bab ii tinjauan pustaka a. landasan teori 1. teori ... · a. landasan teori 1. teori keagenan...
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Agency Theory merupakan teori yang mempelajari hubungan antara agent
dan principal. Dalam hal ini manajemen perusahaan sebagai agen dan para
pemegang saham sebagai principal. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan
teori keagenan merupakan kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang
saham yang seringkali bertentangan, yang bisa menyebabkan terjadinya konflik.
Konflik tersebut bisa terjadi karena manajer cenderung mengutamakan
kepentingan pribadinya daripada kepentingan pemegang saham.
Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat dikurangi dengan
adanya mekanisme pengawasan untuk kepentingan masing-masing. Namun
dengan adanya mekanisme tersebut akan menimbulkan biaya keagenan (agency
cost). Adanya pembagian dividen akan memberikan tambahan return kepada
pemegang saham selain dari capital gain. Dividen juga memberikan kepastian
pendapatan kepada pemegang saham dan mengurangi agency cost of equity.
Menurut teori keagenan, kepentingan manajer sebagai pengelola perusahaan
terkadang berbeda dengan kepentingan para pemegang saham (Gueyie, 2001
dalam Kumar, 2007). Manajer dapat mengambil tindakan yang dianggap dapat
meningkatkan kesejahteraan pribadinya, berbeda dengan tujuan perusahaan yang
berharap dapat memaksimalkan nilai pasar. Konflik kepentingan ini menyebabkan
11
perlu adanya suatu mekanisme yang diterapkan di perusahaan guna melindungi
kepentingan pemegang saham (Meckling, 1976).
Agency theory muncul karena pemisahan kepemilikan perusahaan dengan
pengelolaan khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yang modern, dimana
satu atau lebih individu (pemilik) menggaji individu lain (agen) untuk bertindak
atas namanya dan mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada
agen (Brigham dan Gapenski, 1996). Dalam menjalankan usaha biasanya pemilik
menyerahkan atau melimpahkan kepada pihak manajer yang menyebabkan
timbulnya hubungan keagenan.
Perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer sangat rentan
terjadi dalam hal ini dikarenakan para pengambil keputusan tidak perlu
menanggung risiko apabila terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan
bisnis, ataupun jika mereka tidak mampu untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Risiko tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan. Karena
tidak adanya tekanan dari pihak lain dan tidak menanggung risiko dalam
mengelola investasi pemegang saham, maka keputusan yang diambil pihak
manajemen cenderung tidak optimal.
Tingkat perbedaan informasi pada perusahaan akan relatif tinggi sesuai
dengan tingkat kesempatan investasi yang besar. Manajer memiliki informasi
mengenai nilai proyek di masa datang dan tindakan manajer tidaklah dapat
diawasi setiap saat oleh pemegang saham. Sehingga agency cost antara manajer
dan pemegang saham akan semakin meningkat pada perusahaan dengan
kesempatan investasi yang tinggi. Pemegang saham perusahaan tersebut akan
12
sangat mungkin bergantung pada insentif guna memotivasi manajer untuk
melakukan kepentingannya, hal tersebut akan berpengaruh terhadap pembagian
dividen. Sehingga seringkali pembahasan mengenai dividen haruslah mengacu
pada kerangka teori keagenan.
2. Teori Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen adalah keputusan terhadap laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau
ditahan sebagai laba ditahan untuk pembiayaan investasi masa depan (Agus
Sartono, 2001). Keputusan manajer keuangan tentang berapa jumlah kas yang
akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, harus mengingat
tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin dalam
harga pasar saham perusahaan tersebut. Dalam hal ini kebijakan dividen yang
optimal, yaitu kebijakan dividen yang dapat menciptakan keseimbangan antara
pertumbuhan sekarang dengan pertumbuhan di masa depan yang
memaksimumkan harga saham perusahaan (Bringham dan Houston, 2001).
Dividen dapat dibagikan dalam berbagai macam bentuk diantaranya yaitu:
1. Cash dividend. Pembayaran dividen yang dilakukan secara tunai (dalam bentuk
uang tunai). Pembagian ini sering digunakan oleh perusahaan dan banyak
diminati oleh para pemegang saham.
2. Stock dividend. Pembayaran dividen ini dilakukan dalam bentuk saham.
Pembayaran dalam bentuk ini menyebabkan jumlah saham yang beredar
semakin besar karena perusahaan memberikan tambahan saham kepada para
13
pemegang saham tanpa diminta pembayaran dan dalam jumlah saham yang
sebanding dengan saham yang dimiliki.
