bab ii tinjauan pustaka a. penelitian...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai referensi dalam
menunjang penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini menggunakan 4
hasil penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi dalam menunjang
penelitian.
Pribadi (2010), melakukan penelitian pada UPT Aneka Industri dan
Kerajinan Surabaya (SUB UPT Keramik-Malang) metode ini digunakan untuk
mengevaluasi dengan mempertimbangkan aspek kualitas, lingkungan, dan
biaya ke dalam matriksnya yang dijelaskan dalam House of Quality, Green
House, Cost House, dan Concept Comparation House. Dari hasil analisis dapat
diketahui dampak produksi produk kerajinan keramik, alternatif terbaik
pemanfaatan limbah sebagai bahan baku tambahan produk kerajinan keramik,
atribut produk kerajinan keramik yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan
konsumen (customer needs and wants), ramah lingkungan serta ekonomis,
sehingga nantinya produk UKM dapat bersaing di dalam ataupu luar negeri.
Perbedaan penelitian Pribadi (2010) dengan penelitian ini selain objek
penelitiannya adalah tujuan dari penelitiannya, yaitu mengidentifikasi cara
untuk mereduksi dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses produksi.
Sedangkan penelitian ini salah satunya bertujuan untuk mengetahui limbah
yang dihasilkan selama proses produksi. Lalu perbedaan selanjutnya adalah
9
mengenai atribut kualitas yang digunakan. Atribut kualitas yang digunakan
meliputi Performance, Feature, Conformance, dan Environmental. Persamaan
penelitian Pribadi (2010) dengan penelitian ini adalah metode yang digunakan
yaitu Green QFD II.
Astuti (2004), melakukan penelitian menggunakan Green QFD II
yang diterapkan untuk mengevaluasi konsep produk lampu. Dengan
mempertimbangkan tiga aspek yaitu kualitas, lingkungan, dan biaya, masing-
masing aspek tersebut dijabarkan ke dalam Quality House, Green House, dan
Cost House. Untuk memberi bobot pada setiap aspek, pada penelitian ini
digunakan metode Analitic Hierarchy Process. Lalu, untuk mengevaluasi
konsep produk digunakan matriks Concept Comparison House (CCH). Hasil
dari penelitian ini adalah diperoleh konsep lampu terbaik dan karakteristik
lampu berkualitas, ramah lingkungan, dan biaya rendah.
Perbedaan penelitian Astuti (2004) dengan penelitian ini selain objek
penelitian adalah atribut kualitas yang digunakan, yaitu Penyalaan,
Kehandalan, Evironment Protection, Kemudahan, Servis, Penampilan, dan
Brand. Lalu, selain itu ada pula perbedaan antara penelitian ini dengan
penelitian Astuti (2004) yaitu tentang biaya yang perlukan untuk evaluasi pada
penelitian ini meliputi biaya manufaktur, biaya pengolahan limbah, biaya
distribusi dan customer service, dan biaya bagi user. Persamaan antara
penelitian Astuti (2004) dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan
metode Green QFD II.
10
Rucitra (2010) tujuan utama dari penelitian ini adalah memahami
proses desain dan pengembangan produk yang memperhatikan kebutuhan dan
keinginan konsumen (customer needs and wants), ramah terhadap lingkungan
(Green), dan ekonomis. Dengan harapan perbaikan dari produk UKM ini akan
dapat meninkatkan semangat ekonomi kreatif masyarakat dan meningkatkan
daya saing produk lokal dengan produk buatan luar negeri. Hasil dari penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa perlu meningkatkan kualitas produk UKM karena
pasar global sangat luas dan membutuhkan produk kerajinan unggulan
Indonesia. Kebutuhan konsumsi kursi makan memprioritaskan kualitas kursi,
lingkungan dan yang terakhir faktor biaya. Pengembangan produk kursi
makan, dapat mereduksi dampak lingkungan, memenuhi kebutuhan konsumen
dan mereduksi biaya. Limbah yang dihasilkan oleh produksi kursi rotan awal
dapat ditanggulangi dengan penggantian material.
