bab ii tinjauan pustaka a. konsep terapi akupresur untuk...

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Terapi Akupresur Untuk Mengatasi Nyeri Akut Pada Hipertensi 1. Hipertensi a. Pengertian hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh arteri secara terus -dmenerus lebih dari satu periode. Hal tersebut dapat terjadi bila arteriole- arteriole kontriksi. Kontriksi arteriole ini dapat membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertesi dapat menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi juga dapat diartikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi pada seseorang (Udjianti, 2010). Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah persisten di mana sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi diartikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi adalah penyebab utama dari gagal jantung, stoke, dan gagal ginjal. Hipertensi disebut sebagai pembunuh diam-diam dikarenakan orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), di mana tidak dapat ditemukan penyabab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempiran arteri renalis

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Konsep Terapi Akupresur Untuk Mengatasi Nyeri Akut Pada Hipertensi

    1. Hipertensi

    a. Pengertian hipertensi

    Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan abnormal tekanan

    darah dalam pembuluh arteri secara terus -dmenerus lebih dari satu periode. Hal

    tersebut dapat terjadi bila arteriole- arteriole kontriksi. Kontriksi arteriole ini dapat

    membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.

    Hipertesi dapat menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat

    menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi juga dapat

    diartikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

    ≥ 90 mmHg yang terjadi pada seseorang (Udjianti, 2010).

    Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah persisten di mana sistolik di

    atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi manula,

    hipertensi diartikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90

    mmHg. Hipertensi adalah penyebab utama dari gagal jantung, stoke, dan gagal

    ginjal. Hipertensi disebut sebagai pembunuh diam-diam dikarenakan orang dengan

    hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Begitu penyakit ini diderita, tekanan

    darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan

    kondisi seumur hidup. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih

    dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), di mana tidak

    dapat ditemukan penyabab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah

    dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempiran arteri renalis

  • 8

    atau parenkhim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor, dan kehamilan.

    (Suzanne, C. Smeltzer, Bare, 2013)

    b. Etiologi hipertensi

    Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

    1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer

    Hipertensi esensial atau hipertensi primer adalah 90% dari seluruh kasus

    hipertensi yaitu hipertensi esensial yang diartikan sebagai peningkatan tekanan

    darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor yang diduga

    berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial adalah sebagai berikut

    a) Genetik : individu yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi berisiko

    tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.

    b) Jenis kelamin dan usia : laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca-

    menopause berisiko tinggi mengalami hipertensi.

    Semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga

    semakin besar (Sutanto, 2010)

    c) Diet : mengonsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung dapat

    berhubungan dengan perkembangan hipertensi

    d) Berat badan : obesitas (>25% di atas BB ideal) dapat dikaitkan dengan

    berkembangnya hipertensi

    e) Gaya hidup : merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol dapat

    meningkatkan tekanan darah, bila gaya hidup terus menetap seperti itu.

    2) Hipertensi sekunder

    Hipertensi sekunder adalah 10% dari seluruh kasus hipertensi yaitu hipertensi

    esensial yang diartikan sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi

  • 9

    yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Faktor pencetus

    dari hipertensi sekunder antara lain : penggunaan kontrasepsi oral, coarctation

    aorta, neurogenik (tumor otak, ensefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan,

    peningkatan volume intravaskular, luka bakar, dan stres (Udjianti, 2010)

    c. Patofisiologis hipertensi

    Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

    dipusat vasomotor pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras

    saraf simpatis, yang berlanjut kebawah di korda spinalis dan keluar dari kolumna

    medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

    vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui

    sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion

    melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

    pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan

    konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan

    dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstiktor.

    Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak

    diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.

    Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

    sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

    tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal menyekresi epinefrin, yang

    menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid

    lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

    Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,

    menyebabkan pelepasan renin.

  • 10

    Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

    diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya

    merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan

    retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

    intravaskuler, semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi (Padila,

    2013).

    d. Tanda dan gejala hipertensi

    Biasanya tanda-tanda dan peringatan untuk hipertensi dan sering disebut “silent

    killer”. Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami klien antara lain, sakit

    kepala (rasa berat di tengkuk), nyeri sekitar kepala dan leher, palpitasi, kelelahan,

    nausea, vomiting, ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis,

    pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), serta kesulitan tidur

    (Muttaqin, 2014)

    e. Penatalaksanaan hipertensi

    Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko

    penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan

    terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg

    dan tekanan distolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal ini dapat

    dilakukan melalui modifikasi gaya hidup, pola makan atau dengan obat

    antihipertensi (Padila, 2013).

