bab ii. tinjauan pustaka teh

Upload: tria-yussanti

Post on 30-Oct-2015

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 2

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Teh Hitam

    Kata teh berasal dari Cina. Masyarakat Cina daerah Amoy menyebut teh dengan tay sementara

    masyarakat daerah Kanton menyebutnya cha. Nama ini kemudian menyebar ke mancanegara dengan

    penyebutan yang sedikit berbeda. Orang Inggris menyebutnya tea, di daerah Spanyol diucapkan te, dan

    di Jerman teh disebut dengan tee. Keanekaragaman nama tersebut menunjukkan bahwa teh sudah

    banyak dikenal di dunia. Teh, minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, diproduksi

    dari daun tanaman teh (Camelia sinensis). Daun teh yang diambil biasanya adalah dua sampai tiga

    pucuk daun yang paling ujung (terminal leaves) beserta batang muda (growing apex) kemudian

    diperlakukan dengan proses pengolahan tertentu (Setiawati dan Nasikun 1991). Pucuk daun teh dapat

    dilihat pada Gambar 1. Tanaman teh (Camelia sinensis) tumbuh dengan baik pada kondisi beriklim

    hangat dan lembab dengan curah hujan yang cukup tinggi dan juga terdapat banyak paparan sinar

    matahari, tanah berasam rendah serta drainasi tanah yang baik (Wan et al. 2009). Kusumaningrum

    (2008) juga menyatakan bahwa tanaman teh dapat tumbuh dengan optimum di daerah pegunungan

    beriklim sejuk dengan ketinggian lebih dari 1800 meter di atas permukaan laut. Pertumbuhan tanaman

    teh yang baik akan menghasilkan produk teh dengan kualitas yang tinggi, dimana akan berbeda-beda

    sesuai dengan teknik budidaya teh dan kondisi lingkungan, seperti jenis tanah, ketinggian, dan iklim

    dari perkebunan teh tersebut.

    Gambar 1 Pucuk daun teh (Yadi 2009)

    Menurut Nazaruddin dan Paimin (1993), jenis teh berdasarkan botaninya dibedakan menjadi

    teh Sinensis dan Assamica. Teh Sinensis memiliki ciri-ciri ukuran daun yang lebih kecil, warna daun

    yang lebih tua, serta produktivitas yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan teh Assamica.

    Meskipun demikian, keduanya memiliki kualitas teh yang sama baiknya. Klasifikasi tanaman teh dapat

    dilihat pada Tabel 1. Selain itu, menurut Wan et al. (2009), teh digolongkan menjadi tiga jenis

    berdasarkan perbedaan cara pengolahannya, khususnya tingkat fermentasi, yaitu teh hijau (tanpa

    fermentasi), teh oolong (fermentasi sebagian), dan teh hitam (fermentasi penuh). Perbedaan cara

    pengolahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Tidak seperti proses pengolahan teh hijau dimana

    dilakukan inaktivasi enzim, pada pengolahan teh hitam aktivitas enzim secara optimum justru sangat

    diperlukan untuk membentuk pigmen (theaflavin dan thearubigin). Proses fermentasi tersebut

    merupakan proses yang paling kritis dalam penentuan kualitas produk akhir teh hitam. Gondoin et al.

    (2010) menambahkan bahwa terdapat jenis teh lain, yaitu teh putih. Daun teh yang dipetik pada

    pengolahan teh putih hanya daun paling ujung yang belum terbuka atau masih kuncup dan masih

    mengandung bulu-bulu halus, sedangkan pengolahan yang dilakukan menyerupai pengolahan teh hijau.

  • 3

    Daun teh segar

    Pelayuan

    Penggulungan

    Fermentasi penuh

    Pengeringan

    Daun teh hitam kering

    Daun teh segar

    Pelayuan

    Penggulungan

    Fermentasi sebagian

    Penyangraian

    Pengeringan

    Daun teh Oolong kering

    Daun teh segar

    Pelayuan

    Penyangraian

    Penggulungan

    Pengeringan

    Daun teh hijau kering

    Tabel 1. Klasifikasi tanaman teh

    Kingdom Plantae

    Divisi Spermatophyta (tumbuhan biji)

    Sub divisi Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

    Kelas Dicotiledoneae (tumbuhan biji belah)

    Sub kelas Dialypetalae

    Ordo (bangsa) Guttiferales (Clusiales)

    Familia (suku) Camelliaceae (Tehaceae)

    Genus (marga) Camelia

    Spesies (jenis) Camelia sinensis

    Sumber: Tuminah (2004)