Perbedaan penelitian Rucitra (2010) dengan penelitian ini selain objek
penelitiannya adalah metode yang digunakan untuk menganalisa dampak
lingkungan. Dalam menganalisa dampak lingkungan peneliti menggunakan
software Sustainable Minds. Persamaan antara penelitian Rucitra (2010)
dengan penelitian ini adalah metode yang digunakan untuk merancang sebuah
produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen, ramah
lingkungan, dan ekonomis yaitu metode Green QFD II.
Widyaningsih (2011), tujuan utama dari penelitian ini adalah desain
proses produk batik yang memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen
(customer needs and wants), ramah lingkungan, dan ekonomis. Pada penelitian
11
ini dilakukan usulan untuk melakukan proses produksi yang lebih ramah
lingkungan dengan cara penerapan eko-efisiensi. Menurut buku Panduan
Penerapan Eko-Efisiensi dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH)
tahun 2007, pengurangan konsumsi bahan kimia, pemanfaatan kembali
kerokan lilin batik dan pengurangan konsumsi air dapat diterapkan sebagai
alternatif pembuatan batik yang eco-friendly (ramah lingkungan). Selain dapat
mengurangi biaya produksi, pengurangan konsumsi dan pemanfaatan limbah
tersebut dapat mengurangi jumlah limbah yang terbuat tanpa mengurangi
kualitas produk batik yang dihasilkan.
Perbedaan penelitian Widyaningsih (2011) dengan penelitian ini
adalah pemilihan objek penelitian, dimana dalam penelitian Widyaningsih
(2011) objek yang digunakan adalah perusahaan batik biasa, sedangkan dalam
penelitian ini perusahaan yang diteliti adalah perusahaan batik organik. Sealin
itu perbedaan penelitian Widyaningsih (2011) dengan penelitian ini adalah
pengelompokkan dampak lingkungan berdasarkan metode EDIP
(Evironmental Design Industrial of Product) Wenzel (1997), sedangkan dalam
penelitian ini tidak ada pengelompokan dampak lingkungan. Persamaan antar
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode Green QFD II dalam
merancang pengembangan produknya.
12
B. Landasan Teori
1. Desain Produk dan Jasa
a. Berbagai Pilihan Strategi Produk Menunjang Keunggulan Bersaing.
Terdapat banyak pilihan dalam pemilihan, penetapan, dan perencanaan
produk. Pemilihan produk adalah proses pemilihan produk dan jasa
untuk dapat disajikan kepada pelanggan atau klien. Keputusan produkk
sangatlah mendasar bagi strategi organisasi dan berdampak luas
terhadap seluruh fungsi operasi.
b. Siklus Hidup Produk
Produk-produk yang dilahirkan dapat hidup atau mati karena mereka
dipertahankan atau disingkirkan oleh masyarakat yang terus berubah.
Kehidupan produk terbagi menjadi empat fase, yaitu perkenalan,
pertumbuhan, kematangan, dan penurunan. Siklus hidup produk
mungkin berusia beberapa jam, bulan, tahun, atau dekade sesuai dengan
produknya. Terlepas dari panjanganya umur siklus, tugas utama dari
manajer operasi tetaplah sama, yaitu merancang sebuah sistem yang
membantu memperkenalkan produk baru dengan sukses.
c. Siklus Hidup dan Strategi
Sebagaimana para manajer operasi harus siap mengembangkan produk
baru, mereka juga harus siap mengembangkan strategi untuk produk
baru dan produk yang sudah ada. Pengujian produk secara berkala
sangat diperlukan karena strategi berubah sejalan dengan perubahan
produk sepanjang siklus hidupnya. Strategi produk yang berhasil
13
mengharuskan penetapan strategi terbaik untuk setiap produk
berdasarkan posisinya pada siklus hidupnya. Oleh karena itu,
perusahaan mengidentifikasikan produk atau sekelompok produknya
dan posisinya dalam siklus hidup masing-masing. Di bawah ini, kita
meninjau beberapa pilihan strategi saat produk bergerak di sepanjang
siklus hidupnya.
