bab ii tinjauan pustaka ii.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak...

22
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan dan merupakan suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai. Evaluasi membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan (Notoadmodjo, 2011). Evaluasi merupakan proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai, serta dilaksanakan sebagai upaya untuk melakukan perbaikan atas segala kegiatan (Ayuningtyas, 2014). Terdapat tiga elemen penting yang harus diperhatikan dan harus ada dalam proses evaluasi, yaitu kriteria atau pembanding yang merupakan ciri ideal dari situasi yang diinginkan yang dapat dirumuskan dalam tujuan operasional, bukti atau kejadian merupakan kenyataan yang diperoleh dari hasil penelitian, dan penilaian yang dibentuk dengan membandingkan kriteria dengan kejadian tersebut sehingga evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis (Sutjipta, 2009). 2.1.2 Fungsi Evaluasi Adapun fungsi evaluasi yaitu, memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja suatu program, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan-tindakan yang direncanakan (Ayuningtyas, 2014). Selain itu fungsi pengawasan dan pengendalian adalah fungsi yang erat kaitannya dengan fungsi perencanaan. Untuk menerapkan fungsi

Upload: others

Post on 07-Aug-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan dan

merupakan suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang

telah ditetapkan tercapai. Evaluasi membandingkan antara hasil yang telah dicapai

oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan (Notoadmodjo, 2011). Evaluasi

merupakan proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang

dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai, serta dilaksanakan sebagai upaya

untuk melakukan perbaikan atas segala kegiatan (Ayuningtyas, 2014).

Terdapat tiga elemen penting yang harus diperhatikan dan harus ada dalam

proses evaluasi, yaitu kriteria atau pembanding yang merupakan ciri ideal dari situasi

yang diinginkan yang dapat dirumuskan dalam tujuan operasional, bukti atau

kejadian merupakan kenyataan yang diperoleh dari hasil penelitian, dan penilaian

yang dibentuk dengan membandingkan kriteria dengan kejadian tersebut sehingga

evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis (Sutjipta, 2009).

2.1.2 Fungsi Evaluasi

Adapun fungsi evaluasi yaitu, memberi informasi yang valid dan dapat

dipercaya mengenai kinerja suatu program, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan

kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan-tindakan yang direncanakan

(Ayuningtyas, 2014). Selain itu fungsi pengawasan dan pengendalian adalah fungsi

yang erat kaitannya dengan fungsi perencanaan. Untuk menerapkan fungsi

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

10

pengawasan dan pengendalian diperlukan standar meliputi input, proses, output, dan

outcome yang dituangkan dalam bentuk-bentuk target atau prosedur kerja. Standar

input digunakan untuk menilai keberhasilan persiapan dan pelaksanaan program.

Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat

lebih diefisienkan dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih

diefektifkan (Muninjaya, 2011).

2.1.3 Jenis Evaluasi

Jenis evaluasi yang dibedakan berdasarkan sasaran dan waktu

pelaksanaannya dibedakan menjadi tiga jenis (Muninjaya, 2011), yaitu:

1. Evaluasi input

Evaluasi input dilaksanakan sebelum kegiatan program dimulai, untuk

mengetahui ketepatan jumlah, mutu sumber daya, metode, standar prosedur

pelaksanaan disesuaikan dengan sumber daya yang dimanfaatkan untuk mendukung

pelaksanaan kegiatan program. Evaluasi ini bersifat pencegahan (preventive

evaluation) karena kegiatan evaluasi ini mengkaji persiapan kegiatan sehingga dapat

mencegah terjadinya penyimpangan sedini mungkin.

2. Evaluasi proses

Evaluasi proses dilaksanakan pada saat kegiatan sedang berlangsung.

Tujuannya untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kegiatan program atau metode

yang digunakan, meningkatkan motivasi staf, dan memperbaiki komunikasi di antara

staf, dan sebagainya. Evaluasi ini disebut dengan formative evaluation.

