bab ii tinjauan pustaka a. perilaku - sinta.unud.ac.id ii.pdf · perilaku dapat juga diartikan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
a. Pengertian
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2007). Secara
operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan
dari luar subjek tersebut. Perilaku dapat diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan
reaksi yakni yang disebut rangsangan. Rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau
perilaku tertentu. Perilaku dapat juga diartikan sebagai aktivitas manusia yang timbul karena
adanya stimulasi dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung
(Notoatmodjo, 2007).
b. Bentuk Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007), dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua.
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau
reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran
dan sikap yang terjadi pada seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
9
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (dalam Notoatmodjo, 2007) menyatakan
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior
causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
1) Pengetahuan
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng
(long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang dalam hal ini
pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoadmojo, 2007).
Untuk lebih jelasnya, bahasan tentang pengetahuan akan dibahas pada bab berikutnya.
2) Sikap
Menurut Zimbardo dan Ebbesen, sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh)
terhadap seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-komponen cognitive, affective dan
behavior (dalam Linggasari, 2008).
Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja, sebagai
berikut :
10
a) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.
b) Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang. Keyakinan-keyakinan evaluatif, dimanifestasi
dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki seseorang terhadap objek atau
orang tertentu.
c) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak
terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu (Winardi, 2004).
Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: menerima (receiving),
menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.Merespon
(responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
Bertanggungjawab (responsible), bertanggungjawab atas segala suatu yang telah dipilihnya
dengan segala risiko merupakan sikap yang memiliki tingkatan paling tinggi (Notoatmodjo,
2007).
b. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya ketersedianya
alat pendukung, pelatihan dan sebagainya.
c. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi undang-undang, peraturan-
peraturan, pengawasan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
d. Domain Perilaku
Domain perilaku kesehatan menurut Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2007) terdiri dari 1)
pengetahuan, 2) sikap dan 3) psikomotor :
11
a. Pengetahuan
1) Pengertian
Pengetahuan merupakan nilai dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap subyek tertentu (Notoatmodjo, 2007).
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan:
Menurut Lukman yang dikutip oleh Hendra (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, yaitu:
a) Umur
Singgih (1998 dalam Hendra, 2008), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka
proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,
bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan
tahun. Selain itu Abu Ahmadi (2001), juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang
itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini, maka dapat kita simpulkan bahwa
bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang
diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
b) Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna
menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu
model untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu
menguasai lingkungan (Khayan, 1997). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan
intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.
12
c) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari
hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam
lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikir
seseorang (Nasution, dalam Hendra, 2008).
d) Sosial Budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu
kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seeorang mengalami
suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
e) Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2007), pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk
mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat
berdiri sendiri.
f) Informasi
Menurut Wied Hary A (1996 dalam Hendra, 2007), informasi akan memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia
mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka
hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
g) Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman
merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk
13
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo, 2007).
3) Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), tingkatan pengetahuan terdiri dari:
a) Mengenal (Recognition) dan mengingat kembali (Recall), diartikan sebagai kemampuan
mengingat kembali sesuatu yang pernah diketahui sehingga bisa memilih dua atau lebih
jawaban.
b) Pemahaman (Comprehension) merupakan sesuatu kemampuan untuk memahami tentang
suatu objek atau materi.
c) Penerapan (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan secara benar
sesuatu hal yang diketahui dalam situasi yang sebenarnya.
d) Analisis (Analysis) diartikan sebagai kemampuan untuk menyebarkan materi atau objek ke
dalam suatu struktur dan masih kaitannya satu sama lain.
e) Sintesis (Syntesis) diartikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi.
f) Evaluasi (Evaluation) diartikan sebagai kemampuan penilaian terhadap suatu objek atau
materi.
4) Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) cara memperoleh pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu:
a) Cara tradisional
(1) Cara coba-coba (Trial and error)
14
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan masalah dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan
kedua ini gagal, dicoba kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah tersebut
terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut trial (coba) dan error (gagal).
(2) Cara kekuasaan atau otoritas
Pada prinsipnya adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan orang yang
mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya baik
berdasarkan empiris atau berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang
menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah benar.
(3) Pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang terbaik, demikianlah bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung
maksud bahwa pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
oleh sebab itu pengetahuan pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan.
(4) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia cara-cara berpikir manusia pun ikut
berkembang. Dalam memperoleh pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya.
b) Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis
dan ilmiah. Cara ini disebut penelitian atau populer disebut metode penelitian
5) Cara mengukur pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
15
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat
tersebut di atas (Notoatmodjo, 2005). Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan, kemudahan dilakukan penilaian nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0
untuk jawaban salah.
