bab ii tinjauan pustaka 2.1 tax amnesty (pengampunan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tax Amnesty (Pengampunan Pajak)
Menurut Waluyo, Tax Amnesty adalah kebijakan pemerintah di bidang
perpajakan dalam bentuk Pengampunan Pajak terhadap Wajib Pajak dalam tahun
pajak, dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan WP (tax compliance), dan
meningkatkan penerimaan otoritas pajak atau penerimaan negara.11 Selain itu
Malherbe mengemukakan Tax Amnesty adalah suatu kemungkinan untuk
mendapatkan pengampunan dalam membayar pajak dari sejumlah kewajiban pajak
(termasuk bunga dan denda), pengabaian penuntutan pidana pajak, dan membatasi
untuk mengaudit pajak untuk jangka waktu tertentu.12
Pengertian Tax Amnesty dalam Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2016
tentang Pengampunan Pajak, adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Harta
adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang
digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau
di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Uang tebusan adalah
sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan
pajak.13
11 Waluyo, Perpajakan Indonesia, ed.10 Buku 1 (Jakarta: Salemba Empat, 2011), 381. 12 Jacques Malherbe, ed., Tax Amnesties (Alphen Aan den Rijn: Kluwer Law, 2011), 1-2. 13 Republik Indonesia, UUD RI No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, Bab 1
Pasal 1 Ayat 1, 3 dan 7.
9
Dengan kata lain, Tax Amnesty merupakan pemberian fasilitas perpajakan
berupa pembebasan dalam periode waktu tertentu dari pengenaan, pemeriksaan,
pengusutan, dan penuntutan atas harta atau penghasilan yang sebelumnya tidak atau
belum sepenuhnya dikenakan pajak, dilandasi oleh adanya pengakuan kesalahan
dari Wajib Pajak dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.
2.1.1 Konsep Dasar Tax Amnesty
Istilah Pengampunan Pajak berasal dari kata “Tax Amnesty”,
merupakan suatu konsep perpajakan yang telah diterapkan di beberapa
negara. Secara etimologis, kata Amnesty (amnesti) berasal dari bahasa Yunani
“amnestia” yang dapat diartikan melupakan atau suatu tindakan melupakan,
mengampuni, memaafkan (forgiveness). Secara historis amnesti merupakan
peninggalan dari masa kerajaan, dimana seorang raja yang berkuasa
mempunyai kekuasaan untuk menghukum dan termasuk mengurangi
hukuman sebagai tindakan murah hati dari seorang raja.14 Di dalam sistem
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, amnesti merupakan hak prerogatif
Presiden sebagai kepala negara dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).15
Khazanah pengetahuan Islam sebenarnya juga kaya akan konsep-
konsep amnesti, kafarat merupakan salah satu konsep penebusan dosa yang
disebabkan oleh pelanggaran sumpah, pelanggaran nazar, pembunuhan,
dhihar, ila’, berjimak di siang hari Ramadhan, ataupun denda haji. Selain itu
fidiah dan dam juga dapat diartikan sebagai konsep penebusan yang berupa
14 Zainal Muttaqin, Tax Amnesty di Indonesia (Bandung: Refika Aditama, 2013), 28. 15 Republik Indonesia, UUD 1945, Bab III Pasal 14 Ayat 2.
10
denda di dalam Islam.16 Masa sekarang amnesti sebagai konsep pengampunan
hukuman diterapkan dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam hukum
pidana, tapi juga diberlakukan dalam bidang politik, hak asasi manusia,
ekonomi, dan pajak.17 Menggunakan pengertian amnesti yang diuraikan
sebelumnya, maka Tax Amnesty merupakan konsep penghapusan sanksi yang
diberikan oleh Presiden dalam keadaan tertentu kepada Wajib Pajak yang
telah melakukan pelanggaran terhadap undang-undang perpajakan.
2.1.2 Tujuan Tax Amnesty
Di berbagai negara yang telah melaksanakan Tax Amnesty, diterima
pandangan bahwa Tax Amnesty merupakan bagian dari program kebijakan
fiskal yang bersangkutan, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara
jangka pendek dan juga kepatuhan Wajib Pajak sehingga dapat meningkatkan
keadilan dan meningkatkan pendapatan jangka menengah.18 Hal ini sama
dengan pendapat lain bahwa Tax Amnesty bertujuan untuk:19
1. Meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek. Permasalahan
penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung menurun menjadi alasan
pemerintah memberikan Tax Amnesty, dengan harapan pajak yang dibayar
oleh Wajib Pajak selama program tersebut berjalan akan meningkatkan
penerimaan pajak.
2. Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang. Para
pendukung Tax Amnesty umumnya berpendapat bahwa kepatuhan
16 Umi Cholifah, “Pengampunan Pajak di Indonesia Perspektif Hukum Islam: Studi Telaah
Filosofis dan Yuridis” (Tesis Magister Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2017), 10. 17 Zainal Muttaqin, Tax Amnesty..., 30. 18 Ibid. 31. 19 Suhartono, “Analisis Pajak Pengampunan (Tax Amnesty) Atas Harta Dalam Negeri
Menggunakan Ms. Access Programming”, Perspektif, Vol. 15 No. 1 (Maret 2017), 29.
11
sukarela akan meningkatkan setelah program Tax Amnesty dilakukan. Hal
ini didasari pada harapan bahwa setelah program Tax Amnesty dilakukan
Wajib Pajak yang sebelumnya menjadi bagian dari sistem administrasi
perpajakan, maka WP tersebut tidak akan bisa mengelak dan menghindar
dari kewajiban perpajakannya.
3. Mendorong repatriasi modal atau aset. Kejujuran dalam pelaporan
sukarela atas data harta kekayaan setelah program Tax Amnesty merupakan
salah satu tujuan jangka panjang. Dalam konteks pelaporan, data harta
kekayaan tersebut, pemberian Tax Amnesty juga bertujuan untuk
mengembalikan modal yang parkir di luar negeri. Pemberian Tax Amnesty
atas pengembalian modal yang di parkir di luar negeri ke bank di dalam
negeri dipandang perlu karena akan memudahkan otoritas pajak dalam
meminta informasi tentang data kekayaan Wajib Pajak kepada bank di
dalam negeri.
4. Transisi ke sistem perpajakan baru. Tax Amnesty dapat di justifikasi
sebagai alat transisi menuju sistem perpajakan yang baru.
2.1.3 Jenis Tax Amnesty
Melihat di berbagai negara yang telah melaksanakan Tax Amnesty,
dapat diketahui program tersebut selalu memiliki motif dan ketentuan yang
berbeda-beda. Namun, dalam literatur sekurang-kurangnya terdapat 4 jenis
Tax Amnesty, jenis yang dimaksud adalah sebagai berikut:20
20 Zainal Muttaqin, Tax Amnesty..., 34-35.
12
1. Pengampunan hanya diberikan terhadap sanksi pidana perpajakan saja,
sedangkan kewajiban untuk membayar pokok pajak termasuk pengenaan
sanksi administrasi seperti bunga dan denda tetap ada.
2. Pengampunan yang diberikan terdiri dari penghapusan sanksi pidana dan
administrasi berupa denda. Wajib Pajak yang diberikan pengampunan
tetap mempunyai kewajiban melunasi hutang pokok pajak disertai bunga
atas kekurangan tersebut.
3. Pengampunan diberikan atas seluruh sanksi administrasi maupun pidana.
Wajib Pajak hanya dikenakan kewajiban sebatas melunasi utang pokok
untuk tahun-tahun sebelumnya tanpa dikenakan sanksi administrasi baik
bunga, denda ataupun kenaikan serta pidana.
4. Pengampunan diberikan terhadap seluruh utang pajak untuk tahun-tahun
sebelumnya dan juga atas seluruh sanksi baik yang bersifat administrasi
maupun pidana. Dengan kata lain, negara melepas hak untuk melakukan
penagihan atas seluruh hutang pajak yang seharusnya dibayar.
2.1.4 Dinamika Tax Amnesty di Indonesia
Tax Amnesty di Indonesia pertama dilakukan pada 9 September 1964
melalui Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1964 Tentang Peraturan
Pengampunan Pajak. Kebijakan Tax Amnesty pada saat itu didasarkan pada
pertimbangan adanya kebutuhan dana yang besar untuk kepentingan revolusi
nasional dan pembangunan nasional semesta berencana.21 Pemerintah
memberikan keringanan bahwa modal/kekayaan yang dimintakan
pengampunan, tidak akan dijadikan alasan oleh instansi pemerintah yang
21 Ibid, 37.
13
bertugas di bidang fiskal untuk melakukan pengusutan dan penuntutan pidana
atas asal-usul modal tersebut. Objek pajak yang dapat pengampunan berupa
Pajak Pendapatan (PPd), Pajak Perseroan (PPs), dan Pajak Kekayaan (PKk).
