bab ii tinjauan pustaka - · pdf filec12 dengan komponen utamanya ... voc yang menguap bebas...
TRANSCRIPT
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Bensin
Secara umum, yang dimaksud dengan bensin adalah cairan campuran
dengan bahan dasar minyak bumi yang kebanyakan mengandung aliphatic
hydrocarbons dengan bahan tambahan berupa aromatic hydrocarbons toluene,
benzene, atau iso-octane untuk menambah bilangan oktan. Bensin terutama
digunakan sebagai bahan bakar untuk internal combustion engines[10].
Bensin merupakan hasil pengolahan dari minyak bumi mentah dengan
cara distilasi untuk menghilangkan kandungan lainnya yang tidak diperlukan.
Namun, bensin hasil distilasi tersebut tidak memenuhi spesifikasi yang diperlukan
oleh mesin modern. Karena itulah dicampurkan zat penambah lainnya untuk
memenuhi spesifikasi, seperti contohnya bilangan oktan. Bagian utama dari
bensin berupa hidrokarbon dengan kandungan antara 5 hingga 12 atom karbon per
molekul. Karena bagian utamanya berupa hidrokarbon serta bahan penambah
lainnya, bensin memiliki sifat cenderung untuk menguap pada keadaan normal
sehingga termasuk ke dalam volatile organic compounds.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bensin merupakan campuran
kompleks yang terdiri lebih dari 500 hidrokarbon yang bervariasi dari C5 hingga
C12 dengan komponen utamanya adalah C6-C8. Komponen alkana baik yang
memiliki ikatan rantai lurus maupun bercabang memiliki komposisi yang terbesar.
Sedangkan alkana dengan rantai lingkaran dan komponen aromatik memiliki
komposisi yang relatif rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 mengenai
komposisi komponen-komponen penyusun bensin.
6
Tabel 2.1 Komposisi Bensin [11]
Nama Umum Contoh Persentase
Aliphatic-dengan rantai lurus Hepatane
Aliphatic- dengan rantai bercabang Isooctane
30-50
Aliphatic-cyclic Cyclopentane 20-30
Aromatic Ethylbenzene 20-30
Di Indonesia sendiri, bensin diproduksi oleh perusahaan pemerintah
PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara).
Seperti telah disebutkan pada Bab I, PERTAMINA mengeluarkan tiga jenis
produk bensin berupa premium, pertamax, dan pertamax plus. Ketiga produk
tersebut dibedakan oleh bilangan oktan nya masing-masing. Premimum memiliki
bilangan oktan 88, sedangkan pertamax 92, dan pertamax plus 96. Bilangan oktan
sendiri merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa
diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Untuk menghindari terjadinya
knocking yang dapat menyebabkan mesin cepat rusak, maka diharapkan bensin
tidak terbakar sebelum dikompresi dengan sempurna, atau dengan kata lain bensin
memiliki bilangan oktan yang cukup tinggi. Karena itulah harga pertamax lebih
mahal bila dibandingkan dengan harga premium, dan juga pertamax plus lebih
mahal dari pertamax.
2.2 Volatile Organic Compound (VOC)
Pengertian dari volatile organic compounds (VOC) adalah senyawa kimia
organik yang memiliki tekanan uap yang cukup tinggi pada kondisi normal untuk
secara signifikan menguap dan memasuki atmosfir. Contoh dari VOC termasuk
molekul berbasis karbon, seperti aldehydes, ketones, dan hydrocarbons. Uap dari
VOC yang menguap bebas ke lingkungan sekitar berkontribusi besar terhadap
polusi udara. Dalam kasus ini, VOC dibagi menjadi dua kategori, yaitu methane
(CH4) dan non-methane (NMVOC). Methane merupakan greenhouse gas yang
sangat efektif berkontribusi terhadap masalah global warming. Hydrocarbon
VOC lainnya juga merupakan greenhouse gas yang efektif karena perannya yang
menciptakan lubang pada ozon serta memperpanjang umur methane di atmosfir.
7
Sedangkan NMVOC, senyawa aromatik benzene, toluene, dan xylene diduga
sebagai carcinogens dan dapat menyebabkan leukimia melalui eksposure yang
cukup lama[10].
2.3 Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU)
Sesuai dengan kepanjangannya, SPBU merupakan stasiun tempat
masyarakat dapat membeli bahan bakar untuk kendaraan bermotornya. Seperti
yang telah disebutkan di atas, PERTAMINA merupakan produsen utama bensin
di Indonesia. Oleh karena itu PERTAMINA juga merupakan pengusaha utama
SPBU di Indonesia.