    Teh hitam merupakan salah satu jenis teh yang namanya diambil dari warnanya yang hitam

    atau gelap akibat fermentasi sempurna dari daun teh segar. Secara ringkas, pengolahan daun teh menjadi

    teh hitam dapat dilihat pada Gambar 2 bagian c. Setelah dipanen dan dibersihkan, daun teh segar

    dilayukan agar tidak putus saat penggulungan dan proses kimia berlangsung dengan baik saat fermentasi

    (Adisewojo 1982). Pelayuan daun teh biasanya dilakukan pada ruangan bersuhu 30-40oC selama 16-20

    jam untuk mengurangi kadar air dari 70-85% menjadi 55-65% (Ullah 1991). Pelayuan terjadi karena air-

    air dalam daun secara perlahan akan menguap dan lambat laun daun akan menjadi layu. Proses pelayuan

    akan berpengaruh terhadap kualitas dari teh kering yang dihasilkan. Jika daun terlalu cepat layu, teh

    kering yang dihasilkan akan memiliki karakteristik aroma yang kurang harum. Sebaliknya jika daun

    terlalu lama layu, teh kering akan memiliki karakteristik rasa yang kurang sedap. Daun teh layu yang

    baik memiliki ciri kering namun tidak putus dan tidak ada suara retak jika digenggam.

    a) b) c)

    Gambar 2. Diagram alir pengolahan teh; a) teh hijau, b) teh oolong, c) teh hitam (Wan et al. 2009)

  • 4

    Proses selanjutnya adalah penggulungan yang dilakukan dengan tujuan memecahkan sel-sel

    daun, mengeluarkan cairan sel, dan merusak jaringan daun yang menyebabkan unsur-unsur di dalamnya

    termasuk polifenol dan enzim bergabung menjadi satu (Aji 2011). Penggulungan juga memengaruhi

    hasil teh seduhan yang dihasilkan. Daun yang terlalu lama digulung akan menghasilkan teh kering yang

    sangat pekat, kental, namun aromanya kurang harum (Adisewojo 1982). Setelah penggulungan, daun

    teh kemudian melalui proses fermentasi. Fermentasi atau pemeraman daun teh merupakan proses

    oksidasi enzimatik komponen polifenol dalam teh sehingga terjadi perubahan warna dan karakteristik

    teh. Pada akhir fermentasi,warna teh akan berubah menjadi kecoklatan. Selain perubahan warna juga

    terjadi perubahan aroma daun menjadi harum teh. Proses ini berlangsung selama 1-5 jam dengan suhu

    optimal 25-32oC (Panuju 2008). Proses terakhir pengolahan teh hitam adalah pengeringan yang

    dilakukan untuk menghentikan aktivitas enzim dan mengurangi kandungan air hingga 5% basis basah

    (Adisewojo 1982).

    Tabel 2. Komposisi senyawa dalam; a) teh hijau dan b) teh hitam (Graham di dalam Liss 1984)

    No Komponen % BK No Komponen % BK

    1 Kafein 7,43 1 Kafein 7,56

    2 (-) Epikatekin 1,98 2 (-) Epikatekin 1,21

    3 (-) Epikatekin galat 5,20 3 (-) Epikatekin galat 3,86

    4 (-) Epigalokatekin 8,42 4 (-) Epigalokatekin 1,09

    5 (-) Epigalokatekin galat 20,29 5 (-) Epigalokatekin galat 4,63

    6 Flavonol 2,23 8 Theaflavin 2,62

    7 Theanin 4,70 9 Thearubigin 35,90

    8 Asam glutamat 0,50 10 Asam gallat 1,15

    9 Asam aspartat 0,50 11 Asam klorogenat 0,21

    10 Arginin 0,74 12 Gula 6,85

    11 Asam amino lain 0,74 13 Pektin 0,16

    12 Gula 6,68 14 Polisakarida 4,17

    13 Bahan pengendap alkohol 12,13 15 Asam oksalat 1,50

    14 Kalium 3,96 16 Asam malonat 0,02

    a) 17 Asam suksinat 0,09

    18 Asam malat 0,31

    19 Asam akonitat 0,01

    20 Asam sitrat 0,84

    24 Peptida 5,99

    25 Theanin 3,57

    26 Asam amino lain 3,03

    b)