    Penatalaksanaan medis yang diterapkan pada penderita hipertensi adalah

    dengan menggunakan terapi oksigen, pemantauan hemodinamik, pemantauan

    jantung, dan obat-obatan. Penatalaksanaan pengobatan secara non-farmakologis,

    antara lain, terapi akupresur, relaksasi napas dalam, pengaturan diet rendah garam,

  • 11

    diet tinggi kalium, diet kaya buah dan sayur, diet rendah kolesterol, penurunan

    berat badan, olahraga, dan memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat (Padila,

    2013)

    2. Nyeri akut

    a. Pengertian nyeri akut

    Nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Nyeri timbul bila ada kerusakan

    jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara

    menghilangkan stimulus nyeri. Aktivitas ringan saja, misalnya duduk dengan

    bertopang pada tulang iskhia selama jangka waktu lama dapat menyebabkan

    kerusakan jaringan karena berkurangnya aliran darah menuju ke kulit yang tertekan

    oleh berat badan seseorang tersebut. Bila kulit menjadi nyeri akibat iskemia, dalam

    keadaan bawah sadar, orang itu akan mengubah posisinya. Pasien yang kehilangan

    sensai nyeri, setelah mengalami kecelakaan pada medulla spinalis, tidak dapat

    merasakan nyeri sehingga tidak akan mengubah posisinya. Keadaan ini akan

    menimbulkan kerusakan dan deskuamasi kulit pada daerah yang tertekan (Llyas,

    2016).

    Nyeri akut adalah pengalaman atau emosional yang berkaitan dengan

    kerusakan jaringan aktual, atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat

    dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim

    Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

    b. Jenis nyeri dan kualitasnya

    Nyeri dapat dibagi menjadi dua jenis utama yaitu nyeri cepat dan nyeri nyeri

    lambat. Stimulus diberikan maka nyeri cepat timbul dalam waktu sekitar 0,1 detik,

    sedangkan nyeri lambat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara

  • 12

    perlahan meningkat selama beberapa detik dan kadang kala bahkan beberapa menit

    (Suzanne, C. Smeltzer, Bare, 2013).

    Nyeri cepat juga memiliki banyak nama lain yaitu seperti nyeri tajam, nyeri

    tertusuk, nyeri akut, nyeri tersetrum. Jenis nyeri ini akan terasa bila sebuah jarum

    ditusukkan ke dalam kulit, nyeri berputar, atau bila kulit terbakar secara akut. Nyeri

    ini juga akan terasa bila kulit mendapat setruman listrik. Nyeri cepat- tajam tidak

    terasa di sebagian besar jaringan dalam tubuh (Suzanne, C. Smeltzer, Bare, 2013).

    Nyeri lambat juga mempunyai banyak nama lain yaitu seperti, nyeri terbakar

    lambat, nyeri tumpul, nyeri berdenyut, nyeri mual, nyeri kronis. Jenis nyeri ini

    biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat berlangsung lama, dan

    rasa sakit dapat menjadi penderitaan yang hampir tidak tertahankan. Nyeri ini dapat

    terasa di kulit dan hampir semua jaringan atau organ dalam (Suzanne, C. Smeltzer,

    Bare, 2013).

    c. Mekanisme nyeri akut

    Proses nyeri mulai stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxious sampai

    terjadinya pengalaman subjektif nyeri yang bisa dikelompokan menjadi 4 proses,

    yaitu; transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Secara tingkat mekanisme

    nyeri dimulai dari stimulus nosiseptor oleh stimulus noxious pada jaringan, yang

    kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor di mana stimulus noxious

    tersebut akan berubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau

    aktivasi reseptor. Potensial aksi tersebut akan ditranmisikan menuju neuron

    susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama trasmisi

    adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla

    spinalis. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis

  • 13

    menuju batang otak dan thalamus. Kemudian akan terjadi hubungan timbal balik

    antara thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang mengatur respons

    persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Rangsangan nosiseptifptif

    tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi

    tanpa stimulus nosiseptifptif. Proses modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi

    proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada

    kornu dorsalis medulla spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, pesan nyeri

    dipisah menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan

    (Aru W.Sudoyo, 2010).

    d. Tanda dan gejala nyeri akut

    Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), tanda dan gejala nyeri akut

    disajikan seperti tabel 1 di bawah ini :

    Tabel 1

    Tanda Gejala Mayor dan Minor Nyeri Akut

    Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor

    Mengeluh nyeri Tekanan darah meningkat

    Tampak meringis Pola napas berubah

    Bersikap protektif (mis. Waspada,

    posisi menghindari nyeri)

