bab ii tinjauan pustaka a. telaah pustaka 1. status gizi...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TELAAH PUSTAKA
1. Status Gizi Balita
Setiap anak memerlukan nutrisi yang baik dan seimbang. Artinya, setiap
balita memerlukan nutrisi dengan menu seimbang dan porsi yang tepat, tidak
berlebihan dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuhnya. Jika pemberian nutrisi
pada anak balita kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya maka
pertumbuhan dan perkembangan anak balita akan berjalan lambat. Sebaliknya, jika
pemberian nutrisi melebihi kapasitas yang dibutuhkan akan menyebabkan
kegemukan yang mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak balita
terganggu (Asydhad, 2006 dalam Diyah 2015).
Menurut Beck dalam Jafar (2010) Status gizi adalah status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Status gizi
adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat – zat gizi
dibedakan antara gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih (Almatsier , 2011).
Status gizi indikator ukur berdasarkan umur, berat badan, dan tinggi badan.
Variabel berat badan dan tinggi badan dapat disajikan dalam bentuk tiga indikator
antropometri yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Malnutrisi adalah keadaan
patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relative maupun absolute satu
8
dari lebih zat gizi (Supariasa et. al 2012). Dapat disimpulkan bahwa status gizi
adalah keadaan tubuh dari konsumsi makanan yang mengandung zat – zat gizi yang
masuk ke dalam tubuh dan bermanfaat bagi tubuh.
Status gizi dapat dinilai melalui beberapa cara yaitu dengan pengukuran
antropometri yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung.
Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang paling sederhana dan
praktis,karena mudah dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang
besar. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri
merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi
Badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit
(Supariasa, dkk, 2001).
Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang dilakukan
yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan penimbangan dan
dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah
antropometri, karena mudah, prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang
serta cukup peka untuk mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada
anak balita. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang dilakukan terhadap
Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta
Lemak di Bawah Kulit (Supariasa, 2002).
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh
manusia antara lain : Umur, berat badan, Tinggi badan dan lain – lain.
9
1) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan kesalahan interprestasi status gizi. Hasil pengukuran
tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti jika tidak
disertai dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, 2014). Menurut
Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur
penuh (Completed year) dan untuk anak umur 0 – 2 tahun di gunakan bulan
penuh (Completed month).
2) Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering
digunakan pada bayi baru lahir (Neonatus), Berat badan digunakan untuk
mendiagnosis bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat badan
bayi lahir dibawah 2.500 gram atau dibawah 2,5 kg. Pada masa bayi balita berat
badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik dan status gizi,
kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema, dan adanya
tumor. Selain itu berat badan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis
obat dan makanan.
Alat yang digunakan dalam penimbangan berat badan balita adalah :
1) Dacin
2) Timbangan injak Digital
3) Timbangan Baby Scale
Cara menimbang/mengukur berat badan :
Periksalah dacin dengan seksama, apakah masih dalam kondisi baik atau tidak.
Dacin yang baik adalah jika letak bandul geser berada pada skala 0,0 kg, jarum
10
penunjuk berada pada posisi seimbang. Setelah alat timbaang lainnya (celana
atau sarung timbang) dipasang pada dacin lakukan peneraan dengan cara
menambah beban pada ujung tangkai dacin, misalnya plastik berisi pasir.
Dalam buku kader 1995 diberikan petunjuk 9 langkah penimbangan :
1) Gantungkan dacin pada dahan pohon, palang rumah, penyangga kaki tiga.
2) Periksalah bila dacin sudah tergantung kuat, tarik batang dacin kebawah
kuat – kuat.
3) Sebelum dipakai, letakkan bandul geser pada angka 0 (nol), batang dacin
dikaitkan dengan tali pengaman.
4) Pasanglah celana atau sarung timbang yang kosong pada dacin, ingat letak
bandul geser pada angka 0 (nol).
5) Seimbangkan dacin yang sudag dibebani celana atau sarung timbang dengan
cara memasukkan pasir kedalam kantung plastik.
6) Anak ditimbang dan seimbangkan dacin.
7) Tentukan berat badan anak dengan membaca angka diujung bandul geser.
8) Catat hasil penimbangan diatas pada secarik kertas.
9) Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin pada tali
pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturukan.
Cara Menimbang bayi
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang bayi adalah :
1) Pakaian harus seminim mungkin, sepatu dan pakaian yang cukup tebal
ditanggalkan.
2) Kantung celana timbang tidak dapat digunakan untuk bayi.
3) Bayi ditidurkan dalam kain sarung.
11
4) Geserlah anak timbang sampai tercapai keadaan seimbang, kedua ujung
jarum terdapat pada satu titik.
