bab ii tinjauan pustaka 2.1 teori pemungutan pajak 2.1.1

28
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1 Teori Bakti Terdapat beberapa teori pajak yang dikemukanan oleh Siti Resmi (2009:6) yang dapat digunakan sebagai dasar pemungutan pajak, diantaranya teori asuransi, teori kepentingan, teori daya pikul, teori daya beli, dan teori bakti. Dari teori-teori tersebut, teori yang paling mendukung variabel penelitian adalah teori bakti yang penjelasannya sebagai berikut: ”Teori ini mengutamakan kepentingan negara yang merupakan suatu kesatuan dari individu-individu dimana setiap warga negara terikat kepada pemerintahnya, sehingga negara mempunyai hak atas warganya dan memungkinkan secara mutlak untuk memungut pajak dari rakyatnya. Sebaliknya rakyat secara sadar membayar pajak karena menyadarinya sebagai kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya kepada negara.” 2.2 Pajak 2.2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 : “Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Upload: duongkien

Post on 31-Dec-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pemungutan Pajak

2.1.1 Teori Bakti

Terdapat beberapa teori pajak yang dikemukanan oleh Siti Resmi (2009:6)

yang dapat digunakan sebagai dasar pemungutan pajak, diantaranya teori asuransi,

teori kepentingan, teori daya pikul, teori daya beli, dan teori bakti. Dari teori-teori

tersebut, teori yang paling mendukung variabel penelitian adalah teori bakti yang

penjelasannya sebagai berikut:

”Teori ini mengutamakan kepentingan negara yang merupakan suatukesatuan dari individu-individu dimana setiap warga negara terikat kepadapemerintahnya, sehingga negara mempunyai hak atas warganya danmemungkinkan secara mutlak untuk memungut pajak dari rakyatnya.Sebaliknya rakyat secara sadar membayar pajak karena menyadarinyasebagai kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya kepada negara.”

2.2 Pajak

2.2.1 Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 :

“Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang olehorang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dandigunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuranrakyat”.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

8

Sedangkan pengertian pajak yang dikemukakan oleh para pakar antara

lain, menurut Prof. Dr. PJ.A. Adriani (dikutip dari Sari, 2013:34) :

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturanumum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yanglangsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayaipengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untukmenyelenggarakan pemerintahan”.

Menurut S. I. Djajadiningrat (dikutip dari Resmi, 2009:1) :

“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kekas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yangmemberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurutperaturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidakada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memeliharakesejahteraan secara umum”.

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (dikutip dari Mardiasmo,

2006:1) :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum”.

Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

9

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta peraturan

pelaksanaannya.

3. Pemungutan pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

kewajiban perpajakan.

4. Dalam pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukan secara langsung

adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap

pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.

5. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.

6. Pajak dipungut disebabkan seuatu keadaan, kejadian, atau perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.

2.2.2 Fungsi Pajak

Berdasarkan pada pengertian pajak yang telah dijelaskan, dapat

disimpulkan bahwa fungsi dari pajak adalah sebagai sumber pendapatan negara

yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara yang

bertujuan untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat secara umum.

Terdapat dua fungsi pajak yang dikemukakan oleh Siti Resmi (2009:3)

adalah sebagai berikut :

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keungan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah

satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

10

baik rutin maupun pembangunan dengan berupaya memasukkan uang

sebanyak-banyaknya untuk kas negara.

2. Fungsi Regularend (mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat

mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang

sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar

bidang keuangan.

2.2.3 Asas-Asas Pemungutan Pajak

Agar tujuan dari pemungutan pajak dapat tercapai, maka dalam memilih

alternatif pemungutan pajak harus berpegang teguh terhadap asas-asas

pemungutan pajak itu sendiri. Sehingga terdapat keserasian antara pemungutan

pajak dengan tujuan dan asas-asas yang ada. Asas-asas pemungutan pajak yang

ditulisakan oleh Adam Smith dalam bukunya yang kemudian dikenal dengan

nama The Four Cannons atau The Four Maxims (Suandy, 2005:27) adalah

sebagai berikut :

1. Equality

Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan

kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di

bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equity ini tidak diperbolehkan

suatu negara mengadakan diskriminasi di antar sesama Wajib Pajak.

