bab ii. tinjauan pustaka

19
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria 1. Definisi Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Definisi penyakit malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh agent tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari suatu sumber infeksi kepada host. Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium alciparum (Depkes, 2003). Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik,

Upload: harunakbar

Post on 06-Nov-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asms

TRANSCRIPT

17

II. TINJAUAN PUSTAKAA. Malaria

1. Definisi

Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Definisi penyakit malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh agent tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari suatu sumber infeksi kepada host. Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium alciparum (Depkes, 2003).Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal. (Prabowo, 2004)

Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara Plasmodium falcifarum dengan Plasmodium vivax atau Plasmodium malaria. (Widoyono. 2008)

2. Angka Kejadian Malaria

Penyakit malaria menimbulkan masalah kesehatan, untuk itu perlu dilakukan

pengukuran tertentu. Angka kesakitan penyakit malaria untuk Jawa Bali diukur dengan Annual Parasite Incidence (API) yang diperoleh dari Active Case Detection (ACD), Passive Case Detection (PCD) dan kegiatan lain dengan rumus :

Angka API dikatakan rendah apabila < 1, sedang 1 - < 5 dan tinggi bila > 5. Sedangkan untuk luar Jawa Bali pengukuran angka kesakitan malaria digunakan Annual Malariae Incidence (AMI) yang didapat dari catatan laporan selama setahun dari Puskesmas dengan rumus :

AMI dikatakan rendah apabila < 10, sedang 10 50 dan tinggi apabila 50 (Depkes, 2007).

3. Agent Penyakit Malaria Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu (Depkes, 2005):

1. Plasmodium falciparum Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang maligna (ganas) atau dikenal dengan nama lain sebagai malaria tropika yang menyebabkan demam setiap hari.

2. P. vivax Menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana benigna (jinak).

3. P. malariae Menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.

4. P. ovale Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat, menyebabkan malaria ovale.

Masa inkubasi malaria sekitar 7-30 hari, tergantung spesiesnya. Plasmodium falciparum melakukan waktu 7-14 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 8-14 hari , sedangkan Plasmodium malaria melakukan waktu 7-30 hari. Masa inkubasi ini dapat memanjang karena berbagai faktor seperti pengobatan dan pemberian profilaksis dengan dosis yang tidak adekuat.4. Siklus hidup Malaria

Menurut Depkes (2012), parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina:1. Siklus Pada Manusia.

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000-30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).

Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk keperedaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.

Pada P. falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait dengan waktu dan jenis pengobatan untuk eradikasi.Siklus P. knowlesi pada manusia masih dalam penelitian. Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera ekor panjang (Macaca sp). Kera ekor panjang ini banyak ditemukan di hutan-hutan Asia termasuk Indonesia. Pengetahuan mengenai siklus parasit tersebut lebih banyak dipahami pada kera dibanding manusia.2. Siklus pada nyamuk anopheles betina.

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium (tabel 1). Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik.Tabel 1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria

PlasmodiumMasa Inkubasi (rata-rata)

P. falciparum9 14 hari (12)

P. vivax12 17 hari (15)

P. ovale16 18 hari (17)

P. malariae18 40 hari (28)

P. knowlesi10 12 hari (11)

Patogenesis

a.) Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang bebeda-beda. Plasmodium falciparum

memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari.b.) Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax , P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.c.) Splenomegali. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.

d.) Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.

Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu. Untuk P. vivax dan Plasmodium lainnya diduga ada mekanisme tersendiri yang perlu penelitian lebih lanjut.5. Gejala Malaria

Gejala klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang intermiten, anemia sekunder dan splenomegali. Gejala didahului oleh keluhan prodromal berupa, malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan ini sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale, sedangkan P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak ( Harijanto, 2000).

Demam periodik berkaitan dengan saat pecahnya schizon matang (sporolasi). Pada malaria tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan schizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Gejala klasik malaria biasanya terdiri atas 3 (tiga) stadium yang berurutan, yaitu (Depkes, 2005):

1. Stadium dingin (Cold stage)

Penderita akan merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, sianosis, kulit kering, pucat, kadang muntah. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

2. Stadium demam (Hot stage)

Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40C atau lebih, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih.

3. Stadium berkeringat (Sweating stage)

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali. Hal ini berlangsung 2-4 jam. Meskipun demikian, pada dasarnya gejala tersebut tidak dapat dijadikan rujukan mutlak, karena dalam kenyataannya gejala sangat bervariasi antar manusia dan antar Plasmodium.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P.falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time) dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer, 2001).

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Pembesaran terjadi akibat timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Harijanto, 2000).

Hampir semua kematian akibat penyakit malaria disebabkan oleh P.falciparum. Pada infeksi P.falciparum dapat menimbulkan malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciprum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi (Harijanto, 2000).

