bab ii tinjauan pustaka anemia bblr

41
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Janin Normal Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola- pola sekuensial pertumbuhan, diferensiasi, dan maturasi jaringan sera organ yang ditentukan oleh kemampuan substrat oleh ibu, transfer substrat melalui plasenta, dan potensi pertumbuhan janin yang dikendalinkan oleh genom. Pada kehidupan awal janin penentu utama pertumbuhan adalah genom janin tersebut, tetapi pada kehamilan lanjut, pengaruh lingkungan, gizi, dan hormonal menjadi semakin penting. (Cuningham et al., 2005). Pertumbuhan janin dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan sel yang berurutan. Fase awal hiperplasia terjadi selama 16 minggu pertama dan ditandai oleh peningkatan jumlah sel secara cepat. Fase kedua, yang berlangsung sampai minggu ke-32, meliputi hiperplasia dan hipertropi sel. Setelah usia gestasi 32 minggu, pertumbuhan janin berlangsung melalui hipertrofi sel dan pada fase 6

Upload: rizka-dana-prastiwi

Post on 24-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

skripsi Rizka Unsoed

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Janin Normal

Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola-pola sekuensial

pertumbuhan, diferensiasi, dan maturasi jaringan sera organ yang ditentukan

oleh kemampuan substrat oleh ibu, transfer substrat melalui plasenta, dan

potensi pertumbuhan janin yang dikendalinkan oleh genom. Pada kehidupan

awal janin penentu utama pertumbuhan adalah genom janin tersebut, tetapi

pada kehamilan lanjut, pengaruh lingkungan, gizi, dan hormonal menjadi

semakin penting. (Cuningham et al., 2005).

Pertumbuhan janin dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan sel yang

berurutan. Fase awal hiperplasia terjadi selama 16 minggu pertama dan

ditandai oleh peningkatan jumlah sel secara cepat. Fase kedua, yang

berlangsung sampai minggu ke-32, meliputi hiperplasia dan hipertropi sel.

Setelah usia gestasi 32 minggu, pertumbuhan janin berlangsung melalui

hipertrofi sel dan pada fase inilah sebagian besar deposisi lemak dan glikogen

terjadi. Laju pertumbuhan janin yang setara selama tiga fase pertumbuhan sel

ini adalah dari 5 g/hari pada usia 15 minggu, 15-20 g/hari pada minggu ke-

24, dan 30-35 g/hari pada usia gestasi 34 minggu (Cuningham et al., 2005).

2.2. Berat Bayi Lahir Rendah

2.2.1. Definisi

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang penting,

dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada

6

Page 2: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

7

semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil

peningkatan/penurunan dari tulang, otot, lemak dan cairan tubuh.

Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk

mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak (Sistiarini,

2008).

Berat badan bayi lahir adalah berat neonatus saat lahir yang

ditimbang segera setelah lahir sampai waktu maksimal 24 jam.

Berat badan bayi lahir diklasifikasikan menjadi 2 yaitu berat badan

lahir normal (BBLN) dan berat badan lahir rendah (BBLR). Berat

bayi lahir normal adalah antara ≥ 2500 – 4000 gram, dan dikatakan

berat badan lahir rendah apabila kurang dari 2500 gram (sampai

2499 gram) (Wiknjosastro, 2005; Sistiarini 2008).

BBLR adalah berat neonatus saat lahir yang ditimbang

segera setelah lahir sebelum waktu 24 jam yang kurang dari 2500

gram (sampai 2499) tanpa memandang masa gestasi. Dahulu bayi

ini dikatakan prematur kemudian disepakati disebut Low birth

weight infant atau Berat Bayi Lahir Rendah. BBLR tidak

selamanya prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan

maupun lebih bulan (Bobak, 2005; Wiknjosastro, 2005; Depkes RI,

2009). Dari pengertian dia atas maka bayi dengan BBLR dapat

digolongkan menjadi 2 golongan yaitu prematur murni dan

dismatur. Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan

kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan

berat badan untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus

Page 3: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

8

kurang bulan sesuai masa kehamilan. Dismaturitas adalah neonatus

dengan berat badan kurang dari berat badan masa kehamilan, hal

ini bisa terjadi karena janin mengalami gangguan pertumbuhan

dalam kandungan atau Intra Uterine Growth Retardation dan

disebut bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) (Depkes RI, 2005;

Wiknjosastro, 2005).