5) Lihatlah angka pada skala batang dacin yang menunjukkan berat badan
bayi. Catat berat badan dengan teliti sampai atau angka desimal.
Cara Menimbang anak
Dengan cara yang sama seperti menimbang bayi, tetapi dapat digunakan
kantung celana timbang, kain sarung atau keranjang. Harus selalu diingat
bahwa sebelum anak ditimbang, jarum menunjukkan skala 0 (nol) stelah
ditambahkan kain sarung atau keranjang.
3) Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Selain itu tinggi
badan merupakan ukuran kedua yang penting karena dengan menghubungkan
berat badan dengan tinggi badan, faktor umur dapat di abaikan.
Pengukuran dengan mikrotoa
Pengukuran tinggi badan anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan
alat pengukur mikrotoa yang mempunyi ketelitian 0,1 cm.
Cara mengukur :
1) Tempelkan mikrotoa dengan paku pada dinding yang lurus dan datar
setinggi tepat 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar rata.
2) Lepaskan sepatu atau sandal.
3) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris,
kaki lurus, tumit, pantat, punggung dan kepala bagian belakang harus
12
menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke
depan.
4) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus
lurus menempel pada dinding.
5) Baca angka pada skala yang tampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa.
Angka tersebut merupakan tinggi anak yang diukur.
Pengukuran dengan pengukur panjang bayi
Untuk bayi atau anak yang belum dapat berdiri, digunakan alat pengukur
panjang bayi.
Cara mengukur :
1) Alat pengukur diletakkan di atas meja atau tempat yang datar.
2) Bayi ditidurkan lurus didalam alat pengukur, kepala diletakkan hati-hati
sampai menyinggung bagian atas alat pengukur.
3) Bagian alat pengukur sebelah bawah kaki digeser sehingga tepat
menyinggung telapak kaki bayi dan skala pada sisi alat pengukur dapat
dibaca.
Indeks Antropometri :
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak, telah ditentukan ambang batas dari berbagai indeks untuk menentukan
status gizi.
Cara pengukuran dengan antropometri menggunakan beberapa indeks seperti :
Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan
13
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Pada saat sekarang untuk
mengukur status gizi anak balita menggunakan WHO Antro 2005.
Berikut Kategori dan Ambang Batas status gizi anak berdasarkan indeks
Indeks Kategori status
Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Umur Gizi Buruk < -3 SD
BB/U Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak umur 0-60 bulan Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih > 2 SD
Panjang Badan menurut Umur Sangat Pendek < -3 SD
BB/U Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
Tinggi Badan menurut Umur Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
BB/U Tinggi > 2 SD
Anak umur 0-60 bulan
Berat Badan menurut panjang badan Sangat Kurus < -3 SD
BB/PB Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Berat Badan menurut Tinggi badan Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
BB/TB Gemuk > 2 SD
Anak umur 0-60 bulan
1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan – perubahan yang
mendadak. Misalnya karena terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu
makan, atau jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter Atropometri yang labil, Dalam keadaan normal yaitu ketika
keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan
keseimbangan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (Supariasa, 2014).
14
2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan parameter dalam waktu yang relatif lama.
Parameter antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Pada
keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring pertambahan umur,
pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan relatif kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang singkat pengaruh
devisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak. Berdasarkan
karakteristik tersebut, Indeks antropometri ini menggambarkan status gizi
masa lalu (Supariasa ,2014).
2. Berat Badan Menurut Tinggi Badan ( BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB ini
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini atau
sekarang (Supariasa, 2014).
2. Pola Asuh Ibu
a. Pengertian Pola Asuh
Pola Asuh merupakan sikap dan praktek pengasuhan ibu dalam
kedekatannya dengan anak, merawat, cara memberi makan, serta kasih
sayang. Pengasuhan anak adalah suatu fungsi penting pada berbagai
kelompok sosial dan kelompok budaya. Peranan ibu dalam pola pengasuhan
anak juga meliputi pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti pemberian
makan, mandi, menyediakan dan memakai pakaian buat anak. Termasuk
didalamnya adalah monitoring kesehatan anak, menyediakan obat, dan
15
membawanya ke petugas kesehatan profesional (O’Connel, 1992 dan Bahar,
2002, dalam Diyah 2011).
Pola berarti susunan, model, bentuk, tata, cara, gaya dalam
melakukan sesuatu. Sedangkan mengasuh berarti membina interaksi dan
komunikasi secara penuh perhatian sehingga anak tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi yang dewasa serta mampu menciptakan suatu kondisi yang
harmonis dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Desmita, 2013:8).
Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan
dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah
asuhan dan perawatan orang tua. Oleh karena itu, orang tua merupakan
dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak, melalui orang tua anak
beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta
pola pergaulan hidup yang berlaku di lingkungannya. Dengan demikian
dasar pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang
tua melalui praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Supanto, 1990).
Sesuai dengan yang diajukan oleh Mosley dan Chen (1988) dalam
pengasuhan anak meliputi aktivitas perawatan terkait gizi atau penyiapan
makanan dan menyusui, pencegahan dan pengobatan penyakit, memandikan
anak, membersihkan pakaian anak, membersihkan rumah.
Pola asuh terhadap anak merupakan hal yang sangat penting karena
akan memengaruhi proses tumbuh kembang balita. Pola pengasuhan anak
berkaitan erat dengan keadaan ibu terutama kesehatan, pendidikan,
pengetahuan, sikap dan praktik tentang pengasuhan anak (Suharsih, 2001).
16
Pengasuhan anak meliputi pula hal-hal seperti cara memandikan,
disiplin buang air, disiplin makan, adat istiadat penyapihan, cara
menggendong bayi dan mengajar sopan santun. Pola pengasuhan merupakan
cara orang tua mendidik dan membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya adalah faktor budaya, agama, kebiasaan, dan
kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang tua sendiri atau orang yang
mengasuh anak). Selain dan faktor tersebut pola pengasuhan sangat
dipengaruhi oleh kepribadian orang tua, terutama pengetahuan, sikap dan
tindakan. Pada umumnya bila orang tua semasa kecil dididik secara keras
dan berdisiplin tinggi, maka ia pun akan mendidik anaknya juga dengan
cara demikian.
Wulan K Nangley dkk (2017), dalam penelitian Hubungan Antara
Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Balita di Desa Tetelu Selatan Kecamatan
Dimembe Kabupaten Minahasa Utara menyimpulkan bahwa teradapat
hubungan antara praktek merawat anak dengan status gizi berdasarkan
indeks antropometri BB/U dan PB/U, terdapat hubungan antara praktek
memberi makan anak dengan status gizi berdasarkan indeks PB/U.
Hasil penelitian Rasmaniar, 2007 mendapatkan bahwa faktor resiko
yang paling dominan terhadap status gizi adalah pola asuh makan (kualitas
pengasuhan), kepada ibu dan calon ibu perlu adanya sosialisasi pengasuhan
yang baik sehingga nantinya akan tumbuh sesuai harapan. Meningkatkan
kuantitas maupun kualitas interaksi ibu dan anak dalam hal pengasuhan agar
tercipta Emotional bonding/attachment yang aman bagi anak.
b. Macam Pola Asuh
17
Pola asuh ibu yang diteliti dalam penelitian ini meliputi :
a) Pola Asuh Makan
Pola asuh makan adalah cara makan seseorang atau sekelompok
orang dalam memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan
terhadap pengaruh fisiologi, psikologi budaya dan sosial (Waryana,
2010) . Untuk kebutuhan pangan/gizi, ibu menyiapkan diri sejak prenatal
dalam mengatur dietnya selama kehamilan, masa neonatal berupa
pemberian ASI, menyiapkan makanan tambahan berupa makanan padat
yang lebih bervariasi bahannya atau makanan yang diperkaya dan
dukungan emosional untuk anak.
Dalam Depkes 2014 tentang Pola Gizi Seimbang untuk Anak 6-
24 bulan Pada anak usia 6-24 bulan, kebutuhan terhadap berbagai zat gizi
semakin meningkat dan tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja.
Pada usia ini anak berada pada periode pertumbuhan dan perkembangan
cepat,mulai terpapar terhadap infeksi dan secara fisik mulai aktif,
sehingga kebutuhan terhadap zat gizi harus terpenuhi dengan
memperhitungkan aktivitas bayi/anak dan keadaan infeksi. Agar
mencapai gizi seimbang maka perlu ditambah dengan Makanan
Pendamping ASI atau MP-ASI, sementara ASI tetap diberikan sampai
bayi berusia 2 tahun. Pada usia 6 bulan, bayi mulai diperkenalkan kepada
makanan lain, mula-mula dalam bentuk lumat, makanan lembik dan
selanjutnya beralih ke makanan keluarga.
18
Saat bayi berusia 1 tahun. ibu sebaiknya memahami bahwa pola
pemberian makanan secara seimbang pada usia dini akan berpengaruh
terhadap selera makan anak selanjutnya, sehingga pengenalan kepada
makanan yang beranekaragam pada periode ini menjadi sangat penting.