    Nafsu makan berubah

    Gelisah Proses berpikir terganggu

    Frekuensi nadi meningkat Menarik diri

    Sulit tidur Berfokus pada diri sendiri

    Diaforesis (Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

    e. Pengukuran nyeri

    Pengukuran nyeri merupakan pengukuran satu dimensional saja (one-

    demensional) atau pengukuran berdemensi ganda (multi-demensional). Pada

    pengukuran satu dimensional umumnya hanya mengukur pada satu aspek nyeri

    saja, sedangkan pengukuran multi-demensional dimaksudkan tidak hanya terbatas

  • 14

    pada aspek sensosik belaka, namun juga termasuk pengukuran dari segi afektif atau

    bahkan proses evaluasi nyeri dimungkinkan oleh metode ini. Pengukuran nyeri

    dibagi menjadi 5 yaitu, pengukuran nyeri secara kategorikal, secara numerical,

    visual analogue, pengukuran nyeri menggunakan alat elektromekanikal, dan skala

    nyeri menurut bousbanis. (Aru W.Sudoyo, 2010).

    Penelitian ini peneliti menggunakan kolabolasi 2 metode yaitu dengan

    menggunakan skala nyeri secara numerical dan skala nyeri menurut bourbanis.

    Numerical Rating Scale (NRS) merupakan pengukuran nyeri di mana kepada

    pasien diminta untuk memberikan angka 1 sampai 10. Nol diartikan sebagai tidak

    ada nyeri sedangkan angka 10 diartikan sebagai rasa nyeri yang hebat dan tidak

    tertahankan oleh pasien. Pengukuran ini lebih mudah dipahami pasien baik bila

    kepada pasien tersebut diminta secara lisan atau mengisi form kuesioner. Angaka

    0 menunjukkan tidak terdapat rasa nyeri sedangkan 10 menandakan nyeri yang

    sangat hebat dan tidak tertahankan (Aru W.Sudoyo, 2010).

    Gambar 1 Pengukuran Nyeri secara Numerical Rating Scale (NRS)

    Skala nyeri menurut bourbanis merupakan cara pengukuran yang hampir

    sama dengan NRS akan tetapi kategori lebih diperjelas dan memudahkan perawat

    dalam melakukan pengkajian (Mubarak, 2015)

  • 15

    Gambar 2 Skala Nyeri Menurut Bourbanis

    Keterangan:

    0 : tidak nyeri

    1-3 : nyeri ringan, secara objektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

    4-6 : nyeri sedang, secara objektif klien mendesis, menyeringai, dapat

    menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti

    perintah dengan baik

    7-9 : nyeri berat, secara objektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah

    tapi masih respons terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

    mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi napas panjang dan

    distraksi

    10 : nyeri berat tidak terkontrol, klien sudah tidak mampu lagi

    berkomunikasi, memukul (Mubarak, 2015)

    f. Penatalaksanaan nyeri dan obat-obatan

    Terapi obat yang efektif untuk nyeri seharusnya memiliki risiko relatif rendah,

    tidak mahal, dan onsetnya cepat. WHO menganjurkan tiga langkah bertahap dalam

    penggunaan analgesik. Langkah 1 digunakan untuk nyeri ringan dan sedang,

    adalah obat golongan non opioid seperti aspirin, asetaminofen, atau AINS, ini

    diberikan tanpa obat tambahan lain. Jika nyeri masih menetap atau meningkat,

    langkah 2 ditambah dengan opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa

    obat tambahan lain. Jika nyeri terus-menerus atau intensif, langkah 3 meningkatkan

  • 16

    dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan non opioid dan obat

    tambahan lain.

    Dosis pengobatan harus dijadwal secara teratur untuk memelihara kadar obat

    dan mencegah kambuhnya nyeri. Dosis tambahan yang onsetnya cepat dan

    durasinya pendek, digunakan untuk nyeri yang menyerang tiba-tiba (Aru

    W.Sudoyo, 2010)

    g. Penatalaksanaan nyeri dengan metode lain

    Menurut (Aru W.Sudoyo, 2010), terapi non obat (non farmakologis) untuk

    manajemen nyeri adalah :

    1) Injeksi pada sendi, menggunakan steroid dan anestesi lokal dapat mengurangi

    nyeri dan radang pada sendi spinal. Prosedur ini kalau perlu dilakukan dengan

    bimbingan sinar X. Prosedur ini juga dapat meredakan nyeri kronik pada sendi

    panggul dan sendi bahu.