    Daun teh segar sebagai bahan baku dari semua jenis teh memiliki beberapa kandungan

    komponen kimia. Nasution dan Tjiptadi (1975) membaginya menjadi 7 golongan antara lain: 1) bahan-

    bahan anorganik, yaitu Al, Mn, P, Ca, Mg, Fe, Se, Cu, dan K, 2) senyawa bernitrogen, yaitu protein,

    asam amino, alkaloid, dan kafein, 3) karbohidrat yaitu gula, pati, dan pektin, 4) polifenol, dan

    turunannya, yaitu asam galat, katekin, tanin, theaflavin, dan thearubigin, 5) pigmen, yaitu klorofil,

    anthosianin, dan flavon, 6) enzim, yaitu polifenol oksidase, peroksidase, pektinase, dan 7) vitamin C

    dan vitamin E. Perbedaan proses pengolahan yang diaplikasikan untuk mengubah daun teh segar

    menjadi teh hijau, teh hitam, teh putih, dan teh oolong akan menentukan jenis atau komposisi komponen

  • 5

    bioaktif yang terkandung dalam minuman teh. Komponen-komponen bioaktif teh hijau dan teh hitam

    dapat dilihat pada Tabel 2. Komponen bioaktif di dalam teh terdiri dari flavonoid yang didominasi oleh

    katekin, senyawa alkaloid, saponin (triterpenoid saponin), asam organik, dan pigmen. Beberapa jenis

    alkaloid dalam teh yaitu kafein, theobromin, dan theofilin yang totalnya berkisar 3-4% (Wong et al.

    2009).

    Selama fermentasi, reaksi enzimatik akan bertanggung jawab terhadap pengembangan

    karakteristik warna dan flavor dari tiap jenis teh, terutama teh hitam. Fermentasi enzimatis teh hitam

    akan menghasilkan pembentuk warna dan pigmen yang khas, yaitu theaflavin, thearubigin, dan

    theasinensis. Substrat dari enzim polifenol oksidase selama fermentasi terdiri dari katekol dan grup

    pyrogallol, dan produk oksidasi primernya adalah o-quinon yang diikuti oleh kondensasi menjadi

    senyawa polimer yaitu theaflavin dan thearubigin (Ullah 1991). Theaflavin terbentuk melalui reaksi

    oksidasi berpasangan antara katekin jenis katekol (epikatekin dan epikatekin galat) dan katekin jenis

    pyrogallol (epigalokatekin dan epigaloketekin galat) (Tanaka et al 2009). Oleh karena itu, kandungan

    katekin, meliputi katekol (epikatekin (EC) dan epikatekin galat (ECG)) serta pyrogallol (epigalokatekin

    (EGC) dan epigalokatekin galat (EGCG)) pada teh hitam jauh lebih rendah daripada teh hijau.

    Fermentasi asam-asam amino dan lipid pada daun teh segar juga akan menghasilkan komponen-

    komponen volatil yang akan mempengaruhi flavor teh, mengurangi rasa pahit, meningkatkan rasa sepat,

    serta menghasilkan senyawa dan flavor kompleks lainnya termasuk asam organik (Balentine & Paerau-

    Robinson di dalam Mazza & Oomah 1998). Jika dilihat pada Tabel 2, asam organik pada teh hitam

    terdapat dalam konsentrasi dan jenis lebih beragam daripada teh hijau yang disebabkan oleh proses

    fermentasi.

    Theaflavin dan thearubigin merupakan senyawa-senyawa berpigmen golongan polifenol yang

    dihasilkan selama fermentasi dan berperan dalam warna khas teh hitam. Pigmen-pigmen tersebut

    termasuk ke dalam senyawa bioaktif karena dilaporkan memiliki efek positif bagi kesehatan. Selain

    berpengaruh terhadap penampakan, senyawa-senyawa tersebut juga berkontribusi terhadap aroma dan

    karakteristik teh hitam. Selama fermentasi, kandungan katekin dari daun teh segar akan berkurang

    sebesar 85% (Balentine & Paerau-Robinson di dalam Mazza & Oomah 1998) dimana hanya sekitar 10

    persennya yang merupakan kelompok theaflavin. Sisanya berubah menjadi produk larut air yang disebut

    thearubigin yang berkontribusi sebesar 23% dari 100-200 mg daun teh hitam kering.

    Tabel 3. Prekursor dan kadar theaflavin pada teh hitam

    Prekusor Jenis Theaflavin Kadar (% BK)

    EC + EGC TF 0,2-0,3

    EC + EGCG TF-3-G 1,0-1,5

    ECG + EGC TF-3-G 1,0-1,5

    ECG + EGCG TF-3,3-G 0,6-1,2

    Sumber: Wan et al. (2009)

    Theaflavin merupakan senyawa berwarna merah atau oranye dalam larutan dan berkontribusi

    terhadap kecerahan dan rasa minuman teh (Balentine & Paerau-Robinson di dalam Mazza & Oomah

    1998). Terdapat empat jenis utama theflavin, yaitu theaflavin (TF), theaflavin 3 gallat (TF-3-G),

    theaflavin 3 gallat (TF-3-G), dan theaflavin 3,3-digallat (TF-3,3-DG). Prekusor dan kadar masing-

    masing jenis theaflavin tersebut dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan struktur theaflavin dapat dilihat

    pada Gambar 3. Thearubigin merupakan kelompok senyawa berpigmen cokelat atau hitam yang

    berperan terhadap kekentalan dan rasa sepat dari minuman teh hitam. Kelompok-kelompok senyawa

    dari thearubigin adalah polimer proanthocyanidin (tanin terkondensasi), theafulvin, dan oolongtheanin.

