bab ii tinjauan pustaka a. pengetahuan masyarakat
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan Masyarakat
1. Pengertian Pengetahuan Masyarakat
Pengetahuan adalah suatu proses dimana seseorang berusaha untuk
melakukan penginderaan terhadap sebuah objek tertentu. Pengamatan
terjadi melalui panca indera manusia, baik dari penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Akan tetapi pengetahuan sebagian besar
diperolah melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007)
2. Tingkat pengetahuan dalam kognitif
Tingkatan pengetahuan dikutip dari Magfiroh (2013) adalah sebagai
berikut :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai ingatan akan materi yang telah didapat dan
dipelajari sebelumnya. Pengetahuan berarti mengingat kembali
sesuatu dari semua materi yang diterima. Oleh sebab itu pengetahuan
disebut sebagai tingkat pemahaman yang paling rendah
b. Memahami ( Comprehension)
Memahami atau paham diartikan sebagai kemampuan untuk
menjelaskan dengan benar mengenai objek yang telah diketahui dan
dapat memaparkan materi tersebut sesuai dengan apa yang
didapatkan. Sehingga seseorang dikatakan paham terhadap objek atau
materi yang telah didapatkan apabila dapat menjelaskan,
menyimpulkan dan menyebutkan objek yang dihadapi.
c. Analisis ( Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam mendalami materi yang
telah didapat dan menyimpulkannya dalam sebuah pendapat.
Kemmampuan analisis dapat dilihat langsung dari penggunaan kata
10
kerja , seperti dapat menggambarkan (membuat bagan) ,membedakan,
memisahkan dan mengelompokkan.
d. Sintesis (shyntesis)
Sistesis adalah suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-
bagian dari pengetahuannya menjadi suatu hal-hal yang baru. Jadi
sistesis juga bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengembangkan sebuah inovasi bari dari inovasi-inovasi
sebelumnya.
e. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
melakukan penilaian terhadap suatu objek yang dicermati berdasarkan
kriteria tertentu.
(Maghfiroh, 2013)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi tungkat pengetahuan menurut Mubarak
(2007) adalah :
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap
perkembangan menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan. Pendidikan
diperlukan untuk memperoleh informasi misalnya informasi
dalam bidang kesehatan, ekonomi untuk meningkatkan kualitas
hidup. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka
paparan informasi yang diterima semakin mudah untuk
didapatkan.
2) Umur
Semakin cukup umur maka kematangan dalam mendapatkan
informasi akan semakin menjadi lebih baik dan paparan informasi
11
yang didapat dari lingkungan sekitar maupun dari dunia maya
akan bertambah
b. Faktor eksternal
1) Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan dapat mempengaruhi perkembangan, pola pikir dan
perilaku manusia
2) Sosial budaya
Sistem budaya dan adat yang dianut oleh masyarakat juga dapat
mempengaruhi pola perilaku seseorang dan begitu pula dalam hal
mencari informasi
3) Pekerjaan
Pekerjaan atau lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Mengukur tingkat pengetahuan
dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari suatu objek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan
pengetahuan dalam domain kognitif
(Mubarak, 2007)
4. Proses Memperoleh Pengetahuan
Proses memperoleh pengetahuan menurut Notoatmojo (2010) dalam
bukunya Metodologi Penelitian yaitu :
a. Cara Memperoleh Kebenaran Non Ilmiah
1) Coba cara salah
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan , bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
12
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil
maka akan dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah
tersebut bisa dipecahkan
2) Secara kebetulan
Penemuan secara kebetulan terjadi karena tidak sengaja oleh
orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan
enzim urease oleh summers pada tahun 1926. Pada suatu hari
summers sedang bekerja dengan ekstra aseton, dan karena terburu
ingin bermain tenis, maka ekstrak aseton tersebut disimpan
kedalam lemari es. Keesokan harinya ketika ingin meneruskan
percobaan ternyata ekstrak aseton yang disimoan kedalam kulkas
tersebut timbul kristal- kristal yang kemudian disebut enzim
urease.
3) Cara kekuasaan atau Otoritas
Para pemegang otoritas baik pemimpin pemerintahan, tokoh
agama, maupun ahli ilmu pengetahuna ada prinsipnya mempunyai
mekanisme yang sama dalam penemuan pengetahuan. Prinsip
inilah ,orang lain menerima pendapat yang dikemukaan oleh
orang yang mempunyai otoritas , tanpa terlebih dahulu menguji
atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris
maupun berdasarkan pengalamana sendiri. Hal ini disebabkan
karena oraang yang menerima pendapat tersebut menganggap
bahwa apa yang dikemukakan sudah benar.
4) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang pernah diperolehdalam memecahkan
permasalahan yang pernah dihadapi di masa lalu.
13
5) Cara Akal Sehat (common sense)
Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orang tua zaman
dahulu agaranaknya mau menuruti nasihat orang tuanya atau agar
anaknya disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya
berbuat salah. Ternyata cara menghukum ini sampai sekarang
berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah
metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak.
Pemberian hadiah atau hukuman merupakan cara yang masih
dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam
konteks pendidikan
6) Kebenaran melalui wahyu
Ajaran atau dogma agama adalah suatu kebenaran yang
diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus
diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang
bersangkutan. Terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional
atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para Nabi sebagai
wahyu dan bukan karena hasil usaha penalaran atau penyelidikan
manusia.
7) Kebenaran secara intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali
melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses
penalaran atau berfikir. Kebenaran yang diperoleh secara intuitif
sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-
cara yang rasional dan yang sistematis. Kebenaran ini diperoleh
seseorang hanya berdasarkan intusisi atau suara hati atau bisikan
hati saja.
8) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara
berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah
14
mampu telah mampu menggunakan penalarannya dalam
memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam
memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan
jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi
9) Induksi
Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari
pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum.
10) Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-
pernyataan umum ke khusus
(Notoatmojo, 2010)
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran
ilmu pengetahuan atau pemecahan masalah. Metode ilmiah yang
pertama kali dikenalkan oleh John Dewey adalah perpaduan proses
berfikir deduktif-induktif guna memecahkan suatu masalah. John
Dewey didalam bukunya How We Think (1910) mengatakan bahwa
langkah- langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
1) Merasakan adanya suatu masalah atau kesulitan, dan masalah atau
kesulitan ini mendorong perlunya pemecahan
2) Merumuskan atau membatasi masalah tersebut
3) Mencoba mangajukan pemecahan masalah/kesulitan tersebut
dalam bentuk hipotesis
4) Merumuskan alasan-alasan dan akibat dari hipotesis yang
dirumuskan secara deduktif.
5) Menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan, dengan berdasarkan
fakta-fakta yang dikumpulkan melalui penyelidikan atau
penelitian.
(Notoatmojo, 2010)
15
5. Proses Belajar Masyarakat
Menurut Notoatmojo (2007) pengetahuan dalam diri seseorang dapat
terjadi melalui suatu proses yaitu :
a. Awarennes ( kesadaran) adalah orang menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Interest (merasa tertarik) adalah orang mulai merasa tertarik terhadap
stimulus atau objek tersebut.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) berarti subjek menimbang
nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
d. Trial (mencoba) berarti subjek mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption berarti subjek telah berperilaku bru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
(Notoatmojo, 2007)
6. Sarana dan Prasarana dalam Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat
Menurut (Izah, 2013),masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan
dengan menggunakan media promosi kesehatan diantaranya sebagai
berikut :
a. Media cetak
1) Booklet
Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar
2) Leaflet
Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan
kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam
bentuk kalimat maupun gampar atau kombinasi
3) Flyer
Flyer adalah selebaran yang bentuknya seperti leaflet, tetapi tidak
berlipat
16
4) Flip chart
Flip chart adalah media penyampaian pesan atau informasi dalam
bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku dimana tiap
lembar berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi
kalimat sebagai pesan atau informasi yang berkaitan dengan
gambar tersebut.
5) Rubrik
Adalah tulisan tulisan pada surat kabar atau majalah yang
membahas suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan.
6) Poster
Poster adalah bentuk media cetak yang berisi pesan atau informasi
kesehatan, yang biasanya ditempel di tembok atau di tempat
umum.
(Notoatmojo,2007)
b. Media elektronik
1) Televisi
Penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui media
televisi dapat dalam bentuk sandiwara , sinetron, forum diskusi
atau tanya jawab seputar masalah kesehatan, pidato, TV spot, kuis
atau cerdas cermat.
2) Radio
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan di radio antara
lain , obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, atau iklan
3) Video
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat
disampaikan melalui vodeo
4) Slide
17
Slide adalah sebuah media presentasi yang dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi atau pendidikan kesehatan. (Izah, 2013)
B. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku adalah sesuatu yang dikerjakan oleh individu, baik dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Secara khusus perilaku
merupakan bagian dari satu kesatuan pola reaksi. Pengertian perilaku
mencakup segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang.
(Maghfiroh, 2013)
Secara sempit, perilaku dapat dirumuskan sebagai reaksi yang dapat
diamati secara umum atau objektif. Perilaku dapat ditinjau secara sosial
yakni pengaruh hubungan antara individu dengan lingkungannya terhadap
perilaku yang merupakan proses - proses dan dinamika mental atau
psikologis yang mendasari perilaku, dan perilaku biologi yang merupakan
proses-proses dan dinamika saraf-faali (neural-fisiologis) yang ada di
balik suatu perilaku (Notoatmodjo, S. 2007) . Secara teori perubahan
perilaku dalam kehidupan ada tiga tahapan yaitu :
a. Pengetahuan ( knowledge )
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
b. Sikap ( attitude )
Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap
stimulus atau obyek.
c. Praktik Tindakan ( practice )
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
18
2. Perilaku Kesehatan
a. Pengertian
Perilaku kesehatan yang sering disebut “health behavior” mencakup
tingkah budaya masyarakat dan perilaku seseorang yang erat
hubungannya dengan masalah status kesehatan (Notoatmodjo, 2007)
b. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Menurut Lawrence Green 1980 didalam Notoatmodjo, S. 2007 faktor
yang mempengaruhi perilaku terdiri atas:
1) Predisposisi (predisposing factor).
Faktor ini mencakup pengetahuan, pendidikan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal - hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi dan sebagainya. Kepercayaan, tradisi dan sistem
nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat proses
pelayanan kesehatan.
2) Faktor pendukung (enabling factor).
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, seperti fasilitas pelayanan
kesehatan : puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu,
polindes, pos obat desa, dokter, atau bidan praktek swasta. Untuk
berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana,
misalnya : berperilaku hidup sehat sesuai yang dianjurkan petugas
kesehatan yang menangani.
3) Faktor penguat (reinforcing factor).
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas
kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang
bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan
19
fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh
masyarakat, tokoh agama, para petugas kesehatan.
3. Perilaku sakit
a. Pengertian
Perilaku sakit merupakan cara seseorang dalam memantau kondisi
tubuhnya, mendefinisikan dan menginterpretasikan tanda gejala yang
dialami serta menggunakan sistem pelayanan kesehatan
(Perry & Potter, 2006)
b. Tahap perilaku sakit
Menurut Perry & Potter (2006) perilaku sakit terjadi melalui beberapa
tahap yaitu :
1) Mengalami Gejala
Persepsi seseorang terhadap suatu tanda gejala dari kesadaran
terhadap perubahan fisik, evaluasi terhadap perubahan yang terjadi
dan memutuskan bahwa perubahan tersebut merupakan suatu
gejala penyakit
2) Asumsi Tentang Peran Sakit
Jika sebuah gejala menetap dan berubah menjadi berat ,klien akan
menerima sebuah fenomena dan orang yang sakit akan mencari
konfirmasi dari keluarga dan kelompok sosialnya bahwa mereka
benar-benar sakit dan oleh karena itu mereka harus diistirahatkan
dari kewajiban normalnya.
3) Kontak dengan pelayanan kesehatan
Jika gejala tetap ada dan dianggap mengganggu seseorang akan
termotivasi untuk mencari pelayanan kesehatan yang profesional.
Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan
dari seorang ahli. Selain itu klien juga akan mencari penjelasan
tetang gejala yang ada, penyebab munculnya gejala,proses
20
penyakit dan implikasi penyakit terhadap kondisi kesehatannya
dimasa yang akan datang
4) Peran Klien Dependen
Setelah menerima penyakitnya dan mencari pengobatan , klien
memasuki tahap dependen. Yaitu sebuah keadaan dimana klien
bergantung pada pemberi pelayanan kesehatan untuk
menghilangkan gejala yang ada. Secara sosial klien dengan peran
dependen diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas
normalnya. Semakin sakit klien maka akan semakin dibebaskan
dari tanggung jawabnya.
5) Pemulihan dan Rehabilitasi
Tahap akhir dari perilaku sakit adalah pemulihan dan rehabilitasi,
proses penyembuhan antara klien satu dengan yang lainnya
berbeda. Hal ini juga tergantung dengan penyakit dan kondisi
tubuh pasien serta peran dari penyedia pelayanan kesehatan
4. Perilaku Pencegahan Komplikasi Diabetes Melitus
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
resiko, yaitu mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk
mendapatkan diabetes meliitus dan kelompok intoleransi glukosa.
Usaha-usaha untuk menurunkan resistensi insulin antara lain
mencegah atau memperbaiki adanya obesitas, menghindari, diet tinggi
lemak, mengkonsumsi sumber karbohidrat yang diolah tidak terlalu
bersih (unrefined), menghindari obat-obat yang bersifat diabetogenik
dan meningkatkan aktivitas fisik yang berpengaruh menurunkan
resistensi insulin terlepas dari penurunan berat badan
(Maghfiroh, 2013)
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan menemukan diagnosis DM sedini
21
mungkin dengan cara skrining. Hasil tes penyaring normal bila
glukosa darah sewaktu atau puasa < 110 mg%. Bila didapatkan kadar
glukosa darah puasa antara 110 – 125 mg/dl dinamakan glukosa darah
puasa terganggu dan bila ≥ 126 mg/dl atau glukosa darah sewaktu ≥
200 mg/dl maka diagnosis DM sangat mungkin dan bila tanpa gejala
DM perlu dilakukan tes pada waktu yang lain untuk memastikan
diagnosis (PERKENI, 2011)
c. Pencegahan tersier
Usaha terhadap timbulnya komplikasi ini antara lainpengendalian
yang ketat dari kelainan metabolik pada Diabetes Mellitus (glukos
adarah, lipid) dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
kerusakan pembuluh darah misalnya tekanan darah, merokok dan
sebagainya. Hal-hal yang perlu diperhatikan: mengatur pola makan,
kontol gula darah, Olah raga dan faktor psikososial serta perawatan
kaki dan kontrol kesehatan mata untuk mendeteksi adanya gangguan
penglihatan. Penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan beban
psikososial bagi penderita. Respon emosional negatif dapat
menghambat upaya penurunan glukosa darah karena timbulnya reaksi
negatif misalnya : tidak mengubah gaya hidup yang sehat seperti:
melakukan olah raga, mengkonsumsi obat, mengatur pola makan, serta
dapat berperilaku tidak sehat (merokok, mengkonsumsi minuman
beralkohol, dll ) (Smeltzer & Bare, 2010)
C. Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu keadaan dimana kadar gula darah
meningkat melebihi batas normal yang disebabkan oleh gangguan proses
penyerapan gula darah karena produksi insulin didalam tubuh tidak cukup
22
untuk menyerap gula yang dibutuhkan untuk sel-sel tubuh. (Smeltzer &
Bare, 2010)
Diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan proses penyerapan gula darah
oleh tubuh yang disebabkan oleh penurunan jumlah insulin atau
penurunan tingkat sensitivitas insulin (Corwin, 2008).
Seseorang dapat didiagnosis diabetes melitus apabila terdapat gejala
diabetes melitus yiatu poliuri, polidipsia, dan polifagia serta kadar gula
darah sewaktu > 200 mg/dl dan kadar gula darah puasa > 126 mg/dl
(PERKENI, 2011)
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
a. Diabetes tipe 1
Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Sehingga glukosa didalam tubuh tidak mampu terserap oleh
sel, hal inilah yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Sehingga
pasien yang mengalami diabetes melitus tipe 1 ini tergantung oleh
insulin.
b. Diabetes tipe 2
Pada diabetes tipe 2 terdapat permasalahan yang berhubungan dengan
insulin yaitu, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Faktor
genetik , usia, obesitas dan gaya hidup diperkirakan memiliki
pengaruh yang besar dalam mencetuskan diabetes tipe 2
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah wanita yang mengalami diabetes saat
hamil memiliki homeostasis glukosa yang normal pada paruh pertama
23
kehamilan dan berkembang menjadi defisiensi insulin relatif selama
paruh kedua, sehingga terjadi hiperglikemia. (Price & Wilson, 2006)
3. Etiologi
Diabetes melitus tipe 2 biasanya disebabkan oleh :
a. Resistensi insulin
Resistensi insulin adalah penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar
glukosa darah, sehingga gula darah tidak dapat disampaikan pada sel
b. Gangguan sekresi insulin
Ganguan sekresi insulin adalah penurunan fungsi pankreas dimana
kelenjar tersebut tidak mampu untuk memproduksi insulin dalam
jumlah yang cukup.
(Smeltzer & Bare, 2010)
4. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 2
a. Poliuria
Jumlah produksi urine yang berlebuhan hingga 2000- 2500 ml/hari
sedangkan nilai normalnya adalah 1500-1600 ml/hari (Perry & Potter,
Buku Ajar Fundamental Keperawatan, 2006) Hal ini disebabkan
karena adanya diuresis osmotik yaitu upaya untuk menghilangkan
glukosa dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama dengan air dan elektrolit.
b. Polidipsia
Rasa haus yang berlangsung secara terus menerus, karena sering
buang air kecil.
c. Polifagia
Peningkatan selera makan dan rasa lapar yang sering. Polifagia terjadi
karena glukosa dalam darah tidak dapat diserap oleh sel-sel tubuh,
sehingga terjadi kelaparan sel dan memicu seseorang untuk merasa
lapar.
24
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat metabolisme keadaan
ketidakmampuan sebagian sel dalam menggunakan glukosa
(Corwin, 2008)
5. Faktor Resiko Diabetes Melitus
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Usia
Umur sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar
glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi
diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi.
Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan
dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan
adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-
sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan
hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
(Corwin, 2008)
2) Genetik
Faktor genetik merupakan faktor yang penting pada Diabetes
Mellitus yang dapat mempengaruhi sel beta dan mengubah
kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan sel rangsang
sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu
tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat mengubah
integritas dan fungsi sel beta pankreas (Corwin, 2008).
3) Jenis Kelamin
Penderita DM lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki. Hal ini dipicu oleh adanya persentase timbunan lemak
badan pada wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yang
25
dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan
hati (Bintanah & Handarsari, 2012).
b. Faktor resiko yang dapat diubah
1) Obesitas
obesitas merupakan kondisi dimana terdapat akumulasi lemak
berlebih di dalam tubuh. Overweight dan obesitas terjadi
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara energi yang
masuk dengan energi yang keluar. Ketidakseimbangan antara
asupan dengan energi yang dikeluarkan, bila terjadi dalam jangka
waktu tertentu dapat mengakibatkan obesitas sentral. Obesitas
sentral berkaitan dengan risiko terjadinya penyakit sindrom
metabolik, salah satunya risiko penyakit DM Tipe 2. DM Tipe 2
umumnya diakibatkan oleh resistensi insulin. Pada penderita
obesitas, khususnya obesitas sentral terdapat hubungan dengan
resistensi insulin. Apabila terjadi resistensi insulin, homeostatis
glukosa darah terganggu dan menyebabkan kadar glukosa di dalam
darah menjadi tinggi (Putri & Probosari, 2014). Derajat obesitas
seseorang dapat dilihat dari IMT (Indeks Massa Tubuh) yang
dapat dihitung dengan rumus :
Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut :
IMT 17,0 – 18,4 = Kurus , IMT 18,5 – 25.0 = Normal, IMT 25,1 –
27,0 = Gemuk dan > 27 obesitas (Almatsier, 2007)
2) Aktivitas
Kurangnya aktivitas merupakan salah satu faktor yang ikut
berperan dalam menyebabkan insulin pada Diabetes Melitus tipe 2.
Pengurangan lemak sentral karena perubahan jaringan otot.
26
Semakin jarang kita melakukan aktivitas fisik maka gula yang
dikonsumsi akan semakin lama terpakai , akibatnya prevalensi
peningkatan kadar gula dalam darah juga akan semakin lebih
tinggi. Penyebab resistensi insulin pada DM salah satunya adalah
kurang gerak badan, sehingga dapat diasumsikan bahwa orang
yang aktifitas fisik dalam berkerja cenderung lebih banyak terkena
DM walaupun faktor tersebut harus didukung oleh faktor lain
seperti obesitas, keturunan, diet tinggi lemak dan karbohidrat.
(Bintanah & Handarsari, 2012).
Latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat
melakukan latihan fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa
oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan
penurunan glukosa darah. (Indriyani, 2007)
Tabel 2.1
kegiatan aktivitas fisik
Aktivitas Contoh
Istirahat Tidur , Duduk, Tidak kerja, Nganggur, ,Ibu Rumah
tangga
Ringan Pembantu RT, Menyapu, Menjahit,
Mencuci, Industri RT
Sedang PNS, Peg.swasta, mahasiwa, part time,
dosen, petani
Berat Kuli bangunan, menarik becak, Tukang
kayu, Pekerja pasar
(Perwira, 2012)
3) Pola makan
Penurunan kalori berupa karbohidrat dan gula yang diproses secara
berlebihan, merupakan faktor eksternal yang dapat merubah
integritas dan fungsi sel beta individu yang rentan (Sudoyo, 2009).
27
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara
pengaturan makan dengan rerata kadar gula darah acak. Hal ini
dikarenakan pengaturan makan dapat menstabilkan kadar glukosa
darah dan lipid-lipid dalam batas normal. Hal ini harus
diperhatikan oleh semua pihak karena semakin bertambah usia
seseorang maka akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh yaitu
fungsi otak yang berhubungan dengan daya ingat. Sehingga
dengan bertambahnya umur penderita Diabetes Melitus maka
kemampuan untuk melakukan perencanaan makan sehari-hari juga
akan semakin menurun. (Putri & Isfandiari, 2013)
Tabel 2.2
Jenis diit diabetes melitus menurut kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat
Jenis Diit Energi Kkal
Protein (g) Lemak( g)
Karbohidrat g
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VII 2500 80 62 396
(Almatsier, 2007)
Keterangan :
1. Jenis diet I s/d III diberikan kepada penderita yang gemuk (IMT
25,1-27,0)
2. Jenis diet IV s/d V diberikan kepada penderita diabetes normal
(IMT 18,5 – 25.0) tanpa komplikasi.
28
3. Jenis diet VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus (IMT 17,0
– 18,4), diabetes remaja (juvenile diabetes) atau diabetes dengan
komplikasi
Tabel 2.3
Pembagian makanan sehari tiap Standar Diet Diabetes Mellitus dan Nilai Gizi. Sumber:
Almatsier (2007)
Energi 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Pagi
Nasi 0,5 1 1 1 1,5 1,5 1,5 2
Ikan 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe - - 0,5 0,5 1 1 1 1
Sayuran A S S S S S s s S
Minyak 1 1 1 1 2 2 2 2
Pukul 10.00
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Susu - - - - - - 1 1
Siang
Nasi 1 1 2 2 2 2,5 3 3
Daging 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe 1 1 1 1 1 1 1 2
Sayuran A S S S S S S S S
Sayuran B 1 1 1 1 1 1 1 1
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Minyak 1 2 2 2 2 3 3 3
Pukul 16.00
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Malam
Nasi 1 1 1 2 2 2 2,5 2,5
Ikan 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe 1 1 1 1 1 1 1 2
Sayuran A S S S S S S S S
Sayuran B 1 1 1 1 1 1 1 1
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Minyak 1 1 1 1 2 2 2 2
Nilai Gizi
Energi (kkal) 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Protein(kkal) 43 45 51,1 55,5 60 62 73 80
Lemak (kkal) 30 35 36,5 36,5 48 53 59 62
KH(g) 172 192 235 275 299 319 369 396
(Almatsier, 2007), Keterangan : S = sekehendak
29
Tabel 2.4
URT (ukuran rumah tangga)
Bahan Makanan URT ( Ukuran Rumah Tangga)
Nasi Gelas
Ikan Potong
Tahu Potong
Tempe Potong
Daging Potong
Susu Gelas
Buah Potong
Minyak Sdm
Sayuran Sekehendak
Telur Butir
6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Obat anti hiperglikemik oral
Bedasarkan cara kerjanya dibagi menjadi dibagi menjadi 5 golongan
yaitu :
1) Pemicu sekresi insulin (insulin sekretaguoge) : sulfonilurea dan
glinid
2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metamorfin dan tiazolidin
3) Penghambat glukeogenesis (metformin)
4) Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
(PERKENI, 2011)
b. Penatalaksanaan Non Farmakologi
1) Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan
penyandang diabetes tipe 2 memerlukan partisipasi aktif pasien,
30
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien
dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
2) Terapi Gizi Medis
a) Pengertian
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi
yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes.
Prinsip dari terapi gizi medis ini adalah melakukan pengaturan
pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetasi dan
melakukan modifikasi diet berdasakan kebutuhan individual.
(Sudoyo, 2009)
b) Tujuan Terapi Gizi Medis
1.1) Kadar glukosa mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl, glukosa darah 2
jam setelah makan < 180 mg/dl, kadar A1c < 7 %
1.2) Tekanan darah < 130/80 mmHg
1.3) Profil lipid
Kolesterol LDL < 100 mg/dl, kolesterol HDL > 40
mg/dl, trigliserida < 150mg/dl
1.4) Berat badan ideal
(Sudoyo, 2009)
c) Jenis Bahan Makanan
1.1) Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65 % total
asupan energi. Pembatasan karbohidrat total < 130
g/hari tidak dianjurkan.
31
1.2) Protein
Protein dibutuhkan sebesar 10-20 % total asupan gizi,
sumber protein yang baik adalah makanan laut (ikan,
udang dan cumi) daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang-kacangan dan
tempe.
1.3) Lemak
Lemak yang dibutuhkan sekitar 20-25 % kebutuhan
kalori, lemak jenuh <7 % kebutuhan kalori, bahan
makanan yang harus dibatasi adalah yang bayak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain
daging berlemak dan susu penuh (whole milk)
1.4) Natrium
Asupan natrium yang danjurkan untuk penyandang
diabetes melitus adalah tidak lebuh dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Bagi mereka yang hipertensi pembatasan natrium
sampai 2400 mg.
1.5) Serat
Seperti halnya masyarakat pada umumnya, penyandang
diabetes melitus dianjurkan untuk mengkonsumsi serat
cukup dari buah dan sayuran. Anjuran konsumsi serat
adalah 25 mg /hari
(PERKENI, 2011)
3) Latihan Jasmani
a) Manfaat
Pada diabetes tipe 2 latihan jasmani dapat memperbaiki kendali
glukosa secara menyeluruh dan penurunan konsentrasi HbA1c
32
yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan resiko
komplikasi diabetes dan kematian.
b) Prinsip latihan jasmani bagi diabetasi
1.1) Frekuensi, jumlah olah raga perminggu sebaiknya
dilakukan dengan teratur 3-5 kali perminggu
1.2) Intensitas, ringan dan sedang (60-70 % maximum heart
rate)
1.3) Durasi, 30-60 menit
1.4) Jenis latihan jasmani enduras (aerobik) untuk
meningkatkan kemapunan kardio respirasi seperti jalan,
joging, berenang dan bersepeda.
c) Hal-hal yang perlu di perhatikan :
1.1) Pemanasan
Bagian ini dilakukan sebelum memasuki latihan yang
sebenarnya, dengan tujuan untuk mempersiapkan
bagian sistem tubuh seperti menaikkan suhu tubuh ,
meningkatkan denyut nadi hingga mendekati intensitas
latihan
1.2) Latihan inti
Pada tahap ini diusahakan denyut nadi mencapai THR
(Target Heart Rate) , agar mendapatkan manfaat
latihan. Bila THR tidak tercapai maka diabetasi tidak
akan mendaoatkan manfaat latihan. Sedangkan apabila
melebihi THR maka bisa memunculkan resiko yang
tidak diinginkan
1.3) Pendinginan
Setelah selesai melakukan latihan jasmani, sebaiknya
melakukan pendinginan. Tahap ini dilakukan untuk
mencegah penimbunan asam asam lakta yang dapat
33
menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah melakukan
latihan jasmani
1.4) Peregangan
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan
dan melenturkan otot agar menjadi lebih elastis.
(Sudoyo, 2009)
7. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) KAD (Ketoasidosis Diabetik)
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki
sel juga berkurang. Disamping itu produksi glukosa oleh hati
menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini menimbulkan
hipoglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama
dengan air dan elektrolit. Akibat dari defisiensi insulin yang lain
adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam lemak bebas dan
akan diubah menjadi badan keton dihati. Pada ketoasisdosis
diabetik terjadi produksi badan keton berlebihan sebagai akibat
dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah
timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam bila
menumpuk pada sirkulasi dalam darah, badan keton dapat
menimbulkan ketoasidosis metabolik.
(Smeltzer & Bare, 2010)
2) HONK (hiperosmolarity non ketotic)
Sindrome Honk ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar
tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utamanya adalah
dehidrasi berat, hperglikemia berat dan sering kali disertai
gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.
34
Tidak tercukupinya insulin menyebabkan timbulnya hiperglikemia.
Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termasuk sel
otot dan sel lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai
glikogen pada otot dan hati, dan stimulasi glukagon pada sel hati
untuk glukoneogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar
glukosa darah. Pada kadar glukosa darah juga tergantung dari
status hidrasi dan masukan karbohidrat oral.
Hiperglikemia menyebabkan timbulnya diuresis osmotik dan
mengakibatkan menurunnya cairan tubuh secara total. Dalam
ruang vaskular dimana glukoneogenesis dan masukan makanan
terus menambah glukosa. Kehilangan cairan akan semakin
menambah hiperglikemia dan hilangnya volume sirkulasi.
Hiperglikemia dan konsentrasi plasma yag mengikuti hilamgnya
cairan intravaskuler menyebabkan keadaan hiperosmolar. Keadaan
hiperosmolar ini memicu sekresi hormon antidiuretik dan memicu
timbulnya rasa haus yang berlebihan (Sudoyo, 2009)
Adanya keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini juga dapat
menimbulkan hipovolemia. Apabila tidak dikompensasi dengan
masukan cairan oral.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula darah yang
abnormal menjadi rendah (< 70 mg/dl). Keadaan ini dapat terjadi
karena konsumsi makanan yang terlalu sedikit, aktivitas fisik yang
terlalu berat, waktu makan yang tertunda dan efek dari pemberian
insulin karena kadar glukosa yang tinggi. (Smeltzer & Bare, 2010)
35
Hipoglikemia ditandai dengan tremor, takikardi , kegelisahan rasa
lapar sakit kepala, penurunan fungsi berfikir, rasa ingin pingsan
hingga penurunan kesadaran. (Corwin, 2008)
b. Komplikasi Kronis
1) Makrovaskuler
Penyebab mortalitas dan morbiditas utama pada pasien DM tipe 2
adalah penyakit jantung koroner (PJK). Menurut American Heart
Association pada Mei 2012, 65% penderita Diabetes Melitus
meninggal akibat penyakit jantung atau stroke. Selain itu, orang
dewasa yang menderita Diabetes Melitus berisiko dua sampai
empat kali lebih besar terkena penyakit jantung dari pada orang
yang tidak menderita Diabetes Melitus. (Yuliani, Oenzil, & Iryani,
2014). Mekanisme terjadinya PJK pada DM tipe 2 sangat
kompleks dan dikaitkan dengan adanya aterosklerosis yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia
2) Mikrovaskuler
a) Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik merupakan gangguan penglihatan yang
disebabkan karena adanya kelainan pada retina. Dimana terjadi
suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan
dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus sehingga
mengakibatkan gangguan nutrisi pada retina (Sari & Saraswati,
2011)
b) Neuropati Diabetik
Ulkus diabetik terjadi karena adanya hiperglikemi pada pasien
diabetes melitus yang kemudian menyebabkan kelainan
36
neuropati dan pembuluh darah. Kelainan neuropati
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi
tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya mempermudah
terjadinya ulkus. Dengan adanya ulkus yang terinfeksi, maka
resiko amputasi menjadi lebih besar. (Akbar, 2014)
c) Nefropati
Bila kadar glukosa darah tinggi maka mekanisme filtrasi ginjal
akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein
darah kedalam urine. Sebagai akibatnya tekanan dalam
pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut
di perkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya
nefropati. (Smeltzer & Bare, 2010)
37
D. Kerangka Teori
(Corwin, 2008) (Notoatmojo, 2007)
D. Variabel penelitian
Penelitian ini memiliki 2 variabel yaitu :
Pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap pencegahan komplikasi
diabetes melitus tipe 2.
Faktor Eksternal
1. Lingkungan
2. Sosial Budaya
3. Pekerjaan
Faktor Internal
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Umur
Perilaku
pencegahan
komplikasi
Pengetahuan Masyarakat
Komplikasi DM tipe 2
1. Akut
Ketoasidosis
Diabetik(KAD),
Hyperosmolarity
non Ketotic
(HONK)
2. Kronis
Makrovaskuler,
Mikrovaskuler