bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum kepolisian 1 ...repository.ump.ac.id/586/3/adhi priyanto...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Kepolisian
1. Kepolisian
a. Pengertian
Menurut Erma Yulihastin dalam bukunya berjudul: “Bekerja Sebagai
Polisi”, kata “polisi” dapat merujuk kepada tiga hal, yaitu orang, institusi
(lembaga), atau fungsi. Kata polisi yang merujuk kepada “orang”
pengertiannya adalah anggota badan pemerintah yang bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban umum. Kata polisi yang bermakna institusi, biasa
disebut dengan kepolisian, contohnya Kepolisian Negara Republik Indonesia
atau Polri, dan Kepolisian Daerah atau Polda. Sedangkan arti polisi sebagai
fungsi atau sebagai “kata kerja”, berasal dari bahasa inggris “to police”,
yaitu pekerjaan mengamati, memantau, mengawasi segala sesuatu untuk
menangkap gejala yang terjadi (Erma Yulihastin, 2008: 3).
Sedangkan pengertian kepolisian menurut Van Vollenhoven dalam
bukunya berjudul “Politie Overzee” mengatakan bahwa pengertian politie
meliputi organ-organ pemerintah yang berwenang dan berkewajiban untuk
mengusahakan pengawasan dan pemaksaan jika diperlukan, agar yang
diperintah untuk berbuat atau tidak berbuat menurut kewajiban masing-
masing. Maka, dari pengertian tersebut makna polisi mengandung arti
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
9
sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintah dengan tugas
mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan supaya yang diperintah
menjalankan dan tidak melakukan larangan perintah (Pudi Rahardi, 2014: 2).
Selanjutnya sejalan dengan pemikiran Van Vollenhoven, dikatakan
oleh Sadjijono. Dalam buku karyanya berjudul “Etika Profesi Hukum Suatu
Telaah Filosofis Terhadap Konsep dan Implementasi Kode Etik Profesi
Polri”, menjelaskan bahwa, selama ini polisi dipahami sebagai suatu organ,
lembaga atau institusi. Dengan demikian istilah kepolisian dimaknai sebagai
organ beserta fungsinya (Sadjijono, 2008: 20).
Menurut G. W. Bawengan, dalam buku karyanya berjudul
“Pengantar Psikologi Kriminal”, memaknai kepolisian sebagai fungsi.
Kepolisian sebagai fungsi, menunjuk pada tugas dan wewenang yang
diberikan oleh undang-undang, yaitu fungsi preventif dan fungsi represif.
Fungsi preventif yaitu berupa tindakan-tindakan kepolisian yang dilakukan
dengan maksud untuk mencegah agar tidak terjadi suatu kejahatan. Fungsi
represif yaitu tindakan-tindakan seperti mengadili, menjatuhkan hukuman
terhadap tertuduh (G. W. Bawengan, 1991: 187).
Menurut Pudi Rahardi, dalam buku karyanya berjudul “Kemandirian
Profesionalisme dan Reformasi Polri”, bahwa kepolisian dimaknai pula
sebagai lembaga atau organ. Maksudnya adalah kepolisian merupakan suatu
lembaga pemerintah yang terorganisasi dan terstruktur dalam ketatanegaraan
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
10
yang oleh undang-undang diberi tugas dan wewenang serta tanggung jawab
untuk menyelenggarakan kepolisian (Pudi Rahardi, 2014: 2- 3).
Pendapat lain dikemukakan oleh Kamisa. Menurut Kamisa dalam
kamus bahasa Indonesia yang berhasil disusunnya, mengartikan kata polisi
adalah badan yang dibentuk pemerintah sebagai pemelihara keamanan dalam
negeri (Kamisa, 1997: 422).
Pengertian kepolisian terdapat pula dalam Undang-undang R.I.
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada
Pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa: “Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang
berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan” (UU R.I. No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian).
b. Tugas
Tugas pokok kepolisian merupakan tugas-tugas yang harus
dikerjakan atau dijalankan oleh lembaga kepolisian. Dengan demikian tugas
lembaga yang dijalankan oleh anggota kepolisian dapat dimaknai sebagai
bentuk atau jenis dari pekerjaan khusus, yakni khusus dalam bidang
pengayoman, dan bidang pelayanan (Sadjijono, 2008: 35).
Adapun tugas pokok kepolisian dalam Pasal 13 Undang-undang R.I
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Untuk tercapainya tujuan negara
yang aman tentram dan damai, kepolisian melaksanakan tugas pokok, yaitu:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
b. Menegakkan hukum.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
11
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat (UU R.I. No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian).
Dalam Pasal 14 Undang-undang R.I. Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian, disebutkan mengenai tugas yang harus dilaksanakan oleh Polri.
Adapun bunyi pasal tersebut, sebagai berikut:
Pasal 14:
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan.
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-
bentuk pengamanan swakarsa.
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian.
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana
termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang.
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian.