Menurut Arikunto (2003) tingkat pengetahuan dapat ditentukan dengan kriteria :
a) Baik jika menguasai materi ≥ 76 -100%
b) Cukup jika meguasai materi ≥ 56-75%
c) Kurang jika menguasai materi < 56%
b. Sikap (attitude)
1) Pengertian
Sikap adalah respon tertutup seorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat
intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas
menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).
2) Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:
a) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
b) Merespons (Responding)
Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah
suatu indikasi dari sikap.
c) Menghargai (Valuing)
16
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu
masalah atau suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d) Bertanggungjawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah
merupakan sikap yang paling tinggi.
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
Menurut Azwar (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap
adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa,
lembaga pendidikan dan agama dan faktor emosi dalam diri.
a) Pengalaman pribadi
Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, pengahayatan akan
pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Tidak adanya pengalaman pribadi
sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap
obyek tersebut.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut
mempengaruhi sikap. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah
dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh
keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
c) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap
17
kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya,
karena kebudayaan pulalah kita memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi
anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan
kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.
d) Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru, mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi
dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam
diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-
ajarannya. Hal ini dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem
kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut
berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.
f) Faktor emosi dalam diri
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang.
Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang
18
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan
ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi
telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
4) Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat
ditanyakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Menurut
Azwar (1995), pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan model likert, yang dikenal
dengan summated rating method. Skala ini juga menggunakan pernyataan-pernyataan dengan
lima aternatif jawaban atau tanggapan atas pernyataan-pernyataan tersebut. Subyek yang diteliti
diminta untuk memilih satu dari lima alternatif jawaban yang dikemukakan oleh Likert yaitu:
a) Sangat setuju (strongly approve)
b) Setuju (Approve)
c) Ragu-ragu (Undecide)
d) Tidak setuju (Disapprove)
e) Sangat tidak setuju (Strongly Disapprove)
c. Praktik/Tindakan
1) Pengertian
Keterampilan merupakan salah satu domain dari perilaku setelah pengetahuan dan sikap
(Notoatmodjo, 2007). Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecendrungan untuk
bertindak (practice). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya suatu
tindakan perlu faktor lain seperti fasilitas dan sarana prasarana.
2) Tingkatan praktik
19
Menurut Notoatmodjo (2007), adapun tingkatan praktek sebagai berikut:
a) Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah
merupakan praktek tingkat pertama.
b) Respons Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah
merupakan indikator praktek tingkat dua.
c) Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu
sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d) Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya
tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
3) Pengukuran psikomotor
Menurut Notoatmodjo (2007), pengukuran psikomotor dilakukan dengan pengamatan
(observasi), namun dapat dilakukan pula dengan dengan pendekatan recall atau mengingat
kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu.
e. Pembentukan dan Perubahan Perilaku
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan
individu. Karena perubahan perilaku, adalah merupakan tujuan dari pendidikan dan penyuluhan
kesehatan sebagai penunjang program kesehatan lainnya. Teori tentang perubahan perilaku
antara lain :
a. Teori Stimulus Organisme Merespons
20
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada
kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari
sumber komunikasi misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan
perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Perubahan perilaku lainnya dapat
terjadi bila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi stimulus semula. Stimulus yang dapat
melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat menyakinkan
organisme (Notoatmodjo, 2007).
b. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia merupakan keadaan yang seimbang antara
kekuatan penahan dan kekuatan pendorong. Perilaku dapat berubah bila ada ketidakseimbangan
antar kekuatan tersebut, sehingga ada tiga kemungkinan yang terjadi antara lain:
1) Meningkatkan kekuatan pendorong. Hal ini terjadi karena adanya stimulus yang
menyebabkan perubahan perilaku. Dapat berupa informasi dan penyuluhan sehubungan
dengan perilaku yang bersangkutan.
2) Menurunnya kekuatan penahan. Hal ini terjadi karena adanya stimulus yang memperlemah
kekuatan penahan tersebut.
3) Meningkatnya kekuatan pendorong dan melemahnya kekuatan penahan (Notoatmodjo,
2007).
B. Kewaspadaan Universal
1. Pengertian
Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman yang
ditetapkan oleh the Centers for Disease Control and Prevention CDC Atlanta dan the
21
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah transmisi dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.
Sementara itu menurut Kurniawati dan Nursalam (2007), kewaspadaan Universal (KU) atau
Universal Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan
tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya.
2. Tujuan Kewaspadaan Universal
Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa Universal precautions perlu diterapkan
dengan tujuan :
a. Mengendalikan infeksi secara konsisten Universal precautions merupakan upaya
pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua
pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah.
b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti
berisiko
Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi
yang ditularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosis
maupun yang belum diketahui.
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan
oleh infeksi HIV namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap
segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.
d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya
Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat
nosokomial terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah / cairan tubuh.