2.2.2. Faktor yang mempengaruhi berat badan lahir

Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai

faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam

kandungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat badan

lahir secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal, meliputi: usia ibu,

jarak kelahiran, paritas, anemia kehamilan, status gizi ibu, penyakit

pada saat kehamilan, faktor kehamilan dan faktor plasenta. Faktor

eksternal, meliputi: faktor lingkungan, tingkat sosial ekonomi,

teratogen kimiawi dan pemeriksaan kehamilan (Manuaba, 2008;

Turhayati, 2006; IDAI, 2004)

a. Faktor Internal:

1) Usia ibu hamil

Usia ibu erat kaitannya dengan berat badan lahir. Usia

reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun,

di bawah dan di atas usia tersebut meningkatakan risiko

kehamilan dan persalinannya (Depkes RI, 2009). Pada usia

yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan

Page 4: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

9

fungsi fisiologinya belum optimal, ukuran panggul dan rahim

pun masih sempit karena masih dalam masa pertumbuhan

(Hartanto, 2004). Pada kehamilan usia remaja kebutuhan

nutrisi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan

dirinya sendiri dan juga untuk janin dan plasentanya, hal ini

dapat mempengaruhi berat badan bayi saat dilahirkan. Selain

itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga

pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi

kehamilannya. Kehamilan di bawah umur 20 tahun

merupakan kehamilan berisiko tinggi, lebih tinggi

dibandingkan kehamilan pada wanita yang cukup umur

(Wiknjosastro, 2005).

Kehamilan di atas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan

karena sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering

muncul penyakit seperti hipertensi dan penyakit degeneratif

lainnya. Hipertensi akan menyebabkan preeklampsia dan

eklampsia. Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah

disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola

dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan

naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer

agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah ke

plasenta akan menuruun dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi

Page 5: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

10

gawat janin yang akan berdampak pada berat bayi lahir

(Mochtar, 2004).

Ibu dengan kategori umur berisiko (<20 tahun dan >35

tahun) mempunyai peluang untuk melahirkan BBLR

dibandingkan dengan ibu yang umurnya tidak berisiko

(Sistiarini, 2008). Menurut Mutiara (2006) ibu hamil berusia

≥ 35 tahun berisiko melahirkan BBLR 1,8 kali lebih besar

daripada ibu hamil berusia 20-34 tahun. Pengaruh tersebut

terlihat mengikuti fenomena huruf U terbalik yang berarti

bahwa pada umur muda (<20 tahun) dan tua (>35 tahun)

berat bayi yang dilahirkan cenderung lebih rendah daripada

umur 21-35 tahun.

2) Paritas dan Jarak Kelahiran

Paritas adalah jumlah anak yang dikandung dan

dilahirkan oleh ibu. Pada ibu dengan paritas yang tinggi,

vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi pada

desidua akibat persalinan yang lampau sehingga aliran darah

ke plasenta tidak cukup, hal ini akan dapat mengganggu

fungsinya yang akan berdampak pada pertumbuhan janin

(Wiknjosastro, 2005). Ibu dengan paritas > 4, melahirkan

bayi dengan BBLR 20,2% (Simanjuntak, 2009).

Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh Badan

Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN), jarak kelahiran

yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, karena jarak kelahiran

Page 6: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

11

yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup

untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan

sebelumnya. Jarak kehamilan yang pendek cenderung akan

menguras nutrisi ibu dari kehamilan dan hilangnya darah

selama melahirkan, juga selama laktasi yang dapat menguragi

nutrisi ibu melaui pemberian Asi. Ibu hamil ini cenderung

menderita status gizi kurang sampai buruk yang dapat

berkorelasi dengan berat lahir bayi, dan sering melahirkan

bayi berat badan lahir rendah (Saifuddin, 2006).

Saraswati (2006), menyatakan bahwa jarak kelahiran

< 2 tahun memiliki risiko melahirkan BBLR 3,17 kali lebih

besar daripada jarak kelahiran ≥ 2 tahun. Sistiarini (2008)

juga menyatakan jarak kelahiran < 2 tahun memilki peluang

untuk melahirkan BBLR 5,11 kali dibandingkan dengan ibu

yang melahirkan anak dengan jarak > 2 tahun.

