bab ii tinjauan pustaka a. asertivitas pada remaja 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5624/3/bab...
TRANSCRIPT
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asertivitas pada Remaja
1. Pengertian Asertivitas
Asertivitas berasal dari bahasa inggris yaitu to assert yang artinya sebuah
ungkapan positif yang tegas dan terus terang ( Miasari, 2012). Asertivitas adalah
kemampuan untuk bertindak untuk kepentingan terbaik diri sendiri, untuk
membela diri tanpa kecemasan yang tidak diperlukan, untuk mengugkapkan
perasaan secara jujur dan nyaman, untuk menggunakan hak pribadi namun tetap
menghargai hak-hak orang lain serta dapat meningkatkan kualitas hubungan
sesama manusia (Alberti & Emmons, 2001). Menurut Miasari (2012) asertivitas
suatu kemampuan dalam berkomunikasi yang dapat dengan jelas, spesifik, peka
terhadap kebutuhan orang lain sekaligus reaksi dalam suatu peristiwa.
Asertivitas adalah kemampuan untuk mengungkapkan sesuatu yang
dimiliki seseorang mengenai hal yang dipikirkan, dirasakan atau dialami diri
sendiri secara langsung, jujur dan jelas serta mampu mempertahankan haknya
namun tetap menghormati hak orang lain (Hati, 2015). Asertivitas adalah
kemampuan untuk menyampaikan isi pikiran, perasaan dan keinginan kepada
orang lain, tanpa merugikan diri sendiri ataupun orang lain (Ningsih, 2008).
Menurut Hartley (dalam silean, 2015), asertivitas adalah suatu kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang dalam mengekspresikan apa yang dipikirkan dan
14
dirasakan secara jujur dan jelas namun tetap mengahargai hak-hak dan perasaan
orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa asertivitas
adalah kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan
dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menghargai hak-hak serta perasaan
diri sendiri dan orang lain.
2. Aspek – aspek Asertivitas
Aspek-aspek asertivitas menurut Alberti & Emmons (2002) antara lain:
a. Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia
Mampu menempatkan kedua belah pihak secara setara, memulihkan
keseimbangan kekuatan dengan cara memberikan kekuatan pribadi terhadap
yang lemah serta memungkinkan untuk menjadikan setiap orang untuk
menang atau tidak ada yang merugi.
b. Bertindak menurut kepentingan diri sendiri
Hal ini mengacu pada kesanggupan seseorang dalam mengatur hidupnya
dan membuat keputusan bagi dirinya sendiri, termasuk dalam hal karir,
hubungan, gaya hidup dan jadwal. Selain itu untuk menetapkan tujuan dan
berusaha untuk meraih tujuan, untuk meminta pertolongan dari orang lain,
dan berpartisipasi dalam pergaulan.
c. Membela diri sendiri.
Menandakan bahwa seseorang memiliki hak sepenuhnya untuk
menentukan batasan bagi dirinya sendiri, dan berhak untuk berkata “tidak”
apabila tidak sesuai dengan dirinya, menanggapi sebuah kritik atau hinaan
15
atau amarah dan mengekspresikan sebuah pembelaan terhadap suatu
pendapat.
d. Mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman
Menandakan kesanggupan untuk merasa kurang setuju, menunjukkan
amarah, memperlihatkan kasih sayang atau persahabatan, megakui rasa takut
atau cemas yang dirasakan, mengekspresikan persetujuan atau dukungan, dan
bersikap spontan tanpa rasa cemas yang menyakitkan.
e. Menetapkan hak-hak pribadi
Berhubungan dengan kesanggupan sebagai warga negara, sebagai anggota
dari sebuah organisasi atau sekolah atau kelompok kerja untuk
mengekspresikan opini atau pendapat dan untuk menanggapi pelanggaran
dari hak seseorang atau orang lain.
f. Tidak menyangkali hak-hak orang lain
Sebuah ekspresi pribadi atas sebuah kritikan atau pendapat yang
diutarakan terhadap orang lain yang tidak menyakitkan, mengintimidasi,
manipulasi dan tidak terdapat sebuah ancaman.
