bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang konsep...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Konsep Teori Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti
berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil
guna atau menunjang tujuan. Efektivitas di definisikan oleh para pakar
dengan berbeda-beda tergantung pendekatan yang digunakan oleh masing-
masing pakar. Secara etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif,
dalam bahasa Inggris effectiveness yang telah mengintervensi ke dalam
Bahasa Indonesia dan memiliki makna “berhasil”. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia efektivitas adalah keefektifan, yaitu keberhasilan suatu
usaha, tindakan10. Sedangkan, efektivitas hukum secara tata bahasa dapat
diartikan sebagai keberhasil gunaa hukum, hal ini berkenaan dengan
keberhasilan pelaksanaan hukum itu sendiri, sejauh mana hukum atau
peraturan itu berjalan optimal dan efisien atau tepat sasaran.
Menurut Lawrence M. Friedman efektif atau tidaknya suatu perundang-
undangan sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, yang kita kenal sebagai
efektivitas hukum, dimana ketiga faktor tersebut adalah
1. Substansi Hukum Substansi hukum adalah inti dari
peraturan perundang-undang itu sendiri.
10Anton M. Moelyono, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, hlm. 6
16
2. Struktur Hukum Struktur hukum adalah para penegak
hukum. Penegak hukum adalah kalangan penegak hukum
yang langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum
tersebut.
3. Budaya Hukum. Budaya hukum adalah bagaimana sikap
masyarakat hukum di tempat hukum itu dijalankan. Apabila
kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan yang telah
ditetapkan dapat diterapkan maka masyarakat akan menjadi
faktor pendukung. Namun bila masyarakat tidak mau
mematuhi peraturan yang ada maka masyarakat akan
menjadi faktor penghambat utama dalam penegakan
peraturan yang dimaksud.11
B. Tinjauan Umum Tentang Pecandu Narkotika
1. Definisi Pecandu Narkoba
Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada
Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
2. Karakteristik Pecandu Narkoba
Apabila kita melihat di dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 422/menkes/sk/iii/2010 tentang Pedoman
Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza, memberikan
11 Abdullah, Mustafadan Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,
Jakarta : CV.Rajawali
17
gambaran bagaimana karakteristik / parameter seorang pecandu
narkotika adalah sebagai berikut:12
a. Ciri pecandu narkotika secara umum:
1. Suka berbohong
2. Delusive (tidak biasa membedakan dunia nyata dan khayal)
3. Cenderung malas
4. Cendrung vandalistis (merusak)
5. Tidak memiliki rasa tanggung jawab
6.Tidak bisa mengontrol emosi dan mudah terpengaru terutama
untuk hal – hal yang negatif
b. Gejala dan ciri fisik pecandu narkoba13
Yang dimaksud dengan ketergantungan fisik mencakup gejala
– gejala yang timbul pada fisik pecandu yang menyebabkan pecandu
tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada narkotika.
Hal ini dipengaruhi oleh sifat toleransi yang dibawa oleh narkotika
itu sendiri, yaitu keadaan dimana pemakaian narkotika secara
berulang – ulang membentuk pola dosis tertentu yang menimbulkan
efek turunnya fungsi organ – organ sehingga untuk mendapatkan
fungsi yang tetap diperlukan dosis yang semakin lama semakin
besar. Seseorang dikatakan sebagai pecandu menurut petugas
assessment di BNN Kota Batu adalah ketika seseorang itu telah
12 Lihat Lampiran Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
422/menkes/sk/iii/2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza 13 Wawancara dengan Edi.HK. Kepala Sie Pencegahan dan Pemberdayaan masyarakat
BNN Kota Batu, 8 Februari 2016
18
menggunakan narkotika selama 3 tahun, pemakaian mencapai 4 kali
atau lebih dalam satu hari, dan telah addicted ( kecanduan ), tahapan
seseorang menggunakan narkotika dapat dibagi menjadi 3 tahap: 1.
Tahap coba – coba, 2. Tahap pengguna, 3. Tahap Pecandu
Narkotika.
