bab ii tinjauan pustaka a. hubungan antara presiden ...eprints.umm.ac.id/38606/3/bab ii.pdf14 bab ii...
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hubungan antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam hal pengangkatan duta, Presiden harus terlebih dahulu
memperhatikan pertimbangan DPR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun
1999 tentang hubungan luar negeri, terdapat beberapa hak prerogratif presiden
yang harus melibatkan persetujuan atau pertimbangan dari DPR. Pasal 6
Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 menyatakan bahwa kewenangan
penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri
pemerintah Republik Indonesia berada ditangan presiden. Sedangkan dalam
hal menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara
lain diperlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.1
Dalam Pasal 13 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan, menyebutkan
“Dalam hal pengangkatan duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR”.
Menurut ketentuan yang baru tersebut menunjukkan bahwa dalam
pengangkatan Duta Besar (Dubes) tidak hanya merupakan hak prerogratif
Presiden namun juga melibatkan peran DPR untuk memberikan
pertimbangan.2
B. Kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Wewenang dan kekuasan Presiden Republik Indonesia, dibagi dua
jenis yaitu selaku kepala negara dan kepala pemerintahan. Cara membedakan
antara tugas presiden sebagai kepala negara dengan presiden sebagai kepala
1 Ismail Suny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta, Aksara Baru, 1977, h.45 2 Dahlan Thaib, DPR dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta, Liberty,
2000, h. 57
15
pemerintahan, yaitu tugas dan tanggung jawab sebagai kepala negara meliputi
hal-hal yang bersifat seremonial, dan protokoler kenegaraan. Jadi mirip
dengan kewenangan para kaisar dan ratu pada beberapa negara lain, tetapi
tidak berkenaan dengan kewenangan penyelenggaraan roda pemerintahan.
Kekuasaan dan kewenangan kepala negara tersebut, meliputi sebagai berikut:
a) melangsungkan perjanjian dengan negara lain; b) mengadakan perdamaian
dengan negara lain; c) menyatakan negara dalam keadaan bahaya; d)
mengumumkan perang terhadap negara lain; e) mengangkat, melantik dan
memberhentikan duta serta konsul untuk negara lain; f) menerima surat
kepercayaan dari negara lain melalui duta dan konsul negara lain; g) memberi
gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan tingkat nasional; dan h)
menguasai Angkatan Laut, Angkatan Darat dan Angkatan Udara serta
Kepolisian.3
Kekuasaan dan kewenangan Presiden sebagai kepala Pemerintahan
adalah karena fungsinya sebagai penyelenggara tugas eksekutif jadi meliputi
sebagai berikut: a) memimpin kabinet; b) mengangkat dan melantik menteri-
menteri; c) memberhentikan menteri-menteri; d) mengawasi operasional
pembangunan; e) menerima mandat dari MPR-RI.4
C. Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR) sebagai lembaga
negara yang menjalankan sistem pemerintahan negara memiliki tugas dan
wewenang tersendiri yang bertujuan agar dalam pelaksanaannya tidak
3 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Pemerintahan, Bandung, Mandar Maju, 2007, h.210-213 4 Inu Kencana Syafiie dan Azhari, Sistem Politik Indonesia, Bandung, Refika Aditama,
2012, h. 67
16
mengalami ketidakjelasan atau tumpang tindih dengan lembaga negara
lainnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009
yang dimaksudkan dengan DPR adalah lembaga perwakilan Dewan
Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berkaitan dengan pengertian DPR,
bahwa dewan perwakilan rakyat adalah suatu lembaga kenegaraan yang
berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat mengenai penyelenggaraan
pemerintahan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa DPR adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk
menampung dan menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat di daerah
dalam kerangka membentuk suatu tatanan hidup sesuai dengan kehidupan
demokrasi yang berdasarkan Pancasila.
Di Negara Indonesia yang merupakan bagian dari lembaga legislatif
adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota DPR berasal dari anggota
partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR
berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi
disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD
kabupaten/kota.
Berdasarkan Undang-Undang Pemilu No. 17 Tahun 2014 ditetapkan
sebagai berikut:
a. Jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang.
b. Jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan
sebanyak-banyak 100 orang.
c. Jumlah anggota DPRD kabupaten/ kota sedikitnya 20 orang dan
sebanyak-banyaknya 50 orang .