3) Anemia pada Kehamilan

Kadar Hb ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi

yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita

anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 11 gr/dl. Hal ini

terjadi akibat peningkatan volume plasma dibandingkan

volume sel darah merah. Anemia dapat menyebabkan

pengangkutan oksigen menjadi terganggu sehingga nutrisi ke

janin berkurang Hal ini jelas menimbulkan gangguan

pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas,

Page 7: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

12

prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat

badan yang rendah.

Anemia biasanya terjadi pada usia kehamilan 8

minggu sampai 32 minggu (Depkes RI, 2009; Mitchell,

2003). Keadaan ini disebabkan karena kurangnya suplai

oksigen dan nutrisi pada plasenta yang akan berpengaruh

pada fungsi plasenta terhadap pertumbuhan janin.

Berdasarkan hasil penelitian Hilli (2009) menyatakan bahwa

ada hubungan yang linier antara anemia ibu hamil dengan

berat badan lahir. Berat badan lahir rendah ditemukan pada

ibu hamil dengan anemia berat, sementara berat badan lahir

masih dalam batas normal pada ibu hamil dengan anemia

ringan dan anemia sedang meskipun lebih rendah

dibandingkan dari ibu hamil tidak anemia.

4) Status Gizi ibu hamil

Kejadian BBLR erat kaitannya dengan status gizi.

Status gizi ibu hamil baik sebelum maupun selama hamil,

dapat menggambarkan ketersediaan zat gizi dalam tubuh ibu

untuk mendukung pertumbuhan janin. Pertumbuhan cepat

terjadi terutama pada trimester ketiga kehamilan ibu. Maka

kekurangan makanan dalam periode tersebut dapat

menghambat pertumbuhannya, hingga bayi dilahirkan dengan

berat dan panjang yang kurang daripada seharusnya

(Hutabarat, 2012; Noviza, 2006).

Page 8: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

13

Prediktor status gizi ibu selama hamil dapat dilakukan

dengan pengukuran lingkar lengan atas (LLA) (Arisman,

2009). Pengukuran LLA pada ibu hamil berkaitan dengan

kekurangan energi kronik (KEK). KEK merupakan masalah

yang sering terjadi pada ibu hamil. LLA < 23,5 cm harus

mendapatkan penanganan agar tidak terjadi komplikasi pada

janin. Ibu yang memiliku ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA)

di bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR (Depkes

RI, 2009).

5) Penyakit pada Kehamilan

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya

BBLR adalah penyakit infeksi seperti TORCH (Toxoplasma,

Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes), malaria, sifilis, dan

HIV/AIDS (WHO, 2007). Yang paling terkenal adalah

infeksi yang disebabkan oleh rubella dan cytomegalovirus.

Mekanisme yang mengganggu pertumbuhan janin tampaknya

berbeda pada kedua infeksi virus ini. Cytomegalovirus

dikaitkan dengan sitolisis langsung dan kehilangan sel-sel

fungsional. Infeksi rubella menyebabkan insufisiensi

vaskular dengan merusak endotelium pembuluh darah kecil.

Laju pembelahan sel juga menurun pada infeksi rubela

kongenital (Cunningham et al., 2005).

Selain penyakit infeksi, penyakit yang diderita selama

hamil yang lain dapat menyebabkan BBLR. Ibu yang

Page 9: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

14

mengalami penyakit memilki risiko melahirkan BBLR 2,91

kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami

penyakit selama hamil, seperti: hipertensi, hipotensi,

preeklamsi, eklamsi, kekurangan energy protein, TBC

(Tuberculosis), jantung, asma, malaria, serta cacat kongenital

(Sistiarini, 2008; Rochjati, 2003).

6) Faktor Kehamilan

Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan

ante partum, serta komplikasi kehamilan seperti pre-

eklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini, dapat

mempengaruhi pertumbuhan berat badan janin. Hamil dengan

hidramnion yaitu cairan ketuban yang melebihi normal.

Hamil ganda yaitu jumlah janin yang dikandung lebih dari

satu. Kehamilan dengan dua janin atau lebih kemungkinan

besar dipersulit oleh pertumbuhan kurang pada salah satu

atau kedua janin dibanding dengan janin tunggal normal

(Cunningham et al., 2005). Perdarahan ante partum adalah

pedarahan yang keluar dari jalan lahir yang terjadi pada masa

kehamilan. Pre-eklampsia/eklampsia adalah keadaan ibu

hamil dengan tekanan darah yang meningkat, keadaan ini

sangat mengancam jiwa ibu dan janin yang dikandung.