22
3. Komponen Universal Precautions
Tindakan pencegahan universal meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Cuci tangan
Cuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun
memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain. Tindakan ini penting untuk mengurangi
mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan
kerja terjaga dari infeksi (Kurniawati & Nursalam, 2007).
Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan
kuman melalui tangan yaitu:
1) Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak langsung dengan
klien), saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi
dan pemasangan infus.
2) Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat
bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa
b. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko
pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta kulit yang tidah utuh dan selaput lendir
pasien. Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai untuk setiap tindakan seperti :
1) Penggunaan Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan
petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi dan
23
harus selalu diganti untuk mecegah infeksi silang. Menurut Tiedjen (2004), ada tiga jenis sarung
tangan yaitu:
a) Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan.
b) Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu malakukan
pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
c) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
2) Penggunaan Gaun pelindung
Gaun bedah, petama kali digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat
di abdomen dan lengan dari staf perawatan kesehatan sewaktu pembedahan.
3) Penggunaan Celemek (skort)
Jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan bahan tidak tembus cairan. Tujuannya untuk
melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah maupun cairan tubuh lain
yang dapat mencemari baju seragam.
4) Penggunaan Masker dan kaca mata (google)
Masker dan kaca mata atau pelindung wajah (google), tujuannya melindungi membran mukosa
mata, hidung dan mulut, digunakan selama melakukan tindakan perawatan pasien yang
memungkinkan terjadi percikan darah atau cairan tubuh lain.
5) Sepatu tertutup
Sepatu tertutup, dipakai pada saat memasuki daerah ketat. Sepatu ini dapat berupa sepatu
tertutup biasa sebatas mata kaki dan sepatu booth tertutup yang biasa dipakai pada operasi yang
memungkinkan terjadinya genangan percikan darah atau cairan tubuh pasien, misalnya pada
operasi sectio caesarea atau laparatomy.
24
c. Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati.
Alat benda tajam sekali pakai (disposable) dipisahkan dalam wadah khusus untuk insenerasi.
Bila tidak ada insenerator, dilakukan dekontaminasi dengan larutan chlorine 0,5% kemudian
dimasukkan dalam wadah plastik yang tahan tusukan misalnya kaleng untuk dikubur dan
kapurisasi.
d. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan cara melakukan dekontaminasi, desinfeksi,
sterilisasi.
Dekontaminasi dan desinfeksi dilakukan di ruang perawatan dengan menggunakan cairan
desinfektan chlorine 0,5%, glutaraldehyde 2%, presept atau desinfektan oleh bagian sterilisasi
dengan mesin autoclave.
e. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar.
Linen yang basah dan tecemar oleh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, harus dikelola secara
hati-hati dengan mencegah pemaparan kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pakaian.
C. Penatalaksanaan Needle Stick Injury
1. Pengertian
Tindakan yang segera diberikan kepada orang yang terkena pajanan, berupa darah atau cairan
tubuh yang telah terkontaminasi dan dapat masuk tubuh seseorang melalui parental, tusukan
jarum, percikan pada mukosa mata, hidung, mulut dan pada kulit yang tidak utuh (luka). Tujuan
disusunnya SPO ini adalah sebagai acuan untuk mencegah penularan infeksi akibat terpapar
dengan darah atau cairan tubuh dari pasien ke petugas.
2. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan tahun 2011 .
25
Petugas atau orang yang terpapar pajanan harus mendapatkan penanganan lebih lanjut untuk
mencegah dan atau mengobati dari risiko penularan infeksi dari pasien. Adapun penanganan
pajanan yang dilakukan secara spesifik terhadap patogen tertentu adalah sebagai berikut :
1) Penanganan pajanan terhadap virus HIV
Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melalui darah meliputi :
a) Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, memakai APD yang sesuai.
b) Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat.
c) Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum/benda tajam.
Faktor yang meningkatkan terjadinya infeksi paksa pajanan :
a) Tusukan yang dalam
b) Tampak darah pada alat penimbul pajanan
c) Tusukan masuk kepembunuh darah
d) Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh petugas. Peraturannya harus termasuk
memeriksa sumber pajanan, penatalaksanaan jarum dan alat tajam yang benar, alat pelindung
diri, penata laksanaan luka tusuk dan desinfeksi.
Alur penata laksanaan pajanan di rumah sakit harus termasuk pemeriksaan laboratorium yang
harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu empat jam paska
pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV) kombinasi AZT (zidovudine) 3TC
(lamivudine) dan Indinavir .
Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan anti HIV dan dicatat sampai jadwal
pemeriksaan monitoring lanjutannya.
26
Kemungkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksaan laboratorium
dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam 24 jam.
2) Penanganan pajanan terhadap virus hepatitis B
Probabilitas infeksi hepatitis B paska pajanan antara 1,9 - 40% perpajanan. Paska pajanan harus
segera dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat mengalami infeksi bila sumber pajanan positif
HbsAg atau HbeAg.
