut menyebabkan permusuhan antara sesama
umat manusia yaitu saling dendam dan iri hati dan dari adanya perbuatan judi tersebut
akan membuat harta benda menjadi mubazir, tidak halal. 11
10
Syamsuddin Adi Dzahabi, 75 Dosa Besar, Media Idaman, Surabaya, 1987, hlm. 148. 11
Ibid., hal 150.
49
Harta benda yang dihasilkan dari perjudian ini termasuk cara yang terlarang,
dan apabila harta dimakan berarti ia memakan barang haram, bila dipakai untuk usaha
berarti juga menggunakan modal yang dilarang oleh Islam dan jika hal tersebut
dibelanjakan di jalan Allah, maka Allah juga tidak akan menerimanya. Rasulullah
mengecam dengan api neraka dari harta yang haram menjadi daging rasulullah SAW
bersabda:
كل لحم نبت من سحت فالنار أولى به“ Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka nerakalah yang layak
baginya”12
e. Macam-Macam Perjudian
Pada masa sekarang banyak bentuk permainan judi yang sulit dan menuntut
ketekunan, umpamanya pertandingan pertandingan atletik, badminton, tinju, gulat
dan sepak bola. Juga pacuan-pacuan misalnya: pacuan kuda, anjing balap, biri-biri
dan karapan sapi. Permainan dan pacuan-pacuan tersebut semula bersifat kreatif
dalam bentuk asumsi yang menyenangkan untuk menghibur diri sebagai pelepas
ketegangan sesudah bekerja. Di kemudian hari ditambahkan elemen pertaruhan guna
memberikan insentif kepada para pemain untuk memenangkan pertandingan. Di
samping itu dimaksudkan pula untuk mendapatkan keuntungan komersial bagi orang-
orang atau kelompok-kelompok tertentu.
12
http://www.binbaz.org.sa/noor/2534 Diakses pada tanggal 18 oktober pkl 23:31 WIB.
50
Dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang
Penertiban Perjudian, Pasal 1 ayat (1), disebutkan beberapa macam perjudian yaitu:
1. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari :
a. Roulette; b. Blackjack c. Bacarat d. Creps; e. Keno; f. Tombala; g. Super Ping-
PongLotto Fair; h. Satan; i. Paykyu; j. Slot Machine (Jackpot); k. Ji Si Kie; l. Big Six
Wheel; m. Chuc a Cluck; n. Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan;
o.Yang berputar (Paseran); p. Pachinko; q. Poker; r. Twenty One; s. Hwa-Hwe; t.
Kiu-Kiu
2. Perjudian ditempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian dengan:
a. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak; b.
Lempat uang (coin); c. Koin; d. Pancingan; e. Menebak sasaran yang tidak berputar;
f. Lempar bola; h. Adu ayam; i. Adu kerbau; j. Adu kambing atau domba; k. Pacu
kuda; l. Kerapan sapi; m. Pacu anjing; n. Hailai; o. Mayong/Macak; p. Erek-erek.
3. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain diantaranya perjudian yang
dikaitkan dengan kebiasaan-kebiasaan:
a. Adu ayam; b. Adu sapi; c. Adu kerbau; d. Pacu kuda; e. Karapan sapi; f. Adu
domba atau kambing; g. Adu burung merpati.
51
Menurut penjelasan di atas, dikatakan bahwa bentuk perjudian yang terdapat
dalam angka 3 (tiga), seperti adu ayam, karapan sapi dan sebagainya itu tidak
termasuk perjudian apabila kebiasaan-kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan
upacara keagamaan dan sepanjang kebiasaan itu tidak merupakan perjudian.
Ketentuan pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin timbul
dimasa yang akan datang sepanjang termasuk katagori perjudian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP.
f. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perjudian
Tindak pidana merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar dalam
hukum pidana. Moeljatno lebih sering menggunakan kata perbuatan dari pada
tindakan. Menurut beliau “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.13
Unsur atau elemen perbuatan pidana menurut Moeljatno adalah:
1. Kelakukan dan akibat (perbuatan).
2. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.
3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
4. Unsur melawan hukum yang obyektif.
13
Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. hlm. 63.
52
5. Unsur melawan hukum yang subyektif.
Lebih lanjut dalam penjelasan mengenai perbuatan pidana terdapat syarat
formil dan syarat materiil. Syarat formil dari perbuatan pidana adalah adanya asas
legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 KUHP, sedangkan syarat materiil adalah
perbuatan tersebut harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan
yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan karcna bertentangan dengan atau
menghambat akan terciptanya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicitacitakan
oleh masyarakat. 14
Pakar hukum pidana D. Simmons menyebut tindak pidana dengan sebutan
Straf baar Feit sebagai, Een strafbaar gestelde onrecht matige, met schuld ver
bandstaande van een teori keningsvat baar person. Tindak pidana menurut Simmons
terbagi atas dua unsur yakni unsur obyektif dan unsur subyektif.15
Unsur obyektif terdiri dari:
1. Perbuatan orang.
2. Akibat yang kehilangan dari perbuatan tersebut.
3. Keadaan tertentu yang menyertai perbuatan tersebut
Unsur subyektif terdiri dari:
14
Ibid., hlm 64 15
D Simbons, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990. hlm. 41.
53
1. Orang yang mampu untuk bertanggung jawab.
2. Adanya kesalahan yang mengiringi perbuatan.
Menurut Van Hamel, “Straf baar feit adalah kelakuan orang (menselijke
gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut
dipidana (strafwaarding) dan dilakukan dengan suatu kesalahan”16
.