17
Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga legislatif
mempunyai fungsi sebagi berikut :
a. Fungsi legislasi, artinya DPR memiliki fungsi sebagai lembaga
pembuat undang–undang.
b. Fungsi anggaran, DPR memiliki fungsi sebagi lembaga yang berhak
untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)
c. Fungsi Pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga legislatif yang
melakukan pengawasan tehadap pemerintahan yang menjalankan
undang-undang (Shinta, 2013).
Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Masa jabatan
anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang
baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung
dalam sidang paripurna DPR.
DPR sebagai lembaga legislatif mempunyai hak-hak, antara lain :
a. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada
pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan
strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
b. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan
terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
c. Hak menyatakan pendapat adalah hak DR untuk menyatakan
pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang
luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan
rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan
tugas anggota DPR maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja
sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.
Adapun Tugas Wewenang DPR sebagai Lembaga Legislatif adalah
sebagai berikut :
a. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama.
b. Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan
terhadap Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang.
18
c. Menerima dan membahas usulan Rancangan UndangUndang yang
diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah dan mengikut sertakan dalam
pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I.
d. Mengundang DPD pntuk melakukan pembahasan rancangan undang-
undang yang diajukan oleh DPR maupun oleh pemerintah sebagaimana
dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I.
e. Memperhatikan pertimbangan DPD atas Rancangan Undang-Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-
Undàng yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam
awal pembicaraan tingkat I.
f. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama
Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
g. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh
DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak,
pendidikan, dan agama.
h. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan
pertimbangan DPD.
i. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
j. Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/konsultasi, dan
pendapat.
k. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat.
Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
undang-undang (DPR, 2013)
D. Sejarah dan Definisi Hak Prerogatif
Sejarah mencatat, hak prerogatif menjadi hak istimewa seorang raja, yang
pertama kali diterapkan dalam konteks ketatanegaraan di kerajaan Inggris.
Hak ini memberikan keistimewaan bagi penguasa politik untuk memutuskan
19
sesuatu berdasarkan pertimbangan sendiri, uniknya putusan itu bisa dilakukan
tanpa alasan apapun, kecuali kehendak pribadi dari sang pemimpin itu sendiri.
Secara umum, istilah ini berarti "hak istimewa", yang dimiliki oleh banyak
Kerajaan atau Monarki di Eropa yang masih ada sampai sekarang. Dalam arti
yang lebih sempit dan tepat, hak-hak prerogatif kerajaan ini dimiliki oleh
seorang raja yang terpisah dari hak-hak perwakilan daerah atau rakyat, dimana
mereka tidak memiliki hak untuk berpartisipasi. Kekuasaan prerogatif
presiden menurut berbagai litelatur diterjemahkan sebagai kekuasaan dengan
hak istimewa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tertentu yang bersifat
mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga negara yang
lain. Jabatan presiden sebagai kepala negara adalah satu-satunya fungsi
jabatan dalam negara yang terbebas dari kemungkinan adanya kesalahan.
Jabatan presiden berada dalam wilayah “bebas dari kesalahan” atau “can do
no wrong” sebagaimana raja atau ratu dalam sistem monarki. Dalam fungsinya
sebagai figur “can do no wrong”, presiden dalam hal selaku kepala negara
memiliki kekuasaan khusus atau hak istimewa yang tidak dimiliki oleh fungsi
jabatan kenegaraan lain, kekuasaan ini dinamakan prerogatif, atau dikenal luas
sebagai hak prerogatif presiden.5 Yang dimaksud dengan hak prerogatif ialah
hak istimewa yang ada pada pejabat-pejabat negara tertentu, antara lain
Kepala Negara dan pejabat-pejabat negara lainnya yang memiliki kekuasaan
tertentu karena jabatannya. Hak prerogatif adalah hak kepala negara untuk
mengeluarkan putusan atas nama negara bersifat final, mengikat dan memiliki
5 Hendarmin Ranadireksa, 2009, Visi bernegara arsitektur konstitusi demokratik,
Bandung : Fokusmedia, halaman 198.