3. Ciri-ciri fisik dan Psikologi Pecandu Narkoba :
a. Ciri-ciri fisik Pecandu Narkotika
1. Pusing / sakit kepala
2. Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan
3. Mata terlihat cekung dan merah, muka pucat
4. Bicara cadel
5. Mual
6. Badan panas dingin
7. Sakit pada tulang- tulang dan persendian
8. Sakit hampir pada seluruh bagian badan
9. Mengeluarkan keringat berlebihan.
10. Pembesaran pupil mata
11. Mata berair
12. Hidung berlendir
13. Batuk pilek berkepanjangan
14. Serangan panik
15. Ada bekas suntikan atau bekas sayatan di tangan
b. Ciri-ciri Psikologi Pecandu Narkotika
19
1. Halusinasi
Pemakai biasanya merasakan dua perasaan berbeda yang
intensitasnya sama kuat. Akibat dari ini menimbulkan
penglihatan – penglihatan bergerak, warna– warna dan mata
pemakai akan menjadi sangat sensitif terhadap cahaya terang.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan terhadap hewan
percobaan, efek hallucinogen ini mempengaruhi beberapa jenis
zat kimia yang menyebabkan tertutupnya system penyaringa
informasi.
2. Paranoid
Penyakit kejiwaan yang biasanya merupakaan bawaan
sejak lahir ini juga dapat ditimbulkan oleh pengguna narkoba
dengan dosis sangat besar pada jangka waku berdekatan.
Pengguna merasa depresi, merasa diintai setiap saat dan
curiga yang berlebihan. Keadaan ini memburuk bila
pengguna merasa putus obat, menyebabkan kerusakan
permanen dalam system saraf utama. Hasilnya adalah
penyakit jiwa kronis dan untuk menyembuhka membutuhkan
waktu sangat lama. Efek ini ditimbulkan oleh jenis shabu –
shabu yang
3. Ketakutan pada bentuk – bentuk tertentu
Pengguna narkoba pada masa putus zat (sakau) memiliki
kecenderunganpisikologis ruang yang serupa diantaranya:
20
a. Takut melihat cahaya
b. Mencari ruang sempit dan gelap
c. Takut pada bentuk ruang yang menekan
4. Histeria
Pengguna cenderung bertingkah laku berlebihan diluar
kesadarannya, ciri –cirinya adalah:
a. Berteriak – teriak
b. Tertawa – tawa diluar sadar
c. Menangis
d. Merusak
Efek ini dapat ditimbulkan dari berbagai macam jenis
narkotika karena pada dasarnya, efek pisikologis yang
ditimbulkan narkotika juga dipengaruhi oleh pembawaan
pribadi pecandu14.
C. Tinjauan Umum Tentang Narkoba
1. Definisi Narkotika
Narkotika secara etimologis berasal dari bahasa Inggris narcose
atau narcois yang berarti menidurkan dan pembiusan. Kata narkotika
berasal dari Bahasa Yunani yaitu narke yang berarti terbius sehingga
tidak merasakan apa-apa.15 Dari istilah farmakologis yang digunakan
adalah kata drug yaitu sejenis zat yang bila dipergunakan akan
membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai
14 Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia. Jakarta:2005, hlm 6 15 Hari Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana Untuk
Mahasiswa dan Praktisi Serta Penyuluh Masalah Narkoba, Mandar Maju, Bandung, hlm. 35.
21
seperti mempengaruhi kesadaran dan memberikan ketenangan,
merangsang dan menimbulkan halusinasi.16 Secara terminologis
narkotika dalam Kamus Besar Indonesia adalah obat yang dapat
menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa
mengantuk dan merangsang.17
Menurut beberapa sarjana maupun ahli hukum, pengertian
narkotika adalah sebagai berikut :
1. Soedjono D menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika
adalah sejenis zat, yang bila dipergunakan (dimasukkan dalam
tubuh) akan membawa pengaruh terhadap tubuh si pemakai.
Pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang dan
menimbulkan khayalan atau halusinasi.18
2. Edy Karsono, narkotika adalah zat/bahan aktifyang bekerja pada
sistem saraf pusat (otak) yang dapat menyebabkan penurunan
sampai hilangnya kesadaran dan rasa sakit (nyeri) serta dapat
menimbulkan ketergantungan (ketagihan).19
3. Elijah Adams memberikan definisi narkotika adalah terdiri dari zat
sintetis dan semi sintetis yang terkenal adalah heroin yang terbuat
dari morfhine yang tidak dipergunakan, tetapi banyak nampak
16 Soedjono, D, 1977, Narkotika dan Remaja, Alumni Bandung, (selanjutnya disebut
Soedjono, D I), hlm. 3. 17 Anton M. Moelyono, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, hlm. 609. 18 Ibid 19 Soedjono D, 1977, Segi Hukum tentang Narkotika di Indonesia, Karya Nusantara,
Bandung, hlm. 5.
22
dalam perdagangan-perdagangan gelap, selain juga terkenal dengan
istilah dihydo morfhine.20
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-
golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini. Sehingga
berdasarkan penjelasan pengertian narkotika diatas, dapat disimpulkan
bahwa narkotika merupakan zat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman yang dapat menyebabkan penurunan, perubahan kesadaran,
mengurangi sampai menghilangkan nyeri, menimbulkan khayalan atau
halusinasi dan dapat menimbulkan efek ketergantungan yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
undang-undang ini atau kemudian ditetapkan. dengan keputusan
menteri kesehatan
2. Penggolongan Narkotika
Narkotika yang merupakan zat atau obat yang pemakaiannya
banyak digunakan oleh tenaga medis untuk digunakan dalam
pengobatan dan penelitian memiliki beberapa penggolongan.
20 Wilson Nadaek, 1983, Korban dan Masalah Narkotika, Indonesia Publing House,
Bandung, hlm. 122.
23
Berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) Undang-undang Narkotika, narkotika
digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : heroin, kokain, ganja.
b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh :
morfin, petidin, turuna/garam dalam golongan tersebut.
a. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : kodein, garam-garam narkotika dalam
golongan.
3. Jenis-jenis Narkoba
1. Tembakau
Tembakau digunakan dalam bentuk rokok, cerutu, tembakau pipa,
tembakau kunyah, dan susur. Paling umum adalah penggunaan
rokok baik rokok putih, kretek maupun cerutu. Zat berbahaya bagi
kesehatan yang dikandung rokok adalah nikotin, carbon
monoksida, dan hydrogen sianida yang diserap tubuh melalui paru.
24
Nikotin, merupakan zat adiktif dalam tembakau, karena efek
toksiknya, digunakan juga sebagai insektisida. Tembakau bersifat
stimulan dan depresan. Perokok pemula akan mengalami euforia,
kepala terasa melayang, pusing, pening, debar jantung dan
pernafasan meningkat, dan sensasi tingling pada tangan dan kaki.
Perokok kronis akan kurang peka terhadap cita rasa dan pembauan
Tak semua perokok pemula menjadi adiksi di kemudian
hari, banyak yang berhenti merokok karena berbagai alasan.
Perokok ketergantungan mengalami masa tak nyaman ketika ia
menghentikan rokok, terjadi gejala putus rokok seperti gelisah,
anxietas, sulit tidur, berkeringat, debar jantung dan tekanan darah
menurun, tak bisa konsentrasi, nafsu makan yang kompulsif, sakit
kepala dan sensitif, dapat terjadi. Simtom fisik putus nikotin terjadi
selama satu sampai tiga minggu. Masalah medik terkait pengguna
tembakau dirokok dalam jangka panjang adalah gangguan pada
sistim pernafasan, jantung dan pembuluh darah, kanker, sistem
digestif, gangguan makan, dan reaksi alergi. Penggunaan tembakau
tanpa dirokok seperti tembakau kunyah dan hidu, juga
mengganggu kesehatan seperti lesi mulut dan kanker
2. Alkohol
Alkohol adalah zat yang memproduksi efek ganda pada tubuh:
pertama adalah efek depresan yang singkat dan kedua adalah efek
agitasi pada
25
susunan saraf pusat yang berlangsung enam kali lebih lama dari
efek depresannya.Kesadaran atas kedua efek ini sangat tergantung
pada kondisi susunan saraf pusat pada saat penggunaan alkohol
berlangsung. Dengan demikian efek penggunaan alkohol juga
tergantung pada seting lingkungan penggunaan dan kepribadian
orang yang bersangkutan. Masalah alkohol menyolok dibeberapa
wilayah Indonesia. Media massa memuat berita beberapa orang
meninggal dalam acara pesta alkohol akibat penggunaan alkohol
lokal, atau didapatkan dalam populasi tertentu penggunaan alkohol
yang sulit dihentikan.
