bab ii tinjauan pustaka a. prosedur audit/prosedur... · 6 c. piutang usaha terdapat beberapa p...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PROSEDUR AUDIT
Menurut Arens dan Loebbecke prosedur audit adalah akumulasi
dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan
tingkat kesesuaian antara informasi yang diterima dan kriteria yang telah
ditetapkan (Arens dan Lobbecke: 2000). Kemudian prosedur audit adalah
proses sistematis yang bertujuan untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara independen tentang tindakan dan peristiwa ekonomi sesuai
kriteria yang ditetapkan kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan (Widodo: 2013). Mulyadi mendiksripsikan
bahwa prosedur audit merupakan suatu daftar prosedur audit seluruh audit
unsur tertentu. Dengan kata lain, prosedur audit tersebut berisikan
kumpulan instruksi-instruksi rinci yang harus dilakukan oleh seorang
auditor dalam melakukan proses auditnya guna memperoleh bukti audit
yang diperlukan (Mulyadi: 2002).
Sesuai dengan beberapa pengertian tentang prosedur audit tersebut,
dapat diambil kesimpulan bahwa prosedur audit yaitu proses pengumpulan
dan pengevaluasian bukti audit yang kemudian mengkomunikasikannya
kepada pengguna yang berkepentingan atas informasi tersebut.
4
5
B. PENGUJIAN SUBSTANTIF
Beberapa pendapat tentang pengujian substantif menurut para ahli,
diantaranya pengertian pengujian substantif adalah prosedur audit dimana
auditor harus mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai
dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan
auditan. Rerangka umum pengembangan prosedur audit untuk pengujian
substantif adalah: (1) prosedur audit awal; (2) prosedur analitik; (3)
pengujian terhadap transaksi rinci; (4) pengujian terhadap saldo akun
rincidan; (5) verifikasi terhadap penyajian dan pengungkapan (Mulyadi:
2002). Pendapat lain menyebutkan bahwa pengujian substantif adalah
langkah-langkah yang harus dijalankan akuntan dalam pemeriksaan
terhadap perkiraan-perkiraan yang ada, untuk meyakinkan akuntan
terhadap 6 ciri yang mendasari penyajian akuntansi keuangan, yaitu: (1)
eksistensi; (2) penilaian; (3) kecermatan; (4) klasifikasi; (5) pisah batas;
dan (6) pengungkapan (Santoso: 2013).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengujian substantif ialah pengujian pokok/inti dari pemeriksaan
audit yang harus dilakukan auditor untuk memberikan keyakinan terhadap
adanya atribut yang mendasari penyajian akuntansi keuangan, diantaranya:
(1) keterjadian; (2) kelengkapan; (3) klasifikasi; (4) penilaian; dan (5)
penyajian.
6
C. PIUTANG USAHA
Terdapat beberapa pengertian piutang usaha menurut para ahli,
diantaranyapiutang didefinisikan sebagai klaim yang diharapkan akan
selesai dengan diterimanya uang tunai (Earl di dalam Kumpulan Ilmu:
2004). Piutang adalah klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau
pihak-pihak lainnya (Kieso di dalam Kumpulan Ilmu: 2002). Ada juga
pendapat bahwa yang dimaksud dengan piutang adalah kebiasaan bagi
perusahaan untuk memberikan kelonggaran kepada para pelanggan pada
waktu melakukan penjualan. Kelonggaran yang diberikan biasanya dalam
bentuk memperbolehkan para pelanggan tersebut membayar kemudian
atas penjualan barang atau jasa yang dilakukan (Soemarso di dalam
Kumpulan Ilmu: 2004). Selanjutnya ada yang berpendapat bahwa piutang
adalah hak untuk menagih sejumlah uang dari penjual kepada pembeli
yang timbul karena adanya suatu transaksi (Yusup di dalam Kumpulan
Ilmu: 2001). Horne memberikan pendapat bahwa piutang meliputi jumlah
uang yang dipinjam dari perusahaan oleh pelanggan yang telah membeli
barang atau memakai jasa secara kredit (Horne di dalam Kumpulan Ilmu:
2005).