Fase Perkenalan, karena produk-produk pada fase perkenalan ini
sedang “disesuaikan” dengan kondisi pasarnya dan teknik-teknik
produksinya, mungkin diperlukan pengeluaran lain-lain untuk
penelitian, pengembangan produk, modifikasi dan perbaikan proses,
serta pengembangan pemasok.
Fase Pertumbuhan, dalam fase pertumbuhan, desain produk telah
mulai stabil dan diperlukan peramalan kebutuhan kapasitas yang efektif.
Penambahan kapasitas atau peningkatan kapasitas yang sudah ada untuk
menampung peningkatan permintaan produk mungkin diperlukan.
Fase Kematangan, saat sebuah produk mencapai kematangan, pesaing
mulai bermunculan. Produksi dalam jumlah besar dan inovatif sangatlah
sesuai pada fase ini. Pengendalian biaya yang lebih baik, berkurangnya
pilihan dan pemotongan lini produk mungkin akan efektif atau
diperlukan untuk meningkatkan keuntungan dan pangsa pasar.
Fase Penurunan, manajemen mungkin perlu sedikit kejam pada produk
yang siklus hidupnya mendekati akhir. Produk yang hampir mati
biasanya adalah produk yang buruk bagi investasi sumber daya dan
14
kemampuan manajerial. Kecuali jika produk yang hampir mati ini
memberikan kontribusi yang unik bagi reputasi perusahaan atau lini
produknya atau bisa dijual dengan harga yang tinggi, maka produksi
produk semacam itu harus dihentikan. (Heizer dan Render, 2009)
d. Analisis Produk Berdasarkan Nilai
Manajer operasi yang efektif memilih produk yang terlihat paling
menjanjikan. Hal itu merupakan prinsip Pareto (yakni fokus pada
permasalahan yang sedikit, tetapi penting; dan bukan pada
permasalahan yang banyak, tetapi sepele) yang diterapkan pada bauran
produk. Sumber daya diinvestasikan pada permasalahan yang sedikit,
tetapi penting; bukan pada yang banyak, tetapi sepele. Analisis produk
berdasarkan nilai mengurutkan produk secara menurun berdasarkan
kontribusi dolar setiap produk bagi perusahaan. Analisis ini juga
mengurutkan kontribusi dolar tahunan total dari suatu produk.
Kontribusi yang rendah dari produk tertentu jika dilihat persatuan
mungkin akan tampak sangat berbeda jika hal itu merepresentasikan
sebagian besar nilai penjualan dalam perusahaan.
Laporan produk berdasarkan nilai membuat manajemen dapat
mengevaluasi strategi yang memungkinkan untuk setiap produk. Hal ini
dapat meliputi penambahan arus uang, peningkatan penetrasi pasar, atau
mengurangi biaya. Laporan juga dapat menginformasikan pada
manajemen mengenai produk yang harus dihilangkan, gagal, dan tidak
boleh diinvestasikan lebih lanjut pada penelitian dan pengembangan
15
atau modal. Laporan ini memfokuskan perhatian manajemen pada
arahan strategis bagi setiap produk. (Heizer dan Render, 2009)
2. Menghasilkan Produk Baru
Karena produk-produk biasanya mati; karena produk-produk yang
tidak perlu harus dibuang dan digantikan; karena perusahaan menghasilkan
hampir semua pendapatan dan keuntungannya dari produk-produk baru,
pemilihan produk, definisi, dan desain harus dilakukan terus-menerus.
a. Peluang Produk Baru
Pengembangan produk baru yang agresif mengharuskan organisasi
membangun struktur internal yang membuka komunikasi dengan
pelanggan, budaya organisasinya inovatif, peneitian dan
pengembangannya (litbang) agresif, kepemimpinannya kuat, bonusnya
bersifat formal, serta pelatihan. Baru setelah itu, sebuah perusahaan
dapat menghasilkan keuntungan dan memusatkan perhatiannya dengan
bersemangat pada peluang tertentu sebagaimana dituliskan di bawah ini.