Berikut beberapa pendapat para sarjana hukum pidana mengenai pengertian
tindak pidana dan unsur-unsur tindak pidana:
1. E. Mezger
Tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. Unsur-unsur tindak
pidana menurut beliau
a. Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan), b. Sifat
melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun subyektif), c. Dapat
dipertanggung jawabkan kepada seseorang, d. Diancam dengan pidana
2. H.B. Vos
Tindak pidana diartikan sebagai (dalam bahasa Belanda) “Een strafbaar feit ist
een men selijke gedraging waarop door de wet (genomen in de mime zin van
wetfdijke bepaling) straf is gestled, een gedraging due, die in net algemeen (tenijer
16
Van Hamel dalam Moeljatno, op.cit. hlm. 56.
54
een uitsluit ingsgrond bestaat) op straffe verboden is” . 17
Sedang unsur-unsurnya
meliputi: a. Kelakuan manusia; b. Diancam pidana dalam undang-undang.
3. J. Bauman Tindak Tindak Pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan
delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan suatu kesalahan.18
4. W. P. J. Pompe Tindak Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang perilakunya
dapat dikenakan pidana . 19
Menurut pendapat beberapa pakar atau ahli hukum pidana tersebut di atas
maka dapat diambil suatu kesimpulan yakni, “Tindak Pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan tersebut disertai sanksi yang
berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”. Peran hukum
terasa sekali dalam mewarnai tata kehidupan bermasyarakat. Dengan wibawa dan
daya gunanya itu semakin berperan serta dalam upaya menstrukturisasi kehidupan
sosial, sehingga struktur kehidupan sosial masyarakat dapat diubah dan
dikembangkan ke arah kehidupan bersama yang lebih maju, lebih menjamin
kesejahteraan dan kemakmuran bersama yang berkeadilan yang menjadi tujuan hidup
bersama dalam bermasyarakat.
Selain dari pada itu hukum berperan signifikan dalam mendorong proses
pembangunan suatu masyarakat sebagai rekayasa sosial dan hukum-pun
mengendalikan baik para pelaksana penegak hukum maupun mereka yang harus
17
H.B. Vos dalam Bambang Poernomo, op.,cit., hlm. 89 18
, Ibid, hlm. 89 19
W.P.J. Pompe dalam Bambang Poernomo, Ibid, hlm. 89
55
mematuhi hukum, yang mana kesemuanya berada dalam proses pengendalian sosial
agar gerak kerja hukum menjadi sesuai dengan hakekatnya sebagai sarana ketertiban,
keadilan dan pengamanan serta menunjang pembangunan. Hukum lahir dalam
pergaulan masyarakat dan tumbuh berkembang di tengah masyarakat, sehingga
hukum mempunyai peranan penting di dalam mengatur hubungan antar individu
maupun hubungan antar kelompok. Hukum berusaha menjamin keadilan didalam
pergaulan hidup manusia, sehingga tercipta ketertiban dan keadilan. Berkaitan dalam
masalah judi ataupun perjudian yang sudah semakin merajalela dan merasuk sampai
ke tingkat masyarakat yang paling bawah sudah selayaknya apabila permasalahan ini
bukan lagi dianggap masalah sepele. Masalah judi maupun perjudian lebih tepat
disebut kejahatan dan merupakan tindak kriminal yang menjadi kewajiban semua
pihak untuk ikut serta menanggulangi dan memberantas sampai ke tingkat yang
paling tinggi.
Erwin Mapaseng dalam sebuah dialog mengenai upaya pemberantasan
perjudian mengatakan bahwa:
“Praktek perjudian menyangkut banyak pihak, polisi tidak bisa menangani sendiri.
Sebagai contoh praktek permainan ketangkasan, izin yang dikeluarkan dibahas
bersama oleh instansi terkait. Lembaga Kepolisian hanya salah satu bagian dari
instansi yang diberi wewenang mempertimbangkan izin tersebut. Dalam persoalan
ini, polisi selalu dituding hanya mampu menangkap bandar kelas teri. Padahal
masyarakat sendiri tidak pernah memberikan masukan kepada petugas untuk
membantu penuntasan kasus perjudian” .20
20
Erwin Mapaseng, Upaya Pemberantasan Perjudian, Harian Kompas, Hari rabu 12
Oktober 2017, Rubrik Jawa Tengah dan DIY, hlm. 6
56
Untuk mendapatkan gambaran dari hukum pidana, maka terlebih dahulu
dilihat pengertian dari pada hukum pidana. Menurut Moeljatno dalam bukunya Asas-
asas Hukum Pidana, “Hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum
yang berlaku disuatu negara, yang dasar-dasar aturan untuk: 1. Menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukannya, yang dilarang, yang
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut. 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan. 3. Menentukan dengan cara bagaimana
pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut.21
Salah satu ketentuan yang merumuskan ancaman terhadap tindak perjudian
adalah dalam Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP yang telah dirubah dengan Undang-
Undang No. 7 Tahun 1974. Dengan adanya ketentuan dalam KUHP tersebut maka
permainan perjudian, dapat digolongkan menjadi dua golongan /macam yaitu:
1. Perjudian yang bukan merupakan tindak pidana kejahatan apabila pelaksanaannya
telah mendapat ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang, seperti:
a. Casino dan petak sembilan di Jakarta, Sari Empat di Jalan Kelenteng Bandung
b. Toto (totalisator) Grey Hound di Jakarta (ditutup 1 Oktober 1978 oleh
Pemerintah DKI)
21
Moeljatno, op.cit, hlm. 1
57
c. Undian harapan yang sudah berubah menjadi undian sosial berhadiah, pusatnya
ada di Jakarta. Di Surabaya ada undian Sampul Rejeki, Sampul Borobudur di
Solo, Sampul Danau Toba di Medan, Sampul Sumber Harapan di Jakarta,
semuanya berhadiah 80 juta rupiah.22
Jenis perjudian tersebut bukan merupakan kejahatan karena sudah mendapat
ijin dari pemerintah daerah atau pemerintah setempat dengan berlandaskan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1954 tentang Undian. Pasal 1 dan 2 Undang-undang Nomor
22 Tahun 1954 tentang Undian menyatakan sebagai berikut: Undian yang diadakan
itu ialah oleh:
a. Negara
b. Oleh suatu perkumpulan yang diakui sebagai badan hukum, atau oleh suatu
perkumpulan yang terbatas pada para anggota untuk keperluan sosial, sedang
jumlah harga nominal dan undian tidak lebih dan Rp.3.000,-. Undian ini harus
diberitahukan kepada instansi pemerintah yang berwajib, dalam hal ini kepala
daerah ijin untuk mengadakan undian hanya dapat diberikan untuk keperluan
sosial yang bersifat umum.