Menurut beberapa pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa piutang usaha adalah klaim kepada pihak lain atas uang, barang,
atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau sesuai
dengan perjanjian antar kedua belah pihak.
7
D. JENIS PIUTANG YANG MEMERLUKAN PENGUNGKAPAN
DALAM PENYAJIANNYA DI NERACA
Sesuai dengan peraturan yang tercantum di dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) maupun dalam Prinsip Akuntansi
Berterima Umum (PABU) terdapat piutang yang memerlukan
pengungkapan dan penyajiannya di neraca, diantaranya sebagai berikut:
1. Piutang yang Memiliki Hubungan Istimewa
Berdasarkan PSAK No. 7, pengertian dari pihak-pihak istimewa
adalah pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan istimewa
apabila satu pihak mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas
pihak lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional.
Pihak-pihak yang dianggap memiliki hubungan istimewa yaitu:
a. Perusahaan yang melalui satu atau lebih perantara (intermediaries),
mengendalikan, atau dikendalikan oleh, atau berada di bawah
pengendalian bersama dengan perusahaan pelapor (termasuk
holding companies, subsidiaries, dan fellow subsidiaries).
b. Perusahaan asosiasi (associated company).
c. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak
langsung, suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang
berpengaruh secara signifikan, dan anggota keluarga dekat dari
perorangan tersebut (yang dimaksudkan dengan anggota keluarga
dekat adalah mereka yang dapat diharapkan mempengaruhi atau
8
dipengaruhi perorangan tersebut dalam transaksinya dengan
perusahaan pelapor).
d. Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin dan
mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota
dewan komisaris, direksi, dan manajer dari perusahaan serta
anggota keluarga dekat orang-orang tersebut.
e. Perusahaan dimana suatu kepentingan substansial dalam hak
suara dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
setiap orang yang diuraikan dalam (c) atau (d), atau setiap
orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas
perusahaan tersebut.
2. Piutang yang Digadaikan
Secara umum, piutang yang digadaikan dapat diartikan sebagai
piutang usaha yang dipakai untuk jaminan atas pinjaman entitas
tertentu yang merupakan bagian dari perjanjian pinjaman tersebut.
Dengan demikian, jika di dalam saldo piutang usaha yang
dicantumkan di dalam neraca terdapat piutang yang digadaikan, maka
hal tersebut harus diungkapkan secara memadai dalam penyajiannya
di neraca.
3. Anjak Piutang
Berdasarkan PSAK No. 43, anjak piutang adalah jenis pembiayaan
dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau tagihan
9
jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha.
Kegiatan anjak piutang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu jasa non
pembiayaan dan jasa pembiayaan. Jasa non pembiayaan meliputi jasa
penatausahaan penjualan secara kredit dan penagihan piutang klien,
seperti: investigasi kredit, administrasi penjualan,penagihan, dan
proteksi terhadap risiko kredit. Jasa pembiayaan merupakan jasa
pembelian dan atau pengalihan piutang jangka pendek dari kegiatan
usaha, termasuk transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. Anjak
piutang pembiayaan ini dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: anjak
piutang tanpa recourse dan anjak piutang dengan recourse. Recourse
merupakan hak lembaga pembiayaan atau lembaga lain yang membeli
dan atau menerima pengalihan piutang untuk menerima pembayaran
dari klien apabila piutang yang dialihkan tidak dapat dibayar oleh
nasabah pada saat piutang tersebut jatuh tempo.
E. PRINSIP AKUNTANSI BERTERIMA UMUM DALAM
PENYAJIAN PIUTANG USAHA DI NERACA
Sebelum membahas pengujian substantif terhadap piutang, perlu
diketahui terlebih dahulu Prinsip Akuntansi Berterima Umum dalam
penyajian piutang di neraca menurut Mulyadi (2002) berikut ini:
1. Piutang usaha harus disajikan di neraca sebesar jumlah yang
diperkirakan dapat ditagih dari debitur pada tanggal neraca. Piutang
10
usaha disajikan di neraca dalam jumlah kotor dikurangi dengan
taksiran kerugian tidak tertagihnya piutang.