1) Memhami pelanggan merupakan permasalahan utama dalam
pengembangan produk baru. Banyak produk penting biasanya
dipikirkan pertama kali, bahkan dibentuk oleh pengguna dan bukan
oleh produsen. Beberapa produk cenderung dikembangkan oleh lead
users – perusahaan, organisasi, atau perorangan yang peka terhadap
tren pasar dan mempunyai kebutuhan di luar kebutuhan pengguna
biasa.
16
2) Perubahan ekonomis menyebabkan meningkatnya tingkatnya
kemakmuran pada jangka panjang, tetapi siklus ekonomis dan harga
berubah pada jangka pendek.
3) Perubahan sosiologis dan demografis dapat muncul pada beberapa
faktor seperti berkurangnnya ukuran keluarga. Tren ini mengubah
preferensi pada ukuran rumah, apartemen, dan mobil.
4) Perubahan teknologi yang membuat segalanya mungkiin, mulai dari
telpon genggam hingga ipod, hingga jantung buatan.
5) Perubahan politik/peraturan menghasilkan perjanjian perdagangan
yang baru, tarif yang baru, dan juga persyaratan kontrak yang baru
dengan pemerintah.
6) Perubahan lain dapat muncul melalui kebiasaan pasar, standar
profesional, pemasok, dan distributor.
Manajer operasi harus menyadari adanya faktor-faktor ini dan dapat
mengantisipasi perubahan dalam peluang produk, produk itu sendiri,
volume produk, dan bauran produk. (Heizer dan Render, 2009)
b. Pentingnya Produk Baru
Pentingnya produk baru tidak dapat dipungkiri lagi, perusahaan
yang memimpin pasar mendapatkan sebagaian besar penjualannya dari
produk yang berumur kurang dari 5 tahun. Terlepas dari begitu banyak
upaya yang terus dilakukan dalam memperkenalkan produk baru untuk
dapat tetap hidup, kenyataannya banyak produk baru yang gagal.
Pemilihan, definisi, dan perancangan produk sering dilakukan, mungkin
17
hingga ratusan kali untuk setiap produk yang berhasil secara keuangan.
Manajer operasi dan organisasinya harus dapat menerima risiko dan
kegagalan. Mereka harus dapat menampung banyak produk baru sambil
mempertahankan aktivitas yang telah mereka jalankan. (Heizer dan
Render, 2009)
3. Pengembangan Produk
a. Sistem Pengembangan Produk
Pengembangan produk merupakan upaya perusahaan untuk
menciptakan produk baru, memperbaiki produk lama, atau
memodifikasi produk yang lama agar tetap memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen. Sebuah strategi produk yang efektif
menghubungkan keputusan produk dengan arus uang, dinamika pasar,
siklus hidup produk, dan kemampuan organisasi. Sebuah perusahaan
harus mempunyai dana untuk mengembangkan produk, memahami
perubahan yang terus terjadi di pasar, mempunyai potensi yang
diperlukan, dan juga sumber daya. Sistem pengembangan produk tidak
hanya menentukan keberhasilan produk, tetapi juga masa depan
perusahaan.
Konsep produk dikembangkan dari berbagai sumber, baik dari
luar mauppun dalam perusahaan. Konsep yang berhasil lolos dari tahap
ide dilanjutkan melalui berbagai tahapan dengan tinjauan, timbal balik,
dan evaluasi terhadap lingkungan yang hampir terus-menerus dilakukan
dengan tingkat partisipasi tinggi untuk meminimalkan kegagalan.
18
Gambar 2.1 menunjukan tahap pengembangan produk. Dalam sistem
ini, pemilihan produk dilakukan melalui beberapa langkah yang masing-
masing mempunyai proses penyaringan dan kriteria evaluasi tersendiri,
serta memberikan umpan balik pada langkah sebelumnya.
Pengembangan produk yang optimal tak lepas dari dukungan dari
bagian-bagian lain pada perusahaan (Heizer dan Render, 2009).
Gambar 2.1 Tahap-tahap Pengembangan Produk
Sumber : Buku Heizer dan Render, 2009
Ide dari banyak sumber
Apakah perusahaan
mampu melaksanakan ide?
