bab ii tinjauan pustaka a. dismenorerepository.poltekkes-tjk.ac.id/494/4/bab ii.pdf · bab ii...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dismenore
1. Pengertian Dismenore
Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah satu
masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkat usia
(Bobak, 2005). Dismenore adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu
haid/menstruasi yang dapat mengganggu aktifitas dan memerlukan pengobatan
yang ditandai dengan nyeri di perut maupun panggul (Mohamad Judha, 2012).
Dismenore adalah nyeri yang biasanya dengan rasa kram dan terpusat di abdomen
bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai
berat. Nyeri haid sampai menyebabkan perempuan tersebut ke dokter atau
mengobati dengan obat anti nyeri ( Sarwono, 2014).
2. Klasifikasi Dismenore
Dismenore dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya
kelainan atau sebab yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri adalah:
a. Dismenore primer
Dismenore primer terjadi sesudah 12 bulan atau lebih pasca menarke
(menstruasi yang pertama kali). Hal itu karena siklus menstruasi pada bulan-bulan
pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulatoir yang tidak disertai nyeri.
Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama dengan menstruasi dan
berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat
berlangsung sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah kejang yang berjangkit,
biasanya terbatas di perut bawah, tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan
paha. Nyeri dapat disertai mual, muntah, sakit kepala, dan diare. Menstruasi yang
menimbulkan rasa nyeri pada remaja sebagian besar disebabkan oleh dismenore
primer (Mohamad Judha, 2012:48 ).
b. Dimenore sekunder
Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan kongenital atau
kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja. Rasa nyeri yang timbul
disebabkan karena adanya kelainan pelvis, misalnya endometritis, mioma uteri
(tumor jinak kandungan), stenosis serviks, dan malposisi uterus. Dismenore yang
tidak dapat dikaitkan dengan suatu gangguan tertentu biasanya dimulai sebelum
usia 20 tahun, tetapi jarang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah menarke.
Dismenore merupakan nyeri bersifat kolik dan dianggap disebabkan oleh
kontraksi uterus oleh progesteron yang dilepaskan saat pelepasan endometrium.
Nyeri yang hebat dapat menyebar dari panggul ke punggung dan paha, sering kali
disertai mual pada sebagian perempuan (Mohamad Judha, 2012:50).
3. Etiologi Dismenore
Menurut Mohamad Judha (2012), beberapa faktor berikut ini memegang
peranan penting sebagai penyebab dismenore primer, antara lain:
a. Faktor kejiwaan
Gadis remaja yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak
mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, mudah mengalami
dismenore primer. Faktor ini bersama dismenore merupakan kandidat terbesar
penyebab gangguan insomia.
b. Faktor konstitusi
Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan yang dapat juga
menurunkan ketahanan terhadap nyeri. Faktor-faktor ini adalah anemia, penyakit
menahun, atau sebagainya.
c. Faktor leher rahim
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan dismenore primer
adalah stenosis kanalis servikalis. Sekarang hal tersebut tidak lagi dianggap
sebagai faktor penting sebagai penyebab dismenore primer, karena banyak
perempuan menderita dismenore tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam
hiperantefleksi, begitu juga sebaliknya. Mioma submukosum bertangkai atau
polip endometrium dapat meyebabkan dismenore karena otot-otot uterus
berkontraksi kuat untuk mengeluarkan kelainan tersebut.
d. Faktor endokrin
Umumnya ada anggapan bahwa kejang yang tejadi pada dismenore primer
disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Hal itu disebabkan karena
endometrium dalam fase sekresi (fase pramenstruasi) memproduksi prostaglandin
F2 alfa yang menyebabkan kontraksi otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 alfa
berlebih dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenore, dijumpai pula
efek umum seperti diare, nausea (mual), dan muntah.
4. Tanda dan Gejala Dismenore
Menurut (Mohamad Judha, 2012) tanda dan gejala dismenore adalah:
a. Kram yang nyeri dan hebat selama haid.
b. Dismenore primer timbul berulang secara teratur sejak pertama kali
haid.
c. Dismenore sekunder jika terjadi setelah bertahun-tahun mengalami
siklus haid.
d. Rasa kram dan nyeri yang menusuk ini terasa di perut bagian bawah,
punggung bawah, dan paha.
e. Kadang-kadang disertai mual/muntah, diare.
f. Berkeringat banyak, badan terasa lemah.