    2) Terapi Stimulasi, ENS (Trans cutaneous electrical stimulation) menggunakan

    bantal khusus yang dihubungkan dengan mesin kecil yang menghantarkan aliran

    3) listrik lemah kepermukaan kulit dari area nyeri, akupuntur, dan juga akupresur

    4) Program manajemen nyeri dan bantuan psikologi merupakan program

    rehabilitasi berdasarkan psikologi untuk pasien dengan nyeri kronik yang tidak

    pulih dengan metode terapi. Program ini bertujuan untuk mengurangi disabilitas

    dan stress yang disebabkan oleh nyeri kronik melalui pengajaran fisik, psikologis

    dan teknis praktis untuk memperbaiki kualitas nyeri.

    5) Pembedahan, pada beberapa kasus, terapi bedah diperlukan untuk mengurangi

    nyeri kronik. Terapi ini merupakan pilihan terakhir yang dilakukan bila semua

    usaha untuk mengurangi nyeri gagal.

  • 17

    3. Terapi akupresur

    a. Pengertian akupresur

    Akupresur merupakan suatu kata yang berasal dari kata accus yang artinya

    jarum dan pressure yang artinya menekan. Pada awalnya akupresur sering

    dikatakan akupuntur, hal ini dikarenakan teori dasar akupresur berpedoman pada

    ilmu akupuntur. Perangsangan dengan menusukan jarum pada ilmu akupresur

    diganti dengan penekanan menggunakan jari atau alat bantu berupa benda tumpul

    yang tidak melukai atau mencederai tubuh klien (Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia, 2012).

    Akupresur merupakan salah satu bentuk pengobatan tradisional keterampilan

    dengan cara menekan titik-titik akupuntur dengan penekanan menggunakan jari

    atau benda tumpul di permukaan tubuh, dalam rangka mendukung upaya promotif,

    preventif, dan rehabilitatif dalam lingkup pelayanan kesehatan (Kementerian

    Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

    Sesuai dengan sejarahnya maka dasar falsafah akupresur adalah falsafah

    alamiah. Hukum keseimbangan, sebab akibat, perubahan kualitas dan kuantitas,

    saling ketergantungan, holistik, saling mempengaruhi, menjadi pertimbangan

    dalam melaksanakan tindakan akupresur (Kementerian Kesehatan Republik

    Indonesia, 2011).

    Selama tidak bertentangan dengan irama alam, akupresur dapat dilakukan

    secara rutin, teratur, terarah, serasi sesuai dengan kondisi dan kenyamanan klien.

    Pengobatan akupresur aman dilakukan, karena itu tidak melukai tubuh dan tidak

    memasukkan zat-zat tertentu ke dalam tubuh, di samping itu murah dan mudah

    karena dapat dilakukan oleh siapa saja yang telah mempelajari ilmu dan teknik

  • 18

    akupresur dengan baik dan benar (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

    2011).

    Akupresur adalah salah satu teknik pengobatan tradisional Cina yang

    dipergunakan untuk menurunkan nyeri, mengobati penyakit dan cedera. Akupresur

    dilakukan dengan memberikan tekanan fisik di beberapa titik permukaaan tubuh

    yang merupakan tempat sirkulasi energi dan keseimbangan pada kasus gejala nyeri.

    (Enggal Hadi Kurniawan, 2016)

    b. Langkah-langkah pemberian akupresur

    Alat- alat yang dibutuhkan untuk pemberian terapi akupresur :

    1) Minyak

    2) Sarung tangan (k/p)

    3) Tissue

    4) Handuk Kecil

    5) Antiseptic

    6) Alat bantu pijat sederhana berupa benda tumpul yang terbuat dari kayu, dan

    logam yang tidak melukai tubuh

    Standar prosedur operasional pemberian terapi akupresur pada pasien

    hipertensi yaitu :

    1) Persiapkan alat- alat yang diperlukan

    2) Cuci tangan

    3) Beri salam, tanyakan nama klien dan panggil dengan namanya serta

    perkenalkan diri ( untuk pertemuan pertama)

    4) Menanyakan keluhan/ kondisi klien

    5) Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan dan hal yang perlu dilakukan