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
12
(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Terkait pelaksanaan tugas Polri sebagaimana telah disebutkan dalam
Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-undang R.I. Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian, Polri memiliki kewenangan khusus di bidang proses pidana.
Kewenangan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-undang
R.I. Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang berbunyi:
Pasal 16:
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik
Indonesia berwenang untuk:
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan.
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan.
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan.
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi.
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara.
h. Mengadakan penghentian penyidikan.
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana.
c. Peran
Keberadaan lembaga kepolisian sangat diperlukan oleh masyarakat.
Tidak ada satupun masyarakat yang tidak mempunyai institusi kepolisian.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
13
Polisi bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
(Kamtibmas). Di samping itu, polisi juga berperan sebagai aparat penegak
hukum. Polisi merupakan bagian dari criminal justice system bersama aparat
penegak hukum lain, yaitu kejaksaan dan pengadilan (Pudi Rahardi, 2014:
viii).
Adapun peran polisi menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian. Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian dikatakan bahwa: “Kepolisian Negara Republik
Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri” (UU R.I. No.2 Tahun
2002 tentang Kepolisian).
d. Fungsi
Fungsi kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-undang
R.I. Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian adalah menjalankan salah satu
fungsi pemerintahan negara dalam tugas penegakan hukum selain
perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Hal tersebut
dipertegas dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-undang R.I. Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian, bahwa polisi berwenang melakukan
penyidikan terhadap semua tindak pidana. Hal demikian menyatakan bahwa
polisi adalah penyidik dan berwenang melakukan penyidikan tindak pidana
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
14
yang sebelumnya didahului oleh tindakan penyelidikan oleh penyelidik
(Pudi Rahardi, 2014: 25).
e. Daerah Hukum Kepolisian
Setiap kepolisian memiliki tugas. Dalam pelaksanaan tugas pokok
Polri, kepolisian melaksanakan tugas di daerah hukumnya masing-masing.
Adapun daerah hukum kepolisian dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian
Negara Republik Indonesia, antara lain:
1. Daerah hukum Kepolisian Markas Besar (Mabes), untuk wilayah
Negara Republik Indonesia.
2. Daerah hukum Kepolisian Daerah (Polda), untuk wilayah propinsi.
3. Daerah hukum Kepolisian Resort (Polres), untuk wilayah
kabupaten/kota.
4. Daerah hukum Kepolisian Sektor (Polsek), untuk wilayah kecamatan.
f. Visi dan Misi
Kepolisian mempunyai visi dan misi. Adapun visi dan misi profesi
kepolisian, sebagaimana dikemukakan oleh mantan Kepala Polisi Republik
Indonesia (Kapolri) (Jenderal Polisi Sutanto), yakni:
Visi: Alat negara penegak hukum dan sebagai pemeliharaan keamanan
dalam negeri yang profesional, dekat dengan masyarakat, bertanggung
jawab, dan mempunyai komitmen terhadap masyarakat.
Misi:
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
15
1. Menegakkan hukum secara adil, bersih, dan menghormati HAM.
2. Memelihara keamanan dalam negeri dengan memperhatikan norma-norma
dan nilai-nilai yang berlaku di masyrakat.
2. Melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
3. Mendorong meningkatnya kesadaran dan keputusan hukum masyarakat
(Sadjijono, 2008: 51).
2. Kepolisian Resort (Polres)
a. Pengertian
Dalam Bab I Ketentuan Umum, dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan
Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek, terdapat penjelasan
mengenai pengertian Kepolisian Resort (Polres). Dalam pasal tersebut
mengatakan: “Kepolisian Resort yang selanjutnya disingkat Polres adalah
pelaksana tugas dan wewenang Polri di wilayah kabupaten/kota yang berada
di bawah Kapolda” (Perkap No.23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek).
Dalam Bab II tentang Organisasi Polres, dalam Pasal 4 ayat (1)
Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek, pada bagian
kesatu bab tersebut menjelaskan perihal kedudukan, tugas dan fungsi Polres.
Dalam pasal tersebut mengatakan: “Kepolisian Resort (Polres) merupakan
satuan organisasi Polri yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota di
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
16
daerah hukum masing-masing” (Perkap No.23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek).
Polres terdiri dari 4 (empat) tipe. Dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan
Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek, menyebutkan bahwa Polres
terdiri dari:
a. Tipe Kepolisian Resort Metropolitan (Polresmetro).
b. Tipe Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes).
c. Tipe Kepolisian Resort Kota (Polresta).
d. Tipe Kepolisian Resort (Polres).
b. Tugas
Polres mempunyai tugas yang harus dilaksanakan dengan baik.
Tugas Polres dirumuskan dalam Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian R.I.
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada
Tingkat Polres dan Polsek. Dalam pasal tersebut mengatakan: “Polres
bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dan
melaksanakan tugas-tugas Polri lainnya dalam daerah hukum Polres, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Perkap No.23 Tahun 2010
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek).
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
17
c. Fungsi
Setiap organisasi pasti memiliki fungsi, begitu juga dengan Polres.