20
kekuatan hukum tetap. Hak prerogatif merupakan hak tertinggi yang tersedia
dan disediakan konstitusi bagi kepala negara.6
Di Amerika Serikat, Thomas Jefferson penulis Declaration of
Independence dan salah seorang yang ikut menyusun Konstitusi Amerika
Serikat mengartikan hak prerogatif sebagai kekuasaan yang langsung
diberikan oleh Konstitusi (power granted him directly by constitution) , jadi
dapat dikatakan hak ini memberikan keistimewaan bagi penguasa untuk
memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan sendiri dan keputusan itu bisa
dilakukan tanpa alasan apapun, kecuali kehendak pribadi dari pemimpin itu
sendiri.
Prerogatif (Latin: praerogatio, Inggris : prerogative, Jerman : das
vorrecht) yang diartikan sebagai hak khusus atau hak istimewa yang melekat
pada seseorang/kelompok orang di luar dari hak-hak yang menurut hukum
berlaku. Hal ini mengandung pengertian bahwa hak prerogatif tidak termuat
dalam suatu peraturan negara/konstitusi, sehingga hak tersebut benar-benar
sangat istimewa. Karena tidak termuat dalam peraturan negara, maka hak
tersebut dianggap sebagai hak sisa (residu) dari keseluruhan hak-hak yang
telah termuat dalam peraturan negara, sehingga hak prerogatif ini biasa disebut
sebagai residual power.7 Lebih lanjut disebutkan dalam (Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) bahwa hak prerogatif adalah hak khusus atau hak istimewa
6 Ibid
7 Bosman. Hak Prerogatif. Kendari Pos. Edisi 28 Oktober 2014. Kendari.
21
yang ada pada seseorang karena kedudukannya sebagai kepala negara, misal
memberi tanda jasa, gelar, grasi, amnesti.8
Prerogative diartikan sebagai An exclusive or peculiar privilege. The
special power, privilege, immunity, or advantage vested in an official person,
either generally, or in respect to the things of his office, or in an official body,
as a court or legislature.9 In English law. A power or will which is
discretionary, and above and uncontrolled by any other will. That special pre-
eminence which the king (or queen) has over and above all other persons, in
right of his (or her) regal dignity. A term used to denote those rights and
capacities which the sovereign enjoys alone, in contradistinction to others.10
Apabila definisi tersebut diterjemahkan secara bebas, prerogatif mengandung
makna sebuah keistimewaan eksklusif atau hak istimewa (previlege) yang
khas. Berupa kekuatan khusus, hak istimewa, kekebalan, atau keuntungan
yang berada di tangan orang yang resmi, baik secara umum, atau sehubungan
dengan hal-hal berkaitan lembaganya, atau badan resmi, sebagai pengadilan
atau legislatif. Dalam hukum Inggris merupakan sebuah kekuasaan atau
kehendak yang memiliki sifat diskresi, dan yang tertinggi dan tidak terkendali
oleh kehendak lain. Dimana dikhususkan bagi keunggulan raja (atau ratu)
yang lebih dari dan di atas semua orang lain, merupakan hak dan martabatnya
8 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://bahasa.kemendiknas.go.id, Diakses
tanggal 25 April 2016, pukul 09 .30 WIB.
9 Henry Campbell Black, 1968, Black's Law Dictionary, Definitions of the Terms and
Phrases of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern, Revised 4th Ed.-85, The
Publisher's Editorial Staff, halaman 1345.
10 Ibid.
22
yang agung. Sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan hak-hak dan
kapasitas yang berdaulat sendiri, bertentangan dengan orang lain.”
Definisi tersebut menunjukkan bahwa prerogatif merupakan hak istimewa
bagi pemegang kekuasaan untuk menentukan sesuatu tanpa dapat diawasi atau
dihilangkan oleh orang lain karena kedudukannya yang agung dan berdaulat.
