bab ii tinjauan teoritis dan hasil...

42
1 BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIAN A. Tinjauan Teoritis 1. Tindak Pidana a. Pengertian Tindak Pidana Dalam Pasal 1 KUHP mengatakan bahwa perbuatan yang pelakunya dapat dipidana/dihukum adalah perbuatan yang sudah disebutkan di dalam perundang-undangan sebelum perbuatan itu dilakukan. Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut: “Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.” Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat beberapa unsur yakni: 1. Suatu perbuatan manusia; 2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang- undang; 3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Keragaman pendapat di antara para sarjana hukum mengenai definisi strafbaar feit itu sendiri, yaitu: 1. Perbuatan Pidana Prof. Mulyatno, S.H. menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat Beliau istilah “perbuatan pidana”

Upload: vanphuc

Post on 29-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

1

BAB II

TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIAN

A. Tinjauan Teoritis

1. Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Dalam Pasal 1 KUHP mengatakan bahwa perbuatan yang

pelakunya dapat dipidana/dihukum adalah perbuatan yang sudah

disebutkan di dalam perundang-undangan sebelum perbuatan itu

dilakukan. Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar

feit”, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak terdapat

penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar

feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik,

yang berasal dari bahasa Latin yakni delictum. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut:

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman

karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang

tindak pidana.”

Berdasarkan rumusan yang ada maka delik (strafbaar feit) memuat

beberapa unsur yakni:

1. Suatu perbuatan manusia;

2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-

undang;

3. Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Keragaman pendapat di antara para sarjana hukum mengenai

definisi strafbaar feit itu sendiri, yaitu:

1. Perbuatan Pidana

Prof. Mulyatno, S.H. menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan

perbuatan pidana. Menurut pendapat Beliau istilah “perbuatan pidana”

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

2

menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang

menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana pelakunya

dapat dikenakan sanksi pidana. Dapat diartikan demikian karena kata

“perbuatan” tidak mungkin berupa kelakuan alam, karena yang dapat

berbuat dan hasilnya disebut perbuatan itu adalah hanya manusia.

Selain itu, kata “perbuatan” lebih menunjuk pada arti sikap yang

diperlihatkan seseorang yang bersifat aktif yaitu melakukan sesuatu

yang sebenarnya dilarang hukum tetapi dapat juga bersifat pasif yaitu

tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum.

2. Peristiwa Pidana

Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Prof. Wirjono Prodjodikoro,

S.H., dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah “peristiwa

pidana” pernah digunakan secara resmi dalam Undang Undang Dasar

Sementara 1950, yaitu dalam Pasal 14 ayat (1). Secara substansif,

pengertian dari istilah “peristiwa pidana” lebih menunjuk kepada

suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik oleh perbuatan manusia

maupun oleh gejala alam. Oleh karena itu, dalam percakapan sehari-

hari sering didengar suatu ungkapan bahwa kejadian itu merupakan

peristiwa alam.

3. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit diperkenalkan

oleh pihak pemerintah Departemen Kehakiman. Istilah ini banyak

dipergunakan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Khusus,

misalnya: Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-

Undang Tindak Pidana Narkotika.

Istilah tindak pidana menunjukkan gerak-gerik tingkah laku dan

gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga

seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya

dia, dia telah melakukan tindak pidana.

Mengenai kewajiban untuk berbuat tetapi dia tidak tidak berbuat, yang

di dalam undang-undang pada Pasal 164 KUHP mengharuskan

seseorang untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila akan

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

3

timbul kejahatan ternyata dia tidak melaporkan, maka dia dapat

dikenai sanksi.

Prof. Sudarto berpendapat bahwa pembentuk undang-undang sudah

tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan Beliau lebih condong

memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh

pembentuk undang-undang.1

Oleh karena itu, kesimpulan dari berbagai definisi di atas yaitu

tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan

diancam dengan pidana, di mana pengertian perbuatan selain

perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya

dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat

sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

b. Unsur-unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana terbagi menjadi dua yaitu:

a) Unsur Objektif

Unsur yang terdapat di luar diri si pelaku. Unsur-unsur yang ada

hubungannya dengan keadaan yaitu dalam keadaan-keadaan di

mana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Unsur ini

terdiri dari:

1) Sifat melanggar hukum.

2) Kualitas dari diri si pelaku

Misalnya keadaan sebagai pegawai negeri di dalam kejahatan

jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai

pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di

dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

3) Kausalitas

Yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab

dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

b) Unsur Subjektif

1 Sudarto,Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung,1983, Hlm.19.

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

4

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang

dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya

segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini

terdiri dari:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

2. Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam

Pasal 53 ayat (1) KUHP.

3. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-

kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya.

4. Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam

Pasal 340 KUHP yaitu pembunuha yang direncanakan

terlebih dahulu.

5. Perasaan takut seperti terdapat di dalam Pasal 308 KUHP.

Pembahasan unsur tindak pidana ini terdapat dua masalah yang

menyebabkan perbedaaan pendapat di kalangan sarjana hukum

pidana. Salah satu pihak berpendapat bahwa masalah ini

merupakan unsur tindak pidana, di pihak lain berpendapat

bukanlah merupakan unsur tindak pidana, masalah tersebut adalah:

a. Syarat tambahan suatu perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana

(Bijkomende voor waarde strafbaarheid);contoh Pasal 123, Pasal

164, dan Pasal 531 KUHP.

b. Syarat dapat dituntutnya seseorang yang telah melakukan tindak

pidana (Voorwaarden van vervlog baarheid); contoh Pasal 310,

Pasal 315, dan Pasal 284 KUHP.

Sebagian besar sarjana berpendapat, bahwa hal itu bukanlah

merupakan unsur tindak pidana, oleh karena itu syarat tersebut

terdapat timbulnya kejadian atau peristiwa. Ada pihak lain yang

berpendapat ini merupakan unsur tindak pidana. Oleh karena itu, jika

syarat ini tidak dipenuhi maka perbuatan tersebut tidak dapat dipidana.

Menurut Prof. Moelyatno, S.H. unsur atau elemen perbuatan pidana

terdiri dari:

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

5

a. Kelakuan dan Akibat (perbuatan)

Misalnya pada Pasal 418 KUHP, jika syarat seorang PNS tidak

terpenuhi maka secara otomatis perbuatan pidana seperti yang

dimaksud pada Pasal tersebut tidak mungkin ada, jadi dapat

dikatakan bahwa perbuatan pidana pada Pasal 418 KUHP ini ada

jika pelakunya adalah seorang PNS.

b. Hal Ikhwal atau Keadaan yang menyertai perbuatan

Misal pada Pasal 160 KUHP ditentukan bahwa penghasutan itu

harus dilakukan di muka umum, jadi hal ini menentukan bahwa

keadaan yang harus menyertai perbuatan penghasutan tadi adalah

dengan dilakukan di muka umum.

c. Keadaan Tambahan yang memberatkan pidana

Maksudnya adalah tanpa suatu keadaan tambahan tertentu

seseorang terdakwa telah dapat dianggap melakukan perbuatan

pidana yang dapat dijatuhi pidana, tetapi dengan keadaan

tambahan tadi ancaman pidananya lalu diberatkan. Misalnya pada

Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan diancam dengan

pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan (dua tahun delapan

bulan), tetapi jika penganiayaan tersebut menimbulkan luka berat

ancaman pidananya diberatkan menjadi 5 tahun (lima tahun) dan

jika menyebabkan kematian menjadi 7 tahun (tujuh tahun).

d. Unsur melawan hukum yang objektif

Unsur melawan hukum yang menunjuk kepada keadaan lahir atau

objektif yang menyertai perbuatan.

e. Unsur melawan hukum yang subjektif

Unsur melawan hukum terletak di dalam hati seseorang pelaku

kejahatan itu sendiri. Misalnya pada Pasal 362 KUHP, terdapat

kalimat “dengan maksud” kalimat ini menyatakan bahwa sifat

melawan hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dari hal-hal lahir,

tetapi tergantung pada niat seseorang mengambil barang. Apabila

niat hatinya baik, contohnya jika mengambil barang untuk

kemudian dikembalikan pada pemiliknya, maka perbuatan tersebut

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

6

tidak dilarang. Sebaliknya jika niat hatinya jelek yaitu mengambil

barang untuk dimiliki sendiri dengan tidak mengacuhkan

pemiliknya menurut hukum, maka hal itu dilarang dan masuk

rumusan pencurian.

c. Delik Formal (Formil) dan Delik Material (Materiil)

Pada umumnya rumusan delik di dalam KUHP merupakan

rumusan yang selesai, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh

pelakunya. Delik formal adalah delik yang dianggap selesai dengan

dilakukannya perbuatan itu, atau dengan perkataan lain titik

beratnya berada pada perbuatan itu sendiri. Tidak dipermasalahkan

apakah perbuatannya, sedangkan akibatnya hanya merupakan

aksidentalia (hal yang kebetulan). Contoh delik formal adalah

Pasal 362 (pencurian), Pasal 160 (penghasutan), dam Pasal 209-

210 (penyuapan). Jika seseorang telah melakukan perbuatan

mengambil dan seterusnya, dalam delik pencurian sudah cukup.