Menurut Muskita (2017), bahwa ada 3 aspek asertivitas, yaitu:
a. Menghormati hak-hak orang lain dan pribadi
Menghormati orang lain berarti menghormati hak-hak yang mereka miliki,
tetapi tidak berarti menyerah atau selalu menyetujui apa yang diinginkan
orang lain atau dengan kata lain bahwa individu tidak harus mengikuti dan
takut mengungkapkan pendapatnya kepada seseorang karena orang tersebut
lebih tua dari dirinya atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
16
b. Berani mengemukakan pendapat secara langsung
Artinya bahwa individu harus mempunyai kebernian untuk berbicara di
hadapan orang banyak, dan individu harus dapat mengkomunikasikan
perasaan, pikiran dan kebutuhan lainnya secara langsung dan jujur.
c. Kejujuran
Bertindak jujur artinya bahwa indidividu dapat mengekspresikan diri
secara tepat sehingga pesan yag disampaikan tidak merugikan diri sendiri dan
orang lain.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
asertivitas menurut Alberti & Emmons (2002) yaitu mempromosikan kesetaraan
dalam hubungan manusia, bertindak menurut kepentingan diri sendiri, membela
diri sendiri, mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, menerapkan hak
– hak pribadi dan tidak menyangkali hak – hak orang lain. Sedangkan aspek-
aspek asertivitas menurut Muskita (2017) yaitu menghormati hak-hak orang lain
dan pribadi, berani mengemukakan pendapat secara langsung dan kejujuran.
Dari penjelasan aspek-aspek asertivitas dari kedua tokoh tersebut, aspek
dari Alberti & Emmons (2002) memiliki kelebihan yaitu uraian aspek asertivitas
yang sudah selaras dengan pengertian dari asertivitas dan sudah rinci sehingga
memudahkan peneliti dalam menyusun skala, sedangkan aspek dari Muskita
(2017) penjelasan aspek kurang rinci sehingga tidak memudahkan peneliti dalam
menyusun skala. Maka dari itu, peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek
asertivitas dari Alberti & Emmons (2002).
17
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Asertivitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas pada remaja menurut Alberti
dan Emmons (dalam Miasari, 2012), antara lain:
a. Faktor eksternal terdiri dari :
1) Kondisi sosial dan budaya
Kondisi lingkungan sosial dan lingkungan budaya tertentu pasti akan
berbeda satu sama lain karena memiliki etika dan aturannya sendiri. Maka dari
itu tingkat asertivitasnya juga akan dipengaruhi dari lingkungan sosial dan
lingkungan budayanya dari setiap individu.
Selain penjelasan di atas, beberapa tokoh juga menjelaskan lebih lanjut
terkait pengaruh kondisi lingkungan sosial dan budaya pada asertivitas.
Menurut Hasanah, dkk (2015) bahwa faktor lingkungan yang memengaruhi
pembentukan asertivitas pada diri seseorang terdiri dari pengaruh lingkungan
yang ada di sekolah, masyarakat dan lingkungan dari pergaulan teman sebaya.
Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok yang memiliki ciri,
norma dan kebiasaan yang jauh berbeda dengan yang ada pada lingkungan
keluarga atau masyarakat (Tarigan, 2016). Adanya suatu aturan atau norma
akan memberikan batasan perilaku anggota kelompok karena harus melakukan
norma tersebut. Menurut Gulati (2017) tekanan teman seabya sebenarnya
dapat menyebabkan kerugian yang berkaitan dengan selera seseorang dan
memaksa untuk mulai menyukai apa yang disukai oleh orang lain. Oleh
karena itu dari adanya tekanan teman sebaya yang bersifat negatif remaja
harus memiliki kemampuan asertivitas yang baik (Miasari, 2012).
18
2) Pola asuh orang tua
Kualitas seseorang akan sanagt dipengaruhi dari interaksi individu dengan
anggota keluarganya, maka dari itu tingkat asertivitas seseorang akan tinggi
apabila interaksi dengan keluarganya baik juga.
b. Faktor Internal yang terdiri dari :
1) Usia
Semakin bertambah usia maka perkembangan individu mencapai tingkat
integrasi yang lebih tinggi, didalamnya termasuk kemampuan dalam
memecahkan masalah karena semakin bertambah usia maka semakin banyak
juga pengalaman yang didapatkan sehingga hal tersebut digunakan dalam
memecahkan masalah.