2.3.1. Peralatan-Peralatan di SPBU
Secara umum, peralatan-peralatan yang terdapat pada SPBU dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Peralatan – peralatan pada SPBU [12]
Berikut penjelasan singkat dari setiap peralatan:
tangki timbun, berupa tempat penampungan bensin yang terkubur di dalam
tanah
quick coupling, berupa tempat menyambung antara truk penyalur dengan
hose
hose, berupa selang penyalur dari mobil truk penyalur ke tangki timbun
8
fillpot, berupa tempat menyambung antara hose dengan tangki timbun
rumah deepstick, berupa tempat alat pengukur ketinggian bensin dalam tangki
timbun
PV valve, berupa saluran penghubung antara tangki timbun dengan udara luar
dispenser, berupa alat penyalur bensin dari tangki timbun ke kendaraan
konsumen
2.3.2. Proses Terjadinya Penguapan Bensin
Proses penguapan bensin di SPBU terjadi di dua tempat, yaitu pada tangki
timbun (Stage I) dan pada tangki kendaraan (Stage II):
Gambar 2.2 Titik-titik terjadinya penguapan bensin di SPBU [12]
Proses terjadinya penguapan bensin di Stage I terjadi sebagai berikut:
a. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bensin termasuk ke dalam volatile organic
compound sehingga cenderung untuk menguap pada keadaan normal. Karena
itu, bensin yang berada pada tangki timbun akan menguap hingga tercapai
kesetimbangan tekanan dengan udara luar.
b. Tekanan bensin tersebut akan berubah-ubah sesuai dengan temperatur
lingkungan. Pada saat temperatur tinggi, bensin akan lebih banyak menguap
yang menyebabkan kenaikan tekanan. Agar kesetimbangan tekanan tetap
9
terjaga, maka uap bensin tersebut akan menguap keluar melalui PV valve.
Sebaliknya, pada saat temperatur rendah, bensin akan sedikit menguap
sehingga tekanan akan turun dan menyebabkan udara luar masuk ke dalam
tangki timbun melalui PV valve.
c. Selain karena pengaruh temperatur, tekanan pada tangki timbun juga akan
berubah-ubah pada saat proses loading dan unloading. Proses loading
merupakan proses penyaluran bensin dari tangki timbun menuju dispenser, lalu
menuju tangki kendaraan. Pada proses loading, volume bensin cair akan
berkurang sehingga tekanan akan turun dan udara luar akan masuk ke dalam
tangki timbun. Sedangkan proses unloading merupakan proses penyaluran
bensin dari truk penyalur ke tangki timbun. Karena volume bensin cair
bertambah, maka tekanan akan naik sehingga uap bensin akan menguap keluar
dari tangki timbun.
d. Selain di tangki timbun, penguapan bensin juga terjadi pada saluran udara di
truk penyalur serta di fillpot akibat tumpahan bensin.
Gambar 2.3 Grafik fluktuasi tekanan di tangki timbun [12]
10
Gambar 2.4 Penguapan di fillpot akibat tumpahan bensin
Proses penguapan bensin di Stage II terjadi dengan prinsip yang sama
dengan proses penguapan bensin di Stage I. Perbedaannya hanya pada tempat
terjadinya penguapan bensin, yaitu di tangki kendaraan. Proses pengisian bensin
akan menyebabkan volume bensin cair bertambah sehingga tekanan akan naik dan
uap bensin akan menguap keluar dari tangki kendaraan.
2.4 Sistem Vapor Recovery yang Telah Dikembangkan
Seperti yang telah disebutkan pada Bab I, di luar negeri telah banyak
dikembangkan sistem vapor recovery dengan tujuan untuk mengurangi polisi
udara yang ditimbulkan oleh penguapan bensin di SPBU. Sistem vapor recovery
tersebut dikembangkan untuk memenuhi peraturan daerah yang ditetapkan oleh
beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Sistem vapor recovery tersebut dapat
dibagi menjadi dua, yaitu sistem vapor recovery untuk Stage I dan sistem vapor
recovery untuk Stage II.
