bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum tentang...

27
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Penyidikan dan Penyidik 1. Pengertian Penyidikan Dalam suatu kasus yang berhubungan dengan tindak pidana tentu saja membutuhkan informasi atau data yang dianggap valid untuk menemukan fakta yang dilakukan oleh pihak berwajib. Di dalam kasus- kasus kejahatan yang ada saat ini banyak pelaku atau tersangka yang telah melakukan kejahatan melawan hukum atau tindak pidana, disinilah peran pihak berwajib atau yang terkait untuk menemukan siapa pelaku atau tersangka dalam satu kasus yaitu seperti penyidik kepolisian, PPNS, dll. Penyidikan harus dilakukan oleh para penyidik guna mencari atau mengumpulkan barang bukti agar tercipta keadilan yang seadil-adilnya Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yaitu: “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanyaBerdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah: a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan- tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan; b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

Upload: others

Post on 15-Oct-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Penyidikan dan Penyidik

1. Pengertian Penyidikan

Dalam suatu kasus yang berhubungan dengan tindak pidana tentu

saja membutuhkan informasi atau data yang dianggap valid untuk

menemukan fakta yang dilakukan oleh pihak berwajib. Di dalam kasus-

kasus kejahatan yang ada saat ini banyak pelaku atau tersangka yang

telah melakukan kejahatan melawan hukum atau tindak pidana,

disinilah peran pihak berwajib atau yang terkait untuk menemukan

siapa pelaku atau tersangka dalam satu kasus yaitu seperti penyidik

kepolisian, PPNS, dll. Penyidikan harus dilakukan oleh para penyidik

guna mencari atau mengumpulkan barang bukti agar tercipta keadilan

yang seadil-adilnya

Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP

yaitu:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari

serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”

Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP, unsur-unsur yang

terkandung dalam pengertian penyidikan adalah:

a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung

tindakan- tindakan yang antara satu dengan yang lain saling

berhubungan;

b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik;

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

12

c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang

dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan

menemukan tersangkanya.

Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah

penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau

tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak

pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan

hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan

pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap

atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat

penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan

bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang

ditemukan dan juga menentukan pelakunya.

2. Pengertian Penyidik

Dalam Pasal 1 butir ke-1 KUHAP disebutkan Penyidik adalah

“Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri

sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang

penyidik dalam pasal 6, yang memberikan batasan pejabat penyidik

dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan

tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat penyidik negeri

sipil.”

Untuk menjadi seorang penyidik harus memenuhi beberapa syarat

yang sudah ditentukan oleh undang-undang, karena penyidik harus sudah

mengerti hukum untuk melakukan proses penyidikan maka dari itu

diperlukan penyidik yang mempunyai integritas yang baik agar penyidikan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

13

berjalan sesuai dengan prosedur yang ada. Apabila pejabat penyidik Polri

berpangkat rendah tidak bisa ditunjuk atau dijadikan penyidik karena

mereka masih dianggap belum memenuhi sarat sebagai seorang penyidik

dan ilmu yang mereka dapatkan mengenai hukum masih kurang.

a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b

KUHAP yaitu

“Pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai

penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber

pada undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri

pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal.1

Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai negeri sipil

hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang

diatur dalam undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan

pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP

yang berbunyi:

“Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1)

huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang

menjadi landasan hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan

tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri”

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 PP No. 43 Tahun 2012, yang

dimaksud dengan PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu

yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku

Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan

1 M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan

dan Penuntutan, jet VII, Jakarta, Sinar Grafika, Hal. 113

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

14

tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing.

Jadi penulis menyimpulkan bahwa, Penyidik PPNS merupakan

penyidik dari pegawai negeri sipil yang dalam hal ini mempunyai tugas

yang berbeda dengan penyidik kepolisian negara republik Indonesia.

Penyidikan yang dilakukan adalah penyidikan tindak pidana tertentu,

biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang biasa

ditangani oleh penyidik kepolisian. PPNS merupakan pejabat PNS yang

ditunjuk dan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam

tindak pidana tertentu yang menjadi lingkup peraturan undang-undang

yang menjadi dasar hukumnya. Oleh karena itu, instansi/lembaga atau

badan pemerintah tertentu memiliki PPNS masing-masing. Dalam

melaksanakan tugasnya PPNS diawasi serta harus berkoordinasi

dengan penyidik Kepolisian.

3. Tugas dan Kewenangan Penyidikan yang Ditentukan Dalam

KUHAP

a. Tugas Penyidik

Yang berwenang melakukan penyidikan dicantumkan dalam Pasal

6 KUHAP, namun pada prakteknya, sekarang ini terhadap beberapa

tindak pidana tertentu ada penyidik-penyidik yang tidak disebutkan

di dalam KUHAP. Untuk itu pada subbab ini akan dipaparkan siapa

sajakah penyidik yang disebutkan di dalam KUHAP dan siapa saja

yang juga yang merupakan penyidik namun tidak tercantum di

dalam KUHAP. Adapun tugas penyidik itu sendiri antara lain

adalah:

Pertama, membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP. (pasal 8 ayat (1)

KUHAP).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

15

Kedua, menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. (Pasal

8 ayat (2) KUHAP).

