bab ii tinjauan pustaka dan perumusan hipotesis a
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Saputra, 2011 tentang kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana dan seberapa besar pengaruh
variabel Jumlah Penduduk, PDRB, Indeks Pembangunan Manusia dan
Pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah.
Model regresi yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda
(Ordinary Least Squares Regression Analysis) dengan menggunakan Panel
Data dengan menggunakan pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model).
Penelitian ini menggunakan dummy tahun sebagai salah satu variabelnya.
Penggunaan dummy tahun dalam penelitian ini adalah untuk melihat variasi
tingkat kemiskinan antar waktu di Kabupaten/Kota Jawa Tengah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel Jumlah Penduduk berpengaruh
positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, PDRB
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa
Tengah, Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah, dan Pengangguran berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.
Penelitian Wiguna, 2013 tentang kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh negatif Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap kemiskinan di Jawa Tengah
tahun 2005-2010, (2) mengetahui pengaruh negatif tingkat pendidikan
8
terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005-2010, (3) mengetahui
pengaruh negatif tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di Jawa Tengah
tahun 2005-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis
regresi linier berganda (Ordinary Least Squares Regression Analysis) dengan
menggunakan panel data melalui pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model)
dengan bantuan software E-Views 6. Data yang diperoleh adalah dari data
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah, tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah, tingkat pengangguran
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Jawa Tengah.
B. Teori dan Tinjauan Pustaka
1. Kemiskinan
Kumalasari (2011), mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan
dalam kesejahteraan, dan terdiri dari banyak dimensi. Ini termasuk
berpenghasilan rendah dan ketidakmampuan untuk mendapatkan barang dasar
dan layanan yang diperlukan untuk bertahan hidup dengan martabat.
Kemiskinan juga meliputi rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan, akses
masyarakat miskin terhadap air bersih dan sanitasi, keamanan fisik yang tidak
memadai, kurangnya suara, dan kapasitas memadai serta kesempatan untuk
hidup yang lebih baik itu.
Badruddin (2009), mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan
barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai
9
suatu standar hidup yang layak. Selain Levitan, menurut Friedman yang juga
dalam Badruddin (2009), mengemukakan bahwa kemiskinan adalah
ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis kekuasaan sosial,
yang meliputi: asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber
keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisasi sosial politik
yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan
sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan
keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna.
(Cahyat 2007: 2), kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang
atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar,
sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari
kerentanan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu:
a. Kemiskinan absolut
Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan
dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan
dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak.
Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat
pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk
memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan
agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Bank dunia mendefinisikan
kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan di bawah USD
10
$1/hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan di bawah $2/hari.
b. Kemiskinan relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang
yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih
jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya).
Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan
golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang
dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya
dengan masalah distribusi pendapatan.
Todaro (1995: 37) menyatakan bahwa variasi kemiskinan di negara
berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) luasnya negara,
(2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan, (3)
perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya
manusianya, (4) relatif pentingnya sektor publik dan swasta, (5) perbedaan
struktur industri
Banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan. Penyebab
kemiskinan menurut (M. Kuncoro dalam Whisnu Adi, 2011: 20) antara
lain faktor yang menyebabkan kemiskinan sebagai berikut:
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan
timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah
yang terbatas dan kualitasnya rendah.
11
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia
karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas
juga rendah, upahnya pun rendah.
3. Kemiskinan muncul disebabkan perbedaan akses dan modal.
Suryawati (2005), salah satu sumber dan proses penyebab terjadinya
kemiskinan, yaitu: population growth, prespektif yang didasari oleh teori
Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan
pertambahan pangan seperti deret hitung.