Alkoholisme merupakan penyakit dengan empat gambaran utama:
a. Carving - keinginan kuat untuk minum
b. Kehilangan kendali diri -tak mampu menghentikan kebiasaan
minum
c. Ketergantungan fisik - simtom putus alkohol seperti nausea,
berkeringat atau
gemetar setelah berhenti minum
a. Toleran - kebutuhan untuk meningkatkan jumlah minum
3. Amfetamin
Merupakan golongan stimulansia. Nama generik amfetamin adalah
D-pseudo epinefrin yang di sintesa tahun 1887 dan dipasarkan
tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama jalanannya adalah speed,
26
meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Bentuknya berupa bubuk
warna putih dan keabu-abuan
Ada dua jenis amfetamin :
1. MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine), mulai di kenal
sekitar tahun 1980 dengan nama Ecstacy atau Ekstasi yang
berbentuk pil atau kapsul. Nama lain : xtc, fantasy pils, inex, cece,
cein, Saat ini Ekstasi tidak selalu berisi MDMA karena merupakan
NAPZA yang dicampur zat lain (designer drugs) untuk
mendapatkan efek yang diharapkan / dikehendaki.
2. Metamfetamin
Efek Amfetamin
Efek Psikologis dan Fisik akut
Efek fisik dan psikologis jangka panjang
Gejala Intoksikasi:
4. Inhalan
Inhalan merupakan zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek
psikoaktif. Inhalan terkandung dalam barang yang lazim digunakan
dalam rumah tangga sehari-hari seperti lem, hair sprays, cat, gas
pemantik, bisa digunakan oleh anak-anak agar cepat high.
Kebanyakan anak-anak tidak mengetahui risiko menghirup gas
yang mudah menguap ini. Meski hanya dihirup dalam satu waktu
pendek, penggunaan inhalan dapat mengganggu irama jantung dan
menurunkan kadar oksigen, yang keduanya dapat menyebabkan
27
kematian. Penggunaan regular akan mengakibatkan gangguan pada
otak, jantung, ginjal dan hepar
5. LSD
LSD (lysergic acid diethylamide) bentuknya dapat cair,
kertas, pil dan ditelan. LSD merupakan halusinogen kuat yang
popular tahun '60 dan sekarang popular lagi. Bahan kimia tak
berbau, tak berwarna dan dibuat oleh laboratorium gelap. Nama
jalanan acid, blotter acid, microdot, dan white lightning, berefek
halusinogen atau high seperti "trip."
Biasanya digunakan dalam dosis kecil, karena efeknya
sangat kuat. Tetesan kecil diatas kertas, atau di agar-agar atau
benda lain yang dapat meresap cairan lalu ditelan. Semua benda
yang dapat ditelan dan menyerap air dapat digunkan untuk
menelan LSD. Efek halusinogenik dari LSD dapat bertahan 2-12
jam. Selama masa ini kemampuanpengguna dalam mengambil atau
menilai suatu keputusan dapat terganggu, persepsi visual
mengalami distorsi dan dapat mengalami halusinasi (daya nilai
realita terganggu).