5. Faktor Resiko Dismenore Primer
a. Usia saat menstruasi pertama kurang dari 12 tahun
b. Belum pernah melahirkan anak
c. Haid memanjang atau dalam waktu yang lama
d. Merokok
e. Riwayat keluarga positif terkena penyakit
f. Kegemukan (Anurogo dan Ari Wulandari, 2011)
6. Patofisiologi Dismenore Primer
Dismenore primer adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa menstruasi
dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Hal ini disebabkan oleh kontraksi
dari miometrium yang diinduksi oleh prostaglandin tanpa adanya kelainan
patologis pelvis. Pada remaja dengan dismenore primer akan dijumpai
peningkatan produksi prostaglandin oleh endometrium. Pelepasan prostaglandin
terbanyak selama menstruasi didapati pada 48 jam pertama dan berhubungan
dengan beratnya gejala yang terjadi.
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan beratnya gejala
dismenore adalah usia yang lebih muda saat terjadinya menarche, periode
menstruasi yang lebih lama, banyaknya darah yang keluar selama menstruasi,
perokok, riwayat keluarga dengan dismenore. Obesitas dan penggunaan alkohol
juga dihubungkan dengan terjadinya dismenore primer. Prostaglandin F2α
(PGF2α) adalah perantara yang paling berperan dalam terjadinya dismenore
primer. Prostaglandin ini merupakan stimulan kontraksi miometrium. Peningkatan
PGF2α dalam endometrium diikuti dengan penurunan progesteron pada fase luteal
membuat membran lisosomal menjadi tidak stabil sehingga melepaskan enzim
lisosomal. Pelepasan enzim ini menyebabkan pelepasan enzim phospholipase A2
yang berperan pada konversi fosfolipid menjadi asam arakidonat. Selanjutnya
menjadi PGF2α dan prostaglandin E2 (PGE2) melalui siklus endoperoxidase
dengan perantara prostaglandin G2 (PGG2) dan prostaglandin H2 (PGH2).
Peningkatan kadar prostaglandin ini mengakibatkan peningkatan tonus
miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri
pada saat menstruasi (Alfrianne , 2008).
7. Penatalaksanaan Dismenore
Menurut Mohamad Judha (2012), penanganan yang dapat dilaksanakan
untuk pasien dismenore adalah:
a. Penjelasan dan nasihat
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenore adalah gangguan yang
tidak berbahaya untuk kesehatan. Penjelasan dapat dilakukan dengan diskusi
mengenai pola hidup, pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan penderita.
Kemungkinan salah informasi mengenai haid atau adanya hal-hal tabu atau
tahayul mengenai haid dapat dibicarakan. Nasihat mengenai makanan sehat,
istirahat yang cukup, dan olahraga dapat membantu. Kadang-kadang diperlukan
psikoterapi.
b. Pemberian obat analgetik
Dewasa ini banyak beredar obat-obatan analgesik yang dapat diberikan
sebagai terapi simptomatik. Jika rasa nyeri berat, diperlukan istirahat di tempat
tidur dan kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi keluhan. Obat
analgesik yang sering diberikan adalah kombinasi aspirin, fanasetin, dan kafein.
Obat-obat paten yang beredar di pasaran antara lain novalgin, ponstan, acet-
aminophen.
c. Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat
sementara dengan maksud membuktikan bahwa gangguan yang terjadi benar-
benar dismenore primer, atau jika diperlukan untuk membantu penderita untuk
melaksanakan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini
dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.
d. Terapi alternative
Terapi alternative dapat dilakukan dengan kompres handuk panas atau
botol air panas pada perut atau punggung bawah. Mandi air hangat juga bisa
membantu.
Beberapa wanita mencapai keringanan melalui olahraga, yang tidak hanya
mengurangi stress dan orgasme juga dapat membantu dengan mengurangi
tegangan pada otot-otot pelvis sehingga membawa kekenduran dan rasa nyaman.
