bab ii tinjauan pustaka a. bermain -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bermain
Bermain tidak dapat dipisahkan dari dia anak atau dengan kata lain dunia
anak adalah dunia bermain. Bermain merupakan haunl yang amat penting
bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui bermain anak akan
belajar tentang dunia sekitarnya dan belajar berkomunikasi dengan obyek,
waktu, lingkungan yang berhubungan dengan orang lain. Juga dengan
bermain anak akan belajar menghadapi berbagai macam stres.
Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi
anak, meskipun hal tersebut tidak menghasilkan komoditas tertentu
misalnya keuntungan financial ( uang ). Anak bebas mengekspresikan
perasaan takut, cemas, gembira, atau perasaan lainnya, sehingga dengan
memberikan kebebasan bermain orang tua mengetahui suasana hati anak.
1. Pengertian Bermain
Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang anak untuk
mengungkapkan konflik yang ada dalam dirinya yang pada awalnya
anak belum sadar bahwa dirinya sedang mengalami konflik ( Miller B
F, 1983 ).
6
7
Pengertian lain mengenai bermain disampaikan oleh Foster dan
Pearden yang didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang anak secara sungguh-sungguh sesuai dengan keinginannya
sendiri / tanpa paksaan dari orang tua maupaun lingkungan dimana
dimaksudkan semata hanya untuk memperoleh kesenangan dan
kepuasan.
2. Teori-teori Tentang Bermain
Bermain merupakan sebuah kesatuan yang komplek yang merupakan
aktifitas spontan, unik, tidak direncanakan, dan aktif baik kemampuan
motorik maupun kognitif. Ada enam macam teori bermain ( Suherman,
1999, hal 56 ) yaitu :
a. Teori Rekreasi.
Teori ini dikemukakan oleh Schaller pada tahun 1841 dan Lazarus
pada tahun 1884 yang menyebutkan bahwa “Permainan adalah
suatu kesibukan untuk menenangkan pikiran dan atau untuk
beristirahat”. Misalnya pada orang sibuk bekerja maka ia perlu
bermain untuk mengembalikan energinya yang hilang dan
kesegaran badannya
b. Teori Kelebihan tenaga / Teori Pelepasan
Teori ini dikemukakan oleh Herbert Spencer dari Inggris tahun
1968, bahwa “ Kegiatan bermain pada anak karena ada kelebihan
8
tenaga”.Dengan adanya tenaga yang berlebihan pada diri anak
dapat dilepaskan melalui kegiatan bermain sehingga dalam diri
anak tetap terjaga.
c. Teori Atavistis
Seorang psikolog dari Amerika yang bernama Stanley Hall pada
tahun 1970 menyebutkan bahwa “Didalam permainan akan timbul
bentuk-bentuk perlaku seperti bentuk kehidupan yang pernah
dialami oleh nenek moyang”.Contohnya bermain kelereng yang
telah dilakukan sejak jaman Yunani kuno, tatap dilakukan sampai
sekarang
d. Teori Biolagis
Tokoh teori ini Karl Gross dari Jerman pada tahun 1905 yang
kemudian dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori pada
tahun1907 dari Italia, teori ini mengatakan bahwa “Permainan
mempunyai tugas-tugas biologis untuk melatih bermacam-macam
fungsi jasmani dan rohani.
e. Teori Psikologi Dalam
Orang yang merupakan tokoh dalam teori ini adalah Sigmund
Freud tahun1961 dan Adler pada tahun1967. Menurut
Freud”Permainan merupakan bentuk pemuasan nafsu seksual di
daerah bawah sadar”. Sedangkan menurut Adler”Permainan
9
merupakan nafsu di daerah bawah sadar yang bersumber dari
adanya dorongan nafsu untuk berkuasa”
f. Teori Fenomenologi
Teori ini dikemukakan oleh Prof. Kohnstamm dari Belanda pada
tahun 1985, bahwa ”Permainan merupakan suatu fenomena atau
gejala nyata, yang mengandung unsur suasana permainan, jadi
tujuan bermain adalah permainan itu sendiri”.
3. Pinsip-prinsip dalam aktifitas bermain
Pada dasarnya aktivitas bermain pada anak tidak hanya dengan
menggunakan alat permainan saja. Perhatian dan kasih sayang yang
diberikan oleh orang tua terhadap anaknya, seperti sentuhan,bercanda,
belaian, dan lainnya, merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi
anak, terutama pada tahun pertama kehidupannya.( Soetjiningsih,
1995) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar aktivitas bermain bisa menjadi stimulus yang efektif sebagaimana
berikut ini :
a. Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi yang cukup, sehingga anak
memerlukan nutrisi yang memadai. Asupan ( intake ) yang kurang
dapat menurunkan gairah anak. Anak yang sehat memerlukan
10
aktivitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun
bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jenuh.