Adapun tarif uang tebusan 5% dari Wajib Pajak yang menanamkan
modal di bidang usaha-usaha pertanian, perikanan, peternakan,
pertambangan, perindustrian, dan pengangkutan, sebagaimana yang
ditetapkan oleh Menteri Urusan Pendapatan Pembiayaan dan Pengawasan.
Tarif uang tebusan 10% dikenakan terhadap modal WP yang pada saat
mengajukan pengampunan belum dikenakan pajak dan digunakan di luar
bidang usaha yang ditentukan oleh Menteri tersebut. Kebijakan ini berakhir
pada tanggal 17 Agustus 1965.22
Tanggal 18 April 1984 Indonesia kembali menerapkan kebijakan Tax
Amnesty untuk yang kedua kali setelah tahun 1964. Diberlakukannya
Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1984 yang kemudian mengalami
perubahan dengan Keputusan Presiden No. 72 Tahun 1984 Tentang
Pengampunan Pajak di latar belakangi oleh adanya perubahan sistem
perpajakan baru yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional, serta adanya potensi
pajak yang hilang karena sulit dijangkau undang-undang. Potensi pajak yang
hilang ini disebabkan ketidakjujuran membayar pajak, tidak membayar pajak
sama sekali, dan menyimpan kekayaan di negara lain dengan pertimbangan
tarif pajak lebih rendah.23
22 Republik Indonesia, Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1964 Tentang Peraturan
Pengampunan Pajak, Pasal 1-3. 23 Zainal Muttaqin, Tax Amnesty..., 37-38.
14
Wajib Pajak yang melapor untuk mendapatkan Tax Amnesty
dibebaskan dari penuntutan pidana dan pengusutan fiskal. Ketentuan ini
dimaknai bahwa hutang Pajak Pendapatan (PPd), Pajak Kekayaan (PKk),
Pajak Perseroan (PPs), Pajak Pendapatan Buruh (PPd. 17a), Pajak Penjualan
(PPn), Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti (PBDR) yang tidak atau belum
sepenuhnya dibayar sebelum tahun 1984 tidak dikenai kewajiban untuk
membayar dan bebas dari sanksi. Sebagai konsekuensi atas penghapusan
hutang dan sanksi tersebut, WP membayar uang tebusan 1% bagi yang telah
menyerahkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan 10% bagi Wajib
Pajak yang belum menyerahkan SPT PPd/PPs tahun 1983 dan PKk tahun
1984. Kebijakan ini berakhir pada tanggal 30 Juni 1985.24
Berdasarkan evaluasi dari beberapa pengamat ekonomi, kebijakan Tax
Amnesty tahun 1964 dan 1984 tidak berhasil sebagaimana yang diinginkan.
Hal ini dikarenakan kurangnya dukungan dari lapisan masyarakat, penegak
hukum dan perumusan tujuan yang jelas serta tidak diikuti dengan reformasi
sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh.25 Pada saat itu peran
sektor perpajakan dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
masih berfungsi sebagai pelengkap saja sehingga pemerintah tidak
mengupayakan lebih serius. Penerimaan negara banyak didominasi dari
sektor ekspor minyak dan gas bumi.26 Berbeda dengan sekarang, penerimaan
pajak merupakan sumber penerimaan dominan dalam struktur APBN.
24 Ibid, 39-41. 25 Andreas Rudiwantoro, “Tax Amnesty Upaya Pemerintah Meningkatkan Kepatuhan Wajib
Pajak”, Jurnal Moneter, Vol. IV No. 1 (April 2017), 59. 26 I Nyoman Putra Yasa, I Putu Wahyu Mandala, “Tax Amnesty dan Implementasinya:
Sebuah Pendekatan Eksploratif”, Soedirman Accounting Review, Vol. 1 No. 1 (Desember 2016), 43.