Beberapa posisi yoga dapat dipercaya dapat menghilangkan menstruasi.
Salah satunya peregangan otot perut (abdominal stretching) dengan salah satu
cara seperti kucing, yang meliputi berada pada posisi merangkak kemudian secara
perlahan menaikkan punggung anda keatas setinggi-tingginya.
B. Nyeri
1. Definisi nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah
alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Mohamad
Judha, 2012).
Menurut Potter & Perry (2005) nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan
seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja ketika seorang mengatakan
bahwa ia meras nyeri.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan.
Sifatnya sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
a. Mr. Coffery (1979) mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya jika
orang tersebut pernah mengalaminya.
b. Wolf Weifsel Feurst (1974) mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
c. Artur C. Curtono (1983) mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak sehingga
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
d. Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf
dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun
emosional (Hidayat, 2009).
2. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-
ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit mielin yang tersebar pada kulit
dari mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong
empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis.
Stimulasi oleh zat kimiawi diantaranya seperti histamin, bradikinin, prostaglandin,
dan macam-macam asam seperti adanya asam lambung yang meningkat pada
gastritis atau stimulasi yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan
berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut,
yaitu serabut A (delta) yang bermielin rapat dan serabut lamban (serabut C).
Implus-implus yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor
yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui
akar dosal (dorsal roof) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn tersebut terdiri
atas beberapa lapisan atau lamina yang saling bertautan.
Di antara lapisan dua dan tiga membentuk substantia gelantinosa yang
merupakan saluran utama implus. Kemudian, implus nyeri menyeberangi sumsum
tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinothalamus dan
spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi
nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu
jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor
pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari talamus, yang melalui otak
tengah dan medula, ke tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang berkonduksi
dengan nociceptor implus supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam
implus supresif. Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang
ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang
tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui
mekanismenya ( Hidayat, 2009).
3. Klasifikasi nyeri
Menurut Mohamad Judha (2012), berdasarkan lama waktu terjadinya
inilah maka nyeri dibagi menjadi dua yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri akut sebagian terbesar, disebabkan oleh penyakit, radang, atau injuri
jaringan. Nyeri jenis ini biasanya datang tiba-tiba, sebagai contoh setelah trauma
atau pembedahan dan mungkin menyertai kecemasan atau distres emosional.
Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera sudah terjadi. Nyeri
akut biasanya berkurang sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini
umumnya terjadi kurang dari 6 bulan. Penyebab nyeri yang paling sering adalah
tindakan diagnosa dan pengobatan. Dalam beberapa kejadian jarang menjadi
kronis.
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik secara luas dipercaya menggambarkan penyakitnya. Nyeri ini
konstan dan intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri
kronik sulit untuk menentukan. Nyeri ini dapat menjadi lebih berat yang
dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor kejiwaan. Nyeri kronik dapat berlangsung
lebih lama (lebih dari 6 bulan) dibandingkan dengan nyeri akut dan resisten
terhadap pengobatan. Nyeri ini dapat dan sering menyebabkan masalah yang berat
bagi pasien.
4. Penilaian nyeri
a. Visual Analog Scale ( VAS )
Visual Analog Scale merupakan skala nyeri yang berbentuk garis harus
yang mewakili nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. VAS adalah pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena
klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih
satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Tidak nyeri Nyeri sangat hebat
Gambar. 1
Skala Analog Visual
b. Numeral Ratting Scale ( NRS)
Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai
dengan level nyeri pada skala numeral dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti no
pain dan 10 atau 100 berarti severe pain (nyeri hebat). NRS lebih digunakan
sebagai alat pendeskripsi kata. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji nyeri
sebelum dan setelah teraupetik ( Potter & Perry, 2005 ).
Gambar. 2
Numeral Ratting Scale
c. Verbal Rating Scale (VRS)
Alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level nyeri
yang berbeda, range dari no pain sampai (nyeri hebat). VRS dinilai dengan
memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan nyeri. Contoh, dengan
menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak ada nyeri) dengan score 0 mild
(kurang nyeri) dengan score 1, moderate (nyeri sedang) dengan score 2, severe
(nyeri keras) dengan skor 3 very severe (nyeri yang sangat keras) dengan skor 4.
Keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk
menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level nyerinya, dan ketidakmampuan
pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan ( Potter &
Perry, 2005 ).
Gambar. 3
Verbal Ratting Scale (VRS)
d. Faces Pain Scale-Revised
Terdiri dari 6 gambar skala wajah kartun yang bertingkat dari wajah yang
tersenyum untuk tidak ada nyeri sampai wajah yang berlinang air mata untuk
nyeri paling buruk. Skala wajah ini mempunyai kelebihan yaitu anak dapat
menunjukkan sendiri rasa nyeri dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada
dan membuat usaha mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana (Potter &
Perry, 2005).
Gambar. 4
Faces Pain Scale-Revised (FPS)
Keterangan:
0 = Tidak Nyeri
1 = Sedikit Nyeri
2 = Sedikit Lebih Nyeri
3 = Lebih Nyeri
4 = Sangat Nyeri
5 = Nyeri Tak Tertahankan/Nyeri Sangat Hebat
C. Stretching
1. Definisi Stretching
Stretching adalah aktivitas fisik yang paling sederhana. Stretching
merupakan suatu kegiatan untuk memelihara dan mengembangkan fleksibilitas
atau kelenturan (Senior, 2008).
Abdominal stretching merupakan suatu peregangan otot terutama pada
perut yang dilakukan 10 menit. Latihan ini dirancang untuk meningkatkan
kekuatan otot, daya tahan, dan fleksibilitas otot, sehingga diharapkan dapat
menurunkan nyeri haid (dismenore) pada remaja.
2. Manfaat Stretching
Menurut Putra (2012), manfaat stretching antara lain:
a. Meningkatkan kebugaran fisik seorang atlet
b. Mengoptimalkan daya tangkap, latihan dan penampilan atlet pada
berbagai bentuk gerakan yang terlatih.
c. Meningkatkan mental dan relaksasi fisik.
d. Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh.
e. Mengurangi resiko keseleo sendi dan cedera otot (kram).
f. Mengurangi resiko cedera punggung.
g. Mengurangi rasa nyeri otot dan ketegangan otot.
h. Mengurangi rasa sakit pada saat nyeri haid (dismenore) bagi remaja.
3. Teknik Abdominal Stretching
Langkah – langkah abdominal stretching sebagai berikut:
a. Cat stretch
Posisi awal: tangan dan lutut di lantai
1) Punggung dilengkungkan, perut digerakkan ke arah lantai
senyaman mungkin. Tegakkan dagu dan mata melihat lantai. Tahan
selama 10 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu relaks.
2) Kemudian punggung digerakkan ke atas dan kepala menunduk ke
lantai. Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu
relaks.
3) Duduk diatas tumit, rentangkan lengan ke depan sejauh mungkin.
Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu
relaks. Lakukan sebanyak 3 kali
b. Lower Trunk Rotation
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki di lantai, kedua
lengan dibentangkan keluar.
1) Putar perlahan lutut ke kanan sedekat mungkin dengan lantai.
Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik sambil
dihitung dengan bersuara.
2) Putar perlahan kembali lutut ke kiri sedekat mungkin dengan
lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik
sambil dihitung dengan bersuara, kemudian kembali ke posisi
awal. Lakukan sebanyak 3 kali
c. Buttock/Hip Stretch
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk.
1) Letakkan bagian luar pergelangan kaki kanan pada paha kiri diatas
lutut.
2) Pegang bagian belakang paha dan tarik ke arah dada senyaman
mungkin. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara,
kemudian kembali ke posisi awal dan relaks. Lakukan sebanyak 3
kali.
d. Abdominal strengthening: Curl Up
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut di tekut, kaki di lantai, tangan
di bawah kepala.
1) Lengkungkan punggung dari lantai dan dorong ke arah langit-
langit. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara.
2) Ratakan punggung sejajar lantai dengan mengencangkan otot-otot
perut dan bokong.