Adapun susunan organisasi Polres sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6
Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek, berbunyi:
Pasal 6:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 5, Polres
menyelenggarakan fungsi:
a. Pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat, dalam bentuk
penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan, pemberian bantuan dan
pertolongan termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi
pemerintah, dan pelayanan surat izin/keterangan, serta pelayanan
pengaduan atas.
b. Pelaksanaan fungsi intelijen dalam bidang keamanan guna
terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini
(early warning).
c. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, fungsi identifikasi dan
fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan hukum,
serta pembinaan, koordinasi, dan pengawasan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS).
d. Pembinaan masyarakat, yang meliputi pemberdayaan masyarakat
melalui perpolisian masyarakat, pembinaan dan pengembangan bentuk-
bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan
ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, terjalinnya hubungan antara Polri dengan
masyarakat, koordinasi dan pengawasan kepolisian khusus.
e. Pelaksanaan fungsi Sabhara, meliputi kegiatan pengaturan, penjagaan
pengawalan, patroli (Turjawali) serta pengamanan kegiatan masyarakat
dan pemerintah, termasuk penindakan tindak pidana ringan (Tipiring),
pengamanan unjuk rasa dan pengendalian massa, serta pengamanan
objek fital, pariwisata dan Very Important Person (VIP).
f. Pelaksanaan fungsi lalu lintas, meliputi kegiatan Turjawali lalu lintas,
termasuk penindakan pelanggaran dan penyidikan kecelakaan lalu lintas
serta registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dalam rangka
penegakan hukum dan pembinaan keamanan, keselamatan, ketertiban,
dan kelancaran lalu lintas.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
18
g. Pelaksanaan fungsi kepolisian perairan, meliputi kegiatan patroli
perairan, penanganan pertama terhadap tidak pidana perairan, pencairan
dan penyelamatan kecelakaan di wilayah perairan, pembinaan
masyarakat perairan dalam rangka pencegahan kejahatan, dan
pemeliharaan keamanan di wilayah perairan.
h. Pelaksanaan fungsi-fungsi lain, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Susunan Organisasi
Pada bab II bagian kedua, dalam Pasal 7 Peraturan Kepala Kepolisian
R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada
Tingkat Polres dan Polsek terdapat penjelasan mengenai susunan organisasi
Polres. Terdapat 5 (lima) unsur di dalam susunan organisasi Polres. Adapun
susunan organisasi Polres yang dimaksud dalam pasal tersebut, antara lain:
Pasal 7:
Susunan organisasi Polres terdiri dari:
a. Unsur Pimpinan.
b. Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan.
c. Unsur Pelaksana Tugas Pokok.
d. Unsur Pendukung.
e. Unsur Pelaksana Tugas Kewilayahan.
Polres mempunyai pimpinan. Dalam Pasal 8 Peraturan Kepala
Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor dijelaskan
mengenai unsur pimpinan Polres. Adapun bunyi pasal tersebut, adalah
sebagai berikut:
Pasal 8:
Unsur pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, terdiri dari:
a. Kapolres.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
19
b. Wakil Kapolres (Wakapolres).
Untuk terlaksananya tugas kepolisian dan tercapainya tujuan
kepolisian (Polres), dibutuhkan peran pengawas dan pembantu pimpinan.
Adapun penjelasan mengenai kedua hal tersebut terdapat dalam Pasal 9
Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek, yang berbunyi:
Pasal 9:
Unsur pengawas dan pembantu pimpinan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b, terdiri dari:
a. Bagian Operasional (Bagops).
b. Bagian Perencanaan (Bagren).
c. Bagian Sumber daya (Bagsumda).
d. Seksi Pengawas (Siwas).
e. Seksi Profesi dan Pengamanan (Sipropam).
f. Seksi Keuangan (Sikeu).
g. Seksi Umum (Sium).
Polres mempunyai tugas. Terkait dengan tugas dan untuk
terselenggaranya tugas Polres tersebut, maka perlu peran unsur pelaksana
tugas pokok. Adapun unsur pelaksana tugas pokok (Polres) dalam Pasal 10
Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek, antara lain:
Pasal 10:
Unsur pelaksana tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c,
terdiri dari:
a. Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
b. Satuan Intelejen Keamanan (Sat Intelkam).
c. Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim).
d. Satuan Reserse Narkoba (Sat Resnarkoba).
e. Satuan Pembinaan Masyarakat (Sat Binmas).
f. Satuan Samapta Bhayangkara (Sat Sabhara).
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
20
g. Satuan Lalu Lintas (Sat Lantas).
h. Satuan Pengamanan Objek Vital (Sat Pam Obvit).
i. Satuan Polisi Perairan (Sat Pol air).
h. Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti (Sat Tahti).