6. Pencegahan dan Pengobatan MalariaCara-cara Pencegahan berbasis masyarakat 1)Masyarakatkan perilaku hidup bersih dan sehat antara lain dengan memperhatikan kebersihan lingkungan untuk menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk. Gerakan kebersihan lingkungan ini dapat menghilangkan tempat-tempat perindukan nyamuk secara permanen dari lingkungan pemukiman. Air tergenang dialirkan, dikeringkan atau ditimbun. Saluran-saluran dkolam-kolam air dibersihkan. Aliran air pada selokan dan pairt-parit dipercepat. Untuk keadaan tertentu dapat digunakan bahan kimia atau cara-cara biologis untuk menghilangkan larva. 2) Sebelum dilakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida dengan efek residual terhadap nyamuk dewasa, lakukan telaah yang teliti terhadap bionomik dari nyamuk di daerah tersebut. Telaah bionomik ini perlu juga dilakukan di daerah dimana sifat-sifat nyamuk anopheles istirahat dan menghisap darah di dalam rumah (vektor yang endophilic dan endophagic). Penyemprotan saja dengan insektisida dengan efek residual pada tembok di pemukiman penduduk tidak akan menghilangkan vektor nyamuk secara permanen. Apalagi kalau vektor sudah resisten terhadap pestisida, maka penyemprotan didalam rumah menjadi sia-sia, atau kalau nyamuknya tidak pernah masuk ke dalam rumah. 3) Dibawah ini tercantum hal-hal penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pemberantasan vector secara terpadu: a) Harus ada akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan diagnosa dan pengobatan dini; b) Lakukan kerja sama lintas sektoral untuk mengawasi pola pergerakan dan migrasi penduduk. Pola ini membantu untuk mengetahui kemungkinan penyebaran plasmodium ke daerah baru yang mempunyai ekologi yang memungkinkan terjadinya penularan. c) Lakukan penyuluhan kesehatan masyarakat secara masif dengan sasaran penduduk yang mempunyai risiko tinggi tertulari tentang cara-cara melindungi diri terhadap penularan. d) Lakukan diagnosa dan pengobatan dini terhadap penderita malaria akut maupun kronis oleh karena kematian penderita malaria yang terinfeksi oleh P. falciparum karena lambatnya diagnosa dan pengobatan. e) Setiap donor darah harus ditanyai tentang riwayat apakah yang bersangkutan pernah menderita malaria atau pernah bepergian ke daerah yang endemis malaria. Donor yang tinggal di daerah nonendemis yang berkunjung ke daerah endemis dan tidak menunjukkan gejala klinis malaria diperbolehkan menyumbangkan darah mereka 6 bulan setelah kunjungan ke daerah endemis tersebut (di Amerika Serikat adalah satu tahun). Orang ini pada waktu berkunjung ke daerah endemis tidak mendapatkan pengobatan profilaktik. Bagi mereka yang berkunjung ke daerah endemis dalam jangka waktu cukup lama yaitu 6 bulan lebih namun telah mendapatkan profilaktik terhadap malaria dan tidak menunjukkan gejala klinis malaria, dan bagi mereka yang 3 tahun setelah pemberian pengobatan profilaktik malaria, dengan catatan mereka tetap tidak menunjukkan gejala klinis malaria. Mereka yang tinggal atau berkunjung ke daerah endemis malaria, selama lebih dari 6 bulan, dianggap sebagai penduduk daerah tersebut sehingga apabila mereka akan menjadi donor harus dilakukan evaluasi dengan cermat dan dianggap sebagai sama dengan imigran dari daerah itu. Karena data menunjukkan bahwa sejak lama para donor yang berasal dari daerah endemis malaria selalu merupakan sumber infeksi penularan melalui transfusi. Daerah yang dianggap endemis malaria tidak saja daerah-daerah endemis di benua Amerika, Afrika tropis, Papua New Guinea, Asia Selatan dan Asia Tengara tetapi juga daerah Mediterania di Eropa dimana saat ini daerah tersebut sudah tidak ada lagi penularan malaria.Pengobatan MalariaPengobatan spesifik untuk semua tipe malaria: a) Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih sensitif terhadap obat tersebut. Obat ini dapat diberikan peroral (diminum) dengan jumlah dosis 25 mg chloroquine/kg berat badan diberikan lebih dari 3 hari, dosis 15 mg dapat diberikan pada hari pertama (10 mg/kg berat badan dosis awal dan 5 mg/kg berat badan 6 jam berikutnya; 600 mg dan 300 mg dosis untuk orang dewasa); hari kedua diberikan 5 mg/kg berat badan dan hari ketiga diberikan 5 mg/kg berat badan. b) Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang terinfeksi malaria dengan komplikasi berat atau untuk orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral dapat diberikan obat Quinine dihydrochloride, diberikan 20 mg/kg