6. Kokain
Kokain merupakan stimulan yang kuat dan mengakibatkan
ketergantungan kuat pada penggunanya. Dalam upaya
mendapatkan efek high, mereka menggunakan dosis yang makin
lama rnakin meningkat. Dalam peredarannya, kokain merupakan
28
bubuk berwarna putih, sebagai bentuk garam kokain hidroklorida
atau freebase. Kokain hidroklorida larut dalam air , digunakan
dengan disuntikan atau dihidu. Bentuk freebase digunakan dengan
cara dibakar seperti rokok. Crack adalah nama jalanan untuk
kokain yang dapat dirokok, bentuknya seperti kristal batu karang
Karena cara penggunaannya kokain menimbulkan efek fisik pada
tubuh sebagai berikut:
1. Masalah jantung, termasuk serangan jantung
2. Gangguan respirasi sampai kegagalan pernafasan
3. Gangguan sistem syaraf, termasuk stroke
4. Gangguan pencernaan , penurunan nafsu makan
D. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi
1. Definisi Rehabilitasi
Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses
pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan, dan
masa menjalani rehabilitasi tersebut diperhitungkan sebagai masa
menjalani hukuman.21 Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga
merupakan suatu bentuk perlindungan sosial yang mengintegrasikan
pecandu narkotika ke dalam tertib sosial agar dia tidak lagi melakukan
penyalagunaan narkotika
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang
ditujukan kepada pecandu narkoba yang sudah menjalani program
21 Pasal 103 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
29
kuratif. Tujuannya agar pecandu tidak memakai lagi dan bebas dari
penyakit ikutan seperti kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantung,
paru – paru, ginjal, hati, dan lain – lain), kerusakan mental, perubahan
karakter kearah negative, asocial, penyakit – penyakit ikutan seperti
HIV / AIDS, Hepatitis, sifilis, dan lain – lain yang disebabkan oleh
bekas pemakaian narkoba. Rehabilitasi adalah bukan sekedar
memulihkan kesehatan semula si pecandu, melainkan memulihkan
serta menyehatkan seorang pecandu secara utuh dan menyeluruh.
Rehabilitasi narkoba adalah suatu proses yang berkelanjutan dan
menyeluruh. Penyakit narkoba bersifat khusus dan selalu
meninggalkan rasa ketagihan mental maupun fisik. Ada yang berhasil
mengatasinya dalam waktu yang relatif singkat, tetapi ada juga yang
harus berjuang seumur hidup untuk menjinakkannya. Karena itu
rehabilitasi korban narkoba harus meliputi usaha – usaha untuk
mendukung para korban, hari demi hari dalam membuat
pengembangan dan pengisian hidup secara bermakna serta berkualitas
di bidang fisik, mental, spiritual, dan sosial
2. Jenis-Jenis Rehabilitasi
a. Narkotika terdiri dari 2 (dua) yaitu Jenis Rehabilitasi Istilah
rehabilitasi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika terdiri dari 2 (dua) yaitu:
1. Rehabilitasi medis yaitu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan
30
narkotika, sesuai Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
2. Rehabilitasi Sosial yaitu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu baik fisik, mental maupun social, agar bekas pecandu
narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi social dalam
kehidupan masyarakat, sesuai Pasal 1 angka 17 Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.22
3. Tahap-tahap Rehabilitasi
Seseorang yang selalu menggunakan/mengkonsumsi narkotika,
lambat laun akan mengalami ketergantungan. Ketergantungan
merupakan gejala khas yaitu timbulnya toleransi dan atau gejala putus
asa. Toleransi merupakan penggunaan jumlah narkotika yang semakin
besar agar diperoleh. pengaruh yang sama terhadap tubuh, sedangkan
gejala putus asa terjadi apabila pemakaian dihentikan atau jumlah
pemakaiannya dikurangi. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang
undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ketergantungan
narkotika adalah “kondisi yang ditandai eh dorongan untuk
menggunakan narkotika secara terus menerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas Ketergantungan
terhadap narkotika disebut sebagai suatu penyakit dan bukan
22 AR. Sujono, Bony Daniel, 2011, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 74
31
kelemahan moral. Sebagai penyakit, penyalahgunaan narkotika dapat
dijelaskan gejala yang khas, yang berulang kali kambuh (relapse) dan
berlangsung progresif, artinya makin memburuk jika tidak ditolong
dan dirawat dengan baik. Agar ketergantungan terhadap narkotika
tersebut dapat disembuhkan, maka perlu dilakukan terapi dan
rehabilitasi. Tujuan terapi dan rehabilitasi merupakan suatu rangkaian
proses pelayanan yang diberikan kepada pecandu untuk
melepaskannya dari ketergantungan pada narkotika, sampai ia dapat
menikmati kehidupan bebas tanpa narkotika. Adapun tahap-tahap
dalam rehabilitasi :
1. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi) Tahap ini pecandu diperiksa
seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter terlatih.
Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat
tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita.
Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringannya
gejala putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman,
dan keahlian guna mendeteksi gejala kecanduan narkotika tersebut.
2. Tahap rehabilitasi nonmedis Tahap ini pecandu ikut dalam program
rehabilitasi. Di Indonesia sudah dibangun tempat-tempat rehabilitasi,
sebagai contoh di bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah
Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di
tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program
32
diantaranya program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua
belas langkah), pendekatan keagamaan, dan lain-lain.
3. Tahap bina lanjut (after care) Tahap ini pecandu narkotika diberikan
kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-
hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap
berada dibawah pengawasan.23
4. Tujuan Rehabilitasi Narkotika
Tujuan rehabilitasi adalah:
1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta
tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun
masyarakat atau lingkungan sosialnya.
2. Memulihkan kembali kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara wajar.
3. Selain penyembuhan secara fisik juga penyembuhan keadaan sosial
secara menyeluruh.
4. Penyandang cacat mencapai kemandirian mental, fisik, psikologis
dan sosial, dalam anti adanya keseimbangan antara apa yang masih
dapat dilakukannya dan apa yang tidak dapat dilakukannya
E. Tinjauan Umum Tentang Komponen Program Rehabilitasi medis
Rawat jalan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia
apabila kita melihat petunjuk teknis rawat jalan BNN
bahwasannya pelaksanaan durasi rawat jalan ini 8-12 kali pertemuan
23 Lina Haryati, 2011, Tahap-Tahap Pemulihan Pecandu narkotika”, avaiable from : URL
:http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2012/08/24/514/tahap-tahap-pemulihan-pecand
unarkoba.htm, diakses tanggal 2 Desember 2016
33
dengan bentuk pelayanan terapi individual maupun kelompok.
Langkah-langkah Pelaksanaan rawat jalan ini yaitu :
1. Assesmen
Asesmen narkotika adalah suatu proses mendapatkan
informasi menyeluruh pada individu dengan gangguan penggunaan
zat/narkotika, baik pada saat awal masuk program, selama menjalani
program dan setelah selesai program.
a. Tujuan
1. Menginisiasi komunikasi dan interaksi terapeutik
2. Mendapat gambaran klien secara lebih menyeluruh dan akurat
3. Meningkatkan kesadaran tentang besar dan dalamnya masalah yang
dihadapi oleh klien terkait penggunaan narkotika
4. Menegakkan diagnosis
5.Memberikan umpan balik Memotivasi perubahan perilaku -
Menyusun rencana terapi
b. Riwayat Penggunaan Narkotika
Asesmen penggunaan zat/narkotika menggunakan formulir wajib
lapor meliputi :
1. Data Demografis
2. Status Medik
3. Status Pekerjaan/ Dukungan Hidup
4. Status Penggunaan /Zat
5. Status Legal
34
6. Status Keluarga
7. Status Psikiatris
8. Pemeriksaan Urin Zat (Rapid Test)
9. Resume
10. Rencana Terap
c. SDM : Petugas klinik IPWL BNN yang terlatih dan tela
memiliki sertifikasi asesor. - Penegakkan diagnosa hanya
dilakukan oleh Dokter - Penandatanganan Formulir Asesmen
Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis harus dilakukan oleh Dokter,
petugas asesor, dan klien
2. Pemerikasaan fisik
Pengertian : pemeriksaan fisik secara menyeluruh oleh dokter
pada klien yang datang berobat.
Ruang Lingkup Tindakan adalah Klinik Pratama.
SDM yang berperan adalah Dokter dan perawat terlatih.
3. Pemeriksaan urin zat
Pengertian adalah pemeriksaan urin pada klien untuk
mendeteksi zat spesifik yang digunakan.
Ruang Lingkup Tindakan adalah Laboratorium sederhana pada
klinik pratama.