3. Property dividend. Pembayaran dividen ini dilakukan dalam bentuk aktiva
(barang) selain kas. Aktiva yang dibagi dapat berupa surat berharga yang
diterbitkan oleh perusahaan lain, barang-barang persedian lain atau aktiva lain.
4. Scrip dividend. Pembayaran dividen yang dilakukan dengan pembayaran dalam
bentuk surat janji utang. Dalam hal ini perusahaan akan membayarkan dividen
pada jumlah dan waktu tertentu sesuai dengan yang tercantum dalam surat
tersebut.
5. Liquidating dividend. Pembayaran dividen ini merupakan pembayaran kembali
modal yang disetor atau ditanam. Berdasarkan pada pengurangan modal
perusahaan bukan berdasarkan keuntungan perusahaan.
Kebijakan mengenai perusahaan akan membagi atau tidak membagi dividen
pada periode tertentu dalam perusahaan baik dalam bentuk dividen tunai maupun
yang lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhi berasal dari internal perusahaan sebagai contoh besarnya struktur
kepemilikan, profitabilitas, kesempatan untuk investasi, dan ukuran perusahaan
(Fama dan French, 2001).
Brigham (2001:66) menyebutkan terdapat tiga teori yang menjelaskan
tentang kebijakan dividen yaitu:
1. Dividend Irrelevance Theory
Teori ini dikenal dengan Modigliani-Miller’s Model (M-M’s Model). Teori
ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai
14
pengaruh baik terhadap nilai perusahaan, harga saham, maupun biaya
modalnya. Nilai perusahaan hanya dipengaruhi oleh besarnya laba yang
dapat dihasilkan dari pengelolaan aktiva, bukan besarnya laba yang
dipisahkan menjadi dividen untuk dibagikan kepada para pemegang saham.
Dengan demikian kebijakaan ini tidak menjadi tidak relevan.
2. Bird in Hand Theory
Teori sebelumnya mengemukakan bahwa para investor tidak
memperdulikan apakah keuntungan yang mereka terima dari investasi
saham berasal dari keuntungan modal atau dividen. Dalam teori ini
mengemukaan bahwa investor lebih menyukai pembayaran dividen yang
diibaratkan seperti “satu burung di tangan lebih berharga daripada dua
burung tetapi di hutan”. Menurut teori ini, pendapatan yang dapat diterima
oleh investor melalui pembagian dividen lebih memiliki nilai pasti daripada
pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal (capital gain).
Dikatakan juga investor lebih menyukai pembagaian dividen tunai daripada
dalam bentuk lain sehingga harga saham dapat dipengaruhi oleh besarnya
dividen yang dibagikan.
3. Tax Preference Theory
Teori ini mengemukakan bahwa investor tidak terlalu menyukai dividen
karena adanya pengenaan pajak pada dividen yang diterima maupun capital
gain. Namun untuk capital gain dapat dilakukan penundaan pajak karena
pajak akan dibayarkan setelah keuntungan modal tersebut terealisasi.
15
Menurut Hanafi dan Halim (2000), terdapat beberapa rasio yang digunakan
dalam rasio pasar yaitu:
1) Price Earning Ratio (PER)
PER dilihat dari harga saham relatif terhadap earning-nya, dimana
perusahaan yang diharapkan akan tumbuh dengan prospek yang baik mempunyai
PER yang tinggi, sebaliknya apabila perusahaan yang diharapkan mempunyai
pertumbuhan yang rendah maka PER akan rendah pula. Para investor melihat
PER yang terlalu tinggi menjadi tidak menarik karena harga saham perusahaan
kemungkinan tidak akan naik lagi, yang berarti akan memperoleh capital gain
yang lebih kecil.
2) Dividend Yield
Dari segi investor, rasio ini memiliki peran yang cukup penting karena
dividend yield adalah sebagian dari total return yang diterima oleh investor.
Sebagian return yang lain yaitu capital gain yang diperoleh dari selisih positif
antara harga jual dengan harga beli. Pada umumnya perusahaan yang memiliki
prospek tinggi akan memiliki dividend yield yang rendah, karena sebagian besar
dividen akan diinvestasikan kembali, dan karena harga dividen juga tinggi
sehingga mengakibatkan dividend yield akan menjadi kecil. Sebaliknya
perusahaan yang memberikan dividen yang tinggi mempunyai dividend yield yang
tinggi pula.