2) Jenis Kelamin
Laki-laki cenderung lebih asertif dibadingkan dengan perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena tuntutan masyarakat yang menjadikan laki-laki
harus lebih aktif, mandiri dan kooperatif sedangkan perempuan kebalikannya.
3) Konsep Diri
Konsep diri sangat berpengaruh dalam asertivitas karena konsep diri
adalah suatu bentuk penilaian terhadap diri sendiri maka dari itu hal tersebut
sejalan dengan asertivitas. Jika konsep dirinya kuat atau baik maka
asertivitasnya akan tinggi.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa faktor –
faktor yang memengaruhi asertivitas menurut Alberti & Emmons (dalam Miasari,
2012) dibagi menjadi sisi internal yang meliputi usia, jenis kelamin dan konsep
19
diri, sedangkan dari sisi eksternal meliputi pola asuh orangtua, kondisi lingkungan
sosial dan budaya. Peneliti menggunakan faktor yang mempengaruhi asertivitas
tersebut karena dapat mengungkap tekanan teman sebaya dari faktor lingkungan
sosial dan budaya.
B. Tekanan Teman Sebaya
1. Pengertian Tekanan Teman Sebaya
Clasen & Brown (dalam Şahin, 2015) mendeskripsikan tekanan teman
sebaya sebagai desakan negatif yang diberikan oleh teman-temannya dalam
kelompok kepada individu untuk memastikan bahwa individu tersebut akan
melakukan atau menghindari sesuatu hal tertentu. Menurut Yunus, dkk (2012)
tekanan teman sebaya adalah tekanan yang dirasakan individu untuk
menyesuaikan diri dengan cara-cara kelompok sosial, di mana dia ingin diterima.
Menurut Mahmood, dkk (2013) tekanan teman sebaya umumnya dianggap
sebagai kekuatan negatif yang mendorong individu untuk bertindak dan
berperilaku sesuai dengan yang diinginkan orang lain dalam kelompok
pertemanan.
Menurut Santor, Messervey, & Kusumakar (dalam Esen, 2012) tekanan
teman sebaya didefinisikan sebagai desakan kelompok dan dorongan bagi seorang
individu untuk terlibat dalam aktivitas kelompok dengan cara tertentu walaupun
harus melanggar norma. Oni (2010) menjelaskan bahwa tekanan teman sebaya di
pengaruh oleh kelompok teman sebaya karena adanya dorongan untuk seseorang
merubah perilaku, nilai dan kebiasaannya agar sesuai dengan kelompok. Menurut
Manzoni & Ricijaš (2013) bahwa tekanan teman sebaya didefinisikan sebagai
20
membujuk atau mendorong orang lain untuk terlibat dalam jenis perilaku negatif,
yang dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa tekanan
teman sebaya adalah sebagai desakan negatif yang diberikan oleh teman-
temannya dalam kelompok kepada individu untuk memastikan bahwa individu
tersebut akan melakukan sesuatu yang sudah ditentukan dalam kelompok berupa
perilaku, sikap dan kebiasaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Aspek – aspek Tekanan Teman sebaya
Clasen & Brown (2016) mengemukakan aspek tekanan teman sebaya
sebagai berikut:
a. Peer Involvement
Yaitu desakan yang dialami untuk terlibat dalam kegiatan serta
hubungan dengan kelompok sebayanya, seperti menghabiskan waktu
senggang dengan kelompok sebayanya, mencoba membuat lawan jenus
tertarik, pergi ke pesta, dsb.
b. School Involvement
Yaitu desakan dari orang lain untuk terlibat aktif atau pasif dalam
kegiatan/aktivitas sekolah, baik secara akademis maupun non akademis
karena adanya tuntutan untuk bergabung dalam suatu kelompok
pertemanan sebayanya.