Menurut Black Law Dictionary, “prerogative is an an exlusive right,
power, previlage or immunity usually acquired by virtue office”11 Kekuasaan
prerogatif pertama kali muncul ketika masa “kegelapan Eropa” (the dark ages)
dahulu, kekuasaan seorang raja begitu absolut, bahkan seorang raja bisa
mengatakan “negara adalah saya”, yaitu Raja Louis XIV di Perancis, hal inilah
yang memunculkan istilah hak prerogatif. Hak prerogatif pertama kali
diterapkan dalam konteks ketatanegaraan dikerajaan Inggris, sebagai hak
istimewa seorang raja. Hak ini memberikan keistimewaan bagi penguasa
politik untuk memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangan sendiri tanpa
nasihat dari parlemen atau kabinet, uniknya putusan itu bisa dilakukan tanpa
alasan apapun, kecuali kehendak pribadi dari sang pemimpin itu sendiri.
Kekuasaan atau hak ini dahulu disebut The Royal Prerogative. Hak prerogatif
raja adalah merupakan badan otoritas adat, hak istimewa dan kekebalan yang
diakui di Inggris Raya sebagai hak prerogatif tunggal penguasa. Banyak dari
kekuasaan eksekutif pemerintah Inggris, diberikan kepada seorang raja, telah
diberikan di bawah mandat The Royal Prerogative.
11 Brian A Gerner, 2009, Black’s Law Dictionary, St.Paul Minnesota : West Publishing,
halaman 1301
23
AV Dicey mencoba merumuskan hak prerogatif yang dikatakannya
sebagai konsep yang sulit untuk didefinisikan secara tepat.
“... the remaining portion if the Crown’s original authority, and it is
therefore ... the name for the residue of discretionary power left at any
moment in the hands of the Crown, whether such power be in fact exercised by
the King himself or by his Ministers”.12
Hak prerogatif, sebenarnya residu kewenangan atau sewenang-wenang
yang pada jama dahulu sewaktu raja atau ratu mempunyai kekuasaan absolut
sebagai seorang tiran yang meliputi semua hal, secara hukum tersisa ditangan
mahkota raja. Sedangkan William Blackstone merumuskan hak prerogatif
sebagai berikut:
“By the word prerogative we usually understand that special preeminence
which the King hath, over and above all other persons, and out of the ordinary
course of common law, in right of his regal dignity ... it can only be applied to
those right and capacities which the King enjoys alone, in contradiction to
others, and not to those which he enjoy in common with any of his subjects”13
Pandangan kedua ahli tersebut berbeda satu sama lain. Dicey berpendapat
bahwa setiap tindakan pemerintahan oleh raja diluar undang-undang berada
dibawah hak prerogatif, sedangkan Blackstone, mengatakan bahwa hak
prerogatif hanya mencakup tindakan-tindakan yang tidak ada orang lain atau
badan di Inggris bisa melakukan, seperti pembubaran Parlemen.
The Royale Prerogative berasal sebagai kekuatan pribadi raja. Diabad ke-
13 di Inggris, seperti di Perancis, semua raja itu berkuasa dengan absolut dan
sangat kuat, tetapi kekuasaan mutlak ini muncul pada “luapan dan pergolakan
12 Publication Parliament, 2004, “Report”, http://www.publications.parliament.uk,
Diakses tanggal 21 Juni 2016, pukul 21.50 WIB. Lihat juga “Royal Prerogative in The United
Kingdom”, http://en.wikipedia.org/wiki, Diakses tanggal 21 Juni 2016, pukul 21.50 WIB.
13 Ibid, Lihat juga dalam Lucinda Maer and Oonagh Gay, “The Royal Prerogatives”,
http://www.parliament.uk, Diakses tanggal 21 Juni 2016, pukul 21.50 WIB.
24
feodal di abad keempat belas dan kelima belas”. Royal Prerogative pada
awalnya dinyatakan oleh hakim Richard II tahun 1387. Selama abad ke-16,
“pergolakan” mulai surut, dan raja menjadi benar-benar independen. Dibawah
Henry VIII dan penerusnya, raja adalah kepala gereja Inggris Protestan, dan
karena itu tidak bertanggung jawab kepada ulama. Peran parlemen dalam
periode ini, mulai muncul dan menimbulkan masalah. Sementara raja adalah
“mitra utama dalam konstitusi Inggris” pengadilan berhenti mendeklarasikan
kekuatan raja dan mulai mengakui peran Parlemen tersebut.14 Kekuasaan
prerogatif raja meliputi beberapa bidang yaitu, berkaitan dengan lembaga
legislatif/ Lembaga pembuat Undang-Undang; Kekuasaan Prerogatif Raja
yang pertama adalah raja dapat membubarkan Parlemen, sistem peradilan,
urusan luar negeri dan lainnya.