15
Januari 2008, Pemerintah Indonesia menjalankan kebijakan Sunset
Policy yang diberlakukan 14 bulan. Kebijakan Sunset Policy diatur dalam
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 28 Tahun
2007 Pasal 37A dan berlaku sejak 1 Januari 2008. Sunset Policy ini dapat
dikatakan versi mini dari Tax Amnesty. Sunset Policy adalah kebijakan
pemerintah dalam menerapkan penghapusan sanksi administrasi bagi Wajib
Pajak yang kurang bayar maupun melakukan kesalahan dalam pengisian
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh).27
Sejak program Sunset Policy diimplementasikan telah berhasil
menambah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru sebanyak 5.653.128,
bertambahnya SPT sebanyak 804.814 dan bertambahnya penerimaan PPh
sebesar Rp 7,46 Triliun. Namun demikian, pada tahun 2009 jumlah WP yang
tidak menyampaikan SPT mencapai 47,39% dari total WP sebanyak
15.469.590 jiwa. Hal ini membuktikan masih rendahnya tingkat kepatuhan
dan kemungkinan WP kembali ke perilaku ketidakpatuhan.28
Per 1 Juli 2016, Pemerintah Indonesia kembali menjalankan kebijakan
Tax Amnesty, kebijakan ini berakhir pada tanggal 31 Maret 2017. Kebijakan
Tax Amnesty tahun 2016 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
memberikan kesempatan sekali lagi kepada Wajib Pajak yang selama ini
belum terbuka secara administrasi perpajakan atau selama ini tidak patuh
untuk melaporkan penghasilannya dari objek pajak yang dimiliki. Belajar dari
masa lalu serta negara yang pernah gagal dan sudah berhasil dalam
27 Andreas Rudiwantoro, “Tax Amnesty Upaya..., 59. 28 I Nyoman Putra Yasa dan I Putu Wahyu Mandala, “Tax Amnesty dan Implementasinya...”,
43.
16
menjalankan kebijakan Tax Amnesty, tentu kita semua berharap kebijakan
Tax Amnesty tahun 2016 akan sukses dalam menghimpun dana dari sektor
perpajakan dan sukses dalam meningkatkan jumlah WP yang taat pajak.
Langkah lanjutan dalam reformasi administrasi perpajakan menjadi
faktor penting. Kebijakan Tax Amnesty tahun 2016 harus digunakan oleh
otoritas pajak Indonesia dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk
meningkatkan basis data secara benar dan akurat, sehingga tidak ada lagi WP
yang menyembunyikan objek pajak yang berada di dalam maupun di luar
negeri.
2.1.5 Mekanisme Tax Amnesty Tahun 2016
Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak dan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 118/PMK.03/2016 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2016, mekanisme Tax Amnesty
tahun 2016 dijelaskan sebagaimana berikut ini.29
2.1.5.1 Subjek dan Objek
1. Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.
2. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan
kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan harta yang dimilikinya
dalam Surat Pernyataan.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
yaitu Wajib Pajak yang sedang:
29 Menteri Keuangan RI, PMK RI No. 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan UU No. 11
Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, Bab II et seq.
17
a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan
lengkap oleh kejaksaan.
b. dalam proses peradilan.
c. menjalani hukuman pidana, atas tindakan pidana di bidang
perpajakan.
4. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi
pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir
Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya
diselesaikan oleh Wajib Pajak.
5. Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 terdiri
atas kewajiban:
a. Pajak Penghasilan.
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
2.1.5.2 Persyaratan
1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Membayar uang tebusan.
3. Melunasi seluruh tunggakan pajak.
4. Melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak
yang seharusnya dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan.
5. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban
menyampaikan SPT PPh.
18
6. Mencabut permohonan;
a. pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
b. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat
Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya
terdapat pokok pajak yang terutang;
c. pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar;
d. keberatan;
e. pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan;
f. banding;
g. gugatan; dan/atau
h. peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan
permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan.
2.1.5.3 Cara Pengajuan
1. Wajib Pajak datang ke kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan
untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan
kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat
Pernyataan, yaitu;
a. bukti pembayaran uang tebusan;
b. bukti pelunasan tunggakan pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki
tunggakan pajak;
c. daftar perincian harta beserta informasi kepemilikan harta yang
dimiliki;
d. daftar utang serta dokumen pendukung;
19
e. bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak
yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang
sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan;
f. fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
terakhir; dan
g. surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah
diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak;
h. surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan harta ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling
singkat selama waktu 3 tahun terhitung sejak dialihkan dalam hal
Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi;
i. melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan harta ke luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat
selama jangka waktu 3 tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat
Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan deklarasi;
j. surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi Wajib
Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
2. Wajib Pajak melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan
untuk mengajukan Tax Amnesty melalui Surat Pernyataan, termasuk
membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi
pajak yang tidak atau kurang dibayar atau ajak yang seharusnya tidak
dikembalikan bagi WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti
permulaan atau penyidikan.
