bab ii tinjauan pustaka a. nilai-nilai pendidikan islameprints.umm.ac.id/59203/3/bab ii.pdfyang...
TRANSCRIPT
-
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila ia bermanfaat pada kaca mata
manusia yang berfungsi memberikan penilaian. Jadi, nilai merupakan kualitas
dari sesuatu. Secara etimologis, nilai berasal dari bahasa Inggris/Latin value yang
artinya kuat, baik, berharga. Secara sederhana nilai adalah sesuatu yang berharga
baik menurut standar logika, estetika, etika, agama, hukum, dan menjadi acuan
keyakinan diri maupun kehidupan.21
Bernilai atau tidaknya sesuatu bergantung
pada seberapa jauh ia dapat memenuhi kepentingan manusia secara lahir dan
batin.
Nilai menurut Abu Ahmadi dan Noor Salimi adalah suatu seperangkat
keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang
memberikan corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan,
maupun perilaku. Sedangkan menurut Hamid Darmadi nilai merupakan
kajian dalam bidang filsafat. Istilah nilai dipakai dalam bidang filsafat untuk
kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan, dan kata kerja
yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian.22
21
Suyatno. (2012). Nilai, Norma, Moral, Etika dan Pandangan Hidup Perlu Dipahami
oleh Setiap Warga Negara dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, PKn Progresif 7 (1)
Juni, hal. 36 22
Bekti Taufiq AN dan Mustaidah. (2017). Identifikasi Nilai-nilai Pendidikan
Islamdalam Perberdayaan Masyarakat pada PNPM Mandiri, Jurnal Penelitian 11 (1) Februari,
hal. 74-75
-
20
Nilai merupakan kapasitas manusia yang dapat diwujudkan dalam
bentuk gagasan atau konsep, kondisi psikologis atau tindakan yang berharga
(nilai subjek), serta berharganya sebuah gagasan atau konsep, kondisi
psikologis atau tindakan (nilai objek) berdasarkan standar agama, filsafat
(etika dan estetika) serta norma-norma masyarakat (rujukan nilai) yang
diyakini oleh individu sehingga menjadi dasar untuk menimbang, bersikap
dan berperilaku bagi individu dalam kehidupan pribadi maupun
bermasyarakat (value system). Nilai-nilai pendidikan Islam yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah nilai-nilai keimanan (akidah), nilai-nilai ibadah
dan nilai akhlak.23
Nilai merupakan kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu bisa
disukai, diinginkan, bergunam dan dihargai sehingga dapat menjadi objek
bagi kepentingan tertentu. Nilai juga merupakan sesuatu yang memberi
makna dalam hidup, yang memberikan dalam hidup titik tolak, isi, dan tujuan.
Nilai artinya sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
Selain itu, nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia
yang sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia empiris. Nilai
berhubungan dengan pandanan seseorang tentang baik dan buruk dan lain
sebagainya sehingga standar itu akan mewarnai perilaku manusia. Pandangan
seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba tapi bisa diketahui dari perilaku
yang bersangkutan.24
23
Shapiah. (2015). Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Kelahiran pada Adat
Banjar, Mu’adalah 3 (1), Januari-Juni, hal. 69 24
Iskandar. (2015). Nilai-nilai Pendidikan Islam di Perpustakaan : Sebuah Pemikiran,
Jupiter 14 (1), hal. 21
-
21
Dilihat dari asal datangnya nilai dalam perspektif Islam terdapat dua
sumber nilai, yakni Tuhan dan manusia. Nilai yang datang dari Tuhan adalah
ajaran-ajaran tentang kebaikan-kebaikan yang terdapat dalam kitab suci. Nilai
yang merupakan firman Tuhan bersifat mutlak, tetapi implementasinya dalam
bentuk perilaku merupakan penafsiran terhadap firman tersebut yang bersifat
relatif.25
Kehidupan manusia tidak terlepas dari sebuah nilai dan nilai tersebut
yang nantinya akan diinstitusikan melalui upaya pendidikan. Hal ini sesuai
dengan hakikat pendidikan yaitu proses transformasi dan internalisasi nilai.
Maka dari itu, suatu pendidikan harus mengandung beberapa unsur pokok
yang mengarah kepada pemahaman dan pengamalan secara menyeluruh.