2. Perjudian yang merupakan tindak pidana kejahatan, apabila pelaksanaannya tanpa
mendapat ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang, seperti main dadu,
bentuk permainan ini sifatnya hanya untung-untungan saja, karena hanya
menggantungkan pada nasib baik atau buruk, pemain-pemain tidak hanya
22
Kartini Kartono., op.cit., hlm. 61.
58
mempengaruhi permainan tersebut. Dalam Pasal 303 bis KUHP menyebutkan
unsur-unsurnya sebagai berikut: a. Menggunakan kesempatan untuk main judi; b.
Dengan melanggar ketentuan Pasal 303 KUHP.
Perlu diketahui rumusan Pasal 303 bis KUHP tersebut sama dengan Pasal 542
KUHP yang semula merupakan pelanggaran dengan ancaman pidana pada ayat (1)
nya maksimal satu bulan pidana kurungan atau pidana denda paling banyak tiga ratus
rupiah. Pada perjudian itu ada unsur minat dan pengharapan yang paling makin
meninggi, juga unsur ketegangan, disebabkan oleh ketidakpastian untuk menang atau
kalah. Situasi tidak pasti itu membuat orang semakin tegang dan makin gembira,
menumbuhkan efek-efek, iba hati, keharuan, nafsu yang kuat dan rangsangan-
rangsangan yang besar untuk betah bermain. Ketegangan akan makin memuncak
apabila dibarengi dengan kepercayaan animistik pada nasib peruntungan. Pada
kepercayaan sedemikian ini tampaknya anakhronistik (tidak pada tempatnya karena
salah waktu) pada abad mesin sekarang namun tidak urung masih banyak melekat
pula pada orang-orang modern zaman sekarang, sehingga nafsu berjudian tidak
terkendali, dan jadilah mereka penjudi-penjudi profesional yang tidak mengenal akan
rasa jera.
59
B. Tinjaun Umum Tentang Penyidikan
A. Pengertian Penyidikan
Istilah penyidikan dipakai sebagai istilah hukum pada Tahun 1961, yaitu sejak
dimuatnya dalam Undang-Undang pokok kepolisian No. 13 Tahun 1961. Sebelumnya
dipakai istilah pengusutan yang merupakan terjemah dari bahasa Belanda, yaitu
opsporin. Pasal 1 butir 2 (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) KUHAP
diuraikan bahwa :
“penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang, mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya” Berbicara mengenai penyidikan tidak lain dari membicarakan
masalah pengusutan kejahatan atau pelanggaran, orang Inggris lazim menyebutnya
dengan istilah ”criminal investigation"
B. Tujuan dan Kegunaan Penyidikan
Tujuan penyidikan adalah untuk menunjuk siapa yang telah melakukan
kejahatan dan memberikan pembuktian-pembuktian mengenai masalah yang telah
dilakukannya. Untuk mencapai maksud tersebut maka penyidik akan menghimpun
keterangan dengan fakta atau peristiwa-peristiwa tertentu.23
Menurut Gerson
Bawengan, bahwa untuk dapat mencapai tujuan penyidikan, penyidik dapat menggunakan
23
M. Husein harun. Penyidik dan penuntut dalam proses pidana. PT rineka cipta. Jakarta.
1991 hlm. 58
60
metode yang lazim digunakan dalam melakukan penyidikan yaitu : 1. Identifikasi; 2. Sidik
jari; 3. Modus operandi; 4. Files; 5. Informan; 6. Interogasi; 7. Bantuan ilmiah24
a. Identifikasi
Dalam identifikasi, perhatian utama diarahkan kepada pelaku-pelaku
kejahatan yang sudah tergolong profesional maupuh yang tergolong residivis.
Nama-nama pelaku tersebut sudah harus ada dalam catatan penegak hukum.
Disamping nama-nama, juga harus diperhatikan identitas yang lain. Misalnya tatto,
bentuk tubuh, maupun ciri-ciri yang lain. Menurut Andi Hamzah, bahwa dengan
melakukan identifikasi tersebut maka :“ Mempermudah penyidik atau setidak-
tidaknya dapat membantu pihak penyidik dalam melakukan penyidikan karena bila
terdapat pelaku kejahatan yang termasuk jenis kambuhan, maka penyidik tinggal
mencocokkan ciri-ciri dengan identitas yang telah direkam dalam data-data
kepolisian “.25
b. Sidik Jari
Sidik jari merupakan terjemahan dari bahasa Yunani yaitu Daktiloskopi.