BPS (2012), Garis kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan
(GKNM). Penduduk yang memiliki rata pengeluaran perkapita per bulan
dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis
kemiskinan Makanan (GKM) sendiri merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan mimimum makanan yang disertakan dengan 2100 kilokalori
perkapita perhari. Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM)
adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan
kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51
jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Adapun
rumus perhitungan Garis Kemiskinan yaitu :
GK = GKM + GKNM
Keterangan:
GK : Garis Kemiskinan
GKM : Garis Kemikinan Makanan
12
GKNM : Garis Kemiskinan Non Makanan
BPS (2012), untuk mengukur kemiskinan yaitu dengan
menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat
diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Indeks),
yakni jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis
kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara rill
sehingga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri
kemajuan yang diperoleh dalam mengetaskan kemiskinan sepanjang
waktu. Adapun rumus menghitung persentase penduduk miskin adalah
sebagai berikut :
𝑃𝑎 =1
𝑛 ∑ [
z − yi
z]
q
i−1
Dimana :
α : 0
z : garis kemiskinan
yi : Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada
dibawah garis kemiskinan
q : Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
n : jumlah penduduk
13
2. Jumlah Penduduk
Thomas Malthus mengemukakan teorinya tentang hubungan antara
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Menurut Malthus terdapat konflik
antara dua kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan makanan dan
nafsu antar jenis kelamin (hubungan seks). Apabila bahan makanan
meningkat, maka tanpa dikendalikan penduduk akan bertambah hingga batas
maksimal persediaan bahan makanan. Malthus mengasumsikan bahwa
sementara penduduk bertambah secara deret ukur (1,2,4,8,16...), dalam
prakteknya produksi pertanian tidak dapat meningkat lebih cepat daripada
deret hitung (1,2,3,4,5...). Jadi apabila penduduk suatu negara berjumlah 11
juta akan menjadi dua kali lipat setiap 25 tahun dan punya bahan makanan
yang cukup untuk 11 juta penduduk, penduduk akan tumbuh menjadi 44 juta,
tetapi persediaan bahan makanan hanya cukup untuk 33 juta penduduk
(David Lucas 1995 : 20).
Selanjutnya menurut Malthus, pada mulanya ketika rasio di antara
faktor produksi lain dengan penduduk / tenaga kerja adalah relatif tinggi yang
berarti penduduk relatif sedikit apabila dibandingkan dengan faktor produksi
lain, pertambahan penduduk akan meningkatkan taraf kemakmuran
masyarakat begitu juga sebaliknya (Sukirno, 2011: 449).
Penduduk yang meningkat dengan cepatmenjerumuskan perekonomian
ke pengangguran dan kekurangan lapangan kerja. Karena penduduk
meningkat proporsi kerja pada penduduk total menjadi naik. Tetapi karena
ketiadaan sumber pelengkap, tidaklah mungkin untuk mengembangkan
14
lapangan pekerjaan. Akibatnya tenaga buruh, pengangguran dan kekurangan
lapangan pekerjaan meningkat. Penduduk yang meningkat dengan cepat
mengurangi pendapatan, tabungan dan investasi. Karena pembentukan modal
menjadi lambat dan kesempatan kerja kuang dan dengan begitu meningkatkan
penganguran (Jhingan2003 : 407).
Gagasan tentang kependudukan yang di kemukakan Robert Cassen
dalam Todaro (2006) yaitu sebagai berikut :
a) Persoalan kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah akan
tetapi juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan materiil.
Pertumbuhan penduduk yang cepat memang mendorong timbulnya
masalah keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi
semakin jauh. Laju pertumbuhan penduduk yang terlampau cepat
meskipun memang bukan merupakan penyebab utama dari
keterbelakangan, harus disadari bahwa hal tersebut merupakan salah satu
faktor penting penyebab keterbelakangan di banyak negara.
b) Pertumbuhan penduduk secara cepat menimbulkan berbagai konsekuensi
ekonomi yang merugikan dan hal itu merupakan masalah yang utama
harus dihadapi negara-negara Dunia Ketiga. Mereka kemudian
mengatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat
mendorong timbulnya berbagai macam masalah ekonomi, sosial dan
psikologis yang melatarbelakangi kondisi keterbelakangan yang menjerat
negara-negara berkembang.
15
Pertumbuhan penduduk juga menghalangi prospek tercapainya
kehidupan yang lebih baik karena mengurangi tabungan rumah tangga dan
juga negara. Disamping itu, jumlah penduduk yang terlampau besar akan
menguras kas pemerintah yang sudah sangat terbatas untuk menyediakan
berbagai pelayanan kesehatan, ekonomi dan sosial bagi generasi baru.
Melonjaknya beban pembiayaan atas anggaran pemerintah tersebut jelas
akan mengurangi kemungkinan dan kemampuan pemerintah untuk
meningkatkan taraf hidup generasi dan mendorong terjadinya transfer
kemiskinan kepada generasi mendatang yang berasal dari keluarga
berpenghasilan menengah ke bawah. (Todaro, 2006).
Menurut Subri (2003:14), pertumbuhan penduduk suatu negara di
pengaruhi oleh tiga hal pokok, yaitu :
1. Fertilitas
Fertilitas merupakan kemampuan seorang perempuan atau sekelompok
perempuan secara rill untuk melahirkan atau hasil reproduksi nyata dari
seorang perempuan serta sebuah tindakan reproduksi yang
menghasilkan kelahiran hidup.
Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah
penduduk disamping migrasi masuk. Kelahiran bayi membawa
kosenkuensi pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang bayi tersebut,
termasuk pemenuhan gizi dan kecukupan kalori, perawatan
kesehatan.pada gilirannya, bayi ini akan tumbuh menjadi anak usia
sekolah yang menuntut pendidikan.
