bab ii tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/8958/3/bab ii.pdfpuskemas rambah...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu merupakan referensi bagi peneliti untuk
melakukan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Indriawan, dkk.
pada tahun 2014 yang berjudul “Analisis Pengelolaan Obat di Puskemas
Gaya Baru V Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab ketidaksesuaian
pelaksanaan pengelolaan obat tersebut.Jenis penelitian ini adalah kualitatif,
menggali sejauh mana sistem pengelolaan obat di Puskemas. Sifat
penelitian ini adalah evaluatif (evaluation research), dengan informan
Kepala Puskemas Gaya Baru V, petugas pengelola gudang obat Puskemas,
kepala Puskemaspembantu dan staf Instalasi GFK, pengambilan data
dilakukan wawancara mendalam dan observasi. Teknik pengolahan data
dengan cara analisis isi. Hasil dari penelitian ini adalah
pengadaan/permintaan obat di Puskemas sudah sesuai dengan aturan yang
berlaku, penyimpanan obat di Puskemas sudah menggunakan metode
FEFO dan FIFO, tidak ada penghapusan obat di Puskemas, perencanaan
kebutuhan obat di Puskemas belum sepenuhnya memenuhi tahap-tahap,
yaitu belum menggunakan tahap seleksi ilmiah medik dan statistic,
pendistribusian obat di Puskemas belum berjalan dengan baik, hal tersebut
karena kurangnya sumber daya manusia yang ada.
Penelitian yang dilakukan oleh Husnawati, dkk.pada tahun 2016
yang berjudul “Sistem Pengelolaan Obat di Puskemas Di Kecamatan
Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu – Riau”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengelolaan obat di Puskemas ditinjau dari aspek
perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, serta
pencatatan dan pelaporan obat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskemas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
observasional yang bersifat deskriptif analitik.Responden berjumlah 4
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
5
(empat) orang yang terdiri dari petugas pengelolaan obat yang ada di
Puskemas Kecamatan Rambah Samo yaitu Puskemas Rambah Samo I dan
Puskemas Rambah Samo II.Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
wawancara bebas terpimpin serta pengamatan terhadap fisik ruangan dan
dokumen terkait pengelolaan obat. Hasil penelitian pengelolaan obat di
Puskemas Rambah Samo I sangat baik dengan persentase 89,81% dan
pada Puskemas Rambah Samo II kategori baik dengan persentase 66,20%.
Terdapat perbedaan signifikan pengelolaan obat di Puskemas Rambah
Samo I dan Puskemas Rambah Samo II, dimana nilai p = 0,033 (p < 0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Supardi,dkk pada tahun 2012 yang
berjudul “Evaluasi Peran Apoteker Berdasarkan Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Di Puskemas”. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi tentang peran apoteker di Puskemas dan permasalahan dalam
pelayanan kefarmasian di Puskemas.Penelitian potong lintang (cross
sectional) dengan pendekatan kualitatif dilakukan terhadap instansi yang
terkait dengan peran apoteker di Puskemas pada tahun 2011.Informan
penelitian untuk wawancara mendalam adalah Dinkes Kabupaten/Kota
dan Kepala Puskemas. Analisis data secara deskriptif kualitatif dengan
metode triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data.
Hasil dari penelitian ini adalah pengelolaan obat di Puskemas sudah
berjalan baik, hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, penelitian
terhadap kinerja pengelola obat di Puskemas menunjukkan pengelola obat
di Kota Bekasi (apoteker) mempunyai kinerja yang cukup baik, terdapat
hubungan yang bermakna antara faktor internal (pendidikan apoteker/AA)
dengan kinerja pengelola obat Puskemas, tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara faktor eksternal (supervisi, imbalan, fasilitas dan beban
kerja) dan kinerja pengelola obat Puskemas.