Didalam sejarah banyak negara-negara yang semula merupakan negara
monarki konstitusional-parlementer-demokratik, karena sesuatu hal, misal
terjadi coup d’etat (kudeta), berubah menjadi suatu negara republik
konstitusional parlementer demokratik, dengan kepala negara yang tadinya
seorang raja atau ratu menjadi seorang Presiden.15 Prof Bagir Manan
berpendapat bahwa kekuasaan prerogatif akan hilang apabila telah diatur
dalam Undang-Undang atau Undang-Undang Dasar hanya berlaku di Inggris,
tidak berlaku di Amerika Serikat, Portugal, atau Indonesia. Di Amerika
Serikat, yang diartikan hak prerogatif adalah hak atau previlege yang tidak
dipunyai oleh lembaga yang lain (right or previlege that no body else has,
14 Ibid, Lihat juga dalam John Canon, 2002, “Royal Prerogatif, The Oxford Companion
British History”, http://www.encyclopedia.com, Diakses tanggal 21 Juni 2016, pukul 22.32 WIB.
15 Ibid.
25
Thordike Dictionary; a special right or previlege of a sovereign or other
executive of a government Grolier Webster International Dictionary),
sedangkan Di Amerika, kesalahan presiden menggunakan hak prerogatif bisa
diuji atau digugat di Mahkamah Agung.
Pada perjalanannya, hak ini diadopsi banyak negara. Termasuk di Indonesia.
Sebagai negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial, maka
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD Negara RI
1945. Dapat diartikan, kekuasaan dan tanggung jawab pemerintahan berada di
tangan satu orang yaitu dipegang oleh Presiden. Presiden yang memegang
kekuasaan pemerintahan dalam hal ini menunjuk kepada pengertian Presiden
menurut sistem pemerintahan presidensial.16 Dengan dianutnya sistem
presidensial, sistem pemerintahan terpusat pada jabatan Presiden sebagai
kepala pemerintahan (head of government) sekaligus sebagai kepala negara
(head of state),17 diakui pula bahwa pelaksanaan kekuasaan pemerintahan oleh
Presiden berdasarkan tafsir UUD Negara RI 1945, Presiden dibekali hak
prerogatif untuk menjalankan wewenangnya.
E. Perwakilan Diplomatik – Duta Besar Republik Indonesia
Diplomasi berasal dari kata Yunani “diploun” yang berarti “melipat”.
Menurut the Chamber’s Twenthieth Century Dictionary, diplomasi adalah
“the art of negotiation, especially o treaties between states; political skill.”
(seni berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-negara;
16 Jimly Asshiddiqie. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi, Jakarta: Konstitusi Press, halaman 127.
17 Ibid
26
keahlian politik). Di sini, yang pertama menekankan kegiatannya sedangkan
yang kedua meletakkan penekanan seni berundingnya. Ivo D. Duchachek
bependapat, “Diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek pelaksanaan
politik luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan negara lain.
Tetapi diplomasi kadang-kadang dihubungkan dengan perang. Oleh karena
itulah Clausewitz, seorang filosof Jerman, dalam pernyataannya yang terkenal
mengatakan bahwa perang merupakan kelanjutan diplomasi melalui sarana
lain. Diplomasi merupakan suatu cara komunikasi yang dilakukan antara
berbagai pihak termasuk negoisasi antara wakil-wakil yang sudah diakui.
Praktik-praktik negara semacam itu sudah melembaga sejak dahulu dan
kemudian menjelma sebagai aturan-aturan hukum internasional. Dengan
demikian, diplomasi juga merupakan cara-cara yang dilakukan oleh
pemerintah suatu negara untuk mencapai tujuannya dan memperoleh
dukungan mengenai prinsip-prinsip yang diambilnya. Itu juga merupakan
suatu proses politik untuk membina kebijakan luar negeri yang dianut dan
ditujukan untuk mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain.