2.4.1. Sistem Vapor Recovery Stage I
Terdapat empat macam sistem vapor recovery Stage I berdasarkan cara
kerjanya, yaitu:
11
a. Tipe koneksi Coaxial
Tipe ini memiliki hanya satu bukaan pada tangki timbun dan membiarkan uap
dan bensin untuk mengalir melalui satu pipa. Fuel drop tube dengan diameter 3
inch dimasukan ke dalam fill pipe dengan diameter 4 inch. Bensin mengalir
turun melalui drop tube, sedangkan uap bensin mengalir ke atas di antara fill
pipe dan drop tube. Sebuah coaxial drop elbow tersambung pada fill pipe yang
membolehkan uap bensin untuk mengalir melalui selang dan masuk ke dalam
mobil tangki.
Gambar 2.5 Skema sistem vapor recovery tipe koneksi coaxial [13]
b. Tipe koneksi Dual Point
Tipe ini terdiri dari dua bukaan tangki timbun yang terpisah, biasanya berjarak
1 kaki satu sama lain. Satu bukaan untuk mengirimkan bensin dan yang
lainnnya untuk melepaskan uap bensin kembali menuju mobil tangki.
12
Gambar 2.6 Skema sistem vapor recovery tipe koneksi dual point [13]
c. Tipe koneksi Manifolded
Tipe ini mirip dengan tipe koneksi dual point, tetapi pada tipe ini PV Valve
dari kedua tangki saling terhubung. Hal ini memungkin untuk mengisi tangki
timbun lebih dari satu pada saat yang bersamaan dan uap bensin dikembalikan
melalui salah satu pipa vapor recovery.
Gambar 2.7 Skema sistem vapor recovery tipe koneksi manifolded [13]
13
d. Tipe modul membran
Seperti telah dijelaskan di atas, pada tangki timbun terjadi campuran antara uap
bensin dengan udara luar untuk mencapai kesetimbangan tekanan di dalam
tangki timbun dengan udara lingkungan. Karena itu, tipe ini menggunakan
modul membran untuk memisahkan antara uap bensin dengan udara luar.
Setelah dipisahkan, uap bensin dikembalikan ke dalam tangki timbun dan
udara luar dibiarkan mengalir keluar untuk tetap menjaga kesetimbangan
tekanan. Berikut beberapa contohnya sistem vapor recovery tipe modul
membran:
VAPORSAVER (Denaro. CO, LTD)
Gambar 2.8 Foto VAPORSAVER beserta skema cara kerjanya [14]
14
PERMEATOR (Arid Technologies, Inc.)
Gambar 2.9 Foto PERMEATOR beserta skema cara kerjanya [7]
2.4.2. Sistem Vapor Recovery Stage II
Pada prinsipnya, sistem vapor recovery stage I memiliki cara kerja yang
sama dengan sistem vapor recovery stage I tipe koneksi coaxial. Sistem vapor
recovery stage II menggunakan selang khusus yang terdiri dari pipa di dalam pipa
seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2.10 Selang coaxial pada sistem vapor recovery stage II [15]
15
Selain menggunakan selang khusus, sistem vapor recovery stage II juga
menggunakan nozzle khusus. Terdapat dua macam nozzle khusus tersebut, yaitu:
a. non-booted nozzle
Tipe ini dilengkapi dengan splash guard yang didesain untuk melindungi
pemakai apabila mekanisme automatic shut-off tidak bekerja dengan sempurna.
Tipe ini digunakan pada sistem yang diset pada tingkat vakum tinggi sehingga
tidak diperlukan boot.
Gambar 2.11 Gambar dan skema non-booted nozzle [15]
b. booted nozzle
Tipe ini didesain untuk membantu sistem vapor recovery dengan cara
menyimpan uap bensin pada ruang tertutup hingga terjadi vakum pada pompa
bensin yang menarik uap tersebut ke vapor return line pada selang. Tipe ini
digunakan pada sistem dengan tingkat vakum rendah sehingga uap perlu untuk
disimpan ketika keadaan vakum menarik uap tersebut kembali ke tangki
timbun.
Gambar 2.12 Gambar dan skema booted nozle [15]
16
2.5 Membran
Kata membran berasal dari bahasa latin “membrana” yang berarti kulit
(Jones, 1987). Sekarang kata membran banyak diartikan sebagai lapisan fleksibel
tipis, yang bertindak sebagai lapisan batas yang selektif diantara dua phasa yang
disebabkan oleh sifat semipermeable nya. Membran sendiri dapat diartikan
sebagai suatu lapisan penghalang tipis diantara dua fasa yang mengizinkan
perpindahan khusus dari suatu molekul[16].