21
c. Family Involvement
Yaitu desakan dari teman sebaya untuk terlibat atau justru menentang
dalam kegiatan atau aktivitas dengan keluarga, serta hubungan dengan
keluarga.
d. Conformity to Peer Norms
Yaitu tekanan untuk mengikuti norma yang diberlakukan kelompok
teman sebaya dalam beraktivitas, berperilaku, serta gaya hidup, misalnya
mengikuti gaya berpakaian, berbicara dan bersikap seperti yang lain,
menyamakan kesukaan, dsb.
e. Misconduct
Yaitu tekanan atau desakan dari orang lain untuk melakukan
pelanggaran, baik hukum atau norma umum yang berlaku dalam
masyarakat, misalnya mabuk-mabukan, mencuri, merokok, merusak
barang milik masyarakat atau pemerintah, dsb.
Menurut Mahmood, dkk (2013) mengemukakan aspek tekanan teman
sebaya sebagai berikut:
a. Destructive Influence of Peer Pressure
Pada kelompok pertemanan adanya tekanan teman sebaya dapat
memberikan pengaruh merusak pada diri individu dalam berperilaku
sehari-hari dan tidak sadar dalam melakukannya.
b. Constructive Influence of Peer Pressure
Pada kelompok pertemanan adanya tekanan teman sebaya dapat
memberikan pengaruh yang membangun pada diri individu dalam
22
berperilaku sehari-hari, sehingga menjadikan dirinya lebih baik sebelum
bergabung dalam kelompok.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
tekanan teman sebaya pada remaja menurut Clasen & Brown (2016) yaitu peer
involvement, school involvement, family involvement, conformity to peer norms,
dan misconduct. Sedangkan aspek-aspek tekanan teman sebaya menurut
Mahmood, dkk (2013) yaitu destructive influence of peer pressure dan
constructive influence of peer pressure.
Dari penjelasan aspek-aspek tekanan teman sebaya dari kedua tokoh
tersebut, aspek dari Clasen & Brown (2016) memiliki kelebihan yaitu uraian
aspek tekanan teman sebaya yang jelas dan sudah rinci, sedangkan aspek dari
Mahmood, dkk (2013) penjelasan aspek kurang rinci dan peneliti kurang
memahaminya. Maka dari itu, peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek
tekanan teman sebaya dari Clasen & Brown (2016) karena memudahkan peneliti
dalam menyusun skala dan sesuai dengan pengertian dari tekanan teman sebaya.
3. Bentuk Tekanan Teman sebaya
Tekanan teman sebaya dapat dikatakan sebagai fenomena sosial di mana
tekanan diberikan oleh anggota dalam kelompok sosial yang mempengaruhi
perilaku seseorang meskipun tidak selalu negatif tetapi biasanya perilaku yang
tidak diinginkan secara sosial akan cenderung untuk dilakukan (Gulati, 2017).
Menurut Herron (2005) bahwa bentuk tekanan teman sebaya ada dua macam yaitu
tekanan teman sebaya positif dan negatif. Dijelaskan lebih lanjut oleh Herron
(2005) bahwa tidak semua tekanan teman sebaya itu buruk karena ada beberapa
23
teman yang mendorong untuk berusaha lebih baik di sekolah, memberikan
semangat, mencegah agar tidak melalaikan kewajiban, dan memotivasi untuk
menjadi orang yang berprestasi, serta mengarahkan ke arah yang benar seperti
contohnya meninggalkan hal-hal yang dapat merusak diri sendiri, memakai
narkoba atau alkohol dan bahkan bunuh diri.
Akan tetapi, tekanan teman sebaya yang sering muncul justru dari sisi
lain yaitu sisi negatifnya. Biasanya dalam suatu kelompok pertemanan sebaya
akan saling mendorong satu sama lain untuk melakukan hal yang tidak baik dan
biasanya melanggar norma masyarakat misalnya bullying, membolos, mencuri,
menggunakan narkoba atau alkohol dan menjadi pribadi yang buruk (AACAP,
2012). Menurut IYAFP (2015) tekanan teman sebaya negatif seringkali dapat
membahayakan atau membuat kesehatan yang buruk dan bertentangan dengan
peraturan masyarakat, peraturan sekolah, atau nilai-nilai pribadi. Ditambahkan
oleh Prabhakar (2012) jenis tekanan teman sebaya yang paling umum adalah
tekanan teman sebaya negatif, individu dibesarkan dengan nilai dan etika yang
tinggi di rumah tetapi ketika bersama teman etika tersebut tidak dapat diterapkan
karena nanti teman-teman akan mulai menjaga jarak yang berdampak membuat
kesepian.