3. Evaluasi output

Evaluasi output dilaksanakan pada hasil kegiatan program. Kegiatan evaluasi

ini disebut summative evaluation atau impact evaluation. Dilaksanakan setelah

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

11

pekerjaan selesai untuk mengetahui ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan. Output

dibandingkan dengan target, efek, atau outcome untuk mengetahui pengaruh kegiatan

program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada

penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

mengetahui mutu pelayanan kesehatan dibandingkan dengan standar mutu yang

sudah ditetapkan pada saat penyusunan perencanaan.

2.2 Puskesmas

2.2.1 Pengertian Puskesmas

Berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar

Puskesmas, Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota

yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah

kerja (Kemenkes RI, 2004).

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),

puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta

ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh

bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

12

3. Penanggung jawab Penyelenggaraan

Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan

kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,

sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya sebagian upaya pembangunan

kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan

kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,

tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka

tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan

keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).

2.2.2 Fungsi Puskesmas

Fungsi Puskesmas berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang

Kebijakan Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004) terdiri dari:

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan

pembangunan sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di

samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari

penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,

keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan

kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif

dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

13

menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.

Pemberdayaan ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,

khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan

kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi:

a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang

bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan

pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan

kesehatan dan pencegahan penyakit.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang

bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan

penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan

kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan,

pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,

peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa

serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2.2.3 Upaya dan Azas Puskesmas

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni

terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

14

jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan

masyarakat. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan

Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004), upaya kesehatan tersebut dikelompokkan

menjadi dua yakni:

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan

komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi

untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yang terdiri dari Upaya Promosi

Kesehatan, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta

Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi, Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit Menular, dan Upaya Pengobatan.

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang

disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.

Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan

harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas

penyelenggaraan puskesmas berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004

tentang Kebijakan Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004) adalah:

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

15

2. Azas pemberdayaan masyarakat

Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar

berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas.

3. Azas keterpaduan

Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni:

2.1 Keterpaduan lintas program

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan

penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi

tanggungjawab puskesmas.

2.2 Keterpaduan lintas sektor

Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan

penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan

inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat

kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha.

4. Azas rujukan

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang

dimiliki oleh puskesmas terbatas. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan

berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka

penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus ditopang oleh azas rujukan.

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus

penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik

secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana

pelayanan kesehatan lainnya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

16

Salah satu yang diperlukan dalam keberhasilan pelayanan kesehatan adalah

sistem rujukan yang adekuat sesuai dengan kapabilitas fasilitas kesehatan dan

kolaborasi antara rujukan yang berjenjang dan lintas sektor (Murray & Pearson,

2006).

2.3 Manajemen Puskesmas

Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara

sistematik untuk menghasilkan output yang efektif dan efisien (Depkes RI, 2006c).

Ada tiga fungsi manajemen puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan,

yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan, penilaian, dan

pertanggungjawaban (Kemenkes RI, 2004).

2.3.1 Perencanaan (P1)

Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan

selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa (Handoko,

2014). Perencanaan Tingkat Puskesmas adalah proses penyusunan rencana kegiatan

puskesmas pada tahun yang akan datang yang dilakukan secara sistematis untuk

mengatasi masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Depkes RI, 2006c).

Dilakukan dengan empat tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap analisa situasi, tahap

penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK), tahap penyusunan Rencana

Pelaksanaan Kegiatan (RPK).

2.3.2 Pelaksanaan dan Pengendalian (P2)

Pelaksanaan dan pengendalian adalah proses penyelenggaraan, pemantauan,

serta penilaian terhadap penyelenggaraan rencana tahunan puskesmas (Kemenkes RI,

2004).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

17

1. Pengorganisasian

Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu dilakukan

pengorganisasian yang berupa penentuan penanggung jawab dan pelaksana untuk

setiap kegiatan dan untuk setiap satuan wilayah kerja, serta berupa penggalangan

kerjasana tim secara lintas sektoral. Penanganan kasus kesehatan yang tepat dan

efektif memerlukan pembagian tugas dan wewenang yang jelas pada setiap anggota

tim (PATH, 2013). Melalui pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki

oleh organisasi akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien (Muninjaya,

2004). Menurut Siagian (2003) rotasi pekerjaan mampu meningkatkan motivasi

melalui variasi kegiatan petugas, mengurangi kejenuhan, meningkatkan fleksibilitas

petugas dalam bekerja serta dapat memperluas keterampilan dan pengetahuan

petugas karena petugas telah dilatih untuk melakukan pekerjaan yang berbeda.