  • 6

    Total theaflavin dan thearubigin pada teh hitam masing-masing 3-6% dan 12-18% basis kering (Wong

    et al. 2009). Selain itu, adanya kondensasi berpasangan antara dua jenis galokatekin, yaitu

    epigalokatekin galat (EGCG) dan epigalokatekin (EGC), akan membentuk dimer kuinon lain, terutama

    dehidrotheasinensis yang akan dikonversi menjadi theasisnensis apabila dikeringkan atau dipanaskan

    (Wan et al. 2009).

    Gambar 3. Struktur theaflavin (Lin et al. 2009)

    Kandungan senyawa bioaktif dalam minuman teh tidak hanya dipengaruhi oleh cara

    pengolahan teh dan kualitas produk teh tetapi juga dipengaruhi oleh cara penyeduhan teh dimana

    caranya dapat berbeda-beda di setiap daerah. Minuman teh yang lebih banyak dikonsumsi di negara-

    negara Eropa ialah teh hitam dan biasa diseduh dalam bentuk teabag menggunakan air mendidih dengan

    waktu penyeduhan yang relatif singkat (< 3 menit), kemudian dikonsumsi dalam keadaan panas

    (terkadang ditambah gula atau susu). Hal tersebut juga biasa dilakukan di India, Pakistan, dan beberapa

    negara Asia Tengah hanya saja teh hitam diseduh dengan waktu yang lebih lama (Astill et al. 2001). Di

    China dan Jepang, minuman teh yang lebih banyak dikonsumsi ialah teh hijau dan biasa diseduh

    menggunakan air panas tetapi tidak sampai mendidih.

  • 7

    Astill et al. (2001) menyatakan bahwa perbedaan cara penyeduhan teh dapat memengaruhi

    komposisi senyawa kimia yang terdapat pada produk akhir minuman teh. Cara penyeduhan yang

    dimaksud adalah jumlah teh dan air yang digunakan (konsentrasi teh), ukuran dan bentuk teh, jumlah

    pengadukan, suhu penyeduhan, waktu penyeduhan, dan penambahan bahan lain seperti gula atau susu.

    Dalam penelitiannya, Astill et al. (2001) menyeduh teh dalam bentuk teabag (1.5-3.125 g/bag)

    menggunakan air mendidih, lalu disaring vakum menggunakan glass crucible no.1. Hasil penelitiannya

    menunjukkan bahwa total padatan terlarut yang terekstrak semakin meningkat seiring meningkatnya

    konsentrasi teh. Akan tetapi, proses ekstraksi akan berlangsung secara efisien pada konsentrasi teh yang

    rendah. Sementara itu, total padatan terlarut terekstrak dengan cepat pada menit pertama penyeduhan,

    kemudian secara bertahap menurun seiring dengan meningkatnya waktu penyeduhan.

    Astill et al. (2001) juga meneliti mengenai perbedaan komposisi komponen terekstrak antara

    teh hitam dan teh hijau. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi padatan terlarut

    (2997 mg/L), total polifenol (992 mg/L), dan kafein (241 mg/L) teh hitam lebih besar dari pada teh hijau

    (1790, 591, dan 114 mg/L). Hasil surveinya terhadap 23 produk teh di Negara-negara Eropa

    menunjukkan bahwa teh hitam direkomendasikan untuk diseduh pada konsentrasi yang lebih tinggi (10-

    13.3 g/L) daripada teh hijau (7.5-10 g/L). Suhu penyeduhan yang direkomendasikan untuk menyeduh

    teh hitam juga lebih tinggi (100oC) daripada teh hijau (75-90

    oC). Selain itu, ekstraksi dari komponen

    polifenol dan kafein akan berbeda antara teh dalam bentuk daun dan teabag. Ekstraksi akan lebih efisien

    apabila teh masih berada dalam bentuk daun dan semakin kecilnya ukuran partikel teh.

    B. Lipid

    Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau manusia

    ialah lipid. Lipid, lipida, atau lemak merupakan salah satu komponen gizi yang secara umum

    dibutuhkan oleh manusia sebagai cadangan energi, komponen struktural membran sel, alat angkut

    vitamin larut lemak, pemelihara suhu tubuh, dan pensinyalan molekul (Michelle et al. 1993; Gurr et al.