20
3. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan ke kantor pelayanan
pajak tempat WP terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
4. Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.
5. Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan
Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 hari kerja
terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta
lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan
Pajak kepada Wajib Pajak.
6. Dalam hal jangka 10 hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 4)
Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum
menerbitkan Surat Pernyataan dianggap diterima.
7. Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3
kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang
Pengampunan Pajak berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017
di mana Surat Pernyataan kedua dan ketiga dapat disampaikan
sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan
sebelumnya dikeluarkan.
2.1.5.4 Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan
1. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di dalam atau di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan
(repatriasi) dan diinvestasikan di dalam wilayah NKRI dalam jangka
waktu paling singkat 3 tahun terhitung sejak dialihkan, adalah
sebesar;
21
a. 2% untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak
Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku sampai dengan
tanggal 30 September 2016 (Periode I);
b. 3% untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan
keempat terhitung sejak tanggal 1 Oktober 2016 sampai dengan
tanggal 31 Desember 2016 (Periode II); dan
c. 5% untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak
tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017
(Periode III).
2. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah
NKRI adalah sebesar:
a. 4% untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak
Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku sampai dengan
tanggal 30 September 2016 (Periode I);
b. 6% untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak
tanggal 1 Oktober 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember
2016 (Periode II); dan
c. 10% untuk periode penyampaian Surat Pernyataan terhitung sejak
tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017
(Periode III).
3. Tarif uang tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya
sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir (TPT) terhitung sejak Undang-
22
Undang Pengampuan Pajak berlaku hingga tanggal 31 Maret 2017,
adalah sebesar;
a. 0,5% bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai
dengan Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam
Surat Pernyataan; atau
b. 2% bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai harta lebih dari
Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat
Pernyataan.
2.1.6 Instrumen Investasi Dana Tax Amnesty Tahun 2016
Investasi atas dana yang dialihkan sebagaimana yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Pengampunan Pajak dilakukan dalam bentuk:30
1. SBN Republik Indonesia.
2. Obligasi Badan Usaha Milik Negara.
3. Obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh perintah.
4. Investasi keuangan pada Bank Persepsi.
5. Obligasi perusahaan swasta yang di perdagangannya diawasi oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
6. Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh Pemerintah.
7. Bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan Perundang-
Undangan.
Investasi sebagaimana yang dimaksud ditempatkan pada instrumen
investasi seperti efek bersifat utang termasuk medium term notes, Sukuk,
30 Menteri Keuangan RI, PMK RI No. 123/PMK. 08/2016 Perubahan Atas PMK No.
119/PMK. 08/2016 Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wilayah NKRI dan Penempatan Pada instrumen Investasi di Pasar Keuangan dalam Rangka Pengampunan Pajak, Pasal 6 Ayat 1-2.
23
Saham, unit penyertaan Reksadana, efek beragun aset, unit penyertaan dana
investasi real estate, Deposito, Tabungan, Giro, kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa berjangka di Indonesia, dan instrumen investasi
pasar keuangan lainnya termasuk produk asuransi yang dikaitkan dengan
investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang
mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
2.1.7 Dana Perolehan Tax Amnesty Tahun 2016
Kebijakan Tax Amnesty yang digulirkan Pemerintah Indonesia sejak 1
Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017 telah berakhir. Merujuk pada statistik
Dashboard Tax Amnesty Direktorat Jenderal Pajak, penerimaan uang tebusan
Tax Amnesty sebesar Rp 114,5 Triliun. Komposisi uang tebusan didominasi
Wajib Pajak Orang Pribadi non Usaha Mikro Kecil Menengah sebesar Rp
91,4 Triliun, WP Badan non UMKM sebesar Rp 14,7 Triliun, WP OP UMKM
sebesar Rp 7,81 Triliun, dan WP Badan UMKM sebesar Rp 692 Miliar.
