bab ii tinjauan teori 2.1 persepsi 2.1.1 definisi persepsi€¦ · 2.1 persepsi . 2.1.1 definisi...
TRANSCRIPT
-
15
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Persepsi
2.1.1 Definisi Persepsi
Dalam setiap melakukan suatu tindakan, seorang
individu pasti didasari dengan pemikiran. Pemikiran yang
dimaksud adalah persepsi seseorang dalam mengamati
sesuatu yang di temukan di sekelilingya. Menurut Sunaryo
(2004) persepsi adalah suatu proses akhir dari suatu
pengamatan yang diawali dengan proses pengindraan,
yaitu proses penerimaan stimulus oleh alat indra, setelah
itu terdapat perhatian pada individu, lalu diteruskan ke
otak, dan kemudian individu tersebut menyadari sesuatu
yang dinamakan persepsi. Definisi lain mengatakan
persepsi merupakan proses yang kompleks yang
dilakukan oleh individu untuk memilih, mengatur serta
memberikan makna terhadap suatu kenyataan yang telah
dijumpai disekelilingnya (Hardjana, 2003). Walgito (2001)
dalam Sunaryo (2004) mendefinisikan persepsi sebagai
proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
suatu stimulus yang telah diterima oleh individu sehingga
merupakan aktivitas yang sudah integrated dalam diri
individu, serta sesuatu yang mempunyai arti bagi individu.
-
16
Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan
makna dari persepsi yaitu sebagai proses dimana individu
menerima suatu rangsangan melalui alat indra, kemudian
rangsangan tersebut memampukan individu untuk
memilih, mengartikan, memutuskan dan memberi makna
terhadap apa yang dijumpai di sekelilingnya. Setiap
manusia tentu mempunyai proses yang sama dalam
menerima suatu informasi, tetapi persepsi dari setiap
individu tidak akan selalu sama ketika memaknai sesuatu,
bisa saja dua individu mempunyai persepsi yang berbeda
ketika memberi makna terhadap suatu masalah yang
sama. Perbedaan persepsi yang demikian tentu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu dari dalam diri
individu itu sendiri maupun dari luar. Menurut Gunarsa
(2002) persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor personal
yaitu pengalaman, motivasi, dan kepribadian.
Faktor pertama yang mempengaruhi persepsi yaitu
pengalaman. Pengalaman yang dimasksud yaitu facial
meaning sensitivity yang mempunyai arti kepekaan
menafsirkan ungkapan wajah personal stimuli.
Pengalaman menyebabkan orang dapat menafsirkan
ekspresi wajah, ungkapan, serta pesan sacara lebih
cermat. Pengalaman didalam menafsirkan diperoleh
-
17
individu dari belajar secara formal dan nonformal. Faktor
lain yang mengikuti pengalaman yaitu motivasi. Motivasi
seseorang akan berpengaruh pada latar belakang yang
menggerakan dan mengerahkan komunikasi
interpersonal, antara lain motif biologis, hukuman, ciri
kepribadian, ganjaran, serta perasaan diancam personal
stimuli. Perasaan yang diancam ini menyebabkan adanya
perseptual defence. Dengan pembelaan perceptual inilah
individu yang menghadapi stimuli/pesan yang bersifat
mengancam akan bereaksi sedemikian rupa, sehingga ia
tidak menyadari adanya stimuli/pesan tersebut. Dua hal
pada komunikasi yang bisa menyesatkan yaitu: seseorang
hanya mendengar apa yang mau didengarnya, dan
kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil, dunia
yang diatur secara adil: “Setiap individu akan memperoleh
apa yang layak diperolehnya.”
Salain pengalaman dan motivasi, terdapat faktor lain
yang mempengaruhi persepsi seorang individu yaitu
kepribadian. Sifat-sifat kepribadian dari individu akan
berpengaruh dalam komunikasi. Misalnya, individu yang
mempunyai kepribadian yang bersifat otoriter adalah
orang yang kepribadiannya ditandai dengan adanya
keteguhan untuk berpegang pada nilai konvensional,
-
18
mempunyai hasrat ingin berkuasa yang tinggi, serta
kekakuan dalam hubungan interpersonal.