Terdiri dari kata " Daktulos " yang berarti jari sedangkan "Skopioo " berati
mengamati.26
Dari terjemahan tersebut, daktuloskopi berarti mengamati jari,
24
Gerson Bawengan, Pengantar psikologi kriminil, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hlm. 15
25
Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminil Melalui Sarana Tekhnik dan sarana hukum,
Ghalia,Indonesia,Yogyakarta, 1986,hlm 13
26 Ibid, hlm.21
61
kemudian disama-artikan dengan sidik jari. Dengan sidik jari ditemukan identitas
tersangka secara pasti oleh karena sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang
berbeda. Cara ini baru dapat dimanfaatkan, jika si tersangka sebelumnya telah
diambil sidik jarinya. Andi Hamzah menguraikan pula beberapa golongan sidik jari,
yaitu :
1. Golongan loops yang berarti sangkutan ;
2. Golongan Whoris yang berarti putaran ;
3. Golongan Arches yang berarti lingkungan.
c. Modus Operandi
Modus Operandi merupakan istilah dari bahasa latin yang berarti “cara kerja”.
Penelitian berdasarkan modus operandi, penelitian-penelitian yang diarahkan pada
cara kerjanya seseorang melakukan kejahatan. Menurut Gerson Bawengan, bahwa:“
Seseorang terutama residivis yang telah berhasil melakukan suatu kejahatan dengan
menggunakan cara tertentu, maka ada tendensi bahwa cara demikian itu akan
diulanginya bila ia hendak melakukan suatu kejahatan lagi pada peristiwa lain”.27
Dalam kasus pembunuhan dimana korban terikat dengan tali, maka cara-cara
yang digunakan untuk membuka simpul tali pengikat dapat dibedakan antara yang
ahli dengan yang tidak ahli. Dapat juga dibedakan antara cara yang digunakan oleh
pelaut dengan cara yang digunakan oleh pramuka. Walau modus operandi ini tidak
27 Gerson W Bawengan, Op cit, hlm. 13
62
selalu menolong untuk menyingkap pelaku kejahatan, namun banyak penegak
hukum tetap menyelenggarakan file modus operandi. Penyelenggaraan file modus
operandi tersebut dipandang perlu untuk mengetahui pola tingkah laku penjahat
tertentu, menghimpun keterangan -keterangan mereka didalam satu kesatuan dan
bahkan merupakan bahan analisa mengenai kemungkinan akan terjadi satu
kejahatan.
d. Files
Menurut Gerson Bawengan, bahwa yang dimaksud files adalah :
“Himpunan secara sistematis dari identifikasi, sidik jari dan modus operandi. Dari
kesemuanya itu hanya merupakan peralatan yang berguna bagi penyidik. Apabila
disusun secara sistematis dalam bentuk files yang menyajikan keterangan-keterangan
serta petunjuk-petunjuk bahkan barang bukti untuk digunakan dalampenyidikan
sampai pada peradilan”.28
e. Informan
Infoman ialah seseorang yang pekerjaannya memberikan keterangan kepada
penegak hukum yang mana keterangan itu bermanfaat untuk membongkar terjadinya
atau kemungkinan terjadinya tindak pidana
f. Interogasi
28
Ibid, hlm.14
63
Menurut Gerson Bawengan yang dimaksud dengan Interogasi adalah : “Suatu
pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik dengan jalan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan guna memperoleh keterangan-keterangan yang bermanfaat bagi
penyidik”.29
Menurut Lilik Mulyadi, dari batasan pengertian (begrips bepaling) sesuai
tersebut dengan konteks Pasal 1 angka 2 KUHAP, dengan kongkret dan factual
dimensi penyidikan tersebut dimulai ketika terjadinya tindak pidana sehingga melalui
proses penyidikan hendaknya diperoleh keterangan tentang aspek-aspek sebagai
berikut:
1. Tindak pidana yang telah dilakukan.
2. Tempat tindak pidana dilakukan (locus delicti).
3. Cara tindak pidana dilakukan.
4. Dengan alat apa tindak pidana dilakukan.
5. Latar belakang sampai tindak pidana tersebut dilakukan.
6. Siapa pelakunya.30
Proses penyidikan tindak pidana, bahwa penyidikan meliputi :
a. Penyelidikan
b. Penindakan
29
Ibid., hlm. 15 30
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoretis, Praktik dan Permasalahnya,
Bandung: Alumni, 2007, hlm. 55
64
1). Pemanggilan
2). Penangkapan
3). Penahanan
4). Penggeledahan
5). Penyitaan
c. Pemeriksaan
1). Saksi
2). Ahli
3). Tersangka
d. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara
1). Pembuatan resume
2). penyusuna berkas perkara
3). penyerahan berkas perkara31
C. Tugas dan Kewenangan penyidikan yang ditentukan didalam KUHAP
Yang berwenang melakukan penyidikan dicantumkan dalam Pasal 6 KUHAP,
namun pada praktiknya, sekarang ini terhadap beberapa tindak pidana tertentu ada
penyidik-penyidik yang tidak disebutkan di dalam KUHAP. Untuk itu pada subbab
ini akan dipaparkan siapa sajakah penyidik yang disebutkan di dalam KUHAP dan
siapa saja yang juga yang merupakan peyidik namun tidak tercantum di dalam
KUHAP. Adapun tugas penyidik itu sendiri antara lain adalah:
31
M. Husein harun, Op,Cit hlm. 89
65
1. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 75 KUHAP. (pasal 8 ayat (1) KUHAP)
2. Menyerakan ber kas perkara kepada penuntut umum. (Pasal 8 ayat (2)
KUHAP),
3. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana korupsi
wajib segera melakukan penyidikan yang diperlukan
4. Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut
umum (Pasal 8 ayat (3) KUHAP),
5. Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal tersebut kepada
penuntut umum. (Pasal 109 ayat (1) KUHAP),
6. Wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada penuntut umum,
jika penyidikan dianggap telah selesai. (Pasal 110 ayat (1) KUHAP).
7. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi,
penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk
dari penuntut umum (Pasal 110 ayat (3) KUHAP),
8. Setelah menerima penyerahan tersangka, penyidik wajib melakukan
pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan (Pasal 112 ayat (2)
KUHAP),
9. Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan kepada
orang yang disangka melakukan suatu tindak pidana korupsi, tentang haknya
66
untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib
didampingi oleh penasihat hukum (Pasal 114 KUHAP),
10. Wajib memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan bagi tersangka
(Pasal 116 ayat (4) KUHAP),
11. Wajib mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata yang dipergunakan
oleh tersangka (Pasal 117 ayat (2) KUHAP),
12. Wajib menandatangani berita acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi,
setelah mereka menyetuji isinya (Pasal 118 ayat (2) KUHAP),
13. Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah
penahanan dijalankan, penyidik harus mulai melakukan pemeriksaan (Pasal 122
KUHAP),
14. Dalam rangka melakukan penggeledahan rumah, wajib terlebih dahulu
menjukkan tanda pengenalnya kepada ter sangka atau keluarganya (Pasal 125
KUHAP),
15. Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah (Pasal
126 ayat (1) KUHAP),
16. Membacakan terlebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah
kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatanganinya,
tersangka atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan
dua orang saksi (Pasal 126 ayat (2) KUHAP),
17. Wajib menunjukkan tanda pengenalnya terlebih dahulu dalam hal melakukan
penyitaan (Pasal 128 KUHAP),
67
18. Memperlihatkan benda yang akan disita kepada keluarganya dan dapat minta
keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh Kepala
Desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 129 ayat (1)
KUHAP),
19. Penyidik membuat berita acara penyitaan (Pasal 129 ayat (2) KUHAP),
20. Menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada atasannya, keluarganya
dan Kepala Desa (Pasal 129 ayat (4) KUHAP),
21. Menandatangani benda sitaan sesaat setelah dibungkus (Pasal 130 ayat (1)
KUHAP),
Sedangkan kewenangan dari penyidik antara lain adalah:
1. Sesuai dengan pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik berwenang untuk;
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b.
Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti
seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan
dan penyitaan surat; f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; g. Memanggil
orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi (Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 112 ayat
(1) KUHAP); h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.
68
2. Dalam hal dianggap perlu dapat meminta pendapat seorang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus (Pasal 120 KUHAP jo Pasal 133 ayat (1) KUHAP).
Universitas Sumatera Utara 3. Penyidik dapat mengabulkan permintaan tersangka,
keluarga, atau penasihat hukum tersangka atas penahanan tersangka (Pasal 123 ayat
(2) KUHAP).
4. Penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat atau rumah yang
digeledah demi keamanan dan ketertiban (Pasal 127 ayat (1) KUHAP).
5. Penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu tidaknya
meninggalkan tempat terrsebut selama penggeledahan berlangsung (Pasal 127 ayat
(2) KUHAP).
6. Dalam hal timbul dugaan kuat ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik
dengan izin ketua pengadilan negeri setempat dapat datang atau dapat minta kepada
pejabat penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia mengirimkan surat asli
yang disimpannya itu kepadanya untuk dipakai sebagai bahan perbandingan (Pasal
132 ayat (2) KUHAP).32
D. Tata Cara Penyidikan
Tata cara penyidikan dilakukan segera setelah laporan atau pengaduan adanya
tindak pidana. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang
32
Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta: Djambatan, 1989 , hlm. 92-
93.
69
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera
melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP). Penyidikan
oleh penyidik pegawai negeri sipil diberi petunjuk oleh penyidik Polri. Untuk
kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan petunjuk kepada penyidik
pegawai negeri sipil tertentu dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan.
Dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, sedang dalam
penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu dan kemudian ditemukan bukti
yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, penyidik pegawai negeri sipil
tertentu tersebut melaporkan hal itu kepada penyidik Polri. Dalam hal tindak pidana
telah selesai disidik oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu tersebut is segera
menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri
(Pasal 107 ayat (1) s.d. (3) KUHAP.33
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.
Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau
peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan
dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut
umum, tersangka atau kelurganya. Dalam hal penghentian tersebut dilakukan oleh
penyidik pegawai negeri sipil tertentu tersebut is segera menyerahkan
33
Mohammad Taufik Makarao dan Drs. Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan
Praktek, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 24.
70
hasilpenyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Polri (Pasal 107 ayat (1)
s.d. (3) KUHAP.34
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan
keidentikan tersangka, saksi ahli dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur
tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun
barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di
dalam berita acara pemeriksaan.35
Berita acara pemeriksaan (BAP) adalah catatan
atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik atau
penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditanda tangani
oleh penyidik atau penyidik pembantu dan tersangka serta saksi/ahli yang diperiksa,
memuat uraian tindak pidana yang mencangkup/memenuhi unsur-unsur tindak pidana
yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu
tindak pidana dilakukan, identitas penyidik/penyidik pembantu dan yang diperiksa,
keterangan yang diperiksa.36
b. Syarat-Syarat Pemeriksaan
Pemeriksa selaku penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan
pemeriksaan harus memiliki kewenangang untuk melakukan pemeriksaan dalam
34
Ibid, hlm. 26. 35
Lihat Himpunan Bujuklak, Bujuklap dan Bujukmin Proses Penyidikan Tindak
Pidana, Loc.Cit 36
Ibid. hlm. 231
71
membuat berita acara pemeriksaan (BAP), memilki pengetahuan yang cukup tentang
hukum pidana, hukum acara pidana dan perarturan perundang-undangan lainnya.