3) Dividend Payout Ratio (DPR)
Rasio ini menentukan bagaimana pendapatan yang dibayarkan sebagai
dividen kepada investor. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang
16
tinggi memiliki rasio pembayaran dividen yang rendah, demikian juga apabila
perusahaan yang pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio yang tinggi.
3. Dividend Payout Ratio (DPR)
Kajian mengenai Dividen Payout Ratio (DPR) diperkenalkan oleh Lintner
pada tahun 1956. Lintner mengembangkan suatu pemahaman modern mengenai
kebijakan modern mengenai kebijakan dividen. Dividend payout ratio yang
menurun dapat mencerminkan laba perusahaan yang semakin menurun. Keadaan
ini akan menyebabkan investor menjadi tidak tertarik akan saham tersebut karena
investor memiliki preferensi yang kuat atas dividen. Sehingga perusahaan akan
berusaha untuk mempertahankan dividend payout ratio walaupun terjadi suatu
penurunan jumlah laba yang diperoleh.
Jogiyanto Hartono (1998) menyatakan bahwa dividend payout ratio diukur
sebagai dividen yang akan dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia kepada
pemegang saham umum. Jadi dividend payout ratio merupakan persentase laba
yang dibagikan kepada pemegang saham umum dari laba yang diperoleh
perusahaan. Semakin besar dividend payout ratio hal tersebut sangat menarik
investor.
Menurut Agus Sartono (2001) pertimbangan manajerial dalam menentukan
dividend payout ratio yang dikeluarkan oleh perusahaan, dipengaruhi beberapa
faktor, yaitu :
1. Kebutuhan Dana Perusahaan
Kebutuhan dana bagi perusahaan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan kebijakan dividen yang akan diambil oleh manajer. Aliran kas
17
perusahaan yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan,
pengeluaran modal di masa datang yang diharapkan, pola pengurangan utang dan
faktor lain yang mempengaruhi posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan
dalam analisis kebijakan dividen.
2. Likuiditas
Semakin tinggi likuiditas akan meningkatkan dividend payout ratio dan
sebaliknya semakin rendah likuiditas akan menurunkan dividend payout ratio.
Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan
dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dana.
3. Kemampuan Meminjam
Posisi likuiditas perusahaan dapat diatasi dengan kemampuan perusahaan untuk
meminjam dalam jangka pendek. Kemampuan meminjam dalam jangka pendek
tersebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan. Perusahaan yang
semakin besar dan sudah establish akan memiliki akses yang lebih baik di pasar
modal. Kemampuan meminjam yang lebih besar, fleksibilitas yang lebih besar
akan memperbesar kemampuan membayar dividen.
4. Keadaan Pemegang Saham
Jika kepemilikan saham suatu perusahaan relatif tertutup, manajemen perusahaan
biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat
mengambil keputusan yang tepat. Apabila hampir semua pemegang saham berada
dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gains, makan
perusahaan dapat mempertahankan dividend payout yang rendah.
18
5. Stabilitas Dividen
Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik dibandingkan
dengan dividen payout ratio yang tinggi. Stabilitas di sini dalam arti tetap
memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh koefisien
arah yang positif. Apabila faktor lain sama, saham yang memberikan dividen yang
stabil selama periode tertentu akan mempunyai harga yang lebih tinggi
dibandinkan dengan saham yang membayar dividennya dalam persentase yang
tetap terhadap laba.
4. Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu serta memberi
gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional
perusahaan. Menurut Munawir (1995) mengatakan bahwa profitabilitas adalah
kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu
yang dapat dihitung berdasarkan penjualan/total aktiva/modal sendiri. Jadi hasil
profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolak ukur ataupun gambaran tentang
efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang diperoleh
dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi suatu perusahaan.
Pengukuran profitabilitas dapat diukur menggunakan beberapa rasio sebagai
berikut:
1) Gross profit margin merupakan persentase laba kotor yang dibandingkan
dengan penjualan.
19
Gross profit margin = penjualan – harga pokok penjualan
penjualan
Persentase gross profit margin yang dihasilkan dalam satu pengukuran
menunjukkan bahwa setiap Rp 1 penjualan mampu menghasilkan laba kotor
sebesar x rupiah. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross
profit margin akan menurun, begitu juga sebaliknya.
