bab ii tinjauan pustaka

22
TINJAUAN PUSTAKA Fisioanatomi Jantung Anatomi jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum. Jantung dibungkus oleh suatu lapisan jaringan ikat yang disebut perikardium. Darah vena mengalir ke dalam jantung melalui vena cava superior dan inferior kemudian masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan. Secara fungsional ventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel kanan (right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspidalis, trabecular anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak di bagian superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau conus arteriosus. Alur masuk dan alur keluar dipisahkan oleh crista supraventrikular yang terletak tepat di atas daun katup trikuspidalis (Guyton dan Hall 2008). Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena kanan dan kiri. Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan. Ventrikel kiri berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apex cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah annulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan (Guyton dan Hall 2008; Sherwood 2001). Katup jantung terdiri atas empat katup yaitu katup trikuspidalis yang memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup mitral atau bikuspidalis yang memisahkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri, serta dua katup semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta, sedangkan katup pulmonal adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta (Sherwood 2001). Gambar skematik penampang jantung seperti pada Gambar 2.

Upload: adeline-aprilia

Post on 25-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

TINJAUAN PUSTAKA

Fisioanatomi Jantung

Anatomi jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan kiri, serta

ventrikel kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum. Jantung dibungkus oleh

suatu lapisan jaringan ikat yang disebut perikardium. Darah vena mengalir ke

dalam jantung melalui vena cava superior dan inferior kemudian masuk ke dalam

atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Ventrikel kanan

berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan. Secara fungsional ventrikel kanan

dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel kanan

(right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspidalis, trabecular

anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar ventrikel

kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding

licin terletak di bagian superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau

conus arteriosus. Alur masuk dan alur keluar dipisahkan oleh crista

supraventrikular yang terletak tepat di atas daun katup trikuspidalis (Guyton dan

Hall 2008).

Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara

pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena

kanan dan kiri. Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal daripada dinding atrium

kanan. Ventrikel kiri berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya

mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apex cordis. Bagian dasar ventrikel

tersebut adalah annulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat

dinding ventrikel kanan (Guyton dan Hall 2008; Sherwood 2001).

Katup jantung terdiri atas empat katup yaitu katup trikuspidalis yang

memisahkan atrium kanan dengan ventrikel kanan, katup mitral atau bikuspidalis

yang memisahkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri, serta dua katup

semilunar yaitu katup pulmonal dan katup aorta, sedangkan katup pulmonal

adalah katup yang memisahkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup

aorta adalah katup yang memisahkan ventrikel kiri dengan aorta (Sherwood

2001). Gambar skematik penampang jantung seperti pada Gambar 2.

6

Gambar 2 Gambaran penampang jantung anjing (O’Grady dan O’Sullivan 2004)

Syaraf Jantung

Efektivitas pompa jantung dikendalikan oleh syaraf parasimpatis (syaraf

vagus) yang sangat banyak menyuplai jantung dan syaraf simpatis. Perangsangan

syaraf vagus akan menyebabkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung syaraf

vagus. Hormon asetilkolin akan dapat menurunkan irama nodus sinus dan

menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubung nodus atrioventrikular

(NAV), sehingga akan menghambat penjalaran impuls jantung yang menuju

ventrikel. Hormon asetilkolin juga akan meningkatkan permeabilitas membran

terhadap ion kalium, sehingga akan mempermudah terjadinya kebocoran kalium

yang cepat dari serabut-serabut konduksi yang mengakibatkan peningkatan

kenegatifan di dalam serabut (hiperpolarisasi). Kejadian hiperpolarisasi dapat

menyebabkan penurunan denyut jantung. Peningkatan permeabilitas membran

terhadap ion kalium akan menghambat masuknya ion kalsium, sehingga dapat

menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi ventrikel dan denyut jantung yang

disebut sebagai inotropik negatif. Keadaan hiperpolarisasi pada NAV

menyebabkan perangsangan syaraf vagus akan menyulitkan serabut atrium

7

mencetuskan listrik dalam jumlah yang cukup untuk merangsang serabut nodus.

Penurunan arus listrik yang sedang hanya akan memperlambat konduksi impuls,

namun penurunan yang besar akan menghambat konduksi secara keseluruhan

(Guyton dan Hall 2008; Rogers 1999). Mekanisme perangsangan syaraf vagus

seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme perangsangan oleh syaraf vagus (Guyton dan Hall 2008)

Perangsangan syaraf simpatis pada jantung akan menimbulkan pengaruh

yang berlawanan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh perangsangan syaraf

vagus. Perangsangan syaraf simpatis akan melepaskan hormon norepinefrin yang

dapat meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion natrium dan kalsium.