2. Jika perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian piutang usaha,
harus dicantumkan pengungkapannya di neraca bahwa saldo piutang
usaha tersebut adalah jumlah bersih.
3. Jika piutang usaha bersaldo material pada tanggal neraca, harus
disajikan rinciannya di neraca.
4. Piutang usaha yang bersaldo kredit (terdapat di dalam kartu piutang)
pada tanggal neraca harus disajikan dalam kelompok utang lancar.
5. Jika jumlahnya material, piutang non usaha harus disajikan terpisah
dari piutang usaha.
F. TUJUAN PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP PIUTANG
USAHA
Tujuan pengujian substantif terhadap piutang usaha menurut
Budiman (2007) adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang
bersangkutan dengan piutang.
2. Membuktikan keberadaan piutang usaha dan keterjadian transaksi
yang berkaitan dengan piutang usaha.
3. Membuktikan kelengkapan transaksi dan kelengkapan saldo piutang
usaha.
4. Membuktikan hak kepemilikan.
11
5. Membuktikan kewajaran penilaian.
6. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan piutang usaha
di neraca.
G. PROSEDUR PENGUJIAN SUBSTANTIF TERHADAP PIUTANG
USAHA
Prosedur audit untuk pengujian substantif terhadap piutang usaha
berisi prosedur audit yang dirancang untuk mencapai tujuan audit seperti
yang telah diuraikan di atas. Berbagai prosedur audit menurut Mulyadi
(2002) dilaksanakan dalam lima tahap berikut:
1. Prosedur Audit Awal
Auditor menempuh prosedur audit awal dengan cara melakukan
rekonsiliasi antara informasi piutang usaha yang dicantumkan di
neraca dengan catatan akuntansi yang mendukungnya. Melakukan
rekonsiliasi ini penting agar auditor memperoleh keyakinan bahwa
informasi piutang usaha yang dicantumkan di neraca didukung oleh
catatan akuntansi yang andal. Auditor melakukan 6 prosedur audit
berikut ini dalam melakukan rekonsiliasi informasi piutang usaha di
neraca dengan catatan akuntansi yang bersangkutan:
a. Mengusut Saldo Piutang yang Tercantum di dalam Neraca Ke
Saldo Akun Piutang Usaha yang Bersangkutan di dalam Buku
Besar.
12
Untuk memperoleh keyakinan bahwa saldo piutang yang
tercantum di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang
andal kebenaran mekanisme pencatatan saldo piutang yang
dicantumkan di neraca, maka auditor mengusut ke akun buku
besar Piutang Usaha, Piutang Nonusaha, dan Cadangan Kerugian
Piutang Usaha.
b. Menghitung Kembali Saldo Akun Piutang di dalam Buku Besar.
Auditor menghitung kembali saldo akun Piutang Usaha dan
Piutang Nonusaha dengan cara menambah saldo awal dengan
jumlah pendebitan dan menguranginya dengan jumlah
pengkreditan akun tersebut, untuk memperoleh keyakinan
mengenai ketelitian penghitungan saldo akun piutang usaha.
c. Melakukan review terhadap Mutasi Luar Biasa dalam Jumlah dan
Sumber Posting dalam Akun Piutang Usaha dan Akun Cadangan
Kerugian Piutang Usaha.
Auditor dapat menemukan kecurangan dalam transaksi penjualan
kredit dan transaksi yang mengurangi piutang usaha (retur
penjualan dan penghapusan piutang) melalui review atas mutasi
luar biasa yang dilakukan, baik dalam jumlah maupun sumber
posting dalam Akun Piutang Usaha dan Akun Cadangan Kerugian
Piutang Usaha.
d. Mengusut Saldo Awal Akun Piutang Usaha dan Akun Cadangan
Kerugian Piutang ke Kertas Kerja Tahun yang Lalu.