3) Lengkungkan sebagian tubuh bagian atas ke arah lutut, tahan
selama 20 detik. Lakukan sebanyak 3 kali
e. Lower Abdominal Strengthening
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, lengan dibentangkan
sebagian keluar.
1) Letakkan bola antara tumit dan bokong. Ratakan punggung bawah
ke lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan bokong.
2) Perlahan tarik kedua lutut ke arah dada sambil menarik tumit dan
bola, kencangkan otot bokong. Jangan melengkungkan punggung.
Lakukan sebanyak 15 kali
f. The Bridge Position
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki dan siku di lantai,
lengan dibentangkan sebagian keluar.
1) Ratakan punggung di lantai dengan mengencangkan otot-otot perut
dan bokong.
2) Angkat pinggul dan punggung bawah untuk membentuk garis lurus
dari lutut ke dada.
3) Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian
perlahan kembali ke posisi awal dan relaks.
4) Lakukan sebanyak 3 kali
Gambar gerakan abdominal stretching terdapat di lampiran.
4. Pengaruh Abdominal Stretching
Gerakan-gerakan olahraga dapat memperlancar aliran darah, menurunkan
kadar lemak tubuh, mencegah penyakit dan juga dapat menghasilkan hormon
endorphin atau hormon penenang alami yang diproduksi oleh tubuh kita. Latihan
fisik yang teratur secara dapat menangani beberapa masalah seperti manajemen
stress, gangguan reproduktif, gangguan makan, obesitas, serta penyakit lainnya (
Varney, 2007).
Olahraga merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan
untuk mengurangi nyeri karena saat melakukan olahraga/senam, otak dan susunan
saraf tulang belakang akan menghasilkan endorphin, hormon yang berfungsi
sebagai obat penenang alami dan menimbulkan rasa nyaman ( Puteri, 2016 ).
Salah satu cara untuk menurunkan intensitas nyeri menstruasi adalah
dengan melakukan peregangan otot perut (abdominal stretching). Latihan
peregangan otot perut membantu meningkatkan perfusi darah ke uterus dan
merileksasikan otot-otot uterus, sehingga tidak terjadi metabolisme anaerob yang
akan menghasilkan asam laktat. Oleh karena asam laktat tidak terbentuk, impuls
nyeri yang diterima serabut syaraf tipe C tidak adekuat. Sehingga tidak
adekuatnya implus nyeri yang diterima serabut nyeri tipe C, substansi P tidak
disekresikan dan pintu gerbang substansia gelatinosa (SG Gate) menjadi tidak
terbuka sehingga tidak terjadi penurunan informasi intensitas nyeri akan
dipersepsikan di korteks serebri (Anderson, 2010).
Menurut penelitian Laili (2012) pada remaja putri SMAN 2 Jember senam
yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan jumlah dan ukuran pembuluh
darah, yang menyalurkan darah ke seluruh tubuh termasuk organ reproduksi
sehingga aliran darah menjadi lancar dan hal tersebut dapat menurunkan gejala
dismenore. Meningkatkan volume darah yang mengalir ke seluruh tubuh termasuk
organ reproduksi, hal tersebut dapat memperlancar pasokan oksigen ke pembuluh
darah yang mengalami vasokontriksi, sehingga nyeri haid dapat berkurang. Yang
mendapatkan sebelum melakukan terapi senam dismenore rata-rata skala nyeri
5,8 setelah dilakukan terapi senam dismenore menjadi rata-rata skala nyeri 3,67.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hasnah dkk (2017) di
Makassar. Hasil penelitian secara kuantitatif dengan menggunakan uji statistik
Wilcoxon Test diperoleh p= 0,004 atau p<0,05 maka terapi abdominal stretching
dengan semangka efektif terhadap penurunan intensitas nyeri haid pada
mahasiswa di Makassar.
Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Weny Windastiwi dkk, (2017) di
Wonoboyo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa p-value 0,000 dan nilai z= 4,689
artinya ada pengaruh abdominal stretching terhadap intensitas nyeri dismenorea.