2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi tidak muncul seketika seseorang melihat
sesuatu di sekelilingnya, tetapi juga mempunyai proses
dalam mempersepsikan sesuatu. Menurut Sunaryo (2004)
persepsi melewati tiga proses, yaitu:
a. Proses fisik (kealaman) – Objek → stimulus → resptor
atau alat indra.
b. Proses fisiologis–Stimulus → saraf sensori → otak.
c. Proses psikologis–Proses dalam otak sehingga
membuat individu mampu menyadari stimulus yang
telah diterima.
Jadi, syarat untuk mengadakan persepsi perlu ada
proses fisik, fisiologis, dan psikolgis. Berikut bagan proses
terjadinya persepsi:
Objek Stimulus Reseptor
Saraf Sensorik Otak
Saraf Motorik
Persepsi
-
19
Sumber: Sunaryo (2004)
Jika melihat proses terjadinya persepsi diatas, dapat
disimpulkan bahwa proses awal terbentuknya persepsi
yaitu berawal dari penglihatan kita terhadap suatu objek
kemudian objek tersebut di stimulus ke otak melalaui saraf
sensorik, lalu kemudian diolah di otak dan menghasilkan
persepsi.
2.1.2 Perbedaan Persepsi
Terjadinya suatu persepsi pada setiap individu akan
melalui proses yang sama. Tetapi setiap individu tidak
selalu sama ketika mempersepsikan sesuatu, hal ini
dipengaruhi oleh berbagai sebab. Menurut Sarwono
(1976) perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu:
a. Perhatian
Biasanya kita tidak menangkap semua
stimulus yang berada di sekitar kita secara
bersamaan, tetapi kita bisa memfokuskan perhatian
kita terhadap satu objek ataupun dua objek saja.
Perbedaan fokus yang terjadi antara satu individu
dengan individu lainnya, membuat adanya
perbedaan persepsi antara kedua individu tersebut.
-
20
b. Set
Set adalah suatu harapan individu terhadap
rangsang yang akan timbul. Misalnya, pada seorang
atlet kri yang sudah siap di garis start terdapat set
pada individu tersebut bahwa akan ada terdengar
bunyi pistol di saat ia harus mulai berlari. Perbedaan
set yang terjadi pada setiap diri individu dapat
membuat suatu perbedaan persepsi. Misalnya, A
yang biasanya membeli telur dengan harga Rp. 14,-
sebutir, sedangkan B biasa membeli dengan Rp. 10,-
. jika A dan B bersama-sama membeli telur di tempat
yang sama dan harga telur yang ada di tempat itu
sebesar Rp. 12,50,- maka bagi A garha telur itu
murah, sedangkan bagi B harga tersebut terlalu
mahal.
c. Kebutuhan
Kebutuhan-kebutuhan yang sesaat ataupun
yang menetap pada diri seseorang, akan
berpengaruh pada persepsi individu tersebut.
Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan yang
berbeda pada setiap orang, dapat menyebabkan
pula perbedaan persepsi pada setiap orang.
Misalnya, A dan B yang sedang berjalan-jalan di
-
21
pertokoan. A, yang kebutuhannya sedang lapar dan
ingin makan, akan mempersepsikan pertokoan
tersebut itu penuh dengan tempat makan yang
terdapat banyak makanan lezat, sedangkan B yang
kebutuhannya ingin membeli sebuah jam tangan,
tentu akan mempersepsikan pertokoan itu sebagai
toko kelontong.
d. Sistem nilai
Sistem nilai yang berlaku di dalam sistem
masyarakat akan mempunyai pengaruh terhadap
persepsi. Suatu penelitian di Amerika Serikat (Bruner
dan Godman 1947, Carter dan Schooler 1949)
didapatkan bahwa anak-anak yang berasal dari
keluarga kurang mampu atau miskin
mempersepsikan sebuah mata uang logam lebih
besar nilainya dari ukuran yang sebenarnya. Hal
yang demikian tidak ditemukan pada anak-anak
yang mempunyai lakeluarga kaya.
e. Ciri Keperibadian
Ciri kepribadian seseorang akan mempunyai
pengaruh pada persepsi seseorang tersebut.