SDM yang berperan adalah Dokter, perawat terlatih, laboran
35
4. Layanan medis
Pengertian adalah pemberian pengobatan yang diberikan
kepada klien atas indikasi medis atau berdasarkan diagnosa
yang ditetapkan dokter.
Ruang Lingkup Tindakan adalah Klinik Pratama
SDM yang berperan adalah Dokter dan Perawat Terlatih
5. Detoksifikasi
Detoksifikasi merupakan langkah awal proses terapi
ketergantungan zat/narkotika dan merupakan intervensi medik
jangka singkat, yang bertujuan untuk mengurangi, meringankan
atau meredakan keparahan gejala- gejala putus zat.
a. Simtomatik Adalah pemberian medikasi simtomatik
(mengurangi gejala-gejala klinis yang muncul) pada kondisi
putus zat.
b. Ruang Lingkup Tindakan Klinik Pratama
c. SDM Dokter dan perawat terlatih
d. Tata laksana :
1 Jam atau waktu pelaksanaan klinik sesuai dengan
keputusan internal institusi
2 Pemberian terapi simtomatik sesuai dengan gejala fisik
dan psikis yang muncul akibat penggunaan
3 Lamanya terapi simtomatik maksimal satu minggu,
dengan frekuensi kunjungan minimal dua kali
36
4 Bila gejala tidak teratasi lebih dari satu minggu,
lakukan rujukan pada fasilitas layanan kesehatan yang
lebih tinggi
6. Layanan kesehatan fisik dan psikis lainnya
Adalah konseling pada klien yang akan melakukan tes HIV
Ruang Lingkup Tindakan adalah Klinik Pratama dan
Laboratorium.
SDM yang berperan adalah Konselor HIV terlatih dari berbagai
profesi.
Tata Laksana
a Komunikasi 2 (dua) arah antara konselor dengan klien
dengan membina kepercayaan dari klien
b. Waktu konseling 30 – 60 menit
c. Pemberian Informulirasi tenang HIV dan IMS
d. Penawaran tes HIV untuk diagnostik
e. Memberikan penjelasan prosedur
f. Menjamin konfidensialitas
g. Menyakinkan kesediaan klien untuk menjalani Tes dan
meminta Persetujuan Klien (informed concent
h. Pemberian Informasi tambahan
i. Pemeriksaan laboratorium HIV dan IMS
j. Konseling penyampaian hasil
37
k. Informulirasi untuk tes ulang bedasarkan hasil penilaian risiko
klinis
l. Merujuk ke layanan RS yang memiliki fasilitas PDP/CST bila
hasil tes Positif
m. Pendokumentasian menggunakan formulir rawatan lanjut
7. Konseling adiksi
Adalah intervensi psikologis berupa pendekatan melalui
suatu kolaborasi antara konselor adiksi dengan klien dalam
perencanaan yang didiskusikan dan disetujui bersama.
Ruang Lingkup Tindakan adalah Klinik Pratama.
SDM yang berperan adalah konselor adiksi terlatih dari
berbagai profesi.
8. Wawancara motivasional
Pengertian adalah wawancara dimana interaksinya berpusat
kepada klien dan bertujuan untuk menggali dan mengatasi
ambivalensi tentang penggunaan zat/narkotika melalui tahapan
perubahan.
Ruang Lingkup Tindakan adalah Klinik Pratama
SDM yang berperan adalah konselor adiksi terlatih dari
berbagai profesi
38
9. Cognitive Behavioral therapy
Pengertian adalah psikoterapi yang digunakan dalam
menghadapi berbagai persoalan-persoalan psikologis individual
dalam konteks juknis ini adalah Adiksi.
Ruang Lingkup Tindakan adalah Klinik Pratama
SDM yang berperan adalah Konselor adiksi terlatih dari
berbagai profes
10. Pecegahan kekambuhan
Pengertian adalah Adalah pencegahan kekambuhan
yang terjadi dalam proses pemulihan pada klien pengunaan
zat/narkotika.
Ruang Lingkup Tindakan adalah Klinik Pratama
SDM yang berperan adalah Konselor adiksi terlatih dari
berbagai profesi