Mempunyai pengetahuan yang cukup dan mahir dalam melaksanakan fungsi tehnis
kepolisian di bidang reserse, mahir dalam taktik dan tehnik dalam melakukan
pemeriksaan.
Di samping itu pula memilki kepriabdian yang baik, percaya diri, sabar,
tidak gampang terpengaruh, tekun, ulet dan memiliki kemapuan menilai dengan tepat
dan bertindak secara cermat serta obyketif tanpa pilih kasih. Seorang
penyidik/penyidik selaku pemeriksa hendaknya melihat seseorang yang diperiksa,
apakah seorang tersangka maupun seorang saksi dan ahli harus memiliki kemampuan
untuk mempersiapkan rencana pemeriksaan dengan baik efektif dan efesien. Dalam
melakukan pemeriksaan terhadap seorang tersangka, saksi dan ahli ditetapkan secara
khusus tempat maupu sarana pemeriksaan, sehingga tujuan dari pemeriksaan dapat
berjalan sesuai dengan harapan yaitu pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.
c. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan
Dalam pembuatan beriata acara pemeriksaan, terdapat persyaratan yang
harus dipenuhi yaitu, syarat formal dan materiil37
, pertama, syarat formal dibuat
dalam bentuk tertentu dan tertulis kata-kata Pro Justitia artinya bahwa format berita
acara yang dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu atas dasar untuk keadilan, bukan
37
Lihat Himpunan Bujuklak, Bujuklap dan Bujukmin Proses Penyidikan Tindak
Pidana, Op.Cit. hal. 235
72
untuk kepentingan lain. Kemudian setiap lembar dari produk itu ditanda tangani oleh
penyidik/penyidik pembantu dan orang yang diperiksa, baik sebagai saksi, tersangka
dan ahli. Kedua, syarat materiil yaitu keseluruhan isi atau meteri menyangkut urang
dari peristiwa tindak pidana yang terjadi dan dapat memenuhi unsur-unsur pasal yang
dilanggar atau yang disangkakan kepada pelaku tindak pidana.
d. Evaluasi
Evaluasi pembuatan berita acara pemeriksaan, senantiasa dilakukan dengan
cara: tahap inventarisasi, tahap seleksi dan pengkajian. Hal ini dilakukan agar
keterangan para saksi, ahli dapat dijadikan dasar dan memenuhi unsur-unsur pasal
yang disangkakan kepada seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Selanjutnya dilakukan seleksi, siapa saja yang layak untuk dijadikan saksi untuk
dimasukan dalam berkas perkara (BP), dan dilakukan pengkajian untuk menguji
kebenaran dengan bukti-bukti serta petunjuk-petunjuk yang ada, sehingga dapat
ditarik suatu kesimpulan tentang kebenaran dan dapat dipercaya tentang peristiwa
pidana yang terjadi dan dapat menentukan pelaku tindak pidana.
Kegiatan Penyidikan :
a. Penyidikan berdasarkan informasi atau laporan yang diterima maupun yang di
ketahui langsung oleh penyidik, laporan polisi, berita acara pemeriksaan tersangka,
dan berita acara pemeriksaan saksi.
73
b. Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh penyidik/penyidik
pembantu terhadap orang maupun barang yang ada hubungannya dengan tindak
pidana yang terjadi. Penindakan hukum tersebut berupa pemanggilan tersangka
dan saksi, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
c. Pemeriksaan adalah merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan
dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti ataupun unsur-
unsur tindak pidana yang terjadi sehingga kedudukan dan peranan seseorang
maupun barang bukti didalam tindak pidana menjadi jelas dan dituangkan dalam
berita acara pemeriksaan yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah
penyidik dan penyidik pembantu .
d. Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara, merupakan kegiatan akhir dari
proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik
pembantu.38
C. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian
1. Pengertian Pembuktian dan Alat Bukti
Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh
para pihak yang beperkara kepada hakim dalam suatu persidangan, dengan tujuan
untuk memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok
sengketa, sehingga hakim memperoleh dasar kepastian untuk menjatuhkan
38 Ibid., hlm 89
74
keputusan.39 Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
suatu perbuatan, dimana alat-alat tersebut, dapat digunakan sebagai bahan
pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu
tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Di dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP menjelaskan tentang apa saja kah yang menjadi bukti yang sah menurut
Hukum Formil ini. Ditegaskan bahwa Alat bukti yang sah ialah : 1. keterangan
saksi; 2. keterangan ahli; 3. surat, 4. petunjuk; 5. keterangan terdakwa.40
Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penjelasan
mengenai pengertian pembuktian, KUHAP hanya memuat jenis-jenis alat bukti
yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Walaupun KUHAP tidak memberikan pengertian mengenai pembuktian, akan
tetapi banyak ahli hukum yang berusaha menjelaskan tentang arti dari
pembuktian. Membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau
dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa.41
Proses pembuktian atau
membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas
sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa
tersebut.42
Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah
39
Bahtiar Effendie, Masdari Tasmin, dan A.Chodari, 1999, Surat Gugat Dan Hukum
Pembuktian Dalam Perkara Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 50. 40
http://digilib.unila.ac.id/9862/13/II.pdf Di akses pada tanggal 14 Desember 2017 pkl. 08.43
WIB. 41
27 Subekti. 2001. Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramitha, hlm. 1 42
Martiman Prodjohamidjojo, 1984, Komentar atas KUHAP: Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, Jakarta: Pradnya Paramitha, hlm. 11
75
terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus
mempertanggungjawabkannya.43
Hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang
mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut
dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta
kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian. 44
Ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP,
telah diatur pula beberapa pedoman dan penggarisan:
1. Penuntut umum bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk
mengajukan segala daya upaya membuktikan kesalahan yang didakwakannya
kepada terdakwa. Ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagaimana yang
diatur dalam KUHAP, telah diatur pula beberapa pedoman dan penggarisan:
2. Sebaliknya terdakwa atau penasihat hukum mempunyai hak untuk
melemahkan dan melumpuhkan pembuktian yang diajukan penuntut umum,
sesuai dengan cara-cara yang dibenarkan undang-undang.