Secara bertahap, variasi makanan untuk bayi usia 6-24 bulan semakin
ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran dan buah-buahan, lauk pauk
sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok sebagai sumber
kalori. Demikian pula jumlahnya ditambahkan secara bertahap dalam
jumlah yang tidak berlebihan dan dalam proporsi yang juga seimbang.
Gizi Seimbang untuk Anak usia 2-5 tahun Kebutuhan zat gizi
anak pada usia 2-5 tahun meningkat karena masih berada pada masa
pertumbuhan cepat dan aktivitasnya tinggi. Demikian juga anak sudah
mempunyai pilihan terhadap makanan yang disukai termasuk makanan
jajanan. Oleh karena itu jumlah dan variasi makanan harus mendapatkan
perhatian secara khusus dari ibu atau pengasuh anak, terutama dalam
“memenangkan” pilihan anak agar memilih makanan yang bergizi
seimbang. Disamping itu anak pada usia ini sering keluar rumah
sehingga mudah terkena penyakit infeksi dan kecacingan, sehingga
perilaku hidup bersih perlu dibiasakan untuk mencegahnya.
Pada prinsipnya pemberian makanan kepada balita bertujuan
untuk mencukupi zat – zat gizi yang dibutuhkan balita. Menurut
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2018), jumlah zat gizi terutama
energi dan protein yang harus dikonsumsi bayi usia 6 – 11 bulan adalah
725 kalori dan 18 gram protein. Untuk usia 1 – 3 tahun adalah 1125
19
Kalori dan 26 gram protein, sedangkan untuk usia 4-5 tahun 1600 kalori
dan 35 gram protein.
Berdasarkan penelitian Setyowati dkk (2017), menyimpulkan
bahwa peran ibu yang paling berpengaruh terhadap status gizi balita
adalah pola asuh makanan.
b) Pola Asuh Kebersihan
Sulistijani (2001), Mengatakan bahwa lingkungan yang sehat
perlu diupayakan dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan dalam sekaligus,
harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan sehat terkait
dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu
dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut :
1) Mandi 2 kali sehari
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
3) Makan teratur 3 kali sehari
4) Menyikat gigi sebelum tidur
5) Buang air kecil pada tempatnya/WC
Anwar (2000), menyatakan asuh diri meliputi perilaku ibu
memelihara kebersihan rumah, hygiene makanan, dan sanitasi
lingkungan. Pemberian nutrisi tanpa memperhatikan kebersihan akan
meningkatkan risiko balita mengalami infeksi, seperti diare. Hasil
penelitian Widodo (2005), mengungkapkan akibat rendahnya sanitasi
dan hygiene pada pemberian MP – ASI memungkinkan terjadinya
kontaminasi oleh mikroba, sehingga meningkatkan risiko atau infeksi
20
lain pada balita. Sumber infeksi lain adalah permainan dan lingkungan
yang kotor.
c) Pola Asuh Kesehatan
Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh menurut Engle et.al
(1997), meliputi perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti
pencari pelayanan kesehatan. Status kesehatan merupakan salah satu
aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi balita kearah yang
lebih baik. Balita merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit.
Hal ini berkaitan dengan interaksi terhadap sarana dan prasarana yang
ada di lingkungan rumah tangga dan lingkungan sekelilingnya. Menurut
Budi (2006), menyatakan bahwa jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit,
lama sakit yang diderita sangat mempengaruhi kesehatan dan status gizi
balita.
Menurut Budi (2006), perilaku ibu dalam menghadapi anak balita
yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola
pengasuhan kesehatan yang sangat mempengaruhi status gizi anak balita.
Anak balita yang mendapatkan imunisasi akan lebih rendah mengalami
risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status gizinya di posyandu
melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini mendapatkan informasi
akan adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama atau berulang akan
mengurangi nafsu makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.
Sebagian aktif mengikuti pemeliharaan gizi maka orang tua dapat
melihat pertumbuhan anak melalui penimbangan balita, pemberian
vitamin A pada bulan februari dan agustus serta pemberian makanan
21
tambahan (Shochib, 1998). Perilaku ibu dalam menghadapi anak balita
yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola
pengasuhan kesehatan yang sangat mempengaruhi status gizi balita.
3. Karakteristik Balita
a. Pengertian Balita
Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik
pertumbuhan cepat pada usia 0 – 1 tahun, dimana umur 5 bulan berat badan
naik 2 kali berat badan lahir dan berat badan naik 3 kali dari berat badan
lahir pada umur 1 tahun dan menjadi 4 kali pada umur 2 tahun.