Adapun profilaksis Paska Pajanan tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung Anti
HBs lebih dari 10mlU/ml. HB imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 48 jam dan >1
minggu paska pajanan dan 1 seri vaksinasi hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologik.
3) Penanganan Pajanan terhadap virus Hepatitis C
Transmisi sama dengan Hepatitis B. Belum ada terapi profilaksis paska pajanan yang dapat
diberikan, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan dan di dokumentasikan. Sumber pajanan juga
harus diperiksa.
3. Prosedur Penatalaksanaan Needle Stick Injury di RSUP Sanglah Denpasar
Adapun prosedur penanganan jika terjadi pajanan adalah sebagai berikut:
Jangan panik, laksanakan tindakan darurat :
1) Bila tertusuk jarum, bagian yang tertusuk segera bilas dengan air mengalir dan sabun
atau antiseptic selama 3 – 5 menit, jangan dipencet.
2) Bila cairan tubuh pasien mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau tusukan, cuci dengan
sabun dan air mengalir selama 1 menit.
3) Bila cairan tubuh pasien mengenai mulut, kumur-kumur dengan air selama 1 menit.
4) Bila cairan tubuh pasien mengenai mata, cucilah mata dengan air mengalir selama 15 menit.
27
Segera laporkan pajanan yang terjadi kepada atasan/Kepala Ruangan, Komite PPI dan petugas
kesehatan keselamatan kerja rumah sakit.
4. Ketepatan Penanganan Pertama dan Penatalaksanaan Lanjutan sesuai dengan
Prosedur Penatalaksanaan paska pajanan di RSUP Sanglah tahun 2013
Adapun prosedur penatalaksanaan jika terjadi pajanan adalah sebagai berikut :
1) Jangan panik
2) Lakukan penanganan pertama
Bagian yang tertusuk segera bilas dengan air mengalir dan sabun atau anti septik selama 3-5
menit , jangan lakukan pemencetan
3) Segera laporkan pajanan yang terjadi kepada kepala ruangan
4) Pada jam kerja petugas yang terpajan datang kepoliklinik filter untuk mendapat penanganan
pertama
5) Pada jam kerja setelah dilakukan penanganan pertama oleh dokter kepala ruangan
menghubungi VCT untuk dilakukan konseling pada petugas yang terpajan .
6) Staf yang terpajan datang langsung ke poli VCT untuk mengikuti konseling dan terapi
padajam kerja .
7) Bila kejadian di luar jam kerja (jam 13.00-07.00 wita atau hari libur):
a) Setelah dilakukan penanganan pertama ambil sampel darah 3 cc pada petugas yang terpajan
dan pada pasien yang belum jelas /tidak diketahui status HIV , Hepatitis B dan C.
b) Bawa dan titip sampel darah tersebut ke lab 24 jam dengan diberi etiket yang jelas .
c) Staf yang terpajan datang ke IGD Triase untuk dilakukan pemeriksaan oleh dokter MOD.
28
d) Dengan didampingi oleh dokter MOD kemudian di konsulkan ke dokter interna bagian
Tropik .
e) Pada jam kerja tiba staf terpajan datang ke poli VCT untuk dilakukan konseling dan therapi
lebih lanjut dengan membawa sampel darah yang telah dititip di lab 24 jam
f) Follow up dilakukan setelah 4,8 dan 24 minggu paska pajanan dilakukan oleh komite PPI
yang berkoordinasi dengan petugas VCT.
5. Ketepatan Pelaporan sesuai dengan Prosedur Pelaporan paska pajanan di RSUP
Sanglah tahun 2013 :
Petugas atau orang yang terpapar pajanan harus mendapatkan penanganan lebih lanjut dalam
waktu 4 jam paska pajanan . pemberian propilaksis setelah 72 jam tidak dianjurkan. Kepala
Ruangan/atasan langsung menerima laporan insiden pajanan di unitnya masing-masing. Kepala
Ruangan/ atasan langsung membuat laporan insiden tertulis secara lengkap sesuai format Patient
safety. Laporan tertulis dikirim ke Tim Patien safety untuk dilakukan kompilasi data. Tim Patien
safety akan berkoordinasi dengan poli VCT untuk mendapatkan keseragaman data. Setelah data
dikumpulkan dan dikompilasi oleh tim Patien safety laporan akan dikirim ke Tim Kesehatan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3-RS) untuk dilakukan analisa dan rekomendasi.Tim Patient
safety juga menyerahkan laporan insiden pajanan ke bidangf pelayanan keperawatan dan unit
penjamin mutu setiap bulan. Hasil rekomendasi dari Tim K3-RS akan ditindak lanjuti oleh
komite PPI, komite PPI akan melakukan monitoring dan evaluasi.