Dalam keadaan yang sma Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam

keadaan berbeda Wajib Pajak harus diperlakukan berbeda.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

11

2. Certainty

Pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal

kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang

diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan

ketentuan mengenai pembayarannya.

3. Convenience of Payment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak,

yaitu pada saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimannya

penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.

4. Economic of Collections

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin,

jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak

itu sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang

dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.

Sedangkan asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo

(2006:7) adalah sebagai berikut :

1. Asas Domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak

yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari

dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam

negeri.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

12

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di

wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya

pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan

berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini

berlaku bagi Wajib Pajak Luar Negeri.

2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2006:7) adalah sebagai

berikut:

a. Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menenkutan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

13

b. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib

Pajak sendiri.

2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding Tax

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)

untuk menetukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak

ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.2.5 Pembagian Pajak

Sebagaimana yang dipaparkan oleh Siti Resmi (2009:7) pajak dapat

dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu pembagian pajak menurut

golongan, pembagian pajak menurut sifat, dan pembagian pajak menurut

pemungutan dan pengelolaanya. Dari pembagian pajak tersebut, pembagian pajak

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

14

yang sesuai dengan variabel penelitian adalah pembagian pajak menurut

pemungutan dan pengelolaanya yang penjelasannya sebagai berikut:

Pembagian pajak menurut pemungutan dan pengelolanya dibagi menjadi

dua, yaitu sebagai berikut:

a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga. Pajak negara yang berlaku

di Indonesia sampai saat ini adalah: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Contohnya: Pajak Reklame, Pajak Hiburan, dll.

2.3 Pajak Daerah

2.3.1 Pengertian Pajak Daerah

Pengertian pajak daerah menurut Undang-Undang Republik indonesia

Nomor 28 tahun 2009 pasal 1 angka 10 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah adalah sebagai berikut:

“Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajibkepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifatmemaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkanimbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagisebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Sedangkan pengertian pajak daerah menurut Suandy (2002:41) adalah

sebagai berikut:

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

15

“Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada

Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan

Daerah”.

2.3.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah

Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 yang

merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997

tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.

2.3.3 Ciri-ciri Pajak Daerah

Ciri-ciri pajak daerah yang dikemukanan Mariastuti (2012:23) adalah

sebagai berikut:

a. Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada baerah

sebagai pajak daerah.

b. Penyerahan dilakukan berdasarkan Undang-Undang.

c. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan Undang-Undang

atau peraturan hukum lainnya.

d. Hasil pemungutan pajak daerah digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai

pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

16

2.3.4 Jenis-Jenis Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009

jenis pajak daerah dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:

1) Pajak Kendaraan bermotor;

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

4) Pajak Air Permukaan; dan

5) Pajak Rokok.

b. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:

1) Pajak Hotel;

2) Pajak Restoran;

3) Pajak Hiburan;

4) Pajak Reklame;

5) Pajak Penerangan Jalan;

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

7) Pajak Parkir;

8) Pajak Air Tanah;

9) Pajak Sarang Burung Walet;

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

17

2.3.5 Tarif Pajak Daerah

Tarif pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 yang ditetapkan dengan

pembatasan tarif paling tinggi, yang berbeda untuk setiap jenis pajak daerah,

yaitu:

a. Tarif Pajak provinsi:

1) tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi 10%;

2) tarif Bea Balik Nama kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi

20%;

3) tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetatpkan paling tinggi

10%;

4) tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10%; dan

5) tarif Pajak Rokok ditetapkan paling tinggi 10%.

b. Tarif Pajak kota/kabupaten:

1) tarif Pajak Hotel ditetapkan palinh tinggi 10%;

2) tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10%;

3) tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35%;

4) tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25%;

5) tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10%;

6) tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi

25%;

7) tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30%;

8) tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi 20%;

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

18

9) tarif Pajak Sarang Burung walet ditetapkan paling tinggi 10%;

10) tarif Pajak Buni dan Bangunan ditetapkan paling tinggi 0,3%; dan

11) tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling

tinggi 5%.