16
Rusli (1983: 79) dalam Wirakartakusuma (1999: 75), menjelaskan
bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas
penduduk dari:
a. Tempat tinggal wanita saat perceraian maksudnya tingkat fertilitas
menurut tempat tinggal yaitu kota atau desa, menunjukan bahwa
fertilitas di daerah kota lebih sedikit dari daerah perdesaan.
b. Tingkat pendidikan, pengaruhy pendidikanterhadap fertilitas tidak
tepat seperti yang di perkirakan yaitu semakin tingkat pendidikan
yang dimiliki wanita maka semakin rendah fertilitasnya.
2. Mortalitas
Mortalitas (kematian) merupakan salah satu diantara 3 komponen
demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Ukuran
kematian menunjukan suatu angka yang dipakai sebagai dasar untuk
menentukan tingi rendahnya kematian suatu penduduk dalam suatu
negara.
3. Migrasi
Migrasi dari desa ke kota akan membawa dampak yang positif maupun
yang negatif. Dampak positif akan mengakibatkan adanya migrasi dari
desa ke kota akan memberi dampak pada modernisasi serta
memperbaiki kehidupan para migran. Migrasi dapat mengubah
padangan dan perilaku orang, menambah keterampilan dan membuat
seseorang lebih mempunyai inovasi sedangkan dampak negatifnya
adalah apabila pertumbuhan proporsi penduduk kota lebih tinggi dari
17
laju pertumbuhan industrilisasi dan pertumbuhan ekonomi akan
meningkatkan kesempatan kerja.
Pada umumnya perkembangan penduduk di negara sedang
berkembang sangat tinggi dan besar jumlahnya. Masalah
pertumbuhan penduduk bukanlah sekedar masalah jumlah, masalah
penduduk juga menyangkut kepentingan pembangunan serta
kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Dalam konteks
pembangunan, pandangan terhadap penduduk terpecah dua, ada yang
menganggapnya sebagai penghambat pembangunan, ada pula yang
menganggap sebagai pemacu pembangunan.
Alasan penduduk dipandang sebagai penghambat
pembangunan, dikarenakan jumlah penduduk yang besar dan dengan
pertumbuhan yang tinggi, dinilai hanya menambah beban
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar akan memperkecil
pendapatan perkapita dan menimbulkan masalah ketenagakerjaan
(Dumairy, 1996).
Penduduk sebagai pemacu pembangunan karena populasi yang
lebih besar sebenarnya adalah pasar potensial yang menjadi sumber
permintaan akan berbagai macam barang dan jasa yang kemudian
akan menggerakkan berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga
menciptakan skala ekonomi dalam produksi yang akan
menguntungkan semua pihak, menurunkan biaya produksi dan
menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga kerja murah
18
dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya akan
merangsang output atau produksi agregat yang lebih tinggi lagi. Dan
pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, yang berarti tingkat kemiskinan akan turun (Todaro dan
Smith, 2006).
3. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan
oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam periode (Hadi Sasana,
2006). PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola
sumber saya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang
dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi
sumber daya alam dan faktor produksi Daerah tersebut. Adanya keterbatasan
dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB
bervariasi antar daerah.
Kuncoro (2001) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan
tradisional lebih dimaknai sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan
pada peningkatan PDRB suatu provinsi, Kabupaten, atau kota. Sedangkan
pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto). Saat ini umumnya PDRB baru dihitung
berdasarkan dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral / lapangan usaha dan dari
sisi penggunaan. Selanjutnya PDRB juga dihitung berdasarkan harga berlaku
dan harga konstan. Total PDRB menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah
yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu.
19
Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode yaitu langsung dan tidak langsung (alokasi).
a. Metode Langsung.
Cara perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan,
yaitu pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan
pendapatan. Rincian penjelasannya sebagai berikut :
1) Menurut Pendekatan Produksi
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang diproduksikan oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah
tersebut dikurangi biaya antara masing-masing total produksi bruto
tiap kegiatan subsektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu (satu
tahun) (BPS, 2012:26). Unit-unit produksi tersebut dalam
penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor atau lapangan usaha
yaitu; (1) pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri
pengolahan; (4) listrik, gas dan air bersih; (5) bangunan; (6)
perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi;
(8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan (9) jasa-jasa.
2) Menurut Pendekatan Pengeluaran
Produk Domestik Regional Bruto adalah penjumlahan semua
komponen permintaan akhir. Komponen-komponen tersebut meliputi:
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang
tidak mencari untung.