Pada anak yang sakit, keinginan untuk bermain umumnya menurun
karena energi yang ada digunakan untuk mengatasi penyakitnya.
Aktivitas bermain anak sakit yang bisa dilakukan adalah bermain
pasif, misalmya, dengan nonton TV, mendengar musik, dan
menggambar.
b. Waktu yang cukup
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan
mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat
permainannya.
c. Alat Permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan
tahap perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperhatikan
hal ini, sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi
dengan benar. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa alat
permainan tersebut harus aman dan mempunyai unsur edukatif
bagi anak.
d. Ruang untuk bermain
Aktivitas bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, di
halaman, bahkan di ruang tidur. Diperlukan suatu ruangan atau
11
tempat khusus untuk bermain bila memungkinkan, di mana
ruangan tersebut sekaligus juga dapat menjadi tempat untuk
menyimpan mainannya.
e. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru teman-
temannya, atau diberitahu oleh orang tuanya. Cara yang terakhir
adalah yang terbaik karena anak lebih terarah dan lebih
berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alat permainan
tersebut. Orang tua yang tidak pernah mengetahui cara bernain dari
alat permainan yang diberikan umumnya membuat hubungannya
dengan anak cenderung menjadi kurang hangat.
f. Teman bermain
Dalam bermain, anak memerlukan teman, bisa teman sebaya,
saudara, atau oang tuanya. Ada saat-saat tertentu di mana anak
bermain sendiri agar dapat menemukan kebutuhannya sendiri.
Bermain yang dilakukan bersama dengan orang tuanya akan
mengakrabkan hubungan dan sekaligus memberikan kesempatan
kepada orang tua untuk mengetahui setiap kelainan yang dialami
oleh anaknya. Teman diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi
anak dan membantu anak dalam memahami perbedaan.
4. Jenis Permainan
12
Dalam melaksanakan aktivitas bermain pada anak, usia dan tingkat
perkembangan anak selalu harus dipertimbangkan, mengingat bahwa
alat permainan yang digunakan merupakan salah satu alat untuk
menstimulasi perkembanganya. Pada bagian ini, selain menjelaskan
mengenai alat permainan akan dijelaskan pula mengenai klasifikasi
bermain berdasarkan isi dan karakteristik sosial ( Wong, 1998 ). Isi
bermain ditekankan atau diutamakan pada aspek fisik. Meskipun
demikian hubungan sosial tidak dapat diabaikan. Bermain diawali dari
yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Berdasarkan isinya,
bermain dapat dibedakan menjadi permainan yang berhubungan
dengan orang lain ( social effective play ), permainan yang
berhubungan dengan kesenangan ( sense pleasure play ), permainan
yang hanya memperhatikan saja ( unocupied behavior ), dan
permainan ketrampilan ( skill play ).
Berdasarkan karakteristik sosial, bermain merupakan interaksi antara
anak dan orang dewasa yang dipengaruhi oleh usia anak. Pada tahun-
tahun pertama, anak lebih suka bermain sendiri. Tipe bermain
berdasarkan karakteristik sosial diantaranya adalah permainan dengan
mengamati teman-temannya bermain ( onlooker play ), permainan
yang dimainkan sendiri ( solitary play ), permainan bersama teman
tanpa interaksi ( parallel play ), permainan dengan bermain bersama
tanpa tujuan kelompok ( associative play ), dan permainan dengan
13
bermain bersama yang diorganisir ( couperative play ). Pada bagian ini
akan diberikan contoh mengenai alat-alat permainan sesuai usia,
terutama untuk anak yang berusia 0-5 tahun berdasarkan isi dan
karakter sosialnya.
a. Masa Bayi ( 0-1 Tahun )
Stimulus yang diberikan pada anak seharusnya sudah dimulai sejak
dalam kandungan, misalnya dengan bisikan, sentuhan pada perut
ibu, gizi ibu yang mencukupi, dan menghindari pemicu stres yang
mempengaruhi psikologis ibu.