Penelitian yang dilakukan oleh Chaira, dkk. pada tahun 2016 yang
berjudul “Evaluasi Pengelolaan Obat pada Puskemas di Kota Pariaman”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan obat padatujuh
Puskemas di kota Pariaman, berdasarkan indikator pengelolaan obat yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI. Penelitian ini adalah penelitian
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
6
deskriptif-evaluatif, dengan metode kuantitatif dan kualitatif,
menggunakan data retrospektif tahun 2013 dan 2014. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesesuaian jenis obat yang tersedia dengan DOEN :
64,70%-73,51%, ketepatan permintaan obat 2,28%-24,47%, ketepatan
distribusi obat, 4,66%-35,59%, persentaseobat yang tidak diresepkan,
5,00%-23,49%, persentase peresepan obat generik 97,27%-100%,
persentase perbedaan pencatatan kartu stok dengan jumlah fisik obat,
0,00%-13,13%, maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan obat pada
Puskemas di kota Pariaman belum baik, karena belum sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu adalah
variabel penelitian.Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian
yaitu variabel bebas berupa keberadaan Apoteker di Puskemas, variabel
terikat berupa pengelolaan obat di Puskemas, dan variabel penganggu
berupa masa kerja dan beban kerja. Perbedaan yang selanjutnya yaitu
analisis hasil, hasil yang diperoleh akan dibandingkan pengelolaan obat di
Puskemas sebelum dan sesudah ada apoteker pada masatransisi pengelola
unit farmasi dan dianalisis apakah terdapat pengaruh keberadaan apoteker
pada masa transisi pengelola unit farmasi terhadap pengelolaan obat di
Puskemas.
B. Landasan Teori
1. Puskemas
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Pusat Kesehatan
Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskemas adalah unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Puskemas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
7
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan(Kemenkes RI, 2016).
Secara nasional standar wilayah kerja Puskemas adalah satu
kecamatan.Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu
Puskemas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar
Puskemas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu
desa/kelurahan atau dusun/rukun warga (RW).Visi pembangunan
kesehatan yang dilaksanakan oleh Puskemas adalah tercapainya
kecamatan sehat.Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan serajat kesehatan penduduk.Misi pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan Puskemas adalah mendukung
tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk
mencapai visi tersebut, Puskemas menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan
perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat, Puskemas perlu
ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu(Kemenkes
RI, 2016).
Sumber daya manusia Puskemas terdiri atas tenaga kesehatan
dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan. Jenis tenaga kesehatan paling sedikit terdiri
atas dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan,
tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli
teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian.
Tenaga kesehatan di Puskemas harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika
profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan
dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan
kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap tenaga kesehatan yang
bekerja di Puskemas harus memiliki surat izin praktik sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Tenaga non kesehatan
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
8
harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi
keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di
Puskemas(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2014Puskemas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama
yang dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya
kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan
masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.
Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi:
a. Pelayanan promosi kesehatan;
b. Pelayanan kesehatan lingkungan;
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. Pelayanan gizi; dan
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
2. Apoteker
Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.Tenaga
kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian,
yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga Teknis Kefarmasian
adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
dan Analis Farmasi.Tenaga kefarmasian melakukan praktik
kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian, salah satunya
Puskemas(Peraturan Pemerintah No 51, 2009).
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
9
3. Pengelolaan Obat
Pengelolaan obat merupakan salah satu kegiatan pelayanan
kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah
untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat
yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem
informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu
pelayanan (Kemenkes RI, 2016).
a. Ruang Lingkup Pengelolaan Obat
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat
yang berfungsi untuk menentukan jenis dan jumlah obat
dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskemas(Kemenkes
RI, 2016).
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
a) Perkiraan jenis dan jumlah obat yang kebutuhan
Puskemas;
b) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional; dan
c) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Proses seleksi obat dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat pada
periode sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan
rencana pengembangan. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional.
Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang
ada di Puskemas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan
perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan
pengobatan. Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi
per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-up).
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
10
Puskemasdiminta menyediakan data pemakaian obat dengan
menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) (Kemenkes RI, 2016).
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan
melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan
Sediaan Farmasi Puskemas di wilayah kerjanya,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan
memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta
menghindari stok berlebih (Kemenkes RI, 2016).