Ketuban pecah dini yaitu kondisi dimana air ketuban pecah

sebelum waktunya dan biasanya penyebab paling sering

benturan pada kandungan (Karasahin et al., 2006)

Page 10: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

15

7) Kelainan Plasenta dan Tali Pusat

Pemisahan plasenta parsial kronis, infark luas, atau

korioangioma kemungkinan menyebabkan hambatan

pertumbuhan janin. Plasenta sirkumvalata atau plasenta

previa dapat mengganggiu pertumbuhan. Insersi marginal tali

pusat dan khususnya insersi velamentosa lebih mungkin

disertai gangguan pertumbuhan janin (Cunningham et al.,

2005).

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi kebersihan dan kesehatan

lingkungan serta ketinggian tempat tinggal. Kebersihan

lingkungan yang kurang akan dapat berdampak pada

kesehatan ibu hamil yang merupakan kelompok rentan

terhadap penyakit. Lingkungan yang kurang bersih dapat

menyebabkan penyakit infeksi misalnya herpes, diare yang

dapat menganggu petumbuhan janin yang dikandungnya

(Bobak, 2005).

Kehamilan pada daerah dataran ketinggian akan dapat

terjadi gangguan transportasi oksigen dan menyebabkan

kapilerisasi sitotrofoblas sebagai respon terhadap hipoksia.

Hipoksia pada plasenta menyebabkan perubahan

pembentukan vili berupa percabangan angiogenesis

berlebihan, sehngga plasenta akan mengalami kegagalan

Page 11: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

16

sirkulasi uteroplasenta yang berpengaruh terhadap

terganggunya pertumbuhan janin (Huliah, 2008). Kelahiran

neonatus pada wanita kulit putih di dataran tinggi lebih kecil

daripada meraka yang dilahirkan di daerah ketinggian

permukaan laut. Sebagai contoh bayi aterm rata-rata 3400

gram pada permukaan laut, 3200 gram pada ketinggian 5000

kaki, dan 2900 gram pada ketinggian 10.000 kaki

(Cunningham et al., 2005).

2) Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi meliputi pendapatan, tingkat

pendidikan dan pengetahuan ibu hamil. Pendapatan memiliki

pengaruh secara tidak langsung terhadap kejadian BBLR.

Keluarga dengan pendapatan tinggi akan mampu memenuhi

kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Sebaliknya keluarga

dengan pendapatan rendah akan mengalami kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan gizi. Pada ibu hamil, kekurangan

nutrisi sangat berpengaruh pada kondisi janin yang

dikandung. FAO (2003) mengatakan bahwa kondisi ekonomi

mempengaruhi konsumsi makanan. Konsumsi makanan yang

rendah berakibat pada gizi yang buruk. Gizi buruk pada ibu

hamil mengakibatkan anak yang dikandungnya mengalami

BBLR.

Wanita dalam keluarga dan masyarakat yang

berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan

Page 12: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

17

kesehatan diri dan keluarganya, sedangkan wanita dengan

tingkat pendidikan yang rendah, menyebabkan kurangnya

pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu

hamil maupun bayinya. Pendidikan ibu juga akan

berpengaruh terhadap prilaku ibu dalam pencarian pelayanan

kesehatan pemeriksaan antenatal, lebih dari 90 % wanita

yang berpendidikan minimal sekolah dasar telah mencari

tempat pelayanan kesehatan pemeriksaan antenatal (Fibriani,

2007). Pengetahuan kesehatan reproduksi menyangkut

pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan,

penyuluhan, tanda dan cara mencegah kelahiran BBLR .

3) Teratogen Kimiawi

Semua teratogen dapat mengganggu pertumbuhan

janin. Beberapa antikonvulsan seperti fenitoin dan

trimetadoin, dapat menimbulkan sindrom yang spesifik

termasuk gangguan pertumbuhan janin (Cunningham et al.,

2005). Merokok menyebabkan gangguan pertumbuhan serta

kelahiran preterm yang berhubungan langsung dengan jumlah

rokok yang dikonsumsi (Shah et al., 2000). Narkotika dan

obat-obat sejenis bekerja dengan menurunkan asupan

makanan pada ibu dan jumlah sel janin. Alkohol adalah

teratogen poten yang efeknya setara dengan dosis yang

dikonsumsi. Penggunaan kokain juga dikaitkan dengan

Page 13: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

18

pertambahan berat janin yang buruk (Cunningham et al.,

2005).