  • 19

    oleh klien selama terapi akupresur dilakukan

    6) Berikan kesempatan kepada klien atau keluarga untuk bertanya sebelum terapi

    dilakukan

    7) Lakukan pengkajian untuk mendapatkan keluhan dan kebutuhan komplementer

    yang diperlukan

    8) Jaga privasi klien dengan menutup tirai

    9) Atur posisi klien dengan memposisikan klien pada posisi terlentang (supinasi),

    duduk, duduk dengan tangan bertumpu di meja, berbaring miring, atau tengkurap

    dan berikan alas

    10) Pastikan klien dalam keadaan rileks dan nyaman, serta melakukan doa bersama

    11) Bantu melepaskan pakaian klien atau aksesoris yang dapat menghambat

    tindakan akupresur yang akan dilakukan, jika perlu

    12) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bila perlu

    13) Cari titik-titik rangsangan yang ada di tubuh, menekannya hingga masuk ke

    sistem saraf. Bila penerapan akupuntur memakai jarum, akupresur hanya memakai

    gerakan dan tekanan jari atau dapat menggunakan benda tumpul yang tidak melukai

    atau mencederai tubuh, yaitu jenis tekan putar, tekan titik, dan tekan lurus atau usap.

    Titik akupresur untuk hipertensi sebagai berikut :

    a) Titik LI 11 yaitu berada antara olecranon dan lipat siku bagian radial dibagi 2

    b)

    Gambar 3 Titik LI 11

    Indikasi : Sakit panas, gatal-gatal

  • 20

    b) Titik GB 20 adalah pada lekukan kiri kanan di belakang kepala, 1 cun di atas batas

    rambut

    Gambar 4 Titik GB 20

    Indikasi : sakit kepala, gejala flu, kaku leher, nyeri bahu, mata merah, gangguan

    Bicara (gagap)

    c) Titik CV 12 berada pada bagian samping perut di ujung iga ke sebelah

    Gambar 5 Titik CV 12

    Indikasi : gangguan hati, perut kembung, nyeri daerah iga, nyeri punggung dan

    pinggang, mencret

    d) Titik SP 6 merupakan titik yang berada di 3 cun ke atas dari mata kaki bagian

    dalam

  • 21

    Gambar 6 Titik SP 6

    Indikasi : menormalkan fungsi limpa, lambung, gangguan pencernaan, usus bunyi,

    kembung, mencret, haid tidak teratur, keputihan , kesulitan melahirkan, perdarahan,

    emisi seminal, disfungsi ereksi, ngompol, nyeri tungkai bawah

    e) Titik ST 36 adalah titik yang berada pada 3 cun di bawah titik ST 36

    Gambar 7 Titik ST 36

    Indikasi : gangguan pencernaan karena dingin, sering lapar, kembung, nyeri lambung,

    sembelit, nyeri tenggorokan, nyeri lutut dan kaki, badan bengkak, meningkatnya daya

    tahan tubuh

    f) GV 20 berada pada 5 cun ke belakang dari batas rambut depan, letaknya di puncak

    kepala

  • 22

    Gambar 8 Titik GV 20

    Indikasi : sakit kepala, sakit puncak kepala, ayan, pusing

    g) Titik EX HN 3 berada antara pertengahan ke 2 alis

    Gambar 9 Titik EX HN 3

    Indikasi : sakit kepala bagian depan, pusing, gangguan pada hidung, gangguan pada

    mata

    h) Titik L1 4 berada ketika telunjuk dan ibu jari dirapatkan, terdapat tonjolan tertinggi

    di punggung tangan di antara metacarpal 1 dan 2

    Gambar 10 Titik LI 4

    Indikasi : sakit kepala, sakit gigi, sakit perut, sembelit, mencret, nyeri haid

    i) Titik GB 21 berada pada lekukan kiri dan kanan di belakang kepala, 1 cun di atas

    batas rambut

  • 23

    Gambar 11 Titik GB 21

    Indikasi : nyeri kepala, vertigo, nyeri bahu, lengan tak dapat diangkat, hipertensi

    j) Titik LR 3 berada di punggung kaki pada cekungan antara pertemuan tulang

    metatarsal satu dan dua

    Gambar 12 Titik LR 3

    Indikasi : nyeri kepala, pendarahan, nyeri daerah testis, nyeri iga, nyeri pinggang

    (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

    14) Setelah titik di tentukan, oleskan minyak secukupnya pada titik tersebut untuk

    menambahkan kenyamanan dan memudahkan melakukan pemijatan atau penekanan

    dan mengurangi nyeri/ lecet ketika penekanan dilakukan

    15) Lakukan pemijatan atau penekanan menggunakan jempol tangan/ jari atau alat

    bantu pijat sederhana lainnya dengan 30 kali pemijatan atau pemutaran searah

    jarum jam untuk menguatkan dan 40-60 kali pemijatan atau putaran kearah kiri

    untuk melemahkan. Pijatan ini dilakukan pada masing – masing bagian tubuh ( kiri

    dan kanan ) kecuali pada titik yang terletak dibagian tengah

    16) Beritahu klien bahwa tindakan sudah selesai dilakukan, rapikan klien

  • 24

    kembalikan ke posisi yang nyaman

    17) Evaluasi perasaan klien

    18) Berikan reinforcement positive kepada klien dan berikan air putih 1 gelas atau