Untuk terselenggaranya fungsi Polri (Polres) berkenaan dengan
bidang teknologi informasi, dibutuhkan peran unsur pendukung dalam
bidang tersebut. Dalam Pasal 11 Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23
Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres
dan Polsek, unsur pendukung Polres, yaitu Seksi Teknologi dan Informasi
Kepolisian (Sitipol). Dalam Pasal 1 angka 24 Peraturan Kepala Kepolisian
R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada
Tingkat Polres dan Polsek dikatakan bahwa, Sitipol adalah unsur pendukung
di bidang pelayanan teknologi dan informasi Polri pada tingkat Polres yang
berada di bawah Kapolres.
Susunan organisasi polres yang terakhir adalah unsur pelaksana tugas
kewilayahan. Dalam Pasal 12 Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23
Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres
dan Polsek, unsur pelaksana tugas kewilayahan, yaitu Kepolisian Sektor
(Polsek). Dalam Pasal 1 angka 25 Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor
23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat
Polres dan Polsek, dikatakan bahwa, Polsek adalah unsur pelaksana tugas
pokok fungsi kepolisian di wilayah kecamatan yang berada di bawah
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
21
Kapolres (Perkap No.23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek).
3. Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim)
a. Pengertian
Dalam Bab I Ketentuan Umum, dalam Pasal 1 angka 16 Peraturan
Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek, terdapat penjelasan
mengenai pengertian Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim). Dalam pasal
tersebut dikatakan: “Satuan Reserse Kriminal yang selanjutnya disingkat Sat
Reskrim adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi reserse kriminal pada
tingkat Kepolisian Resort (Polres) yang berada di bawah Kepala Kepolisian
Resort (Kapolres)” (Perkap No.23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek).
b. Tugas
Dalam Bab II tentang Organisasi Polres, pada bagian kelima Pasal 43
Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek dijelaskan tentang unsur
pelaksana tugas pokok Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim). Dalam Pasal
tersebut, berbunyi:
(1) Sat Reskrim sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf c merupakan unsur
pelaksana tugas pokok yang berada di bawah Kapolres.
(2) Sat Reskrim bertugas melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan
pengawasan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
22
laboratorium forensik lapangan serta pembinaan, koordinasi dan
pengawasan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS).
c. Fungsi
Fungsi Sat Reskrim terdapat dalam Pasal 43 ayat (3) Peraturan
Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek. Adapun fungsi Sat Reskrim
dalam pasal tersebut, berbunyi:
Pasal 43 ayat (3):
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 43 ayat
(2), Sat Reskrim menyelenggarakan fungsi
a. Pembinaan teknis terhadap administrasi penyelidikan dan
penyidikan, serta identifikasi dan laboratorium forensik lapangan.
b. Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak, dan
wanita baik sebagai pelaku maupun korban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidik dan pelayanan
umum.
d. Penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mengkaji
efektifitas pelaksanaan tugas Sat Reskrim.
e. Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana yang dilakukan
oleh penyidik pada Unit Reskrim Polsek dan Sat Reskrim Polres.
f. Pembinaan, koordinasi dan pengawasan penyidik pegawai negeri
sipil (PPNS) baik di bidang operasional maupun administrasi
penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
g. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum dan khusus,
antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana
tertentu di daerah hukum Polres.
d. Susunan Organisasi
Suatu organisasi pasti mempunyai pimpinan, tanpa kecuali. Unsur
pimpinan mempunyai peran yang sangat penting dalam terlaksananya tugas
dan tujuan yang telah ditetapkan. Begitu pula Sat Reskrim, dalam
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
23
pelaksanaan tugas dan untuk terselenggaranya fungsi reserse kriminal, juga
terdapat seorang pimpinan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 44
Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek. Dalam pasal
tersebut berbunyi: “Sat Reskrim dipimpin oleh seorang Kepala Satuan
Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) yang bertanggungjawab kepada Kepala
Kepolisian Resort (Kapolres) dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di
bawah kendali Wakil Kepala Kepolisian Resort (Waka Polres)” (Perkap
No.23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat
Polres dan Polsek).
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) memiliki tugas
yang merupakan tanggungjawabnya sebagai seorang pimpinan. Ada kalanya
dalam pelaksanaan tugas dibantu oleh seorang Wakil Kepala Satuan Reserse
Kriminal (Wakasat Reskrim). Semuanya sudah diatur terlebih dahulu dalam
peraturan perundang-undangan dan sebagai anggota Polri harus tunduk pada
isi dari peraturan-peraturan yang terkandung di dalamnya. Ketentuan
tersebut dirumuskan dalam Pasal 45 Peraturan Kepala Kepolisian R.I.
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada
Tingkat Polres dan Polsek. Pasal tersebut berbunyi: “Khusus pada
Kepolisian Resort tipe Metropolitan (Polres Metro), Kepolisian Resort Kota
Besar (Polrestabes), dan Kepolisian Resort Kota (Polresta), Kepala Satuan
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
24
Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) dalam melaksanakan tugasnya dibantu
oleh Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal (Wakasat Reskrim).
Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) mempunyai beberapa organ.