4) Pemeriksaan Kehamilan

Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan

mengidentifikasi masalah yang timbul selama masa

kehamilan sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat

terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam

kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan.

Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita dapat segera

mengetahui apabila terjadi gangguan atau kelainan pada ibu

hamil dan janin yang dikandung, sehingga dapat segera

ditolong oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 2009).

Selama kehamilan berbagai program yang termasuk

dalam paket pelayanan ANC adalah 5T (Timbang Berat

badan, Ukur tinggi fundus, Tablet Fe, Imunisasi TT) dengan

paket tersebut diharapkan ibu secara rutin mengontrol

kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dengan

sebaran, 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester

ke dua dan 2 kali pada trimester ke tiga (Depkes RI, 2006).

Menurut WHO (2007) jumlah kunjungan yang dianjurkan

bagi seorang ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya

adalah lebih dari 4 kali kunjungan pada masa kehamilan.

Hasil penelitian Ridwan (2005) menunjukkan bahwa bila ibu

Page 14: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

19

tidak teratur melaksanakan ANC, maka 42,1% bayinya lahir

BBLR.

2.2.3. Cara pengukuran berat badan bayi baru lahir

Berat badan bayi baru lahir yang ditimbang sesuai cara

penimbangan bayi baru lahir menurut Bobak (2005) yaitu : 1)

Periksa timbangan bayi dalam kondisi baik atau tidak rusak. 2)

Sebelum ditimbang, jarum menunjukkan ketelitian angka nol (0).

3) Bayi ditimbang dengan posisi ditidurkan tanpa kain atau pakaian

bayi. 4) Catat berat badan bayi baru lahir pada angka yang telah

ditunjukkan jarum timbangan dengan teliti. Alat ukur berat badan

bayi baru lahir yang dipergunakan adalah timbangan bayi yang

sudah terstandar dengan ketelitian 0,01 kg (Widodo dkk., 2005).

2.3. Anemia pada Kehamilan

2.3.1. Definisi

Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah

merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi

darah. Menurut WHO Anemia kehamilan dapat didefinisikan

sebagai kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dalam darahnya di

bawah 11 gr%. Sedangkan menurut Depkes RI (2009) disebut

anemia dalam kehamilan jika kadar hemoglobin di bawah 11 gr%

pada trimester I dan III dan di bawah 10,5 pada kehamilan trimester

II. Keadaan kurangnya hemoglobin tersebut menyebabkan

Page 15: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

20

kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital

pada ibu dan janin menjadi berkurang (Varney, 2006).

Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan

saat persalinan bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan

bayinya (Depkes RI, 2009).

2.3.2. Faktor risiko Anemia Kehamilan

Anemia pada kehamilan dapat disebabkan berbagai faktor,

antara lain (Wiknjosastro, 2005):

a. Defisiensi zat besi (Fe)

Defisiensi zat besi pada kehamilan mencapai kurang

lebih 95%. Terjadinya peningkatan volume darah

mengakibatkan hemodilusi atau pengenceran darah sehingga

kadar Hb mengalami penurunan dan terjadi anemia. (Varney,

2006).

b. Status ekonomi

Menurut Varney (2006), terdapat sejumlah faktor yang

menjadi penyebab anemia seperti status ekonomi. Status

ekonomi yang lebih rendah menimbulkan angka nutrisi pada

ibu hamil buruk dan mengakibatkan angka anemia defisiensi

zat besi lebih tinggi.

c. Ras

Ras juga memainkan peranan sebagai contoh rata-rata

orang kulit hitam kadar hemoglobinnya lebih rendah daripada

Page 16: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

21

orang kulit putih tanpa memperhatikan tingkat sosio-ekonomi

(Arisman, 2009).

d. ANC (Antenatal Care)