Pada nodus sinus, peningkatan permeabilitas natrium-kalsium akan menyebabkan

potensial membran istirahat akan menjadi lebih positif dan dapat menyebabkan

peningkatan kecepatan penyimpangan ke atas dari potensial membran diastolik

Perangsangan

Syaraf Vagus

Nodus Sinoatrial

(NSA)

Meningkatkan

Permeabilitas

Membran Terhadap

Ion Kalium

Hiperpolarisasi

Denyut Jantung

Menurun

(Kromotropik

Negatif)

Nodus

Atrioventrikular

(NAV)

Penurunan Arus

Listrik

Penurunan

Konduksi Impuls

(Dromotropik

Negatif)

Otot Atrium

Penghambatan

Masuknya Ion

Kalsium Melalui

Membran

Penurunan Kontraksi

Otot Jantung

(Inotropik Negatif)

8

menuju nilai ambang untuk mempercepat self exitation sehingga akan

meningkatkan frekuensi denyut jantung. Di dalam NAV dan berkas AV,

peningkatan permeabilitas natrium–kalsium akan membuat potensial aksi lebih

mudah merangsang serabut berikutnya sehingga akan meningkatkan konduksi

impuls. Adanya pengaruh syaraf simpatik, peningkatan permeabilitas ion kalsium

dapat menyebabkan peningkatan kontraksi jantung, sebab ion kalsium mempunyai

peran yang sangat kuat dalam merangsang proses kontraksi miofibril otot jantung,

sehingga dapat bersifat inotropik positif (Guyton dan Hall 2008; Rogers 1999).

Mekanisme perangsangan syaraf simpatis pada jantung seperti ditunjukkan pada

Gambar 4.

Gambar 4 Pengaruh perangsangan syaraf simpatis pada jantung (Guyton dan Hall

2008)

Perangsangan Syaraf

Simpatis

Nodus Sinoatrial

(NSA)

Permeabilitas

Membran Terhadap

ion Na dan Ca

Meningkat,

penurunan ion K

Hipopolarisasi

Denyut Jantung

Meningkat

(Kromotropik

positif)

Nodus

Atrioventrikular

(NAV)

Perangsangan

BerkasNAV

Peningkatan

Konduksi Impuls

(Dromotropik

Positif)

Otot Atrium

dan Ventrikel

Peningkatan

Permeabilitas Ion

Kalsium

Peningkatan

Kontraksi Otot

Jantung

(Inotropik Positif)

9

Pengaruh perangsangan syaraf vagus dan syaraf simpatis pada jantung

juga dapat mempengaruhi cardiac output (curah jantung). Perangsangan syaraf

simpatis akan dapat meningkatkan jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap

menitnya (curah jantung), karena adanya peningkatan tekanan atrium. Sebaliknya,

perangsangan syaraf parasimpatis akan menurunkan nilai curah jantung, bahkan

pada titik nol. Selain karena pengaruh denyut jantung, curah jantung diperngaruhi

juga oleh stroke volume pada otot jantung. Stroke volume dipengaruhi oleh

perangsangan syaraf simpatis, hormon epinefrin pada plasma, dan volume akhir

diastolik. Perangsangan syaraf simpatis dan pengaruh hormon epinefrin akan

menyebabkan peningkatan stroke volume. Volume akhir diastolik juga berbanding

lurus dengan stroke volume. Hubungan volume akhir diastolik dengan stroke

volume berlaku hukum Frank-Starling pada jantung, yaitu semakin besar otot

jantung direnggangkan selama pengisian, semakin besar kekuatan kontraksi dan

semakin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta (Guyton dan Hall,

2008; Rogers 1999). Mekanisme terjadinya curah jantung digambarkan seperti

ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Mekanisme terjadinya curah jantung (Guyton dan Hall 2008)

Aktivitas Syaraf

Parasimpatis

(Menurun)

Aktivasi Syaraf

Simpatis

Epinefrin

(Meningkat)

Volume Akhir

Diastolik

(Meningkat)

Denyut Jantung/

Nodus SA

(Meningkat)

Stroke Volume

(Meningkat)

Cardiac Output

(Curah Jantung)

10

Elektrofisiologi dan Konduksi Jantung

Setiap sel termasuk sel jantung, dilapisi oleh membran sel yang

memisahkan bagian luar dan bagian dalam sel. Adanya membran sel akan

memungkinkan terjadinya perpindahan ion yang mempunyai konsentrasi berbeda

untuk menjaga keseimbangan pada bagian intraseluler dan ekstraseluler.

Perbedaan voltase antara di dalam dan luar sel otot jantung akan menyebabkan

terbuka atau menutupnya ion-channel. Jika ion-channel terbuka akan

memungkinkan terjadinya perpindahan ion melewati membran sel. Perbedaan

konsentrasi antara intraseluler dan ekstraseluler dibentuk dan dijaga oleh adanya

pompa sodium, yaitu ion Na+, K

+, ATP-ase yang sudah terdapat di dalam sel.

Pompa sodium berperan penting dalam menjaga keseimbangan proses

bioelektrikal sel-sel pacu jantung (Kusumoto 2009).

Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh potensial

aksi yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung berkontraksi atau

berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkan sendiri, suatu

sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat dua jenis sel otot jantung yaitu

sebagian besar terdiri atas sel otot jantung kontraktil yang melakukan kerja

mekanis, yaitu memompa. Sel-sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak

menghasilkan sendiri potensial aksi. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah

sel otoritmik, sel yang tidak berkontraksi namun mengkhususkan diri

mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab terhadap

kontraksi sel-sel pekerja (Guyton dan Hall 2008).

Perbandingan muatan ion antara di dalam dan luar sel relatif seimbang,

dimana pada fase polarisasi muatan ion positif khususnya Na+

berada di luar sel.