Juga jika penghasutan sudah dilakukan, tidak peduli apakah yang

dihasut benar-benar mengikuti hasutan itu.

Sebaliknya di dalam delik material titik beratnya pada

akibat yang dilarang, delik itu dianggap selesai jika akibatnya

sudah terjadi, bagaimana cara melakukan perbuatan itu tidak

menjadi masalah. Contohnya adalah Pasal 338 (pembunuhan) yang

terpenting adalah matinya seseorang. Caranya boleh dengan

mencekik, menusuk, menembak, dan sebagainya.

Van Hamel kurang setuju dengan pembagian delik formal

dan material ini, karena menurutnya walaupun perilaku yang

terlarang itu tidak dirumuskan sebagai penyebab dari suatu akibat,

tetapi karena adanya perilaku semacam itulah seseorang dapat

dipidana. Ia lebih setuju menyebutnya sebagai “delik yang

dirumuskan secara formal” dan “delik yang dirumuskan secara

material”.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

7

2. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian

Sistem pembuktian adalah pengaturan tentang macam-

macam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat bukti

dan cara-cara bagaimana alat bukti itu dipergunakan dan dengan

cara bagaimana hakim harus membentuk keyakinannya.

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan

yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana.

Dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana

akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti

melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti

yang ada disertai keyakinan hakim, padahal tidak benar. Untuk

inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari

kebenaran materiil (Hakim aktif menemukan fakta yang terjadi

sebenarnya), berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup

puas dengan kebenaran formil (Kebenaran yang diperoleh

berdasarkan fakta yang diperoleh). Sejarah perkembangan hukum

acara pidana menunjukkan bahwa ada beberapa sistem atau teori

untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan. Sistem atau teori

pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan tempat (negara).

Berikut ini Penulis akan menguraikan keempat sistem atau teori

pembuktian tersebut di atas sebagai berikut:

1) Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang

secara positif (Positief Wettelijke Bewijs Theorie) Dikatakan

secara positif, karena hanya didasarkan kepada undang-undang

melulu. Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai

dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka

keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini

disebut juga teori pembuktian formal (formale bewijstheorie).

Sistem ini menitikberatkan pada adanya bukti yang sah menurut

undang-undang. Meskipun hakim tidak yakin akan kesalahan

terdakwa, namun apabila ada bukti yang sah menurut undang-

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

8

undang, maka ia dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa.

Jadi misalnya ada dua orang saksi yang telah disumpah secara

istimewa dan mengatakan kesalahan terdakwa maka hakim

mesti menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa meskipun

barangkali hakim itu berkeyakinan bahwa terdakwa adalah

tidak berdosa. Demikian sebaliknya apabila syarat berupa dua

saksi itu tidak dipenuhi, maka hakim mesti membebaskan

terdakwa dari tuntutan walaupun hakim berkeyakinan bahwa

terdakwalah yang berdosa.

2) Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim

melulu. Sistem atau teori ini terlalu besar memberi kebebasan

kepada hakim sehingga sulit untuk diawasi. Sehingga dengan

adanya hal demikian terdakwa atau penasehat hukumnya sulit

untuk melakukan pembelaan. Menurut sistem ini, dianggap

cukuplah bahwa hakim mendasarkan terbuktinya suatu keadaan

atas keyakinan belaka dengan tidak terikat oleh suatu peraturan.

Dalam sistem ini hakim dapat menurut perasaan belaka dalam

menentukan apa suatu keadaan harus dianggap telah terbukti.

3) Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas

alasan yang logis (La Conviction Rais onnee). Menurut teori ini

hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar

keyakinannya, keyakinan mana didasarkan kepada dasar-dasar

pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang

berlandaskan kepada aturan-aturan pembuktian tertentu. Sistem

atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena

hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya.

Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar,

sehingga sulit diawasi. Di samping itu, terdakwa atau penasehat

hukumnya sulit untuk melakukan pembelaan. Dalam hal ini

hakim dapat memidana terdakwa berdasarkan keyakinannya

bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan.

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

9

4) Teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif

(Negatief Wettelijk). HIR maupun KUHAP, begitu pula

Nederland Sub verbo (Ned.Sv) yang lama dan yang baru

semuanya menganut sistem atau teori pembuktian berdasar

undang-undang secara negatif (negatief wettelijk). Hal tersebut

dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP, dahulu Pasal 294

Herziene Inlands Reglement (HIRt. Pasal 183 KUHAP

berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang

bersalah melakukannya”. Dari ketentuan Pasal 183 KUHAP

tersebut di atas nyata bahwa pembuktian harus didasarkan

kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat-alat bukti yang

sah, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-

alat bukti tersebut. Hak tersebut dapat dikatakan sama saja

dengan ketentuan yang tersebut pada Pasal 294 ayat (1)

Herziene Inlands Reglement (HIR) yang berbunyi: “Tidak

seorangpun boleh dikenakan pidana, selain jika hakim

mendapat keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar

telah terjadi. Perbuatan yang dapat dipidana dan bahwa orang

yang didakwa itulah yang bersalah melakukan perbuatan itu”.2

B. Analisis

1. E-commerce

a. Prinsip-prinsip dalam e-commerce menurut UU ITE

Undang-Undang ITE mengatur beberapa prinsip-prinsip dalam

kontrak elektronik, walaupun tidak diatur secara jelas tetapi

beberapa Pasal dalam UU ITE ini secara tersirat mengatur

mengenai prinsip-prinsip kontrak dalam suatu transaksi elektronik.

2 Hari Sasangka,Lili Rosita,Loc.Cit.

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

10

a. Prinsip Kepastian Hukum

Dalam Pasal 18 ayat (1) UU ITE disebutkan bahwa:

“Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam

kontrak elektronik mengikat para pihak.”

Suatu transaksi elektronik mengikat para pihak yang saling

terkait di dalamnya, artinya suatu kontrak elektronik merupakan

undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Jika ada

salah satu pihak yang melanggar kontrak elektronik tersebut

maka pihak lain dapat mengajukan gugatan terhadap pihak

yang melanggar kontrak tersebut.

b. Prinsip Itikad Baik

Dalam Pasal 17 ayat (2) UU ITE disebutkan bahwa:

“Para pihak yang melakukan transaksi elektronik dalam

lingkup publik ataupun privat wajib beritikad baik dalam

melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung.”

Prinsip itikad baik mempunyai arti para pihak yang

melakukan transaksi tidak bertujuan untuk secara sengaja

mengakibatkan kerugian kepada pihak lain. Pihak pengirim

harus jujur mengenai produk yang diperjanjikan dan tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, norma

kepatutan maupun norma kesusilaan.

c. Prinsip Konsensualisme

Dalam Pasal 20 UU ITE mengatur kapan suatu transaksi

elektronik dikatakan terjadi.

Pasal 20 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwa:

“Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, transaksi

elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim

pengirim telah diterima dan disetujui penerima.”

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

11

Pasal 20 ayat (2) UU ITE menyatakan bahwa:

“Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan

pernyataan penerimaan secara elektronik.”

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa kontak elektronik kesepakatan terjadi pada saat

penawaran transaksi elektronik yang dikirim oleh pengirim

diterima dan disetujui oleh penerima dengan pernyataan secara

elektronik, misalnya dengan mengirimkan konfirmasi foto

bahwa barang yang sudah datang.

d. Prinsip Keterbukaan atau Transparansi

Dalam Pasal 9 UU ITE menyatakan bahwa:

“Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem

elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan

benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk

yang ditawarkan.”

Pihak yang menawarkan produk harus terbuka atas produk

yang ditawarkan dan isi kontrak tidak boleh mengandung unsur

yang merugikan konsumen. Jika pihak yang menawarkan

produk melakukan hal yang merugikan konsumen dapat dikenai

sanksi pidana sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 45 ayat(2)

UU ITE.

e. Prinsip Kebebasan Kontrak yang terbatas

Para pihak bebas membuat kontrak tentang apa saja dan

mengikat bagi para pihak sebagaimana halnya dengan undang-

undang. Kontrak elektronik ada barang-barang tertentu yang

tidak boleh diperjualbelikan seperti hewan dan tanah. Karena

persyaratan jual beli tanah harus dituangkan dalam akta Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

12

b. Pembuktian E-commerce

Sama seperti sahnya perjanjian/kontrak pada umumnya,

keabsahan suatu transaksi elektronik sebenarnya tidak perlu

diragukan lagi sepanjang terpenuhinya syarat-syarat kontrak.