    2002; Almatsier 2006). Lipid didefinisikan berdasarkan sifat fisiknya terutama sifat kelarutan, bukan

    berdasarkan struktur kimianya. Kata lipid digunakan oleh ahli biokimia untuk menggolongkan senyawa-

    senyawa heterogen yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik

    misalnya eter, aseton, kloroform, benzena (Gurr et al. 2002). Lipid dapat diklasifikasikan berdasarkan

    komposisi kimianya, yaitu lipid sederhana, lipid majemuk, dan lipid turunan; serta berdasarkan fungsi

    biologisnya, yaitu lemak simpanan dan lemak struktural. Lemak simpanan terdiri dari trigliserida yang

    disimpan di dalam depot-depot di dalam jaringan baik tumbuh-tumbuhan, hewan, ataupun manusia.

    Lemak tersebut merupakan simpanan energi paling utama di dalam tubuh. Lemak struktural terutama

    terdiri atas fosfolipida dan kolesterol yang merupakan struktural paling penting di dalam tubuh setelah

    protein (Almatsier 2006; Wahle et al. 2003).

    Kebanyakan lemak makanan dicerna dalam bentuk trigliserida (90-95%) dan harus dipecah

    terlebih dahulu menjadi gliserida dan asam lemak untuk dapat diabsorpsi. Pemecahan lipid dilakukan

    oleh enzim lipase, yang bersifat hidrofilik. Pemecahan lipid dimulai oleh enzim lipase saliva di dalam

    mulut, kemudian dilanjutkan di dalam lambung. Pencernaan lipid di dalam mulut dan lambung lebih

    banyak terjadi pada bayi dibandingkan orang dewasa, karena sistem pencernaan pada bayi terutama

    usus belum dapat bekerja dengan baik (Gurr 1992). Pada orang dewasa, proses pencernaan lipid

    terutama terjadi di dalam usus. Sebelum dipecah oleh enzim lipase, lipid akan diemulsifikasi terlebih

    dahulu sehingga enzim lipase dapat bekerja. Proses emulsifikasi tersebut terjadi di usus halus oleh

    cairan empedu. Setelah diemulsifikasi, enzim lipase yang berasal dari dinding usus halus dan pankreas

    akan mulai mencerna emulsi lipid tersebut. Secara keseluruhan, proses pencernaan lipid bertujuan untuk

  • 8

    mengkonversi lipid menjadi turunan yang lebih polar sehingga mudah berinteraksi dengan air dan

    mudah diserap oleh tubuh. Penyerapan hasil pencernaan lipid yang sebagian besar adalah asam lemak

    (70%) dan sebagian lagi monogliserida (20%) terjadi di dalam usus kecil (Poedjiadi 1994).

    Hasil penyerapan lipid akan langsung digunakan sebagai sumber energi atau disimpan oleh

    tubuh di dalam jaringan adipose sebagai cadangan energi. Meskipun lipid dibutuhkan oleh tubuh,

    konsumsi lipid yang berlebihan dapat merugikan tubuh karena selain asupan-asupan lipid esensial,

    tubuh juga dapat mensintesis lipid dari metabolisme karbohidrat (Michelle et al. 1993). Lemak

    simpanan di dalam tubuh tidak hanya berasal dari konsumsi lipid melainkan juga dari konsumsi

    karbohidrat dan protein. Selain itu, menurut Almatsier (2006), tubuh mempunyai kapasitas tidak

    terhingga untuk menyimpan lipid. Oleh karena itu, jika lemak simpanan berlebih di dalam tubuh maka

    resiko terhadap kelebihan berat badan akan meningkat yang kemudian pada akhirnya akan berdampak

    pada obesitas. Hal tersebut tentunya akan sangat merugikan tubuh, mengingat bahwa obesitas memiliki

    asosiasi atau hubungan yang sangat erat dengan munculnya penyakit kronis dan gangguan fungi

    fisiologis seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes mellitus, dan kanker.

    C. Lipase

    Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel, yang bekerja dengan urut-urutan yang

    teratur. Enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien, reaksi yang

    menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan reaksi pembuatan makromolekul sel dari prekusor

    sederhana (Lehninger 1993). Enzim lipase (Triasilgliserol asilhidolase, EC 3.2.1.20) merupakan enzim

    utama dalam pencernaan lipid. Berdasarkan nomenklatur dari International Union of Biochemistry,

    enzim lipase berfungsi mengkatalisis trigliserida menjadi digliserida dan asam lemak (Gambar 4).