Hasil penelitian dari Noor Hidayah dkk, (2017) di Jepara dengan hasil uji
analisis menggunakan Wilcoxon test diketahui p sebesar 0,002< 0,05. Artinya ada
perbedaan yang signifikan terhadap tingkat nyeri dismenore sebelum dan sesudah
diberikannya tindakan abdominal stretching sehingga dapat disimpulkan ada
pengaruh abdominal stretching terhadap penurunan nyeri haid di MA Hasyim
Asyari Bangsri Jepara.
Streching atau gerakan yang dilakukan dapat melemaskan ketegangan otot
sehingga dapat merelaksasi untuk mengurangi sensasi nyeri yang ditimbulkan saat
dismenore. Menurut penelitian Yumnannisak (2018), menyatakan remaja dengan
dismenore akan mengalami kram otot terutama pada abdomen bawah yang
bersifat siklik disebabkan kontraksi yang kuat dan lama pada dinding uterus
sehingga terjadi kelelahan otot maka diperlukan streching untuk menghilangkan
kram pada otot tersebut.
D. Kerangka Teori
Menurut Notoatmodjo (2018), kerangka teori penelitian pada dasarnya
dimaksudkan agar para peneliti mempunyai wawasan yang luas sebagai dasar
untuk mengembangkan atau mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti
(diamati). Kerangka teori penelitian ini seperti digambarkan pada diagram berikut
ini:
Sumber: Mohamad Judha 2012
Gambar 5.
Kerangka Teori
Dismenore
Faktor penyebab:
1. Faktor kejiwaan
2. Faktor konstitusi
3. Faktor leher rahim
4. Faktor endokrin
Penatalaksanaan Dismenore
1. Penjelasan dan nasihat
a. Makanan sehat
b. Istirahat cukup
c. Olahraga
2. Pemberian obat analgetik
a. Aspirin
b. Fenasetin
3. Terapi hormonal
Pil kombinasi kontrasepsi
4. Terapi alternative
a. Kompres panas
b. Botol air panas di perut
c. Mandi air hangat
d. Olahraga
e. Abdominal stretching
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu
dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2018).
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 6
Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Hipotesis adalah hasil suatu penelitian pada hakikatnya suatu jawaban atas
pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian. Untuk
mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perencanaan penelitian perlu
dirumuskan jawaban sementara dari penelitian ini (Notoatmodjo, 2018). Hipotesis
penelitian ini adalah ada pengaruh abdominal stretching terhadap penurunan nyeri
haid pada remaja putri di Madrasah Aliyah Negeri 1 Lampung Timur.
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitan tentang sesuatu
konsep pengertian tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulannya. Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel-variabel
satu dengan yang lainnya, variabel dibedakan menjadi dua yaitu variabel
dependen atau terikat dan variabel independen atau variabel bebas (Notoatmodjo,
Abdominal Stretching Dismenore
2018). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dismenore
sedangkan variabel independen yaitu abdominal stretching.
H. Definisi Operasional
Definisi operasional uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau
tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional
variabel yang dapat diukur dengan menggunakan instrumen atau alat ukur, maka
variabel harus diberi batasan. Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar
pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber
data (responden) yang satu dengan responden lain. Di samping variabel harus di
definisi operasionalkan juga perlu dijelaskan cara atau metode pengukuran, hasil
ukur atau kategorinya, serta skala pengukuran yang digunakan. Untuk
memudahkan, biasanya definisi operasional itu disajikan dalam bentuk matrix
yang terdiri dari kolom (Notoatmodjo, 2018).
Adapun dalam penelitian ini variabel yang akan didefinisikan secara
operasional dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1.
Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur
Hasil
Ukur Skala
1. Dismenore Rasa sakit yang
dirasakan wanita
di perut bagian
bawah maupun
panggul pada saat
haid/menstruasi
yang dilakukan
dengan
pengukuran skala
NRS.
Wawancara
dan
Observasi
Kuesioner Skala nyeri
0-10
Rasio
2. Abdominal
stretching
Peregangan otot
perut yang
digunakan untuk
mengatasi nyeri
haid (dismenore)
pada responden
yang sedang
mengalami haid
dilakukan 3 kali
selama 10-15
menit dengan 6
langkah gerakan.
Observasi Check List Dilakukan
Abdominal
Stretching
Nominal