Persyaaratan pelanggan untuk
memenangkan pesanan
Spesifikasi fungsional : Bagaimana
produk akan berfungsi
Spesifikasi produk : Bagaimana
produk akan dibuat
Peninjauan desain : Apakah spesifikasi
produk ini merupakan cara terbaik
untuk memenuhi keinginan pelanggan?
Pengujian pasar : Apakah
produk memenuhi harapan
pelanggan?
Perkenalan ke pasar
Evaluasi (berhasil?)
19
b. QFD
Dalam dunia bisnis, sebuah perusahan dituntut untuk selalu
mengembangkan produknya agar dapat tetap berada dipasaran.
Pengembangan produk yang cepat tidak selalu memberi hasil yang
mampu diterima konsumen. Kelemahan inilah yang mendasari
munculnya ide untuk mengembangkan produk yang dapat diterima
konsumen menggunakan sebuah metode yang disebut Quality Function
Deployment (QFD). Upaya QFD dilakukan untuk memenuhi
permintaan pelanggan. Rangkaian rumah-rumah ini adalah cara yang
efektif untuk mengidentifikasi, mengkomunikasikan, dan menyebarkan
sumber daya produksi. Dengan cara ini perusahaan dapat memproduksi
produk yang berkualitas, memenuhi permintaan pelanggan, dan
memenangkan order.
1) Manfaat QFD
QFD menterjemahkan apa yang dibutuhkan oleh konsumen
menjadi apa yang dihasilkan oleh organisasi. QFD memungkinkan
organisasi untuk memprioritaskan pada kebutuhan pelanggan.
Sehingga QFD memungkinkan perusahaan melakukan perbaikan
proses untuk melampaui harapan pelanggan.
Manfaat QFD bagi perusahaan yang berusaha
meningkatkan daya saingnya melalui perbaikan kualitas dan
produktifitasnya secara berkesinambungan adalah sebagai berikut :
20
a) Fokus pada pelanggan, organisasi TQM merupakan organisasi
yang berfokus pada pelanggan,. QFD memerlukan pengumpulan
masukkan dan umoan ballik dari pelanggan.
b) Efisiensi waktu, QFD dapat mengurangi waktu pengembangan
produk karena memfokuskan pada persyaratan pelanggan yang
spesifik dan telah diidentifikasikan dengan jelas.
c) Orientasi kerja sama tim, QFD merupakan pendekatan kerja sama
tim. Semua keputusan dalam proses didasarkan konsensus dan
dicapai melalui diskusi mendalam dan brainstorming.
d) Orientasi pada dokumentasi, salah satu produk yang dihasilkan
dari proses QFD adalah dokumen komprehensih mengenai semua
data yang berhubungan dengan segala proses yang ada dan
perbandingannya dengan persyaratan pelanggan.
2) Green QFD-II
Green QFD II dikembangkan oleh Zhang (1999) dengan
mengintegrasikan Life Cycle Assesment (LCA) dan Life Cycle
Costing (LCC) ke dalam matriks House of Quality, Green House,
Cost House, dan Concept Comparison House untuk menyusun
kualitas berdasarkan kebutuhan dan keinginan konsumen,
lingkungan, dan biaya dari keseluruhan proses pengembangan
produk. Green QFD II merupakan pengembangan dari Green QFD
sebelumnya, dimana dalam metode tersebut hanya berfokus pada
aspek kualitas dan lingkungan saja dan mengabaikan unsur biaya.
21
Metodologi Green QFD II dilakukan secara sistematis oleh tim
pengembangan produk untuk mendesain produk yang memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen, berbiaya rendah, serta
memperhatikan lingkungan.
3) Life Cycle Assesment (LCA)
LCA adalah metodologi untuk menilai materi dan energi
kumulatif serta arus dampak lingkungan yang terkait pada sistem
industri. Pada LCA, arus dan dampak tersebut dihitung pada dasar
pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya
limbah, yang berarti bahwa kontribusi langsung dan tidak langsung
atas seluruh rantai pasokan dicatat, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.2 perhitungan yang dilakukan relatif terhadap satu unit
output industri dikenal sebagai unit fungsional, yang berfungsi
sebagai dasar untuk interpretasi selanjutnya manfaat lingkungan.