Gambar 2.13 Proses perpindahan pada membran[16]
2.5.1. Klasifikasi Membran
Membran dapat diklasifikasikan berdasarkan titik pandang yang berbeda-
beda. Pengklasifikasian membran yang paling dasar adalah berdasarkan alam,
yaitu membran biologis dan membran buatan. Membran biologis adalah membran
yang secara alami telah terdapat di alam, misalnya paru-paru manusia, akar
tumbuhan, dan lain-lain. Membran buatan sendiri dapat dibagi lagi menjadi dua
macam, yaitu membran organik dan membran inorganik. Contoh dari membran
organik yaitu membran polimer, sedangkan contoh dari membran inorganik
adalah membran keramik atau membran logam[16].
Gambar 2.14 Contoh membran biologis[3]
17
Gambar 2.15 Contoh membran buatan[3]
Membran dapat diklasifikasikan juga berdasarkan struktur dan
morfologinya, yaitu membran simetrik dan membran asimetrik. Membran
simetrik memiliki struktur yang sama disetiap bagiannya. Jenis dari membran
simetrik adalah membran berpori, tidak berpori, dan berpori silinder. Sedangkan
membran asimetrik memiliki struktur yang tidak sama di setiap tempat dapat
mempunyai lapisan dan sublapisan. Membran asimetrik sendiri terdiri atas
membran berpori dengan lapisan atas (toplayer).
Gambar 2.16 Gambar skematik dari membran simetrik dan asimetrik[16]
18
2.5.2. Mekanisme Kerja Membran
Berdasarkan tujuannya, pemisahan dengan membran dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Pengkonsentrasian, merupakan proses pemisahan dari komponen dengan
konsentrasi yang rendah ke konsentrasi tinggi.
Pemurnian, merupakan proses pemisahan pengotor yang tidak diharapkan.
Fraksinasi, merupakan proses pemisahan campuran menjadi dua
komponen atau lebih.
Membran reaktor, merupakan proses kombinasi reaksi kimia atau biokimia
untuk mempercepat laju reaksi dengan cara pemisahan produk secara
kontinyu.
Ciri-ciri pemisahan dengan membran adalah aliran umpan dibagi menjadi
dua, yaitu retentat dan permeat. Umpan akan masuk ke dalam membran, lalu
mengalami proses difusi selektif dan akhirnya keluar (terdesorpsi). Aliran umpan
yang di-reject akan menuju retentat, sisanya akan menuju permeat. Gambaran
umum pemisahan dengan membran dapat dilihat pada gambar berikut :
umpan
retentat
permeat
Gambar 2.17 Skema proses membran [16]
Perpindahan massa melalui membran terjadi karena adanya driving force
dari komponen umpan. Pada umumnya laju permeasi melalui membran sebanding
dengan besarnya driving force. Driving force tersebut dapat berupa perbedaan
tekanan, konsentrasi, temperatur atau potensial listrik.
Keuntungan dari teknologi membran adalah:
Dapat dikombinasikan dengan proses pemisahan lain (hybrid processing).
Tidak mempunyai limbah.
19
Tidak memerlukan tempat yang luas.
Up-scalingnya mudah.
Sifat membran bervariasi dan dapat diatur.
2.5.3. Jenis – Jenis Proses Pemisahan Membran
Seperti telah disebutkan di atas, syarat terjadinya proses pemisahan pada
membran adalah adanya gaya penggerak atau driving force. Tabel berikut
menunjukan beberapa jenis proses pemisahan membran berdasarkan driving force
yang digunakan.
Tabel 2.2 Jenis - Jenis Proses Pemisahan Membran Berdasarkan Driving Force[16]
Driving Force Proses pemisahan membran
Perbedaan Tekanan Mikrofiltrasi
Ultrafiltrasi
Nanofiltrasi
Reverse Osmosis
Piezodyalisis
Perbedaan Konsentrasi Gas separation
Pervaporasi
Dialysis
Diffusion Dyalisis
Perbedaan Temperatur Membran Distilasi
Perbedaan Potensi Listrik Elektrodialisis
Elektrolisis
Setiap proses pemisahan tersebut memiliki ciri khas dan aplikasinya
masing-masing. Berikut akan dibahas proses-proses yang umum digunakan di
Industri, yaitu Mikrofiltrasi, Ultrafiltrasi, Reverse Osmosis, dan Pervaporasi.