Organ-organ tersebut masing-masing mempunyai tugas tersendiri dalam
rangka terlaksananya tugas Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim)
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek. Adapun
organ/unsur Sat Reskrim dijelaskan dalam Pasal 46 Peraturan Kepala
Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek, yang berbunyi:
Pasal 46:
Sat Reskrim dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:
a. Urusan Pembinaan Operasional (Urbinopsnal), yang bertugas
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap administrasi serta
pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan, menganalisis penanganan
kasus dan mengevaluasi efektivitas pelaksanaan tugas Sat Reskrim.
b. Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu), yang bertugas
menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan.
c. Urusan Identifikasi (Urident), yang bertugas melakukan identifikasi dan
laboratorium forensik lapangan, dan pengidentifikasian untuk
kepentingan penyidikan dan pelayanan umum.
d. Unit, terdiri dari paling banyak 6 (enam) Unit, yang bertugas melakukan
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum, khusus, dan tertentu
di daerah hukum Polres, serta memberikan pelayanan dan perlindungan
khusus kepada remaja, anak, dan wanita baik sebagai pelaku maupun
korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
25
B. Kepolisian Sebagai Aparat Penegak Hukum
1. Sebagai Penyelidik
Menurut Pasal 1 angka 4 KUHAP yang disebut penyelidik adalah pejabat
polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
(KUHAP) untuk melakukan penyelidikan. Dalam Pasal 4 KUHAP, penyelidik
adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian, dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP, yang dimaksud
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat/tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang. Kewenangan penyelidik dirumuskan dalam Pasal 5 KUHAP, antara lain:
(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 KUHAP:
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1. Menerima laporan/pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana.
2. Mencari keterangan dan barang bukti.
3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan.
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat.
3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan b kepada penyidik (UU No.8
Tahun 1981 tentang KUHAP).
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
26
2. Sebagai Penyidik
Polisi adalah penyidik dan berwenang melakukan penyidikan tindak pidana
yang sebelumnya didahului oleh tindakan penyelidikan oleh penyelidik. Tindak
pidana yang dimaksudkan adalah pelanggaran dan kejahatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) maupun yang tersebar di luar Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) (Pudi Rahardi, 2014: 25).
Menurut Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, fungsi kepolisian dalam sistem
peradilan pidana sangat penting. Sebab ia menjadi garda terdepan dalam
penegakkan hukum pidana. Dalam hukum acara pidana fungsi kepolisian yang
sangat mendasar adalah fungsi penyidikan (Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi,
2014: 53).
Secara singkat tugas penyidik adalah melakukan penyidikan. Kegiatan
penyidikan merupakan tindak lanjut penyelidikan, yang tidak terlalu banyak telah
menemukan konstruksi peristiwa pidana yang terjadi (Bambang Waluyo, 2008:
44).
Keberhasilan penyidikan juga dipengaruhi hasil penyelidikan. Tindakan
penyelidikan memang harus mengarah kepada kepentingan penyidikan. Untuk itu
undang-undang menegaskan bahwa dalam pelaksanaan tugas penyelidikan,
penyelidik dikoordinasi, diawasi, dan diberi petunjuk oleh penyidik (Bambang
Waluyo, 2008: 44).
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
27
Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP yang disebut penyidik adalah pejabat
polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Adapun yang dimaksud penyidik dalam Pasal 6 KUHAP, adalah sebagai berikut:
(1) Penyidik adalah:
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
b. Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang.
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan
diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (UU No.8 Tahun 1981
tentang KUHAP).
Kewenangan penyidik tercantum dalam Pasal 7 KUHAP. Dalam pasal
tersebut berbunyi:
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang:
a. Menerima laporan/pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memerikasa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledehan, dan penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai
wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi
dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
(3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
28
Dengan demikian, dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP dijelaskan mengenai
pengertian penyidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
C. Tinjauan Umum Judi
1. Pengertian Judi
Perjudian merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat. Penyakit
masyarakat menurut para ahli ilmu penyakit (patolog) disebut sebagai patologi
sosial (Kartini Kartono, 2011: 57).
Penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap
tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau
tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut sebagai
penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi di tengah masyarakat
itu meletus menjadi “penyakit” (Kartini Kartono, 1986: 4).
Menurut R. Soesilo (1991: 222) yang dikutip oleh Ismu Gunadi dan
Jonaedi Efendi dalam bukunya yang berjudul: “Cepat dan Mudah Memahami
Hukum Pidana” menjelaskan bahwa, permainan judi dalam bahasa asingnya
disebut hazardspel. Namun, tidak semua permainan dikategorikan sebagai
hazardspel. Hazardspel yaitu tiap-tiap permainan yang mendasarkan
pengharapan untuk menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
29
saja, dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan
kebiasaan pemain (Ismu Gunadi, dan Jonaedi Efendi, 2014: 202).
Adapun pendapat menurut Kamisa mengenai judi. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang disusunnya, secara singkat dijelaskan bahwa, judi adalah
permainan yang memperebutkan uang (Kamisa, 1997: 263).