Pokok yang harus diperhatikan adalah proses dalam pembiasaan terhadap
nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai.26
Hal tersebut sejalan dengan teori Kniker tentang nilai, yaitu “ A value as a
cluster of attidues which generates either an action or a decision to deliberately
avoid an action” (Nilai sebagai sekumpulan sikap yang menghasilkan tindakan
atau pengambilan keputusan secara terencana untuk menghindari suatu
tindakan). Melengkapi teori tersebut, pendidikan Islam menurut Daradjat dkk
adalah proses yang dilakukan untuk membentuk manusia sehingga terjadi
perubahan sikap dan tingkah laku sesuai petunjuk ajaran Islam.27
25
Nasri Kurnialoh. (2015). Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dalam Serat Sastra
Gendhing, Ibda’ Jurnal Kebudayaan Islam 13 (1) Januari-Juni, hal. 100 26
Ibrahim Hasan. (2017). Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Al-Quran (Telaah surah Al-
Fatihah), At-Tazakki 1 (1) Juli, hal. 58 27
Nida Shofiyah, dkk. (2017). Nilai-nilai Pendidikan dalam Film Iqro,’Ta’lim 15 (2),
hal. 106
-
22
Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa
agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan
dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang akan
memungkinkan untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan menurut John Dewey merupakan proses pembentukan kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama
manusia.28
Undang Undang No. 20 Tahun 2003 merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepibadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan untuk diri, masyarakat, bangsa, dan
negara.29
Pendidikan bisa dibagi menjadi dua dilihat dari sudut pandangan, yaitu
segi pandangan individu dan pandangan masyarakat. Pendidikan dari degi
pandangan individu beranggapan bahwa manusia di atas dunia ini mempunyai
sejumlah atau seberkas kemampuan yang sifatnya umum pada setiap manusia
sama umumnya dengan kemampuan melihat dan mendengar tetapi berbeda
derajat menurut masing-masing orang seperti halnya pancaindra juga.
Melalui pandangan masyarakat, pendidikan diakui bahwa manusia
memiliki kemampuan-kemampuan asal dan bahwa anak-anak itu mempunyai
benih-benih segala yang telah dicapai dan dapat dicapai oleh manusia. Ia
menekankan pada kemampuan manusia memperoleh pengetahuan dengan
28
Sutrisno dan Muhyidin Albarobis. (2012). Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial.
Jakarta : Ar-Ruzz Media. hal. 22 29
Ibid, hal. 19
-
23
mencarinya pada alam di luar manusia. Maksudnya mencari di sini adalah
proses memasukkan sesuatu di luar seorang pelajar dan bukan proses
mengeluarkan wujud yang di dalam pelajar tersebut. Kesimpulannya,
pendidikan merupakan proses pemindahan kesimpulan penyelidikan yang
seseorang itu tidak dapat melakukannya sendiri.30
Pendidikan merupakan inti dan misi dari pengembangan ajaran Islam.
Oleh karena itu pendidikan merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari
misi dakwah Nabi Muhammad saw. Pendidikan Islam memerlukan usaha,
kegiatan, cara, alat, dan lingkungan hidup untuk mewujudkannya supaya bisa
menunjang keberhasilannya. Hakikat pendidikan Islam adalah membentuk
kepribadian muslim yang tidak hanya bersifat teoritis akan tetapi juga bersifat
praktis sehingga yang terjadi dalam pendidikan Islam adalah pendidikan iman
dan amal salehm karena ajaran Islam berisi karena ajaran Islam berisi tentang
sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup
individu maupun masyarakat, maka pendidikan Islam adalah pendidikan
individu juga pendidikan masyarakat.
Menurut HAMKA, pendidikan Islam merupakan pembentukan pribadi
yang berbudi pekerti untuk mencapai kemajuan bangsa untuk mencapai
kemuliaan.31
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang sadar dan
bertujuan dan Allah telah meletakkan asas-asasnya bagi manusia dalam
sebuah syariat. Pendidikan Islam adalah serangkaian proses yang sistematis
30
Hasan Galunggung. (1988). Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21. Jakarta :
Pustaka Al-Husna. hal. 56-57 31
Abdul Nashir. (2007). Buya Hamka dan M. Natsir tentang Pendidikan Islam, At-Ta’dib
3 (1), Februari, hal. 69
-
24
terencana dan komprehensip dalam upaya mentransfer nilai-nilai kepada
peserta didik dan mengembangkan potensinya sehingga mereka mampu
melaksanakan tugasnya sebagai manusia di muka bumi sesuai dengan
syariat.32
Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses menuju perubahan ke
arah yang positif. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Islam yaitu untuk
menjaga dan memelihara fitrah peserta didik mengembangkan segala potensi
yang dimiliki, dan mengarahkan potensi tersebut menuju kebaikan dan
kesempurnaan, serta merealisasikan hal tersebut secara bertahap.
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial
yang membawa penganutnya pada pengaplikasian ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan Islam juga mempunyai kegunaan dalam
rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan Islamm bahkan
Pendidikan Islam menjadi tolak ukur bagaimana Islam dengan umatnya telah
memainkan peranannya dalam berbagai aspek sosial, politik, maupun budaya.
Nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke
arah kedewasaan, bersifat baik atau buruk sehingga berguna bagi
kehidupannya yang diperoleh dari proses pendidikan yang tidak hanya
dilakukan dalam satu tempat dan satu waktu. Proses pendidikan dihubungkan
dengan eksistensi dan kehidupan manusia, dan nilai- nilai pendidikan
diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu,
sosial, religius, dan berbudaya.
32
Musthafa. (2015) Opcit. 166
-
25
Terdapat berbagai macam nilai Islam dalam Pendidikan Islam yang
mendukung Islam dalam dunia pendidikan yang bahkan menjadi suatu sistem
di dalamnya. Nilai tersebut menjadi dasar dalam pengembangan jiwa peserta
didik sehingga bisa menjadi output pendidikan yang sesuai dengan
masyarakat di lingkungannya. Nilai pendidikan Islam merupakan sifat yang
melekat pada pendidikan Islam yang digunakan manusia dalam mencapai
tujuan hidupnya untuk mengabdi kepada Allah swt.
Pendidikan Islam tidak hanya bertujuan sekedar proses transfer budaya
atau ilmu pengetahuan tapi juga transfer nilai ajaran-ajaran Islam. Hakikatnya
tujuan pendidikan Islam adalah menjadikan manusia yang bertakwa, manusia
dapat mencapai kemenangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut Ali Sarwan, nilai pendidikan Islam adalah ciri-ciri atau sifat
khas Islami yang dimiliki sistem pendidikan Islam. Rajab Dauri mengatakan
nilai-nilai pendidikan Islam adalah corak atau sifat yang melekat pada
pendidikan Islam. Sedangkan Ruqaiyah M. berpendapat nilai-nilai pendidikan
Islam adalah ada pada determinasi yang terdiri dari cara pandang, aturan dan
norma yang ada pada pendidikan Islam yang selalu berkaitan dengan akidah,
ibadah, syariah, dan akhlak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa nilai-
nilai pendidikan Islam adalah ciri khas, sifat yang melekat yang terdiri dari
aturan dan cara pandang yang dianut oleh agama Islam.33
Nilai pendidikan Islam adalah sejumlah sifat-sifat dan ide yang penting
dan berguna bagi manusia yang didapatkan dari proses pengembangan pribadi
33
M. Fitrianor. (2012). Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Pelaksanaan Akikah dan
Tasmiah di Kel. Baamang Hulu Kec. Baamang Kab. Kotim, Jurnal studi dan Masyarakat 6 (1)
Juni, hal. 173
-
26
melalui proses pengajaran, pelatihan, pengalaman, pewarisan, atau
pembudayaan dari generasi ke generasi sehingga terjadi perubahan sikap dan
tingkah laku yang mendarah daging untuk melaksanakan perbuatan
berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan
Sunnah guna menggapai hakikat manusia. Nilai-nilai pendidikan Islam pada
dasarnya berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang meliputi semua aspek
kehidupan, baik itu hubungan manusia dengan Allah swt, hubungan manusia
dengan manusia, maupun hubungan manusia dengan lingkungannya.
Al-Quran menjadi sumber nilai pendidikan yang selalu berorientasi kepada
pembentukan dan pengembangan umat manusia seutuhnya dan berlaku sepanjang
zaman. Artinya, Al-Quran tidak hanya menjadi petunjuk bagi manusia dalam satu
periode ataupun waktu tertentu, melainkan menjadi petunjuk bagi manusia secara
umum dan selalu sesuai dengan tempat dan perkembangan zaman. Al-Quran yang
juga merupakan dasar pokok pendidikan Islam di dalamnya mengandung sumber
nilai yang absolut, eksitensinya tidak mengalami penyesuaian dengan konteks
zaman, keadaan dan tempat.
Isyarat Al-Quran tentang nilai-nilai pendidikan dan kebenarannya
menjadi salah satu mukjizat yang sudah seharusnya menjadi sumber inspirasi
dan motivasi dalam upaya menggali nilai-nilai pendidikan untuk
diaktualisasikan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Secara garis besar,
nilai-nilai pendidikan Al-Qur‟an meliputi nilai kebenaran metafisis (gaib),
saintis (ilmu pengetahuan), dan moral (akhlak) yang seharusnya memandu
manusia dalam membina kehidupan dan penghidupannya.
-
27
Nilai pendidikan Islam terdapat beberapa nilai yang mendukung
pelaksanaan pendidikan, yaitu :
1. Nilai Pendidikan Keimanan atau Tauhid
Nilai pendidikan keimanan ini termasuk hal yang seharusnya menjadi fokus
utama dari orang tua peserta didik dan tidak boleh ditinggalkan. Hal ini karena
iman merupakan dasar utama sebagai seorang yang beragama Islam. Nilai
keimanan harus diberikan sejak kecil agar si anak bisa mengenal Tuhannya
dengan baik, tau bagaimana bersikap yang baik kepada Tuhannya, serta apa yang
harus dilakukannya di dunia sebagai hamba-Nya. Melalui nilai pendidikan
keimanan diharapkan agar peserta didik akan tumbuh dewasa menjadi insan yang
beriman kepada Allah swt, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nyam
dan bisa membentengi dirinya dari perbuatan dan kebiasaan yang buruk.