13
Untuk mecapai tujuan ini, auditor mengusut saldo awal akun
piutang usaha dan cadangan kerugian piutang usaha ke kertas
kerja tahun yang lalu. Kertas kerja tahun lalu dapat menyediakan
informasi tentang berbagai koreksi yang diajukan oleh auditor
dalam audit tahun yang lalu, sehingga auditor dapat
mengevaluasi tindak lanjut yang telah ditempuh oleh klien dalam
menanggapi koreksi yang diajukan oleh auditor tersebut.
e. Mengusut Posting Pendebitan Akun Piutang Usaha ke dalam
Jurnal yang Bersangkutan.
Mengusut pendebitan di dalam akun piutang usaha ke jurnal
penjualan dan pengkreditan ke akun tersebut auditor mengusut ke
jurnal penerimaan kas dan jurnal umum. Mengusut juga
pendebitan di dalam akun piutang nonusaha ke jurnal pengeluaran
kas dan jurnal umum serta pengkreditan ke akun tersebut auditor
mengusut ke jurnal penerimaan kas dan jurnal umum. Pengusutan
ini dilakukan untuk memperoleh keyakinan bahwa mutasi
penambahan dan pengurangan piutang usaha berasal dari jurnal-
jurnal yang bersangkutan.
f. Melakukan Rekonsiliasi Akun Kontrol Piutang Usaha dalam Buku
Besar ke Buku Pembantu Piutang Usaha.
Auditor mencocokkan saldo akun kontrol (controlling
account)piutang usaha di dalam buku besar tersebut dengan
jumlah saldo akun pembantu (subsidiary account) piutang usaha
14
untuk memperoleh keyakinan bahwa catatan akuntansi klien yang
bersangkutan dengan piutang usaha dapat dipercaya ketelitiannya.
Kemudian jika piutang non usaha jumlahnya material, klien
menyelenggarakan buku pembantu. Dengan demikian auditor
menempuh prosedur rekonsiliasi pula terhadap piutang non usaha
tersebut.
2. Prosedur Analitik
Pada tahap awal pengujian substantif terhadap piutang usaha,
pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam
memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang
memerlukan audit lebih intensif. Auditor melakukan perhitungan
berbagai rasio, setelah mengihitung rasio tersebut kemudian
membandingkan dengan harapan auditor, misalnya rasio tahun yang
lalu, rerata ratioindustri, atau ratioyang dianggarkan. Pembandingan
ini membantu auditor untuk mengungkapkan peristiwa atau transaksi
yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi
acak, atau salah saji.
3. Prosedur Audit terhadap Transaksi Rinci
Auditor melakukan beberapa prosedur audit terhadap transaksi rinci,
yaitu sebagai berikut:
a. Memeriksa Sampel Transaksi Tercatat dalam Akun Piutang Usaha
ke Dokumen yang Mendukung Timbulnya Transaksi tersebut.
15
Prosedur audit ini dimulai oleh auditor dari buku pembantu
piutang usaha. Pengujian dilakukan dengan mengambil sampel
berikut ini: (1) Sampel akun debitur yang akan diperiksa transaksi
mutasinya;(2) Sampel transaksi yang dicatat dalam akun debitur
pilihan.
b. Memeriksa Pendebitan Akun Piutang ke Dokumen Pendukung:
Faktur Penjualan, Laporan Pengiriman Barang, dan Order
Penjualan. Auditor mengambil sampel transaksi yang dicatat di
sebelah debit akun debitur yang terpilih dalam sampel, kemudian
melakukan prosedur audit berikut ini:
1) Mengambil dari arsip klien faktur penjualan beserta dokumen
pendukungnya: laporan pengiriman barang dan order
penjualan.
2) Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung faktur
penjualan.
3) Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam faktur
penjualan dan dokumen pendukungnya.
4) Memeriksa kebenaran data yang di-posting ke dalam akun
debitur berdasarkan faktur penjualan.
5) Memastikan bahwa klien telah mencatat semua faktur
penjualan yang disampel di sebelah debit akun debitur.
c. Memeriksa Pengkreditan Akun Piutang ke Dokumen Pendukung:
Bukti Kas Masuk, Memo Kredit untuk Retur Penjualan atau
16
Penghapusan Piutang. Auditor mengambil sampel transaksi yang
dicatat di sebelah kredit akun debitur yang terpilih dalam sampel,
kemudian melakukan prosedur audit berikut ini:
1) Mengambil dari arsip klien bukti kas masuk dan memo kredit
beserta dokumen pendukungnya: surat pemberitahuan
(remittance advice) dan laporan penerimaan barang.
2) Memeriksa kelengkapan dokumen yang mendukung bukti
kas masuk dengan memo kredit.
3) Memeriksa kesesuaian data yang tercantum dalam bukti kas
masuk dan memo kredit dan dokumen pendukung lainnya.
4) Memeriksa kebenaran data yang di-posting ke dalam akun
debitur berdasarkan bukti kas masuk dan memo kredit.
5) Memastikan bahwa semua bukti kas masuk dan memo kredit
yang disampel telah dicatat di sebelah kredit akun debitur.
d. Melakukan Verifikasi Pisah Batas (Cut Off) Transaksi Penjualan
dan Retur Penjualan.
Verifikasi ini untuk membuktikan apakah klien menggunakan
pisah batas yang konsisten dalam memperhitungkan transaksi
penjualan yang termasuk dalam tahun yang diaudit dibanding
dengan tahun sebelumnya.
e. Memeriksa dokumen yang mendukung timbulnya piutang usaha
dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu pertama
setelah tanggal neraca.
17
Untuk membuktikan bahwa klien menggunakan pisah batas yang
konsisten terhadap trsansaksi penjualan, auditor memeriksa faktur
penjualan dan dokumen pendukungnya yang dibuat dan dicatat
oleh klien dalam periode sebelum dan sesudah tanggal neraca.
f. Memeriksa dokumen yang mendukung berkurangnya piutang
usaha dalam minggu terakhir tahun yang diaudit dan minggu
pertama setelah tanggal neraca.
Untuk membuktikan ketepatan pisah batas dalam transaksi
berkurangnya piutang usaha karena penerimaan kas dari debitur,
auditor memeriksa dokumen bukti kas masuk dan surat
pemberitahuan (remittance advice) dari debitur yang dipakai
sebagai dasar pencatatan ke dalam kartu piutang.
g. Melakukan Verifikasi Pisah Batas (Cut Off) Transaksi Penerimaan
Kas.
Untuk membuktikan ketepatan pisah batas transaksi penerimaan
kas, auditor melakukan observasi terhadap semua kas yang
diterima pada hari terakhir tahun yang diaudit untuk
membuktikan apakah penerimaan kas tersebut telah dimasukkan
ke dalam kas di tangan atau setoran dalam perjalanan dan
penerimaan kas dalam tahun berikutnya tidak dimasukkan sebagai
penerimaan kas tahun yang diaudit.
18
4. Pengujian terhadap Saldo Akun Rinci
Pengujian terhadap saldo akun rinci dalam siklus pendapatan lebih
difokuskan ke saldo piutang usaha dan akun penilaianya (Cadangan
Kerugian Piutang Usaha). Tujuan pengujian saldo akun piutang usaha
rinci adalah untuk memverifikasi: (a) Keberadaan atau keterjadian; (b)
Kelengkapan;(c) Hak kepemilikan;(d) Penilaian.
Untuk mencapai tujuan tersebut, auditor harus melakukan beberapa
prosedur audit sebagai berikut:
a. Melakukan Konfirmasi Piutang
Ada tiga tahap yang harus ditempuh oleh auditor dalam
mengirimkan surat konfirmasi kepada debitur:
1) Menentukan metode surat, saat, dan luas konfirmasi yang
akan dilaksanakan.