Setelah lahir, stimulus langsung dilakukan pada bayi. Pada tahun
pertama kehidupan, stimulus diberikan untuk perkembangan
sensori motor, meskipun pada tahun-tahun berikutnya stimulasi ini
tetap harus diberikan. Stimulasi yang diberikan melalui aktivitas
bermain bertujuan untuk :
1) Melatih dan mengevaluasi reflek- reflek fisiologis
2) Melatih koordinasi antara mata dan tangan serta mata dan
telinga
3) Melatih untuk mencari obyek yang tidak kelihatan
4) Melatih sumber asal suara
5) Melatih kepekaan perabaan
14
Contoh alat permaianan yang dianjurkan adalah benda yang aman
untuk dimasukan kemulut, boneta orang / binatang yang lunak,
mainan yang bersuara, bola dan lain-lain.
Karakteristik permainan pada masa bayi berdasarkan isi adalah
permainan yang memungkinkan anak berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya dan permainan yang memberikan kesenangan
pada anak.
b. Masa Balita ( 2-3 Tahun )
Pada masa ini, anak cenderung untuk melekat pada satu macam
mainan yang dapat diperlakukan sesuda anak tersebut.
Tujuan bermain pada masa balita hádala :
1) Mengembangkan ketrampilan bahasa
2) Melatih motorik halus dan kasar
3) Mengembangkan kecerdasan ( mengenal warna, berhitung )
4) Melatih daya imajinasi
5) Menyalurkan perasaan anak
Alat permainan yang dianjurkan bagi anak pada masa ini, misalnya
lilin yang dapat dibentuk, alat untuk menggambar, puzzle
sederhana, manik-manik, dan alat- alat rumah tangga. Pada masa
ini, keakuan anak sangat menonjol ( egosentris ) dan anak belum
memahami makna dari memiliki, sehingga anak sering berebut
15
mainan karena masing-masing menganggap bahwa mainan itu
adalah miliknya.
Berdasarkan isi bermain, permainan anak pada masa ini tergolong
dalam permainan untuk suatu ketrampilan ( skill play ) karena
anak mulai berkembang fase otonomi ( kemandirian ) dan
independennya ( kebebasan ). Berdasarkan karakteristik bermain,
permainan pada masa ini termasuk permainan dengan bermain
bersama teman tanpa interaksi ( parallel play ). Pada masa ini,
anak kelihatan ingin berteman tetapi kemampuan sosialnya belum
memadai. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa anak bermain
secara spontan dan bebas serta dapat berhenti sesukanya.
Koordinasi motorik masih kurang sehingga sering merusak
mainannya.
c. Masa Prasekolah Akhir ( 4-5 Tahun )
Pada masa ini, anak mulai berkembang dan anak ingin mengetahui
lebih banyak lagi mengenai hal-hal disekitarnya. Anak mulai
berfantasi dan mempelajari model keluarga atau bermain peran,
seperti peran guru, ibu, dan lain-lain. Dengan demikian, isi
bermain anak lebih banyak menggunakan simbol-simbol dalam
permainan atau yang sering disebut dengan permainan peran
(dramatic role play). Permainan yang meningkatkan ketrampilan
(skill play ) juga masih berkembang pada masa ini.
16
Berdasarkan karakteristik sosial, anak mulai bermain bersama
teman-temannya, tetapi tidak ada tujuan kelompok ( associative
play ). Dalam hal ini anak berinteraksi dengan saling meminjam
alat permainan. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai
bermain bersama dengan tujuan yang ditetapkan, misalnya tujuan
kompetisi. Karakteristik permainan seperti ini disebut dengan
permainan dengan kerja sama (cooperative play ).
Alat permainan yang dianjurkan, misalnya, buku, majalah, alat
tulis, / krayon, balok, dan aktivitas berenang. Dalam bermain, anak
hendaknya memiliki teman. Dan pada masa ini, bermain
mempunyai tujuan sebagai berikut :
1) Mengembangkan kemampuan berbahasa, berhitung, serta
menyamakan dan membedakan
2) Merangsang daya imajinasi
3) Menumbuhkan sportivitas, kreativitas, dan kepercayaan diri
4) Memperkenalkan ilmu pengetahuan, suasana gotong royong,
dan kompetisi.