2) Net profit margin merupakan persentase perbandingan antara laba
setelah pajak dengan penjualan.
Net profit margin = laba setelah pajak
penjualan
Apabila gross profit margin selama saru periode tidak berubah sedangkan
net profit margin mengalami penurunan maka berarti bahwa biaya
meningkat relatif lebih besar daripada peningkatan penjualan.
3) Return on investment/return on asset menunjukkan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.
Return on asset = laba setelah pajak
Total aktiva
Persentase return on investment yang dihasilkan menunjukkan bahwa setiap
Rp 1 aktiva mampu menghasilkan laba bersih setelah pajak x rupiah.
4) Return on equity mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba
yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.
Return on equity = laba setelah pajak
Total ekuitas
20
Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan, apabila porsi
hutang semakin besar maka rasio ini juga semakin besar.
5. Insider Ownership
Manajer merupakan agen yang bertanggung jawab mengelola perusahaan.
Manajer yang dimaksud disini adalah board of director yang terlibat dalam
strategic decision making. Manajer diangkat oleh pemegang saham dan
diharapkan akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Para
manajer dalam menjalankan operasi perusahaan, seringkali bertindak bukan untuk
memaksimumkan pemegang saham, melainkan mendahulukan kesejahteraan
sendiri.
Kondisi ini disebut agency conflict dimana kepentingan antara pemegang
saham dengan manajer berbeda. Hal ini disebabkan oleh pemisahan antara
kepemilikan dan fungsi pengelolaan. Menurut teori keagenan, dengan semakin
meningkatnya kepemilikan manajemen, maka biaya agensi akan semakin
menurun, sepanjang manajer perusahaan tersebut dapat menjalankan tugasnya
untuk kesejahteraan perusahaan.
Brigham et al., (2006) menyatakan untuk menjamin agar para manajer
melakukan hal yang terbaik bagi pemegang saham secara maksimal, perusahaan
harus menanggung biaya keagenan (agency cost), yang dapat berupa: (1)
pengeluaran untuk memantau tindakan manajemen, (2) pengeluaran untuk menata
struktur organisasi sehingga kemungkinan timbulnya perilaku manajer yang tidak
dikehendaki semakin kecil, dan (3) biaya kesempatan karena hilangnya
kesempatan memperoleh laba sebagai akibat dibatasinya kewenangan manajemen
21
sehingga tidak dapat mengambil keputusan secara tepat waktu, padahal
seharusnya hal tersebut dapat dilakukan jika pemilik manajer juga menjadi
pemilik perusahaan atau disebut juga insider ownership.
Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk
mengurangi konflik keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Menurut Downes dan
Goodman (dalam Novelma, 2014) kepemilikan manajerial adalah para pemegang
saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari
pihak manajemen yang sama secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan
dalam suatu perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan meningkatkan
kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan
pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham
dan meningkatkan kemakmuran pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).
6. Investment Opportunity Set
Myers (1977) dalam Hartono (1999) menjelaskan tentang pengertian
perusahaan yang terdiri dari suatu kombinasi antara aset perusahaan dengan
pilihan perusahaan terhadap investasi di masa depan. Investment opportunity set
memberikan arahan yang lebih luas dimana nilai perusahaan sebagai tujuan utama
bergantung pada pengeluaran perusahaan di masa datang.
Investment Opportunity Set adalah tersedianya alternatif investasi di masa
mendatang bagi perusahaan (Hartono, 1999). IOS adalah nilai perusahaan yang
besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang di masa mendatang,
yang pada saat ini merupakan pilihan investasi oleh manajer yang diharapkan
akan menghasilkan return yang lebih besar bagi perusahaan.
22
Investment Opportunity Set perusahaan merupakan sesuatu yang secara
melekat tidak dapat diobservasi, dikarenakan Investment Opportunity Set
merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi, oleh karena itu diperlukan
proksi (Hartono, 1999).
Proksi berbasis Harga
Harga saham merupakan proksi terbaik dari kinerja suatu perusahaan karena
memberikan gambaran kinerja perusahan di masa lalu dan di masa mendatang.
Proksi berbasis harga didasarkan pada perbedaaan aset dan nilai pasar
perusahaan, oleh sebab itu proksi ini sangat tergantung pada harga saham
(Hartono, 1999). Proksi berbasis harga didasari pada suatu ide bahwa perusahaan
yang bertumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relative dari
pada aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place). Rasio proksi harga harga saham
adalah market to book value of asset, market to book value of equiy, Tobin’s Q,
ratio of property, price to earning ratio, plant and equipment to firm value,
market value of equity plus book value of debt, dan ratio of depreciation to firm
value.