2.4 Model Leviathan

Penggalian sumber-sumber keuangan daerah khususnya yang berasal dari

pajak daerah pada dasarnya perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu : (i) dasar

pengenaan pajak dan (ii) tarif pajak. pemerintah daerah cenderung untuk

menggunakan tarif yang tinggi agar memperoleh total penerimaan pajak daerah

yang maksimal. Pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi, secara teoritis tidak selalu

menghasilkan total penerimaan maksimum. Hal ini tergantung pada respons wajib

pajak terhadap permintaan dan penawaran barang yang dikenakan tarif pajak lebih

tinggi. Formulasi model ini dikenal sebagai Model Leviathan yang dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1Model Leviathan

t*

T*

Tarif Pajak Daerah

Total penerimaan Daerah

Kurva Laffer

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

19

Gambar 2.1 menunjukan hubungan antara tarif pajak proporsional atas basis

pajak tertentu. Bentuk kurva (“Laffer”) yang berbentuk parabola menghadap sumbu

Y (tarif pajak), menghasilkan total penerimaan pajak maksimum yang ditentukan

oleh kemampuan wajib pajak untuk menghindari beban pajak baik legal maupun

ilegal dengan mengubah “economoc behavior” dari wajib pajak. Gambar ini juga

mengasumsikan bahwa penyesuaian wajib pajak terhadap pengenaan tarif pajak

tertentu adalah independent terhadap jenis pajak dan tarif pajak lainnya. Model

Leviathan akan mencapai total penerimaan pajak maksimum (T*) pada tarif t*.

Pada tarif t*, menunjukkan bukanlah tarif tertinggi, tetapi dapat dicapai total

penerimaan pajak maksimum. Pada kondisi ini dikenal sebagai Revenue

Maximizing Tax Rate.

Model Leviathan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa

peningkatan penerimaan pajak daerah tidak harus dicapai dengan mengenakan

tarif pajak yang terlalu tinggi, tetapi dengan pengenaan tarif pajak yang lebih

rendah dikombinasikan dengan struktur pajak yang meminimalkan penghindaran

pajak dan respon harga dan kuantitas barang terhadap pengenaan pajak

sedemikian rupa, maka akan dicapai Total Penerimaan Maksimum.

2.5 Pajak Restoran

2.5.1 Pengertian Pajak Restoran

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 angka 22 dan 23,

pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

Sedangkan yang dimaksud dengan restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

20

atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan,

kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

Pemungutan pajak restoran di indonesia saat ini didasarkan pada Undang-

Undang Nomor 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Semula menurut

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pajak atas restoran disamakan dengan

nama Pajak Hotel dan Restoran, akan tetapi berdasarkan Undang-Undang Nomor

34 Tahun 2000 jenis pajak tersebut dipisahkan menjadi dua jenis pajak, yaitu

pajak hotel dan restoran.

Menurut Siahaan (2010: 328) dalam pemungutan pajak restoran terdapat

beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat

berikut ini:

1. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengan

dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin,

warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

2. Pengusaha restoran adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun,

yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di

bidang rumah makan.

3. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai

imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan, sebagai pembayaran

kepda pemilik rumah makan.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

21

4. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekaligus sebagai

bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan

pembayaran atas pembelian makanan dan atau minuman kepada subjek

pajak.

2.5.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran

Menurut Siahaan (2010:329) pemungutan pajak restoran di indonesia saat

ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi

oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak restoran

pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Restoran.

5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Restoran sebagai

aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Restoran pada

kabupaten/kota dimaksud.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

22

2.5.3 Objek Pajak Restoran

2.5.3.1 Objek Pajak restoran

Menurut Perda Nomor 3 Tahun 2003 pasal 2 ayat 1 yang dimaksud dengan

objek pajak restoran adalah “Pelayanan yang disediakan oleh restoran dengan

pembayaran”. Termasuk dalam objek pajak restoran dalam ayat 1 tersebut adalah:

a. Restoran, rumah makan, cafe, bar, dan sejenisnya.

b. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan dan atau

minuman di restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan

makan/minuman yang diantar/dibawa pulang.

2.5.3.2 Bukan Objek Pajak Restoran

Pada pajak restoran, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh

restoran/rumah makan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak

termasuk objek pajak, menurut Perda Nomor 28 tahun 2009 pasal 2 ayat 2,

pengecualian tersebut yaitu:

a. Pelayanan usaha jasa boga atau catering;

b. Pelayanan yang disediakan oleh restoran/rumah makan yang peredaran

usahanya tidak melebihi Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) per bulan.