Penerimaan uang tebusan Tax Amnesty tersebut berdasarkan Surat Pernyataan
Harta (SPH), jika berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP) penerimaan uang
tebusan sebesar Rp 135,6 Triliun.
Tebusan berdasarkan Surat Setoran Pajak terdiri dari Pembayaran
Tunggakan sebesar Rp 19,4 Triliun, Pembayaran Bukti Permulaan sebesar Rp
1,75 Triliun, dan Uang Tebusan sebesar Rp 114,5 Triliun. Sedangkan untuk
perolehan deklarasi harta mencapai Rp 4.884 Triliun, terdiri dari atas
Deklarasi Dalam Negeri sebesar Rp 3.701 Triliun, Deklarasi Luar Negeri
sebesar Rp 1.036 Triliun, dan Repatriasi harta sebesar Rp 146, 7 Triliun.31
31 Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Statistik Amnesti Pajak, diakses pada
tanggal 8 Agustus 2017 dari http://pajak.go.id/statistik-amnesti.
24
Lebih Jelasnya mengenai perolehan dana Tax Amnesty tahun 2016 lihat pada
Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Dana Perolehan Tax Amnesty Tahun 2016
Jenis Total Dana Keseluruhan
(Miliar Rupiah)
Tebusan Badan UMKM 691,62 Tebusan OP UMKM 7.809,47 Tebusan Badan non UMKM 14.682,31 Tebusan OP non UMKM 91.356,97 Total Tebusan 114.540,37
Pembayaran Bukti Permulaan (Bukper) 1.748,39 Pembayaran Tunggakan 19.366,79 Total Tebusan + Bukper + Tunggakan 135.655,55
Deklarasi Harta Bersih Repatriasi 146.703,96 Deklarasi Harta Bersih LN 1.036.758,46 Deklarasi Harta Bersih DN 3.700.790,21 Total Harta 4.884.252,63
Sumber: Diolah dari Statistik Amnesti Pajak Direktorat Jenderal Pajak
Berdasarkan realisasi perolehan dana Tax Amnesty tahun 2016 pada
Tabel 2.1, target pemerintah yang tercapai hanya dana deklarasi sebesar Rp
4.884 Triliun atau 122% dari target awal yang sebesar Rp 4000 Triliun.
Repatriasi yang sebelumnya ditargetkan Rp 1.000 Triliun terealisasi hanya
Rp 146,7 Triliun atau 14,6% dari target. Begitu pun dengan uang tebusan
tercapai 69.4% atau Rp 114,5 Triliun dari target awal yang sebesar Rp 165
Triliun.
Menurut Sri Mulyani pada konferensi pers mengenai capaian Tax
Amnesty tahun 2016 “Dari sisi angka tebusan dan yang harta dideklarasikan,
saya rasa sudah sangat besar. Wajib Pajak yang sangat besar sebagian besar
sudah ikut. Jumlah yang dilaporkan signifikan dari Orang Pribadi dan Wajib
25
Pajak Badan, dibandingkan dari negara-negara lain. Itu cukup baik”, Jumat
(31/03/2017).32
2.1.8 Bank Persepsi Tax Amnesty Tahun 2016
Pelaksanaan kebijakan Tax Amnesty selama 9 bulan mulai dari 1 Juli
2016 sampai dengan 31 Maret 2017 tidak terlepas dari peranan perbankan.
Pemerintah menunjuk sejumlah bank untuk menampung dana Tax Amnesty
atau yang disebut sebagai Bank Persepsi. BP adalah Bank Umum (BU) yang
ditunjuk oleh Menteri untuk menerima setoran penerimaan negara dan
berdasarkan Undang-Undang Pengampunan Pajak ditunjuk untuk menerima
setoran uang tebusan dan/atau dana yang dialihkan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan Pengampunan
Pajak.33
Kriteria yang harus terpenuhi untuk menjadi Bank Persepsi dalam
penerimaan dana Tax Amnesty tahun 2016 sebagaimana yang telah diatur
pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 123/PMK.
08/2016 adalah sebagaimana berikut:34
1. Termasuk dalam kategori Bank Umum Kelompok Usaha 3 (BUKU 3) dan
Bank Umum Kelompok Usaha 4 (BUKU 4).