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Kartini Kartono. Ia mengemukakan
bahwa, judi atau perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu
memperebutkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari
adanya risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan,
pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya
(Kartini Kartono, 2011: 58).
Dilihat dari sudut pandang agama Islam, judi dikenali sebagai Al-Maisir
dan Al-Qimar, yaitu permainan yang mengandung unsur taruhan dan orang yang
menang dalam permainan itu berhak mendapat taruhan tersebut. Kesemuanya itu
diharamkan dalam Islam. Hal tersebut sesuai Firman Allah dalam Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah:219, dalam surat tersebut Allah berfirman: “Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi, katakanlah bahwa pada keduanya terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya” (http://cahkudus.tk/2011/11/judi-atau-perjudian.html?m=1).
Definisi judi terdapat pula di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP yang disebut permainan judi adalah
tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
30
bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau
lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan
atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut
berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Dali Mutiara, dalam tafsiran KUHP, seperti yang dikutip oleh Kartini
Kartono dalam bukunya yang berjudul: “Patologi Sosial Jilid 1” menafsirkan
bahwa, permainan judi harus diartikan dalam arti yang luas, juga termasuk segala
pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda atau pertandingan lain,
atau segala pertaruhan dalam perlombaan-perlombaan yang diadakan antara dua
orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu. Misalnya:
totalisator, dan lain-lain (Kartini Kartono, 2011: 58).
Menurut Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, yang mengutip dari buku
karya Wiryono Prodjodikoro (1986: 128) menyatakan bahwa, dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat dua pasal yang merumuskan
tentang perjudian. Dua pasal yang dimaksud yaitu Pasal 303 dalam Titel XIV
Buku II tentang Kejahatan Melanggar Kesopanan, dan Pasal 542 dalam Titel VI
Buku III tentang Pelanggaran Mengenai Kesopanan (Ismu Gunadi, dan Jonaedi
Efendi, 2014: 202).
Setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang
Penertiban Perjudian, di dalam undang-undang tersebut terdapat pasal yang
menjelaskan mengenai perubahan sebutan Pasal 542 KUHP, yakni pada Pasal 2
ayat (4). Pada Pasal 2 ayat (4) dikatakan bahwa, merubah sebutan Pasal 542
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
31
KUHP menjadi Pasal 303 bis atau dengan kata lain Pasal 542 KUHP ditiadakan
(penjelasan UU No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian).
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 menyatakan, semua
tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Undang-undang tersebut juga
menegaskan mengenai perubahan ancaman hukuman yang terdapat dalam pasal-
pasal yang mengatur perihal perjudian dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP), yakni Pasal 303 ayat (1) KUHP, Pasal 542 ayat (1) dan ayat (2)
KUHP (sekarang menjadi Pasal 303 bis). Perubahan ancaman hukumannya
menjadi diperberat. Berikut ini adalah perubahan yang dimaksud:
Pasal 1:
Menyatakan semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.
Pasal 2:
(1) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP, dari hukuman
penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya sembilan puluh ribu rupiah menjadi hukuman penjara selama-
lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta
rupiah.
(2) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) KUHP, dari hukuman
kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat
ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya empat
tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah.
(3) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (2) KUHP, dari hukuman
kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh
ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya enam tahun
atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah.
(4) Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis.
Terkait Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974, yang menyatakan
semua perjudian sebagai kejahatan, perihal kejahatan telah diatur secara
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
32
sistematis dalam KUHP. Tentang kejahatan diatur di dalam buku kedua KUHP,
terdiri dari 31 bab dan 384 pasal, yaitu Pasal 104 sampai dengan Pasal 488, dan
kejahatan yang diatur di dalam pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kejahatan terhadap keamanan negara, terdiri dari 25 pasal yaitu dari Pasal
104 sampai Pasal 129.
2. Kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden, terdiri dari 9
pasal yaitu dari Pasal 130 sampai Pasal 139.
3. Kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara sahabat serta
wakilnya, terdiri dari 6 pasal yaitu, dari Pasal 139 sampai Pasal 145.
4. Kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan, terdiri dari 7
pasal, yaitu Pasal 146 sampai Pasal 153.
5. Kejahatan terhadap ketertiban umum, terdiri dari 27 pasal, yaitu Pasal 154
sampai Pasal 181.
6. Perkelahian tanding, terdiri dari 4 pasal, yaitu Pasal 182 sampai sampai Pasal
186.
7. Kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang,
terdiri dari 19 pasal (Mardani, 2008: 63).
Van Bemmelen merumuskan kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat
tidak susila dan merugikan yang menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan
dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk
mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk
nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut. Ia menegaskan,
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
33
kejahatan bukan hanya yang dilarang oleh hukum pidana tetapi juga tingkah laku
yang oleh masyarakat dianggap merugikan walaupun tidak diatur dalam hukum
pidana (B. Simandjuntak, 1981: 72- 73).