Misalnya A dan B yang bekerja di kantor yang sama
yang tentunya mempunyai satu orang atasan yang
-
22
sama pula. A yang mempunyai sifat pemalu dan
penakut, akan mempersepsikan atasannya tersebut
sebagai orang yang menakutkan dan harus dihindari,
sedangkan bagi B yang mempunyai kepercayaan diri
yang tinggi, akan mempersepsikan atasannya
sebagai orang yang bisa diajak bergaul,
bekerjasama seperti dengan yang lainya.
Jadi, dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa perbedaan perhatian, set,
kebutuhan, sistem nilai, dan ciri kepribadian pada
setiap individu akan mempengaruhi bagaimana
individu tersebut mempersepsikan sesuatu yang
ditemukan di sekelilingnya.
2.2 Tinjauan Mengenai Dukun Bayi
2.2.1 Pengertian Dukun Bayi
Berbagai konsep masyarakat dan nilai yang ada di
dalamnya, tidak terlepas pula berbagai lapisan
masyarakat dengan profesi/pekerjaannya masing-masing,
seperti perawat, dokter, bidan, guru dan lain sebagainya.
Sampai saat ini, masih terdapat satu pekerjaan yang
masih diakui dan dipercaya keberadaannya di antara
profesi-profesi kesehatan yang sudah banyak tersedia di
-
23
masyarakat. Pekerjaan tersebut yaitu dukun bayi, yang
masih banyak diakui dan dipercaya oleh masyarakat
Indonesia dan sering kali menjadi pilihan alternatif untuk
menyelesaikan masalah kehamilan dan persalinan.
Pengertian dukun bayi itu sendiri menurut Syafrudin dan
Hamidah (2009) dukun bayi adalah orang yang sudah
dianggap mempunyai keterampilan dan sudah
mendapatkan suatu kepercayaan dari masyarakat untuk
menolong persalinan dan memberikan perawatan untuk
ibu dan anak sesuai dengan masing-masing kebutuhan
masyarakat, kepercayan yang sudah ada pada
masyarakat terhadap berbagai ketrampilan ataupun
kemampuan dukun bayi ini mempunyai keterkaitan
dengan sistem nilai budaya yang ada di masyarakat
tersebut. Syafrudin dan Hamidah juga menambahkan
bahwa dukun bayi dipercaya sebagai tokoh masyarakat
setempat sehingga dukun bayi mempunyai potensi dalam
hal pelayanan kesehatan. Sedangkan menurut
Wiknjosastro (2007) mendefinisikan dukun bayi sebagai
seorang wanita yang sudah berusia ± 50 tahun ke atas,
pekerjaan ini sudah turun temurun di dalam keluarga atau
karena dukun bayi merasa telah mendapat panggilan
tugas ini. Definisi lain mengatakan dukun bayi adalah
-
24
seorang wanita yang sudah tua yang sudah mempunyai
banyak pengalaman dalam memberikan pertolongnan
pesalinan; tetapi seorang pria tua juga dapat melakukan
pertolongan pada persalinan (Ihromi, 2006).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai dukun
bayi di atas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa dukun
bayi adalah seseorang dipercayai oleh masyarakat secara
turun-temurun yang mempunyai kemampuan dalam
membantu persalinan, kepercayaan masyarakat ini
berkaitan dengan nilai budaya yang mereka pegang.
Dengan demikian, peran dan pengaruh dukun bayi juga
akan beragam sesuai dengan kultur daerah mereka.
Menurut Syafrudin (2009) dukun terbagi dalam dua
jenis, yaitu dukun yang terlatih dan dukun tidak terlatih.
Dukun terlatih adalah dukun yang sudah mendapatkan
pelatihan dari tenaga kesehatan dan sudah dinyatakan
lulus dari pelatihan tersebut. Sedangkan dukun yang tidak
terlatih adalah dukun yang masih belum pernah mendapat
pelatihan dari tenaga kesehatan atau dukun yang sedang
mengikuti pelatihan dan belum dinyatakan lulus dari
pelatihan yang diikuti.