    sarankan untuk mengonsumsi minuman herbal dan infused water

    19) Rapikan alat-alat dan cuci tangan

    20) Evaluasi hasil kegiatan dan respon klien setelah tindakan dilakukan

    21) Lakukan kontrak untuk terapi selanjutnya bila diperlukan

    22) Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

    23) Cuci tangan

    c. Pengaruh akupresur terhadap nyeri akut

    Akupresur adalah suatu tindakan pengobatan tradisional yang dilakukan

    dengan cara menekan titik-titik akupuntur menggunakan jari atau benda tumpul

    yang tidak melukai tubuh. Kelebihan dari akupresur ini lebih rendah risiko efek

    samping, mudah dilakukan dan dipelajari, bermanfaat untuk menghilangkan nyeri

    dan relaksasi (Roza et al., 2019). Akupresur juga efektif dalam menghilangkan

    berbagai gejala yang menyertai penyakit dengan cara menyeimbangkan aliran

    energi tubuh (Enggal Hadi Kurniawan, 2016)

    Akupresur pada titik akupuntur akan memberikan efek lokal yaitu penurunan

    rasa nyeri pada daerah sekitar titik penekanan. Energi akupresur pada titik

    akupuntur akan mengalir melalui aliran meridian menuju target organ. Teori

    akupuntur analgesia telah menjelaskan mekanisme akupresur dalam menurunkan

    tingkat nyeri akut maupun kronik. Akupresur dapat menurunkan nyeri pada proses

    persalinan sekaligus mempercepat prosesnya. Akupresur juga menurunkan nyeri

  • 25

    pada saat haid, nyeri punggung, nyeri kepala, nyeri lutut, nyeri artritis, nyeri leher

    dan nyeri kanker payudara. (Enggal Hadi Kurniawan, 2016)

    Menurut penelitian Enggal Hadi Kurniawan (2016), mengatakan bahwa

    akupresur pada kelompok intervensi dengan sampel 14 orang secara signifikan

    rata-rata dapat menurunkan skor nyeri yang diukur dengan VAS (visual analog

    scale) yaitu (32,9-26) dengan p=0,002. Menurut penelitian Rosa Rika (2019),

    menyebutkan bahwa terdapat perbedaan skor sebelum dan sesudah pemberian

    akupresur pada kelompok intervensi. Berdasarkan uji statistik dapat dilihat bahwa

    nilai p-value = 0,000 maka dapat disimpulkan perbedaan yang signifikan tingkat

    nyeri pada kelompok intervensi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

    dilakukan oleh Hsieh (2010) tentang intensitas nyeri pada siswi sebelum dilakukan

    akupresur rata-rata tingkat nyeri ringan, sedang, dan berat setelah dilakukan

    pemberian akupresur nyeri berkurang dan hilang. (Roza et al., 2019)

    B. Asuhan Keperawatan Dengan Pemberian Terapi Akupresur Untuk

    Mengatasi Nyeri Akut Pada Pasien Hipertensi

    1. Pengkajian

    Pengkajian skrinning adalah langkah awal pengumpulan data. Pengkajian

    mendalam dilakukan lebih fokus, memungkinkan perawat untuk mengeksplorasi

    informasi yang diidentifikasi dalam pengkajian skrinning awal, dan untuk mencari

    petunjuk tambahan yang mungkin mendukung atau menggugurkan bakal diagnosis

    keperawatan. (NANDA Internasional Nursing, 2018). Terdapat 14 jenis

    subkategori data yang harus dikaji yakni respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan,

    eliminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensori, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan

  • 26

    kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,

    penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi (Tim Pokja

    SDKI DPP PPNI, 2016).

    Pengkajian pada pasien hipertensi menggunakan pengkajian mendalam

    mengenai nyeri akut dengan kategori psikologi dan subkategori nyeri dan

    kenyamanan. Pengkajian dilakukan sesuai dengan gejala dan tanda mayor nyeri

    akut yaitu dilihat dari data subjektif pasien mengeluh nyeri. Dilihat dari data

    objektif yaitu pasien tampak meringis, bersikap protektif (mis, waspada, posisi

    menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur. Gejala dan tanda

    minor nyeri akut yaitu dilihat dari data subjektif (tidak tersedia). Dilihat dari data

    objektif pasien mengalami peningkatan tekanan darah, pola napas berubah, nafsu

    makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,

    diaforesis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

    Selain itu, pengkajian keperawatan pada pasien hipertensi dengan nyeri akut

    meliputi data umum mengenai identitas pasien, anamnesis riwayat penyakit, dan

    pemeriksaan fisik (Asmadi, 2012)

    a. Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,

    pekerjaan, agama, status perkawinan, suku bangsa, dan diagnosis medis.