Secara fisiologi bahwa proses terjadinya bioelektrikal secara terus menerus tanpa

adanya pengaruh luar. Proses ini dapat berjalan lambat atau cepat akibat pengaruh

sistem inervasi syaraf serta gangguan keseimbangan elektrolit. Jika permeabilitas

membran sel terhadap ion Na+ meningkat, sehingga ion Na

+ masuk ke dalam sel

secara mendadak (fase ke-0), setelah itu proses depolarisasi terjadi pada fase ke-1

dan ke-2 dimana muatan dalam sel relatif positif, sesaat setelah depolarisasi ion

K+ keluar dari dalam sel. Fase ke-2 atau fase plateau, setelah ambang tercapai,

terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai respon terhadap pengaktifan saluran

11

ion Ca2+

. Pada fase ke-3, pompa sodium akan berperan optimal untuk

mengembalikan keseimbangan muatan ion antara di dalam dan luar sel. Pompa

sodium akan mengeluarkan ion Na+ dari sel dan memasukan ion K

+ dari luar sel.

Pada fase ke-4, membran sel siap untuk menerima perubahan untuk mengulang

aksi potensial (Kusumoto 2009; Luna 2007). Fase diagram potensial aksi jantung

seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram fase potensial aksi (http://www.cvphysiology.com)

Menurut Thaler (2009) dari sudut pandang elektrokardiografi, jantung

tersusun atas tiga tipe sel, yaitu 1) sel pacu jantung, 2) sel penghantar listrik, dan

3) sel miokardium.

Sel pacu jantung banyak terdapat di bagian atas atrium kanan yang disebut

nodus sinoatrial (NSA). Sel-sel NSA mencetuskan impuls bergantung pada

aktivitas syaraf otonom misalnya stimulasi simpatik dari adrenalin akan

mempercepat NSA sedangkan syaraf vagus memperlambat serta bergantung pada

kebutuhan tubuh akan adanya peningkatan curah jantung.

Sel penghantar listrik merupakan sel yang tipis dan panjang. Seperti

halnya kabel sirkuit listrik, sel-sel ini menghantarkan arus listrik dengan cepat dan

efisien ke seluruh daerah jantung. Sel penghantar listrik di ventrikel akan

membentuk jalur listrik yang berbeda. Sistem jalur konduksi di atrium lebih

bervariasi, salah satunya adalah adanya serabut-serabut di puncak septum intra-

12

atrium di berkas Bachman yang memungkinkan adanya aktivasi yang cepat dari

atrium kiri ke atrium kanan.

Sel miokardium adalah sel yang menyusun jaringan jantung. Miokardium

bertanggung jawab atas kerja kontraksi dan relaksasi berulang-ulang sehingga

dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Sel miokardium banyak mengandung

protein kontraktil aktin dan miosin. Adanya depolarisasi menyebabkan kalsium

dilepaskan ke dalam sel miokardium yang memungkinkan protein kontraktil aktin

dan miosin berinteraksi dan menyebabkan sel berkontraksi. Sel miokardium dapat

menghantarkan arus listrik sama seperti sel penghantar listrik tetapi kurang

efisien.

Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang

saling terkait. Gelombang arus listrik tersebar dari NSA melalui sistem penghantar

menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot yang dikenal dengan

depolarisasi, kemudian diikuti oleh pemulihan listrik kembali yang disebut

repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik yaitu kontraksi otot dan diastolik

yaitu relaksasi otot.

Aktivitas listrik dari sel dicatat secara grafik dengan perantaraan elektroda

intrasel mempunyai bentuk yang khas, yang disebut potensial aksi. Aktivitas

listrik dari sel miokardium dapat dilihat pada suatu gambaran elektrokardiogram

(EKG). Gelombang-gelombang EKG berkorelasi dengan penyebaran rangsangan

listrik melalui sistem penghantar dan miokardium (Kusumoto 2009).

Dalam keadaan istirahat, sel jantung berada dalam keadaan terpolarisasi

secara elektris, yaitu bagian dalamnya bermuatan lebih negatif daripada luarnya.

Polaritas listrik ini dijaga oleh pompa membran yang menjamin agar ion-ion

(terutama Na+, Cl

-, K

+, dan Ca

2+) yang diperlukan untuk mempertahankan bagian

dalam sel supaya relatif bersifat elektronegatif, seperti ditunjukkan pada Gambar

7.1 (Thaler 2009).

13

Gambar 7 Gambaran skematik terjadinya depolarisasi dan repolarisasi pada otot

Jantung (Kusumoto 2009)

Menurut Guyton dan Hall (2008) dan Kusumoto (2009) proses

depolarisasi dan repolarisasi dijelaskan sebagai berikut:

1. Proses depolarisasi diperlihatkan sebagai muatan positif di sisi dalam dan

muatan negatif di sisi luar. Separuh bagian pertama dari serabut sudah

terdepolarisasi, sementara separuh lagi masih dalam keadaan polarisasi. Oleh

karena itu, elektroda kiri yang terletak di luar serabut berada pada daerah

kenegatifan dan elektroda kanan berada pada daerah kepositifan, seperti pada

Gambar 7.2.

2. Pada Gambar 7.3 dan 7.4, digambarkan proses depolarisasi telah menyebar ke

seluruh serabut otot dan rekaman sebelah kanan sudah kembali ke garis dasar

nol karena kedua elektroda memiliki kenegatifan yang sama. Gelombang yang

telah mengakhiri penjalarannya disebut gelombang depolarisasi, karena

gelombang ini timbul dari penyebaran depolarisasi sepanjang membran

serabut otot.