Disamping itu, diplomasi juga dianggap sebagai pengetahuan, mutu dan
kepandaian untuk membendung dan mengurangi adanya konflik internasional
yang terjadi. Sebelum kita ketengahkan sejarah perkembangan perwakilan
diplomatik untuk lebih lanjut, perlu diketahui bahwa status dari perwakilan
diplomatik ini telah mendapat pengakuan dari bangsa-bangsa pada zaman
yang lampau yaitu bangsa-bangsa kuno.18 Hal mana dapat kita ketahui dari
18 Edy Suryono dan Moenir Arisoendha, 1991, Hukum Diplomatik Kekebalan dan
27
pernyataan yang terdapat dalam pembukaan Konvensi Wina tahun 1961
tentang hubungan-hubungan diplomatik (Diplomatik Relation) bahwa: ...
people of all nations from ancient time have recognized the status of
diplomatic agent.19
Meskipun pada zaman dahulu belum dikenal adanya hukum internasional
yang modern, namun duta-duta besar (ambassadors) dimana-dimana diberikan
perlindungan khusus dan hak-hak istimewa tertentu, meskipun tidak oleh
hukum, akan tetapi oleh agama, sehingga dimana-mana duta-duta besar
(ambassadors) dianggap sebagai orang yang amat suci (sacrosanct).20
Sesuai dengan perkembangan negara-negara dan bertambahnya jumlah
negara-negara baru yang merdeka sekarang ini, maka diperlukan perwakilan
diplomatik yang permanen dan merupakan suatu hal yang biasa dalam
hubungan internasional.
Yang pertama-tama dapat mewakili negara diluar negeri adalah kepala
negara. Dalam disuatu kerjaan, kepala negara adalah seorang raja dan dalam
suatu republik kepala negara adalah presiden. Sampai seberapa jauh
wewenang kepala negara dalam mewakili negaranya dihubungan
internasional, ditentukan oleh konstitusi tiap-tiap negara. Pada umumnya
wewenang kepala negara secara konstitusional terbatas pada wewenang:21
a. Menerima wakil-wakil diplomatik dan konsul negara-negara asing;
b. Mengangkat dan mengutus wakil-wakil diplomatik dan konsul
negaranya sendiri ke negara asing;
Keistimewaannya, Bandung: Angkasa, halaman 7.
19 Dalam Pembukaan Vienna Convention on Diplomatic, 1963
20 Edy Suryono dan Moenir Arisoendha, Loc.cit.
21 Ali Sastroamidjojo, 1971, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: Bhratara, halaman
162
28
c. Mengadakan perjanjian-perjanjian internasional;
d. Menyatakan perang kepada negara lain;
e. Mengadakan perdamaian dengan negara lain.
Di Indonesia wewenang presiden atau kepala negara secara konstitusional
ditentukan dalam UUD Negara RI 1945 pasal 11 dan pasal 13.22 Kedudukan
kepala negara didalam hubungan internasional tidak berdasarkan atas
kepribadiannya akan tetapi berlandaskan negaranya sebagai anggota dari
masyarakat internasional. Kedudukannya diluar negeri tidak diukur dari sifat
orangnya sebagai individu, melaikan kedudukan negara di dunia internasional,
dan semua kehormatan yang diberikan kepada kepala negara adalah
sebenarnya diberikan kepada negaranya, oleh sebab kepala negara merupakan
wakil yang utama dari negaranya. Pendek kata kepala negara dianggap sebagai
lambang negara dengan segala kehormatan dan kewibawaan negara itu.
Menurut Kepres Nomor 108 Tahun 2003 Tentang Organisasi Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri, perwakilan diplomatik adalah kedutaan
besar Republik Indonesia dan perutusan tetap Republik Indonesia yang
melakukan kegiatan diplomatik di seluruh wilayah negara penerima dan/atau
pada organisasi internasional untuk mewakili dan memperjuangkan
kepentingan bangsa, negara dan pemerintah Republik Indonesia.