2. Penyelenggaraan

Fungsi pelaksanaan (aktuasi) merupakan usaha untuk menciptakan iklim

kerjasama diantara pimpinan dengan staf maupun antar staf (Muninjaya, 2004).

Dalam menyelenggarakan rencana tersebut perlu melakukan kegiatan sebagai

berikut:

a. Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun.

b. Menyusun jadwal kegiatan bulanan utnuk setiap petugas sesuai

dengan rencana yang telah disusun.

c. Menyelenggarakan kegiatan sesuai jadwal yang telah ditetapkan

dengan tetap memperhatikan azas penyelenggaraan puskesmas,

standar dan pedoman pelayanan puskesmas, sesuai prinsip kendali

mutu yaitu mengikuti siklus pemecahan masalah, dilaksanakan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

18

melalui kerjasama tim, sesuai sumber daya yang tersedia, serta

sesuai prinsip program kendali biaya yaitu kepatuhan terhadap

berbagai standar dan pedoman pelayanan serta etika profesi, yang

terjangkau oleh pemakai jasa pelayanan.

3. Pemantauan

Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan

pemantauan yang dilakukan secara berkala, yaitu:

a. Melakukan telaah penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai

yang terdiri dari:

1) Telaah internal, yaitu Lokakarya Mini Bulanan puskesmas atau

telaah bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil

yang dicapai puskesmas dibandingkan dengan rencana dan

standar pelayanan (Depkes RI, 2006a). Data yang digunakan

diambil dari Sistem Informasi Manajemen Puskesmas

(SIMPUS) yaitu SP2TP, survei lapangan, laporan lintas sektor,

dan laporan sarana kesehatan swasta.

2) Telaah eksternal dilakukan dalam Lokakarya Mini Triwulan

puskesmas yang merupakan telaah triwulan terhadap hasil yang

dicapai oleh saranan pelayanan kesehatan tingkat pertama

lainnya serta sektor terkait yang ada di wilayah kerja puskesmas

(Depkes RI, 2006a).

b. Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai

dengan pencapaian kinerja puskesmas serta masalah dan hambatan

yang ditemukan dari hasil telaah bulanan dan triwulanan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

19

2.3.3 Pengawasan, Penilaian, dan Pertanggungjawaban (P3)

Keberhasilan atau kegagalan dari suatu kegiatan dinilai dari pencapaian akan

sasaran yang telah ditetapkan. Pengawasan pengendalian dilaksanakan karena adanya

dorongan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program

terhadap tujuan yang telah ditetapkan (Supriyanto & Damayanti, 2007). Untuk

terselenggaranya hal tersebut dilakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Pengawasan dan pengendalian

Pengawasan mencakup aspek administratif, keuangan dan teknis pelayanan.

Pengawasan dibedakan atas dua macam yaitu pengawasan internal yang dilakukan

secara melekat oleh atasan langsung dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh

masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta pihak-pihak terkait lainnya.

Apabila ditemukan penyimpangan maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara

pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fungsi pengawasan dan

pengendalian dilaksanakan dengan monitoring dan evaluasi. Fungsi monitoring dan

evaluasi di puskesmas bertujuan untuk proteksi dari penyimpangan, memperbaiki

penyimpangan, dan mencegah penyimpangan (Sulaeman, 2009).