Dipandang dari segi sosio-ekonomi wanita hamil yang

tidak pernah memeriksakan kehamilan atau memeriksakan diri

ke dukun (diasumsikan sebagai miskin), 90% diantara mereka

tidak pernah menelan tablet besi, sementara mereka yang

mampu ANC (Antenatal Care) di dokter justru memperoleh

lebih dari 90 butir tablet besi (Arisman, 2009).

e. Pendidikan

Faktor pendidikan juga berpengaruh saat pemberian

tablet besi. Efek samping dari tablet besi yang dapat

mengganggu seperti mual muntah sehingga orang cenderung

menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut berpangkal

dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka

memerlukan tambahan zat besi (Darlina, 2003).

f. Usia kehamilan

Menurut Darlina (2003), meningkatnya kejadian

anemia dengan bertambahnya umur kehamilan disebabkan

terjadinya perubahan fisiologis pada kehamilan yang dimulai

pada minggu ke-6, yaitu bertambahnya volume plasma dan

mencapai puncaknya pada minggu ke-26 sehingga terjadi

penurunan kadar Hb.

g. Jarak Kelahiran

Page 17: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

22

Salah satu penyebab yang dapat mempercepat

terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kelahiran yang

pendek (Darlina, 2003). Hal ini disebabkan karena adanya

kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dari

pemulihan faktor hormonal (Darlina, 2003). Menurut data

Badan Koordinasi Berencana Nasional (BKKBN) (2010), jarak

persalinan yang baik adalah minimal 24 bulan.

h. Paritas

Paritas atau jumlah persalinan juga berhubungan

dengan anemia. Wijianto (2002) menurut Hasil SKRT 1985-

1986 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada kelompok

paritas 0 lebih rendah daripada paritas 5 ke atas. Semakin

sering seorang wanita melahirkan maka semakin besar resiko

kehilangan darah dan berdampak pada penurunan kadar Hb.

i. Kurang Energi Kronik (KEK)

Darlina (2003) menyebutkan bahwa 41% (2.0 juta) ibu

hamil menderita kekurangan gizi. Deteksi KEK dengan ukuran

lingkar lengan atas (LILA) yang rendah yaitu <23,5 cm

mencerminkan kekurangan energy,protein dan zat gizi lain

dalam intake makanan sehari-hari. Dapat diasumsikan bahwa

ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita

anemia.

Page 18: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

23

j. Infeksi dan penyakit

Zat besi merupakan unsur penting dalam

mempertahankan daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang

penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar Hb <10 g/dl

memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan bakteri) yang

rendah pula. Ibu yang sedang hamil sangat peka terhadap

infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya meskipun

tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan

dampak berbahaya bagi janin (Bahar, 2006).

2.3.3. Klasifikasi Anemia pada Kehamilan

Secara umum menurut Wiknjosastro (2005), anemia dalam

kehamilan diklasifikasikan menjadi:

a. Anemia defisiensi besi sebanyak 62,3%

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi

akibat kekurangan zat besi dalam darah. Biasanya kekurangan

ini disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan

makanan dan karena perdarahan. Pengobatannya adalah

pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita

hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan. Untuk

menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi didapatkan

keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang

dan keluhan mual muntah pada hamil muda.

b. Anemia Megaloblastik sebanyak 29%.

Page 19: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

24

Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat

(pteryglutamic acid) dan defisiensi vitamin B12

(cyanocobalamin) walaupun jarang. Menurut Hudono (2007),

tablet asam folat diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila

disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dengan dosis 100-1000

mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.

c. Anemia Hipoplastik dan Aplastik sebanyak 8%

Anemia disebabkan karena sumsum tulang belakang

kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Wanita yang

menderita anemia hipoplastik biasanya akan menderita anemia

di kehamilan berikutnya. Cara memperbaiki anemia ini ialah

transfusi darah.

d. Anemia Hemolitik sebanyak 0,7%

Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah

merah berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya.

2.3.4. Patofisiologi Anemia pada Kehamilan

Anemia adalah berkurangnya kadar hemoglobin (Hb)

dalam darah. Hb adalah komponen di dalam sel darah merah

(eritrosit) yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh.

Jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen

diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi

merupakan bahan baku pembuat sel darah merah, jika jumlah sel

darah banyak, jumlah Hb pun banyak. Begitupula sebaliknya jika

kekurangan (Gibney, Margetts, Kearney, & Arab, 2008).