2. Persyaratan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Bank Persepsi harus;
a. mendapat persetujuan untuk melakukan kegiatan penitipan dengan
pengelolaan (trust);
32 Sekretariat Kabinet Indonesia, Realisasi Tax Amnesty, diakses pada tanggal 10 Agustus
2017 dari http://setkab.go.id. 33 Menteri Keuangan RI, PMK RI No. 118/PMK.03/2016..., Bab I Pasal 1 Ayat 18. 34 Menteri Keuangan RI, PMK RI No. 123/PMK. 08/2016 Perubahan Atas PMK No.
119/PMK. 08/2016..., Pasal 8 Ayat 1.
26
b. memiliki surat persetujuan bank sebagai kustodian dari Otoritas Jasa
Keuangan; dan/atau
c. menjadi administrator Rekening Dana Nasabah.
3. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2, khusus bank
yang tidak berbadan hukum Indonesia harus menyampaikan surat
pernyataan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari kantor
pusat atau kantor cabang di Indonesia yang memuat;
a. persetujuan dari kantor pusat untuk bertindak sebagai Gateway;
b. komitmen kantor pusat untuk tidak melakukan kegiatan yang
menghambat pelaksanaan Pengampunan Pajak baik yang dilakukan di
dalam negeri maupun luar negeri; dan
c. kesediaan kantor pusat untuk menanggung segala konsekuensi yang
timbul apabila terbukti melakukan kegiatan yang menghambat
pelaksanaan Pengampunan Pajak baik yang dilakukan di dalam maupun
di luar negeri.
Pengertian dari kategori Bank Umum Kelompok Usaha 3 adalah
bank dengan modal inti paling sedikit sebesar Rp 5 Triliun sampai dengan
kurang dari Rp 30 Triliun. Sedangkan BUKU 4 merupakan bank dengan
modal inti paling sedikit sebesar Rp 30 Triliun. Pengelompokan BUKU
untuk Unit Usaha Syariah didasarkan pada modal inti Bank Umum
Konvensional yang dimiliki induknya.35
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 600/KMK.
03/2016 tentang penetapan Bank Persepsi yang bertindak sebagai
35 Otoritas Jasa Keuangan RI, Peraturan OJK No. 6/POJK. 03/2016 Tentang Kegiatan Usaha
dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, Bab I Pasal 3 Ayat 1-2.
27
penerima uang tebusan Tax Amnesty. BP terdiri dari 77 Bank terbagi dalam
49 Bank Umum Konvensional, 3 Bank Umum Syariah, dan 25 Bank
Pembangunan Daerah.36 Adapun daftar BUK yang terdiri dari 49
sebagaimana Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Daftar Bank Umum Konvensional Sebagai Bank Persepsi
Tax Amnesty Tahun 2016
No. Nama Bank No. Nama Bank
1 Bangkok Bank 25 KEB Hana 2 Bank ANZ Indonesia 26 MNC Bank Internasional 3 Bank Chinatrust (CTBC) 27 PT Bank Artha Graha 4 Bank Commonwealth 28 PT Bank Bukopin, Tbk 5 Bank DBS Indonesia 29 PT Bank Bumi Arta 6 Bank Ganesha 30 PT Bank Central Asia, Tbk 7 Bank ICBC Indonesia 31 PT Bank CIMB Niaga, Tbk 8 Bank J Trust Indonesia 32 PT Bank Danamon 9 Bank Maybank Indonesia 33 PT Bank DKI 10 Bank Mestika Dharma 34 PT Bank Ekonomi Raharja 11 Bank Mizuho 35 PT Bank Jasa Jakarta 12 Bank Of America 36 PT Bank Maspion Indonesia 13 Bank of Tokyo 37 PT Bank Mayapada 14 Bank QNB Kesawan 38 PT Bank Mega 15 Bank Resona Perdania 39 PT Bank Panin
16 Bank Sumitomo 40 PT Bank Nusantara Parahyangan, Tbk
17 Bank Woori Saudara 41 PT Bank OCBC NISP
18 Citibank, N.A 42 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk
19 Deutsche Bank, A. G 43 PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk
20 PT Bank Sinarmas 44 PT Bank Rabobank Internasional Indonesia
21 JP Morgan Chase Bank 45 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
22 PT Bank Permata, Tbk 46 Hongkong and Shanghai Bank Corps
23 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk 47 PT Bank Sinhan Indonesia (d/h
PT Bank Metro Express)