-
25
2.2.2 Peran Dukun Bayi
Kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi
sudah menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk kita
hilangkan, karena didalamnya terdapat unsur budaya yang
kuat sehingga dukun bayi masih dipercaya oleh
masyarakat. Menurut Prawirohardjo (2005) kepercayaan
masyarakat terhadap kemampuan dan keterampilan yang
dimiliki dukun bayi dalam menolong persalinan
mempunyai keterkaitan dengan sistem nilai budaya yang
ada di masyarakat setempat.
Keberadaan dukun di masyarakat tidak hanya
dipengaruhi oleh nilai budaya saja tetapi peran yang
dijalankan oleh dukun bayi membuat masyarakat masih
memilih dukun bayi sebagai pilihan alternatif penolong
persalian. Berbagai macam peran yang dimainkan dukun
bayi yang membuat dukun juga tidak kalah dari penolong
persalinan oleh tenaga kesehatan (dokter/bidan). Berikut
beberapa peran dukun bayi menurut Chandranita
Manuaba, dkk (2009):
1. Peran Sebagai Penasihat Tentang Kewajiban
Nasihat yang diberikan dukun dalam hal
kewajiban ibu hamil dan keluarganya meliputi:
-
26
1) Suami-istri dinasehati untuk tetap menjaga
perilaku dalam kehidupan rumah tangganya
supaya tidak menggoncangkan kejiwaannya
sehingga pertumbuhandan perkembangan janin
yang di dalam kandungan ibu berlangsung
dengan baik.
2) Ibu hamil disuruh untuk melihat segala suatu
yang bersifat baik, sehingga tumbuh kembang
janin dalam kandungan dapat berlangsung
dengan baik.
3) Ibu hamil dianjurkan untuk bisa membaca
sebuah cerita yang mengisahkan tentang
kepahlawanan, keindahan, sehingga jika bayi
sudah besar nanti dapat menjadi seseorang yang
suka membaca.
4) Tidak diijinkan untuk melihat semua hal yang
buruk, misalnya memotong ayam.
5) Bila menjumpai hal-hal yang mengejutkan,
khususnya bagi ibu-ibu yang berasal dari suku
Jawa menyebutkan “amit-amit jabang bayi”,
sambil mengelus perutnya sebanyak tiga kali,
tindakan ini diharapkan tidak akan berpengaruh
terhadap tumbuh-kembang janin dalam rahim.
-
27
6) Suami diharapkan agar dapat berperilaku baik
dan menganggap bayinya yang masih dalam
kandungan sudah bisa diajak bicara, karena bila
suami pergi dianjurkan untuk berpamitan terlebih
dahulu atau jika pulang membawa oleh-oleh.
7) Suami tidak diperbolehkan untuk melakukan
hubungan seks setelah usia kehamilan istrinya
berumur sekitar tujuh bulan.
Semua nasihat yang diberikan dukun bayi
seperti yang sudah dijelaskan diatas, semua nasihat
itu mencerminkan bahwa keadaan baik/buruk dapat
mempengaruhi tumbuh-kembang kejiwaan janin.
2. Peran Sebagai Penasihat Tentang Makanan Saat
Hamil.
Dukun bayi sering mengasosiasikan
makanan tertentu yang dianggap bisa menganggu
pertumbuhan maupun perkembangan janin di dalam
rahim ibu dan pada proses persalinan. Contoh
makanan yang ditabukan:
1) Ibu tidak diijinkan untuk makan buah nanas
terutama buah nanas muda yang dipercayai
dapat membuat kandungan keguguran
-
28
2) Ibu dilarang untuk makan kerak nasi karena
dianggap dapat menyulitkan proses persalinan
plasenta.
3) Ibu tidak diijinkan untuk makan jantung pisang,
karena dipercayai dapat melahirkan bayi yang
berwarna hitam.
4) Ibu tidak diperbolehkan makan buah pisang yang
berdempetan karena dipahami dapat melahirkan
bayi yang dempet.