2. Nilai Pendidikan Syariat
Nilai pendidikan syariat merupakan standar atau ukuran yang telah
dicapai seseorang dalam menaati peraturan Allah tentang pelaksanaan dari
penyerahan diri secara total dan menyeluruh melalui ibadah secara
langsung maupun tidak serta melalui hubungan sesama manusia.
3. Nilai Pendidikan Ibadah
Nilai pendidikan ibadah merupakan standar seseorang dalam
mengamalkan suatu perbuatan yang dilandasi rasa pengabdian kepada
Allah swt. Ibadah juga merupakan kewajiban seorang muslim yang tidak
bisa dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan dasarnyam
sedangkan ibadah merupakan manifestasi dari keimanan tersebut.
-
28
4. Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai pendidikan akhlak merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan
dari pendidikan Islam karena baik menurut akhlak maka baik juga menurut
agamam begitu juga sebaliknya. Akhlak merupakan realisasi dari
keimanan yang dimiliki oleh seseorang. Secara umum ruang lingkup
akhlak terbagi menjadi 3, yaitu akhlak kepada Allah, akhlak kepada
manusia, dan akhlak kepada alam semesta.
Nilai pendidikan akhlak adalah suatu standar atau ukuran tingkah laku
seseorang dalam proses pembinaan, penanaman, dan pengajaranm pada
manusia yang bertujuan menciptakan dan mensukseskan tujuan tertinggi
agama Islam. Berhubung akhlak merupakan dasar utama dalam pembentukan
pribadi manusia yang seutuhnya, maka pendidikan yang mengarah
terbentuknya pribadi yang berakhlak merupakan hal pertama yang harus
dilakukan karena akan melandasi kestabilan kepribadian manusia secara
keseluruhan.
5. Nilai Pendidikan Kisah Teladan atau Ibrah
Isi Al-Quran juga ada yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang
sudah terjadi yang mana peristiwa tersebut bisa menjadi pedoman hidup
sehingga tidak disadari peserta didik akan mengetahui dirinya dan orang
lain dan mempunyai sifat yang tunduk kepada Tuhan dan menghormati
sesama. Keberadaan kisah ini bisa digunakan sebagai cara mendidik
peserta didik yang cenderung menyukai kisah.
-
29
6. Nilai Pendidikan Kesehatan
Kesehatan bukan hanya terbatas pada persoalan sakit kemudian
dicarikan aubatnya, akan tetapi mampu menjaga atau mencegah dari hal-
hal yang menimbulkan penyakit karena kesehatan dibutuhkan setiap orang
begitu juga dengan orang Islam agar bisa melakukan kegiatan keagamaan
dan dunia dengan baik. Orang yang bekerja butuh tubuh yang sehat begitu
juga dengan orang yang melakukan ibadah.
Mengingat pentingnya kesehatan, maka sudah seharusnya orang tua
memperhatikan anak-anaknya dengan memasukkan pendidikan kesehatan
sebagai unsur pokok. Selain itu, orang tua juga bisa mengajak anak untuk
gemar berolahraga, memberikan keteladanan dalam menjaga lingkungan
dan kebersihan dirim serta memberi pengetahuan tentang pentingnya
kebersihan. Islam sangat memperhatikan tentang kebersihan, maka dari itu
setiap anak harus diajarkan kebersihan karena Allah menyukai kebersihan.
Hidup bersih bisa dibiasakan sejak kecil, maka para orang tua bisa
mendidik anak dari kecil tentang kebersihan sehingga menjadi kebiasaan
di kemudian hari.
7. Nilai Pendidikan Seks
Pendidikan seks adalah penerangan yang bertujuan untuk membimbing serta
mengansuh tiap laki-laki dan perempuan sejak dari anak-anak sampai dewasa
perihal kelamin pada umumnya dan kehidupan seks khususnya agar mereka
bisa melakukan sebagaimana mestinya sehingga kehidupan berkelamin itu bisa
mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Pendidikan seks juga
-
30
merupakan upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan masalah-masalah
seksual kepada anak, sehingga setelah anak tumbuh menjadi seorang pemuda
bisa memahami urusan-urusan kehidupan dan hal yang halal dan haram
dilakukan. Nilai pendidikan seks diberikan kepada anak sejak anak
mengenal masalah-masalah yang berkenaan dengan seks dan perkawinan
agar saat anak beranjak dewasa bisa mengetahui mana yang baik dan mana
yang buruk.34
Setiap dimensi kehidupan mempunyai nilai-nilai pendidikan Islam yang
dikategorikan, yaitu sebagai berikut :
1. Dimensi yang mengandung nilai yang meningkatkan kesejahteraan manusia di
dunia. Dimensi nilai kehidupan ini mendorong kegiatan manusia untuk
mengelola dan memanfaatkan dunia agar bisa menjadi bekal untuk kehidupan
di akhirat.