Menurut W.A. Bonger kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial
yang memperoleh tentangan dengan sadar dari negara berupa pemberian
penderitaan (hukuman atau tindakan). Kejahatan hanyalah perbuatan yang
melanggar pasal hukum pidana saja (W.A. Bonger, 1995: 23).
Dari suatu sudut pandang yang agak berbeda, Richard Quinney
menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu rumusan tentang perilaku manusia
yang diciptakan oleh yang berwenang dalam suatu masyarakat yang secara
politis terorganisasi. Kejahatan merupakan suatu hasil rumusan perilaku yang
diberikan terhadap sejumlah orang oleh orang-orang lain, dengan begitu
kejahatan adalah sesuatu yang diciptakan (Soerjono Soekanto, dkk, 1981: 49).
Pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur
larangan judi salah satunya adalah Pasal 303 ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman
dalam pasal tersebut yang berlaku saat ini, setelah adanya perubahan atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, yakni:
Pasal 303:
(1) Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau
pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa
mendapat izin:
1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk
permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan
sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
34
2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada
khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta
dengan perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk
menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya
sesuatu tata cara.
3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai penjudi.
(2) kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
itu.
Dalam pasal lain, yakni Pasal 303 bis KUHP. Pasal tersebut berbunyi:
Pasal 303 bis:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda
paling banyak sepuluh juta rupiah:
1. Barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan
dengan melanggar ketentuan Pasal 303.
2. Barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggir jalan
umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada
izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk
mengadakan perjudian itu.
(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada
pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat
dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling
banyak lima bellas juta rupiah.
2. Unsur-unsur Judi
Ada 3 (tiga) unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi.
Unsur-unsur yang dimaksud, antara lain:
a. Permainan/perlombaan
Perbuatan yang dilakukan biasanya berbentuk permainan atau perlombaan.
Jadi bersifat rekreatif. Namun para pelaku tidak harus terlibat dalam
permainan, karena boleh jadi mereka adalah penonton (orang yang ikut
bertaruh terhadap jalannya sebuah permainan atau perlombaan).
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
35
b. Untung-untungan
Untuk memenangkan permainan/perlombaan, lebih banyak digantungkan
kepada unsur spekulatif atau kepintaran pemain yang sudah terbiasa/terlatih.
c. Ada taruhan
Dalam permainan/perlombaan ada taruhan yang dipasang oleh para pihak
(pemain atau bandar), baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya.
Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan apakah
sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan
(http://arhiefstyle87.wordpress.com/2008/04/10/judi-pengertian-dan-
jenis2ny a/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C8846 319632).
3. Bentuk dan Jenis Perjudian
Bentuk dan jenis perjudian disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Bentuk dan jenis yang dimaksud
dalam pasal tersebut, antara lain:
1. Perjudian di Kasino, antara lain: roulette, blackjack, baccarat, creps, keno,
tombola, super ping-pong, lotto fair, satan, paykyu, slot machine (jackpot), ji
si kie, big six wheel, chuc a luck, lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau
papan yang berputar, pachinko, poker, twenty one, hwa-hwe, kiu-kiu.
2. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain: lempar paser atau bulu
ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak, lempar gelang, lempar
uang (coin), kim, pancingan, menembak sasaran yang tidak berputar, lempar
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
36
bola, adu ayam, adu sapi, adu kerbau, adu domba/kambing, pacu kuda,
karapan sapi, pacu anjing, hailai, mayong/ macak, erek-erek.
3. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain, antara lain perjudian
yang dikaitkan dengan kebiasaan, seperti: adu ayam, adu sapi adu kerbau
pacu kuda, karapan sapi, adu domba/kambing.
D. Tinjauan Umum Judi Toto Gelap (Togel)
1. Pengertian Judi Toto Gelap (Togel)
Secara etimologi, togel berasal dari bahasa Indonesia. Togel merupakan
singkatan dari kata “toto” dan “gelap”. “Toto” berarti pertaruhan dan “gelap”
berarti tertutup. Dari kedua kata tersebut, bila digabungkan menghasilkan kata
“toto gelap” yang disingkat menjadi togel. Sehingga arti togel adalah pertaruhan
(judi) yang dilakukan secara tertutup atau dilakukan secara sembunyi-sembunyi
(http://ensiklopedia.mywapblog.com/togel.xhtml).
Adapula definisi dari 3 kalangan masyarakat, yaitu masyarakat umum,
pemain online, dan tokoh masyarakat. Menurut pandangan umum masyarakat,
togel adalah toto gelap atau judi gelap yang dilakukan dengan membeli angka
kepada pengecer togel. Lain halnya pendapat menurut pemain online yang
mengartikan togel adalah angka yang dipesan secara offline dan online yang jika
tebakannya tepat akan diberi hadiah berkali lipat. Berbeda pula pendapat menurut
tokoh masyarakat yang mendefinisikan togel adalah sebuah bentuk perjudian
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
37
yang meresahkan masyarakat dan biasanya berkaitan dengan perilaku kriminal
lainnya (http://ensiklopedia.mywapblog.com/togel.xhtml).
