bab ii tinjauan pustaka a. perilaku perawatan pada...
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi
1. Perilaku (Practice)
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat
diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Dimana perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin
(Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation)
(Notoatmodjo, 2003).
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi
karena perilaku merupakan hasil dari perubahan berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku
manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.
Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam
mempengaruhi perilaku manusia (Notoatmodjo, 2003).
2. Perilaku kesehatan
Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh
faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Menurut Lawrence
Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan terbagi tiga
teori penyebab masalah kesehatan yang meliputi :
a. Faktor predisposisi (Predisposing faktors) merupakan faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,
8
antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi. Pada seseorang dengan pengetahuan rendah dan berdampak
pada perilaku perawatan pada penderita hipertensi. Seseorang dengan
pengetahuan yang cukup tentang perilaku perawatan hipertensi maka
secara langsung akan bersikap positif dan menuruti aturan pengobatan,
disertai munculnya keyakinan untuk sembuh, tetapi terkadang masih
ada yang percaya dengan pengobatan alternatif bukan medis yang
dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya.
b. Faktor pemungkin (Enabling factors) merupakan faktor yang
memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan artinya bahwa
faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
terjadinya perilaku kesehatan. dimana lingkungan yang jauh atau jarak
dari pelayanan kesehatan yang memberikan kontribusi rendahnya
perilaku perawatan pada penderita hipertensi.
c. Faktor penguat (Reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain :
1) Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan Petugas sangat membantu, dimana dengan adanya
dukungan petugas dari petugas sangatlah besar artinya bagi
seseorang dalam melakukan perawatan hipertensi, sebab petugas
adalah yang merawat dan sering berinteraksi, sehingga
pemahaman terhadap kondisi fisik maupun psikis lebih baik,
dengan sering berinteraksi akan sangat mempengaruhi rasa
9
percaya dan menerima kehadiran petugas bagi dirinya, serta
motivasi atau dukungan yang diberikan petugas sangat besar
artinya terhadap ketaatan pesien untuk selalu mengontrol tekanan
darahmya secara rutin (Purwanto, 1999).
2) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga sangatlah penting karena keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan sebagai penerima
asuhan keperawatan. Oleh karena itu keluarga sangat berperan
dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan oleh anggota
keluarga yang sakit, apabila dalam keluarga tersebut salah satu
anggota keluarganya ada yang sedang mengalami masalah
kesehatan maka sistem dalam keluarga akan terpengaruhi.
(Friedman, 1998).
3. Unsur-Unsur Perilaku
Perilaku muncul sebagai hasil interaksi antara tanggapan dari
individu terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya agar bisa
beradaptasi dan tetap survive yang mendasari timbulnya perilaku adalah
dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan
usia jadi perilaku muncul karena adanya dorongan untuk survive. Ada tiga
unsur utama dalam perilaku yaitu :
a. Adanya afektif (perasaan atau penilaian pada berbagai hal)
b. Kognitif (pengetahuan kepercayaan atau pendapat tentang suatu
obyek)
10
c. Psikomotor (niat serta tindakan yang berkaitan dengan suatu obyek).
Perilaku memiliki hubungan yang cukup besar dalam
menentukan tingkat pemanfaatan sarana kesehatan. Teori Adopsi
perilaku dari Rogers mengemukakan bahwa untuk mengubah perilaku
seseorang akan melewati 5 tahapan yaitu awarenes (kesadaran),
interest (perhatian atau ketertarikan dengan ide baru), evalution
(perilaku terhadap ide), trial (usaha untuk mencoba) dan terakhir
adoption (bila menerima ide baru) (Notoatmodjo, 2003).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Perawatan
Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Lewin perilaku
ketaatan pada individu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan
merupakan hal yang sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku
seseorang. Pengetahuan pasien tentang perawatan pada penderita
hipertensi yang rendah yang dapat menimbulkan kesadaran yang
rendah pula yang berdampak dan berpengaruh pada penderita
hipertensi dalamm engontrol tekanan darah, kedisiplinan pemeriksaan
yang akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut.
b. Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau
obyek.
c. Ciri-ciri individual meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan
dan status sosial ekonomi.
11
d. Partisipasi keluarga merupakan keikutsertaan keluarga didalam
membantu pasien melaksanakan perawatan dan pengobatan pasien.
B. Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90
mmHg. Sementara itu diastolik lebih kecil dari 85 mmHg dianggap
tekanan darah normal, 85-89 mmHg normal tinggi, 90-104 mmHg
hipertensi ringan 105-114 mmHg hipertensi sedang, dan lebih dari 115
dianggap tekanan darah tinggi (Wiryowidagto, 2003).
2. Klasifikasi (Marsud, 1999)
Klasifikasi tekanan darah tinggi banyak ragamnya, tetapi perlu
diketahui klasifikasi menurut etologinya. Dan tekanan darah tinggi dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Hipertensi Esensial
Adalah suatu bentuk tekanan darah tinggi yang tidak diketahui
penyebabnya atau tanpa tanda-tanda kelainan alat didalam tubuh.
b. Hipertensi Sekunder
Adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat
diidentifikasi (Marsud, 1996). Secara klinis derajat hipertensi dapat
dikelompokkan sesuai rekomendasi dari “ The Six Report of The Joint
National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Presure’’ sebagai berikut :
12
Tabel 2.1 Kategori Hipertensi
No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
1.
2.
3.
4.
Optimal
Normal
Normal - Tinggi
Hipertensi
Derajat 1(ringan)
Derajat 2 (sedang)
Derajat 3 (berat)
Derajat 4 (sangat berat)
< 120
120 – 129
130 – 139
140 – 159
160 – 179
180 – 209
> 210
< 80
80 – 84
85 – 89
90 – 99
100 – 109
110 – 119
> 210
Sumber : (Smelzer, 2001)
3. Penyebab hipertensi (Gunawan, 2001 )
Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri dari
perseorangan serta kebiasaan hidup seseorang. Seseorang memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi. Sedangkan ciri perseorangan yang berupa
umur, jenis kelamin dan ras juga mempengaruhi timbulnya hipertensi.
Umur yang bertambah menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah,
tekanan darah pada pria umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
wanita. Ras kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibanding dengan
orang kulit putih, kebiasaan hidup seseorang dengan konsumsi garam
tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa,
kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan.
13
4. Pengelolaan Hipertensi
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas (Gideon, 2000), akibat komplikasi jantung
kardiovaskuler (jantung) yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Brunner dan
Suddarth, 2001).
Dalam meningkatkan perilaku perawatan dengan cara
meningkatkan kemampuan menyampaikan informasi yang jelas pada
penderita mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya,
keterlibatan keluarga dan beberapa pendekatan perilaku (Smet, 1999).
5. Perawatan Hipertensi
Perawatan dalam hipertensi diantaranya dalam ketaatan pengobatan
meliputi perlakuan khusus mengenai gaya hidup seperti diet, istirahat dan
olahraga serta konsumsi obat termasuk didalmnya jenis obat yang
dikonsumsi, berapa lama obat harus dikonsumsi, kapan waktu atau jadwal
minum, kapan harus dihentikan dan kapan harus berkunjung untuk
melakukan kontrol tekanan darah (Lany, 2001).
C. Tingkat Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah sesuatu yang dikemukakan seseorang yang
merupakan hasil dari tahu. Hal ini dapat terjadi setelah individu
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
14
pendengaran, penciuman, rasa dan raba, dimana sebagian penginderaan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan didalam domain kognitif
terdiri dari 6 tingkatan yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, termasuk didalam pengetahuan. Tingkatan ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan. Pada keluarga yang mempunyai
penderita hipertensi diharapkan dapat mengetahui gejala-gejala dan
penyebab lain dari penyakit hipertensi kepada orang lain serta untuk
dirinya sendiri.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang
15
dipelajari. Hal ini diharapkan keluarga dapat menjelaskan alasan dari
mengapa perlu adanya perilaku perawatan pada penderita hipertensi.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukun-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain. Pada keluarga yang mempunyai penderita hipertensi
diharapkan dapat melakukan tindakan pencegahan apabila terjadi
komplikasi.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Dimana keluarga
dapat mengetahui tentang perawatan pada penderita hipertensi sesuai
dengan kondisi agar taraf kesehatannya dapat terjaga dengan baik.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan
16
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Dimana keluarga dapat menyusun suatu program pengobatan yang
merupakan bagian dari perilaku perawatan dengan menyusun rencana
menu, jadwal pemeriksaan, agar tekanan darah dapat terkontrol.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut
Notoatmodjo (2003), yaitu :
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia akan lebih
mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula
untuk menyelesaikan hal-hal baru tersebut.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
memberikan pengetahuan yang jelas terutama tentang cara perawatan
yang benar dan tepat pada penderita hipertensi.