2. Dimensi yang mengandung nilai yang mendorong manusia untuk meraih
kehidupan akhirat yang membahagiakan. Dimensi ini menuntut manusia
untuk tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang
dimiliki, namun kemelaratan dan kemiskinan harus diberantas karena
kemelaratan duniawi bisa mengantarkan manusia ke pintu kekufuran.
3. Dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan antara
kepentingan hidup di dunia dan akhirat. Keseimbangan dan keserasian
antara kedua kepentingan hidup ini menjadi daya tangkal terhadap
pengaruh-pengaruh negatif dari berbagai gejolak kehidupan yang
34
Ibrahim Hasan, Op.cit, 62-64
-
31
menggoda ketenangan hidup manusia, baik yang bersifat spiritual, sosial,
kultural, ekonomis, maupun ideologis dalam kehidupan pribadi manusia.
Berdasarkan dimensi-dimensi di atas, diharapkan bisa tercermin
dalam diri seorang muslim secara utuh melalui proses pendidikan dengan
sistem yang berbeda. Dari sini bisa diketahui bahwa dimensi nilai-nilai
pendidikan Islam menekankan keseimbangan dan keselarasan dunia dan
akhirat menjadi landasan idela yang harus dikembangkan dalam pribadi
seorang muslim melalui pendidikan sebagai sarananya.35
B. Sekilas Tentang Surah Al-An‘am
Surah Al-An„am merupakan surah keenam dalam Al-Quran yang berisi
165 ayat dan termasuk ke dalam golongan surah Makkiyah. Al-An„am
termasuk dalam golongan surah Makkiyah karena surah ini turun kepada
Nabi Muhammad saw sebelum beliau hijrah ke kota Madinah pada waktu itu.
Semua surah Makkiyah berisi seruan kepada keimanan, agama tauhid, dan
menegaskan batalnya kepercayaan syirik.
Nama Al-An„am diambil dari dalam surah itu juga. Kata Al-An„am di
dalamnya diulang sebanyak enam kali. Nama ini merupakan satu-satunya nama
yang dikenal pada masa Nabi Muhammad, maka pada saat surah ini turun
diberilah nama Al-An„am. Menurut sebuah riwayat menyatakan bahwa surah ini
diturunkan sekaligus oleh 70.000 malaikat dengan mengalunkan tasbih.36
35
Iskandar. Op.cit, hal. 23-24 36
Zahra Ridho Hasanah. Op,cit. hal. 27
-
32
Surah Al-An„am turun di Mekah, kecuali ayat 20, 23, 91, 93, 114, 151,
152, dan 153. Ada yang berpendapat bahwa seluruh ayat turun di Mekah
kecuali ayat 91 dan (151). Ada juga para ulama yang mengecualikan
beberapa ayat. Menurut mereka ada 6 ayat yang turun setelah Nabi
Muhammad saw hijrah ke Madinah, yaitu ayat 90 – 93 dan ayat 150 – 153.
Ada juga yang menyebutkan hanya dua ayat, yaitu ayat 90 dan 91. Riwayat
lain mengatakan hanya satu ayat yaitu ayat 90. Seluruh riwayat menjelaskan
bahwa surah ini turun sekaligus karena isinya yang mengandung dalil-dalil
ketauhidan, keadilan, kenabianm hari kiamat dan bantahan terhadap
atheisme.37
Menanggapi hal tersebut, Thahir ibn „Asyur menyatakan bahwa hal itu
untuk menanggapi sementara kaum musyrikin yang menghendaki agar Al-
Quran diturunkan sekaligus. Ini membuktikan bahwa Allah mampu
menurunkan Al-Quran sekaligus tanpa berbeda kualitasnya. Akan tetapi Dia
tidak menurunkan semua ayat-ayatnya demikian karena kemaslahatan
menuntut untuk diturunkan secara berangsur-angsur.38
Abu Ishaq al-Asfaraini berkata: “Sesungguhnya di dalam surah Al-An„am
terdapat tiang-tiang pokok akidah tauhid. Penyusunan ini dan keletakan surah di
tempatnya yang sekarang, sesudah Al-Maidah adalah tepat benar karena akhir
dari surah Al-Maidah adalah pembatalan kepercayaan Nasrani yang menyatakan
Isa Al-Masih anak Allah atau Allah sendiri, yang telah ditegur dengan keras dan
37
Departemen Agama RI. (2010). Al-Quran dan Tafsirnya Jilid III. Jakarta : Penerbit
Lentera Abadi. hal. 64 38
Munif Afifuddin. (2013). Konsep Pendidikan Akidah dalam Al-Quran surah Al-An’am
Ayat 74-79 (Sebuah Analisis Tahlili) Skripsi. Semarang : IAIN Walisongo. hal. 54-55
-
33
dijelaskan bahwa kepercayaan itu kufur adanya dan sangat kacau balau”. Dalam
surah Al-An„am juga bisa ditemukan kisah pengalaman Nabi Ibrahim yang
merenung mencari hakikat Allah yang sejati.