Proksi berbasis Investasi
Perusahaan dengan IOS tinggi juga akan memiliki tingkat investasi yang
tinggi, yang dikonversi menjadi aset yang dimiliki (Kallapur dan Trombley dalam
Hartono 1999). Proksi ini menentukan bahwa suatu kegiatan investasi yang
berkaitan dengan nilai IOS perusahaan. Suatu perusahaan yang memiliki IOS
yang tinggi seharusnya juga memiliki investasi yang tinggi dalam bentuk aktiva di
tempat atau aktiva yang diinvestasikan untuk jangka panjang dalam suatu
23
perusahaan. Rasio yang berkaitan dengan proksi investasi adalah ratio capital
expenditure to market value of asset, capital expenditure tobook value of asset,
investment to net sales ratio, the ratio of R&D expense to total asset, the ratio of
R&D expense to sales, ratio of capita additions to firm value, ratio capital
addition to asset book value, investment to earning ratio, log of firm value,
investment intensity, ratio R&D investment, dan ratio of R&D expense to firm
value.
7. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah besarnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan
dalam satu tahun buku. Menurut Ferry dan Jones, 1999 (dalam Sujianto, 2001),
ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata–
rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset
yang dimiliki oleh perusahaan.
Perusahaan besar mempunyai kemudahan untuk dapat berhubungan dengan
pasar modal, sehingga memiliki fleksibilitas yang besar dan memiliki kemudahan
untuk mendapatkan dana dalam jangka pendek dari pasar modal, sehingga
perusahaan yang besar lebih dapat mengusahakan pembayaran dividen yang
tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil.
8. Free Cash Flow
Definisi kas, setara kas, dan arus kas yang dikutip dari PSAK No.2 adalah:
Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro.
24
Setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat liquid,
berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam
jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan nilai yang signifikan.
Arus kas adalah arus kas masuk dan arus kas keluar atau setara kas.
Aliran kas adalah arus pendapatan atau pengeluaran yang mengubah jumlah
kas dalam satu periode. Arus kas masuk berasal dari pembiayaan, kegiatan
operasional, atau investasi, sedangkan arus kas dana keluar berasal dari
pengeluaran atau investasi.
Menurut Kamus Besar Akuntansi, aliran kas bebas adalah aliran kas bersih
yang tidak diinvestasikan kembali oleh perusahaan karena tidak adanya
kesempatan investasi yang mengutungkan. Free cash flow mengukur sisa aliran
kas sebuah perusahaan setelah seluruh biaya dikeluarkan untuk mendapatkan dan
memelihara asset perusahaan. Atau dengan kata lain free cash flow
memperlihatkan kemampuan kas perusahaan untuk menghasilkan setelah
keperluan uang dipersiapkan untuk pemeliharaan atau biaya dasar aset.
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor
yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan dividen diantaranya adalah:
Wika dan Sugiartha (2014) meneliti tentang pengaruh profitabilitas, free
cash flow, dan investment opportunity set terhadap dividend payout ratio studi
pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Hasil dari penelitian ini yaitu
variabel profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR dan
25
menyimpulkan bahwa profitabilitas merupakan variabel utama dalam
pengambilan keputusan pembagian dividen tunai. Sedangkan free cash flow dan
IOS berpengaruh negatif terhadap DPR.
Saxena (1999) meneliti tentang faktor-faktor yang berpengaruh pada
kebijakan perusahaan. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pertumbuhan perusahaan, beta coefficient perusahaan, jumlah pemegang
saham biasa pada perusahaan, insider ownership, dan investment opportunity set.
Hasil dari penelitian ini variable growth, beta coefficient, investment opportunity
set, dan insider ownership berhubungan negatif terhadap DPR, dan jumlah
pemegang saham biasa memiliki hubungan positif terhadap DPR.