17
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang,
karena informasi-informasi baru akan di saring kira-kira sesuai dengan
tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedang umur
semakin banyak (bertambah tua).
e. Sosial Ekonomi
Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan
dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang di
miliki harus dipergunakan semaksimal mungkin, begitupun dalam
mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan
dengan pendapatan keluarga.
4. Cara mencari pengetahuan
Ada berbagai macam cara untuk mencari atau menperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, yaitu :
a. Cara tradisional
Untuk memperoleh pengetahuan, cara kuno atau tradisional dipakai
orang memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya
metode ilmiah untuk metode penemuan secara sistematik dan logis
(Notoatmodjo, 2003).
18
b. Cara coba-salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila
menghadapi persoalan untuk masalah, upaya pemecahannya dilakukan
dengan cara coba-coba saja. Dimana metode ini telah digunakan orang
dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah.
Bahkan sekarang ini metode coba-coba masih sering dipergunakan
terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui cara
memecahkan masalah (Notoatmodjo, 2003).
c. Kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan
tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melakukan penalaran
apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan ini biasanya
diwariskan turun temurun dari generasi berikutnya. Dimana
pengetahuan, diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik
tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, otoritas ilmu
pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
d. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, dimana pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan, atau pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat
digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Perlu diperhatikan
bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang
19
untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka perlu berfikir kritis dan
logis (Notoatmodjo, 2003).
e. Melalui jalan pikir
Sejalan dengan perkembangan kebudayaaan umat manusia, cara
berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia
telah menggunakan jalan pikirannya baik melalui induksi dan deduksi
(Notoatmodjo, 2003).
f. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi penelitian.
Cara ini mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap
gejala-gejala alam atau kemasyarakat kemudian hasil pengmatannya
tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan akhirnya diambil
kesimpulan umum (Notoatmodjo, 2003).
5. Cara pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden Kedalam pengetahuannya yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut
diatas (Notoatmodjo, 2003).
20
D. Sikap
1. Pengertian
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya
tidak dapat langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang
tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap
merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi atau berespon terhadap
objek atau stimulus. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan
nyata, diperlukan faktor pendukung dan fasilitas (Sunaryo, 2004).
2. Komponen Sikap
Menurut Mar’at (1999), sikap terbagi 3 komponen yang membentuk
struktur sikap dan ketiganya saling menunjang, yaitu:
a. Komponen kognitif (komponen perseptual)
Berisi kepercayaan, yang berhubungan dengan hal-hal tentang
bagaimana individu mempersiapkan terhadap objek sikap, dengan apa
yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan,
pikiran, pengalaman pribadi.
21
b. Komponen afektif (komponen emosional)
Kemampuan ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif
individu atau evaluasi terhadap objek sikap, baik yang positif maupun
negatif.
c. Komponen konatif (komponen perilaku)
Yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.
Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Pada penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan
emosi memegang peranan penting. Dimana dari ketiga komponen tersebut
tidak berdiri sendiri, tetapi menunjukkan manusia yang merupakan suatu
sistem kognitif, yang berarti bahwa yang dipikirkan seseorang tidak akan
terlepas dari perasaannya (Mar’at,1999).
Terdapat beberapa tingkatan sikap yang terdiri dari (Notoatmodjo,
2003) :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap
keluarga tentang perilaku perawatan pada penderita hipertensi yang
dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap
informasi-informasi yang didapat tentang perilaku pearwatan
hipertensi.
22
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Struktur sikap
Terdapat beberapa struktur sikap yang dibentuk oleh tiga komponen
yaitu (Walgito, 2003) :
a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang
berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan. Hal yang
berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan objek sikap
b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu yang berhubungan
dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa
senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang
merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap,
yaitu positif dan negatif.