    Gambar 4. Reaksi pemecahan trigliserida (Muchlas 2010)

    Meskipun demikian, reaksi tersebut belum lengkap karena lipase juga akan menghidrolisis digliserida

    lebih lanjut sehingga akan didapatkan produk akhir berupa satu molekul gliserol dan tiga molekul asam

    lemak (Winarno 2010; Macrae 1983). Struktur enzim lipase dapat dilhat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Enzim lipase pankreas (Institute of Molecular Biotechnology 2005)

    Didalam tubuh, enzim lipase mampu menghidrolisis lemak makanan yang dikonsumsi hingga

    50-70%. Aktifitas lipase dapat diketahui dengan mengetahui habisnya substrat atau timbulnya produk

    Lipase

  • 9

    hidrolisa asam lemak bebas. Substrat, suhu, dan pH lingkungan sangat memengaruhi lipase dalam

    mencapai aktifitas yang optimal. Lipase dari pankreas misalnya mempunyai pH optimal antara 8 dan 9,

    tetapi dapat menurun menjadi antara 6-7 apabila substratnya berbeda. Suhu optimal lipase pada

    umumnya berkisar antara 30 dan 40oC. Keaktifan optimal lipase tergantung juga dari senyawa

    pengemulsi yang digunakan dan kandungan garam dalam substrat (Winarno 2010).

    Sumber utama enzim lipase adalah dari pankreas yang dikeluarkan melalui dinding usus halus.

    Enzim ini diproduksi dalam sel acinar pankreas dan dialirkan ke dalam usus duodenum. Lipase dari

    pankreas babi paling banyak telah dipelajari dan digunakan dalam beberapa penelitian. Hal ini mungkin

    karena pankreas babi mengandung lipase yang tinggi, sekitar 2.5 persen dari jumlah protein dalam

    pankreas. Selain itu, lipase juga dapat diperoleh dari sumber lain, misalnya susu, biji-bijian, kacang-

    kacangan, dan juga mikroba.

    D. Antilipase

    Penghambatan aktivitas enzim oleh beberapa jenis molekul kecil dan ion-ion sangat penting

    karena merupakan mekanisme pengendalian kerja enzim secara biologis. Winarno (2010) membagi

    jenis penghambatan enzim berdasarkan sifat kestabilan penghambatannya, yaitu penghambatan tidak

    stabil (reversible) dan penghambatan stabil (irreversible). Penghambatan reversible disebut juga dengan

    penghambatan dapat balik, sedangkan penghambatan irreversible disebut juga dengan penghambatan

    tidak dapat balik (Lehninger 1993).

    Dalam pengikatannya yang irreversible, senyawa penghambat (inhibitor) akan terikat secara

    kovalen pada lokasi aktif enzim sehingga disosiasi antara enzim dengan substrat terjadi sangat lambat

    (Winarno 2010). Lehninger (1993) menyatakan bahwa penghambat irreversible dapat juga diartikan

    sebagai golongan yang beraksi dengan atau merusak suatu gugus fungsional pada molekul enzim yang

    penting bagi aktivitas katalitiknya. Selain itu, Poedjiadi (2005) menambahkan bahwa hambatan

    irreversible ini dapat terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversible dengan bagian tertentu pada

    enzim, sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk enzim dan menyebabkan aktivitas katalitiknya

    menurun. Salah satu contoh penghambatan irreversible adalah penghambatan yang dilakukan oleh

    senyawa diisoprofilfluorofosfat (DFP) terhadap enzim asetilkolinesterase yang penting dalam transmisi

    impuls syaraf.

    Penghambatan reversible merupakan penghambatan yang bersifat sementara. Penghambatan

    tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu penghambatan kompetitif dan penghambatan

    nonkompetitif. Penghambatan kompetitif adalah penghambatan yang dilakukan oleh senyawa yang

    mirip dengan substrat dan dapat terikat pada lokasi aktif enzim membentuk kompleks enzim inhibitor

    (Winarno 2010; Lehninger 1993; Poedjiadi 2005). Dengan cara ini maka inhibitor akan bersaing dengan

    substrat untuk masuk ke lokasi aktif enzim. Penghambat kompetitif biasanya menyerupai substrat

    normal pada struktur tiga dimensinya. Contoh penghambatan kompetitif adalah asam malonat, oksalat,

    dan oksaloasetat yang menghambat kerja enzim suksinat dehidrogenase dalam reaksi dehidrogenasi

    asam suksinat. Ketiga senyawa penghambat tersebut memiliki struktur yang mirip dengan asam

    suksinat.