2. Penilaian

Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Penilaian kinerja

puskesmas adalah suatu upaya untuk melakukan penilaian hasil kerja atau prestasi

puskesmas (Depkes RI, 2006b). Pelaksanaan penilaian dimulai dari tingkat

puskesmas sebagai instrumen mawas diri, kemudian Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota melakukan verifikasi hasilnya. Lingkup penilaian kinerja puskesmas

adalah berdasarkan upaya-upaya puskesmas dalam menyelenggarakan:

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

20

a. Pelayanan kesehatan Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan

Pengembangan.

b. Pelaksanaan manajemen puskesmas yaitu proses penyusunan

perencanaan, pelaksanaan lokakarya mini dan pelaksanaan penilaian

kinerja. Juga melingkupi manajemen sumber daya, manajemen alat,

obat, keungan, dan lain-lain.

c. Mutu pelayanan puskesmas, meliputi:

1) Penilaian input berdasarkan standar yang ditetapkan.

2) Penilaian proses pelayanan dengan menilai tingkat kepatuhan

terhadap standar yang ditetapkan.

3) Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang

diselenggarakan.

4) Penilaian outcome pelayanan.

3. Pertanggungjawaban

Pada setiap akhir tahun anggaran, kepala puskesmas harus membuat laporan

pertanggungjawaban tahunan yang mencakup pelaksanaan kegiatan, serta perolehan

dan penggunaan berbagai sumber daya termasuk keuangan. Laporan tersebut

disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta pihak-pihak lainnya

termasuk masyarakat.

2.4 Puskesmas Mampu PONED

Puskesmas mampu PONED adalah Puskesmas rawat inap yang mampu

menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi atau komplikasi

tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (Kemenkes RI, 2013a).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

21

2.4.1 Sumber Daya dalam Penyelenggaraan PONED

Penanganan kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal memerlukan

sumber daya yang jumlah dan ketersediaannya harus mencukupi, antara lain fasilitas,

obat-obatan, peralatan, dan petugas kesehatan (US Department of Health and Human

Services, 2014).

1. Sumber Daya Manusia (SDM)

Perencanaan dalam kebutuhan SDM dengan memastikan jumlah dan

ketersediaan sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan program kesehatan

ibu dan anak (Anwar, Kalim, & Koblinsky, 2009). Menurut Sutrisno (2009) semua

potensi SDM berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan.

Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tersedianya modal dan

memadainya bahan, jika tanpa SDM sulit bagi organisasi itu untuk mencapai

tujuannya. Tim kesehatan dalam penyelenggaraan PONED terdiri dari (Kemenkes

RI, 2013a):

a. Tim Inti Sebagai Pelaksana PONED

Tenaga kesehatan yang berfungsi sebagai tim inti pelaksana

PONED harus yang sudah terlatih dan bersertifikat dari Pusat Diklat

Tenaga Kesehatan yang telah mendapat sertifikasi sebagai

penyelenggara Diklat PONED. Tim ini pelaksana Puskesmas mampu

PONED yaitu minimal satu orang Dokter Umum, satu orang Bidan

(minimal D3), dan satu orang Perawat (minimal D3). Tenaga tim inti

pelaksana PONED harus selalu siap (on side) selama 24 jam/hari dan

7 hari/minggu.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

22

b. Tim Pendukung

Tim pendukung penyelenggaraan Puskesmas mampu

PONED yaitu Dokter Umum minimal 1-2 orang, Perawat D3

minimal 5 orang, Bidan D3 minimal 5 orang, Analis Laboratorium

minimal 1 orang, dan Petugas Administrasi minimal 1 orang.

c. Tim Promosi Kesehatan

Memiliki kemampuan Komunikasi Informasi

Edukasi/Komunikasi Inter Personal dan Konseling (KIE/KIPK) dan

pemberdayaan masyarakat.

d. Tenaga-tenaga Non Kesehatan Sebagai Penunjang Pelayanan

Diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan di fasilitas

perawatan, sebagai tenaga penunjang untuk kelancaran

penyelenggaraan PONED di Puskesmas. Tenaga penunjang tersebut

adalah petugas dapur, petugas laundry, penjaga malam, cleaning

service, dan pengemudi ambulan satu orang (bertugas bergantian

dengan pengemudi Puskesmas Keliling).