Orang lain yang termasuk pimpinan negara dalam mengadakan hubungan
luar negeri, pertama-tama adalah anggota pemerintah dan khususnya menteri
luar negeri, yang secara resmi kepada negara lain yang merupakan wakil
22 Dalam pasal 11 UUD Negara RI 1945 yang menyatakan “Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain. Dalam pasal 13 ayat (1) UUD Negara RI 1945 yang menyatakan “Presiden
mengangkat Duta dan Konsul” dan ayat (2) yang menyatakan “Dalam hal mengangkat duta,
Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”.
29
pertama dan tertinggi dari suatu negara terhadap dunia luar.23 Kadang-kadang
sturuktur ketatanegaraannya demikian rupa, bahwa kepala negaranya yang
aktif melakukan hubungan luar negeri, melaikan lembaga kenegaraan yang
lainnya yaitu pemerintah, dalam arti kata badan yang terdiri menteri-menteri,
dan khususnya yang mengadakan hubungan luar negeri yang disebut
kementerian luar negeri. Dengan demikian kementerian luar negeri adalah
merupakan “Liason atau penghubung dari seseuatu negara dengan luar negeri,
sehingga seluruh hubungan dengan luar negeri harus disalurkan kepadanya
dan melaluinya”.24 Kecuali dalam perundingan puncak atau summit
converence, antara kepala-kepala negara atau kepala-kepala pemerintah, yang
mana perlu dihadiri oleh kepala negara sendiri, maka lazimnya yang mewakili
negara dalam hubungan internasional adalah menteri luar negeri yang
mengepalai suatu kementerian luar negeri, atas nama kepala negara
menjalankan urusan luar negeri dari negaranya.25
Hak negara untuk mengirim wakil diplomatiknya untuk ditempatkan di
negara lain dinamakan hak perwakilan atau Right of Legation, ini meliputi
pula hak negara untuk menerima perwakilan negara lain, yang disebut sebagai
“Passive Right of Legation”. Tetapi hak perwakilan yaitu hak untuk mengirim
perwakilan atau Active Right of Legation, tidak dapat diartikan sebagai suatu
keharusan bagi tiap-tiap negara untuk mengirim atau menerima perwakilan
itu. Sebab mengirim perwakilan kepada negara lain dapat dilakukan atau tidak
oleh negara menurut keperluan sendiri. Jadi Right of Legation bukan
23 Edy Suryono dan Moenir Arisoendha, Op.cit, halaman 11 24 J Badri, 1967, Perwakilan Diplomatik dan Konsuler, Jakarta: Tintamas, halaman 16
25 Edy Suryono dan Moenir Arisoendha, Op.cit, halaman 11
30
merupakan suatu Obligation atau kewajiban.26 Oleh karena hak perwakilan itu
meliputi hak untuk menerima atau menolak perwakilan negara asing, maka
sebelum suatu negara mengirimkan wakilnya untuk ditempatkan pada negara
lain, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari negara asing itu tentang
penempatan perwakilan tersebut dan tentang apakah orangnya yang akan
dikirimkan sebagai duta-duta besar atau duta dianggap sebagai “Persona
Grata” atau orang yang disukai. Persetujuan itu oleh negara asing diberikan
dengan surat yang dimanakan “Agrrement” (Persetujuan).27
Fungsi perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler memang terdapat
perbedaannya, namun tidak begitu prinsipil, dimana fungsi perwakilan
diplomatik, pada umumnya berurusan dengan persoalan-persoalan yang
bersifat politik dan persoalan yang bersifat politik ini tidak dapat dilaksanakan
oleh perwakilan konsuler. Perwakilan konsuler juga tidak mengadakan
pengamatan tentang keadaan dan perkembangan politik di negara penerima.
Staf perwakilan konsuler tidak mengadakan hubungan yang menyangkut
urusan diplomatik dari kementerian luar negeri negara penerima. Perwakilan
konsuler hanya menjalankan hubungan dengan instansi-instansi pemerintah
lainnya yang menyangkut bidang perdagangan, perindustrian, perkapalan
(navigasi), instansi pengadilan dan instansi administratif yang mengurus
kepentingan negara dan warganegaranya di negara penerima. Hal-hal yang
26 Ali Sastroamidjojo, Op.cit, halaman 165 27 Edy Suryono dan Moenir Arisoendha, Op.cit, Halaman 20
31
disebut diatas, sebenarnya telah diperinci secara tegas dalam konvensi Wina
1963 tentang hubungan konsuler yang berlaku 24 April 1963.28
Bagi Indonesia, sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 51 tahun 1976, tugas pokok Perwakilan Diplomatik adalah :
a. Mewakili Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan hubungan
diplomatik dengan negarapenerima atau organisasi internasional.
b. Melindungi kepentigan negara dan warga negara Republik Indonesia
dengan penerima sesuai dengan kebijaksanaan pemerintahan yang
ditetapkan dengan berdasarkan perundangan-undangan yang berlaku.