3. Pada Gambar 7.5 menunjukkan proses repolarisasi pada separuh bagian yang

terjadi di dalam serabut otot yang sama, dengan kepositifan kembali ke sisi

luar dari serabut otot. Pada titik ini, elektroda kiri berada pada daerah

1

2

4

3

5

6

14

kenegatifan. Akibatnya, rekaman yang ditunjukkan di sebelah kanan akan

menjadi negatif.

4. Pada Gambar 7.6, seluruh serabut otot telah mengalami repolarisasi dan kedua

elektroda mengalami kepositifan, sehingga tidak ada perbedaan potensial

listrik yang dapat direkam di antara kedua elektroda. Gelombang negatif yang

telah mengakhiri penjalaran disebut gelombang repolarisasi, sebab gelombang

ini berasal dari penyebaran proses repolarisasi di sepanjang membran serabut

otot.

Sistem konduksi jantung menggambarkan arah arus listrik jantung yang

akan terekam sebagai hasil sadapan EKG. Sistem konduksi jantung yang berperan

dalam EKG antara lain nodus sinoatrial (NSA), nodus atrioventrikular (NAV),

berkas His, dan serabut Purkinje. Gambar skematis penyebaran sistem konduksi

jantung melalui jaringan khusus seperti ditunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Gambaran skematik penyebaran sistem konduksi jantung

(http://faculty.ksu.edu.sa)

Impuls listrik jantung dihasilkan oleh NSA, yang disebut juga Pacemaker.

NSA terletak di batas atrium kanan dan vena cava superior. Sel-sel NSA bekerja

secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls listrik yang kemudian menjalar

ke atrium menuju NAV yang terletak di sekat internodus bagian sebelah kanan di

Aorta Sino-atrial (SA)

node

Atrioventricular

Bundle (HIS)

Pulmonary artery

Left atrium

Left ventricle

Interventricular septum

Right ventricle

Atrio ventricular (AV) node

Right atrium

Atrial exitation Exitation across AV node Exitation of ventricles begins

15

atas katup trikuspidalis, sehingga menyebabkan terjadinya depolarisasi atrium.

Proses penyebaran pacuan jantung dalam miokardium atrium berlangsung dari sel

yang satu ke sel yang lainnya, berkat adanya syncitial myocardium (Kusumoto

2009).

Elektrokardiografi

Alat elektrokardiograf ditemukan pertama kali oleh Willem Einthoven

pada abad ke-19 dan penemuan tersebut telah mengantarkannya mendapatkan

hadiah Nobel pada bidang fisiologi dan kedokteran pada tahun 1924.

Elektrokardiograf digunakan untuk melihat rekaman EKG dan denyut jantung

(Cunningham 2002).

Untuk mendapatkan gambaran EKG, dipasang dua elektroda di sekitar

letak jantung. Satu elektroda dihubungkan pada kutub positif alat EKG dan

dinamakan elektroda positif, sedangkan elektroda lainnya dipasang pada kutub

negatif dan dinamakan elektroda negatif. Selain itu masih diperlukan satu

elektroda lagi untuk menghubungkan pasien melalui elektrokardiograf dengan

tanah. Elektroda ini dinamakan elektroda G (Grounding). Pasangan elektroda

dalam perekaman EKG dinamakan sadapan atau hantaran atau disebut juga lead

(Kertohoesodo 1987).

Sadapan EKG standar pada hewan biasanya menggunakan sadapan

ekstremitas, yang terdiri dari enam sadapan. Enam sadapan standar direkam dari

elektroda yang dipasang pada ekstremitas. Enam sadapan ekstremitas terdiri dari

tiga buah sadapan bipolar standar, yaitu sadapan I, II, dan III, serta tiga buah

sadapan lengan sebagai sadapan tambahan, yaitu aVR, aVL, dan aVF (Hampton

2003; Thaler 2009).

Sadapan ekstremitas memandang jantung dalam sebuah bidang vertikal

yang disebut bidang frontal. Bidang frontal dapat dibayangkan sebagai satu

lingkaran yang berhimpitan dengan tubuh hewan. Lingkaran ini kemudian

ditandai dengan derajat-derajat sudut orientasi yang dikenal sebagai vektor-vektor

EKG. Skema dari vektor EKG diilustrasikan seperti pada Gambar 9 (O’Grady dan

O’Sullivan 2004; Thaler 2009).

16

Gambar 9 Ilustrasi diagram bidang frontal pada potongan melintang jantung

ditandai dengan sudut orientasi (O’Grady dan O’Sullivan 2004)

Hasil sadapan yang diperoleh dapat menggambarkan permukaan jantung

secara anatomik. Sadapan II, III, dan aVF dapat memandang permukaan inferior

jantung, karena sadapan ini dapat menggambarkan hampir keseluruhan jantung,

sehingga disebut juga sadapan inferior. Sadapan I dan aVL mempunyai

pandangan paling jelas terhadap dinding lateral kiri jantung, sehingga disebut juga

sadapan lateral kiri. Secara klinis standar sadapan yang dipergunakan adalah

sadapan II (Thaler 2009).

Untuk menghasilkan enam sadapan bidang frontal, setiap elektroda secara

bergantian berperan sebagai kutub positif atau negatif. Setiap sadapan mempunyai

sudut orientasi, yakni sudut pandangnya sendiri yang khas terhadap jantung.