5) Mengembangkan koordinasi motorik, sosialisasi, dan
kemampuan untuk mengendalikan emosi.
d. Anak usia Sekolah ( 6-12 Tahun )
17
Pada anak usia 6-12 tahun ( sekolah ), anak mulai bermain dengan
dimensi baru dimana anak tidak hanya senang dengan permainan
fisik saja tetapi juga ketrampilan intelektual, fantasi serta mulai
terlibat dengan kelompok. Karakteristik permainannya menjadi
cooperative play. Jenis-jenis permainan pada usia 6-8 tahun yaitu
puzzle, kartu, buku, alat untuk mencat / melukis, dan bersepeda,
sedangkan pada anak yang berusia 8-12 tahun permainan yang
dapat dilakukan adalah olah raga, membaca buku, mengumpulkan
perangko, dan bermain kartu ( Suherman, 1999 )
5. Persyaratan Alat Permainan
Tidak semua alat permainan dapat digunakan untuk anak-anak sebagai
alat untuk bermain, tetapi semua alat permainan harus memenuhi
syarat-syarat tertentu diantaranya:
a. Aman
Alat permainan anak dibawah usia dua tahun tidak boleh terlalu
kecil, warna catnya harus terang dan tidak boleh mengandung
racun, tidak ada bagian-bagian yang tajam,serta tidak ada bagian-
bagian yang mudah pecah. Karena pada umur ini anak mengenal
benda disekitarnya dengan cara memegang, mencengkeram dan
memasukan kedalam mulutnya.
b. Ukuran dan berat alat permainan harus sesuai dengan usia anak
18
Jika ukuranya terlalu besar akan sukar dijangkau oleh anak,
sebaliknya jika terlalu kecil akan berbahaya karena dapat dengan
mudah tertelan oleh anak. Sedangkan kalau alat permainan terlalu
berat, anak akan sulit memindahkannya serta akan membahayakan
apabila alat permainan itu jatuh dan mengenai anak.
c. Disainnya harus jelas
Alat permainan harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan dan
warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.
d. Kegunaan / fungsi alat permainan
Alat permainan harus mempunyai fungsi yang jelas untuk
menstimuli perkembangan anak.
e. Bervariasi
Alat permainan dapat dimainkan secara bervariasi ( dapat
dibongkar pasang ), namun tidak terlalu sulit agar anak tidak
frustasi, dan tidak terlalu mudah, karena anak akan cepat bosan.
f. Universal
Alat permainan sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua
budaya dan bangsa. Jadi, dalam menggunakannya, alat permainan
mempunyai prinsip yang bisa dimengerti oleh semua orang.
g. Tidak mudah rusak, mudah didapat, dan terjangkau oleh
masyarakat luas.Karena alat permainan berfungsi sebagai stimulus
untuk perkembangan anak, maka setiap lapisan masyarakat, baik
19
yang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi maupun rendah,
hendaknya dapat menyediakannya. Alat permainan bisa didesain
sendiri asal memenuhi persyaratan.
6. Fungsi Bermain Pada Anak
Telah disinggung diawal bahwa dunia anak tidak bisa dipisahkan
dengan dunia bermain. Keduanya bersifat universal disemua bangsa
dan budaya. Diharapkan bahwa dengan bermain, anak akan
mendapatkan stimulus yang mencukupi agar dapat berkembang secara
optimal. Berkaitan dengan hal tersebut, Wong ( 1995 ) menjelaskan
bahwa bermain pada anak hendaknya mempunyai fungsi-fungsi
berikut ini :
a. Perkembangan sensori motor
Aktivitas sensori motor merupakan bagian yang berkembang
paling dominan pada masa bayi. Perkembangan sensori motor ini
didukung oleh stimulasi visual, stimulasi pendengaran, stimulasi
taktil ( sentuhan ), dan stimulasi kinetik. Stimulus sensorik yang
diberikan oleh lingkungan anak akan direspons dengan
memperlihatkan aktivitas-aktivitas motoriknya.
Stimulasi visual merupakan stimulasi awal yang penting pada
tahap permulaan perkembangan anak. Anak akan meningkatkan
20
perhatiannya pada lingkungan sekitar melalui penglihatannya. Oleh
karena itu, orang tua disarankan untuk memberikan mainan
berwarna warni pada usia tiga bulan pertama. Stimulasi
pendengaran ( stimulasi auditif ) adalah sangat penting untuk
perkembangan bahasanya ( verbal ), terutama pada tahun
kehidupannya. Memberikan sentuhan ( stimulus taktil ) yang
mencukupi pada anak berarti memberikan perhatian dan kasih
sayang yang diperlukan pada anak. Stimulus semacam ini akan
menimbulkan rasa aman dan percaya diri pada anak seingga anak
akan lebih responsif dan berkembang. Stimulasi kinetik akan
membantu anak untuk mengenal lingkungan yang berbeda.