Nama Al-An„am juga tidak cerminan isi surah, yaitu binatang ternak.
Binatang ternak hanya disebutkan dalam ayat 136 yang menceritakan
beberapa kebiasaan jahiliyah terhadap binatang ternak. Berikutnya juga
disebutkan beberapa binatang ternak yang disebutkan itu diharuskan untuk
memakannya bagi orang Yahudi serta Islam. Karena hal itu nama surah diberi
nama dengan surah Al-An„am.
Selain hal-hal di atas, Al-An„am dimulai dengan pujian yaitu
Alhamdulillah. Surah lain yang juga dimulai dengan Alhamdulillah adalah
surah Al-Fatihah, Al-Kahfi, Saba‟ dan Fathir. Beberapa ahli tafsir
mengatakan jika Al-Quran dibagi menjadi lima bagian, maka setiap
bagiannya dimulai dengan pujian kepada Allah.39
Pokok-pokok isi yang terkandung dalam surah Al-An„am diantaranya
adalah keimanan yang membahas tentang bukti-bukti keesaan Allah serta
kesempurnaan sifat-sifatNya; kenabian Nabi Muhammad; penegasan Allah
atas kenabian Nabi Ibrahim, Ishaq, Ya„kub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub,
Yusuf, Musa, Harun, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Luth;
penegasan tentang adanya risalah dan wahyu serta hari pembalasan dan hari
kebangkitan; sesatnya kepercayaan orang musyrik dan keingkaran mereka
terhadap hari Kiamat.
39
Hamka. (1993). Tafsir Al-Azhar Jilid 3. Singapura : Kerjaya Printing Industries Pte Ltd.
hal. 1936-1938
-
34
Selanjutnya ada isi tentang beberapa hukum yang berupa larangan
mengikuti adat istiadat yang dibuat-buat oleh kaum jahiliyah; makanan halal
dan haram; sepuluh wasiat dalam Al-Quran; tauhid; keadilan dan hukum; dan
larangan mencaci maki berhala. Hal ian yang merupakan isi dari surah Al-
An„am adalah tentang kisah teladan berupa kisah umat terdahulu yang
menentang rasul-rasul; kisah pengalaman Nabi Muhammad dan para nabi;
dan cerita Nabi Ibrahim membimbing kaummnya kepada agama tauhid.
Terakhir isi surah Al-An„am berupa sikap keras kepala kaum musyrik;
cara nabi memimpin umatnya; bidang-bidang keraulan dan tugas-tugasnya.
Tantangan kaum musyrik untuk melemahkan rasul; kepercayaan orang-orang
musyrik terhadap jin dan malaikat; beberapa prinsip keagamaan dan
kemasyarakatan; dan lain-lain.40
C. Tafsir Al-Azhar
Tafsir Al-Azhar merupakan karya monumental dari HAMKA yang isinya
merupakan ceramah-ceramah beliau di Masjid Agung.41
Tafsir ini dinamakan
Al-Azhar karena mengambil nama masjid yang didirikan di kampung
halamannya, yaitu Kebayoran Baru yang mana nama tersebut merupakan
pemberian dari Syaikh Mahmud Syalthut dengan harapan agar keilmuan dan
intelektual tumbuh di Indonesia.
Tafsir Al-Azhar ditulis berasaskan pandangan dan kerangka manhaj yang
jelas dengan merujuk pada kaidah bahasa Arab, tafsiran salaf, asbabun nuzul,
40
Departemen Agama RI. Loc.cit, hal. 64 41
Yanuardi Syukur dan Arlen Ara Guci. (2017). Buya Hamka; Memoar Perjalanan
Hidup Sang Ulama. Soko : Tinta Medina, Creative Imprint of Tiga Serangkai. Hal. 95
-
35
nasikh mansukh, Ilmu Hadis, Ilmu Fiqh dan sebagainya. Ia turut men-zahirkan
kekuatan dan ijtihad dalam membandingkan dan menganalisis pemikiran
mazhab. Tafsir ini merupakan pencapaian dan sumbangan terbesar HAMKA
dalam membangun pemikiran dan mengangkat tradisi ilmu yang melahirkan
sejarah penting dalam penulisan tafsir di nusantara. Adapun tujuan terpenting
dalam penulisan Tafsir Al-Azhar adalah untuk memperkuat dalil para ulama
dan mendukung dakwah Islam.42
Tafsir Al-Azhar dalam penulisannya menggunakan sistematika tersendiri
yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Susunan penafsiran yang digunakan oleh HAMKA adalah metode tahlili
(tartib utsmani) yang menafsirkan ayat sesuai dengan penyusunan Mushaf
Utsmani.