Terdapat dua metode konfirmasi piutang yang dapat
digunakan oleh auditor metode konfirmasi positif dan metode
konfirmasi negatif. Metode konfirmasi positif adalah metode
konfirmasi yang meminta jawaban penegasan dari debitur,
baik dalam hal terdapat kesesuaian maupun ketidaksesuaian
antara saldo utang debitur menurut catatan akuntansinya
dengan saldo utangnya yang tercantum di dalam surat
konfirmasi tersebut. Metode konfirmasi negatif adalah
metode konfirmasi yang meminta jawaban penegasan dari
debitur hanya jika terdapat ketidaksesuaian antara saldo utang
19
debitur menurut catatan akuntansinya dengan saldo utangnya
yang tercantum di dalam surat konfirmasi tersebut. Metode
konfirmasi positif umumnya digunakan jika auditor
menghadapi situasi: saldo piutang klien kepada debitur secara
individual berjumlah besar, auditor mempunyai dugaan
bahwa terdapat banyak akun piutang yang disengketakan
antara klien dengan debiturnya dan terdapat ketidaktelitian
atau kecurangan saldo akun piutang. Metode konfirmasi
negatif umumnya digunakan oleh auditor jika pengendalian
intern terhadap piutang dinilai baik oleh auditor, akun piutang
klien berjumlah banyak dengan saldo piutang yang secara
individual kecil, atau auditor memperkirakan bahwa debitur
yang menerima konfirmasi tidak akan menaruh perhatian
terhadap surat konfirmasi yang diterimanya.
2) Mengirimkan surat konfirmasi kepada debitur
a) Memeriksa dokumen yang mendukung timbulnya
piutang. Untuk konfirmasi positif yang diperoleh
jawabannya, auditor melaksanakan prosedur alternatif
dengan cara memeriksa dokumen yang mendukung
pencatatan penerimaan kas dari debitur yang terjadi
setelah tanggal neraca dan memeriksa dokumen yang
mendukung pendebitan dan pengkreditan akun piutang
usaha kepada debitur yang bersangkutan.
20
b) Memeriksa dokumen yang mendukung pencatatan
penerimaan kas dari debitur yang terjadi setelah tanggal
neraca. Prosedur audit ini juga merupakan prosedur audit
alternatif, jika surat konfirmasi yang dikirimkan kepada
debitur tidak diperoleh jawaban.
c) Memeriksa dokumen pendukung timbulnya piutang
usaha. Pemeriksaan terhadap dokumen pendukung
transaksi timbulnya piutang usaha ini mempunyai dua
tujuan, yaitu untuk membuktikan keberadaan piutang
usaha dan untuk membuktikan hak milik atas piutang
usaha yang dicantumkan di neraca.
3) Memeriksa jawaban konfirmasi bank.
Melalui jawaban konfirmasi bank ini, auditor dapat
mengetahui wesel tagih yang didiskontokan ke bank dan
piutang usaha yang dijaminkan dalam penarikan kredit dari
bank.
4) Meminta surat representasi piutang dari klien.
Surat representasi digunakan oleh auditor untuk menyadarkan
klien bahwa tanggung jawab atas kewajaran informasi yang
disajikan di dalam laporan keuangan berada ditangan klien,
bukan di tangan auditor.
21
b. Melakukan Evaluasi terhadap Kecukupan Cadangan Kerugian
Piutang Usaha yang dibuat oleh Klien.
Prosedur ini ditempuh oleh auditor untuk memverifikasi penilaian
piutang usaha yang dicantumkan di neraca.
1) Menghitung kembali cadangan kerugian piutang usaha yang
dibuat oleh klien. Cadangan kerugian piutang umumnya
ditentukan berdasarkan pengalaman perusahaan dan
pengumpulan piutang usaha dari debiturnya.