b. Perkembangan Kognitif ( intelektual )
Anak belajar mengenal warna, bentuk / ukuran, tekstur dari
berbagai macam obyek, angka, dan benda. Anak belajar untuk
merangkai kata, berpikir abstrak, dan memahami hubungan ruang
seperti naik, turun, di bawah, dan terbuka. Aktivitas bermain juga
dapat membantu perkembangan ketrampilan dan mengenal dunia
nyata atau fantasi.
c. Sosialisasi
Sejak awal masa anak-anak, bayi telah menunjukan ketertarikan
dan kesenangan terhadap orang lain, terutama terhadap ibu.
Dengan bermain, anak akan mengembangkan dan memperluas
21
sosialisasi, belajar untuk mengatasi persoalan yang timbul,
mengenal nilai-nilai moral dan etika, belajar mengenai apa yang
salah dan benar, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu yang
diperbuatnya. Pada tahun pertama, anak hanya mengamati obyek
disekitarnya. Pada usia 2-3 tahun, biasanya anak suka bermain
peran sebagai ayah, ibu dan lain-lain. Pada usia prasekolah, anak
lebih banyak bergabung dengan kelompok sebayanya dan
mempunyai teman fafori.
d. Kreativitas
Tidak ada situasi yang lebih menguntungkan / menyenangkanuntuk
berkreasi daripada bermain. Anak-anak dapat bereksperimen dan
mencoba ide-idenya. Sekali anak merasa puas untuk mencoba
sesuatu yang baru dan berbeda, ia akan memindahkan kreasinya
kesituasi yang lain.Namun demikian, orang tua yang bercerai,
orang tua yang sibuk bkerja, atau orang tua tunggal dapat
mempengaruhi kemampuan anak untuk bermain secara spontan
dan perkembangan imajinasinya. Oleh karena itu, untuk
mengembangkan kreasi anak diperlukan lingkungan yang
mendukung.
e. Kesadaran Diri
Dengan aktivitas bermain, anak akan menyadari bahwa dirinya
berbeda dengan yang lain dan memahami dirinya sendiri. Anak
22
belajar untuk memahami kelemahan dan kemampuannya
dibandingkan dengan anak yang lain. Anak juga mulai melepaskan
diri dari orang tuanya.
f. Nilai- nilai Moral
Anak belajar mengenai perilaku yang benar dan salah dari
lingkungan rumah maupun sekolah. Interaksi dengan kelompoknya
memberikan makna pada latihan moral mereka . Jika masuk
kedalam suatu kelompok, anak harus mentaati aturan, misalnya,
kejujuran.
g. Nilai Terapeutik
Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan.
Dengan bermain , anak dapat mengekspresikan emosi dan
ketidakpuasan atas situasi sosial serta rasa takutnya yang tidak
dapat diekspresikan di dunia nyata.
7. Bermain Di Rumah Sakit
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, masa bermain anak
merupakan aktivitas yang sangat diperlukan untuk stimulus tumbuh
kembangnya. Bagaimana dengan anak yang berada di rumah sakit?
Apakah mereka juga perlu bermain? Jawabannya adalah perlu. Akan
tetapi , perlu diperhatikan sejauh mana kemampuan anak dalam
melakukan aktivitas.
23
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat
melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan
kreativitas anak, dan anak dapat beradaptasi secara lebih efektif
terhadap stres. Sering kali terjadi bahwa setelah anak dirawat di rumah
sakit, aspek tumbuh kembangnya diabaikan. Petugas hanya
memfokuskan pada bagaimana agar penyakitnya sembuh.
Setelah pulang, orang tua mengeluh bahwa anaknya menjadi regresi (
kekanak-kanakan ), padahal sebelum sakit lebih mandiri dan tumbuh
normal seperti teman sebayanya.
Supaya anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, perlu
perhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Anak tidak banyak menggunakan energi, waktu bermain lebih
singkat untuk menghindari kelelahan, dan alat- alat permainannya
lebih sederhana. Misainya, menyusun balok, membuat kraft (
kerajinan tangan ), dan menonton TV.
b. Relatif aman dan terhindar dari infeksi silang.
Orang tua boleh membawamainan dari rumah. Tetapi, mainan
harus berada dalam kondisi bersih.
c. Sesuai dengan kelompok usia.