2) Permintaan
Permintaan obat dalam ilmu manajemen farmasi disebut
pula sebagai pengadaan obat. Menurut Satibi(2014), pengadaan
adalah suatu proses untuk mendapatkan barang atau obat
yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Termasuk dalam pengadaan adalah pengambilan
keputusan dan tindakan untuk menentukan jumlah obat yang
spesifik, harga yang harus dibayar, kualitas obat yang
diterima, pengiriman barang tepat waktu, proses berjalan
lancar tidak memerlukan waktu dan tenaga berlebihan.
Pemborosan waktu, tenaga dan dana akan meningkatkan
biaya obat dan akan menurunkan kualitas pelayanan.
Pengadaan merupakan faktor terbesar menyebabkan
pemborosan maka perlu dilakukan efisiensi dan penghematan
biaya. Agar proses pengadaan dapat berjalan lancar dan
teratur diperlukan struktur komponen berupa personil yang
terlatih dan menguasai permasalahan pengadaan, metode dan
prosedur yang jelas, sistem informasi yang baik, serta
didukung dengan dana dan fasilitas yang memadai.
Tujuan permintaan obat adalah memenuhi kebutuhan
obat di Puskemas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan
yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
11
Permintaan = SO – SS
peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah
daerah setempat(Kemenkes RI, 2016).
Menurut Kemenkes RI(2010), kegiatan yang
dilakukan pada tahap permintaan adalah sebagai berikut :
a) Menentukan jenis permintaan obat
1. Permintaan rutin yang dilakukan sesuai dengan
jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk masing-masing Puskemas.
2. Permintaan khusus dilakukan di luar jadwal
distribusi rutin dan dilakukan apabila ¾ kebutuhan
obat meningkat, ¾ terjadi kekosongan, ¾ adanya
kejadian luar biasa (KLB / Bencana).
b) Menentukan jumlah permintaan obat
Data yang diperlukan antara lain :
1. Data pemakaian obat periode sebelumnya.
2. Jumlah kunjungan resep.
3. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota.
4. Sisa Stok.
c) Menghitung kebutuhan obat dengan cara :
Jumlah untuk periode yang akan datang
diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode
sebelumnya.
Untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan
dengan rumus :
Keterangan :
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Stok pada periode berjalan)
SO = SK + SWK + SWT + SP
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
12
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu
kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu
tunggu(LeadTime )
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
3) Penerimaan
Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam
menerima obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau
hasil pengadaan Puskemas secara mandiri sesuai dengan
permintaan yang telah diajukan Puskemas. Yang bertujuan
agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskemas, dan memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu(Kemenkes RI,
2016).
Tenaga Kefarmasian yang ada di Puskemas dalam
kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban
penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan
obat dengan kelengkapan catatan yang menyertainya. Tenaga
kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap obat
yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan
jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen LPLPO,
ditandatangani oleh Tenaga Kefarmasian, dan diketahui oleh
Kepala Puskemas. Bila tidak memenuhi syarat, maka Tenaga
Kefarmasian dapat mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa
minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan periode
pengelolaan di Puskemas ditambah satu bulan (Kemenkes
RI, 2016).
4) Penyimpanan
Penyimpanan obat merupakan suatu kegiatan
pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang diterima agar
aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
13
kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu Sediaan
Farmasi yang tersedia di Puskemas dapat dipertahankan
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan(Kemenkes RI,
2016).
Menurut Kemenkes RI (2016), penyimpanan obat
dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
a) Bentuk dan jenis sediaan;
b) Kondisi yang susai syarat dalam penandaan di kemasan,
seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban;
c) Mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
d) Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e) Tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak
dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi.
Menurut Kemenkes(2010), untuk menjaga mutu obat
perlu diperhatikan kondisi penyimpanan sebagai berikut :
a) Kelembaban
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan
sehingga mempercepat kerusakan. Untuk menghindari
udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya
berikut :
1. Ventilasi harus baik, jendela dibuka.
2. Simpan obat ditempat yang kering.
3. Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan
terbuka.
4. Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC.
Karena makin panas udara di dalam ruangan maka
udara semakin lembab.
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
14
5. Biarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah
tablet dan kapsul.
6. Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki.
b) Sinar Matahari
Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat
rusak karena pengaruh sinar matahari. Sebagai contoh,
injeksi klorpromazin yang terkena sinar matahari akan
berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal
kadaluwarsa. Cara mencegah kerusakan karena sinar
matahari antara lain:
1. Jendela-jendela diberi gorden.
2. Kaca jendela dicat putih.
c) Temperatur/Panas
Obat seperti salep, krim dan supositoria sangat
sensitive terhadap pengaruh panas, dapat meleleh.Oleh
karena itu hindarkan obat dari udara panas. Sebagai
contoh, salep oksitetrasiklin akan lumer bila suhu
penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas
salep tersebut. Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis
obat harus disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu
4 – 8°C, seperti:
1. Vaksin
2. Sera dan produk darah
3. Antitoksin
4. Insulin
5. Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa)
6. Injeksi oksitosin
7. Injeksi Metil Ergometrin
Untuk DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi
jangan dibekukan karena akan menjadi rusak. Cara
mencegah kerusakan karena panas antara lain :
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
15
1. Bangunan harus memiliki ventilasi/sirkulasi udara
yang memadai.
2. Hindari atap gedung dari bahan metal.
3. Jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau AC.
d) Kerusakan Fisik
Untuk menghindari kerusakan fisik dapat dilakukan
antara lain:
1. Penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk
pada karton, jika tidak tertulis pada karton maka
maksimal ketinggian tumpukan delapan dus, karena
obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah
dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan
pengambilan obat.
2. Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam.
e) Kontaminasi
Wadah obat harus selalu tertutup rapat.Apabila
wadah terbuka, maka obat mudah tercemar oleh bakteri
atau jamur.
f) Pengotoran
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan
serangga lain yang kemudian merusak obat. Etiket dapat
menjadi kotor dan sulit terbaca.Oleh karena itu bersihkan
ruangan setiap hari.Lantai disapu dan dipel, dinding dan
rak dibersihkan.
5) Pendistribusian
Pendistribusian obat merupakan kegiatan pengeluaran
dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskemas dan
jaringannya(Kemenkes RI, 2016). Tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan sediaan farmasi sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskemas dengan jenis,
mutu, jumlah dan waktu yang tepat (Kemenkes RI, 2016).
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
16
Sub-sub unit di Puskemas dan jaringannya antara lain:
a) Subunit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan
Puskemas;
b) Puskemas Pembantu;
c) Puskemas Keliling;
d) Posyandu; dan
e) Polindes.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD,
dan lain-lain) dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai
resep yang diterima (floor stock), pemberian Obat per sekali
minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan
pendistribusian ke jaringan Puskemas dilakukan dengan cara
penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor
stock)(Kemenkes RI, 2016).
6) Pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat
digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penarikan
obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory
recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM. Penarikan obat dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri(Kemenkes
RI, 2016).
Pemusnahan dilakukan untuk obat bila:
a) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b) Telah kadaluwarsa;
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
17
c) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan; dan/atau
d) Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai terdiri dari:
a) Membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
b) Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat
pemusnahan kepada pihak terkait;
d) Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan
bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.
7) Pengendalian
Pengendalian obat adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai
dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga
tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di
unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak
terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan
kesehatan dasar (Kemenkes RI, 2016).
Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari:
a) Pengendalian persediaan;
b) Pengendalian penggunaan; dan
c) Penanganan sediaan farmasi hilang, rusak, dan
kadaluwarsa.
8) Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan
terhadap seluruh rangkaian kegiatan dalam pengelolaan
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
18
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai, baik sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai yang diterima,
disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskemas atau
unit pelayanan lainnya (Kemenkes RI, 2016).
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
a) Bukti bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai telah dilakukan;
b) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan
pengendalian; dan
c) Sumber data untuk pembuatan laporan.