43
Darwan Prinst, 1998, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: Djambatan, hlm. 133 44
Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung:
Mandar Maju , hlm. 10
76
3. Terutama bagi hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan
mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang diketemukan selama
pemeriksaan persidangan45
2. Tujuan dan Guna Pembuktian
Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses
pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut :
a) Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan
hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang
terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.
b) Bagi terdakwa atau penasehat hukum, pembuktian merupakan usaha
sebaliknya, untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada,
agar menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum
atau meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasehat hukum jika
mungkin harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau
meringankan pihaknya.
c) Bagi hakim atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-alat bukti
yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau
penasehat hukum/terdakwa dibuat dasar membuat putusan.46
45
M.Yahya Harahap. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika,
hlm. 274. 46
Hari Sasangka dan Lily Rosita, op.cit., hlm. 27.
77
3. Prinsip-Prinsip Pembuktian
a. Hal-hal yang dimuat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Prinsip ini terdapat pada Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:“Hal- hal
yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan” atau disebut dengan
istilah notoire feiten. Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:
1). Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa
tersebut memang sudah demikian halnya atau semestinya demikian.Yang
dimaksud sesuatu misalnya, harga emas lebih mahal dari perak. yang dimaksud
dengan peristiwa misalnya, pada tanggal 17 Agustus diadakan peringatan hari
Kemerdekaan Indonesia.
2). Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu
mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian. Misalnya,
arak adalah termasuk minuman keras yang dalam takaran tertentu bisa
menyebabkan seseorang mabuk47
b. Kewajiban seorang saksi
Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal 159 ayat (2)
KUHAP yang menyebutkan: “Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke
suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak
47
Hari Sasangka dan Lily Rosita, op.cit.,hlm.20
78
kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang
yang berlaku, demikian pula dengan ahli.
c. Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)
Prinsip ini terdapat pada Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa
bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Menurut KUHAP,
keterangan satu saksi bukan saksi tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat. Hal ini
dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut: “Dalam
acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang
sah”. Jadi, ini berarti satu saksi, satu keterangan ahli, satu surat, satu petunjuk,
atau keterangan terdakwa disertai keyakinan hakim cukup sebagai alat bukti
untuk memidana terdakwa dalam perkara cepat.48
d. Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum
membuktikan kesalahan terdakwa.
Prinsip ini merupakan penegasan dari lawan prinsip “pembuktian terbalik”
yang tidak dikenal oleh hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Menurut
Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi: “Keterangan terdakwa saja tidak
cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain”.
48
M. Yahya Harahap, op.cit.,hlm. 267
79
e. Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri
Prinsip ini diatur pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang berbunyi:
“Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri”. Ini
berarti apa yang diterangkan terdakwa di sidang pengadilan hanya boleh diterima
dan diakui sebagai alat bukti yang berlaku dan mengikat bagi diri terdakwa
sendiri. Menurut asas ini, apa yang diterangkan seseorang dalam persidangan yang
berkedudukan sebagai terdakwa, hanya dapat dipergunakan sebagai alat bukti
terhadap dirinya sendiri. Jika dalam suatu perkara terdakwa terdiri dari beberapa
orang, masing-masing keterangan setiap terdakwa hanya merupakan alat bukti
yang mengikat kepada dirinya sendiri. Keterangan terdakwa A tidak dapat
dipergunakan terhadap terdakwa B, demikian sebaliknya.49
C. Teori-Teori atau Sistem Pembuktian
Ada beberapa sistem atau teori pembuktian, yaitu antara lain:
a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata
(Conviction In Time) .
Sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap
perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian “keyakinan”
hakim semata-mata. Jadi bersalah tidaknya terdakwa atau dipidana tidaknya
terdakwa sepenuhnya tergantung pada keyakinan hakim. Keyakinan hakim tidak
49
Ibid., hlm. 321.