Demikian definisi togel dari beberapa pendapat. Jadi, dari definisi secara
etimologi dan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa toto gelap
atau togel adalah permainan judi dengan cara mengundi angka yang
pemenangnya memiliki angka yang keluar sama dengan angka yang dibeli, baik
secara online maupun offline (http://ensiklopedia.mywapblog.com/togel. xhtml).
2. Aturan Umum Bermain Judi Toto Gelap (Togel)
Satu kupon togel minimal berharga Rp.1000,00 (seribu rupiah) dan
berlaku kelipatannya. Setiap kupon hanya bisa diisi dengan 1 bilangan, mulai
dari 2 angka (2D/deret), 3 angka (3D/deret), atau 4 angka (4D/deret). Jika
tebakan benar, maka pemain mendapat hadiah dengan ketentuan sesuai jumlah
angka tebakan yang dipasang sebagai berikut:
Tabel 1
Kalkulasi Kupon Judi Toto Gelap (Togel)
No. Harga Kupon Perolehan Hadiah
2D 3D 4D
1.
2.
3.
4.
Rp 1000,00
Rp 2000,00
Rp 3000,00
Dst
Rp 60.000,00
Rp 120.000,00
Rp 180.000,00
Dst
Rp 300.000,00
Rp 600.000,00
Rp 900.000,00
Dst
Rp 2.500.000,00
Rp 5.000.000,00
Rp 7.500.000,00
Dst
Sumber: http://doctorgamble.xtgem.com/tentang%20togel.
Misalnya: keluar nomor 1234. Berarti pemenang untuk:
4D adalah 1234.
3D adalah 234.
2D adalah 34.
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
38
Bila pemain memasang/membeli 2D (2 angka) dengan harga kupon
Rp 1000,00, maka, bila pemain menang akan mendapatkan uang sebesar
Rp 60.000,00, yang diperoleh dari: harga kupon x 60. Sehingga uang yang
diperoleh adalah Rp 1.000,00 x 60 = Rp 60.000,00, dan berlaku kelipatannya.
Maksud berlaku kelipatannya yaitu bila harga kupon Rp 2000,00 berarti Rp
2000,00 x 60 = Rp 120.000,00, dan seterusnya.
Bila pemain memasang/membeli 3D (3 angka) dengan harga kupon
Rp 1000,00, maka, bila pemain menang akan mendapatkan uang sebesar
Rp 300.000,00, yang diperoleh dari: harga kupon x 300. Sehingga uang yang
diperoleh adalah Rp 1.000,00 x 300 = Rp 300.000,00, dan berlaku kelipatannya.
Maksud berlaku kelipatannya yaitu bila harga kupon Rp 2000,00 berarti
Rp 2000,00 x 300 = Rp 600.000,00, dan seterusnya.
Bila pemain memasang/membeli 4D (4 angka) dengan harga kupon
Rp 1000,00, maka, bila pemain menang akan mendapatkan uang sebesar
Rp 2.500.000,00, yang diperoleh dari: harga kupon x 2.500. Sehingga uang yang
diperoleh adalah Rp 1.000,00 x 2.500 = Rp 2.500.000,00, dan berlaku
kelipatannya. Maksud berlaku kelipatannya yaitu bila harga kupon Rp 2000,00
berarti Rp 2000,00 x 2.500 = Rp 5.000.000,00, dan seterusnya.
3. Pasaran dan Jenis Judi Toto Gelap di Media Online
Berbagai macam pasaran togel yang dapat dimainkan oleh masyarakat
Indonesia. Tetapi hanya ada dua jenis pasaran togel yang banyak diminati, yakni
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015
39
pasaran Singapura dan Hongkong. Pasaran judi togel lainnya, seperti: Sydney,
Romania, South Korea dan lain-lain (http://www.pasarantogel.com/page/berita).
Judi togel dapat pula dimainkan melalui media online (internet). Di media
online terdapat berbagai macam situs judi togel, seperti: sakura4D.com,
toko4D.com, dan lain-lain. Dalam situs tersebut terdapat banyak sekali jenis
permain, mulai dari: 4D,3D dan 2D, 2D posisi, colok bebas, colok bebas
2D/macau, paket colok 4D, colok naga, colok jitu, tengah/tepi dan lain-lain
(http://mastersgp.net/info-togelmania/jenis-permainan-togel).
Terkait dengan perjudian yang dilakukan menggunakan media informasi
elektronik sebagai media pembantunya, pemerintah sudah membuat peraturan
khusus, yakni Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE). Perbuatan yang dilarang terkait perjudian dijelaskan
dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam Pasal tersebut dikatakan bahwa setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen
Elektronik yang memiliki muatan perjudian diancam hukuman pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Maskun, 2013: 33- 34).
Peran Satuan Reserse..., Adhi Priyanto, Fakultas Hukum UMP, 2015