    b. Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan pasien

    untuk meminta bantuan kesehatan, seperti keluarga pasien mengeluh bahwa

    pasien tampak meringis, gelisah, dan sulit tidur.

    c. Data riwayat penyakit saat ini merupakan pengumpulan data yang

    dilakukan untuk menentukan sebab dari hipertensi yang menyebabkan

    terjadinya agen pencedera fisiologis sehingga mengakibatkan nyeri akut.

  • 27

    d. Data riwayat penyakit dahulu merupakan suatu riwayat penyakit yang

    pernah dialami oleh pasien sebelumnya seperti penyakit gagal ginjal kronis,

    stroke, dll. Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab hipertensi.

    e. Data riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit

    kardiovaskuler merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya hipertensi.

    f. Data pemeriksaan fisik haed to toe untuk melihat ada keluhan atau kelainan

    pada klien.

    g. Menurut (Mubarak, 2015), data pendekatan pengkajian nyeri adalah dengan

    PQRST, yaitu sebagai berikut :

    P (provoking atau pemacu) yaitu faktor yang memperparah atau meringankan

    nyeri

    Q (quality atau kualitas) yaitu kualitas nyeri (misalnya, tumpul, tajam,

    merobek)

    R (region atau daerah) yaitu daerah perjalanan nyeri

    S (severity atau keganasan) yaitu intensitasnya

    T (time atau waktu) yaitu serangan, lamanya dan frekuensi

    h. Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), data pasien nyeri akut

    termasuk dalam kategori psikologis dan subkategori nyeri dan kenyamanan,

    perawat harus mengkaji data gejala dan tanda mayor dan minor, yaitu :

    1) Gejala dan tanda mayor

    a) Subjektif : mengeluh nyeri

    b) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis, waspada, posisi

    menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

    2) Gejala dan tanda minor

  • 28

    a) Subjektif : (tidak tersedia)

    b) Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan

    berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,

    diaforesis

    2. Diagnosis keperawatan

    Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

    klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya, baik

    yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan

    untuk mengidentifikasi respons individu, keluarga atau komunitas terhadap situasi

    yang berkaitan dengan kesehatan. Proses penegakan diagnosis (diagnostic process)

    merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisa

    data, identifikasi masalah dan perumusan diagnosis. Diagnosis keperawatan

    memiliki dua komponen utama yaitu masalah (problem) yang merupakan label

    diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respons klien terhadap

    kondisi kesehatan, dan indikator diagnostik yang terdiri atas penyebab,

    tanda/gejala dan faktor risiko. Pada diagnosis aktual, indikator diagnostik hanya

    terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Nyeri akut termasuk dalam jenis kategori

    diagnosis keperawatan negatif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa klien dalam

    kondisi sakit sehingga penegakkan diagnosis ini akan mengarah pada pemberian

    intervensi yang bersifat penyembuhan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

    Diagnosis keperawatan yang difokuskan pada penelitian ini adalah nyeri akut

    berhubungan dengan (b.d) agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia,

    neoplasma) dibuktikan dengan (d.d) pasien tampak meringis, bersikap protektif

    (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit

  • 29

    tidur, mengeluh nyeri, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan

    berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,

    diaforesis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

    3. Perencanaan keperawatan

    Perencanaan adalah fase proses keperawatan yang penuh dengan pertimbangan

    yang sistematis dan mencakup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah

    untuk membuat intervensi keperawatan (Koizer, 2011). Intervensi keperawatan

    adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada

    pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang

    diharapkan. Komponen intervensi keperawatan terdiri atas tiga komponen yaitu

    label merupakan nama dari intervensi yang menjadi kata kunci untuk memperoleh

    informasi terkait intervensi tersebut. Terdapat 18 deskriptor pada label intervensi

    keperawatan yaitu dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan,

    manajemen, pemantauan, pemberian, pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan,

    perawatan, promosi, rujukan, resusitasi, skrinning dan terapi. Definisi merupakan

    komponen yang menjelaskan makna dari label intervensi keperawatan. Tindakan

    merupakan rangkaian aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk

    mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan pada intervensi

    keperawatan terdiri dari empat komponen meliputi tindakan observasi, tindakan

    terapeutik, tindakan edukasi dan tindakan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,

    2018).