Proses Gas Separation juga akan dibahas karena proses inilah yang akan
digunakan dalam merancang vapor recovery system menggunakan teknologi
membran.
20
2.5.3.1 Mikrofiltrasi, Ultrafikasi dan Reverse Osmosis
Ketiga proses ini pada dasarnya merupakan proses dengan metode
pemisahan yang serupa yakni penyaringan molekul-molekul melalui pori-pori
yang sangat kecil. Membran mikrofiltrasi menyaring partikel-partikel koloid dan
bakteri dengan pori berdiameter 0.05 hingga 10 µm. Membran ultrafiltrasi dapat
digunakan untuk menyaring molekul-molekul terlarut dari pelarutnya seperti
protein dengan pori berdiameter 0.05 µm hingga 1 nm.
Mekanisme pemisahan dengan reverse osmosis cukup berbeda. Pada
proses ini, diameter pori membran sangat kecil antara 3 µm sampai 5 µm yang
berada dalam jangkauan pergerakan termal dari rantai polimer yang menyusun
membran. Mekanisme perpindahan pada membran jenis ini umumnya disebut
model solution-diffusion. Menurut model ini komponen dapat melewati membran
dengan cara larut dalam material membran dan berdifusi menuju konsentrasi yang
lebih rendah. Pemisahan terjadi akibat perbedaan solubilitas dan mobilitas dari
komponen-komponen dalam membran. Contoh aplikasi reverse osmosis yang
paling sering dijumpai ialah desalinasi air laut dan air tanah.
Gambar berikut menunjukan perbedaan ukuran pori pada ketiga proses ini.
Meskipun ketiga proses ini secara konseptual merupakan proses yang sama,
namun perbedaan diameter pori memberikan perbedaan yang signifikan terhadap
cara penggunaannya.
Gambar 2.18 Perbandingan diameter pori pada Reverse Osmosis, Ultrafikasi, dan
Mikrofiltrasi[17]
2.5.3.2 Pervaporasi
Pervaporasi merupakan proses relatif baru yang memiliki elemen-elemen
yang serupa dengan reverse osmosis dan gas separation. Pada pervaporasi,
21
campuran cair memasuki sisi umpan pada membran dan permeate dikeluarkan
sebagai uap dari sisi sebaliknya. Driving force pada proses ini adalah tekanan uap
yang rendah pada sisi permeat yang dihasilkan dengan mendinginkan dan
mengkondensasikan uap permeat. Hal yang menarik dari proses pervaporasi
adalah bahwa pemisahan yang diperoleh akan proporsional terhadap laju permeasi
komponen campuran yang melewati membran. [17]
2.5.3.3 Gas Separation
Gas separation umumnya dilakukan dengan menggunakan membran
nonporous. Proses perpindahan pada proses ini terjadi akibat perbedaan solubilitas
dan diffusivitas berbagai komponen pada membran. Skema model pemisahan
solution-diffusion diilustrasikan pada gambar berikut[18]:
Gambar 2.19 Skema proses pemisahan model solution-diffusion [18]
Menurut model solution-diffusion, perpindahan massa melewati membran
terjadi melalui tiga langkah yang berurutan yakni:
1. Penyerapan (sorption) komponen-komponen dari umpan menuju
membran pada sisi hulu.
2. Difusi komponen-komponen yang terserap melewati membran
3. Desorption komponen-komponen dari membran pada sisi permeat.
Asumsi dasar yang digunakan pada model ini adalah keberadaan
kesetimbangan fasa termodinamik pada kedua permukaan membran yang
berkontak dengan umpan dan permeate. Langkah penyerapan (sorption) umumnya
merupakan proses yang cepat. Langkah diffusi merupakan langkah dasar yang
22
menentukan kecepatan permeasi. Perbedaan kecepatan difusi berbagai molekul
pada membran merupakan prinsip dasar pemisahan pada proses ini. Langkah
desorption umumnya merupakan langkah yang cepat, dan tidak mempengaruhi
permeasi. Oleh karena itu dua langkah pertama, sorption dan diffusion
menentukan selektivitas membran.
Untuk proses pemisahan VOC dengan udara, pemisahan didasarkan pada
diffusi dan dissolution VOC melewati membran. Driving force yang digunakan
adalah perbedaan potensi kimia antara sisi umpan dan sisi permeat, yang biasanya
diperoleh dengan menciptakan tekanan pada permeat lebih rendah dari tekanan
umpan.