Ketiga, penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau

pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga

merupakan tindak pidana korupsi wajib segera melakukan

penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP). Keempat, menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang

bukti kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) KUHAP),.

Kelima, dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu

peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal

tersebut kepada penuntut umum. (Pasal 109 ayat (1) KUHAP).

Keenam, wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada

penuntut umum, jika penyidikan dianggap telah selesai. (Pasal 110 ayat

(1) KUHAP).

Ketujuh, dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan

untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan

tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum (Pasal 110 ayat

(3) KUHAP).

Kedelapan, setelah menerima penyerahan tersangka, penyidik wajib

melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan

(Pasal 112 ayat (2) KUHAP).

Kesembilan, Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib

memberitahukan kepada orang yang disangka melakukan suatu tindak

pidana korupsi, tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum

atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat

hukum (Pasal 114 KUHAP).

Kesepuluh, wajib memanggil dan memeriksa saksi yang

menguntungkan bagi tersangka (Pasal 116 ayat (4) KUHAP).

Kesebelas, wajib mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata yang

dipergunakan oleh tersangka (Pasal 117 ayat (2) KUHAP).

Keduabelas, wajib menandatangani berita acara pemeriksaan

tersangka dan atau saksi, setelah mereka menyetujui isinya (Pasal 118

ayat (2) KUHAP).

Ketigabelas, dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah

perintah penahanan dijalankan, penyidik harus mulai melakukan

pemeriksaan (Pasal 122 KUHAP).

Keempatbelas, dalam rangka melakukan penggeledahan rumah, wajib

terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau

keluarganya (Pasal 125 KUHAP).

Kelimabelas, membuat berita acara tentang jalannya dan hasil

penggeledahan rumah (Pasal 126 ayat (1) KUHAP).

Keenambelan, membacakan terlebih dahulu berita acara tentang

penggeledahan rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi

tanggal dan ditandatanganinya, tersangka atau keluarganya dan atau

kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 126

ayat (2) KUHAP).

Ketujuhbelas, wajib menunjukkan tanda pengenalnya terlebih dahulu

dalam hal melakukan penyitaan (Pasal 128 KUHAP).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

16

Kedelapanbelas, memperlihatkan benda yang akan disita kepada

keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita

itu dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau ketua lingkungan dengan

dua orang saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP).

Kesembilanbelas, Penyidik membuat berita acara penyitaan (Pasal

129 ayat (2) KUHAP).

Keduapuluh, menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada

atasannya, keluarganya dan Kepala Desa (Pasal 129 ayat (4) KUHAP).

Keduapuluh satu, menandatangani benda sitaan sesaat setelah

dibungkus (Pasal 130 ayat (1) KUHAP). 2

Tugas dari penyidik sudah sangat jelas disebutkan dalam

KUHAP seperti yang disebutkan penulis diatas seperti membuat berita

acara tentang pelaksanaan tindakan, menyerahkan berkas perkara,

kepada penuntut umum, menerima laporan atau pengaduan tentang

terjadinya peristiwa dan lain-lain. Menurut penulis kutipan yang telah

dikutip ini memberikan penjelasan yang sangat jelas karena

berdasarkan undang-undang juga dan sangat jelas memberikan

penjelasan mengenai tugas dari penyidik itu sendiri karena dimana

tugas akhir penulis membahas mengenai penyidikan jadi harus

mengetahui siapa itu penyidik dan apa tugasnya. Kutipan ini dirasa

penulis jelas sehingga penulis mengutip tugas dari penyidik ini dari

internet.

b. Kewenangan Penyidik

Pengertian kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia

(KBBI) adalah kekuasaan membuat keputusan memerintah dan

melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain. Berbicara

kewenangan memang menarik, karena secara alamiah manusia

sebagai makhluk sosial memiliki keinginan untuk diakui ekstensinya

sekecil apapun dalam suatu komunitasnya,dan salah satu faktor yang

mendukung keberadaan ekstensi tersebut adalah memiliki

kewenangan. Secara pengertian bebas kewenangan adalah hak

2 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21768/3/Chapter%20II.pdf

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

17

seorang individu untuk melakukan sesuatu tindakan dengan batas-

batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu kelompok

tertentu.3

Kewenangan dapat dimiliki oleh semua orang khususnya

seseorang yang memiliki jabatan, mereka biasanya mempergunakan

kewenangannya sesuai keinginan. Seperti dijelaskan diatas menurut

kamus besar bahasa Indonesia, kewenangan bisa dilimpahkan

kepada orang lain. Penulis mengutip pengertian kewenangan

menurut kamus besar bahasa Indonesia karena sangat jelas

pengertian dari kewenangan itu sendiri dan di dalam tugas akhir ini

penulis membutuhkan pengertian kewenangan secara umum agar

pembaca tugas akhir ini bisa mengerti apa itu kewenangan. Dalam

pembahasan selanjutnya penulis menjelaskan tentang kewenangan

dari seorang penyidik maka dari itu penulis mengutip pengertian

kewenangan dari kamus besar bahasa Indonesia, agar pembaca lebih

jelas dan mengerti mengenai kewenangan.