Dalam sistem hukum Indonesia, sepanjang terdapat kesepakatan

diantara para pihak; cakap mereka yang membuatnya; atas suatu

hal tertentu; dan berdasarkan suatu sebab yang halal, maka

transaksi tersebut seharusnya sah, meskipun melalui proses

elektronik. Untuk mendukung pandangan tersebut, dalam lingkup

internasional terdapat beberapa ketentuan yang dapat menjadi

acuan, antara lain:

1. The United Nations Conference on International Trade Law

(UNCITRAL) Model Law on E-Commerce of 1996, yang

merumuskan bahwa akibat, keabsahan atau dapat ditegakkannya

suatu informasi tidak dapat disangkal semata-mata karena

formatnya sebagai pesan data (data message);

2. The European Union (EU) Directive on E-Commerce of 2000:

menegaskan bahwa negara anggotanya wajib menjamin bahwa

sistem hukum mereka memungkinkan kontrak dibuat dengan

sarana elektronik;

3. Singapore's E-Transaction Act of 1998: merumuskan bahwa

untuk menghindari keraguan, dinyatakan bahwa informasi tidak

dapat disangkal akibat hukumnya, keabsahannya maupun

kemampuan untuk ditegakkannya semata-mata dengan alasan

bahwa informasi tersebut dalam bentuk rekaman elektronik.

Beberapa prinsip utama UNCITRAL Model Law on Electronic

Commerce juga menyebutkan diantaranya sebagai berikut.3

3 Mariam Darus Badrulzaman, E-commerce Tinjauan dari Hukum Kontrak Indonesia, Hukum Bisnis

XII, 2001, Hlm.38.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

13

1. Segala informasi elektronik dalam bentuk data elektronik dapat

dikatakan memiliki akibat hukum, keabsahan ataupun kekuatan

hukum.

2. Pasal 6 UNCITRAL Model Law menyatakan bahwa dalam

hukum mengharuskan adanya suatu informasi dalam bentuk

tertulis, suatu data elektronik dapat memenuhi syarat untuk itu.

3. Dalam hal tanda tangan, suatu tanda tangan elektronik

merupakan tanda tangan yang sah. Transaksi elektronik dapat

dilakukan dengan tanda tangan digital atau tanda tangan

elektronik. Tanda tangan digital adalah pendekatan yang

dilakukan oleh teknologi encryption terhadap kebutuhan akan

adanya suatu tanda tangan atau adanya penghubung antara satu

dokumen/ data message dengan orang yang membuat atau

menyetujui dokumen tersebut. Sementara itu tanda tangan

elektronik adalah suatu tehnik penandatanganan yang

menggunakan biometric ataupun berbagai cara lainnya, artinya

tidak selalu harus menggunakan public key crypthography4

4. Dalam hal kekuatan pembuktian dan data bersangkutan, data

message memiliki kekuatan pembuktian.

Di indonesia sendiri telah dibentuk UU ITE sehingga

penggunaan dokumen atau data elektronik sebagai bukti dari suatu

transaksi elektronik telah diterima secara sah dalam hukum

Indonesia. Seperti dikatakan dalam Pasal 5 ayat ( 1 ) UU ITE :

“Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. “

Hal ini dipertegas lagi dengan ketentuan pada Pasal 5 ayat ( 2 ) UU

ITE bahwa:

4 Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negri Departemen Perindustrian dan Perdagangan

jakarta dan Lembaga kajian Hukum Teknologi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Tanda Tangan Elektronik dan Transaksi Elektronik Jakarta, 2001, Hlm. 75.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

14

“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan

Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Menurut Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana, alat-alat bukti yang sah terdiri dari keterangan saksi,

keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Oleh

karena itu, alat bukti menurut hukum acara di atas yang dibuat

dalam bentuk informasi elektronik/dokumen elektronik, dan

informasi elektronik/dokumen elektronik itu sendiri, merupakan

alat bukti yang sah menurut UU ITE.

Dalam UU ITE diatur bahwa informasi elektronik/dokumen

elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum

yang sah, dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai

dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Perluasan yang

dimaksud adalah pengakuan terhadap informasidan/atau dokumen

elektonik beserta hasil cetakannya sebagai alat bukti sah di

pengadilan, sehingga sekarang ini alat bukti di pengadilan

bertambah satu yang sebelumnya belum ada.

Dalam transaksi elektronik yang berlangsung dengan

menggunakan media elektronik, transaksi dilakukan tanpa tatap

muka di antara para pihak. Bukti atas transaksi yang dilakukan

tersimpan dalam bentuk dokumen atau data elektronik yang

terekam dalam sistem penyimpanan dokumen di komputer.

Mengenai alat-alat bukti dalam transaksi elektronik, Michael

Chissick dan Alistair Kelman menyatakan ada tiga tipe pembuktian

yang dibuat oleh komputer, yaitu :5

1. Real Evidence (bukti nyata). Real evidence atau bukti nyata

meliputi hasil rekaman langsung dari aktivitas elektronik

5 Mansur, Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT.

Refika Aditama, Bandung , 2005, Hlm.114.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

15

seperti rekaman transaksi, kalkulasi-kalkulasi atau analisa-

analisa yang dibuat oleh komputer itu sendiri melalui

pengaplikasian software dan penerima informasi dari device

lain seperti yang built-in langsung dalam komputer atau remote

sender. Bukti nyata ini muncul dari berbagai kondisi. Jika

sebuah komputer bank secara otomatis mengkalkulasi

(menghitung) nilai pembayaran pelanggan terhadap bank

berdasarkan tarifnya, transaksi-transaksi yang terjadi dan credit

balance yang dikliring secara harian, maka kalkulasi ini akan

digunakan sebagai sebuah bukti nyata.

2. Hearsay Evidence (bukti yang berupa kabar dari orang lain).

Termasuk pada hearsay evidence adalah dokumen-dokumen

atau data yang diproduksi oleh komputer yang merupakan

salinan dari informasi yang diberikan (dimasukkan) oleh

seseorang ke dalam komputer. Cek yang ditulis dan slip

pembayaran yang diambil dari sebuah rekening bank juga

termasuk hearsay evidence.

3. Derived Evidence merupakan informasi yang

mengkombinasikan antara bukti nyata (real evidence) dengan

informasi yang dimasukkan olehseseorang ke komputer dengan

tujuan untuk membentuk sebuah dokumen atau data yang

tergabung. Contoh dari derived evidence adalah tabel dalam

kolom-kolom harian sebuah statement bank karena tabel ini

diperoleh dari real evidence (yang secara otomatis membuat

tagihan bank) dan hearsay evidence (check individu dan entry

pembayaran lewat slip-paying in).

Dengan dilakukannya ketiga pendekatan tersebut terhadap

bukti elektronik maka akan membantu hakim dalam memutuskan

suatu perkara.Mengenai pembuktian isi dari dokumen itu sendiri

memang tidak mudah untuk dibuktikan. Sifat yang ingin dibuktikan

adalah sifat integrity. Sifat ini dapat terjaga dan dibuktikan jika

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

16

digunakan tanda tangan elektronik untuk mengesahkan dokumen

tersebut.

Pengakuan catatan transaksi elektronik sebagai alat bukti

yang sah di pengadilan telah dirintis oleh UNCITRAL yang

mencantumkan dalam Model Law on E-Commerce ketentuan

mengenai transaksi elektronik diakui sederajat dengan tulisan di

atas kertas sehingga tidak dapat ditolak sebagai bukti pengadilan.