2. Konsumsi pemerintah.
20
3. Pembentukan modal tetap domestik bruto.
4. Perubahan stok.
5. Ekspor netto. (BPS, 2012:27)
3) Menurut Pendekatan Pendapatan
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi
dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor
produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga
modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong
pajak penghasilan dan pajak lainnya.
b. Metode Tidak Langsung atau Metode Alokasi
Dalam metode ini PDRB suatu wilayah diperoleh dengan
menghitung PDRB wilayah tersebut melalui alokasi PDRB wilayah yang
lebih luas.Untuk melakukan alokasi PDRB wilayah ini digunakan
beberapa alokator antara lain: Nilai produksi bruto atau netto setiap
sektor/subsektor pada wilayah yang dialokasikan ; jumlah produksi fisik;
tenaga kerja; penduduk, dan alokator tidak langsung lainnya. Dengan
menggunakan salah satu atau beberapa alokator dapat diperhitungkan
persentase bagian masing-masing propinsi terhadap nilai tambah setiap
sektor dan subsektor.
21
C. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL
1. Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan
Jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah
merupakan permasalahan mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan
ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan
(Kuncoro,1997).
Pertumbuhan jumlah penduduk yang pesat dapat mengantarkan dan
mendorong pengurasan sumber daya, penguranan tabungan, kerusakan
lingkungan, dan kehancuran ekologis yang kemudian memunculkan masalah
sosial, masalah kemiskinan, kelaparan dan keterbelakangan.
Penduduk sebagai pemacu pembangunan karena populasi yang lebih
besar sebenarnya adalah pasar potensial yang menjadi sumber permintaan
akan berbagai macam barang dan jasa yang kemudian akan menggerakkan
berbagai macam kegiatan ekonomi sehingga menciptakan skala ekonomi
dalam produksi yang akan menguntungkan semua pihak, menurunkan
biaya produksi dan menciptakan sumber pasokan atau penawaran tenaga
kerja murah dalam jumlah yang memadai sehingga pada gilirannya akan
merangsang output atau produksi agregat yang lebih tinggi lagi. Dan pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang
berarti tingkat kemiskinan akan turun (Todaro dan Smith, 2006).
22
2. PDRB Terhadap Kemiskinan
Laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang
apakah kenaikan itu besar atau lebih kecil. Selanjutnya pembangunan
ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana
distribusi pendapatan telah menyebar kelapisan masyarakat serta siapa yang
telah menikmat hasili-hasilnya. Sehingga menurunya PDRB suatu daerah
berdampak pada kualitas konsumsi rumah tangga. Dan apabila pendapatan
tingkat penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa
merubah pola makanan pokoknya ke barang paling murah dengan jumlah
barang yang berkurang. (Sukirno, 2000)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan
kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan
pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Pertumbuhan
ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan
mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan
pendapatan (cateris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu
kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan (Tambunan,
2003:40-41).
Pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat,
karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung
meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang
miskin berangsur-angsur berkurang (Tambunan, 2003:89).
23
Selanjutnya menurut penelitian Hermanto Siregar dan Dwi W
(2008:34) dari hasil penelitian tersebut menunjukan hasil yang negatif
antara pertumbuhan ekonomi dan penurunan jumlah penduduk miskin,
artinya bahwa PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi berpengaruh
negatif terhadap kemiskinan.
D. KERANGKA PIKIR
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, diduga bahwa jumlah
penduduk, PDRB berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di provinsi jawa
tengah. Dengan demikian dapat di rumuskan kerangka pemikiran sebagai
berikut :
Gamabar 2.1 Kerangka Pikir
(X1) Jumlah
Penduduk
(Y) Tingkat
Kemiskinan
(X2) PDRB
Pengangguran
Bahan pangan
Produksi
Tenaga kerja
24
Dari kerangka pikir di atas dapat di jelaskan bahwa Jumlah Penduduk
menjadi salah satu faktor yang berperan sebagai tolak ukur kemiskinan di
suatu daerah, agar kemiskinan dapat dikatakan baik maka kenaikan jumlah
penduduk tersebut harus di barengi dengan masyarakat yang produktif agar
mampu menurunkan kemiskinan di suatu daerah.
PDRB adalah nilai output yang di hasilkan suatu perekonomian di suatu
daerah dalam periode tertentu, maka dari kerangka pikir di atas dapat di
jelaskan bahwa PDRB berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan di suatu
daerah.
E. PERUMUSAN HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk
menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang
sebenarnya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis yang dimaksud
merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah. Dari rumusan
permasalahan yang ada, dirumuskan hipotesis yang berkaitan untuk
menjawab pertanyaan, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :
Diduga Jumlah Penduduk dan PDRB berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.
Diduga Jumlah Penduduk dan PDRB tidak berpengaruh signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.