5) Ibu tidak boleh makan hati ayam karena dapat
membuat bayinya nanti bodoh dan kerdil
6) Ibu dilarang untuk makan telur karena dianggap
bisa membuat bisulan pada bayinya
7) Ibu dilarang makan ikan darat dan ikan laut
karena dapat membuat rasa ASI ibu menjadi asin
dan ASI ibu bisa oleh ditolak bayinya.
Jika disimak secara keseluruhan, makanan yang
dianjurkan dukun bayi untuk ibu hamil adalah
makanan yang mengarah pada jenis makanan
vegetarian. Dengan makanan vegetarian, maka sifat-
sifat kebinatangan akan sirna, sehingga dapat
membuat pertumbuhan kejiwaan bayi bisa lebih
tenang, tawakal dan berbudi luhur.
-
29
2.2.3 Alasan-Alasan Layanan Dukun Bayi Masih Dipercaya
Oleh Masyarakat
Banyak alasan-alasan yang diberikan masyarakat
mengenai kepercayaan mereka terhadap dukun bayi, baik
itu alasan dari segi kebudayaan, aspek biaya dan aspek
lain yang terkait dengan alasan masyarakat masih
mempercayai dukun bayi sebagai penolong persalinan.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai alasan-alasan
tersebut, berikut dapat dilihat pada hasil penelitian-
penelitian sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Serilaila dan Atik
Triratnawati pada tahun 2010 di daerah Binuang,
Kalimantan Selatan didapatkan bahwa alasan masyarakat
untuk tidak meninggalkan dukun bayi atau yang biasa
mereka sebut sebagai bidan kampung, mempunyai
keahlian khusus seperti doa/mantra yang dilantunkan oleh
dukun bayi dalam bahasa Arab pada upacara-upacara
tertentu (upacara batapung tawar). Suku daerah Binaung
tersebut sangat mempercayai doa/mantra berbahasa Arab
karena dianggap sebagai perbuatan yang baik.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ramli pada tahun 2013 di Kecamatan Balantak Utara,
didapatkan bahwa alasan ibu lebih memilih ditolong oleh
-
30
dukun bayi karena mereka malu bersalin ke tenaga
kesehatan, selain itu jasa dukun bayi lebih murah. Alasan
lain juga yaitu karena tenaga kesehatan yang tidak selalu
berada di tempat sehingga membuat ibu memilih alternatif
lain (dukun bayi) untuk menolong persalinannya.
Alasan yang serupa dapat dilihat pada hasil
penelitian yang dilakukan oleh Rina Anggorodi pada tahun
2009 di beberapa daerah di Indonesia yaitu di desa
Tobimiita, desa Inalobu, dan desa Lapulu, Kabupaten
Kendari (Sulawesi Tenggara), di desa Bode Sari, desa
Karangasem dan desa Gombong Kabupaten Cirebon
(Jawa Barat). Pada penelitianya didapat bahwa masih
banyak masyarakat beranggapan bila persalinan yang
ditolong oleh bidan biayanya lebih malah dibandingkan
bila ditolong oleh dukun bayi. Pada penelitianya juga
ditemukan penyebab lain yang membuat bidan tidak dipilih
dalam membantu persalinan yaitu bahwa selain usia bidan
yang masih relatif masih muda, bidan dinilai masih belum
memiliki pengalaman melahirkan dan juga kebanyakan
masih belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Peranan
dukun bayi dalam proses kehamilan dan persalinan
berkaitan erat dengan budaya setempat dan kebiasaan
setempat.
-
31
Perilaku ibu hamil secara umum masih meyakini dan
mempercayai dukun bayi sebagai penolong persalinan
karena dianggap aman. Hal ini ditemukan pada hasil
penelitian yang dilakukan oleh Siti Nuraeni dan Dewi
Purnamawati pada tahun 2011 di tiga Desa di wilayah
Puskesmas Kecamatan Pedes, yaitu Desa Karangjaya,
Desa Puspasari, dan Desa Kertamulya, Kabupaten
Karawang. Dari hasil penelitian Siti Nuraeni dan Dewi
Purnamawati didapatkan juga sebagian besar informan
mengatakan bahwa dukun bayi orang yang terampil,
mampu dan paham dalam menolong persalinan, selain itu
juga informan mengatakan bahwa kekuatan spiritual yang
dimiliki dukun bayi membuat mereka merasa lebih nyaman
dan aman pada saat persalinannya ditolong oleh dukun
bayi.