2. Fasilitas Rawat Inap di Puskesmas Mampu PONED

a. Area tindakan yang berada di area terbatas (restrictive area),

merupakan area tindakan secara umum yang dapat digunakan untuk

tindakan kasus dalam PONED.

b. Ruang kerja sekaligus sebagai kamar jaga untuk perawat/bidan jaga

(nurse station)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

23

c. Ruang perawatan pasien:

1) Ruang rawat persalinan dengan 4 tempat tidur dewasa dan 3-4

box bayi yang akan digunakan sebagai Ruang rawat gabung

(rooming in) untuk ibu dan neonatal

2) Pantry, ruang penyiapan makanan pasien

3) Kamar mandi dan WC pasien di luar kamar

4) Gudang tempat penyimpanan persediaan perlengkapan untuk

ruang rawat. Gudang ini bukan tempat barang bekas

3. Peralatan dalam Penyelenggaraan PONED

a. Peralatan sesuai standar dalam jenis dan jumlahnya, harus selalu

tersedia dalam keadaan bersih atau dalam keadaan steril dan siap

pakai, untuk kelengkapan di fasilitas rawat inap, ruang tindakan atau

persalinan, UGD obstetri atau neonatal maupun UGD umum, dan

peralatan standar KIA di ruang rawat jalan Puskesmas.

b. Peralatan medis dan perawatan di fasilitas rawat jalan ibu dan bayi,

UGD, Klinik KB, sebagai bagian peralatan yang tidak terpisahkan

dari peralatan khusus PONED harus tersedia lengkap dan terpelihara

baik dan siap pakai.

c. Peralatan penunjang medis sesuai standar.

d. Peralatan non medis sesuai standar, terdiri atas:

1) Perlengkapan tempat tidur pemeriksaan ibu hamil, bayi,

gynecologis bed di klinik KB, berada di fasilitas rawat jalan,

masing-masing dilengkapi dengan meja dan kursi untuk pemberi

pelayanan.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

24

2) Perlengkapan di UGD, berupa beberapa tempat tidur periksa,

dan kelengkapan penunjangnya, berada di fasilitas khusus UGD.

3) Perlengkapan di area terbatas.

4) Perlengkapan di Ruang Perawatan Bayi Khusus, di dekat

ruangan perawat jaga.

5) Perlengkapan meubelair bagi tenaga kesehatan pemberi layanan

di rawat inap termasuk PONED dalam melaksanakan tugasnya.

6) Perlengkaan ruang perawatan berupa kebutuhan jumlah tempat

tidur perawatan maternal, kebutuhan meubelair sederhana untuk

pasien di ruang rawat inap, sebanyak tempat tidur untuk ibu, dan

kursi tunggu keluarga pasien diluar ruangan rawat inap (teras

fasilitas rawat inap), sebagai kelengkapan ruang rawat inap

umumnya.

7) Tempat dan perlengkapan ruangan cuci linen atau laundry.

8) Kebutuhan perlengkapan kebersihan untuk ruangan di restrictive

area disediakan tersendiri, ruangan perawatan umumnya,

ruangan dapur, ruang cuci, dan area lingkungan.

4. Obat dan Bahan Habis Pakai

Materials atau bahan baku merupakan suatu unsur yang

merupakan objek yang digunakan sebagai sarana yang digunakan oleh

sumber daya untuk mencapai tujuan (Satrianegara, 2009). Disediakan

obat dan bahan habis pakai, baik jenis dan jumlahnya harus cukup,

dengan buffer stock minimal sesuai ketentuan. Ketersediaan obat dan

bahan habis pakai di fasilitas rawat inap sesuai dengan kebutuhan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

25

5. Sarana Pendukung Pelayanan PONED

a. Sarana transportasi rujukan pasien berupa Ambulan

Gadar/Emergensi

b. Ambulans dilengkapi saranan perlengkapan medis (kit emergensi, O2

portable, transportable incubator)

c. Tersedia perangkat komunikasi (Radio medic atau Tele rujukan)

yang dapat difungsikan setiap waktu dengan baik untuk mendukung

pelaksanaan rujukan serta statis berada di ruang tindakan dan mobile

di ambulans rujukan emergensi.