2. Setiap surah dicantumkan sebuah pendahuluan dan pada akhir dari tafsir
selalu diberi ringkasan yang berupa nasihat agar para pembaca bisa
mengambil ibrah dari apa yang sudah ditafsirkan.
3. Sebelum diterjemahkan dan ditafsirkan sebuah ayat dalam satu surah, tiap surah
itu ditulis dengan artinya, jumlah ayatnya, dan tempat turun ayat tersebut.
4. Penyajian ditulis dalam bagian yang pendek-pendek yang terdiri dari beberapa
ayat dengan terjemahan bahasa Indonesia dan teks bahasa Arabnya. Kemudian
diikuti dengan penjelasan panjang yang mungkin terdiri dari 1 – 15 halaman.
5. Dalam tafsirnya dijelaskan tentang sejarah dan peristiwa yang
kontemporer.
42
Aviv Alviyah. Metode Penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar. hal. 29
-
36
6. Terkadang dicantumkan juga kualitas hadis yang dijadikan rujukan dalam
satu pembahasan.
7. Dalam tiap surah HAMKA menambahkan tema-tema tertentu dan
mengelompokkan beberapa ayat yang menjadi pembahasan. Biasanya juga
ditambah dengan syair.
8. Tafsir Al-Azhar kental dengan nuansa Minang. 43
Menurut Aviv Alviyah, sumber penafsiran yang digunakan oleh Buya
HAMKA adalah tafsir Al-Iqtiran karena beliau tidak hanya menggunakan Al-
Quran, Hadits pendapat sahabat Nabi dan Tabi„in, serta riwayat dari kitab-kitab
tafsir Al-Mu„tabarah saja, tapi beliau juga memberi penjelasan ilmiah tentang
ayat-ayat kauniyah. Buya HAMKA tidak pernah terlepas dari penggunaan
metode tafsir bil ma’tsur, tapi beliau juga menggunakan tafsir bil ra’yi yang
mana keduanya dihubungkan dengan berbagai pendekatan-pendekatan umum,
seperti bahasa sejarah, interaksi sosio kultur dalam masyarakat. Bahkan beliau
juga memasukkan unsur keadaan geografis suatu wilayah dan cerita masyarakat
tertentu untuk mendukung maksud dari penafsirannya.
Sedangkan menurut cara penjelasannya, Buya HAMKA menggunakan
metode muqarin yang berupa penafsiran sekelompok ayat-ayat yang berbicara
dalam suatu masalah dengan membandingkan antara ayat dengan ayat atau ayat
dengan hadits, dan dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu antara objek
yang dibandingkan dengan cara memasukkan penafsiran dari ulama tafsir yang
lain.
43
Ibid, hal. 29-30
-
37
Keluasan penjelasan HAMKA dalam Tafsir Al-Azhar menggunakan
metode tahlili yang menafsirkan Al-Quran berdasarkan urutan-urutan ayat
secara ayat per ayat, dengan suatu uraian terperinci tetapi jelas dan ia
menggunakan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi bagi dan
oleh masyarakat awam maupun intelektual.
Corak yang mendominasi dalam Tafsir Al-Azhar adalah lawn adabii wa
ijtima„i yang nampak terlihat dari latar belakang HAMKA sebagai seorang
sastrawan sehingga beliau berupaya untuk menafsirkan ayat dengan bahasa
yang dipahami semua golongan dan bukan hanya di tingkat akademisi
maupun ulama. Selain itu, beliau memberikan penjelasan berdasarkan kondisi
sosial yang sedang berlangsung dan situasi politik waktu itu.44
Lewat Tafsir Al-Azhar ini HAMKA menperlihatkan keluasan
pengetahuannya dalam berbagai bidang ilmu agama maupun non keagamaan.