berat badan dilarutkan dalam 500 ml NaCl, glukosa atau plasma dan diberikan secara intravena pelan dalam waktu (lebih 2-4 jam) bila perlu diulang setiap 8 jam (10 mg/kg berat badan) kemudian diteruskan dengan dosis yang diturunkan setiap 8 jam sampai dengan saat penderita dapat diberikan Quinine peroral. Dosis pengobatan pada anak per kg BB adalah sama. Apabila setelah 48 jam pengobatan penderita cenderung membaik dan kadar obat tidak bisa dimonitor maka dosis pengobatan diturunkan 30%; efek samping yang timbul umumnya hipoglikemia. Selama pengobatan perlu dilakukan pengawasan terhadap lancarnya tetesan cairan, tekanan darah, pengamatan terhadap fungsi jantung, keseimbangan cairan dan elektroklit melalui CVP (central venous pressure). Infus quinidine tetesannya dipelankan atau dihentikan apabila interval QT lebih 0,6 detik dan kompleks QRS meningkat lebih dari 50% atau penurunan tekanan darah tidak responsif terhadap pemberian cairan. Pemberian cairan maksimal boleh diberikan sampai dengan 72 jam. Semua obat yang diberikan secara parenteral dihentikan secepat mungkin segera setelah obat peroral dapat diberikan. Pada infeksi malaria falciparum berat terutama yang disertai dengan gangguan kejiwaan dan dengan parasitemia yang mencapai 10% maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan exchange transfusion apabila terjadi infeksi malaria khususnya malaria berat yang didapat dari daerah resisten quinine (seperti yang terjadi pada akhir tahun 1999 di daerah perbatasan Thailand). Dalam keadaan seperti ini berikan artemether intramuskuler (3,2 mg/kg berat badan pada hari pertama, dilanjutkan dengan 1,6 mg/kg BB/hari), atau artesunate intravena atau intramuskuler (2 mg/kg berat badan pada hari pertama, dilanjutkan dengan 1 mg/kg berat badan tiap hari). Pada kasus dengan hiperparasitemia artesunate diberikan dengan dosis 1 mg/kg berat badan 4-6 jam sesudah dosis pertama. Untuk mencegah terjadinya neurotoksisitas maka pemberian obat tersebut tidak boleh lebih dari 5-7 hari atau sampai pasien bisa menelan obat malaria oral yang efektif seperti mefloquinine dengan dosis 25 mg/kg BB. Obat ini tidak tersedia di pasaran Amerika Serikat, pemberiannya hanya boleh jika dikombinasikan dengan obat anti malaria lain.c) Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah dimana ditemukan strain yang resisten terhadap chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan quinine 50 mg/kg berat badan/hari dibagi dalam 3 dosis selama 3- 7 hari (untuk infeksi malaria berat, berikan quinine intravena seperti yang telah dijelaskan di atas). Bersamaan dengan pemberian quinine, diberikan juga doxycycline (2 mg/kg berat badan/2 kali perhari, dosis pemakaian maksimum adalah 100 mg/dosis) atau berikan tetrasiklin (20 mg/kg berat badan dengan dosis maksimum 250 mg perhari) diberikan dalam 4 dosis perhari selama 7 hari. Quinine dihentikan setelah 3 hari kecuali untuk infeksi malaria yang diperoleh di Thailand dan Amazone, pemberian quinine harus dilanjutkan pengobatannya sampai 7 hari. Mefloquine (15-25 mg/kg berat badan) sangat efektif untuk pengobatan P. falciparum yang resisten terhadap chloroquine namun mefloquine tidak efektif untuk mengobati malaria P. falciparum yang terdapat di Thailand, negara tetangganya dan Brazilia. d) Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan mefloquine (15 mg/kg berat badan dosis tunggal). Halofantrine mungkin dapat digunakan sebagai obat alternatif. Baca petunjuk yang tertulis dalam kemasan obat.

e) Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit nyamuk yang mengandung malaria P. vivax dan P. ovale berikan pengobatan dengan primaquine, sebagai pelengkap pengobatan kasus yang akut terhadap semua penderita maka dilakukan tes (khususnya orang kulit hitam Afrika, orang kulit hitam Afrika yang tinggal di Amerika, orang Asia dan orang Mediteranian) untuk mengetahui adanya defisiensi G6-PD agar tidak terjadi hemolisis karena obat. Banyak orang Afrika dan orang Afrika yang tinggal di Amerika yang toleran terhadap hemolisis walaupun demikian perlu dipertimbangkan untuk menghentikan segera pemberian primaquine. Bagaimanapun manfaat dan kerugian kemungkinan terjadinya hemolisis harus dikaji secara seimbang terhadap kemungkinan kambuhnya infeksi malaria. Primaquine tidak dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena transfusi darah) oleh karena dengan cara penularan infeksi malaria seperti ini tidak ada fase hati (Chin, 2000).