Chang dan Wang (2002) meneliti tentang dividend payout tendency in
China listed companies. Penelitian ini menggunakan logistik model. Hasil
penelitian ini adalah firm size, assets structure, business risk, capital size,
ownership structure, agency cost, managerial efficiency, dan industry
berpengaruh terhadap dividend payout ratio
Maria (2008) meneliti tentang Analisis Pengaruh Cash Ratio, Debt to
Equity, Insider Ownership, Invesment Opportunity Set, dan Profitabilitas
Terhadap Kebijakan Dividen Studi pada Perusahaan Automotive di BEI Tahun
2004-2006. hasil dari penelitian ini hanya variable cash ratio, IOS, dan ROA yang
berpengaruh positif signifikan. Sedangkan DER berpengaruh negatif signifikan
dan insider ownership tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
26
Siska Alfionita (2012) meneliti tentang pengaruh Insider Ownership,
struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap dividend payout ratio pada
perusahaan syariah yang terdaftar di BEI. Hasil penelitiannya menunjukkan
insider ownership berpengaruh positif terhadap DPR, struktur modal berpengaruh
negatif terhadap DPR, sedangkan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif
terhadap DPR.
Suharli (2006) meneliti tentang Studi Empiris Mengenai Pengaruh
Profitabilitas, dan Kesempatan Investasi Terhadap Jumlah Dividen Tunai dengan
Likuiditas Sebagai Variabel Penguat (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di
BEJ Periode 2002-2003). Kesimpulan dari penelitian ini adalah variabel
independen yang digunakan yang memberikan hasil yang signifikan yaitu ROE
dan likuiditas. Variabel independen lainnya tidak berpengaruh terhadap jumlah
dividen tunai.
Yusdiningsih (2009) meneliti dengan judul “Pengaruh Free Cash Flow
terhadap Dividend Payout Ratio”. Sampel penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur tertentu yang sesuai dengan penelitian pada periode tahun 2000-2002.
Hasil penelitian ini adalah free cash flow berpengaruh terhadap dividend payout
ratio.
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Dividend Payout Ratio
Pihak manajemen akan membayarkan dividen untuk menunjukkan sinyal
mengenai keberhasilan suatu perusahaan dalam membukukan profit (Wirjolukito
27
et al., dalam Suharli, 2006). Maka dari itu profitabilitas penting diperlukan oleh
perusahaan apabila hendak membayar dividen. Dalam penelitian ini profitabilitas
perusahaan diukur menggunakan proksi ROE. Pertimbangan memilih proksi ROE
karena ROE merupakan turunan dari ROI sehingga hasilnya dapat lebih
menggambarkan profitabilitas perusahaan. Return On Equity merupakan tingkat
pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan (Suharli, 2006). Ekuitas pemilik
adalah jumlah modal sendiri, sehingga perhitungan ROE sebuah perusahaan dapat
diperoleh melalui perbandingan antara laba bersih (EAT) dengan total equity
(modal sendiri).
Return On Equity atau disebut juga rentabilitas usaha menunjukkan
kemampuan perusahaan atau emiten dalam menghasilkan laba dengan
memanfaatkan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Laba yang dimaksud
disini adalah laba yang tersedia untuk para pemegang saham (earning for
stockholders equity) atau laba setelah pajak (EAT). ROE adalah ukuran yang
secara eksplisit mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan bagi investor. Perusahaan hanya akan meningkatkan dividen apabila
laba perusahaan meningkat. Sehingga profitabilitas memiliki pengaruh positif
terhadap dividend payout ratio. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Wika dan Sugiartha (2014) profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan
terhadap DPR. Dan hasil penelitian Suharli (2006) menyatakan bahwa ROE
berpengaruh positif terhadap jumlah dividen tunai. Oleh karena itu, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1 : profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
28
2. Pengaruh Insider Ownership Terhadap Dividend Payout Ratio
Insider ownership merupakan persentase saham yang dimiliki oleh direktur
dan komisaris (Crutchley dan Hansen 1989, dalam Siska 2012). Sedangkan
menurut Mohd et al., (1995) insider ownership merupakan pemilik perusahaan
yang sekaligus menjadi pengelola perusahaan. Dengan adanya insider ownership
pada suatu perusahaan berarti manajer mendapat kesempatan untuk terlibat dalam
kepemilikan saham. Hal tersebut diharapkan akan menghasilkan kinerja yang baik
bagi perusahaan.
Dengan kata lain, jika jumlah saham yang dimiliki insider meningkat, maka
mereka akan bertindak dengan lebih hati-hati karena mereka ikut menanggung
konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan (Jensen & Meckling, 1976).
Apabila manajer telah bertindak dengan hati-hati dan maksimal maka akan
menghasilkan laba yang maksimal juga terhadap perusahaan. Jika laba perusahaan
besar maka dividen yang dibagikan juga cenderung besar.