Sudut tiap sadapan dapat ditentukan dengan cara menarik garis dari elektroda

negatif ke elektroda positif (Martin 2007; Thaler 2009). Ilustrasi dari gambaran

sudut orientasi pada enam sadapan ekstremitas seperti ditunjukkan pada Gambar

10.

17

Gambar 10 Ilustrasi sudut orientasi pada enam sadapan ekstremitas yang

bergantian berperan sebagai kutub positif atau negatif (Martin 2007)

Dari Gambar 9 dan 10, hasil sadapan ekstremitas standar dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Sadapan I dihasilkan dengan cara menjadikan kaki depan kiri sebagai kutub

positif dan kaki depan kanan sebagai kutub negatif, sehingga sudut

orientasinya adalah 0o.

2. Sadapan II dihasilkan dengan cara menjadikan kaki belakang sebagai kutub

positif dan kaki depan kanan sebagai kutub negatif, sehingga menghasilkan

sudut orientasi 60o.

3. Sadapan III dihasilkan dengan cara menjadikan kaki belakang sebagai kutub

positif dan kaki depan kiri sebagai kutub negatif, sehingga menghasilkan

sudut orientasi 120o (Martin 2007; Thaler 2009).

Sadapan ekstremitas unipolar (sadapan tambahan) merupakan rekaman

perbedaan potensial listrik antara kaki depan kanan (aVR), kaki depan kiri (aVL),

atau kaki-kaki belakang (aVF) terhadap indifferent electrode yang berpotensial 0

(nol). Sadapan tambahan dapat dihasilkan sebagai berikut:

1. Sadapan aVL dihasilkan dengan cara menjadikan kaki depan kiri sebagai

kutub positif dan kaki belakang kanan sebagai kutub negatif, sehingga

diperoleh sudut orientasi -30o.

18

2. Sadapan aVR dihasilkan dengan cara menjadikan kaki depan kanan sebagai

kutub positif dan kaki belakang sebagai kutub negatif, sehingga akan

dihasilkan sudut orientasi -150o.

3. Sadapan aVF dihasilkan dengan cara menjadikan salah satu kaki belakang

sebagai kutub positif dan kaki belakang lainnya sebagai kutub negatif,

sehingga dihasilkan sudut orientasi 90o (Martin 2007; Thaler 2009).

Untuk mendapatkan rekaman EKG secara tepat dan baik dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti posisi hewan, pengendalian (restrain), dan lokasi

penempatan sadapan pada tubuh hewan (Colleman dan Robson 2005). Posisi

hewan dan lokasi penempatan sadapan pada tubuh hewan sebaiknya memenuhi

standar EKG yang tepat pada waktu melakukan perekaman EKG. Pada hewan

anjing, posisi standar perekaman EKG adalah right lateral recumbency dengan

kaki depan dan kaki belakang dipegang sehingga tegak lurus dengan tubuh.

Elektroda yang digunakan adalah elektroda bipolar (Cunningham 2002; Edwards

1993).

Hasil sadapan EKG digambarkan di atas pita kertas berlapis plastik putih

dan bergaris halus serta terbagi dalam kotak seluas 1 mm2. Kotak tersebut

dikelompokkan dalam kotak tebal seluas 5 x 5 mm. pada waktu dilakukan

perekaman EKG, pita kertas dijalankan dengan kecepatan 25 mm tiap detik atau

50 mm tiap detik. Pita kertas rekaman EKG seperti ditunjukkan pada Gambar 11.

Keterangan: P amp = amplitude gelombang P; P dur = durasi gelombang P; PR int = interval PR; R amp = amplitude gelombang R; QRS dur = durasi gelombang kompleks QRS; QT int = interval QT; T amp = amplitude gelombang T

Gambar 11 Kertas rekam EKG beserta gambaran EKG normal (O’Grady dan

O’Sullivan 2004)

19

Dalam EKG garis lurus merupakan garis isoelektris karena menandakan

seluruh permukaan miokardium memiliki potensial listrik yang sama, yaitu

dengan selisih 0 mV. Belokan dari garis isoelektris disebut dengan defleksi. Jika

defleksi mengarah ke atas dinamakan defleksi positif, sedangkan jika mengarah ke

bawah dinamakan defleksi negatif. Arah defleksi ke atas atau ke bawah

tergantung pada letak elektroda yang digunakan terhadap arah penyebaran

potensial listrik pada miokardium (Swenson 1984; Kertohoesodo 1987).

Pada saat terjadi depolarisasi atrium akan terjadi perubahan arus listrik

jantung. Perubahan yang terjadi akan menimbulkan adanya defleksi. Defleksi

yang dihasilkan pada proses ini digambarkan pada kertas EKG sebagai defleksi P

(Thaler 2009). Selama impuls listrik menjalar menuju NAV maupun berkas His,

pada EKG tergambar garis isoelektris karena potensial listrik pada permukaan

atrium maupun ventrikel tetap sama. Defleksi mulai tergambar lagi setelah pacuan

jantung sampai pada sekat interventrikular melalui berkas His atau fasikulus

septal dan mendepolarisasi sekat interventrikular sehingga menimbulkan defleksi

Q. Sel-sel NAV sendiri juga dapat mengeluarkan impuls listrik dengan frekuensi

lebih rendah daripada NSA, sehingga pada hasil sadapan EKG impuls listrik dari

NAV tertutup oleh impuls listrik dari NSA. Bila NSA mengalami gangguan, maka

impuls listrik akan dikeluarkan oleh NAV (Kertohoesodo 1987 dan Thaler 2009).