Untuk rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya
waktu bermain perlu dijadwalkan dan dikelompokan sesuai dengan
24
usia, karena kebutuhan bermain berbeda antara anak dengan usia
yang lebih rendah dengan anak berusia lebih tinggi.
d. Tidak bertentangan dengan terapi.
Apabila program terapi mengharuskan anak untuk beristirahat,
maka aktivitas bermain hendaknya dilakukan di tempat tidur. Anak
jangan diperbolehkan turun dari tempat tidur, meskipun ia
kelihatannya mampu.
e. Perlu partisipasi orang tua dan keluarga.
Anak yang dirawat di rumah sakit sebaiknya jangan dibiarkan
sendiri. Aturan rumah sakit yang melarang orang tua menunggui
anaknya bertentangan dengan aspek tumbuh kembang anak.
Keterlibatan orang tua dalam perawatan anak di rumah sakit
diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi. Hospitalisasi
adalah menempatkan seseorang di rumah sakit untuk dirawat
(Gayatri,1990).
Pelaksanaan aktivitas bermain di rumah sakit, memerlukan
keterlibatan petugas kesehatan, termasuk tenaga perawat yang
mungkin bertugas di bagian anak. Untuk itu perlu upaya-upaya
sebagai berikut :
1) Menyediakan alat permainan.
25
Dalam menyediakan alat permainan, syarat-syarat permainan
yang edukatif tetap perlu diperhatikan. Apabila perlu, orang tua
diperbolehkan untuk membawa mainan anak dari rumah.
2) Menyediakan tempat bermain
Karena anak berada di rumah sakit, hendaknya disediakan
ruangan khusus untuk bermain. Apabila tidak memungkinkan,
maka bermain bisa dilaksanakan di tempat tidur. Hal tersebut
diperlukan untuk menghindari infeksi nosokomial, yaitu infeksi
yang didapat saat dirawat di rumah sakit
3) Dalam pelaksanaannya, aktivitas bermain di rumah sakit
merupakan tanggung jawab petugas kesehatan dengan dibantu
oleh orang tua. Alat- alat permainan perlu dikelompokan
berdasarkan bahannya. Bahan yang beresiko menimbulkan
trauma, jangan dicampur dengan bahan yang tidak berbahaya.
Selain itu, adanya faktor penghambat atau pendukung perlu
diperhatikan agar permasalahan yang timbul dapat dicari
solusinya.
4) Pada tahun pertama, anak hanya mengamati obyek
disekitarnya. Antara usia 2-3 tahun, umumnya anak bermain
peran sebagai ibu, ayi, dokter, pasien, atau pelanggan.
26
Pada usia prasekolah, anak lebih banyak bergabung dengan
kelompok sebayanya dan mempunyai teman favorit.
B. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Menurut pendapat Hammer dan Organ (1978) bahwa :
” Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan
dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan mengolah segala
sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Manusia dalam
mengorganisasikan dan memberi arti pada suatu rangsangan selalu
menggunakan inderanya melalui proses mendengar, melihat, meraba,
merasakan dan mencium, yang dapat terjadi secara terpisah-pisah atau
serentak. Bagaimana segala sesuatu mempengaruhi persepsi seseorang,
nantinya akan mempengaruhi pula perilaku yang dilihnya”.(dikutip
oleh Adam,2000).
Menurut pendapat Gibson (1990) bahwa”Persepsi adalah fungsi dan
cara seseorang memandang sesuatu”. Seseorang mengamati suatu
obyek psikologis seperti : gagasan, kejadian, atau situasi tertentu yang
diwarnai oleh kepribadiannya (Gibson, 1990, hal 17)
Dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi adalah kemampuan
seseorang dalam menggambarkan rangsangan atau obyek psikologis
seperti gagasan, kejadian atau situasi tertentu yang ditangkap melalui
27
panca indranya ( melihat, mendengar, merasakan, meraba dan
mencium ) secara terpisah-pisah atau serentak sehingga didapatkan
gambaran yang jelas atau respon seseorang tentang rangsangan yang
diterimanya dan menjadi dasar perilaku seseorang.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi perawat tentang bermain.
Menurut Mar’at (1981) bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor
pengalaman, proses belajar, cakrawala / wawasan dan pengetahuan.
Sedangkan menurut David dan Richard (1977) dikatakan bahwa
”Persepsi dipengaruhi oleh faktor personal, faktor situasional dan
perhatian” ( dikutip dari Jalaludin, 1986, hal 64 ).
a. Faktor personal berasal dari kebutuhan dan pengalaman masa lalu.