Proporsi kepemilikan manajemen dalam perusahaan berpengaruh dalam
menjalankan perusahaan dengan baik untuk memenuhi kepentingan pemegang
saham yang notabene adalah mereka sendiri. Sehingga insider ownership
memiliki pengaruh positif terhadap dividen payout ratio. Sesuai dengan hasil
penelitian Siska (2012) dan Nugrahaini (2002) insider ownership berpengaruh
positif terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
H2 : insider ownership berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
29
3. Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Dividend Payout
Ratio
Hipotesis pecking order (Myers dan Majluf 1984, dalam Hartono 2002)
menyatakan bahwa suatu perusahaan yang profitable memiliki dorongan untuk
membayar dividen yang relatif rendah karena dana internal lebih banyak
digunakan untuk membiayai proyek-proyek investasinya. Ketika kondisi
perusahaan baik biasanya pihak manajemen akan cenderung memilih melakukan
investasi baru dibandingkan membayar dividen yang tinggi kepada pemegang
saham. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai digunakan
untuk pembelian investasi yang dianggap lebih menguntungkan perusahaan,
bahkan untuk mengatasi masalah underinvestment (Suharli, 2006).
Untuk semakin meningkatkan pertumbuhan perusahaan, perusahaan
cenderung menggunakan dana yang berasal dari sumber internal dibandingkan
dengan sumber eksternal (penerbitan saham atau obligasi) karena dana tersebut
memiliki risiko dan biaya yang lebih rendah. Hal ini dapat menyebabkan
penurunan dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham (Myers dan
Majluf 1984, dalam Hartono 2002). Namun ketika perusahaan memiliki insider
ownership yang tinggi maka dalam mengambil keputusan investasi perusahaan
akan lebih hati-hati dan lebih mementingkan kepentingan para pemegang saham.
Gaver dan Gaver (1993) menyatakan bahwa karena IOS perusahaan terdiri
dari proyek-proyek yang memberikan pertumbuhan bagi perusahaan, maka IOS
dapat menjadi pemikiran sebagai prospek pertumbuhan bagi perusahaan. Dalam
penelitian ini proksi untuk IOS yang digunakan yaitu book to market equity
30
(BVE/MVE) yang kemudian disempurnakan oleh Smith dan Watts (1992) dalam
Kumar (2007).
Menurut Smith dan Watts (1992) dalam Kumar (2007), hubungan antara
kebijakan investasi dengan kebijakan dividen dapat diidentifikasi melalui arus kas
perusahaan. Bahkan bagi perusahaan yang sedang bertumbuh, peningkatan
dividen dapat menjadi hal buruk karena perusahaan akan mengurangi rencana
investasinya (Hartono, 1999). Sehingga investment opportunity set berpengaruh
negatif terhadap dividend payout ratio. Sesuai dengan hasil penelitian Saxena
(1995) investment opportunity set berpengaruh negatif terhadap dividend payout
ratio. Dan penelitian Sunarto (2004) menunjukkan bahwa IOS berpengaruh
signifikan terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H3 : investment opportunity set berpengaruh negatif terhadap kebijakan
dividen
4. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Dividend Payout Ratio
Smith dan Watts (1992) dalam Kumar (2007), menjelaskan bahwa dasar
teori tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap dividend payout ratio sangat
kuat. Perusahaan dengan aset yang besar dapat lebih cepat mendiversifikasikan
hutang yang lebih besar dan menekan financial distress dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki aset kecil. Perusahaan besar dengan akses pasar yang
lebih baik seharusnya dapat membayar dividen dengan lebih tinggi kepada
pemegang sahamnya, sehingga ukuran perusahaan dengan pembayaran dividen
31
perusahaan memiliki hubungan yang positif (Cleary, 1999). Dalam penelitian ini
ukuran perusahaan memakai proksi melalui total aktiva.