80
harus timbul atau didasarkan pada alat bukti yang ada. Sekalipun alat bukti sudah
cukup kalau hakim tidak yakin, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana, sebaliknya
meskipun alat bukti tidak ada tapi kalau hakim sudah yakin, maka terdakwa dapat
dinyatakan bersalah. Akibatnya dalam memutuskan perkara hakim menjadi
subyektif sekali. Kelemahan pada sistem ini terletak pada terlalu banyak
memberikan kepercayaan kepada hakim, kepada kesan-kesan perseorangan
sehingga sulit untuk melakukan pengawasan. Hal ini terjadi di praktik Peradilan
Prancis yang membuat pertimbangan berdasarkan metode ini, dan banyak
mengakibatkan putusan bebas yang aneh.50
b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang
Logis (Conviction In Raisone)
Sistem pembuktian Conviction In Raisone masih juga mengutamakan
penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum
terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim
yang nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim
tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan, meskipun
alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim bisa
menggunakan alat-alat bukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu
mendapat penjelasan adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat
50
Andi Hamzah, 1985. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,
hlm. 241
81
dijelaskan dengan alasan yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian
convition in raisone harus dilandasi oleh “reasoning” atau alasan-alasan dan
alasan itu sendiri harus “reasonable” yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapat
diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan keyakinan yang tanpa
batas. Sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistem pembuktian bebas.
c. Sistem atau Teori Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positief
Wettelijk Bewijstheori)
Sistem ini ditempatkan berhadap-hadapan dengan sistem pembuktian
conviction in time, karena sistem ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya
terdakwa didasarkan kepada ada tiadanya alat-alat bukti sah menurut
undangundang yang dapat dipakai membuktikan kesalahan terdakwa. Teori positif
wetteljik sangat mengabaikan dan sama sekali tidak mempertimbangkan keyakinan
hakim. Jadi sekalipun hakim yakin akan kesalahan yang dilakukan terdakwa, akan
tetapi dalam pemeriksaan di persidangan pengadilan perbuatan terdakwa tidak
didukung alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa harus
dibebaskan. Umumnya bila seorang terdakwa sudah memenuhi cara-cara
pembuktian dan alat bukti yang sah menurut undang-undang maka terdakwa
tersebut bisa dinyatakan bersalah dan harus dipidana. Kebaikan sistem pembuktian
ini, yakni hakim akan berusaha membuktikan kesalahan terdakwa tanpa
dipengaruhi oleh nuraninya sehingga benar-benar obyektif karena menurut cara-
cara dan alat bukti yang di tentukan oleh undang-undang kelemahannya terletak
82
bahwa dalam sistem ini tidak memberikan kepercayaan kepada ketetapan kesan-
kesan perseorangan hakim yang bertentangan dengan prinsip hukum acara
pidana.51
d. Sistem atau Teori Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif
(Negatief Wettelijk Stelsel)
Sistem pembuktian negatief wettelijk terletak antara dua sistem yang
berhadap-hadapan, yaitu antara sistem pembuktian positif wettelijk dan sistem
pembuktian conviction intime. Artinya hakim hanya boleh menyatakan terdakwa
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan apabila ia yakin dan
keyakinannya tersebut didasarkan kepada alat-alat bukti yang sah menurut
undang-undang. Dalam sistem negatif wetteljik ada dua hal yang merupakan syarat
untuk membuktikan kesalahan terdakwa, yakni: pertama, Wettelijk yaitu adanya
alat-alat bukti yang sah dan ditetapkan oleh undang-undang dan kedua, Negatif,
yaitu adanya keyakinan (nurani) dari hakim, sehingga berdasarkan bukti-bukti
tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa. Antara alat-alat bukti dengan
keyakinan diharuskan adanya hubungan causal (sebab akibat).
Meskipun terdakwa telah terbukti menurut cara dan dengan alat-alat bukti sah
menurut undang-undang, akan tetapi bila hakim tidak yakin akan kesalahan
terdakwa, maka ia dapat saja membebaskan terdakwa. Sebaliknya bila hakim
51
D. Simons, 1952, Beknopte handleiding tot het wetboek van strafvordering, Haarlem, de
Erven F. Bohn, hlm.114
83
yakin akan kesalahan terdakwa, tetapi keyakinannya tidak didasarkan atas alatalat
bukti sah menurut undang-undang, maka hakim harus menyatakan kesalahan
terdakwa tidak terbukti. Sistem inilah yang dipakai dalam sistem pembuktian
peradilan pidana di Indonesia.
D. Tinjauan Umum Tentang Polresta Pekanbaru
a. Wilayah Hukum Polresta Pekanbaru
Kepolisian Resot Kota Pekanbaru sebagai Kesatuan Operasional Dasar
merupakan perpanjangan tangan Polri yang tanggung jawa batas
keamanan,ketertipan dan penegakan hukum baik terhadap individu maupun
keamanan umum sebagaimana rumusan Tugas Pokok Polri sesuai dengan Undang-
undang Kepolisian RI Nomor 2 Tahun 2002, khususnya dalam wilayah Pekanbaru
sebagai berikut ;
a. Memelihara keamanan dan ketertipan masyarakat.
b. Menegakan hukum, dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Polresta Pekanbaru bertugas menyelenggarakan tugas pokok polri dalam
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum dan pemberian
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta tugas-tugas
kepolisian dalam wilayah hukum Polresta Pekanbaru sesuai ketentuan hukum dan
peraturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi polri, dalam rangka meningkatkan
84
efektifitas organisasi dan pelaksanaan tugas operasional. Sat Binmas Pekanbaru
membuat buat mekanisme kerja, baik antara satuan fungsi, (Interen) dilingkungan
Polresta Pekanbaru maupun menjalin kemitraan dengan institusi terkait (Eksteren)
dalam wilayah Polresta Pekanba
C. Struktur Organisasi Penyidik Judisila Polresta Pekanbaru
KASAT RESKRIM
ARIYANTO.,S.H.,SIK
WAKASAT RESKRIM
ARRY PRASETYO.,S.H.,M.H
KANIT IV SAT RESKRIM
ABD. RAHIM
KASUBDIT I
LUKMAN
KASUBDIT II
RINTO S.H
Dwi Mirnati M. Ramadhan Rico Riandi Mulyandi S.H