Mengacu pada ketentuan UNCITRAL, ada peluang bagi Indonesia

untuk menempatkan bukti elektronik dalam bentuk informasi,

dokumen maupun tanda tangan elektronik sebagai alat bukti yang

sah, sepanjang ditetapkan dalam undang-undang yang khusus

mengatur mengenai transaksi elektronik dan hal ini direalisasikan

oleh pemerintah dengan dibentuknya UU ITE. Pemerintah sebagai

regulator mengatur kegiatan perekonomian Indonesia, dalam hal ini

kegiatan ekonomi berupa transaksi secara elektronik membuat

suatu kebijakan atau perangkat hukum berupa UU No.11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang memiliki

tujuan antara lain:6

a. Memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha dalam

menjalankan aktivitas usahanya. Dengan adanya perangkat

hukum, maka kepastian hukum akan terjamin. Informasi

/dokumen elektronik/hasil cetaknya sebagai alat bukti hukum

yg sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU ITE.

b. Memberikan perlindungan hukum bagi para pelaku usaha dan

bagi konsumen. Pelaku Usaha menyediakan informasi yg

lengkap dan benar. sebagai mana dimaksud dalam Pasal 9 UU

ITE. Melindungi Konsumen dari berita bohong dan

menyesatkan yg merugikan Konsumen dalam transaksi sebagai

mana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1). Melindungi Pelaku

Usaha dari tindakan-tindakan melawan hukum, misal:

6 Elly Erawaty, Pengantar Hukum Ekonomi Indonesia, edisi ketiga, Unpar, Bandung, 2004, Hlm.10.

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

17

seseorang yang melanggar/menerobos sistem pengamanan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 (3) UU ITE.

c. Memberikan proteksi secara khusus bagi pelaku usaha nasional

khususnya yang termasuk sebagai pengusaha kecil dalam

menghadapi persaingan dengan pengusaha asing. Pemerintah

menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif untuk

mengembangkan usaha dari pelaku usaha nasional supaya dapat

bersaing dengan pengusaha asing dengan adanya perbuatan

yang dilarang, misal: informasi/dokumen elekronik yang

melanggar kesusilaan, memiliki muatan perjudian, pencemaran

nama baik, pemerasan, atau pengancaman sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 UU ITE.

d. Melindungi kepentingan umum dari kemungkinan terjadinya

praktik bisnis yang tidak sehat dari para pelaku ekonomi. Nama

Domain (alamat internet) yg telah terdaftar tidak boleh

disalahgunakan oleh Pelaku Usaha lain karena dpt merugikan

pemilik domain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU

ITE.

e. Menciptakan pemerataan pendapatan dan mendorong

pertumbuhan ekonomi makro. Dengan adanya sistem elektronik

maka jaringan usaha akan semakin luas dan produksi

meningkat sehingga penyerapan tenaga kerja juga akan tinggi.

Materi penting dalam UU ITE adalah pengakuan terhadap

perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang

berlaku di Indonesia. Perluasan yang dimaksud adalah pengakuan

terhadap informasi, dokumen maupun tanda tangan elektronik

sebagai alat bukti. Artinya, kini telah bertambah satu lagi alat bukti

yang dapat digunakan di pengadilan. Informasi maupun dokumen

elektronik serta tanda tangan elektronik yang merupakan bagian di

dalamnya dapat menjadi alat bukti yang sah sebagaimana

ditegaskan di dalam Pasal 5 ayat (1) UU ITE. Adapun kegiatan

melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

18

(cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan

sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata.

Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang

berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.

Dengan demikian, subjek pelakunya juga harus dikualifikasikan

sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara

nyata. Dengan diberlakukannya UU ITE, maka secara yuridis

terciptalah suatu dasar hukum bagi transaksi-transaksi elektronik

dan informasi yang terjadi di wilayah hukum Indonesia. Setiap

kegiatan yang berurusan dengan sistem elektronik harus

mendasarkan hubungan tersebut pada ketentuan-ketentuan yang

tercantum dalam undang-undang ini.

Pengakuan secara yuridis melalui Pasal 5 ayat (1) UU ITE

terhadap alat bukti elektronik ini membawa akibat yuridis

diakuinya alat bukti elektronik tersebut sebagai bagian dalam alat

bukti yang selama ini berlaku. Pengakuan alat bukti elektronik ini

merupakan suatu langkah maju dalam hukum pembuktian. Apabila

terjadi suatu perkara perdata yang mempersengketakan suatu

dokumen elektronik dalam bentuk kontrak elektronik, maka

dokumen tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi para pihak

untuk menyelesaikan perkara atau hakim yang nantinya memutus

perkara.

Oleh karena itu UU ITE ini mengatur suatu dimensi baru

yang belum pernah diatur sebelumnya maka muncullah beberapa

istilah maupun karakteristik baru yang bersesuaian dengan kegiatan

di dunia siber. Salah satu hal yang baru adalah adanya bentuk alat

bukti elektronik yang sah secara hukum, yaitu informasi dan

dokumen elektronik, ataupun hasil cetak dari informasi dan

dokumen elektronik, dan juga tanda tangan elektronik yang

merupakan alat yang digunakan untuk menentukan keabsahan dari

suatu informasi atau dokumen elektronik. Alat bukti elektronik ini

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

19

benar-benar merupakan hal yang baru dalam dunia hukum

mengingat belum adanya peraturan perundang-undangan yang

menyatakan dan mengakui alat bukti elektronik sebagai alat bukti

yang sah.

Penggunaan alat bukti elektronik pada prakteknya terdapat

anggapan yang berbeda. Salah satu pendapat mengatakan bahwa

hasil cetak yang dimaksudkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE merupakan

bukti tertulis. Hasil cetak merupakan perwujudan/penampakan dari

informasi dan/atau dokumen elektronik yang tersimpan secara

elektronik misalnya tersimpan di hard disk. Informasi yang

tersimpan secara elektronik harus dapat dibuktikan keberadaannya

dengan cara menampilkannya ke monitor komputer atau dicetak

lewat printer tampil di kertas. Dengan demikian, informasi

elektronik itu dapat dilihat dengan kasat mata dan diketahui

keberadaannya. Jadi, hasil cetak merupakan bukti elektronik dalam

wujud tertulis. UU ITE sendiri menyebutkan bahwa informasi dan

dokumen elektronik adalah perluasan dari alat bukti yang sah

sesuai dengan hukum acara, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat

(2) UU ITE.

Namun berdasarkan Pasal 1 angka 4, Pasal 5 ayat (3), Pasal

6 dan Pasal 7 UU ITE dapat dikategorikan syarat formil dan

materiil dari dokumen elektronik agar mempunyai nilai

pembuktian, yaitu berupa informasi elektronik yang dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan, yang dapat dilihat,

ditampilkan dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem

Elektronik, termasuk tulisan, suara, gambar dan seterusnya yang

memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang

mampu memahaminya; dinyatakan sah apabila

menggunakan/berasal dari Sistem Elektronik sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam undang-undang; dianggap sah apabila

informasi yang tecantum didalamnya dapat diakses, ditampilkan,

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

20

dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga

menerangkan suatu keadaan.

Dari syarat-syarat formil dan materiil tersebut dapat

dikatakan bahwa dokumen elektronik agar memenuhi batas

minimal pembuktian haruslah didukung dengan saksi ahli yang

mengerti dan dapat menjamin bahwa sistem elektronik yang

digunakan untuk membuat, meneruskan, mengirimkan, menerima

atau menyimpan dokumen elektronik adalah sesuai dengan

ketentuan dalam undang-undang; kemudian juga harus dapat

menjamin bahwa dokumen elektronik tersebut tetap dalam keadaan

seperti pada waktu dibuat tanpa ada perubahan apapun ketika

diterima oleh pihak yang lain (integrity), bahwa memang benar

dokumen tersebut berasal dari orang yang membuatnya

(authenticity) dan dijamin tidak dapat diingkari oleh pembuatnya

(non repudiation). Hal ini bila dibandingkan dengan bukti tulisan,

maka dapat dikatakan dokumen elektronik mempunyai derajat

kualitas pembuktian seperti bukti permulaan tulisan (begin van

schriftelijke bewijs), dikatakan seperti demikian oleh karena

dokumen elektronik tidak dapat berdiri sendiri dalam mencukupi

batas minimal pembuktian, oleh karena itu harus dibantu dengan

salah satu alat bukti yang lain. Dan nilai kekuatan pembuktiannya

diserahkan kepada pertimbangan hakim. Dengan kata lain,

dokumen elektronik masih merupakan suatu alat bukti biasa di

muka pengadilan, dimana masih membutuhkan alat bukti lainnya

misalnya keterangan saksi untuk menguatkannya.

Perkembangan teknologi informasi terutama yang berkaitan

dengan transaksi elektronik seperti e-commerce, e-business,

internet banking, dan lain sebagainya memerlukan pengaturan dan

ketentuan yang jelas yang dapat mengamankan kepentingan

informasi dan transaksi tersebut. Dalam UU ITE diatur bahwa

informasi elektronik/dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

21

merupakan alat bukti hukum yang sah, dan merupakan perluasan

dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di

Indonesia. Tapi, tidak sembarang informasi elektronik/dokumen

elektronik dapat dijadikan alat bukti yang sah. Menurut UU ITE,

suatu informasi elektronik/ dokumen elektronik dinyatakan sah

untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem elektronik

yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE, yaitu

sistem elektronik yang andal dan aman, serta memenuhi

persyaratan minimum sebagai berikut:

1. dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi

yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

2. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan,

kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam

penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;

3. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam

penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;

4. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan

dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami

oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem

elektronik tersebut; dan

5. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga

kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau

petunjuk.