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan
pelaporan obat di Puskemas adalah Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO
yang dibuat oleh petugas Puskemas harus tepat data, tepat isi
dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan
dengan baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis
penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian
persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat. Alur
pelaporan obat di Puskemas adalah data LPLPO merupakan
kompilasi dari data LPLPO sub unit.LPLPO dibuat 3 (tiga)
rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kotamelalui
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah
yangdiserahkan. Setelah ditanda tangani oleh kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, satu rangkap untuk Kepala
Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota dan satu rangkap dikembalikan ke
Puskemas.Periode pelaporan obat di Puskemasyang
ditunjukan kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling
lambat tanggal 10 setiap bulannya (Kemenkes RI, 2010).
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
19
9) Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun
2016 pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi
dan bahan medis habis pakai dilakukan secara periodik
dengan tujuan untuk:
a) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan
dalam pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun
pemerataan pelayanan;
b) Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai; dan
c) Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja
pengelolaan.
b. Indikator Pengelolaan Obat
Indikator merupakan jenis data berdasarkan
sifat/gejala/keadaan yang dapat diukur dan diolah secara mudah
dan cepat dengan tidak memerlukan data lain dalam
pengukurannya(Kemenkes RI, 2010).
Kriteria umum indikator dapat disingkat dengan SMART,
yaitu :
1) Sustainable (kesinambungan) yaitu dapat dipergunakan
secara berkesinambungan.
2) Measurability (keterukuran) yaitu dapat diukur meskipun
waktu yang tersedia singkat, kualitas yang berubah-ubah dan
keterbatasan dana.
3) Accesibility (kemudahan) yaitu dapat mudah diakses/didapat.
4) Reliability (kehandalan) yaitu kehandalan setiap indikator
harus dapat dipercaya.
5) Timely (waktu) yaitu dapat digunakan untuk waktu yang
berbeda.
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
20
Yang dapat dijadikan sebagai indikator pengelolaan obat di
Puskemas adalah :
1) Kesesuaian Item obat yang tersedia dengan DOEN
Kesesuaian item obat yang tersedia dengan DOEN
yaitu total item obat yang termasuk dalam DOEN dibagi
dengan total item obat yang tersedia di Puskemas. Penetapan
obat yang masuk dalam DOEN telah mempertimbangkan
faktor drug of choice, analisis biaya manfaat dan didukung
dengan data kimia.Untuk pelayanan kesehatan dasar maka
jenis obat yang tersedia di Puskemas harus sesuai dengan
pola penyakit dan diseleksi berdasarkan DOEN yang terbaru
agar tercapai prinsip efektivitas dan efisiensi.Data
dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskemas berupa
jumlah item obat yang tersedia dan jumlah item obat yang
tidak termasuk dalam DOEN.Kesesuaian jenis obat dengan
DOEN merupakan upaya untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pemanfaatan dana pengadaan obat (Kemenkes RI,
2010).
Rumus perhitungan :
2) Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit
Kesesuaian jenis obat yang tersedia di Puskemas
dengan pola penyakit yang ada di wilayah Puskemas yaitu
jumlah jenis obat yang tersedia dibagi dengan jumlah jenis
obat untuk semua kasus di Puskemas.Obat yang disediakan
untuk pelayanan kesehatan di Puskemas harus sesuai dengan
kebutuhan populasi berarti harus sesuai dengan pola penyakit
yang ada di wilayah Puskemas.Data dikumpulkan dari
dokumen yang ada di Puskemas berupa jenis obat yang
tersedia dan pola penyakit di Puskemas yang didapatkan dari
Kesesuaian obat yang tersedia =
Σ item obat yang termasuk dalam DOEN
Σ item obat yang tersedia× 100 %
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
21
laporan LB – 1. Kesesuaian dengan kebutuhan populasi
merupakan faktor utama dalam melakukan seleksi obat
(Kemenkes RI, 2010).
Rumus perhitungan :
3) Ketepatan permintaan obat
Ketepatan permintaan obat yaitu permintaan kebutuhan
obat untuk Puskemas ditambah dengan sisa stok dibagi
dengan pemakaian obat per bulan.Obat yang disediakan
untuk pelayanan kesehatan di Puskemas harus sesuai dengan
kebutuhan populasi berarti harus sesuai dalam jumlah dan
jenis obat untuk pelayanan kesehatan di Puskemas. Data
dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskemas berupa
jumlah permintaan kebutuhan obat dalam satu periode
distribusi dan pemakaian rata-rata obat per bulan di
Puskemas yang didapatkan dari laporan LB – 2 (Kemenkes
RI, 2010).