Page 20: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

25

Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan. Hal itu

disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat

makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam

darah dan sumsum tulang. Dalam kehamilan volume darah

bertambah banyak 30% sampai 40% yang dimulai dari minggu ke

10 dan puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Semakin

matang usia kehamilan semakin banyak pula produksi sel darah

merah yang dibutuhkan ibu hamil sesuai dengan proses

pertumbuhan dan perkembangan janin (Maryunani, 2008).

Peningkatan volume darah diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

adanya sirkulasi ke plasenta, uterus, dan mamma yang membesar

dengan pembuluh-pembuluh darahnya yang membesar pula.

Akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah kurang

dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi

pengenceran darah. Pertambahan tersebut yaitu sebagai berikut:

plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengencerean

darah atau hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri secara

fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita agar suplai

darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, meringankan kerja

jantung, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan

venous return pada posisi terlentang (supine), dan melindungi ibu

dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan

(Cunningham et al., 2005). Pengenceran itu meringankan beban

jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena

Page 21: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

26

sebagai akibat hipervolemia cardiac output meningkat. Kerja

jantung lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi

perifer juga berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik.

Pengenceran juga bermanfaat pada saat persalinan. Perdarahan

waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit

dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental (Wiknjosastro,

2005).

Di samping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi

untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel

darah merah janin dan plasenta (Gani et al., 2002). Selain itu, ibu

hamil memiliki tingkat metabolisme tinggi untuk membuat jaringan

tubuh janin, membentuknya menjadi organ, dan juga memproduksi

energi agar ibu hamil bisa tetap beraktivitas normal sehari-hari

(Paul, 2008).

Menurut Leveno (2009) pada gestasi tipikal dengan satu

janin, terdapat kebutuhan total ibu akan zat besi yang dipicu oleh

kehamilan rata-rata mendekati 1.000 mg dengan rincian sebagai

berikut

1. Penambahan komponen darah-eritrosit 450 mg

2. Plasenta 75 mg

3. Kebutuhan janin 300 mg

4. Kehilangan pada persalinan per vaginam 200 mg

5. Tindakan operasi seksio sesarea 225 mg

6. Kebutuhan untuk laktasi 1 mg/ hari

Page 22: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

27

Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap

kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya

menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Manuaba et. al.,

2008). Jika asupan Fe tidak mencukupi dari yang dibutuhkan

menyebabkan kadar Fe dalam darah menurun. Jika keadaan ini

terjadi terus menerus maka akan mengambil cadangan Fe di

sumsum tulang yang berguna untuk eritropoiesis. Penurunan

cadangan Fe di sumsum tulang dapat menyebabkan gangguan

pembentukan heme dan produksi eritrosit juga terganggu. Keadaan

ini menyebabkan berkurangnya produksi eritrosit oleh sumsum

tulang yang kemudian menyebabkan anemia (Murray, Granner &

Rodwell, 2009).

2.3.5. Gejala Anemia pada Kehamilan

Tanda dan gejala anemia pada kehamilan menurut Varney

(2007) dan Sin Sin (2008) adalah:

a. Letih, sering mengantuk, malaise

b. Pusing, lemah

c. Nyeri kepala

d. Luka pada lidah

e. Kulit, kuku, membrana mukosa, konjungtiva mata pucat

f. Tidak ada nafsu makan, mual, dan muntah

g. Mudah pingsan

h. Berdebar

i. Mata berkunang-kunang

Page 23: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

28

2.3.6. Penegakan Diagnosis

Untuk mengetahui apakah seseorang tersebut mengalami

anemia atau tidak maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar

hemoglobin. Salah satu cara yang dapat digunakan dan disarankan

oleh WHO adalah pemeriksaan dengan hemoglobin metode

cyanmethemoglobin. Metode cyanmethemoglobin ini cukup teliti

dan dianjurkan oleh International Committee for Standardization in

Hemathology (ICSH) (Masrizal, 2007). Sampai saat ini baik di

Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli

(Depkes, 2009; Kusumah, 2009).