Selain sebagai ulama, HAMKA juga signifikan dalam kehidupan sosial
muslim modern Indonesia. Lewat Muhammadiyah beliau melanjutkan
perjuangan Ahmad Dahlan dalam berdakwah melalui pendidikan dan
pelayanan sosial. Menurut Fachri Ali, HAMKA merupakan seorang ulama
yang berada pada posisi terdepan dalam masyarakat modern Indonesia yang
sedang mengalami modernisasi.45
Tafsir Al-Azhar mulai ditulis pada tahun 1962. Tafsir ini
menggambarkan dengan gamblang HAMKA dalam suasana kuliah di pagi
hari yang beliau sampaikan di masjid Al-Azhar pada tahun 1959 sampai
44
Ibid. Hal. 29-32 45
Usep Taufik Hidayat. (2015). Tafsir Al-Azhar; Menyelami Kedalaman Tasawuf Hamka,
Al-Turas 11 (1) Januari, hal. 50
-
38
1964. Penulisan tafsir ini sempat ditulis oleh beliau di penjara selama 3 tahun,
yaitu pada tahun. Tafsir Al-Azhar ini ada 15 volume dan karya-karya beliau
yang lainnya telah menjadi bacaan standar di Malaysia dan Singapura.46
Pendahuluan dalam Tafsir Al-Azhar berisi tentang seputar Al-Quran,
i„jaz Al-Quran, lafaz dan makna Al-Quran, latar belakang penulisan Al-
Azhar, serta pendirian penafsir sendiri. Pada akhir pendahuluan beliau juga
memberikan petunjuk bagi pembaca yang berupa daftar surah-surah Al-Quran
dan berada di juz, ayat, dan halaman surah yang dimaksud.
Sebelum menjelaskan tafsir Al-Quran, HAMKA banyak memberikan
pembukaan antara lain, Kata Pengantar, Pendahuluan, Al-Quran, I„jaz Al-
Quran, Isi Mukjizat Al-Quran, Al-Quran Lafaz dan Makna, Menafsirkan Al-
Quran, Haluan Tafsir, Mengapa Dinamai “Tafsir Al-Azhar”, dan terakhir
Hikmat Ilahi.
Selain itu, HAMKA juga memberikan pendahuluan pada setiap juz
dalam Al-Quran yang berisi tentang garis besar isi surah-surah yang ada pada
tiap-tiap juz beserta asbabun nuzul setiap surah. HAMKA juga memulai
pembahasannya dengan mukaddimah surah dan mengakhiri bahasan tiap-tiap
juz dengan mencantumkan bibliografi yang dijadikan rujukan dalam
penulisan tafsirnya.
Setelah menerjemahkan ayat secara global HAMKA langsung
menguraikan secara terperinci yang didahului dengan pengertian kata dari
mufradat yang jarang dijumpai. HAMKA lebih banyak menekankan ayat
46
Ibid, hal. 58
-
39
secara menyeluruh, oleh karena itu yang banyak dikutip adalah ayat secara
keseluruhan dan juga banyak mengutip pendapat mufassir terdahulu.47
Tafsir Al-Azhar ditulis mulai dari surah Al-Fatihah sampai surah An-
Nas, volume dalam Tafsir Al-Azhar menyesuaikan juz dalam Al-Quran, yang
mana tiap volume disebut juzu’. Adapun sistematika penulisan Tafsir Al-
Azhar dimulai dengan muqaddimah di tiap juzu’ dan pendahuluan di tiap
surat. Ayat Al-Quran ditulis di sebelah kanan halaman dan terjemahannya di
sebelah kiri. Ayat-ayat Al-Quran dipisahkan menurut tema tertentu dan
kemudian dikupas satu persatu ayat yang ada di dalamnya. Misalnya dalam
juz 2 ada tema tentang Dari Hal Kiblat I, Dari Hal Kiblat II, Dari Hal Kiblat
III, Menghadapi Cobaan Hidup dan lainnya yang ditulis di daftar isi.
Tafsir Al-Azhar pertama kali diterbitkan pada tahun 1967 oleh Penerbit
Pembimbing Masa dari juz 1 sampai juz 4. Juz 5 sampai juz 14 diterbitkan
oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta. Kemudian juz 15 sampai juz 30
diterbitkan oleh Pustaka Islam Surabaya. Keseluruhan dari Tafsir Al-Azhar
diterbitkan oleh Pustaka Panjimas Jakarta pada tahun 1983 dan 1988. Metode
yang digunakan dalam Tafsir Al-Azhar adalah metode analisis dan
menggunakan pendekatan sosial kemasyarakatan serta pergerakan. Uraian
HAMKA dalam tafsirnya memang panjang, tetapi tidak membosankan. Hal
ini dikarenakan referensi yang digunakan sangat beragam, kaya, dan ditulis
pada setiap akhir juz. 48
47
Yanuardi Syukur dan Arlen Ara Guci. Op,cit. hal. 109-111 48
Imam Taufiq. (2014). Membangun Damai Melalui Mediasi, Al-Tahrir 14 (2) Mei, hal.
305-306