23
c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu
komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak
terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap,
yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau
berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
4. Faktor yang mempengaruhi sikap
Menurut Sunaryo (2004), ada 4 hal penting yang menjadi
determinan (faktor penentu) sikap individu yaitu :
a. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis seseorang akan ikut menentukan bagaimana
sikap seseorang. Berkaitan dengan ini adalah faktor umur dan
kesehatan. Pada umumnya orang muda sikapnya lebih mengikuti
kemauannya (egonya) daripada sikap orang yang lebih tua, sedangkan
orang dewasa sikapnya lebih moderat. Dengan demikian masalah umur
akan berpengaruh pada sikap seseorang. Orang yang sering sakit lebih
bersikap tergantung daripada orang yang tidak sakit.
b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap
Sikap seseorang terhadap objek sikap akan dipengaruhi oleh
pengalaman langsung orang yang bersangkutan dengan objek sikap
tersebut.
c. Faktor kerangka acuan
Kerangka acuan merupakan faktor yang penting dalam sikap
seseorang, karena kerangka acuan ini akan berperan terhadap objek
24
sikap. Bila kerangka acuan tidak sesuai dengan objek sikap, maka
orang mempunyai sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.
d. Faktor komunikasi sosial
Faktor komunikasi sosial yang berwujud informasi dari
seseorang kepada orang lain dapat menyebabkan perubahan sikap yang
ada pada diri orang yang bersangkutan.
E. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Perawatan
Pada Penderita Hipertensi
Secara spesifik, dengan adanya pengetahuan yang baik yang dimiliki
keluarga berpengaruh pada sikap yang akan dilakukan dalam melakukan
perilaku perawatan pada penderita hipertensi, sehingga berpengaruh pula
pada menurunnya mortalitas dan lebih mudah sembuh daripada sakit. Jadi
dengan adanya pengetahuan dan sikap yang baik dan tepat maka status
kesehatan penderita lebih meningkat. Pengetahuan yang baik dan sikap yang
tepat mendorong keluarga untuk berperilaku yang tepat dalam hal ini
perawatan pada penderita hipertensi, dimana perilaku biasanya dipengaruhi
oleh respon individu terhadap stimulus atau pengetahuan yang bersifat baik,
sedang, buruk, positif, negatif yang tergantung bagaimana reaksi individu
untuk merespon terhadap suatu stimulus tersebut yang berujung pada suatu
tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Dari berbagai strategi untuk meningkatkan kekuatan dalam melakukan
perilaku perawatan pada penderita hipertensi salah satunya dengan adanya
keterlibatan keluarga, dimana keluarga dapat melakukan perawatan dengan
25
tujuan untuk meningkatkan kesehatan penderita hipertensi sehari-harinya dan
tercipta status kesehatan yang optimal (Marilyn, 1998). Sebuah keluarga
dapat menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan
suatu keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang
perawatan yang tepat untuk responden (Niven, 2000). Sikap keluarga yang
perduli sangat diperlukan untuk menghadapi penderita yang membutuhkan
perhatian. Dalam dukungan emosional yang meliputi rasa empati, kepedulian
dan perhatian terhadap anggota keluarga yang sakit (Smet,1994).Dengan
perhatian yang berlebih maka penderita hipertensi merasa tidak sendiri
dalam menghadapi penyakitnya, karena penyakit hipertensi merupakan
penyakit seumur hidup dan perawatannya pun seumur hidup.
Dengan adanya peran serta keluarga yang dilakukan dengan baik
diharapkan dapat membantu penderita hipertensi dalam melakukan
perawatan sehari-hari, sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh tenaga
kesehatan. Perlu diketahui bahwa penyakit hipertensi tidak akan sembuh,
untuk itu dibutuhkan suatu perilaku ketaatan jangka panjang dan kesabaran
yang ekstra selama hidupnya guna mempertahankan kesehatannya
(Friedman,1998).
26
F. Kerangka Teori
Gambar .1. Kerangka Teori
(Sumber: Lawrence Green (1988) yang dimodifikasi : Notoatmodjo, 2003)
Faktor Predisposisi: 1. Tingkat Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai 6. Motivasi
Faktor Pemungkin
1. Fasilitas Fisik : kesehatan: puskesmas, rumah sakit
2. Fasilitas umum: media massa (koran, TV, Radio)
Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi
Faktor Penguat
1. Dukungan Keluarga 2. Dukungan Teman 3. Dukungan Tenaga
Kesehatan
27
F. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar.2. 2. Kerangka Konsep
G. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan perilaku
perawatan pada penderita hipertensi di desa Triharjo Kecamatan Gemuh
Kabupaten Kendal.
2. Ada hubungan antara sikap keluarga dengan perilaku perawatan pada
penderita hipertensi di desa Triharjo Kecamatan Gemuh Kabupaten
Kendal.
Tingkat pengetahuan keluarga
Sikap keluarga
Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi