bab ii tinjauan pustaka a. penelitian terdahulu
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Dari beberapa penelitian terdahulu yang memberikan pengetahuan luas
mengenai kehidupan masyarakat tunagrahita di Kabupaten Ponorogo
Penelitian yang berjudul “Konsep Diri Para Penderita Difabel” yang
diteliti oleh Nur Catri Yuni Hastuti dari program studi Psikologi fakultas
Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya pada
tahun 2014. Tempat penelitian dilaksanakan di daerah Surabaya dan Sidoarjo
dengan fokus penelitian bagaimana konsep diri para penderita difabel.
Penelitian yang berjudul “Karateristik Sosial Ekonomi dan Demografi
Anak Jalanan di Kota Malang” yang diteliti oleh Dwi Eko Waluyo dan Ida
Nuraini Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang. Penelitian
ini membahas tentang kesenjangan social ekonomi yang mengakibatkan
kemunculan permasalahan-permasalahan social ekonomi baik itu di pedesaan
maupun di perkotaan yang masalahnya lebih komplek, penelitian ini bertujuan
untuk menggambarkan karateristik social ekonomi dan demografi anak jalanan di
Malang, yang meliputi : tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tempat atau lokasi
mencari nafkah, tingkat pendapatan, lama jam bekerja, jenis kelamin, umur,
tingkat pendidikan anak jalanan dan pendidikan orang tua, daerah asal dan tempat
tinggal di Malang.
7
B. Landasan Teori
1. Pengertian, Klasifikasi, dan Karateristik Tunagrahita
a. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita adalah keadaan atau kondisi dimana intelektual seseorang
berfungsi di bawah rata-rata dalam suatu tahap perkembangan dan berkaitan
dengan kelemahan pada penyesuaian perilaku serta penyesuaian sosialnya
(Sumarnonugroho 1987 : 114).
American Association on Mental Deficiency/ AAMD (Moh. Amin,
2005: 22), mendefinisikan tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi
intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes
dan muncul ssebelum usia 16 tahun. Endang Rochyadi dan Zainal Alimin
(2005: 11) menyebutkan bahwa “tunagrahita berkaitan erat dengan masalah
perkembangan kemampuan kecerdasan yang rendah dan merupakan sebuah
kondisi”. Hal ini ditunjang dengan pernyataan menurut Kirk (Muhammad
Effendi, 2006: 88) yaitu “Mental Retarded is not adisease but acondition”.
Jadi berdasarkan pernyataan di atas dapat dipertegas bahwasannya tunagrahita
merupakan suatu kondisi yang tidak bisa disembuhkan dengan obat apapun.
b. Klasifikasi Tunagrahita
Klasifikasi menurut AAMD (Moh. Amin, 1995: 22-24), sebagai
berikut:
8
1) Tunagrahita Ringan (Mampu Didik)
Tingkat kecerdasannya IQ mereka berkisar 50 – 70 mempunyai
kemampuan untuk berkembang dalam bidang pelajaran akademik,
penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja, mampu menyesuaikan
lingkungan yang lebih luas, dapat mandiri dalam masyaraakat, mampu
melakukan pekerjaan semi trampil dan pekerjaan sederhana.
2) Tunagrahita Sedang (Mampu Latih)
Tingkat kecerdasan IQ berkisar 30–50 dapat belajar keterampilan
sekolah untuk tujuan fungsional, mampu melakukan keterampilan
mengurus dirinya sendiri (self-help), mampu mengadakan adaptasi sosial
dilingkungan terdekat, mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu
pengawasan.
3) Tunagrahita Berat dan Sangat Berat (Mampu Rawat)
Tingkat kecerdasan IQ mereka kurang dari 30 hampir tidak memiliki
kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri. Ada yang masih mampu
dilatih mengurus diri sendiri, berkomunikasi secara sederhanaa dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat terbatas.
Sedangkan klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini (PP No
72/1999) adalah:
a) Tunagrahita ringan IQ nya 50 – 70.
b) Tunagrahita sedang IQ nya 30 – 50.
c) Tunagrahita berat dan sangt berat IQ nya kurang dari 30.
9
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa klasifikasi anak
tunagrahita, antara lain:
a) Anak tunagrahita (mampu didik) IQ 50/55 -70/75 (debil), yaitu dapat
dididik dalam bidang akademik, mampu menyesuaikan sosial
dalamlingungan yang lebih luas, dapat mandiri, mampu melakukan
pekerjaan sosial sederhana.
b) Anak tunagrahita sedang (mampu latih) IQ 20/25 – 50/55 (Embicil),
yaitu dapat mengurus dirnya sendiri mampu melakukan pekerjaan
yang perlu pengawasan di tempat terlindungi dapat berkomunikasi dan
beradaptasi di lingkungan terdekat.
c) Anak tunagrahita berat (mampu rawat) IQ 0 – 20/25 (Idiot), yaitu
sepanjang hidupnya tergantung pada bantuan yang perawatan orang
lain.
c. Karakteristik Tunagrahita
Karakteritik Tunagrahita Ringan (Mampu Didik) Moh. Amin (2005)
mengemukakan bahwa karakteristik anaktunagrahita ringan sebagai berikut:
a) Lancar dalam berbidaram tetapik kurang perbendaharaan kata-katanya.
b) Sulit berpikir abstrak.
Pada usia 16 tahun anak mencapai kecerdasan setara dengan anak
normal 12 tahun.
10
c) Masih dapat mengikuti pekerjaan baik di sekolah maupun di sekolah
umum.
Mumpuniarti (2007: 41-42) bahwa karakteristik anaktunagrahita ringan
dapat ditinjau secara fisik, psikis dan sosial,karakteristik tersebut antara lain :
a) Karakteristik fisik nampak seperti anak normal hanya
sedikitmengalami kelemahan dalam kemmampuan sensomotorik
b) Karakteristik psikis sukar berfikir abstrak dan logis, kurangmemiliki
kemamuan analisa, asosiasi lemah, fantasi lemah, kurangmampu
mengendalikan perasaan, mudah dipengruhi kepribadian,kurang
harmonis karena tidak mampu menilai baik dan buruk.
c) Karakteristik sosial, mereka mampu bergaul, menyesuaikan
denganlingkungan yang tidak terbatas hanya pada keluarga saja,
namunada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu
melakukanekerjaan yang sederhana dan melakukan secara penuh
sebagai orang dewasa, kemampuan dalam bidang pendidikan termasuk
mampu didik.
2. Sosial Ekonomi
Istilah sosial ekonomi di sini membawa kita kepada persoalan yang
saling berkaitan. Pertama manusia mahluk bersahabat atau mahluk sosial tidak
bisa hidup menyendiri, kedua manusia adalah mahluk ekonomi yang mana
manusia tidak mungkin hidup tanpa makan dan minum, secara tidak langsung
11
sosial ekonomi bertujuan untuk menggali persoalan ekonomi dan sosial pada
masyarakat.
Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan.
Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering di bahas secara terpisah.
Pengertian sosial dalam ilmu sosial merujuk pada objek yakni masyarakat.
sedangkan pada deperteman sosial merujuk pada kegiatan yang ditunjukkan
untuk mengatasi persosalan yang di hadapi oleh masyarakat dalam bidang
kesejahteraan yang ruang lingkup pekarjaan terkait dengan kesejahteraan
sosial.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala
sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan, dalam konsep
sosiologi manusia manusia sering disebut sebagai mahluk sosial yang artinya;
manusia tidak dapat hidup wajar tanpa ada bantuan orang lain di sekitar
sehingga katakata sosial dapat di tafsirkan hal-hal yang berkaitan dengan
masyarakat. Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari bahasa yunani
yakni “oikos”yang berarti keluarga atau rumah tangga dan nomos peraturan
aturan hukum. Maka, secara garis besar ekonomi diartikan sebagai peraturan
rumah tangga atau menejemen rumah tangga.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa sosial ekonomi merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan yang ada di masyarakat atau yang lebih umumnya
terkait dengan kesejahteraan masyarakat, untuk melihat kondisi sosial
12
ekonomi dapat dilihat dari pekerjaan, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan
hidup dalam rumah tangga. Berdasarkan ini masyarakat dapat digolongkan
kedudukan sosial ekonomi atas, menengah dan bawah (Koentjaraningrat
1981;35).
3. Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di pedesaan
Masyarakat miskin dipedesaan seringkali diartikan sebagai masyarakat
yang masih belum bisa mengembangkan segala usahanya sehingga perlu
diberikan program pemberdayaan guna menanggulangi masalah tersebut.
Menurut Sudiyono (1997:3-5) salah satu program pemberdayaan
masyarakat miskin dipedesaan yaitu melalui persfektif menambah produksi
pertanian untuk setiap konsumen, dan sekaligus mempertinggi pendapatan
dan produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan
campur tangan manusia dalam proses produksi tanaman. Riorientasi
pembangunan pertanian perlu dilakukan , karena persaingan semakin
kompetitif. Pembangunan pertanian harus menggunakan pendekatan
agribisnis yang mampu meningkatkan partisipasi, efisiensi, dan produktifitas
pertanian.
Sedangkan menurut Prayitno (1987:15-16) pemberdayaan masyarakat
miskin melalui perspektif pembangunan pedesaan. Pembangunan pedesaan
adalah strategi pembangunan yang dirangsang bagi peningkatan kehidupan
ekonomi dan social dari kelompok khusus masyarakat, yaitu si miskin
dipedesaan. Karena pembangunan pedesaan bertujuan untuk mengurangi
13
kemiskinan, maka usaha ini harus dirangsang secara jelas dan tegas kea rah
peningkatan produksi dan produktivitas.
Menurut Combs (1985:21) mengemukakan ada empat corak pendekatan
dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan yaitu :
a. Pendekatan Menuju Penyuluhan dan Pelatihan Dipedesaan :
1) Pendekatan penyuluhan
Dalam bentuk dogmatic murni, bukan hanya mencangkupi cara
kerja penyuluhan saja, namun secara tersifat (implicly),
mencangkup keyakinan bahwa setiap dinas penyuluhan pertanian
pasti akan mampu, atas tenaga sendiri, membantu suatu
masyarakat dinamis yang menghasilkan budidaya komersial,
sambil meningkatkan mutu dan taraf kehidupan keluarga dan
masyarakat.
2) Pendekatan Diklat (pendidikan/pelatihan)
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pengajaran yang sistematis
serta mendalam untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan dasar tertentu
3) Pendekatan Swadaya Komperatif
Sebaiknya didasarkan pada asumsi bahwa proses perubahan
pedesaan yang serba murni itu harus diawali oleh perubahan dalam
watak penduduk desa itu sendiri dalam sikap mereka terhadap
pembaruan dan hasrat mereka dalam perbaikan nasib mereka
14
sendiri, baik secara perorangan atau berkelompok, untuk
memperbaiki nasib mereka sendiri.
4) Pendekatan Pembangunan Terpadu
Sifatnya beraneka ragam dan tegas dalam memilih idiologi dan
metode pendidikannya, cirri khasnya adalah suatu pandangan luas
mengenai proses pembangunan dan cara mengkoordinasi dalam
rangka satu “Sistem Pengolahan Tunggal” dari segala komponen
(termasuk pendidikan) terpenting, yang dipergunakan untuk
meluncurkan usaha pembangunan pertanian dipedesaan. Sistem
pengolahannya mungkin bersifat otoriter, namun mungkin pula
dirancangkan untuk member kesempatan setidaknya diwaktu
mendatang untuk peranan yang penting bagi penduduk daerah
bersangkutan dalam segala kegiatan perencanaan, pengambilan
keputusan dan pelaksanaan.
b. Pendakatan Swadaya Bagi Pembangunan Pedesaan :
Menurut pandangan ini untuk mengadakan pembangunan desa
diperlukan perombakan yang mendasar mengenai seluruh lembaga,
proses dan hubungan yang terdapat didaerah pedesaan dalam bidang
ekonomi, social, politik dan kebudayaan yang mereka pandang sebagai
hambatan utama terhadap perombakan tersebut ialah sikap fatilisme.
Sikap menerima nasib, dan sikap kketergantungan dan kurang yakin
akan kemampuan diri yang secara tradisional menjadi sikap penduduk
15
bersangkutan dan yang diperlukan selanjutnya dalam pandangan aliran
ini ialah menciptakan kesadaran dan partisipasi politik dan kelangkaan
penduduk serta meningkatkan semangat gotong royong dengan
memperkokoh lembaga-lembaga demokrasi di daerah bersangkutan
dan memperluas dasar kepemimpinan masyarakat.
c. Pendekatan Terpadu Menuju Pembangunan Pedesaan
Pendekatan terpadu didasarkan pada pemikiran bahwa untuk
mendorong kemajuan pertanian diperlukan suatu rangkaian factor-
faktor tertentu dan bukan hanya diperlukan teknologi serta pendidikan
yang tepat melinkan juga penyediaan input dan pasaran, serta harga
yang menguntungkan.
d. Kupasan Mengenai Program Pendidikan Keterampilan Luar Bidang
Pertanian
Jelas bahwa di daerah pedesaan yang bersifat statis diperlukan juga
aneka kepandaian kejuruan, disamping yang diperlukan dalam usaha
bercocok tanam , beternak hewan, perikanan dan kehutanan,
keterampilan luar pertanian ini juga dibutuhkan oleh kaum petani dan
bukan hanya oleh kaum tukang, pengrajin dan pengusaha diluar
bidang pertanian.
Perlu pula ditegaskan dari semula bahwa bila sudah mulai
bergerak pengembangan pedesaan disuatu daerah yang lazimnya pada
awalnya dipacu oleh suatu lompatan maju dalam bidang pertanian
16
pasti akan meningkat permintaan terhadap aneka ragam barang dan
jasa serta juga kebutuhan akan berbagai corak keterampilan.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi,
pertama menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yangdapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa
daya,karena jika demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya
untukmembangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan
membangkitkankesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya. (Sumodiningrat, Gunawan, (2002)
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk
memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu
berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-
hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat. Mubarak (2010)
4. Tingkat Pendidikan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia pasal 1 Nomor 20 Tahun
2003 tentang Pendidikan Nasional, pengertian pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
17
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (Sisdiknas, 2003).
Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai
dan kemauan yang dikembangkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan lebih tinggi
akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan
mengimplementasikannnya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari,
khususnya dalam hal kesehatan. Pendidikan formal membentuk nilai bagi
seseorang terutama dalam menerima hal baru (Suhardjo, 2007).
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap warga
Negara berhak untuk mendapatkan pengajaran. Demikian halnya dengan anak
tunagrahita berhak untuk mendapatkan pendidikan. Sekolah-sekolah untuk
melayani pendidikan anak luarbiasa (tunagrahita) yaitu Sekolah Luar Biasa
(SLB) atau sekolah berkebutuhan khusus. Sekolah untuk anak luar biasa
terdiri dari :
1. SLB – A untuk anak Tunanetra
2. SLB – B untuk anak Tunarungu
3. SLB – C untuk anak Tunagrahita
4. SLB – D untuk anak Tunadaksa
5. SLB – E untuk anak Tunalaras
6. SLB – F untuk anak Berbakat
18
7. SLB – G untuk anak Cacat Ganda
Sekolah untuk anak tunagrahita dibedakan menjadi :
1. SLB – C untuk Tunagrahita ringan
2. SLB – C1 untuk Tunagrahita sedang
Dalam memberikan layanan pendidikan tidak terlepas dari yang namanya
kurikulum. Kurikulum sebagai pedoman bagi sekolah. Kepala sekolah dan
guru dalam melaksanakan tugasnya. Kurikulum untuk Sekolah Luar Biasa
disesuaikan dengan tingkat ketunaannya, mulai dari tingkat TKLB sampai
dengan SMALB
Selain mempelajari mata pelajaran umum, ada juga pelajaran khususan,
untuk anak tunagrahita yaitu mata pelajaran “Bina Diri” didalamnya
mencangkup :
Kemampuan merawat diri
Mengurus diri
Menolong diri
Komunikasi dan sosialisasi
5. Usia
Istilah usia diartikan sebagai rentang kehidupan yang diukur dengan
waktu, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun,
19
dewasa madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur
adalah lamanya hidup yang dihitung sejak dilahirkan, (Nursalam, 2001).
6. Tempat Tinggal
Menurut Undang-undang nomor 4 tahun 1992 “rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga”. Ada kewajiban dari orang dewasa untuk membina
anak-anak yang ada di dalam rumah mereka. Jadi rumah adalah tempat tinggal
yang dijadikan tempat berlindung keluarga serta menjadi tempat pembinaan
keluarga.
Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan
(struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat
kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat.
Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati
kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah,
penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya di dalam dunia ini.
Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi
kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu,
rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan
kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya. (Frick,2006:1).
Rumah merupakan sebuah bangunan, tempat manusia tinggal dan
melangsungkan kehidupannya. Disamping itu rumah juga merupakan tempat
berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seorang individu diperkenalkan
20
kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku di dalam suatu masyarakat.
Jadi setiap perumahan memiliki sistem nilai yang berlaku bagi warganya.
Sistem nilai tersebut berbeda antara satu perumahan dengan perumahan yang
lain, tergantung pada daerah ataupun keadaan masyarakat setempat. (Sarwono
dalam Budihardjo, 1998 : 148).
7. Alat Transportasi dan Komunikasi
Transportasi dapat diartikan usaha menggerakkan, mengangkut atau
memindahkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain, dimana di tempat
lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan
tertentu, jadi yang dimaksud alat transportasi adalah media untuk melakukan
transportasi. (Fidel Miro, 2005)
Alat komunikasi secara umum artinya adalah media yang digunakan
dalam menyampaikan informasi, baik untuk komunikasi dua arah (satu orang)
maupun banyak orang. Alat komunikasi dimanfaatkan sebagai sarana manusia
untuk mendistribusikan, menghasilkan, menyebarkan dan menyampaikan
informasi. (Laswell, 1979)
8. Tingkat Konsumsi
Konsumsi pangan merupakan factor utama dalam hal memenuhi
kebutuhan akan zat gizi. Zat gizi tersebut akan mempengaruhi petumbuhan
seseorang, zat gizi menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses
pertumbuhan dan jaringan fungsi organ tubuh. Kebutuhan gizi setiap orang
21
berbeda-beda tergantung pada jenis kelamin,umur, dan pekerjaan masing-
masing individu (Suhardjo,1989)
Menurut Dumairy (1996:114) menyatakan bahwa konsumsi adalah
bagian dari pendapatan yang dibelanjakan. Sedangkan menurut Samuelson
dan Nordhaus (1995: 123) mendefinisikan konsumsi rumah tangga adalah
pengeluaran untuk pembelian barang-barang dan jasa, akhir guna
mendapatkan kepuasan ataupun memenuhi kebutuhannya
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi masyarakat,
diantaranya:
a. Tingkat pendapatan
Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka akan tinggi juga
tingkat konsumsinya, sebaliknya jika tingkat pendapatan rendah maka
tingkat konsumsinya rendah pula.