    Jenis penghambatan yang kedua (penghambatan nonkompetitif) adalah penghambatan yang

    disebabkan oleh senyawa yag dapat berikatan pada sisi enzim selain sisi tempat substrat berikatan,

    mengubah konformasi molekul enzim, sehingga mengakibatkan inaktifasi dapat balik sisi katalitik

    (Lehninger 1993). Winarno (2010) menyatakan bahwa bedanya dengan penghambatan kompetitif, pada

    penghambatan nonkompetitif senyawa penghambatannya tidak mirip dengan substrat, jadi lokasi aktif

    masih terisi oleh substrat yang normal tetapi senyawa penghambat membentuk lekukan pada bidang

  • 10

    permukaan enzim lain. Akibatnya reaksi enzimatik masih berlangsung, tetapi turn over number-nya

    menurun. Turn over number merupakan banyaknya molekul substrat yang diubah menjadi produk per

    satuan waktu. Perbedaan kedua jenis penghambatan ini diilustrasikan melalui Gambar 6. Contoh

    inhibitor nonkompetitif yang banyak dikenal ialah ion-ion logam berat (Cu++

    , Hg++

    dan Ag+) yang dapat

    berhubungan dengan gugus SH yang terdapat pada sistein dalam enzim (Poedjiadi 2005).

    Gambar 6. Ilustrasi perbedaan penghambatan kompetitif dengan nonkompetitif (Muchlas 2010)

    Penghambatan terhadap enzim yang berperan dalam hidrolisis lemak dari makanan akan

    mengurangi penyerapan lemak dan energi yang berlebihan sehingga dapat mencegah tubuh mengalami

    kelebihan berat badan ataupun obesitas. Salah satu obat yang telah terbukti dapat menghambat kerja

    enzim lipase adalah Orlistat. Orlistat atau dikenal juga dengan Tetrahydrolipstatin, Xenical, Alli,

    Orlipastat, (-)-Tetrahydrolipstatin, Orlipastatum [INN-Latin], THLP, Orlipastatum, memiliki rumus

    molekul C29H53NO5dan berat molekul 495.73482 (PubChem 2005). Orlistat merupakan turunan lipofilik

    terhidrogenasi dari lipstatin, senyawa kimia yang diisolasi dari mikroba Streptomyces toxytricini

    (Guerciolini 1997; Hadvary et al.1991). Sjostrom et al. (2000) menyatakan bahwa penggunaan Orlistat

    diikuti dengan pola makan sehat akan memberikan hasil penurunan berat badan 70% lebih besar

    daripada hanya sekedar diet saja. Rissanen et al. (1999) juga menyatakan bahwa dengan Orlistat,

    seseorang dapat menurunkan berat badan rata-rata sekitar 14.5% dari berat tubuh awal. Selain itu,

    penelitian tentang Orlistat menunjukkan bahwa 2 kali lebih banyak penderita kegemukan yang

    mengkonsumsi Orlistat, mencapai 10% penurunan berat badan dibandingkan mereka yang diet saja

    (Krempf et al. 2001). Dalam penelitiannya, Sjostrom et al. (2000) menyatakan bahwa Orlistat

    menghambat enzim lipase secara irreversible dengan cara membentuk suatu ikatan kovalen pada

    bagian serine yang aktif dari lipase pankreas dan lipase lambung (Gambar 7).

    Suatu senyawa yang dapat menginhibisi kerja enzim lipase baik secara irreversible maupun

    reversible disebut antilipase. Kriteria senyawa yang dapat memiliki aktivitas antilipase belum diketahui,

    namun sudah dilakukan berbagai penelitian untuk menguji aktivitas antilipase seperti dari mikroba,

    jamur, pangan hasil laut, dan tanaman. Beberapa produk metabolit dari mikroorganisme seperti

    lipstantin (Streptomyces toxytricini), panclicins (Streptomyces sp. NR 0619), ebelacton (Streptomyces

  • 11

    aburaviensis), dan vibralacton (Boreostereum vibrans) memiliki aktivitas penghambatan enzim lipase

    yang potensial (Tucci et al.2010).

    Gambar 7. Mekanisme penghambatan Orlistat (Carriere et al. 2001)

    Di sisi lain, industri pharmaceutical telah banyak menggunakan kapang dan fungi sebagai

    sumber antilipase, beberapa diantaranya ialah Candida antartica, Candida rogusa, Gestrichum

    candidum, Humicola lanuginose, dan Pseudomonas glumae (Weber et al.1997). Tanin dari alga

    Phaeopyta, toxin caulerpenyne dari alga Caulerpa taxifolia, karotenoid dari Undaria pinnatifidaaiai

    dan Sargassum fulvellum merupakan beberapa contoh pangan hasil laut yang potensial menghambat

    aktivitas enzim lipase (Bitou et al. 1999; Matsumoto et al. 2010).