2.5.4 Subjek Pajak Restoran

Menurut Perda Nomor 28 Tahun 2009 pasal 3, yang menjadi subjek pajak

restoran adalah “Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada

restoran/rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya”. Secara sederhana, yang menjadi

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

23

subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang

diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara itu, yang menjadi Wajib Pajak

menurut Perda Nomor 28 Tahun 2009 pasal 4 adalah “ Wajib pajak adalah orang

pribadi atau badan yang mengusahakan restoran/rumah makan, cafe, bar dan

sejenisnya.”.

Dalam menjalankan kewajiban perpajakan, wajib pajak dapat diwakili oleh

pihak tertentu yang diperkenankan oleh Undang-undang dan peraturan daerah

tentang pajak restoran. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan

atau secara tanggung rentang atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib

pajak da[at menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk

menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan.

2.5.5 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Restoran

2.5.5.1 Dasar Pengenaan Pajak Restoran

Menurut Perda Nomor 28 Tahun 2009 pasal 5, “Dasar pengenaan pajak

restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran”. Jika

pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian

dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemebelian makanan dan

minuman. Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak

kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun

penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar atas pembelian

makanan dan atau minuman, termasuk pula semua tambahan dengan nama apa

pun juga dilakukan berkaitan dengan usaha restoran (Siahaan, 2010: 331).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

24

2.5.5.2 Tarif Pajak Restoran

Menurut Perda Nomor 28 Tahun 2009 pasal 6, tarif pajak restoran

ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan

daerah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai

dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap

daerah kabupaten/kota diberi wewenang untuk menetapkan besarnya tarif pajak

yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari

sepuluh persen.

2.5.5.3 Perhitungan Pajak Restoran

Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara

mengalihkan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan

pajak restoran adalah sesuai dengan rumus berikut (Siahaan, 2010:332)

Pajak terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak X Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada

restoran

2.6 Ekstensifikasi Pajak

Pengertian ekstensifikasi pajak menurut Surat Edaran Direktorat Jendral

Pajak No. SE - 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan

Intensifikasi Pajak adalah sebagai berikut:

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

25

“Ekstensifikasi pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambah

jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi

Direktorat Jendral Pajak (DJP)”.

Ekstensifikasi pajak memfokuskan pada peningkatan kesadaran wajib

pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan memfokuskan pada

penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak. Hal ini

sesuai dengan strategi ekstensifikasi yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Pajak

Kota Bandung guna mengoptimalisasi pajak daerah, antara lain:

1. Penyesuaian tarif pajak daerah disesuaikan peraturan perundang-undangan

yang berlaku serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi

sosial ekonomi masyarakat.

2. Menggali potensi pajak daerah baru, melalui persiapan perlimpahan pajak

pusat dan pajak propinsi.

Agar kegiatan ekstensifikasi berhasil sesuai yang diharapkan maka

menurut Drs. B. Boediono, M. Si. (dikutip Yusuf, 2010:51), terdapat tiga fungsi

utama aparatur perpajakan untuk menjamin suksesnya sistem perpajakan

(termasuk pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi), yaitu

penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Ketiga hal tersebut tidak boleh

dipisahkan dan harus berjalan bersamaan untuk mewujudkan sistem perpajakan

yang baik yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor

pajak. Selain itu kesadaraan wajib pajak sangat dibutuhkan karena dengan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

26

meningkatkan kesadaran dan jumlah wajib pajak maka akan meningkatkan jumlah

pendapatan negara melalui pajak.

2.7 Intensifikasi Pajak

Pengertian Intensifikasi pajak menurut Surat Edaran Direktorat Jendral

Pajak No. SE - 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan

Intensifikasi Pajak adalah sebagai berikut:

“Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan

pajak terhadap objek serta subjek yang telah tercatat atau terdaftar dalam

administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak”.

Intensifikasi pajak merupakan cara meningkatkan pendapatan daerah

dengan memfokus pada kegiatan optimalisasi penggalian pendapatan atau

penerimaan pajak terhadap objek serat subjek pajak yang telah tercatat. Hal ini

sesuai dengan strategi intensifikasi yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Pajak

Kota Bandung guna mengoptimalisasi pajak daerah, antara lain:

1. Penyederhanaan proses administrasi pemungutan dan penyempurnaan

sistem pelayanan pajak daerah.