Pengakuan terhadap informasi dan dokumen elektronik dapat

dilakukan dengan :

1. Didasarkan atas kemampuan komputer untuk menyimpan data,

dimana informasi dan dokumen elektronik tersebut dapat diakui

tanpa adanya keterangan, jika sebelumnya telah ada sertifikasi

terhadap metode bisnis yang dilakukan dan menggunakan

sistem elektronik yang sesuai dengan peraturan perundang-

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

22

undangan. Pengakuan ini sering digunakan dalam praktek

bisnis maupun non-bisnis untuk menyetarakan dokumen

elektronik dengan dokumen konvensional.

2. Menyandarkan pada hasil akhir sistem komputer. Misalnya

dengan output dari sebuah program komputer yang hasilnya

tidak didahului dengan campur tangan secara fisik. Contohnya,

rekaman telepon dan transaksi ATM. Artinya, dengan

sendirinya bukti elektronik tersebut diakui sebagai bukti

elektronik dan memiliki kekuatan hukum. Kecuali bila

dibuktikan lain, informasi, dokumen atau data tersebut dapat

dikesampingkan.

3. Perpaduan dari dua metode di atas, yaitu pengakuan terhadap

informasi dan data elektronik tersebut dilihat dari proses

penyimpanan informasi dan dokumen tersebut serta hasil akhir

dari informasi atau dokumen elektronik tersebut.

Suatu informasi dan dokumen elektronik sebagai bukti

elektronik baru dapat dinyatakan sah apabila menggunakan sistem

elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus dapat

menunjukkan bahwa informasi dan dokumen yang dimilikinya

berasal dari sistem elektronik yang terpercaya. Mengenai hal ini

diatur dalam Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 dan Pasal 7 UU ITE.

Sehubungan dengan standar penyelenggaraan sistem

elektronik yang baik, maka secara tidak langsung akan dibedakan

dua jenis kekuatan pembuktian yaitu valid dan tidak valid, atau

layak atau tidak layak untuk dipercaya. Hal ini akan mengarah

kepada aspek akuntabilitas dari penyelenggaraan sistem itu sendiri.

Jika memenuhi semua kriteria standar, sepanjang tidak dapat

dibuktikan lain oleh para pihak, sistem telah dapat dijamin berjalan

sebagaimana mestinya dan output informasi atau dokumen

elektronik dapat dinyatakan valid dan otentik secara substansial

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

23

sehingga informasi dan dokumen tersebut dapat diakui di

persidangan dan selayaknya diterima sebagai alat bukti otentik.

Alat bukti elektronik dapat dipercaya jika dilakukan dengan cara :

1. menggunakan peralatan komputer untuk menyimpan dan

memproduksi print-out,

2. proses data seperti pada umumnya dengan memasukkan

inisial dalam sistem pengelolaan arsip yang

dikomputerisasikan, dan

3. menguji data dalam waktu yang tepat, setelah data dituliskan

oleh seseorang yang mengetahui peristiwa hukumnya.

4. Syarat-syarat lainnya yang harus dipenuhi bagi pihak-pihak

yang ingin menggunakan informasi dan dokumen

elektronik,yaitu :

1) mengkaji informasi yang diterima untuk menjamin

keakuratan data yang dimasukkan,

2) metode penyimpanan data dan tindakan pengambilan data

untuk mencegah hilangnya data pada waktu disimpan,

3) penggunaan program komputer yang benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan untuk memproses data,

4) mengukur uji pengambilan keakuratan program, dan

5) waktu dan persiapan model print-out komputer.

Di dalam hukum acara pidana, pembuktian lebih

diutamakan dengan menggunakan alat bukti berupa saksi, hal ini

bermakna bahwa suatu perbuatan pidana menurut pembentuk

undang-undang hanya dapat diketahui oleh seorang saksi yang

secara langsung mengetahui atas perbuatan pidana tersebut.

Selanjutnya perlu dipahami bahwa dalam rangka penilaian

keabsahan penggunaan alat bukti di dalam hukum acara pidana,

terdapat prinsip yang sama baik di dalam Pasal 294 ayat 1 HIR dan

Pasal 183 KUHAP, yang pada asasnya mengatur tentang:

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

24

”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

ia memperoleh keyakinan bahwa sesuatu tindak pidana benar-

benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.”

2. Pembuktian Tindak Pidana E-commerce di Pengadilan

Pembuktian perkara tindak pidana e-commerce dalam

pemeriksaan di pengadilan tentunya untuk mengungkapkan kebenaran

mengenai peristiwa pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah

didakwakan kepada terdakwa dan apabila terbukti dalam pemeriksaan

di pengadilan maka sesuai dengan alat bukti yang ada dan keyakinan

hakim, dapat diambil keputusan untuk menghukum atau membebaskan

terdakwa dari hukuman.

Pembuktian perkara tindak pidana e-commerce dalam

pemeriksaan di pengadilan memerlukan alat bukti. Alat bukti yang

dimaksudkan sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan.

Hal ini berarti alat bukti yang digunakan terdapat dalam Pasal 184

KUHAP ditambah dengan alat bukti lain berupa Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik. Hakim dalam pemeriksaan perkara

tindak pidana teknologi informasi perlu menggunakan semua alat bukti

yang tersedia baik yang diatur dalam KUHAP maupun Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik. Dalam Pasal 44 menyatakan: Alat bukti penyidikan,

penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan

undang-undang ini adalah sebagai berikut:

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-

undangan; dan

b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan

angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

25

Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana, berbunyi: “Saksi adalah orang yang

dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,

penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.

Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana, berbunyi: “Keterangan saksi adalah

salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan

dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, Ia

lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan

pengetahuannya itu.”

Pasal 185 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana menyebutkan pada ayat:

1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan

di sidang pengadilan.

2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan

bahwaterdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan

kepadanya.

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku

apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.

4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang

suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat

bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu

dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan

adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.

5) Baik pendapat maupun rekàan, yang diperoleh dari hasil

pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi.

6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus

dengan sungguh-sungguh memperhatikan:

a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

26

c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi

keterangan yang tertentu;

d. cara hidup dan kesusilaán saksi serta segala sesuatu yang pada

umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu

dipercaya.

7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu

dengan yang lain tidak merupakan alat bukti namun apabila

keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah

dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana Pasal 185 ayat (1) menegaskan bahwa: “dalam

keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang

lain atau testimonium de auditu. Pasal 185 ayat (6) Yang dimaksud

dengan ayat ini ialah untuk mengingatkan hakim agar memperhatikan

keterangan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas, jujur dan

obyektif”.

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh

seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan

untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan. Pasal 186 menyatakan: Keterangan ahli ialah apa yang

seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan (Pasal 1 angka 28

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana):

Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana, menyebutkan: Surat sebagaimana tersebut

pada Pasal 184 ayat (1) huruf (c), dibuat atas sumpah jabatan atau

dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya,

yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang

didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan

alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

27

b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang

termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan

yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu

keadaan;

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu

keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan

isi dari alat pembuktian yang lain.

Alat bukti (Surat): segala sesuatu yang memuat tanda-tanda

bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hatiseseorang

untuk pembuktian. Alat bukti surat; surat yang dibuat atas kekuatan

sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Alat bukti tulisan:

segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang bisa

dimengerti dan mengandung suatu pikiran tertentu.7

Dalam Pasal 188 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana, menyatakan pada ayat:

1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi

suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat

diperoleh dari:

a. keterangan saksi;

b. surat;

c. keterangan terdakwa.

3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam

setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi

bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh

kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

7 Anonim, Kamus Hukum. PT. Citra Umbara, Bandung, 2008, hlm. 20.

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

28

Sedangkan dalam Pasal 189 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan pada ayat:

1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di

sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui

sendiri atau alami sendiri.

2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat

digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang,

asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah

sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.

3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya

sendiri.

4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan

bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya, melainkan harus disertal dengan alat bukti yang

lain.

Dalam Pasal 1 angka (14) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana,: Tersangka adalah seorang

yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti

permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal

1 angka (15): Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut,

diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.

Dengan sistem pembuktian di Indonesia, di mana

pembuktian berdasarkan la conviction Raisonee, yaitu keyakinan

hakim dengan dasar dan alasan yang logis maka, hakim memegang

peranan yang sangat penting. Keyakinan hakim yang dituangkan

dalam putusan harus dengan alasan yang didasarkan pada

pemikiran yang masuk logika/logis. Sistem pembuktian ini

mengakui adanya alat bukti tertentu tetapi tidak ditetapkan secara

limitatif oleh undang-undang. Kalau diperhatikan dari pasal demi

pasal yang terdapat dalam UU No. 8 Tahun 1981/KUHAP ternyata

UU No. 8 Tahun 1981 menganut sistem pembuktian menurut

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

29

undang-undang secara negatif di mana sistem ini merupakan

gabungan antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara

positif dengan sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim

melulu. Berkaitan dengan sistem pembuktian juga harus

diperhatikan mengenai batas minimum pembuktian. Hal ini

merupakan asas yang mengatur batas yang harus dipenuhi dalam

pembuktian kesalahan terdakwa. Dasarnya ada di Pasal 183 UU

No. 8 Tahun 1981 yang telah mengatur bahwa: “hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali dengan sekurang-

kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah. Ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang melakukannya. Artinya kalau dihubungkan

dengan Pasal 184 ayat (1) minimal dibutuhkan 2 (dua) alat bukti,

alat bukti mana sebagaimana diatur dalam Pasal 184 UU No. 8

Tahun 1981 (KUHAP).

Menurut Pitlo, pembuktian adalah suatu cara yang

dilakukan oleh suatu pihak atas fakta dan hak yang berhubungan

dengan kepentingannya. Pembuktian tentang benar tidaknya

terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan

bagian yang terpenting dalam hukum acara pidana. Membuktikan

berarti memberi kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa-

peristiwa tertentu. Adapun enam butir pokok yang menjadi alat

ukur dalam teori pembuktian, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Dasar Pembuktian

Yang dimaksud dengan Dasar Pembuktian adalah dasar-dasar

yang dipergunakan untuk mendapatkan suatu kebenaran atas

fakta-fakta. Dengan kata lain dasar pembuktian itu adalah

isi/materi dari alat bukti itu sendiri. Dapatlah dikatakan bahwa

jikalau alat bukti itu adalah wadahnya, maka dasar pembuktian

adalah isi dari wadah tersebut.

Page 30: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

30

2. Alat Pembuktian

Alat Pembuktian adalah alat-alat yang dipergunakan untuk

menggambarkan atau menerangkan suatu keadaan atau

peristiwa pidana berdasarkan fakta-fakta yang terjadi diwaktu

yang lampau guna keperluan proses pidana.

3. Penguraian Alat Pembuktian

Penguraian Pembuktian adalah cara-cara yang dipergunakan

untuk menguraikan suatu peristiwa atau keadaan berdasarkan

penggunaan alat bukti yang dipergunakan untuk melakukan

tindak pidana. Penguraian Pembuktian memegang peranan

yang sangat penting didalam pemeriksaan perkara di

pengadilan karena berdasarkan bukti-buktilah Hakim

menetapkan keyakinannya.

4. Kekuatan Pembuktian

Yang dimaksud Kekuatan Pembuktian disini adalah kekuatan

pembuktian dari masing-masing alat bukti. Dalam perkara

pidana biasanya kekuatan pembuktian terletak pada fakta-fakta,

dimana pembuktiannya didasarkan atas kebenaran dari fakta-

fakta yang telah teruji kebenarannya oleh Hakim.

5. Beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk

membuktikan tentang dakwaan di muka sidang pengadilan

(bewijslast).

6. Bukti minimum yang diperlukan dalam pembuktian untuk

mengikat kebebasan hakim (bewijsminimum).

Pada hakekatnya, pembuktian dimulai sejak adanya suatu

peristiwa hukum. Apabila ada unsur-unsur pidana (bukti awal telah

terjadinya tindak pidana) maka barulah dari proses tersebut

dilakukan penyelidikan (serangkaian tindakan penyelidik untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai

tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan

penyelidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini),

dan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Page 31: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

31

Kepolisian dalam Pasal 1 angka 13, penyidikan ialah serangkaian

tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya.

Kejahatan e-commerce memiliki karakter yang berbeda

dengan tindak pidana umum baik dari segi pelaku, korban, modus

operandi dan tempat kejadian perkara sehingga butuh penanganan

dan pengaturan khusus di luar KUHP. Perkembangan teknologi

informasi yang demikian pesatnya haruslah di antisipasi dengan

hukum yang mengaturnya dimana kepolisian merupakan lembaga

aparat penegak hukum yang memegang peranan penting di dalam

penegakan hukum. Agar suatu perkara pidana dapat sampai pada

tingkat penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, maka

sebelumnya harus melewati beberapa tindakan-tindakan pada

tingkat penyidik. Pada dasarnya proses pidana melalui tahap-tahap

sebagai berikut:

1. Tahap penyidikan oleh aparat kepolisian

2. Tahap penuntutan oleh Jaksa (Penuntut Umum)

3. Tahap pemeriksaan di pengadilan.

Pada proses penyidikan, aparat penyidik melakukan

serangkaian tindakan yang diperlukan guna mendapatkan alat bukti

yang nantinya diperlukan dipersidangan. Apabila tidak cukup bukti

atau peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana atau

penyidikan dihentikan demi hukummaka penyidik berwenang

untuk menghentikan proses penyidikan, begitu juga sebaliknya

apabila bukti-bukti telah terpenuhi dan peristiwa tersebut adalah

merupakan tidak pidana maka penyidik akan melanjutkan proses

penyidikan dengan membuat berita acara (pemberkasan perkara)

untuk diserahkan kepada penuntut umum.

Page 32: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

32

Tindak pidana e-commerce menggunakan sarana internet

sulit sekali mencari dan mengumpulkan alat bukti untuk menjerat

pelaku, baik pelaku penyedia sarana internet maupun pelaku

pemain perjudian itu sendiri, dimana data-data jaringan internet

atau komputer sulit untuk ditembus oleh aparat penegak hukum,

sehingga aparat kesulitan dalam mengumpulkan bukti bukti untuk

menjerat pelaku tindak pidana.

Apabila ada unsur-unsur pidana (bukti awal telah terjadinya

tindak pidana) maka barulah dari proses tersebut dilakukan

penyelidikan (serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini), dan dalam

Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian, Penyidikan ialah serangkaian tindakan penyidik dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

Menurut Petrus Reinhard Golose, seperti yang tertuang

didalam artikelnya di buletin hukum yang menjelaskan bahwa

untuk itu hal atau langkah-langkah yang dilakukan oleh Polri dalam

menangani kasus e-commerce atau kasus-kasus perusakan terhadap

komputer melalui jaringan adalah sebagai berikut:

1) Pembuatan Laporan Polisi, yang diikuti dengan pemanggilan

Saksi dari pemilik ISP (Internet Service Provider) yang telah

diketahui bahwa ISP tersebut digunakan oleh si pelaku

(hacker);

2) Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan warnet

atau café net yang digunakan pelaku, sekaligus untuk

mengumpulkan, melacak dan/atau melakukan penyitaan

Page 33: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

33

terhadap bukti elektronik (digital evidence) yang ada di TKP,

seperti hard disk;

3) Melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan ahli yang

memiliki keahlian dibidang teknologi informasi, baik dari

Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjajaran (UNPAD)

atau lembaga-lembaga lainnya;

4) Pemeriksaan terhadap tersangka, setelah didahului dengan

upaya paksa penangkapan dan/atau penahanan, berdasarkan

bukti permulaan dan/atau alat bukti yang cukup;

5) Pemberkasan dan penerapan pasal-pasal pidana yang dapat

disangkakan terhadap tersangka didalam melakukan kegiatan

penyidikan diperlukan suatu bukti permulaan yang cukup yaitu

alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan

mensyaratkan adanya minimal laporan polisi ditambah salah

satu alat bukti. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan beban

pembuktian yang telah disyaratkan Undang-Undang dalam hal

ini yakni minimal dua alat bukti. Dalam melakukan penyidikan

suatu kasus kejahatan dunia maya, seorang penyidik dapat

menggunakan alat-alat investigasi standar(standartinvestigative

tools), antara lain:

a. Informasi sebagai dasar bagi suatu kasus

Informasi dapat diperoleh dari observasi, pengujian bukti

elektronik yang tersimpan dalam hard disk atau bahkan

masih dalam memori. Bagi penyidik,sangat penting untuk

memperoleh informasi melalui crime scene search

(penyidikan di tempat kejadian perkara) yang bertumpu

pada komputer.

b. Interview dan Interogasi

Alat ini dipergunakan untuk memperoleh informasi dari

pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan dunia maya.