Pertumbuhan mulai lambat pada masa pra sekolah kenaikan berat badan
kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg pertahun kemudian pertumbuhan
konstan mulai berakhir (Soetjiningsih, 2001).
b. Karakteristik Balita
Septiari (2012), menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi dua
yaitu :
1) Anak usia 1 – 3 Tahun
Usia 1 – 3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menerima
makanan yang disediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan usia balita lebih
besar daripada usia pra sekolah, sehingga diperlukan jumlah makanan yang
relatif besar. Perut yang lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang
mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil bila dibandingkan
22
dengan anak yang lebih besar. Oleh sebab itu, pola makan yang diberikan
porsi kecil dengan frekuensi sering.
2) Anak usia prasekolah 3 – 5 tahun
Usia 3 – 5 tahun anak akan menjadi konsumen aktif. Anak sudah
mulai memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak
cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak beraktifitas lebih
banyak dan mulai memilih maupun menolak makanan yang disediakan
orang tuanya.
23
B. KERANGKA TEORI
Kerangka pikir penyebab masalah gizi ibu dan anak balita
(Bapennas; 2011). Sumber UNICEF (1990) , disesuaikan dengan Kondisi Indonesia.
Penyebab
Langsung
Penyebab
Tdk langsung
Akar Masalah
Menurut Unicef (2017), gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti faktor penyebab langsung, pokok masalah dan akar
masalah. Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh konsumsi makanan yang
Status Gizi Balita
Konsumsi Makanan Penyakit Infeksi
Ketersedian & Pola Konsumsi
RT
Pola Asuh Pemberian
Asi/MPASI,Pola Asuh Psikososial,Penyediaan MPASI, kebersihan &
Sanitasi
Pelayanan
Kesehatan &
Kesling
Daya beli,Akses pangan, Akses Informasi, Akses Pelayanan
Kemiskinan, Ketahanan Pangan & Gz, Pendidikan, Kesehatan, Kependududkan
Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial
24
tidak seimbang. Yang mana zat gizi di dalam makanan yang dikonsumsi tersebut
tidak cukup atau atau tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang seharusnya.
Sehingga mempengaruhi daya tahan tubuh menjadi lemah. Dengan keadaan tersebut
akan memudahkan munculnya penyakit infeksi seperti diare, demam dan lain
sebagainya kemudiaan mempengaruhi nafsu makan menjadi turun dan akhirnya
dapat menderita kurang gizi.
Begitu juga pada anak yang mengalami penyakit infeksi, Walaupun
mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam
akhirnya dapat menderita kurang gizi, karena penyakit infeksi memerlukan zat gizi
yang lebih dari kebutuhan tubuh pada kondisi normal.. Dalam kenyataannya
makanan dan penyakit memiliki hubungan timbal balik yang saling terkait menjadi
penyebab munculnya masalah kurang gizi.
Penyebab tidak langsung yaitu bahan makanan yang ada tidak mampu
memenuhi kebutuhan keluarga baik secara jumlah maupun zat gizinya. Kemudian
juga disebabkan oleh pola asuh dari orang tua ke anaknya tidak memadai, Selain
kedua hal tersebut, juga dikarenakan pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan
yang tidak memadai, Pelayanan kesehatan seharusnya tidak hanya memberi promosi
saja namun melaakukan tinjauan langsung ke masyarakat untuk melihat higiene
lingkungan dan langsungmenindak lanjuti jika ada anak yang memiliki ciri – ciri
kurang gizi.
Berbagai faktor yang langsung dan tidak langsung, mempunyai kaitan yang
erat dengan masalah utama. Masalah utama seperti kurangnya pemberdayaan wanita
dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumberdaya masyarakat dapat
mempengaruhi kurangnya pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan dari
25
masyarakat dan keluarga. Sehingga masyarakat dan keluarga tidak berdaya dalam
mengatasi permasalahan krisis ketahanan pangan, ketidak tahuan mengasuh anak
yang baik, serta tidak mampu untuk memanfaatkan pelayanan kesehataan yang
tersedia.
Akar masalah dari kurang gizi adalah karena adanya krisi ekonomi, politik
dan sosial, yang mana hal tersebut akan berdampak pada pengambilan kebijakan
oleh pemerintah dan kemampuan masyarakat yang rendah akibat tidak stabilnya
keadaan negara. Misalnya seperti krisis ekonomi yang memunculkan krisis moneter
mengakibatkan daya beli masyarakat rendah karena ketidak mapuan masyarakat
dalam membeli bahan makanan yang dibutuhkan keluarganya.
C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Pola Pengasuhan Ibu
Pola Asuh Makan
Pola Asuh Kebersihan
Pola Asuh Kesehatan
Status Gizi Balita