Selanjutnya, kegiatan industri menghasilkan beberapa polutan, yang
pada gilirannya menghasilkan jalur yang berbeda untuk merusak
lingkungan. Metodologi LCA memperhitungkan kriteria tersebut
lingkungan yang berbeda. Dengan demikian LCA dapat digunakan
sebagai pendekatan yang komprehensif dan ketat untuk
mengevaluasi berbagai alternatif pencegahan polusi atau produksi
bersih. (Wang, 2009)
22
Gambar 2.2 Konsep Life Cycle Assessment
Sumber : Wang, 2009
4) Life Cycle Costing (LCC)
Cost life cycle merupakan urutan aktivitas dalam
perusahaan mulai dari riset dan pengembangan, desain, produksi
(atau penyedia jasa), pemasaran/distribusi, dan pelayanan kepada
pelanggan ditinjau dari perspektif biaya yang timbul pada setiap
aktivitas. Metode untuk melakukan analisis cost life cycle adalah
dengan penentuan target biaya (target costing), teori kendala (theory
of constraint), dan life cycle costing. Penentuan biaya target
digunakan untuk mengelola biaya, terutama dalam aktivitas desain.
Teori kendala digunakan untuk mengelola biaya produksi. Life
Cycle Costing digunakan pada seluruh cost life cycle untuk
meminimumkan biaya secara keseluruhan.
Life Cycle Costing memberikan perspektif jangka panjang,
karena mempertimbangkan semua biaya selama siklus hidup produk
23
atau jasa. Pada total biaya selama siklus hidup keseluruhan
dipisahkan menjadi tiga komponen, yaitu biaya hulu, biaya
produksi, dan biaya hilir. Biaya hulu dan hilir dapat dikelola dengan
cara meningkatkan hubungan dengan supplier dan distributor, cara
yang paling penting adalah desain produk dan proses produksi.
Gambar 2.3 akan memaparkan tiga komponen life cycle costing
tersebut (Wang, 2009).
Gambar 2.3 Konsep Life Cycle Costing
Sumber : Wang, 2009
5) Product Concept Generation
Concept Comparison House (CCH) digunakan untuk
mengevaluasi dan memilik konsep rancangan produk yang
memenuhi permintaan yang telah ditentukan dalam House of
Quality, Green House, dan Cost House. Struktur CCH hampir mirip
dengan HOQ pada QFD klasik. CCH ini terdiri dari 8 ruang, dimana
permintaan kritis dari House of Quality, Green House, dan Cost
House dimasukkan ke ruang 1. Tanda minus menunjukan garis
pemisah menjadi tiga ruang yaitu Ruang Kualitas, Ruang
24
Lingkungan, dan Ruang Biaya. Pada ruang kualitas disusun daftar
permintaan fungsiional dan kemampuan manufakturing yang
didapat dari House of Quality.
Pada ruang 2 berisi matriks korelasi antar tiga permintaan
(kualitas, lingkungan, dan biaya). Di ruang 3 berisi daftar alternatif
konsep produk termasuk garis mendasar produk dan konsep
pengembangan produk baru dimasukkan kedalam ruang ini.
Konsep-konsep ini akan dievaluasi dengan konsep produk dasar
untuk memilih konsep desain produk yang terbaik. Tingkat
kepuasan permintaan tiap konsep produk di ruang 1 dibuat pada
ruang 4. Adapun bobot menyatakan tingkat kepentingan permintaan
pada ruang 1 dibuat pada ruang 5. Pada ruang 6 berisi hitungan
tingkat kepuasan total tiap konsep produk. Indeks dampak terhadap
lingkungan dibuat pada ruang 7, dan ruang 8 berisi biaya life cycle
total untuk konsep produk.
Gambar 2.4 Concept Comparison House
Sumber : Zang, 1999
25
4. Kualitas
a. Definisi Kualitas
Tujuan seorang manajer operasi adalah menciptakan sebuah
sistem TQM yang mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan
pelanggan. Kualitas sangat sulit untuk didefinisikan secara baik karena
ukuran kualitas yang relatif dan berbeda-beda tergantung pada pemakai
akhir suatu produk. Pada dasarnya konsep kualitas diartikan sebagai
kesesuaian konsumen terhadap suatu produk.