Proses difusi pada membran dapat didekati oleh hukum Fick yakni:
dxdC
DQ iii −=
(2.1)
dimana : Qi = flux
Di = koefisien diffusivitas komponen i pada membran
x = jarak tegak lurus dari permukaan membran yang
berkontak dengan umpan
Ci = konsentrasi komponen i pada membran pada posisi
tertentu
Dengan mengasumsikan bahwa koefisien difusivitas konstan dan proses
penyerapan gas mengikuti hukum Henry yakni:
(2.2) iii PSC =
dimana : Si = koefisien solubilitas
Pi = tekanan parsial
Maka persamaan (2.1) dapat diubah menjadi:
lpP
lpSD
lC
DQ iiiiiiii
Δ=
Δ=
Δ=
(2.3)
dimana : Δpi = perbedaan tekanan parsial antara dua sisi membran
l = ketebalan membran
Pi = koefisien permeabilitas komponen i yang merupakan
hasil perkalian koefisien diffusi Di dengan koefisien
solubilitas Si
23
Koefisien difusivitas cenderung meningkat dengan meningkatnya diameter
komponen permeat karena molekul besar akan berinteraksi lebih banyak dengan
rantai polimer sehingga mobilitasnya rendah. Difusivitas secara umum bergantung
pada temperatur operasi dan konsentrasi umpan. Persamaan (2.3) memperlihatkan
bahwa sorption dan difusi mempengaruhi proses permeasi pada membran, oleh
karena itu perlu dipilih material membran yang memiliki sifat solubilitas dan
difusivitas yang baik.
2.5.4. Karakteristik Performansi Membran pada Proses Gas Separation
Performansi pemisahan sebuah membran pada proses gas separation
umumnya dinyatakan sebagai permeance (J) dan selektivitas (α) sebagai berikut :
pQJΔ
= (2.4)
j
i
j
i
ji
XX
YY
=/α
(2.5)
dimana : Yi = konsentrasi komponen i pada permeat
Yj = konsentrasi komponen j pada permeat
Xi = konsentrasi komponen i pada umpan
Xj = konsentrasi komponen j pada umpan
Karena umumnya konsentrasi di permeate lebih besar dari pada umpan
maka nilai selektivitas lebih besar dari 1. Jika nilai selektivitas sama dengan 1
maka tidak akan terjadi proses pemisahan.
Permeance (J), yang merupakan nilai fluks permeasi dibandingkan dengan
perbedaan tekanan pada membran, menggambarkan produktivitas membran.
Semakin tinggi permeabilitas sebuah membran semakin banyak “produk” yang
dihasilkannya. Seperti yang telah diterangkan diatas, faktor yang sangat
mempengaruhi besar koefisien permeabilitas adalah koefisien solubilitas (S) dan
koefisien difusivitas (D). Dengan demikian hal yang dapat dilakukan pada suatu
material membran untuk meningkatkan produktivitasnya adalah dengan
mengurangi ketebalan dari membran. Hal ini dapat dilihat dari persamaan (2.3).
24
Selektivitas yang didefinisikan pada persamaan (2.5) tidak memiliki
satuan konsentrasi tertentu dan sering dinyatakan dalam % konsentrasi. Semakin
besar nilai selektivitas maka semakin baik proses pemisahan yang terjadi. Sebuah
membran yang ideal adalah membran yang dapat melewatkan suatu komponen
secara keseluruhan sambil menahan komponen lainnya secara keseluruhan pula,
dengan demikian maka nilai selektivitasnya akan sangat besar [17].
2.5.5. Modul Membran
Untuk mengaplikasikan membran pada skala teknik (industri), biasanya
diperlukan luas membran yang sangat besar. Ukuran terkecil unit membran
dimana area membran dikemas kedalamnya disebut modul membran. Modul
membran memegang peranan yang penting dalam proses instalasi membran.
Skema umum dari sebuah modul membran ditunjukan pada gambar 2.13. Modul-
modul ini dapat dipasang baik secara seri maupun secara paralel. Penyusunan
membran secara seri akan meningkatkan selektivitas, sementara penyusunan
membran secara paralel akan meningkatkan permeasi/produktivitas membran.