2.4.2 Pelayanan yang Diberikan Puskesmas Mampu PONED

Dalam penanganan kasus kesehatan dibutuhkan kepatuhan dalam penggunaan

Standard Operating Procedure (SOP). Standard Operating Procedures pada dasarnya

adalah pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang digunakan untuk

memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan serta penggunaan fasilitas proses

yang dilakukan berjalan efektif dan efisien (Tambunan, 2008). Terdapat batasan

kewenangan dalam kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang dapat ditangani oleh

Puskesmas mampu PONED, yaitu (Kemenkes RI, 2013a):

1. Maternal

a. Perdarahan pada kehamilan muda

b. Perdarahan post Partum

c. Hipertensi dalam Kehamilan

d. Persalinan macet

e. Ketuban pecah sebelum waktunya dan sepsis

f. Infeksi Nifas

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

26

2. Neonatal

a. Asfiksia pada neonatal

b. Gangguan nafas pada bayi baru lahir

c. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

d. Hipotermi pada bayi baru lahir

e. Hipoglikemi dari ibu dengan diabetes millitus

f. Ikterus

g. Kejang pada Neonatus

h. Infeksi Neonatus

2.4.3 Evaluasi Puskesmas Mampu PONED di Indonesia

Puskesmas mampu PONED merupakan fasilitas kesehatan terdekat dengan

masyarakat yang diharapkan mampu menangani kasus kegawatdaruratan obstetri dan

neonatal yang bertujuan untuk membantu menurunkan AKI dan AKB. Pelaksanaan

Puskesmas mampu PONED tentunya dipengaruhi oleh ketersedian input dan proses

sehingga mencapai output, outcome, dan impact yang diharapkan. Beberapa

penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pencapaian output pada

Puskesmas mampu PONED dipengaruhi oleh ketersediaan input dan proses.

Penelitian yang berjudul Analisis Pelaksanaan Pelayanan Obstetri Neonatal

Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas PONED Kabupaten Kendal menunjukkan

bahwa di Puskesmas PONED yang belum berjalan memiliki SDM secara kuantitas

belum memadai dan secara kualitas belum mendapat pelatihan PONED, sarana

prasarana belum memenuhi standar minimal, jarak dari masyarakat ke Puskesmas

dan Rumah Sakit sama dekat, tidak ada dana khusus untuk program PONED,

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

27

komunikasi belum optimal, struktur birokrasi belum optimal yaitu tidak ada

pelaporan kasus PONED ke DKK serta pembinaan dari DKK belum rutin dan tidak

ada umpan balik. Sementara, Puskesmas PONED yang berjalan telah melaksanakan

sosialisasi lintas program dan sektoral, memiliki sumber daya yang memadai,

disposisi atau sikap pelaksana program mendukung (S. Handayani, 2012).

Selain itu, hasil penelitian yang berjudul Analisis Implementasi Program

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Tlogosari

Kulon dan Karangmalang Kota Semarang menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan

program PONED belum berjalan efektif dipengaruhi oleh aspek komunikasi yaitu

tidak dilakukannya sosialisasi lintas sektor dan belum mempunyai STO khusus

PONED lengkap, hanya terdiri dari seorang dokter, bidan, dan perawat. Aspek

ketersediaan sumber daya belum terpenuhinya kuantitas petugas yang memadai,

tidak adanya dana alokasi khusus PONED dan pemberian dana insentif, fasilitas alat

dan obat yang belum memenuhi standar, namun keterjangkauan lokasi masih

terjangkau. Aspek disposisi sebagian besar petugas mendukung dan siap

melaksanakan program PONED. Aspek stuktur birokrasi tidak adanya format

pencatatan pelaporan khusus PONED serta belum ada kerjasama dengan RS PONEK

dan organisasi profesi seperti POGI, PDAI, serta IBI (Wulan, 2012).