Kemudian kewenangan dari penyidik adalah:

1. Sesuai dengan pasal 7 ayat (1) KUHAP, penyidik berwenang untuk

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang

adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

3 Pengertian Kewenangan. http://www.negarahukum.com/hukum/pengertian-

kewenangan.html. Diakses Tanggal 5 Februari 2015

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

18

g. Memanggil orang untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi

(Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 112 ayat (1) KUHAP);

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab;

2. Dalam hal dianggap perlu dapat meminta pendapat seorang ahli

atau orang yang memiliki keahlian khusus (Pasal 120 KUHAP

jo Pasal 133 ayat (1) KUHAP).

3. Penyidik dapat mengabulkan permintaan tersangka, keluarga,

atau penasihat hukum tersangka atas penahanan tersangka

(Pasal 123 ayat (2) KUHAP).

4. Penyidik dapat mengadakan penjagaan atau penutupan tempat

atau rumah yang digeledah demi keamanan dan ketertiban

(Pasal 127 ayat (1) KUHAP).

5. Penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap

perlu tidaknya meninggalkan tempat terrsebut selama

penggeledahan berlangsung (Pasal 127 ayat (2) KUHAP).

6. Dalam hal timbul dugaan kuat ada surat palsu atau yang

dipalsukan, penyidik dengan izin ketua pengadilan negeri

setempat dapat datang atau dapat minta kepada pejabat

penyimpan umum yang wajib dipenuhi, supaya ia mengirimkan

surat asli yang disimpannya itu kepadanya untuk dipakai

sebagai bahan perbandingan (Pasal 132 ayat (2) KUHAP)4

Menurut pendapat penulis seorang penyidik memang tetap

mempunyai kewenangan karena dalam undang-undangpun

kewenangan dari seorang penyidik sudah jelas disebutkan diatas.

Penyidik juga tidak sembarangan menerima laporan dari seorang

pelapor apabila laporan tersebut tidak disertai bukti yang kuat,

karena penyidik di sini harus mengetahui secara jelas bukti dari

laporan seorang pelapor agar proses penyidikan bisa berjalan sesuai

prosedur dan berjalan dengan baik. Maka dari itu diperlukan seorang

penyidik yang mengerti akan hukum yang berlaku agar mereka bisa

4 Ibid

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

19

mengetahui apa kewenangan dari pelapor maupun kewenangan

penyidik itu sendiri. Penulis mengutip kutipan diatas karena penulis

merasa bahwa hal yang dijelaskan mengenai penyidik sangat

lengkap sehingga itu menjadi bahan bersendiri dan tambahan ilmu

bagi penulis.

Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Penyidik wajib

menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Untuk itu Penyidik

membuat berita acara pelaksanaan tindakan (Pasal 75 KUHAP)

tentang:5

1. Pemeriksaan tersangka;

2. Penangkapan;

3. Penahanan;

4. Penggeledahan;

5. Pemasukan rumah;

6. Penyitaan benda;

7. Pemeriksaan surat;

8. Pemeriksaan saksi;

9. Pemeriksaan tempat kejadian;

10. Pelaksanaan Penetapan dan Putusan Pengadilan

11. Pelaksanaan tindakan lain sesuai KUHAP.

Dengan penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa, di dalam

menangani sebuah kasus kita harus tahu terlebih dahulu siapa pihak yang

berwenang untuk melakukan penyidikan, karena sudah jelas dalam KUHAP

siapa saja penyidik yang boleh melakukan penyidikan dalam sebuah kasus.

Penyidik sangat penting dalam proses penyidikan karena untuk

mengungkap kasus apa yang telah terjadi dan juga penyidik juga harus

berkompeten dalam menjalankan tugasnya, tanpa ada penyidik seperti

penyidik kepolisian republik Indonesia, PPNS, penyidik pembantu dan lain-

5 Darwan Prinst, 1989, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta, Djambatan, Hal. 92-

93

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

20

lain maka tidak akan berjalan dengan baik sebuah kasus atau tidak akan

terungkap, di sinilah pentingnya penyidik dalam proses penyidikan seperti

kasus yang sekarang diteliti oleh penulis.

B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Istilah Tindak Pidana

Banyak pengertian atau istilah tentang tindak pidana, para ahli juga

mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai tindak pidana. Istilah

tindak pidana hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan

kata strafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Kata strafbaarfeit kemudian

diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam bahasa Indonesia.