Wawancara ini meliputi perolehan informasi dengan

memberikan pertanyaan kepada saksi-saksi, korban, dan

Page 34: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

34

pihak lain yang mungkin memiliki informasi relevan untuk

memecahkan kasus tersebut. Sedangkan interogasi meliputi

perolehan informasi dengan memberikan pertanyaan kepada

tersangka dan saksi. Adapun tekniknya dilakukan dengan

pendekatan simpatik yang meliputi:

a) Pendekatan logis

Menggunakan alasan-alasan untuk meyakinkan

tersangka untuk mengakui perbuatannya;

b) Indifference

Dengan berpura-pura tidak memerlukan pengakuan

karena penyidik telah memiliki cukup bukti walaupun

tanpa pengakuan. Hal tersebut efektif untuk kasus

dengan banyak tersangka, dimana keterangan yang

bersangkutan saling dikonfrontir;

c) Facing-saving approach

Dengan membiarkan tersangka memberikan alasan-

alasan atas tindakannya dan menunjukkan pengertian

mengapa yang bersangkutan melakukan tindakan

tersebut.

c. Instrumen

Kegunaan teknologi dalam memperoleh bukti-bukti. Dalam

kasus kejahatan dunia maya, penggunaan data teknik

recovery untuk menemukan informasi yang “deleted” dan

“erased” dalamdiskmerupakan salah satu tipe

instrumennya. Selain itu, contoh-contoh tradisional lainnya

meliputi teknik forensik untuk mengumpulkan dan

menganalisis bukti-bukti dan analisis DNA.

6) Menyusun laporan kasus

Setelah semua bukti fisik telah dikumpulkan dan

didokumentasikan serta interogasi telah dilaksanakan, langkah

yang harus dilakukan ialah penyusunan laporan kasus yang

memuat:

Page 35: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

35

a. Laporan penyelidikan;

b. Laporan penyidikan kasus pidana yang ditindaklanjuti dari

laporan penyelidikan;

c. Dokumentasi bukti-bukti elektronik

d. Laporan laboratorium dari ahli forensik komputer;

e. Pernyataan-pernyataan tertulis dari saksi-saksi, tersangka,

dan ahli;

f. Laporan TKP, foto-foto dan rekaman video;

g. Print out dari bukti-bukti digital yang berkaitan.

7) Pemeriksaan berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum

Penuntut umum memberikan arahan kepada penyidik atas

kelemahankelemahan berkas perkara dan tambahan informasi

atau bukti tambahan yang perlu diperoleh atau klarifikasi

fakta-fakta dalam rangka memperkuat tuntutan serta

menyiapkan saksi-saksi untuk proses persidangan jika kasus

tersebut dilimpahkan ke pengadilan.

8) Membuat keputusan untuk menuntut Jika berkas perkara

dinyatakan lengkap, penuntut umum melakukan penuntutan

hukum kepada tersangka dalam suatu persidangan yang sangat

tergantung dari yuridiksi dan prosedur yang ditentukan oleh

undang-undang. Dalam tahap ini pilihan jenis tuntutan

ditetapkan berdasarkan hukum pembuktian yang diatur dalam

KUHAP.8

Berkaitan dengan tindak pidana e-commerce dengan

menggunakan sarana internet pihak kejaksaan berkoordinasi dengan

pihak kepolisian selaku penyidik untuk menjerat pelaku tindak pidana

tetapi apabila tidak ditemukan bukti yang kuat, serta ketentuan atau

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tindak

pidana tersebut maka terhadap pelaku dapat dilakukan penghentian

proses penyidikan maupun penuntutan.

8 Petrus Reinhard Golose, Perkembangan Cybercrime dan Upaya Penanganannya di Indonesia

oleh Polri, Buletin Hukum, 2006, Hlm.15.

Page 36: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

36

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat bahwa cara yang

harus ditempuh oleh pihak kepolisian dan Kejaksaan apabila terjadi

suatu tindak pidana e-commerce adalah melakukan investigasi kasus

dengan cara mencari alamat ip address web dan mencari bukti

elektronik. Karena ip address web adalah bukti pertama yang kuat

didalam pengungkapan kasus e-commerce. Adanya terobosan hukum

baru karena Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah

sesuai dengan Hukum Acara. Tetapi untuk “mensahkan” bukti

elektronik tersebut di hadapan pengadilan adalah dengan cara

memproses bukti elektronik tersebut dari bentuk elektronik yang

dihasilkan dari sistem komputer menjadi output yang dicetak ke dalam

media kertas. Bukti elektronik tersebut diubah perwujudannya dalam

bentuk hardcopy, yaitu di-print, tanpa adanya modifikasi apapun dari

manusia. Lalu untuk memperkuatnya, print out tersebut bisa

diserahkan kepada saksi ahli untuk dianalisa dan disampaikan

validitasnya di hadapan pengadilan.

Proses pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim melakukan

penilaian atas kekuatan alat-alat bukti yang diajukan oleh penuntut

umum di dalam dakwaannya. Hakim dalam hal ini berpedoman pada

sistem pembuktian negatif menurut Undang-Undang yaitu Pasal 183

KUHAP yang menentukan minimal dua alat bukti dengan disertai

keyakinan. Permasalahan terkadang di dalam suatu proses perkara

pidana mengalami kesulitan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang

mutlak karena kurangnya bukti-bukti yang ada, atau juga bukti-bukti

yang ada kurang mendukung untuk menyelesaikan perkara tersebut

sehingga hal tersebut mengakibatkan banyaknya kasus-kasus yang tak

terselesaikan dan menumpuk di tingkat penyidikan/kepolisian.

Banyaknya kasus-kasus yang menumpuk tersebut biasanya tersendat

pada tingkat kepolisian karena jaksa dalam hal ini biasanya menolak

berkas perkara yang diserahkan penyidik karena kurangnya bukti-

bukti yang menguatkan dakwaan.

Page 37: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

37

Untuk itu didalam sistem pembuktian dipersidangkan harus

berdasarkan sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara

positif. Yang mana undang-undang menetapkan secara limitatif alat-

alat bukti yang mana yang boleh dipakai hakim. Jika alat-alat bukti

tersebut telah dipakai secara sah seperti yang ditetapkan oleh undang-

undang maka hakim harus menetapkan keadaan sah terbukti, meskipun

hakim ternyata berkeyakinan bahwa yang harus dianggap terbukti itu

tidak benar. Menurut D.Simmon, sistem ini berusaha untuk

menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat

hakim dengan peraturan pembuktian yang keras. “Sistem ini disebut

juga dengan teori pembuktian formal (formele bewijstheorie)”.9Teori

ini ditolak oleh Wirjono Prodjodikoro untuk dianut di Indonesia,

karena katanya bagaimana hakim dapat menetapkan kebenaran selain

dengan cara menyatakan kepada keyakinannya tentang hal kebenaran

itu, lagipula keyakinan seorang hakim yang jujur dan berpengalaman

mungkin sekali adalah sesuai dengan keyakinan masyarakat.

3. Kekuatan Alat Bukti E-commerce Berbasis Nilai Keadilan

Dalam hal e-commerce, tidak ada alat bukti lain yang dapat

digunakan selain data elektronik/digital yang ditransmisikan kedua

belah pihak yang melakukan perdagangan. Adapun saksi, persangkaan,

pengakuan dan sumpah tidak mungkin dapat diajukan sebagai alat

bukti karena tidak bisa didapatkan dari suatu transaksi e-commerce.

Hukum dan keadilan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak

dapat dipisahkan. Ada kalanya, keadilan sendiri dimaknai menurut asal

atau kata dasar adil yang artinya tidak berat sebelah. Pemahaman

seperti ini tidak salah, hanya saja belum lengkap. Adil itu tidak selalu

sama rata. Adil itu proporsional, sesuai dengan kebutuhannya. Gajah

besar dan gajah kecil, semua wajib diberi makan tapi besaran porsi dan

ongkos makannya berbeda. Equality doesn’t mean justice.

9 WirjonoProjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta, 2006,

Hlm.247.

Page 38: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

38

Menurut Ulpianus, keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan

terus-menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang

semestinya, untuknya.

Menurut Herbert Spencer, keadilan merupakan kebebasan setiap orang

untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal tidak melanggar

kebebasan yang sama dari orang lain.

Menurut Justinian, keadilan adalah kebajikan yang memberikan hasil,

bahwa setiap orang mendapat apa yang merupakan bagiannya.