Seseorang yang diangkat sebagai perwakilan diplomatik di negara asing,
oleh negara yang mengirimkannya telah diberi tugas-tugas tertentu. Tugas-
tugas perwakilan diplomatik tersebut mencerminkan adanya fungsi-fungsi
penting pada perwakilan diplomatik bagi negara-negara pengirimnya. Bentuk
tugas-tugas yang diemban oleh perwakilan diplomatik sebagai berikut :
a. Representasi, yaitu selain untuk mewakili pemerintah negaranya, ia
juga dapat melakukan protes, mengadakan penyelidikan dengan
pemerintah negara penerima, serta mewakili kebijaksanaan politik
pemerintah negaranya.
b. Negosiasi, yaitu mengadakan perundingan atau pembicaraan baik
dengan negara tempat ia diakreditasikan maupun dengan negaranegara
lainnya.
c. Observasi, yaitu menelaah dengan teliti setiap kejadian atau peristiwa
di negara penerima.
d. Proteksi, yaitu melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan -
kepentingan warga negaranya yang berada di luar negeri.
e. Persahabatan, yaitu meningkatkan hubungan persahabatan antara
negara pengirim dengan negara penerima.
f. Menyelenggarakan hubungan dengan Negara lain atau hubungan
kepala Negara dengan pemerintah asing.
g. Mengadakan perundingan masalah-masalah yang dihadapi kedua
Negara itu dan berusaha untuk menyelesaikan.
h. Mengurus kepentingan Negara serta warga negaranya di Negara itu
dan berusaha untuk menyelesaikannya. Apabila dianggap perlu, dapat
bertindak sebagai tempat pencatatan sipil, pemberian paspor, dan
sebagainya.
28 Lihat pasal 5 Vienna Convention, 1963
32
Secara universal, fungsi perwakilan diplomatik telah diatur dalam
Konvensi Wina 1969. Dalam Konvensi Wina tersebut ditegaskan fungsi
perwakilan diplomatik sebagai berikut :
a. Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.
b. Melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di
negara penerima dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum
internasional.
c. Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
d. Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara
penerima, sesuai dengan undang-undang dan melaporkan kepada
pemerintah negara pengirim.
e. Memelihara hubungan persahabatan antara kedua negara.
f. Menyelenggarakan urusan pengamatan, konsuler, penerangan,
protokol, komuniksi dan persandian.
g. Melaksanakan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan,
perlengkapan, dan urusan rumah tangga perwakilan diplomatik.
Perwakilan Diplomatik suatu negara dipimpin oleh seorang diplomat.
Jabatan Kepala Perwakilan Diplomatik yang tertinggi ialah Duta Besar
(Ambassador). Ambassador mewakili negara dalam mengurusi kepentingan
publik yang disebut dalam kualitas sebagai negara. Berdasarkan keputusan
Konggres di Wina, 1961 disepakati adanya tiga tingkat Kepala Perwakilan
Diplomatik, yaitu Duta Besar (Ambassador), Duta Berkuasa Penuh (Minister
Plenipotentiary) dimana duta besar merupakan duta yang berada di tingkatan
tertinggi dan mepunyai kekuasaan penuh dan luar biasa dan biasanya
ditempatkan di negara negara yang banyak menjalin hubungan timbal balik.,
dan Kuasa Usaha (Charge d'affaires) dimana Kuasa usaha yang tidak
diperbantukan kepada kepala negara dapat dibedakan atas kuasa usaha tetap
menjabat kepala dari suatu perwakilan dan kuasa usaha sementara yang
33
melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan ketika pejabat ini belum atau
tidak ada di tempat.