b. Selera konsumen
Setiap orang mempunyai keinginan yang berbeda-beda dan ini juga
akan mempengaruhi pola konsumsinya, sehingga seseorang akan
mengkonsumsi makanan sesuai dengan keinginannya
c. Harga barang
Jika suatu barang mengalami kenaikan harga maka konsumsi barang
tersebut akan turun, begitupun sebaliknya.
d. Lingkungan
22
Keadaan sekeliling dan kebiasaan lingkungan sangat berpengaruh pada
konsumsi masyarakat. Contoh kecil jika seseorang biasanya tinggal
didaerah yang panas maka orang tersebut akan memilih air yang
dingin.
9. Pendapatan
Pendapatan (revenue) dapat diartikan sebagai total penerimaan yang
diperoleh pada periode tertentu”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pendapatan adalah sebagai jumlah penghasilan yang diterima oleh para
anggota masyarakat unuk jangka waktu tertenttu sebagai balas jasa atau
faktor-faktor produksi yang telah disumbangkan (Reksoprayitno, 2004:79)
Pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi,
bahkan sering kali dijumpai dengan bertambahnya pendapatan, maka barang
yang diknsumsi bukan saja bertambah, tapi juga kualitas barang tersebut ikut
menjadi perhatian. Misalnya sebelum adanya penambahan pendapatan beras
yang dikonsumsi adalah beras yang kualitasnya kurang baik, akan tetapi
setelah adanya penambahan pendapatan maka knsumsi beras yang awalnya
berkualitas kurang baik menjadi beras yang berkualitas yang lebih baik.
(Soekartawi, 2002:136)
Tingkat pendapatan merupakan salah satu kriteria maju tidaknya suatu
daerah. Bila pendapatan suatu daerah relatif rendah, dapat dikatakan bahwa
23
kemajuan dan kesejahteraan tersebut akan rendah pula. Kelebihan dari
konsumsi maka akan disimpan pada bank yang tujuannya adalah untuk
berjaga-jaga apabila baik kemajuan dibidang pendidikan, produksi dan
sebagainya juga mempengaruhi tingkat tabungan masyarakat. Demikian pula
hanya bila pendapatan masyarakat suatu daerah relatif tinggi, maka tingkat
kesejahteraan dan kemajuan daerah tersebut tinggi pula.
10. Pekerjaan
Menurut Notoatmodjo (2010) mengatakan pekerjaan adalah aktivitas
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang sehingga memperoleh
penghasilan.
Setiap orang mempunyai jenis pekerjaan yang berbeda-beda, setiap
pekerjaan adalah suatu pilihan, pekerjaan tersebut tentunya sesuai dengan
keahlian seseorang. Jika kita bekerja dibidang yang sesuai dengan minat dan
tipe kepribadian, umumnya akan lebih sukses dalam menjalani karir.
Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah
adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam bekerja mengandung
sesuatu unsure kegiatan social, menghasilkan sesuatu, dan akhirnya bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan, namun dibalik tujuan yang tidak langsung
tersebut orang bekerja untuk mendapatkan imbalan yang berupa upah atau
gaji dari hasil kerjanya. Jadi pada hakiktatnya orang bekerja, tidak saja untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk
mencapai taraf hidup yang lebih baik (As’ad, 2000:46)
24
11. Luas Tanah
Aset adalah sumber ekonomi yang diharap)kan bisa memberikan
manfaat usaha di kemudian hari, tanah adalah salah satu yang bisa disebut
asset, karena tanah sangat berguna bagi kehidupan masyarakat, semakin luas
tanah yang dimiliki bisa menjamin hidup seseorang. Banyak sekali kegunaan
tanah, contohnya untuk bertani, berbisnis ataupun utuk melakukan suatu
produksi, sehingga tanah yang luas akan menghasilkan penghasilan yang
besar juga. (Assauri, Sofyan, 1980)