Beberapa kata yang digunakan untuk menterjemahkan kata strafbaarfeit

oleh sarjana-sarjana Indonesia antara lain : tandak pidana, delict, perbuatan

pidana. Sementara dalam berbagai perundang-undangan sendiri digunakan

berbagai istilah untuk menunjuk pada pengertian strafbaarfeit. Beberapa

istilah yang digunakan dalam undang-undang tersebut antara lain :6

1. Peristiwa pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam undang-

undang dasar sementara tahun 1950 khususnya dalam pasal 14.

2. Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam undang-undang nomor

1 tahun 1951 tentang tindak pidana sementara untuk

menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan, dan acara

pengadilan-pengadilan sipil.

3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam

undang-undang darurat nomor 2 tahun 1951 tentang perubahan

Ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingan.

4. Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam

undang-undang darurat nomor 16 tahun 1951 tentang Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan.

6 Tongat, 2009, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,

Malang, UMM Press, Hal. 101

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

21

5. Tindak pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang-undang,

misalnya :

a. Undang-undang darurat nomor 7 tahun 1953 tentang pemilihan

umum

b. Undang-undang darurat nomor 7 tahun 1953 tentang pengusutan,

penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi.

c. Penetapan presiden nomor 4 tahun 1964 tentang kewajiban kerja

bakti dalam rangka pemasyarakatan bagi terpidana karena

melakukan tindak pidana merupakan kejahatan.

Penggunaan berbagai istilah tersebut pada hakikatnya tidak menjadi

persoalan, sepanjang penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya

dan dipahami maknanya, karena itu berbagai istilah tersebut digunakan

secara bergantian, bahkan dalam konteks yang lain juga digunakan

istilah kejahatan untuk menunjukkan maksud yang sama.7

Menurut penulis, tindak pidana adalah satu perbuatan dimana

perbuatan yang dilakukan tersebut dilarang dalam satu peraturan dan

apabila ada yang melanggar satu aturan tersebut maka akan mendapat

sanksi sesuai dengan ketentuan yang ada. Banyak pendapat mengenai

tindak pidana itu sendiri tetapi intinya sama yaitu melakukan

pelanggaran atau hal yang dilarang oleh undang-undang.

2. Pengertian Tindak Pidana Menurut Doktrin Hukum Pidana

Sebagai salah satu essential dalam hukum pidana, masalah tindak

pidana perlu diberikan penjelasan yang memadai. Penjelasan ini dirasa

sangat urgen oleh karena penjelasan tentang masalah ini akan

memberikan pemahaman kapan satu perbuatan dapat diskualifikasi

sebagai perbuatan/tindak pidana dan kapan tidak. Dengan demikian

7 Ibid, Hal. 102

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

22

dapat diketahui dimana batas-batas satu perbuatan dapat disebut

perbuatan /tindak pidana.8

Secara doktrinal dalam hukum pidana dikenal adanya pandangan

tentang perbuatan pidana, yaitu pandangan monistis dan pandangan

dualistis. Untuk mengetahui bagaimana dua pandangan tersebut

memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud perbuatan/tindak

pidana, berikut uraian tentang kedua pandangan tersebut :

a. Pandangan Monistis

Pandangan monistis adalah satu pandangan yang melihat yang

melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya

merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan ini memberikan

prinsip-prinsip pemahaman, bahwa di dalam pengertian

perbuatan/tindak pidana sudah tercakup di dalamnya perbuatan

yang dilarang (Criminal act) dan pertanggungjawaban

pidana/kesalahan (Criminal responsibility). Berikut disajikan

beberapa batasan/pengertian tindak pidana dari para sarjana yang

menganut pandangan monistis :

Menurut Simon, tindak pidana adalah tindakan melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan

sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas

tindakannya dan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai satu

tindakan yang dapat dihukum. Dengan batasan seperti ini, maka

8 Ibid, Hal 104-105

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

23

menurut Simon, untuk adanya satu tindak pidana harus dipenuhi

unsur-unsur sebagai berikut:9

1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perubahan positif (berbuat)

maupun perbuatan negatif (tidak berbuat).

2. Diancam dengan pidana

3. Melawan hukum

4. Dilakukan dengan kesalahan

5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab

Dengan penjelasan seperti ini maka tersimpul, bahwa

keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan

pidana. Simons tidak memisahkan antara Criminal act dan

Criminal responsibility. Apabila diikuti pendapat ini, maka apabila

ada seseorang yang melakukan pembunuhan eks pasal 338 KUHP,

tetapi kemudian ternyata orang yang melakukan pembunuhan itu

adalah orang yang tidak mampu bertanggungjawab, misalnya oleh

karena orang gila, maka dalam hal ini tidak dapat dikatakan telah

melakukan tindak pidana. Secara gampang bisa dijelaskan

mengapa peristiwa itu tidak dapat disebut tindak pidana, sebab

unsur-unsur tindak pidanannya tidak dipenuhi, yaitu unsur orang

yang mampu bertanggungjawab. Oleh karena tidak ada tindak

pidana, maka juga tidak ada pidana.