Yang menentukan persepsi adalah karakteristik orang yang
memberikan respon pada stimuli itu. David dan Harari (1968)
mengatakan bahwa ”Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
biasa disebut kerangka rujukan, yang berguna untuk menganalisa
interpretasi perseptual dari peristiwa yang dialami”.
b. Faktor situasional yang menentukan persepsi berasal dari sifat
stimulasi fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan. Menurut
teori Gestalt apabila mempersepsi sesuatu harus mempersepsinya
sebagai suatu keseluruhan. ”Dalam memahami peristiwa harus
dipahami secara keseluruhan bukan fakta-fakta yang terpisah” (
Jalaludin, 1986 )
28 C. Perawat
1. Pengertian Perawat
Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 mendefinisikan bahwa
”Perawat adalah seorang yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya
yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan”.
Menurut Departemen Kesehatan mendefinisikan bahwa :
”Perawatan adalah suatu pelayanan esensiil yang diberikan
olehperawat berdasarkan cinta kasih kepada individu, keluarga dan
masyarakat baik yang sehat dan khususnya yang mempunyai masalah
kesehatan dalam usaha mencapai derajat kesehatan semaksimal
mungkin meliputi upaya-upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif sesuai dengan potensi yang ada”. ( Depkes RI, 1991 )
Jadi dapat disimpulkan bahwa perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan suatu pendidikan keperawatan pada berbagai tingkat
pendidikan dari sekolah perawat kesehatan sampai sarjana
keperawatan yang telah memenuhi syarat dan diberi wewenang oleh
pemerintah untuk memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan
cinta kasih kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat
maupun yang mempunyai masalah kesehatan, meliputi upaya-upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan potensi yang
ada dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
29
2. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan
Hasil lokakarya nasional keperawatan 1983 peran perawat yang utama
ditetapkan adalah sebagai berikut :
a. Pelaksana Pelayanan Keperawatan
Perawat bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
keperawatan dari yang bersifat sederhana sampai yang paling
komplek kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
b. Pengelola dalam bidang pelayanan dan institusi pendidikan
keperawatan.
Perawat bertanggung jawab dalam hal administrasi keperawatan
baik didalam masyarakat maupun didalam institusi, dalam
mengelola pelayanan keperawatan untuk individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Perawat juga bekerja sebagai
pengelola suatu sekolah atau program pendidikan keperawatan.
c. Pendidikan dalam Ilmu Keperawatan
Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran
ilmu keperawatan, khususnya pelayanan, pendidikan, dan
administrasi keperawatan. Perawat juga menunjang
pengembangan dibidang kesehatan dengan cara berperan serta
dalam kegiatan penelitian kesehatan.
Diantara keempat peran perawat tersebut, hanya dua peran yang
dilaksanakan oleh perawat di ruang anak yaitu sebagai pelaksana
30
pelayanan keperawatan dan pengelola pelayanan keperawatan.
Dalam melaksanakan peran sebagai pelaksana keperawatan,
perawat berusaha memberi rasa aman dan kenyamanan,
menjamin agar hak dan kewajiban pasien terlaksana dengan
seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan, menjadi
mediator antara pasien dengan anggota tim kesehatan lain, dan
mengembalikan fungsi tubuh agar dapat berfungsi normal.
Fungsi perawat dalam perawatan kesehatan anak di rumah sakit
pada unit rawat inap adalah :
1) Mempersiapkan dan memelihara kebersihan pasien dan
lingkungannya.
2) Menerima pasien baru.
3) Menjelaskan kepada anak / orang tua tentang ruang
perawatan, lingkungan, peraturan-peraturan yang berlaku,
fasilitas yang ada dan cara penggunaannya serta kegiatan
pasien.
4) Menciptakan hubungan yang manusiawi baik dengan anak
dan keluarga.
5) Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan pasien.
d. Karakteristik perawat.
31
Manusia sebagai individu yang unik memiliki karakteristik yang
bebeda, seperti : umur, jenis kelamin, status perkawinan , tingkat
pendidikan, maupun pengalamannya. Perawat juga merupakan
individu yang memiliki karakteristik berbeda yang
mempengaruhi persepsinya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien anak secara komprehensif.
1) Umur
Sejak lahir manusia telah memiliki organ-organ perseptual
seperti mata,telinga, mulut, hidung, tangan dan organ
perseptual lainnya yangtelah dianugerahkan oleh Tuhan.
Organ-oragan perseptual ini berkembang sesuai dengan
bertambahnya usia seseorang.
Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Jalaludin ( 1986 )
bahwa ”Umur sebagai unsur biologis dari seseorang
menunjukan tingkat kematangan organ-organ fisik pada
manusia terutama organ-organ perseptual sehingga proses
persepsi dapat berlangsung”
Hal ini sesuai dengan pendapat Adam ( 2000 ) yang
mengatakan bahwa ”Proses persepsi ditentukan oleh faktor
yang berkaitan dengan konsep seseorang tentang dirinya
sendiri” .
32
Konsep diri seseorang mulai timbul sejak manusia dilahirkan
dan mencapai tahap kematangan pada usia dewasa.
Sedangkan pada usia lanjut akan akan kembali mengalami
penurunan.
2) Status dan usia perkawinan
Orang mendapatkan pengalaman dari sesuatu yang pernah
dilakukan seperti pengalaman dalam hubungan perkawinan.
Orang yang telah menikah biasanya memiliki pengalaman
yang lebih banyak dalam menjalin hubungan dengan
pasangan dan seluruh keluarga pasangannya bahkan
pengalaman dalam hidup bermasyarakat. Dengan
bertambahnya usia perkawinan seseorang akan bertambah
pula pengalaman seseorang dalam memberikan perawatan
pada anak dari hasil perkawinannya dan tentunya akan
mempengaruhi juga persepsi seseorang .
Status dan usia perkawinan sangat mempengaruhi
pengalaman seseorng yang merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mar’at ( 1981 ) yang mengatakan bahwa ”Persepsi
dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar,
cakrawala / wawasan dan pengetahuan” ( Jalaludin, 1986 )
3) Tingkat Pendidikan
33
Pendidikan merupakan suatu proses berulang tanpa henti
untuk mengatasi berbagai konflik sosial. Pendidikan tidak
hanya mempengaruhi unsur kognitif seperti : persepsi, proses
belajar dan pemecahan pesoalan atau pemilihan perilaku
tetapi juga merubah nilai-nilai seperti : persepsi, minat,
perasaan dan sikap.
Pendapat Juster ( 1984 ) mengatakan bahwa ”Pendidikan
merupakan faktor yang penting dalam kehidupan seorang
pekerja”. Melalui pendidikan akan menghasilkan perubahan
dalam keseluruhan cara hidup seseorang.
Pearlin dan Kohn ( 1966 ) mengatakan bahwa : ”Seseorang
yang memiliki pendidikan yang tinggi mempunyai keinginan
untuk mengembangkan dirinya sedangkan mereka yang
berasal dari tingkat pendidikan yang rendah cenderung untuk
mempertahankan tradisi yang sudah ada”.
Oleh karena itu perawat yang mempunyai keinginan
mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan serta
kemampuan yang dimilikinya dapat ditempuh melalui
pendidikan keperawatan berkelanjutan.
4) Pengalaman Kerja
Lama kerja biasanya dikaitkan dengan waktu seseorang mulai
bekerja, semakin lama seseorang bekerja semakin banyak
34
pengalaman yang didapatkan selama bekerja. Menurut Adam
( 2000 ) bahwa ”Pengalaman merupakan salah satu faktor
didalam diri manusia yang sangat menentukan tahap
penerimaan rangsang pada saat proses persepsi berlangsung”
Pengalaman bekerja seorng perawat yang berkaitan erat
dengan pengalaman-pengalaman yang didapat selama
menjalankan tugas. Orang yang berpengalaman akan
memiliki persepsi yang baik tentang pekerjaannya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Priharjo ( 1995 ) bahwa ”Orang yang
berpengalaman selalu akan lebih pandai daripada mereka
yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman”.
Pengalaman seorang perawat dapat diperoleh selama
melaksanakan tugas sebagai perawat. Semua tambahan
pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam kurun waktu tertentu akan membuat perawat memiliki
persepsi yang baikdalam melaksanakan peran dan fungsi
sebagai perawat di ruang anak.
35 B. KERANGKA TEORITIS
Setelah memperhatikan seluruh tinjauan teori maka disusun kerangka
teoritis sebagai berikut :
Individu Karakteristik
- Umur
- Status perkawinan
- Tingkat pendidikan
- Pengalaman kerja
Faktor-faktor Situsional
- Sifat stimulassi fisik
- Efek-efek saraf
Faktor-faktor perhatian
- Faktor Biologis
- Faktor Sosiopsikologis
PERSEPSI
PERAWAT BERMAIN