Kelompok teman sebaya itu mempunyai pengaruh yang kuat dan dapat
menekan dengan kuat juga sehingga tidak ada yang bisa menolaknya, apalagi jika
tekanan itu berasal dari kelompok yang ingin diajak berteman (Herron, 2005).
Menurut Gulati (2017), remaja lebih rentan terhadap tekanan teman sebaya karena
usia yang masih muda sehingga mudah tertipu dari hal yang diharapkan karena
24
pikiran belum matang dengan benar. Ditambahkan oleh (Meilinda, 2013) bahwa
apabila remaja sudah terikat dalam suatu kelompok akan cenderung mengikuti
aturan apa yang diinginkan dalam kelompoknya karena hanya ingin mendapatkan
suatu pengakuan dari kelompoknya, remaja ingin kehadirannya diakui sebagai
bagian dari kelompok teman sebaya yang diikuti.
C. Hubungan Tekanan Teman Sebaya dengan Asertivitas
Kelompok teman sebaya biasanya terdiri dari beberapa orang dengan
memiliki kesamaan usia, latar belakang dan status sosial yang biasanya antar
anggota dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku orang lain dalam satu
kelompok (Palani & Mani, 2016). Bagi remaja, hubungan dengan teman sebaya
memiliki arti yang sangat penting karena melalui hubungan dengan teman sebaya
akan menjadi semakin luas pergaulan sosialnya dan akan mengalami penyesuaian
yang baru (Tarigan, 2016). Selain itu, alasan remaja bergabung dalam kelompok
karena kelompok dapat memberikan kepuasan untuk kebutuhan-kebutuhan
pribadi remaja, memberikan penghargaan, menyediakan informasi, meningkatkan
harga diri dan memberikan sebuah identitas (Santrock, 2007).
Dalam menjalin hubungan dengan kelompok tentunya ada norma
kelompok yang dibuat berdasarkan keputusan bersama, norma kelompok akan
memberikan arahan atau batasan dari perilaku anggota kelompok dan apabila
memang ada anggota yang melanggar norma tersebut menandakan bahwa norma
kelompok tersebut belum menjadi normanya sendiri (Walgito, 2002). Sebagai
remaja dalam menjalin hubungan pertemanan dengan teman sebaya tentunya
banyak sekali tekanan yang dihadapi yang biasanya berupa ajakan, rayuan,
25
bahkan paksaan untuk berbuat buruk yang nantinya akan mendapatkan janji yang
ditawarkan sebelumnya bila mau melakukannya atau bahkan akan mendapatkan
ancaman bila menolaknya. Paksaan tersebut biasanya berasal dari orang lain
dalam kelompoknya untuk melanggar norma yang ada dalam masyarakat dan
dalam aspek tekanan teman sebaya disebut misconduct, dalam hal tersebut remaja
biasanya tidak dapat menolaknya karena terdapat konsekuensi yang akan
didapatkan dan hal tersebut tidak sesuai dengan aspek asertivitas yaitu membela
diri sendiri. Menurut Santrock (dalam Kartini, 2016) beberapa remaja akan tetap
melakukan apapun agar dapat diakui atau dimasukkan dalam anggota
kelompoknya.