Penulis setuju dengan pandangan monistis yang mengatakan

bahwa satu tindak pidana terdapat dua unsur yaitu perbuatan yang

dilarang dan pertanggungjawaban, artinya satu perbuatan yang

9 Dalam Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,

Malang, UMM Press, Hal. 105-106

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

24

dilarang dan ada yang melanggarnya maka harus ada

pertanggungjawaban dari seseorang yang melakukan pelanggaran

agar sanksi dapat dijalankan, apabila yang melakukan pelanggaran

atau tindak pidana tidak bisa mempertanggungjawabkan

perbuatannya maka orang tersebut tidak bisa di hukum karena

mengalami gangguan jiwa (gila). Pendapat Simon lebih jelas

menyebutkan unsur apa saja yang disebut dengan tindak pidana,

sehingga penulis lebih jelas mengerti dan memaknai maksud dari

Simon.

b. Pandangan Dualistik

Berbeda dengan pandangan monistis yang melihat

keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan

pidana, pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana

dan pertanggungjawaban pidana. Apabila menurut pandangan

monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup di

dalamnya baik Criminal act maupun Criminal responsibility,

menurut pandangan dualistis dalam tindak pidana hanya dicakup

Criminal act, dan Criminal responsibility tidak menjadi unsur

tindak pidana. Menurut pandangan dualistis, untuk adanya pidana

tidak cukup hanya apabila telah terjadi tindak pidana, tetapi

dipersyaratkan juga adanya kesalahan/pertanggungjawaban

pidana.10

10 Ibid, Hal. 106-107

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

25

Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana pandangan

dualistis mendefinisikan apa yang dimaksud perbuatan/tindak

pidana., dibawah ini dikemukakan batasan tentang tindak pidana

yang diberikan oleh para sarjana yang menganut pandangan

dualistis.

Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang

diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.

Dengan penjelasan seperti tersebut, maka untuk terjadinya

perbuatan/tindak pidana harus dipenuhi unsur :

a. Adanya perbuatan (manusia)

b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini

merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1

ayat 1 KUHP)

c. Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil,

terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil

dalam fungsinya yang negatif). Dari definisi/pengertian

perbuatan/tindak pidana yang diberikan moeljatno di atas

tersimpul, bahwa dalam pengertian tentang tindak pidana tidak

tercakup pertanggungjawaban pidana (Criminal

responsibility). Namun demikian, moeljatno juga menegaskan,

bahwa untuk adanya pidana tidak cukup hanya dengan telah

terjadinya tindak pidana, tanpa mempersoalkan apakah orang

yang melakukan perbuatan itu mampu bertanggungjawab atau

tidak. Jadi peristiwanya adalah tindak pidana, tetapi apakah

orang yang telah melakukan perbuatan itu benar-benar

dipidana atau tidak, akan dilihat bagaimana keadaan batin

orang itu dan bagaimana hubungan batin antara perbuatan

yang terjadi dengan orang itu. Apabila perbuatan yang terjadi

itu dapat dicelakan kepada orang itu yang berarti dalam hal ini

ada kesalahan dalam diri orang itu maka orang itu dapat

dijatuhi pidana, demikian sebaliknya.

Sebenarnya tidak ada perbedaan yang mencolok mengenai

kedua pandangan ini, hanya saja memisahkan antara perbuatan

pidana dengan pertanggungjawaban pidana yang intinya tetap

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

26

sama bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang tetapi

dilakukan dan harus ada pertanggungjawaban dari pelaku atau

orang yang melakukan perbuatan tersebut.

Setelah diketahui dua pandangan tentang perbuatan pidana

yaitu pandangan Monistis dan pandangan Dualistis, berikut ini

akan dijelaskan seberapa jauh urgensi perbedaan itu dalam hukum

pidana.

Apabila dikaitkan dengan syarat adanya pidana atau syarat

penjatuhan pidana, kedua pandangan diatas sebenarnya tidak

mempunyai perbedaan yang mendasar. Dua pandangan itu, baik

pandangan Monistis maupun pandangan Dualistis, sama-sama

mempersyaratkan, bahwa untuk adanya pidana harus ada

perbuatan/tindak pidana (Criminal act) dan pertanggungjawaban

pidana (Criminal responsibility/Criminal liability). Yang

membedakan dua pandangan diatas adalah, bahwa dalam

pandangan Monistis keseluruhan syarat untuk adanya pidana

dianggap melekat pada perbuatan pidana oleh karena dalam

pengertian tindak pidana tercakup baik Criminal act maupun

criminal responsibility, sementara dalam pandangan Dualistis

keseluruhan syarat untuk adanya pidana tidak melekat pada

perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak pidana

hanya mencakup Criminal act tidak mencakup Criminal

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

27

responsibility. Ada pemisahan antara perbuatan (pidana) dengan

orang yang melakukan perbuatan (pidana) itu.11

Dengan penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa

dalam melakukan tindak pidana adalah melakukan perbuatan yang

dilarang dimana harus ada pertanggung jawaban oleh seseorang

yang melakukan perbuatan yang dilarang yaitu tindak pidana. dua

unsur tersebut saling ada keterkaitan dimana seseorang yang

melakukan tindak pidana harus bisa mempertanggungjawabkan

perbuatan yang dilakukannya didepan hukum. Jadi apabila ada

seseorang yang melakukan tindak pidana atau perbuatan yang

dilarang tetapi orang tersebut tidak bisa mempertanggungjawabkan

perbuatannya maka tidak bisa dihukum atau ditindak berarti orang

ini mengalami gangguan jiwa atau psikisnya terganggu.

3. Pengertian Tindak Pidana Menurut Hukum Adat

Menurut hukum adat, tindak pidana atau delik adat adalah setiap

gangguan segi satu terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari

segi satu pada barang-barang kehidupan materiil dan immateriil orang-

orang, atau daripada orang-orang banyak yang merupakan satu kesatuan

(segerombolan). Tindakan sedemikian itu menimbulkan satu reaksi

yang sifatnya dan besar kecilnya ditetapkan oleh hukum adat ialah

11 Ibid, Hal. 108-109

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

28

reaksi adat karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus

dipulihkan kembali.12

Dalam pandangan hukum adat juga mempermasalahkan mengenai

benturan dalam satu perbuatan yang maksudnya adalah perbuatan yang

dimana perbuatan tersebut saling bertolak belakang yang menimbulkan

reaksi sosial dalam masyarakat, intinya perbuatan yang dilarang apabila

dilakukan tanpa mempunyai rasa bersalah sama sekali atau tanpa ada

pertanggungjawaban maka akan ada reaksi yang tidak diinginkan.

Sementara itu Bashar Muhammad, merumuskan bahwa delik adat

adalah satu perbuatan sepihak dari seorang atau kumpulan perorangan,

mengancam atau menyinggung atau mengganggu keseimbangan dalam

kehidupan persekutuan, bersifat materiil atau immateriil, terhadap orang

seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan, tindakan atau

perbuatan yang demikian mengakibatkan satu reaksi adat yang

dipercayainya dapat memulihkan keseimbangan yang telah terganggu,

antara lain dengan berbagai jalan dan cara, dengan pembayaran adat

berupa barang, uang, mengadakan selamatan, memotong hewan

besar/kecil dan lain-lain. Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas,

maka tersimpul, bahwa delik adat memuat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan sepihak dari seorang ataupun kumpulan perorangan

2. Perbuatan tersebut mengganggu keseimbangan

persekutuan/masyarakat

3. Perbuatan tersebut bersifat materiil dan immateriil

12 Tongat, 2009, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,

Malang, UMM Press, Hal. 110

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

29

4. Perbuatan tersebut ditujukan terhadap orang seorang atau

masyarakat

5. Mengakibatkan reaksi adat

Dengan unsur-unsur seperti tersebut diatas terlihat, bahwa delik adat

merupakan setiap perbuatan dari seseorang atau kumpulan orang

(badan hukum) baik bersifat materiil atau immateriil yang ditujukan

terhadap orang atau perkumpulan orang yang menimbulkan gangguan

keseimbangan masyarakat dan menimbulkan reaksi adat.13

Menurut pendapat bashar muhammad satu perbuatan pidana yaitu

perbuatan sepihak dari seseorang atau kumpulan perorangan,

mengancam atau menyinggung atau mengganggu keseimbangan orang

lain akan mengakibatkan reaksi, jadi sebenarnya tidak jauh beda

pendapat bashar muhammad dengan menurut hukum adat yaitu

perbuatan yang dilakukan tersebut adalah perbuatan yang dilarang dan

mengakibatkan reaksi sosial, hanya saja bashar menambahkan lebih

lengkap yaitu mengancam atau menyinggung. Inti dari semua ini

hanya satu yaitu perbuatan yang dilarang apabila dilakukan akan

menimbulkan reaksi yang berbeda.

4. Pengertian Tindak Pidana Menurut Hukum Islam

Dalam konteks hukum pidana islam istilah tindak pidana sering juga

disebut dengan istilah jariah. Menurut hukum pidana islam tindak

pidana (jarimah) adalah perbuatan-perbuatan yang terlarang menurut

syara’ yang pelakunya diancam dengan pidana huud atau ta’ziir.

13 Dalam Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,

Malang, UMM Press, Hal. 111

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

30

Menurut para ahli filsafat hukum islam, setidaknya ada 5 (lima)

kepentingan pokok yang menjadi pusat perhatian dan titik tolak setiap

pengaturan hukum. Artinya, hukum islam mengenai apapun yang telah

ditetapkan dalam Nash Al-Qur’an, al hadist, al qonun (perundang-

undangan) maupun yang masih akan ditetapkan sebagai respon yuridis

terhadap problem-problem baru yang muncul, harus bersifat

mendukung terhadap terwujudnya lima kepentingan tersebut.

Kelima kepentingan tersebut adalah :

1. Terpeliharanya masalah eksistensi agama

2. Terjaminnya hak hidup (jiwa) manusia

3. Terjaganya masalah hak milik (harta)

4. Terjaganya kesucian akal

5. Terjaganya kesucian keturunan dan harga diri (martabat)

manusia

Melihat kelima kepentingan pokok yang menjadi titik tolak

pengaturan hukum islam diatas tersimpul, bahwa maksud disyari’atkan

hukum islam adalah demi terwujudnya kemaslahatan atau kebaikan

dalam hidup manusia dan sekaligus untuk mencegah timbulnya

mafsadah atau kerusakan dalam hidup manusia itu sendiri. Dengan

demikian secara argumentatif a contrario dapat disimpulkan, bahwa

perbuatan apapun yang dapat menghambat/mencegah terwujudnya

maksud di syari’atkannya hukum islam tersebut harus dilihat atau

dinyatakan sebagai tindak pidana (jatimah), dalam arti sebagai

perbuatan yang tercela/terlarang.14

14 Ibid, Hal. 111-112

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

31

Menurut penulis pendapat tindak pidana dalam hukum islam lebih

baik dan lembut mengartikan arti atau makna tindak pidana, lebih logis

karena sesuai dengan syariat yang ada dalam islam khususnya al-

Qur’an. Ininya sama yaitu perbuatan yang dilarang tidak boleh

dilakukan karena dalam syariat islam hal tersebut dilarang.

C. Tinjauan Umum Tentang Penambangan Mineral dan Batubara

1. Pengertian Penambangan

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara, penambangan adalah bagian

kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau

batubara dan mineral ikutannya. Pertambangan dilakukan berdasarkan

prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan dalam beberapa

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertambangan.

Peraturan perundang-undangan itu disebut hukum pertambangan.

Sistem pengelolaan pertambangan di Indonesia bersifat pluralistik, hal

ini disebabkan beraneka ragam kontrak izin pertambangan yang berlaku

saat ini. Ada kontrak atau izin pertambangan yang berlaku yang

didasarkan pada undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang

ketentuan-ketentuan pokok pertambangan dan ada izin yang

diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Ada dua hal yang diatur dalam undang-undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu bahan tambang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

32

mineral dan batubara. Apabila dikaji ketentuan atau pasal dalam

undang-undang ini, tidak ditemukan pengertian hukum pertambangan

mineral dan batubara. Namun, untuk memahami pengertian hukum

pertambangan, khususnya hukum pertambangan mineral dan batubara,

maka perlu dikemukakan pengertian hukum pertambangan pada

umumnya. Hukum pertambangan merupakan seperangkat aturan yang

bertujuan untuk melindungi kepentingan yang berkaitan dengan

industri pertambangan dan untuk meminimalkan konflik antara

perusahaan tambang dan memberikan penjelasan yang bersifat umum

kepada siapa saja yang mempunyai hak-hak untuk melakukan kegiatan

pertambangan. Mereka tidak pernah bermaksud buntu mengendalikan

kegiatan pertambangan atau dampaknya terhadap tanah atau orang.

Kita harus melihat hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingan

yang berkaitan dengan pertambangan.

Dalam undang-undang dan buku yang penulis buat referensi sangat

jelas disebutkan apa pengertian dan jenis-jenis mineral dan batubara

sesuai dengan apa yang dibahas oleh penulis sehingga alasan penulis

membuat referensi buku ini dan undang-undang karena penulis merasa

bahwa buku dan undang-undang ini sangat bermanfaat dan membantu

penulis dalam mengerjakan tugas akhir ini.

2. Jenis-Jenis Mineral Dan Batubara

Agar dapat diklasifikasikan sebagai mineral sejati, senyawa tersebut

haruslah berupa padatan dan memiliki struktur kristal. Senyawa ini juga

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

33

harus terbentuk secara alami dan memiliki komposisi kimia yang

tertentu. Definisi sebelumnya tidak memasukkan senyawa seperti

mineral yang berasal dari turunan senyawa organik. Bagaimanapun

juga, The International Mineralogical Association tahun 1995 telah

mengajukan definisi baru tentang definisi material:

Mineral adalah suatu unsur atau senyawa yang dalam keadaan

normalnya memiliki unsur kristal dan terbentuk dari hasil proses

geologi.15 Klasifikasi modern telah mengikutsertakan kelas organik

kedalam daftar mineral, seperti skema klasifikasi yang diajukan oleh

Dana dan Strunz

Dalam sistem hukum Kanada, bahan tambang dibedakan tiga jenis,

yaitu:

1. Metal (logam)

2. Non-metal (bukan logam), dan

3. Energy-releated (energi tambang).16

Logam, meliputi:

1. Logam

2. Logam dasar

3. Uranium

4. Bijih besi, dan

5. Emas.

Bahan tambang non logam, meliputi:

1. Garam

15 Definisi Mineral. Ernest H. Nickel, 1995, The definition of a mineral, The Canadian

Mineralogist, vol. 33, pp. 689 - 690

16 Dalam Salim, 2012, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batubara, Jakarta, Sinar Grafika,

Hal. 48

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

34

2. Kuarsit, dan

3. Mineral industri terkait.

Energi tambang, meliputi:

1. Batubara, dan

2. Permukaan tanah.

Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara telah

ditentukan lima golongan komuditas tambang dan masing-masing

komuditas itu dibagi dalam beberapa golongan. Kelima golongan itu,

meliputi:

1. Mineral radioaktif

2. Mineral logam

3. Mineral bukan logam

4. Batuan, dan

5. Batubara.

Komoditas dan penggolongan tambang diatas, dapat berubah yang

disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pejabat yang diberikan kewenangan untuk mengubah komuditas

tambang itu adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.17

Mengapa penulis mengutip beberapa ilmu atau pendapat para ahli

dari buku ini ini sebagai referensi, karena materi dalam buku ini dirasa

penulis bisa membantu dan memberikan banyak sekali tambahan

referensi agar penulis bisa menyelesaikan tugas akhir dengan baik,

seperti pengertian atau penjelasan penambangan dan jenis-jenis

17 Salim, 2012, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batubara, Jakarta, Sinar Grafika, Hal. 55

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

35

tambang dan juga kegiatan usaha pertambangan dimana ini semua

berhubungan dengan tugas akhir pennulis yang saat ini sedang

dikerjakan oleh penulis

3. Tujuan Pengelolaan Pertambangan Mineral Dan Batubara

Pengelolaan mineral dan batubara merupakan upaya untuk

mengurus, mengendalikan dan merumuskan kebijakan dalam

pelaksanaan kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Sementara

itu, tujuan pengelolaan mineral dan batubara telah ditegaskan dalam

Pasal 3 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara. Tujuannya adalah:

1. Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan

usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan

berdaya saing;

2. Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;

3. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku

dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;

4. Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional

agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan

internasional;

5. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara,

serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar

kesejahteraan rakyat; dan

6. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan

usaha pertambangan mineral dan batubara.

Keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan

mineral dan batubara tergantung kepada kepastian hukum. Kepastian

hukum ini berkaitan dengan kepastian tentang hak dan kewajiban,

terutama dari pemegang IUP dan IUPK. Pemegang IUP dan IUPK

menginginkan adanya kepastian dalam berusaha, terutama dengan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

36

kaitannya dengan letak wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Hal

ini, sering menjadi masalah di dalam implementasinya.18

Di dalam sistem hukum China telah ditemukan tujuan pengelolaan

dan pemanfaatan mineral. Tujuannya adalah meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sosialis yang modern.19 Begitu juga dalam

sistem hukum Jepang. Tujuannya, yaitu meningkatkan kesejahteraan

umum (Public wellfare).20

Dari penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa,

penambangan tidak boleh dilakukan sembarangan, karena sudah ada

prosedur dan sudah ada aturan didalam Undang-undang Nomor 4

Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, seperti soal

izin melakukan penambangan, wilayah tambang, dampak

pertambangan hingga ketentuan pidana sudah jelas diatur dalam

undang-undang tersebut. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait

kepada masyarakat tentang pertambangan ini yang membuat hal-hal

yang tidak diinginkan masih saja terjadi, padahal sudah sangat jelas

diatur dalam undang-undang.

Dampak dari penambangan liar yang dilakukan oleh pihak yang

tidak bertanggungjawab ini yang menjadi masalah, masyarakat yang

tidak mengerti merasakan dampaknya seperti, longsor, banjir dll.

Penegak hukum harus bertindak tegas atas permasalahan ini karena

18 Ibid, Hal. 56

19 Dalam Salim, 2012, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batubara, Jakarta, Sinar Grafika,

Hal. 56-57

20 Ibid

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/37754/3/jiptummpp-gdl-andimeirah-50068-3-babii.pdf · biasanya pidana tersebut bukan tindak pidana umum yang

37

sangat meresahkan dan berdampak luar biasa bagi masyarakat.

Merusak lingkungan juga satu perbuatan yang seharusnya mendapatkan

hukuman, karena disini kami tinggal bersama jadi mari kita rawat

lingkungan di sekitar kita jangan malah di rusak. Saran dari penulis

untuk penyidik di Polres Mojokerto agar menindak penambang-

penambang liar yang tidak mengantongi izin ini.