Suatu perusahaan besar dan mapan akan mudah untuk menuju ke pasar
modal. Karena kemudahan untuk berhubungan dengan pasar modal maka
fleksibilitas perusahaan lebih besar dan kemampuan mendapatkan dana dalam
jangka pendek lebih mudah. Perusahaan yang besar dapat mengusahakan
pembayaran dividen lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil (Chang
dan Rhee, 1990 dalam Maria, 2008). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Chang dan Wang (2002) firm size berpengaruh positif terhadap dividend payout
ratio. Hasil penelitian Puspita (2009) juga menyatakan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu, hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H4 : ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
5. Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Dividend Payout Ratio
Kondisi pasar mendorong perusahaan untuk mendistribusikan free cash flow
kepada para pemegang saham atau muncul adanya risiko akan kehilangan kendali
terhadap perusahaan. Menurut Ali dalam Jogiyanto (2003) menemukan bahwa
earning response coefficients akan meningkat seiring dengan naiknya rasio
pembayaran dividen terutama terhadap perusahaan yang mempunyai free cash
flow besar.
Berdasarkan free cash flow hypothesis pada saat perusahaan memiliki
kelebihan kas, maka akan digunakan untuk mendanai proyek yang memiliki Net
Present Value (NPV) positif. Namun lebih baik apabila manajer menggunakan
32
free cash flow untuk dikembalikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen
guna memaksimumkan kekayaan para pemegang saham perusahaan tersebut. Hal
itu menunjukkan bahwa dividen dapat mengurangi agency cost karena
mengurangi free cash flow yang tersedia bagi manajer. Sehingga free cash flow
berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Yusdiningsih (2009)
menunjukkan bahwa free cash flow merupakan salah satu faktor penentu dividen
yang penting. Dan penelitian Djumahir (2009) juga menyatakan bahwa free cash
flow berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu, hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H5 : free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
D. Kerangka Pemikiran
Dalam bagian ini disajikan kerangka pemikiran untuk menggambarkan
hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen dengan proksi dividend payout
ratio. Penelitian ini memilih profitabilitas, insider ownership, investment
opportunity set, ukuran perusahaan, dan free cash flow sebagai variabel
independen untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
dividend payout ratio.
Profitabilitas diukur dengan dengan proksi ROE. Meningkatnya
profitabilitas dapat tercermin dengan meningkatnya return on equity. Profitabilitas
dipilih karena Partington (1989) menyatakan bahwa profitabilitas adalah variabel
33
penting sebagai dasar yang dipakai oleh para manajer untuk pertimbangan dalam
menentukan kebijakan dividen di Australia.
Insider ownership mempengaruhi dividend payout ratio karena informasi
yang dimiliki oleh manajer mengenai rencana perusahaan di masa depan sangat
lengkap dan membawa pengaruh yang besar untuk menetapkan kebijakan dividen.
Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu
pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajer perusahaan.
Sistem pengawasan dan pengendalian tersebut dapat menghambat manajer untuk
membuat kebijakan sesuai dengan kepentingan pribadi.
Perusahaan besar yang memiliki akses pasar yang lebih baik seharusnya
dapat membayar dividen yang lebih tinggi kepada pemegang saham. Perusahaan
besar juga mempunyai akses mudah untuk berhubungan dengan pasar modal,
yang berarti fleksibilitas menjadi lebih besar dan memiliki kemudahan untuk
mendapatkan dana dalam jangka pendek. Sehingga perusahaan yang besar dapat
mengusahakan pembayaran dividen yang lebih besar dibandingkan dengan
perusahaan kecil.
Free cash flow sangat mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan,
dimana jika free cash flow meningkat, maka hal ini menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam membayar dividen juga akan meningkat. Sehingga
meningkatnya free cash flow juga akan meningkatkan harapan dividen yang
diterima oleh para investor.
34
Variabel independen profitabilitas, insider ownership, ukuran perusahaan,
dan cash flow memiliki pengaruh yang positif terhadap dividend payout ratio.
Sedangkan pengaruh yang negatif berasal dari variabel investment opportunity set
karena tingkat pertumbuhan yang tinggi akan sejalan dengan penurunan dividen.
Pertumbuhan penjualan yang tinggi dalam suatu perusahaan diharapkan memiliki
kesempatan investasi yang tinggi pula. Untuk meningkatkan pertumbuhan
penjualan, suatu perusahaan memerlukan dana besar yang lebih baik dibiayai dari
sumber internal yang akan menyebabkan pembayaran dividen berkurang.
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
INSIDER OWNERSHIP
INVESTMENT OPPORTUNITY
SET
UKURAN
PERUSAHAAN
USAHAAN
FREE CASH FLOW
RETURN ON EQUITY
DIVIDEND PAYOUT RATIO
H1 (+)
H2 (+)
H3 (-)
H4 (+)
H5 (+)