Menurut Oni (2010) remaja tengah yang duduk di bangku sekolah
menengah ini akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama kelompok
pertemanannya. Sehingga akan melakukan kegiatan di sekolah yang sama dengan
teman kelompoknya seperti memilih kegiatan ekstrakulikuler karena adanya
desakan dari teman kelompoknya seperti yang dijelaskan pada aspek school
involvement. Tumbuh menjadi remaja, mereka menghabiskan lebih banyak waktu
dengan teman sebaya tanpa pengawasan orang tua atau orang dewasa dan
kelompok sebaya menjadi kelompok utama bagi remaja untuk pencarian identitas
diri, sehingga remaja berusaha untuk mandiri dari kontrol, pengaruh, dan
perlindungan orang tua (Chan & Chan, 2011). Hal tersebut menjadikan seorang
remaja akan menentang kegiatan keluarga dan lebih memilih kegiatan bersama
kelompok pertemanannya karena adanya desakan dari teman-temannya seperti
yang dijelaskan pada aspek family involvement. Kedua aspek tekanan teman
26
sebaya tersebut tersebut tidak sesuai dengan aspek asertivitas yaitu menetapkan
hak-hak pribadi karena tidak memiliki aturan untuk dirinya sendiri sehingga dapat
mengurangi pengaruh dari orang lain.
Menurut riset yang telah dilakukan oleh Mitchell Prinstein dan koleganya
(dalam Santrock, 2012) bahwa remaja yang tidak yakin akan identitas sosialnya
akan cenderung lebih menyesuaikan diri dengan teman sebayanya. Seseorang
akan lebih kuat untuk mengikuti perilaku orang lain yang dianggap lebih diterima
atau pantas dikarenakan sebelumnya melihat orang lain diolok-olok sehingga
memungkinkan muncul perasaan takut karena penolakan dan tidak ingin hal
tersebut terjadi pada diri kita (Baron & Byrne, 2005). Menurut Sarwono (dalam
Pranata, 2017) bahwa tekanan norma sosial yang ada pada kelompoknya
menjadikan semua anggota harus mematuhinya dalam berperilaku walaupun harus
melanggar norma masyarakat, sehingga membuat individu yang berada pada
kelompok tidak dapat mengekspresikan dirinya sendiri karena ada perasaan takut
untuk ditolak kelompoknya. Seperti pada aspek tekanan teman sebaya
mengungkapkan bahwa adanya conformity to peer norms dan peer involvement
yang artinya aturan/norma kelompok harus menjadi pedoman dalam beraktivitas
gaya hidup dan keharusan untuk melakukan kegiatan bersama dengan kelompok,
dan hal tersebut menjadikan seseorang tidak dapat mengekspresikan dirinya
sendiri dan tidak sesuai dengan aspek-aspek asertivitas mampu mengekspresikan
perasaan dengan jujur dan nyaman.
Seseorang yang memiliki ciri-ciri mudah cemas, kurang percaya diri,
sulit berkomunikasi dengan orang lain dan merasa tidak bebas untuk
27
mengemukakan sesuatu yang dirasakan, dipikirkan maka seseorang tersebut
memiliki kemampuan asertivitas yang kurang (Tarigan, 2016). Asertivitas adalah
kemampuan seseorang untuk menyampaikan sesuatu yang dipikirkan, dirasakan
atau dialami diri sendiri secara langsung, jujur dan jelas tetapi tetap menghormati
hak orang lain dan hak pribadi (Hati, 2015). Remaja yang tidak memiliki
asertivitas akan mudah sekali terbawa arus negatif yang ditimbulkan oleh tekanan
teman sebayanya (Hasanah, dkk, 2015). Hal tersebut juga diperkuat oleh
Krischenbaum (dalam Hakim, 2014) bahwa memiliki kemampuan asertivitas
merupakan salah satu cara untuk menolak tekanan teman sebaya yang bersifat
negatif.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa kemampuan asertivitas seseorang
khususnya remaja akan memengaruhi kehidupan sosialnya, dengan asertivitas
yang baik tentunya akan memberikan sesuatu yang positif juga untuk dirinya,
sehingga seseorang dapat memilih norma kelompok yang sesuai dengan norma
pada diri sendiri.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada kajian teori dan kerangka pikir maka hipotesis pada
penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara tekanan teman sebaya dengan
asertivitas pada siswa SMK. Hal ini menunjukkan semakin tinggi tekanan teman
sebaya pada siswa SMK, maka semakin rendah tingkat asertivitasnya. Demikian
pula sebaliknya, semakin rendah tekanan teman sebaya pada siswa SMK, maka
semakin tinggi tingkat asertivitasnya.