Berdasarakan dari beberapa hasil penelitian diatas,
dapat disimpulkan bahwa kelebihan khusus yang dimiliki
dukun bayi seperti kekuatan spiritual yang mampu
membuat ibu merasa nyaman dan aman, jasa dukun bayi
yang lebih murah, serta faktor kebudayaan di masyarakat
yang membuat dukun bayi masih dipercaya.
-
32
2.3 Persalinan
Kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan dukun bayi
sering kali dapat menimbulkan berbagai persoalan di lingkup
kesehatan, khususnya pada kesehatan saat proses
persalinan/setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena
ketidakpahaman dukun bayi mengenai konsep-konsep dasar
persalinan, seperti tanda dan gelaja persalinan, tahap-tahap
dalam persalian serta proses persalinan yang baik dan benar.
Berikut dapat dilihat mengenai berbagai konsep dalam
persalinan.
2.3.1 Pengertian Persalinan
Menurut Manuaba (1998) dalam Asrinah dkk (2010)
mendefinisikan persalinan sebagai proses pengeluaran
hasil konsepsi (uteri dan janin) yang cukup bulan atau bisa
hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lahir lain, dengan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). Definisi lain mengatakan persalinan adalah suatu
proses fisiologi yang dapat memungkinkan terjadinya
serangkaian perubahan besar pada para calon ibu untuk
bisa melahirkan janinnya melalui jalan lahir (Aprilia, 2010).
-
33
Dari penjelasan di atas, maka dapat diartikan
persalinan sebagai proses dalam upaya pengeluran hasil
konsepsi yang sudah mampu untuk hidup di luar rahim
melalui alat vital wanita atau melalui jalan lain (section
caesearia).
2.3.2 Klasifikasi atau Jenis Persalinan
Persalinan mempunyai berbagai jenis, baik itu
berdasarkan cara persalinan, atau berdasarkan usia
kehamilan dan berat janin. Asrinah, dkk (2010)
mengklasifikasikan persalinan dalam dua jenis, yaitu
berdasarkan cara dan usia kehamilan.
1. Jenis persalinan berdasarkan cara persalinan.
a. Persalinan Normal (spontan)
Persalinan normal adalah suatu proses dimana
lahirnya bayi pada letak belakang kepala (LBK)
dengan bantuan tenaga dari ibu sendiri, tanpa
adanya bantuan alat-alat medis serta tidak melukai
bayi dan ibu yang pada umumnya bisa
berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Persalinan Buatan
Persalinan buatan merupakan suatu proses
persalinan yang dilakukan dengan adanya bantuan
-
34
dari tenaga luar seperti dilakukan tindakan
pembedahan atau sectio caesaria.
c. Persalinan Anjuran
Persalinan anjuran merupakan persalinan yang
membutuhkan kekuatan dari luar jalan dari jalan
rangsangan, tindakan ini dilakukan untuk
mendukung proses terjadinya persalinan.
2. Persalinan berdasarkan usia kandungan dan berat
janin yang dilahirkan
a. Abortus (keguguran)
Abortus (keguguran) merupakan kehamilan yang
berakhir sebelum usia kandungan mencapai usia
22 minggu atau janin yang masih belum mampu
untuk bisa hidup di luar kandungan.
b. Persalinan Prematur
Persalinan prematur merupakan persalinan yang
terjadi ketika usia kehamilan mencapai 28-36
minggu dan berat badan janin tidak mencapai
2.499 gram.
c. Persalinan Mature (aterm)
Persalinan mature (aterm) meruapakan persalinan
yang terjadi ketika usia kandungan mencapai 37-
-
35
42 minggu dan berat badan janin lebih dari 2.500
gram.
d. Persalinan Serotinus
Persalinan serotinus merupakan persalinan yang
terjadi ketika usia kendungan yang lebih dari 42
minggu atau lebih 2 minggu dari waktu partus yang
diperkirakan.