Pacuan jantung menjalar ke seluruh miokardium dinding ventrikel kanan

maupun kiri melalui dua jalan, yaitu melalui NAV ke berkas His kanan dan kiri

dan secara cepat disebarkan ke seluruh miokardium melalui serat serabut

Purkinje. Sel-sel ventrikel lainnya diaktifkan melalui penyebaran impuls dari sel

ke sel melalui gap junction. Dengan demikian, atrium berkontraksi sebagai satu

kesatuan, kemudian diikuti oleh kontraksi ventrikel serta melalui sel-sel

miokardium satu ke sel miokardium lainnya walaupun tidak begitu cepat,

misalnya pada dinding atrium (Kertohoesodo 1987).

Depolarisasi seluruh dinding ventrikel kanan dan kiri yang lebih tebal dari

dinding atrium, dapat diselesaikan dalam waktu kira-kira sama dengan

depolarisasi seluruh dinding atrium. Depolarisasi seluruh dinding ventrikel akan

menghasilkan defleksi R. Dapat dijelaskan pula bahwa bentuk defleksi P karena

adanya depolarisasi ventrikel yang dinamakan kompleks QRS, dengan bentuk

20

yang lebih kompleks daripada defleksi P. Pada akhir defleksi P dan awal

kompleks QRS terdapat garis lurus yang dinamakan segmen PQ. Namun kadang

defleksi Q tidak terlihat sehingga segmen PQ sering disebut dengan segmen PR.

Segmen PQ menunjukkan selang waktu antara depolarisasi atrium dan ventrikel,

sedangkan interval PR menunjukkan waktu yang diperlukan jantung dalam

melakukan depolarisasi atrium sampai sebelum terjadinya depolarisasi ventrikel

(Thaler 2009).

Segmen merupakan garis yang menghubungkan antara gelombang satu

dengan gelombang sesudahnya. Interval menunjukkan panjang gelombang beserta

garis isoelektris sesudah gelombang tersebut. Dengan demikian, segmen hanya

berupa garis, sedangkan interval terdiri dari gelombang dan garis yang

mengikutinya.

Pada akhir segmen PQ atau awal kompleks QRS terjadi repolarisasi atrium

yang telah menyelesaikan sistol. Defleksi yang ditimbulkan oleh repolarisasi

atrium tersebut biasanya tidak tampak kerena terlampau datar atau terbenam pada

kompleks QRS yang terjadi pada waktu yang sama (Kertohoesodo 1987).

Thaler (2009) mengungkapkan penamaan standar pada kompleks QRS,

yaitu:

1. Jika defleksi pertama ke bawah, gelombang ini disebut gelombang Q

2. Defleksi ke atas yang pertama disebut gelombang R.

3. Bila terdapat defleksi ke atas kedua, maka gelombang ini disebut sebagai

gelombang R’ (R-pelengkap atau R-prime).

4. Defleksi ke bawah pertama yang mengikuti defleksi ke atas disebut

gelombang S.

Setelah miokardium dinding ventrikel selesai berdepolarisasi, terdapat

gambaran garis isoelektris pendek yang dinamakan segmen ST yang menunjukkan

selang waktu antara depolarisasi atau repolarisasi ventrikel (Thaler 2009). Setelah

terjadi segmen ST, akan tergambar defleksi T akibat adanya repolarisasi dinding

ventrikel. Sistol ventrikel kanan dan kiri terjadi pada akhir kompleks QRS dan

kemudian disusul oleh diastole ventrikel. Akhir sistol ventrikel terjadi bersamaan

dengan akhir repolarisasi dinding ventrikel (Kertohoesodo 1987).

21

Setelah defleksi T berakhir, biasanya tergambar suatu garis isoelektris

yang menggambarkan jantung dalam keadaan istirahat atau diastase, dengan

kondisi seluruh miokardium terpolarisasi. Keadaan ini merupakan keadaan saat

sel jantung tidak dapat stimulasi syaraf. Kadang terjadi defleksi kecil pada awal

garis isoelektris yang dinamakan defleksi U. Defleksi U menunjukkan repolarisasi

yang terlambat pada serabut Purkinje di ventrikel jantung (Edwards 1993;

Kusumoto 2009).

Hasil sadapan EKG yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan

sadapan EKG normal. Kisaran sadapan EKG normal pada anjing seperti

ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kisaran sadapan elektrokardiogram (EKG) normal pada anjing

Parameter Kisaran Normal pada Anjing

Nelson Tilley

Denyut jantung 70 – 160 kali permenit 70 – 160 kali permenit

Gelombang P (maksimum) 0,4 mV 0,4 mV

Interval PR 0,06 – 0,13 detik 0,06 – 0,13 detik

Interval QRS 0,04 – 0,05 detik Maksimum 0,05 detik

Gelombang R (maksimum) 3 mV 3 mV

Segmen ST 0,2 mV Maksimum 0,2 mV

Gelombang T Tidak lebih dari 1/3 R Tidak lebih dari ¼ R

(positif, negatif, bifasik)