2. Optimalisasi pelaksanaan landasan hukum yang berkaitan dengan pajak

daerah.

3. Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai ketentuan pajak

daerah.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

27

4. Peningkatan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan

penerimaan pajak daerah.

5. Peningkatan koordinasi dan kerja sama antar unit satuan kerja terkait agar

penerimaan yang bersumber dari pajak daerah dapat tercapai secara

optimal.

6. Pengembangan sistem informasi online pajak daerah.

2.8 Kota Bandung

Secara geografis Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan

merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara 107°-

43° Bujur Timur dan 6°00-6°20 Lintang Selatan. Secara topologis Kota Bandung

terletak pada ketinggian 768 Meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah

Utara dengan ketinggian 1.050 Meter dan terendah di sebelah Selatan adalah 675

Meter di atas permukaan laut.

Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga Bandung merupakan

suatu cekungan (Bandung Basin), dibagian Selatan permukaan tanah relatif datar,

sedangkan di wilayah Kota Bandung bagian Utara permukaan tanahnya berbukit-

bukit, sehingga merupakan panorama yang indah.

Batas-batas administratif Kota Bandung adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang Kabupaten

Bandung Barat.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi Kabupaten

Bandung.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

28

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Terusan Pasteur Kecamatan

Cimahi Utara, Cimahi Selatan dan Kota Cimahi.

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot,

Bojongsoang, Kabupaten Bandung.

Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan

sejuk. Pada tahun 1998 temperatur rata-rata 23,5°C, dengan curah hujan rata-rata

200,4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21,3 hari perbulan.

2.9 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dikelola oleh Kota

Bandung adalah sebagai berikut:

1. Hasil Pajak Daerah;

2. Hasil Retribusi Daerah;

3. Bagian Laba Usaha Daerah; dan

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

2.10 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai peningkatan Pendapatan Asli Daerah telah dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang digunakan oleh penulis sebagai rujukan

yaitu:

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

29

1. Nurul Aziza Yusuf (2010)

Melakukan Penelitian dengan judul “Pengaruh Ekstensifikasi Dan

Intensifikasi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah

Pada Pemerintahan Kota Bandung (2003-2009)”, menyimpulkan bahwa

signifikansi pengaruh pengaruh ekstensifikasi dan intensifikasi pajak

terhadap PAD secara parsial, ekstensifikasi pajak berpengaruh signifikan

terhadap pendapatan asli daerah, dan intensifikasi pajak tidak berpengaruh

signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Sedangkan secara simultan,

ekstensifikasi dan intensifikasi berpengaruh signifikan terhadap PAD.

2. Dwi Yulianti Mariantuti (2012)

Melakukan Penelitian dengan judul “Pengaruh Ekstensifikasi Dan

Intensifikasi Pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

Pada Pemerintahan Kota Bandung”, menyimpulkan bahwa signifikansi

pengaruh pengaruh ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terhadap PAD

secara parsial, ekstensifikasi pajak berpengaruh signifikan terhadap

pendapatan asli daerah, dan intensifikasi pajak tidak berpengaruh

signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Sedangkan secara simultan,

ekstensifikasi dan intensifikasi berpengaruh signifikan terhadap PAD.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

30

Tabel 2.1Penelitian Terdahulu

No NamaPeneliti

JudulPenelitian

Hasil Penelitian Kesamaan(=)

Ketidaksamaan(≠)

1. NurulAzizaYusuf(2010)

PengaruhEkstensifikasiDanIntensifikasiPajak HotelDan RestoranTerhadapPendapatanAsli DaerahPadaPemerintahanKota Bandung(2003-2009)

Secara parsialekstensifikasi pajakberpengaruhsignifikan terhadappendapatan aslidaerah, danintensifikasi pajaktidak berpengaruhsignifikan terhadappendapatan aslidaerah. Secarasimultanekstensifikasi danintensifikasi pajakberpengaruhsignifikan terhadappendapatan aslidaerah

Ekstensifikasidanintensifikasipajak restoranpadaPemerintahanKota Bandung

Variabeldependen, dantahun penelitian

2. DwiYuliantiMariastuti(2012)

PengaruhEkstensifikasiDanIntensifikasiPajak DaerahDalamMeningkatkanPendapatanAsli DaerahPadaPemerintahanKota Bandung