2) Memeriksa penetuan umur piutang usaha yang dibuat oleh
klien. Langkah pertama dalam memverifikasi kewajaran
penilaian piutang usaha adalah meminta dari klien daftar
umur piutang usaha per tanggal neraca.
3) Membandingkan cadangan kerugian piutang usaha yang
tercantum di neraca tahun yang diaudit dengan cadangan
tersebut yang tercantum di neraca tahun sebelumnya.
Dengan prosedur ini, auditor akan memperoleh gambaran
mengenai cukup tidaknya cadangan kerugian piutang usaha
yang dibentuk oleh klien di neraca yang sekarang diaudit oleh
auditor.
4) Memeriksa catatan kredit untuk debitur yang utangnya telah
kadaluwarsa. Melalui daftar umur piutang usaha, auditor
dapat memperoleh informasi nama debitur yang piutang
kepadanya telah lama kadaluwarsa.
22
5. Verifikasi Penyajian dan Pengungkapan Akun dalam Laporan
Keuangan.
a. Membandingkan Penyajian Piutang Usaha dengan Penyajian
Menurut Prinsip Akuntansi Berterima Umum
Prosedur audit terhadap penyajian dan pengungkapan piutang
usaha yaitu, memeriksa klasifikasi piutang ke dalam kelompok
aktiva lancar dan aktiva tidak lancar, memeriksa piutang ke dalam
kelompok piutang usaha dan piutang non usaha, dan menentukan
kecukupan pengungkapan dan akuntansi untuk transaksi
antarpihak yang memiliki hubungan istimewa, piutang yang
digadaikan, piutang yang telah dianjakkan (factored account
receivable) ke perusahaan anjak piutang.
b. Memeriksa klasifikasi piutang ke dalam kelompok aktiva lancar
dan aktiva tidak lancar.
Piutang tipe tertentu tidak dapat dimasukkan dalam kelompok
aktiva lancar, seperti piutang kepada manajer perusahaan, direksi,
dan perusahaan afiliasi yang laporan keuangannya tidak
dikonsolidasikan.
c. Memeriksa klasifikasi piutang ke dalam kelompok piutang usaha
dan piutang non usaha.
Seperti tercantum di prinsip akuntansi berterima umum, piutang
usaha harus disajikan di neraca terpisah dari piutang non usaha.
23
d. Menentukan kecukupan pengungkapan dan akuntansi untuk
transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa, piutang
yang digadaikan, piutang yang telah dianjakkan (factored account
receivable) ke perusahaan anjak piutang.
Menurut prinsip akuntansi berterima umum, transaksi antarpihak
yang memiliki hubungan istimewa harus diungkapkan memadai
dalam neraca. Begitu juga piutang yang digadaikan dan yang
dianjakkan harus diungkapkan memadai dalam neraca.
H. PROSEDUR PENGUJIAN SUBSTANTIF BERDASARKAN
STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK (SPAP)
Sesuai yang tercantum di dalam Standar Profesional Akuntan
Publik (SA Seksi 326) untuk memperoleh bukti audit yang kompeten dan
andal guna mencapai tujuan audit yang telah ditetapkan, maka prosedur
pengujian substantif yang dirancang dan ditetapkan oleh setiap kantor
akuntan publik hendaknya harus dapat membuktikan adanya kelima asersi
manajemen berikut ini:
1. Asersi keberadaan atau keterjadian
Asersi ini berhubungan dengan apakah aset atau utang entitas ada
pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi
selama periode tertentu.
24
2. Asersi kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang
seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di
dalamnya.
3. Asersi hak dan kewajiban
Asersi ini berhubungan dengan apakah aset merupakan hak entitas dan
utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
4. Asersi penilaian atau alokasi
Asersi ini berhubungan dengan apakah komponen aset, liabilitas,
pendapatan, dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan
pada jumlah yang semestinya.
5. Asersi penyajian dan pengungkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah komponen tertentu laporan
keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya.