Menurut Depkes RI (2009) anemia berdasarkan hasil pemeriksaan

digolongkan menjadi:

a. Hb 11gr% : tidak anemia

b. Hb 9-10,9gr% : anemia ringan

c. Hb 7-8,9gr% : anemia sedang

d. Hb <7gr% : anemia berat

2.4. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Berat Badan Lahir

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau

menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk

kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang

(Depkes RI, 2009). Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik

bagi ibu maupun janin yang dikandung. Terhadap janin meningkatkan risiko

kelahiran berat badan lahir rendah. Pertumbuhan janin dipengaruhi oleh suplai

Page 24: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

29

O2 dari plasenta ke janin. Terganggunya fungsi plasenta pada anemia

kehamilan akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan janin intra uterin

dan kelahiran berat badan lahir rendah (Wiknjosastro, 2005; Robert et.al.,

2008).

Pertumbuhan janin tergantung pada nutrisi yang baik dari ibu ke janin

oleh karena itu dibutuhkan perfusi uterus yang baik sehingga akan

berpengaruh terhadap kelahiran berat badan bayi. Selama kehamilan rahim,

plasenta dan janin memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi (Smith et al., 2010). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi

gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin,

yang mempengaruhi fungsi plasenta. Ibu hamil dengan anemia akan

berhubungan dengan fungsi plasenta karena terjadi gangguan penyaluran O2

dan zat makanan dari plasenta ke janin. Plasenta menunjukkan adanya

hipertrofi, kalsifikasi dan infark sehingga fungsinya terganggu. Hal ini

menyebabkan gangguan pertumbuhan janin (Wiknjosastro, 2005). Fungsi

plasenta yang menurun dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang

janin (Cunningham et al., 2005). Hilli (2009), berdasarkan hasil penelitiannya

menyatakan bahwa ada hubungan yang linier antara anemia ibu hamil dengan

berat badan bayi lahir. Berat badan bayi lahir rendah umumnya ditemukan

pada ibu hamil dengan anemia berat. Berat badan lahir biasanya masih dalam

batas normal pada ibu hamil dengan anemia ringan dan anemia sedang

meskipun lebih rendah dibandingkan dari ibu hamil tidak anemia.

Simanjuntak (2008) yang meneliti hubungan anemia pada ibu hamil

dengan kejadian BBLR di Rumah Sakit Umum Rantauprapat Kabupaten

Page 25: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

30

Labuhan Batu mendapatkan bahwa 86 dari 162 ibu hamil (53%) menderita

anemia, dan 36% ibu hamil dengan anemia melahirkan bayi BBLR. Hasil

penelitian Karasahin (2006) juga menunjukkan bahwa ibu hamil dengan

anemia, empat kali lebih berisiko melahirkan bayi premature dan 1.9 kali

berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

Page 26: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

31

2.5. Kerangka Teori

Faktor internal ibu :

Faktor kehamilan:

Faktor eksternal:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Fungsi plasenta terganggu

Plasenta hipertrofi, kalsifikasi, infark

Gangguan tumbuh kembang janin

Perfusi O2 dan nutrisi ke plasenta ↓

2. usia ibu hamil < 20, > 35

3. multiparitas dan jarak kehamilan < 2 tahun

4. status gizi ibu buruk5. penjakit jantung6. KEK7. Tuberculosis8. Infeksi TORCH

BBLR

1. demografi2. sosial ekonomi

rendah3. ANC buruk4. Teratogen kimiawi

(merokok, alkohol, obat, narkotika)

1. kehamilan ganda2. hidramnion3. preeklamsi4. perdarahan antepartum5. kelainan plasenta dan

tali pusat6. KPD

1. Anemia pada kehamilan

Page 27: Bab II Tinjauan pustaka Anemia BBLR

32

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka KonsepKeterangan:

Variabel perancu yang sudah dikendalikan :

Variabel perancu yang belum dikendalikan

2.7. Hipotesis

Terdapat hubungan anemia pada kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD

Margono Soekardjo Purwokerto tahun 2013.

Variabel perancu:Usia IbuParitas dan Jarak kelahiranPenyakit jantunghipertensiDiabetes mellitusTuberculosisKeganasanPerdarahan AntepartumKehamilan HidramnionPreeklamsi/eklamsiKPD

Variabel Dependen

Anemia pada Kehamilan

Variabel Independen

Kejadian BBLR

Variabel perancu : ANC burukSosial ekonomi rendahSatus gizi ibuPenyakit infeksiTeratogen kimiawi