Secara parsialekstensifikasi pajaktidak berpengaruhsignifikan terhadappendapatan aslidaerah, sedangkanintensifikasi pajakberpengaruhsignifikan terhadappendapatan aslidaerah. Secarasimultanekstensifikasi danintensifikasi pajakberpengaruhsignifikan terhadappendapatan aslidaerah

EkstensifikasidanintensifikasipadaPemerintahanKota Bandung

Variabeldependen, dantahun penelitian

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

31

2.11 Kerangka Pemikiran

Dari sumber-sumber Pendapatan Asli daerah (PAD), pajak daerah

merupakan sumber pendapatan yang dapat diandalkan untuk menunjang

pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di daerah, akan tetapi tiap daerah menghadapi masalah yang berbeda-

beda dalam melakukan pemungutan pajak, demikian pula pada tingkat

keberhasilannya. Seperti yang dialami oleh Dinas Pelayan Pajak Kota Bandung

yang mengalami penurunan pada jumlah wajib pajak restoran dan jumlah pajak

restoran yang tidak selalu meningkat (naik-turun). Hal inilah yang perlu menjadi

pertimbangan agar Pemerintah Daerah Kota Bandung dapat melakukan

pendekatan-pendekatan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor

SE - 06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Pajak dan Intensifikasi

Pajak guna meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan mengoptimalkan

penerimaan pajak, sehingga dapat meningkatkan pajak daerah yang merupakan

sumber penerimaan daerah yang dapat diandalkan.

Pengertian ekstensifikasi pajak dan intensifikasi pajak menurut Surat

Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan

Ekstensifikasi Pajak dan Intensifikasi Pajak adalah sebagai berikut:

“Ekstensifikasi pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan

jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi

Direktorat Jenderal Pajak (DJP)”.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

32

“Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan

pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar

dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib

Pajak”.

Tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Soemitro (1974) untuk

memperbesar penerimaan negara, diantaranya:

a. Perluasan wajib pajak;

b. Perluasan jenis dan besarnya penghasilan yang dikenakan pajak,

baik pajak atas pendapatan, pajak atas konsumsi maupun pajak

kekayaan;

c. Penyempurnaan tarif pajak; dan

d. Penyempurnaan administrasi pungutan pajak.

Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan-kegiatan tersebut termasuk dalam

kegiatan ekstensifikasi pajak dalam meningkatkan jumlah wajib pajak sehingga

penerimaan pajak dapat meningkatkan.

Lain halnya untuk meningkatkan pembangunan yang berkaitan dengan

pajak, menurut Soemitro (1974) untuk meningkatkan pembangunan perlu adanya

penyempurnaan aparatur perpajakan. Penyempurnaan menurut Soemitro (1974)

adalah sebagai berikut:

a. Penyempurnaan administrasi pajak seperti sarana dan prasarana

yang diperlukan;

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

33

b. Bidang kepegawaian yang meliputi perluasan jumlah pegawai,

peningkatan mutu pegawai, peningkatan disiplin dikalangan

pegawai, dan peningkatan kesejahteraan pegawai;

c. Penyempurnaan Undang-Undang pajak.

Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan-kegiatan tersebut termasuk dalam

kegiatan intensifikasi pajak yang bertujuan untuk mengoptimalisasi besarnya

pajak yang secara langsung dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Dari kerangka pemikiran yang telah diuraikan oleh penulis di atas,

kemudian digambarkan dalam kerangka teoritis yang disusun sebagai berikut:

Gambar 2.2Kerangka Pemikiran

Jumlah Pajak Restoran Fluktuatif Jumlah Wajib Pajak Restoran Menurun

Ekstensifikasi Pajak Intensifikasi Pajak

Pajak Daerah

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pemungutan Pajak 2.1.1

34

Dari kerangka pemikiran yang sudah dijelaskan, maka dapat digambarkan

paradigma penelitian yang disusun sebagai berikut:

Gambar 2.3Paradigma Penelitian

2.12 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan, penulis menggunakan hipotesis

sebagai berikut:

“Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak Restoran Berpengaruh Secara Simultan

dan Parsial dalam Meningkatkan Pajak Daerah”.

EkstensifikasiPajak

IntensifikasiPajak

Pajak Daerah