Sedangkan teori keadilan bermartabat mengemukakan suatu dalil

bahwa sekalipun konsep-konsep seperti rule of law dan rechtsstaat itu

secara etimologis sinonim dengan negara hukum, namun kedua konsep

negara hukum atau konsep negara hukum berdasarkan Pancasila. Teori

keadilan bermartabat sampai pada dalil seperti itu setelah menemukan

bahwa hasil penggalian terhadap nilai-nilai luhur Pancasila sebagai

sumber hukum utama mengingat nilai-nilai dan ukuran perilaku yang

baik itu adalah values dan virtues yang paling sesuai dengan nilai-nilai

bangsa. Nilai-nilai dalam Pancasila sebagai kesepakatan pertama,

menurut teori keadilan bermartabat kemudian dijadikan sebagai nilai-

nilai yang berasal dari satu sumber hukum filosofis, sumber hukum

historis, dan sumber hukum sosiologis sebagai satu paket. Hal itu

dikarenakan, semua nilai dan standar perilaku baik itu ternyata ada di

dalam, serta sama dan sebangun dengan hukum itu sendiri.10

Hubungan antara kekuatan pembuktian dengan alat bukti e-

commerce sebagai dasar Hakim dalam memutuskan perkara dengan

sistem positif yaitu Undang-Undang dan keyakinan Hakim serta

keadilan yang meletakkan supaya yang bersalah bertanggungjawab

secara proposional sesuai dengan nilai perbuatan.

4. Konsep Keadilan

Berbicara mengenai keadilan tentunya kita harus meninjau

beberapa teori mengenai keadilan tersebut, diantaranya adalah

10

Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, Cet.,Kesatu,Nusa Media,Bandung,2015,Hlm.185.

Page 39: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

39

Aristoteles. Carl Joachim Friedrich dalam bukunya The Philosophy of

law in Historical Perspective menjelasakan bahwa keadilan mesti

dipahami dalam pengertian kesamaan. Aristoteles membedakan

keadilan menjadi keadilan distributif dan keadilan korektif. keadilan

distributif berlaku bagi hukum publik, dan yang kedua dalam hukum

perdata dan pidana. kedua keadilan tersebut sama-sama rentan

terhadap problema kesamaan atau kesataraan dan hanya bisa difahami

dalam kerangkanya. dalam wilayah keadilan distributif, hal yang

penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapain

yang sama rata. pada yang kedua, yang menjadi persolan ialah bahwa

ketidak setaraan yang disebabkan oleh, mislanya pelanggaran

kesepakatan, dikoreksi, dan dihilangkan.11

Suatu teori lain tentang keadilan datang dari John Stuart Mill

salah satu pendukung mazhab utilitarianisme, menurut Mill tidak ada

teori keadilan yang bisa dipisahkan dari tuntutan kememfaatan.

keadilan adalah istilah yang diberikan kepada aturan-aturan yang

melindungi klaim-klaim yang dianggap esensial bagi kesejahteraan

masyarakat klaim-klaim untuk memegang janji, diperlakukan dengan

setara dan sebagainya. Keadilan bukanlah Suigeneris, karena dia

bergantung sepenuhnya kepada kemanfaatan sosial sebagai fondasinya.

Karena itu semua aturan keadilan, termasuk kesetaraan, bisa tunduk

kepada tuntutan-tuntutan kememfaatan. menurut teori Mill, apapun

yang membawa kebaikan terbesar bagi semuanya dapat disebut adil.12

Teori lain datang dari John Rawl mengemukakan “keadilan

sebagai kesetaraan” meyediakan pandangan yang jelas berbeda dari

kaum utilatarian. prinsip-prinsip keadilan diperoleh bukan dengan

mengevaluasi kememfaatan dan tindakan-tindakan (atau kecendrungan

tindakan) melainkan dari pilihan-pilihan rasional dalam kondisi yang

11

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Histori, Cet.,Ketiga, Nusa Media, Bandung, , 2010, Hlm. 24. 12

Karen Lebacqz, Teori-Teori Keadilan, Cet.,Keempat, Nusa Media, Bandung, 2015, Hlm.23.

Page 40: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

40

adil. Rawls lebih menyoroti tataran makro ketimbang mikro. A Theory

of justicia menawarkan sebuah teori yang kompleks sekaligus ketat,

berbasis pemahaman cemerlang mengenai penggunaan kontrak sosial

sebagai basis teori keadilan.13

Reinhold Niebuhr pernah pula mengemukakan teori tentang

keadilan, pendekatan Niebuhr terhadap keadilan berbeda dari semua

pendekatan yang telah disebutkan lantaran penekanannya terhadap

dosa. Menurutnya, disebuah dunia yang sudah dirembasi oleh dosa, tak

ada satupun prinsip atau pendekatan dapat menghasilkan keadilan yang

sahih selamanya. Meskipun demikian, keadilan tetap harus dicarikan

pertama dan utama oleh keseimbangan kekuasaan. Yang ideal adalah

harmoni diri dengan diri, sehingga keadilan berusaha mendekati yang

ideal ini dengan menyeimbangkan kekuasaan sehingga yang lemah

akan terlindung dari yang kuat.14

Terlepas dari teori-teori diatas karena keadilan mirip seperti

gajah yang diteliti oleh orang buta. Maka, para ahli merasakan hal

yang berbeda,sehingga masing-masing melukiskan makhluk ini dengan

cara yang berbeda pula. sehinga gajah tidak pernah bisa dikenal

seluruhnya oleh diskripsi individual manapun. Tetapi dari semua teori

yang ada, dapat kita ambil benang merah bahwa keadilan bisa

digolongkan menjadi dua, pada suatu keadaan keadilan adalah sama

rata dan pada kondisi yang berbeda keadilan adalah memberikan sesuai

apa yang diperlukan.

5. Proporsionalitas Peran Para Pihak Dalam Tindak Pidana E-

Commerce

Penulis akan mengembangkan model "perdagangan elektronik"

di Indonesia berdasarkan proporsionalitas peran para pihak dalam

tindak pidana e-commerce.

13

Ibid., h.61. 14

Ibid., h.170.

Page 41: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

41

a. Iklan Baris, merupakan salah satu bentuk e-commerce yang

tergolong sederhana, bisa dianggap sebagai evolusi/ perkembangan

dari iklan baris yang biasanya ditemui di koran-koran ke dalam dunia

online. Penjual yang menggunakan social media atau forum untuk

beriklan, biasanya tidak bisa langsung menyelesaikan transaksi pada

website yang bersangkutan. Namun penjual dan pembeli harus

berkomunikasi secara langsung untuk bertransaksi. Contoh iklan baris:

OLX.co.id (sebelumnya Tokobagus), Berniaga, dan FJB-Kaskus. Para

pihak yang terlibat dalam iklan baris adalah penjual dan pembeli.

Peran pihak penjual adalah menjual produk sedangkan peran pihak

pembeli adalah membeli produk dari penjual. Hubungan yang terjadi

adalah transaksi jual-beli.

b. Retail, merupakan jenis e-commerce yang di mana semua proses

jual-beli dilakukan melalui sistem yang sudah diterapkan oleh situs

retail yang bersangkutan. Oleh karena itu, kegiatan jual-beli di retail

relatif aman, namun biasanya pilihan produk yang tersedia tidak terlalu

banyak, atau hanya fokus ke satu-dua kategori produk. Contoh retail:

Berrybenzka, Zalora, dan Lazada. Para pihak yang terlibat dalam retail

adalah penjual, pembeli, dan pengelola web. Peran pihak penjual

menjual produk yang diambil dari pabrik tanpa perantara tangan kedua.

Peran pihak pembeli adalah membeli produk dari penjual. Sedangkan

peran pihak pengelola web hanya menyediakan sarana untuk para

penjual dan pembeli bertransaksi.

c. Marketplace, bisa dianggap sebagai penyedia jasa mall online,

namun yang berjualan bukan penyedia website, melainkan anggota-

anggota yang mendaftar untuk berjualan di website marketplace yang

bersangkutan. Marketplace umumnya menyediakan lapisan keamanan

tambahan untuk setiap transaksi yang terjadi, seperti sistem

pembayaran escrow atau lebih umum dikenal sebagai rekening

bersama. Jadi setiap terjadi transaksi di dalam sistem marketplace

tersebut, pihak marketplace akan menjadi pihak ketiga yang menerima

pembayaran dan menjaganya hingga produk sudah dikirimkan oleh

Page 42: BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN HASIL PENELITIANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14690/2/T1... · 2018-04-26 · dapat dikenakan sanksi pidana. ... misalnya: Undang-Undang Tindak

42

penjual dan diterima oleh pembeli. Setelah proses pengiriman selesai,

barulah uang pembayaran diteruskan ke pihak penjual. Contoh

marketplace: Qoo10 Indonesia, Elevenia, Lamindo Indonesia, Rakuten

Belanja Online, Bukalapak, dan Tokopedia.