Interval QT 0,15 – 0,25 detik 0,15 – 0,25 detik

Aksis jantung 40o – 100

o 40

o – 100

o

Sumber: Nelson 2003 dan Tilley et al. 2008

Aksis Jantung

Sadapan ekstremitas memiliki sudut orientasi tertentu dalam pembentukan

aksis jantung. Aksis jantung yang merupakan vektor rata-rata baik dari

depolarisasi atrium maupun ventrikel dapat digunakan untuk mengetahui

abnormalitas perluasan jantung. Aksis jantung hanya dapat ditentukan pada

bidang frontal dengan kompleks QRS yang hampir bifasik. Aksis QRS tersebut

22

harus terletak kira-kira tegak lurus terhadap aksis aliran listrik (Martin 2007;

Thaler 2009). Letak aksis jantung normal anjing seperti pada Gambar 12.

Gambar 12 Letak skematis aksis jantung anjing (warna hijau) (O’Grady dan

O’Sullivan 2004)

Untuk memperoleh nilai aksis jantung pada bidang frontal, ada beberapa

metode yang umum dipergunakan, diantaranya dengan metode vektor dan metode

defleksi tertinggi dari sadapan (O’Grady dan O’Sullivan 2004; Thaler 2009;

Widjaja 1990).

1. Metode vektor, yaitu menggunakan hasil dari sadapan I, II, III dan diagram

bidang frontal. Dengan melakukan perhitungan dari arah defleksi gelombang

QRS pada setiap dua sadapan, dimana gelombang P dan T tidak termasuk

dalam perhitungan. Sebagai contoh menggunakan kompleks QRS pada

sadapan I dan III. Pada sadapan I gelombang Q dan gelombang R

dijumlahkan, demikian pula pada sadapan III. Hasil penjumlahan digambarkan

pada sistem heksasial bidang frontal yang kemudian ditarik garis tegak lurus.

Hasil perpotongan garis tegak lurus dibuatkan gambar vektor yang merupakan

nilai aksis jantung.

23

2. Metode defleksi tertinggi, dapat diperkirakan dengan cepat dari hasil sadapan I

dan aVF. Hasil perkiraan aksis jantung dengan metode defleksi tertinggi

seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Metode penentuan aksis jantung dengan metode defleksi tertinggi

Aksis Sadapan I Sadapan aVF

Aksis normal Positif Positif

Deviasi aksis ke kiri Positif Negatif

Deviasi aksis ke kanan Negatif Positif

Deviasi aksis ekstrim ke kanan Negatif Negatif

Sumber: Thaler 2009

Xylazin HCl

Xylazin HCl merupakan golongan alpha2-adrenoceptor stimulant yang

memiliki potensi sebagai sedativa, pelemas otot, dan analgesia. Xylazin HCl

bekerja sebagai penghambat pelepasan norepineprin dan insulin. Efek agonis

xylazine HCl pada reseptor alpha terletak di jantung dengan menekan sistem

kardiovaskular (Seymour dan Novakovski 2007).

Xylazin HCl menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat memberikan

efek sedasi, analgesia, dan pada akhirnya ketidaksadaran karena teranestesi.

Xylazin HCl menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan transmisi impuls

intraneural pada sistem syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah. Xylazin HCl

juga dapat menekan termoregulator (Adams 2001).

Xylazin HCl sebagai agen sedativa sering biasa digunakan pada hewan

anjing, kucing, serta kuda untuk handling dan bedah minor. Xylazin HCl sering

juga digunakan sebagai agen preanestesi. Kelemahan xylazine HCl adalah efek

analgesia yang tidak dapat diukur, mengakibatkan bradikardia jantung, hipotensi,

hipoventilasi, aritmia, menghasilkan efek seperti tertidur, dan khusus pada anjing

serta kucing dapat disertai dengan efek muntah (Dart 1999).

Rute pemberian xylazin HCl dapat dengan intramuskular (IM), subkutan

(SC), maupun intravena (IV) karena dapat diabsorbsi oleh tubuh dengan baik dan

cepat. Pada anjing dan kucing, onset pemberian xylazin HCl baik secara IM

24

maupun SC sekitar 10–15 menit, dan secara IV memiliki onset yang lebih cepat

yaitu 2–5 menit. Xylazin HCl menimbulkan efek analgesik yang relatif sebentar

yaitu 15–30 menit, namun memiliki efek sedativa yang cukup lama yaitu sekitar

1–2 jam tergantung pada jumlah dosis yang diberikan. Dosis yang diberikan pada

anjing secara IM atau SC adalah 1,1–2,2 mg/kg berat badan (BB), sedangkan jika

pemberiannya dengan IV dosis anjurannya adalah 1,1 mg/kgBB. Hewan pulih dari

pengaruh Xylazin HCl sekitar 2–4 jam setelah pemberian (Plumb 2005).

Atropin Sulfat

Atropin sulfat adalah preparat antimuskarinik yang merupakan agen

parasimpatolitik dan antikolinergik, dapat menyebabkan penghambatan asetilkolin

pada sistem syaraf vagus yang berakibat terhalangnya arus listrik dari NSA ke

NAV. Terhalangnya impuls listrik ini sering disebut sebagai AV-block. Atropin

sulfat seolah-olah dapat menyebabkan AV-block derajat pertama sampai dengan

derajat kedua. Gambaran AV-block derajat pertama ditandai dengan pemanjangan

interval PR.