Selain harus terpenuhinya kelima asersi tersebut, sesuai yang
tercantum di dalam SPAPpada SA seksi 326 (PSA No. 07) tentang bukti
audit menyatakan bahwa bukti audit yang diperoleh dari sumber
independen di luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar atas
keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti audit
yang disediakan hanya dari dalam entitas tersebut. Dengan demikian,
auditor perlu meminta bukti-bukti tertentu kepada pihak di luar perusahaan
sebagai bukti pendukung yang andal atas proses audit yang dilakukannya.
25
I. SIMBOL-SIMBOL UMUM BAGAN ALIR(FLOWCHART)
Menurut Romney dan Steinbart (2003) simbol-simbol umum bagan
alir serta simbol, disajikan dalam tabel berikut:
Tabel II.1 Simbol-Simbol Bagan Alir Input/Output
Simbol Nama Keterangan
Dokumen
Dokumen atau paloran, dokumen tersebut dapat dipersiapkan dengan tulisan tangan, atau dicetak dengan komputer.
Beberapa dokumen
Digambarkan dengan cara menumpuk simbol dokumen dan mencetak nomor dokumen dengan di bagian depan sudut kanan atas.
Input / output,
jurnal / buku besar
Fungsi Input atau Output apapun di dalam bagan alir prosedur,juga dipergunakan untuk mewakili jurnal dan buku besar dalam bagan alir dokumen.
Tampilan
Informasi yang ditampilkan oleh peralatan output online seperti terminal, monitor atau layar.
Pengetikan online (online
keying)
Memasukan (entry) data melalui peralatan on-line seperti terminal atau personal komputer.
Terminal atau
personal komputer
Simbol tampilan dan pengetikan online dipergunakan bersama untuk mewakili terminal personal komputer
26
Tabel II.2 Simbol-Simbol Bagan Alir Pemrosesan
Simbol
Nama
Keterangan
Pemrosesan dengan komputer
Fungsi pemrosesan yang dilaksanakan dengan komputer, biasanya menghasilkan perubahan atas data atau informasi.
Proses manual
Pelaksanaan pemrosesan yang dilakukan secara manual.
Proses pendukung (auxiliary operation)
Fungsi pemrosesan yang dilaksanakan oleh peralatan selain komputer.
Tabel II.3
Simbol-Simbol Bagan Alir Penyimpanan
Simbol
Nama
Keterangan
Disk magnetis
Data disimpan secara permanen didalam disk megnetis dipergunakan untuk file utama dan database.
Pita magnetis
Data disimpan ke dalam pita magnetis.
Penyimpanan online
Data disimpan di dalam file online temporer melalui media yang dapat diakses secara langsung seperti disk.
File
File dokumen secara manual disimpan dan ditarik kembali, huruf yang ditulis didalam simbol menunjukan urutan pengaturan file secara N= Numeris, A= alfabetis, D/T= berdasarkan tanggal.
27
Tabel II.4 Simbol-Simbol Arus dan Lain-lain
Simbol
Nama
Keterangan
Arus dokumen
Arah pemrosesan atau arus dokumen, arus yang normal berada di bawah dan mengarah.
Arus data / informasi
Arah data / informasi sering dipergunakan untuk memperlihatkan data yang dicopy dari suatu dokumen ke dokumen lainnya.
Communication Link
Pengiriman dari satu lokasi ke lokasi lainnya melalui jalur komunikasi.
On-page connector
Menghubungkam arus pemrosesan di satu halaman yang sama, penggunaan konektor ini akan menghindari garis yang saling silang di satu halaman.
Off-page connector
Suatu penanda masuk dari, atau keluar ke halaman lain.
Terminal
Titik awal, akhir, atau pemberhentian dalam suatu proses atau prosedur, juga dipergunakan untuk menunjukan adanya pihak eksternal.
Keputusan
Langkah pengambilan keputusan.
Anotasi
Komentar deskriptif tambahan atau catatan penjelasan untuk klarifikasi.