Menurut ISO-8402 (Loh, 2001:35), kualitas adalah totalitas
fasilitas dan karakteristik dari produk atau jasa yang memenuhi
kebutuhan, tersurat maupun tersirat. Tjiptono (2004:11) mendefinisikan
kualitas sebagai kesesuaian untuk digunakan (fitness untuk digunakan).
Kadir (2001:19) menyatakan bahwa kualitas adalah tujuan yang sulit
dipahami , karena harapan para konsumen akan selalu berubah. Setiap
standar baru ditemukan, maka konsumen akan menuntut lebih untuk
mendapatkan standar baru lain yang lebih baru dan lebih baik.
Sedangkan menurut Goetsch dan Davis (2003:25)
mendefinisikan kualitas adalah quality is a dynamic state associated
with product, services, people, processes, and environments that meets
or exceeds expectation atau kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, manusia, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan.
26
b. Pengaruh Kualitas
Selain sebagai elemen penting dalam operasi, kualitas juga memiliki
pengaruh lain. Ada tiga alasan lain penyebab kualitas itu penting.
1) Reputasi Perusahaan
Suatu organisasi menyadari reputasi akan mengikuti kualitas,
apakah itu baik atau buruk. Kualitas akan muncul sebagai persepsi
tentang produk baru perusahaan, kebiasaan pekerjanya, dan
hubungan pemasoknya. Promosi diri tidak akan dapat menggantikan
produk berkualitas.
2) Kehandalan Produk
Pengadilan terus berusaha menghukum organisasi-organisasi yang
merancang, memproduksi, atau mengedarkan produk atau jasa yang
penggunaannya mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan.
Peraturan seperti Consumer Product Safety Act membuat standar
produk dan melarang produk yang tidak dapat memenuhi standar
tersebut. Makanan tidak bersih yang menyebabkan penyakit, baju
tidur yang panas, ban yang mudah pecah, ayau tangki bahan bakar
mobil yang dapat meledak pada tekanan tertentu bisa menyebabkan
pengeluaran yang besar dari sisi hukum, penyelesaian kasus atau
kerugian yang memakan biaya besar, dan publisitas yang buruk.
3) Keterlibatan Global
Di masa teknologi seperti sekarang, kualitas adalah suatu perhatian
internasional, sebagaimana halnya MO. Bagi perusahaan dan negara
27
yang ingin bersaing secara efektif pada ekonomi global, produk
mereka harus memenuhi ekspektasi akan kualitas, desain, dan
harganya secara global. Produk yang berkualitas rendah akan
mengurangi keuntungan perusahaan dan neraca pembayaran negara.
(Heizer dan Render, 2009)
c. Standar Kualitas Internasional ISO 9000
ISO 9000 merupakan standar kualitas dengan pengakuan
internasional. Fokusnya adalah untuk menambah sukses melalui
delapan prinsip pengelolaan kualitas: (1) kepemimpinan manajemen
tertinggi, (2) kepuasan pelanggan, (3) perbaikan berkelanjutan, (4)
melibatkan manusia, (5) analisis proses, (6) menggunakan dukungan
data (data-driven) untuk pengambilan keputusan, (7) pendekatan sistem
untuk manajemen, dan (8) hubungan pemasok yang saling
menguntungkan. Standar ISO mendorong pembentukan prosedur
pengelolaan kualitas, dokumentasi terperinci, instruksi kerja, dan
pencatatan. Seperti penghargaan Baldrige, penilaian termasuk penilaian
diri dan identifikasi masalah. (Heizer dan Render, 2009)
d. Biaya Kualitas
Pada biaya kualitas terdapat empat kategori utama biaya yang
dikaitkan dengan kualitas, yaitu:
1) Biaya Pencegahan
Biaya yang terkait dengan mengurangi kemungkinan komponen
atau jasa mengalami kerusakan.
28
2) Biaya Penaksiran
Biaya yang dikaitkan dengan proses evaluasi produk, proses,
komponen, dan jasa.
3) Kegagalan Internal
Biaya yang diakibatkan oleh proses produksi komponen atau jasa
yang rusak sebelum diantarkan ke pelanggan.
4) Biaya Eksternal
Biaya yang terjadi setelah pengiriman barang atau jasa yang cacat.
Tiga biaya pertama diatas dapat diperkirakan, tetapi biaya
eksternal sangat sulit dihitung. Biaya akibat kualitas yang rendah tidak
bisa dipandang remeh. Para pengamat manajemen kualitas, termasuk
Philip Crosby dan Genichi Taguchi, percaya bahwa pada kondisi
keseimbangan, biaya produk yang berkualitas hanyalah sebagian dari
keuntungan. Mereka berpendapat bahwa organisasi yang kalah adalah
organisasi yang gagal berupaya agresif di bidang kualitas. (Heizer dan
Render, 2009)
e. Dimensi Kualitas
Untuk melihat kualitas suatu produk, dapat dilihat dari ciri
karakteristik kualitas yang melekat pada produk tersebut. Kualitas
mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan
manfaat bagi pelanggan. Kualitas suatu produk baik berupa barang atau
jasa ditentukan melalui dimensi-dimensinya. Dimensi kualitas produk
29
barang menurut Tjiptono (2008) adalah sebagai berikut:
1) Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi
dasar dari sebuah produk.
2) Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk
yang bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti.
Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk
maka semakin besar pula daya tahan produk.
3) Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi),
yaitu sejauh mana karakteristik operasi dasar dari sebuah produk
memenuhi spesifikasi tertentu dari konsumen atau tidak
ditemukannya cacat pada produk.
4) Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk
menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan
konsumen terhadap produk.
5) Reliability (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan
bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu.
Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk
tersebut dapat diandalkan.
6) Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan
produk.
7) Perceived Quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil
dari penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung
30
karena terdapat kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau
kekurangan informasi atas produk yang bersangkutan.
8) Serviceability, meliputi kecepatan dan kemudahan untuk direparasi,
serta kompetensi dan keramah tamahan staf layanan.
f. Etika dan Manajemen Kualitas
Bagi manajer operasi, salah satu pekerjaan terpenting adalah
memberikan produk dan jasa yang sehat, aman, dan berkualitas kepada
pelanggan. Karena kurangnya proses desain dan produksi,
pengembangan produk-produk berkualitas rendah tidak hanya
mengakibatkan biaya produksi yang lebih tinggi, tetapi juga dapat
menimbulkan kecelakaan, tuntutan hukum, dan bertambahnya peraturan
pemerintah. Jika sebuah perusahaan yakin telah memperkenalkan
sebuah produk yang layak dipertanyakan, maka tindakan tanggung
jawabnya harus didasari oleh perbuatan etis. (Heizer dan Render, 2009)
31
C. Kerangka Pikir
Gambar 2.5 Kerangka Pikir
Sumber: Widiyaningsih, 2011 (diolah)
Kerangka pikir pada penelitian ini berawal dari mengidentifikasi
produk kain batik yang ada dengan beberapa indikator dari segi kualitas,
lingkungan maupun biaya, lalu dari hasil identifikasi tersebut dapat ditarik
Green QFD II
Dimensi Kualitas Produk :
• Performance
• Durability
• Conformance to specifications
• Features
• Reliability
• Aesthetics
• Perceived quality
• Serviceability
• Environmental
Inventory Loads
Biaya Selama Proses Produksi :
• Biaya pada tahap persiapan
• Biaya pada tahap pembatikan
• Biaya pada tahap pewarnaan
• Biaya pada tahap pelepasan lilin batik
• Biaya pada tahap penyempurnaan
• Biaya operasional
Produk Sesuai
Kebutuhan dan
Keinginan Konsumen
Produk Tidak Sesuai
Kebutuhan dan
Keinginan Konsumen
Perbaikan Produk Kain
Batik
32
kesimpulan bahwa produk tersebut diperlukan perbaikan atau tidak, jika perlu
perbaikan seperti apa yang diinginkan konsumen.