    Klasifikasi intervensi keperawatan nyeri akut termasuk dalam kategori

    psikologis yang merupakan intervensi keperawatan yang ditujukan untuk

    mendukung fungsi dan proses mental. Nyeri akut termasuk ke dalam subkategori

  • 30

    nyeri dan kenyamanan memuat kelompok intervensi yang meredakan nyeri dan

    meningkatkan kenyamanan. Pengklasifikasian intervensi keperawatan dilakukan

    berdasarkan analisis kesetaraan (similarity analysis) dan penilaian klinis (clinical

    judgement). Intervensi keperawatan yang bersifat multikategori atau dapat

    diklasifikasikan ke satu atau lebih dari satu sub kategori, maka dapat

    diklasifikasikan berdasarkan kecenderungan dominan salah satu kategori atau sub

    kategori (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Perawat sebelum menentukan

    perencanaan keperawatan maka terlebih dahulu menetapkan luaran (outcome).

    Aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur dengan kondisi, perilaku, atau dari

    persepsi pasien, keluarga, dan komunitas sebagai respons terhadap intervensi

    keperawatan merupakan komponen dari luaran (outcome). Luaran (outcome)

    terdiri dari dua jenis yaitu luaran positif (perlu ditingkatkan) dan luaran negatif

    (perlu diturunkan). Komponen luaran keperawatan terdiri atas 3 komponen utama,

    yaitu label, ekspektasi, dan kriteria hasil (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019).

    Perencanaan keperawatan nyeri akut dapat dijelaskan seperti tabel 2 berikuti ini :

    Tabel 2

    Perencanaan Keperawatan Nyeri Akut

    Diagnosis

    Keperawatan

    Luaran/ outcome

    (SLKI)

    Intervensi

    Keperawatan (SIKI)

    1 2 3

    Nyeri akut

    berhubungan

    dengan agen

    pencedera

    fisikologis

    Setelah dilakukan

    asuhan keperawatan …

    x … jam diharapkan

    tingkat nyeri menurun

    dengan kriteria hasil :

    SIKI Label :

    Manajemen nyeri

    Observasi :

    1. Identifikasi lokasi,

    karakteristik, durasi,

    frekuensi, kualitas, intensitas

    nyeri

  • 31

    1 2 3

    SLKI Label :

    Tingkat nyeri :

    Keluhan nyeri

    menurun

    Meringis menurun

    Gelisah menurun

    Kesulitan tidur

    menurun

    Mual dan muntah

    menurun

    Tanda-tanda vital

    membaik

    Identifikasi skala nyeri

    Identifikasi respon nyeri non

    verbal

    Identifikasi pengetahuan dan

    keyakinan tentang nyeri

    Monitor keberhasilan terapi

    komplementer (terapi

    akupresur) yang sudah

    diberikan

    Terapeutik :

    Berikan Teknik non

    farmakologis untuk

    mengurangi rasa nyeri

    Kontrol lingkungan yang

    memperberat

    rasa nyeri

    Edukasi :

    1. Jelaskan penyebab dan

    pemicu nyeri

    2. Jelaskan strategi meredakan

    nyeri

    3. Anjurkan memonitor nyeri

    secara mandiri

    4. Ajarkan teknik non

    farmakologis untuk

    mengurangi rasa nyeri

    Kolaborasi :

    Kolaborasi pemberian analgetik

    (Sumber : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019), (Tim Pokja

    SIKI DPP PPNI, 2018)

  • 32

    4. Implementasi keperawatan

    Implementasi keperawatan merupakan suatu fase di mana perawat

    melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya

    (Koizer, 2011). Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang

    dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.

    Tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,

    edukasi dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

    Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat.

    Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan

    tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase

    pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi

    rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua

    merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase

    ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan

    selesai dilakukan (Asmadi, 2012)

    5. Evaluasi keperawatan

    Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan

    (Koizer, 2011). Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi

    terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program

    berlangsung. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan

    informasi efektivitas pengambilan keputusan (Deswani, 2011). Dalam perumusan

    evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen yang dikenal dengan istilah

    SOAP (subjektif, objektif, assesment, planing) (Achjar, 2012). Adapun komponen

    SOAP yaitu S (Subjektif) di mana perawat menemui keluhan yang dikatakan pasien

  • 33

    setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan

    hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang

    dirasakan setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) adalah interprestasi dari

    data subjektif dan objektif, P (Planning) adalah perencanaan keperawatan yang

    akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan

    keperawatan yang telah ditentukan saat melakukan intervensi keperawatan

    sebelumnya.