Rumus perhitungan :
4) Persentase dan nilai obat rusak atau kadaluarsa
Persentase dan nilai obat rusak atau kadaluarsa yaitu
jumlah jenis obat yang rusak atau kadaluwarsa dibagi dengan
total jenis obat. Terjadinya obat rusak atau kadaluarsa
mencerminkan ketidaktepatan perencanaan, dan atau kurang
baiknya sistem distribusi, dan atau kurangnya pengamatan
mutu dalam penyimpanan obat dan atau perubahan pola
penyakit. Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di
Puskemas berupa jumlah jenis obat yang tersedia untuk
Kesesuaian obat yang tersedia = Σ jenis obat yang tersedia
Σ jenis obat yang dibutuhkan untuksemua kasus sesuai standar kesehatan
× 100 %
Persentase kecukupan obat = Σ obat yang diminta untuk satu periode
Σ pemakaian obat dalam satu periode × 100 %
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
22
pelayanan selama satu tahun dan jumlah jenis obat yang
rusak dan harga masing-masing obat (Kemenkes RI, 2010).
Rumus perhitungan :
5) Persentase obat yang tidak diresepkan
Persentase obat yang tidak diresepkan yaitu jumlah
jenis obat yang tidak pernah diresepkan selama 6 (enam)
bulan dibagi jumlah jenis obat yang tersedia. Obat yang tidak
diresepkan akan menyebabkan terjadinya kelebihan obat.
Untuk itu perlu dilakukan komunikasi antara pengelola obat
dengan pengguna obat agar tidak terjadi hal seperti ini. Data
dikumpulkan dari Puskemas berupa resep, buku register dan
LB – 2 (Kemenkes RI, 2010).
Rumus perhitungan :
6) Persentase Peresepan Obat Generik
Persentase peresepan obat generik yaitu jumlah resep
yang menuliskan obat generik dibandingkan dengan jumlah
resep keseluruhan.Penggunaan obat generik merupakan satu
keharusan bagi sektor pelayanan kesehatan dasar milik
pemerintah.Standar pelayanan minimal bidang kesehatan
mengharuskan penulisan resep obat generik 100% di sarana
pelayanan kesehatan milik pemerintah. Data dikumpulkan di
Puskemas berupa peresepan Puskemas, resep, buku register,
kartu stok dan buku pedoman pengobatan yang digunakan
(Kemenkes RI, 2010).
Σ jenis obat rusak/kadaluarsa
Σ jenis obat yang tersedia× 100 %
Persentaseobat rusak =
Persentaseobat yang tidak diresepkan = Σ obat dengan stok tetap
jenis obat yang tersedia× 100 %
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019
23
Rumus Perhitungan :
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Menurut Herman, dkk.(2013) tentang “Hubungan Ketersediaan
Tenaga Kefarmasian dengan Karakteristik Puskemas dan Praktik
Kefarmasian di Puskemas” menyatakan bahwa apoteker dalam
memberikan pelayanan farmasi, mengelola obat, dan menyusun LP-LPO
dengan lengkap lebih baik dibandingkan tenaga teknis kefarmasian.
Demikian pula tenaga teknis kefarmasian dalam memberikan pelayanan
farmasi, mengelola obat, dan menyusun LP-LPO dengan lengkap lebih
baik dibandingkan dengan tenaga non farmasi. Maka hipotesis pada
penelitian ini adalah adanya pengaruh keberadaan apoteker pada masa
transisi pengelola unit farmasi terhadap pengelolaan obat di Puskemas
wilayah Kabupaten Banyumas.
Keberadaan
Apoteker di
Puskemas
Σ resep obat generik
Σ resep seluruhnya× 100 %
Persentaseperesepan obat generik=
Pengelolaan obat
di Puskesmas
Masa kerja dan
beban kerja
Pengaruh Keberadaan Apoteker... Fauziah Indah Larasati, Fakultas Farmasi UMP, 2019