    Tabel 4. Berbagai macam senyawa antilipase dari ekstrak tanaman

    Komponen Tanaman Sumber

    Flavonoid Lesser galangal, dandelion, dan kiwi, jati belanda

    Polyphenol Kacang tanah, mangga, alfalfa, bunga lotus, dan kotala himbutu

    Proanthocyanidin Noname Herba, cinnamon, coklat, anggur

    Saponin Horse chestnut, bearberry, marlberry, oat, kopi, yam, gingseng,

    sessiloside, cape jasmine, burningbush, apel, balsampear,

    zaitun,doraji, soapberry, pincus hion, tomat, jahe, jati belanda, dan

    bangle

    Triterpen Salvia, lidah buaya, birch, potmarigold, lemon balm, dan oregano

    Trigonellin T. foenum-graecum

    Hydroxycitric acid Garcinia Cambodia

    Tanin Areca catechu

    escin saponin A. turbinata escins

    chakasaponin I, II, & III Teh china

    Sumber: Garza et al. (2011); Bhutani dan Gohil (2010); Tucci et al. (2010); Tanaka et al. (2009);

    Silitonga (2008)

    Tanaman merupakan sumber antilipase yang paling banyak dieksplorasi saat ini. Beberapa

    tanaman yang mengandung komponen antilipase adalah anggur (Vitis vinifera), jahe (Zingiber

    Sisi aktif

    lipase

    Pengikatan Orlistat

    dengan lipase

  • 12

    officinale), ginseng (Panax japonicus), kencur atau galangal (Alpinia officinarum), daun jati belanda

    (Guazuma ulmifolia Lamk), bangle (Zingiber purpureum), asam gelugur (Garcina artroviridis),

    kemuning (Murraya paniculata) dan juga teh (Camellia sinensis). Pengujian potensi berbagai sumber

    antilipase tersebut umumnya dilakukan dengan metode enzimatis, baik secara in vivo dengan

    menggunakan hewan percobaan maupun secara in vitro. Beberapa senyawa antilipase yang berasal dari

    ekstrak tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 5. Beberapa senyawa antilipase dari teh

    Sumber Komponen bioaktif Sitasi

    Teh hijau Flavan-3-ol Gondoin et al. (2010)

    Strictinin Gondoin et al. (2010)

    epigallocatechin gallate

    (EGCG) Tucci et al.(2010)

    epigallocatechin (EGC) Tucci et al.(2010)

    epicatechin gallate (ECG) Tucci et al.(2010)

    epicatechin (EC) Tucci et al.(2010)

    Teh oolong Flavan-3-ol Nakai et al.(2005)

    Proanthocyanidin Nakai et al.(2005)

    Chalcan-Flavan Dimer Nakai et al.(2005)

    Oolonghomobisflavans Nakai et al.(2005)

    Theasinensin Nakai et al.(2005)

    Theaflavin Nakai et al.(2005)

    Strictinin Nakai et al.(2005)

    Theasaponin E1 & E2 Tucci et al.(2010); Han

    et al.(1999)

    Teh hitam

    Polymer-like oxidation

    products Kusano et al. (2008)

    Epigallocatechin 3-O-gallate Kusano et al. (2008)

    Theaflavin 3-O-gallate Kusano et al. (2008)

    Theaflavin 3,3'-di-O-gallate Kusano et al. (2008)

    Procyanidin-B-4 Kusano et al. (2008)

    Procyanidin-B-3 Kusano et al. (2008)

    Theasinensin A Kusano et al. (2008)

    Galloyl oolongtheanin Kusano et al. (2008)

    Penelitian lebih mendalam mengenai senyawa antilipase pada teh juga telah banyak dilakukan,

    daftar senyawa antilipase pada beberapa jenis teh dapat dilihat pada Tabel 5. Penelitian menunjukkan

    bahwa fraksi saponin ekstrak daun teh oolong mampu menghambat aktivitas lipase pankreas (Han et al.

    1999). Sementara itu, teh hijau, teh putih, serta teh hitam juga diketahui memiliki aktivitas antilipase

    berdasarkan penelitian Gondoin et al. pada tahun 2010. Teh putih memiliki aktivitas lebih tinggi

    daripada teh hijau dan teh hitam. Senyawa dalam teh putih yang berperan dalam menghambat aktivitas

    lipase adalah strictinin dan flavan-3-ol. Strictinin dapat berikatan secara langsung dengan enzim lipase

    sehingga menghambat kerja enzim dalam mengikat substrat. Berdasarkan penelitian tersebut, teh hitam

    memiliki daya inhibisi yang lebih rendah daripada teh hijau dan teh putih disebabkan rendahnya jumlah

    flavan-3-ol.