Gambar 2.20 Skema umum modul membran[16]
Beberapa jenis modul membran yang ada sekarang pada dasarnya dapat
dibagi menjadi 2 konfigurasi yaitu:
Flat, contoh: flat and frame module dan spiral wound module
Tubular, contoh: tubular module, capillary module dan spiral-
wound module
Pemilihan dari jenis modul membran yang akan digunakan pada suatu
aplikasi umumnya didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut:
Packing density
Manajemen fluida
Kemampuan menampung SS
25
Kemudahaan cleaning
Kemudahaan penggantian
Energi
Biaya investasi
Variabel cost
Aspek-aspek lain seperti: kemudahan perawatan, kemudahan
pengoperasian, kekompakan sistem, kemungkinan penggantian
membran dll.
Tabel berikut menunjukan perbandingan berbagai jenis modul membran
terhadap aspek-aspek diatas.
Tabel 2.3 Perbandingan beberapa modul membran dari beberapa aspek [19]
Konfigurasi
karakteristik
Plate & frame Spiral wound Shell & tube Hollow fiber
Packing density
(m2/m3)
Cukup
(200-400)
Cukup
(300-900)
Rendah
(150-300)
Tinggi
(9000-30000)
Manajemen fluida Baik Baik Kurang Baik
Kemampuan
menampung SS
Cukup Rendah Baik Rendah
Kemudahan
pencucian
Sedang Kadang-kadang sulit
(jika ada halangan
dari spacer)
Mudah Mudah
(memungkink
an untuk
backflushing)
Replacement
(penggantian)
Sheet/ cartridge Element Tube/element Element
Energi Rendah-sedang
(aliran laminar)
Sedang (spacer
pressure losses)
Tinggi (turbulen) Rendah
(laminar atau
dead-end)
26
Gambar berikut menunjukkan berbagai jenis modul membran yang umum
digunakan pada berbagai aplikasi industri membran.
Gambar 2.21 Modul membran flat & frame
Gambar 2.22 Modul membran spiral wound
Gambar 2.23 Modul membran shell & tube
27
Gambar 2.24 Modul membran hollow fiber
2.6 Pompa Vakum
Pada proses gas separation, driving force yang digunakan dapat berupa
perbedaan tekanan maupun perbedaan konsentrasi. Untuk aplikasi pemisahan
VOC dengan udara, driving force yang menyebabkan proses pemisahan adalah
perbedaan potensi kimia antara sisi umpan dengan sisi permeate. Driving force ini
diperoleh dengan mempertahankan tekanan permeate lebih rendah dari tekanan
umpan. Oleh karena itu pada vapor recovery system, pada sisi permeat akan
dihubungkan dengan pompa vakum untuk mempertahankan tekanan permeat lebih
rendah dari tekanan umpan. Gambar berikut menggambarkan skema umum proses
pemisahan VOC dengan udara.
Gambar 2.25 Skema umum proses pemisahan VOC dengan udara[16]
Pompa vakum adalah sebuah pompa yang memindahkan molekul gas dari
sebuah volume terutup untuk menyisakan tekanan vakum parsial. Pompa vakum
pertama kali ditemukan pada tahun 1650. Secara umum pompa vakum
dikategorikan menjadi dua yakni transfer pumps dan trapping pumps. Jenis
28
pompa vakum yang akan digunakan pada sistem vapor recovery adalah jenis
transfer pumps.
Transfer pumps sering juga disebut sebagai pompa kinetik karena pompa
ini memberikan momentum kepada gas yang didorong sedemikian rupa sehingga
gas berpindah secara kontinu dari bagian masukan ke bagian keluaran pompa. Hal
ini biasa terjadi akibat adanya bagian yang bergerak secara mekanik (umumnya
rotasi) untuk memberikan percepatan pada molekul-molekul gas dan membuat
bagian tertentu memiliki tekanan yang rendah. Dengan demikian molekul-
molekul akan bergerak menuju bagian tersebut. Prosedur tersebut bekerja
berulang kali hingga semua molekul keluar dari tempat yang diinginkan terjadi
kondisi vakum. Gambar berikut menggambarkan skema kerja dari sebuah pompa
vakum tersebut:
Gambar 2.26 Skema kerja pompa vakum jenis transfer pump
Energi yang diperlukan oleh pompa vakum dalam sistem ini dapat
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut [3]:
l
h
PPnRTE ln
η=
(2.6)
dimana: E = daya pompa
η = efisiensi pompa
n = jumlah mol yang dipompakan setiap detiknya
R = konstanta gas universal (8.314 j/mK)
T = temperatur operasi
Ph/Pi = perbandingan tekanan pada kedua sisi pompa
29