Hasil penelitian yang berjudul Inovasi Implementasi Puskesmas PONED

dalam Upaya Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di 3 (Tiga)

Kabupaten di Jawa Timur menunjukkan bahwa sumber daya manusia di puskesmas

PONED dari jumlah dan penempatan belum memenuhi kebutuhan. Pemanfaatan

puskesmas PONED dan RS PONEK belum maksimal. Dengan adanya inovasi

daerah dalam implementasi puskesmas PONED seperti penempatan dokter SPOG

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

28

dengan SK Bupati di Dinas kesehatan, mendekatkan fasilitas pelayanan operasi

seksio sesaria di puskesmas dan pemberdayaan bidan desa dalam tim PONED

merupakan upaya dalam peningkatan cakupan PONED. Hambatan dalam

pelaksanaan PONED terutama dalam hal koordinasi dan kebijakan yang mendukung

pelaksanaan di lapangan (Rachmawati & Suprapto, 2010).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

29

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian

Indikator Penelitian Kismoyo (2012) Penelitian Desita (2012) Penelitian Ini

Judul penelitian Benarkah Puskesmas PONED Efektif?

Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Obstetri

dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED)

di Puskesmas Karang Malang Semarang

Evaluasi Implementasi Puskesmas

Mampu PONED di Kabupaten

Karangasem

Tujuan Untuk melihat implementasi

pelayanan puskesmas mampu

kegawatdaruratan Obstetrik dan

Neonatal Dasar (PONED) di

Kabupaten Bantul

Untuk mengevaluasi pelaksanaan

PONED di Puskesmas Karang Malang

Untuk mengevaluasi

implementasi Puskesmas mampu

PONED di Kabupaten

Karangasem

Tempat Yogyakarta Semarang Karangasem, Bali

Jenis Penelitian Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif Studi evaluatif

Unit Analisis Manajemen pelayanan PONED,

ketersediaan SDM, sarana prasarana,

penatalaksanaan kasus

Variabel tenaga khusus, sarana prasarana,

keterjangkauan lokasi, pendanaan, SOP,

sosialisasi, kualitas pelayanan petugas,

sistem rujukan, pencatatan pelaporan dan

supervsisi

Ketersediaan input yaitu SDM,

dana, bangunan fasilitas dan

peralatan, obat dan bahan habis

pakai, Pedoman Puskesmas

Mampu PONED, dan SOP;

aktivitas manajerial dan

operasional; output yang dicapai

Subyek Penelitian Dokter, bidan perawat, laboran, dan

sopir ambulans serta pemangku

kebijakan dinas kesehatan

Tiga tim PONED dan Kepala Puskesmas,

6 informan triangulasi terdiri dari Kabid

Kesga DKK Semarang serta 5 sasaran

PONED

Tim inti PONED, Kepala

Puskesmas, dan Kepala Seksi

Kesga Dinas Kesehatan

Metode

pengumpulan

data

Wawancara mendalam, observasi,

telaah dokumen

Wawancara mendalam dan observasi Observasi, telaah dokumen, dan

wawancara mendalam

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.pdf · program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk

30

Hasil Tidak semua puskesmas dapat

melayani kegawatdaruratan obstetri

dan neonatal, provider pelayanan

belum mampu memahami tujuan

pelayanan dengan baik. Alat, obat, dan

infrastruktur belum seluruhnya

tersedia. Pengelolaan rujukan kasus

kegawatdaruratan obstetri dan

neonatal belum berjalan baik,

cencerung rujukan dini.

Pelaksanaan PONED belum berjalan

efektif karena kuantitas tenaga khusus

PONED belum memadai, tidak ada dana

khusus, obat belum memenuhi standar,

belum ada SOP yang terpasang di salam

puskesmas, belum ada supir pengganti

untuk rujukan puskesmas, tidak ada

format pencatatan dan pelaporan khusus

PONED, belum ada supervisi untuk

pelaksanaan PONED, lokasi terjangkau.

-