Atropin sulfat adalah obat yang paling umum digunakan sebagai

antimuskarinik pada pencegahan bradikardia karena dapat menyebabkan

penurunan tonus nervus vagus. Pada jantung berakibat pada peningkatan

kronotropik (kronotropik positif) dan dromotopik (dromotropik positif) dengan

sedikit atau tidak sama sekali terjadinya peningkatan efek inotropik. Penggunaan

atropin sulfat pada anjing adalah sebagai preanestetikum dengan dosis 0,02–0,04

mg/kgBB IM atau SC (Plumb, 2005). Atropin sulfat digunakan untuk mengurangi

salivasi, sekresi bronkial, dan mencegah muntah karena pemberian xylazin HCl.

Kejadian aritmia jantung dan takikardia akibat pemberian atropin sulfat pernah

dilaporkan pada anjing (Lumb dan Jones 1996).

Ketamin HCl

Ketamin HCl adalah anestetikum golongan nonbarbiturat dan termasuk

golongan disosiatif anestesi yaitu pada dosis rendah dapat sebagai preanestesi dan

pada dosis yang lebih tinggi dapat sebagai anestesi umum. Ketamin HCl

25

merupakan analgesik yang kuat dan reaksi anestesinya tidak menyebabkan

mengantuk (Kul et al. 2001).

Ketamin HCl memperpanjang kerja Gamma Amino Butyric Acid (GABA)

yang merupakan zat penghambat neurotransmiter di otak dengan cara

menghambat pengikatannya pada ujung syaraf (Cullen 1997). Reseptor GABA

dapat merubah permeabilitas ion Cl- dan menyebabkan pelepasan norepineprin

pada syaraf simpatis. Pelepasan GABA pada medula spinalis dapat menyebabkan

depolarisasi (Adams 2001). Selain menghambat kerja GABA, ketamin HCl juga

dapat menghambat pelepasan serotonin, norepineprin, dan dopamin pada sistem

syaraf pusat (Plumb 2005).

Kerja ketamin HCl dapat menyebabkan gangguan fungsi pada beberapa

tempat di otak karena tertekannya thalamus dan korteks serebral. Pengaruh yang

bisa ditimbulkan akibat pemberian ketamin HCl berupa dilatasi pupil, hipertensi

arterial, halusinasi, salivasi, gerakan tungkai spontan, dan peningkatan tonus otot.

Pada masa pemulihan dapat menimbulkan agitasi (gelisah, menangis, disorientasi,

dan halusinasi) yang disebut sebagai emergence phenomenom (Gunawan 2009).

Ketamin HCl memberikan efek secara langsung dapat menstimulasi pusat

adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan norepineprin.

Pada sistem kardiovaskular, ketamin HCl dapat menyebabkan peningkatan

cardiac output, denyut jantung, dan tekanan darah (Adams 2001). Ketamin HCl

dapat mengubah aktivitas listrik jantung dengan memperpanjang interval PR dan

QT, tetapi tidak mempengaruhi bentuk gelombang EKG. Pemberian ketamin HCl

dapat meningkatkan denyut jantung (takhikardia) (Karib dan Kabo 2002;

McKelvey dan Hollingshead 2003).

Ketamin HCl dapat diberikan pada anjing maupun kucing secara intra

muskular, sering diberikan secara kombinasi antara ketamin HCl-xylazin HCl,

ketamin HCl-diazepam, serta ketamin HCl–halotan. Pemberian dengan kombinasi

zat lain dapat meningkatkan relaksasi otot, efek analgesik, dan menghindari efek

samping akibat pemberian anestesi ketamin HCl. Dosis anestesi pada anjing

adalah 11 mg/kgBB (Plumb 2005).

26

Propofol

Propofol merupakan derivat fenol yang digunakan sebagai anestesikum

IV, dapat digunakan untuk induksi dan pemeliharaan pada anestesi umum.

Mekanisme kerja propofol berlangsung di reseptor GABA. Propofol dapat

menghilangkan kesadaran dan pelemas otot yang baik, serta dapat menyebabkan

hipotensi arterial, bradikardia, dan depresi respirasi terutama jika diberikan pada

dosis yang tinggi. Propofol juga menyebabkan terjadinya vasodilatasi vena dan

arteri sehingga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan relaksasi

pembuluh darah (Miler 2010; Stawicki 2007).

Eliminasi propofol terjadi pada hati menjadi suatu metabolit tidak aktif.

Waktu paruh propofol diperkirakan antara 2–24 jam, namun dalam kenyataannya

lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke jaringan tepi. Waktu

paruh pemberian pada anjing adalah 1,4 jam. Pada sistem kardiovaskular dapat

menyebabkan depresi jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun

sekali yang disertai dengan peningkatan denyut nadi, namun pengaruh terhadap

frekuensi denyut jantung sangat minim (McKelvey dan Hollingshead 2003;

Plumb 2005).

Pemberian anestesi pada anjing dengan kombinasi propofol (4 mg/kg)

dengan ketamin HCl (2 mg/kg) secara IV yang dilanjutkan dengan infusi IV

dengan propofol (0,5 mg/kg/menit) dan ketamin HCl (0,2 mg/kg/menit) dapat

menghasilkan anestesi dengan hemodinamik yang stabil (Intelisano et al. 2008).