36 Kementerian Keuangan RI, KMK RI 600/KMK.03/2016..., 3-4.
28
24 PT Bank UOB Indonesia 48 Standard Chartered Bank
49 PT Bank mandiri (Persero), Tbk
Sumber: Keputusan Menteri Keuangan RI No. 600/KMK. 03/2016
Komposisi Bank Umum Konvensional yang ditunjuk sebagai Bank
Persepsi dalam Tabel 2.2 tersebut terdiri dari 5 jenis bank. Bank Umum
Swasta Nasional (BUSN) devisa mendominasi sebanyak 26 bank, diikuti
Bank Campuran (BC) sebanyak 9 bank, kemudian Bank Asing (BA)
sebanyak 8 bank, dan Bank Persero sebanyak 4 bank, sedangkan BUSN
non devisa sebanyak 2 bank.
Sedangkan ke – 3 Bank Umum Syariah yang ditunjuk sebagai Bank
Persepsi Tax Amnesty sebagaimana dalam Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Daftar Bank Umum Syariah Sebagai Bank Persepsi Tax
Amnesty Tahun 2016
No. Nama Bank No. Nama Bank
1 PT Bank Muamalat Indonesia 3 PT BNI Syariah 2 PT Bank Syariah Mandiri
Sumber: Keputusan Menteri Keuangan RI No. 600/KMK. 03/2016
Bank Umum Syariah sebagai Bank Persepsi dalam Tabel 2.3
tersebut merupakan Bank Umum Swasta Nasional Devisa (BUSND)
kategori BUS. Merujuk pada Direktori Perbankan Indonesia (DPI)
Otoritas Jasa Keuangan, bank kategori devisa untuk BUS di Indonesia
berjumlah 4 bank, yaitu Bank Mega Syariah (BMS), Bank Syariah Mandiri
(BSM), Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah), dan Bank
29
Muamalat Indonesia (BMI).37 Jumlah BUS di Indonesia sampai dengan
Agustus 2017 berjumlah 13 bank.38
Tidak hanya Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah
sebagai Bank Persepsi Tax Amnesty tahun 2016, Bank Pembangunan
Daerah pun ikut berpartisipasi, ke – 25 BPD yang dimaksud sebagaimana
Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4 Daftar Bank Pembangunan Daerah Sebagai Bank Persepsi
Tax Amnesty Tahun 2016
No. Nama Bank No. Nama Bank
1 BPD Aceh 14 BPD Nusa Tenggara Barat 2 BPD Bali 15 BPD Nusa Tenggara Timur 3 BPD Bengkulu 16 BPD Papua 4 BPD Jabar Banten 17 BPD Riau Kepri 5 BPD Jambi 18 BPD Kalimantan Timur 6 BPD Jawa Tengah 19 BPD Sulawesi Tengah 7 BPD Jawa Timur 20 BPD Sulawesi Tenggara 8 BPD Kalimantan Barat 21 BPD Sulawesi Utara 9 BPD Kalimantan Selatan 22 BPD Sumatera Barat 10 BPD Kalimantan Tengah 23 BPD Sumatera Utara
11 BPD Sulawesi Selatan dan Barat 24 BPD SUMSEL dan BABEL
12 BPD Lampung 25 BPD Yogyakarta 13 BPD Maluku
Sumber: Keputusan Menteri Keuangan RI No. 600/KMK. 03/2016
Bank Pembangunan Daerah pada Tabel 2.5 secara keseluruhan
merupakan BPD yang ada di seluruh Indonesia pada saat Tax Amnesty
Diundang-undangkan.
37 Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, “Direktori Perbankan Indonesia”,
Otoritas Jasa Keuangan, 26 September 2016, 38 et seq. 38 Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, “Statistik Perbankan Indonesia”, Otoritas
Jasa Keuangan, Vol. 15. No. 7 (Juni 2017), 62.
30
2.2 Bank Syariah
Bank menurut Kasmir dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang
kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.39 Pengertian
bank menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, bank
adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.40 Sedangkan
dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, ditinjau
dari segi imbalan atau jasa penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman,
bank dapat dibedakan menjadi bank konvensional dan bank syariah.41
Dengan kata lain, bank adalah suatu lembaga keuangan yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari segi
imbalan atau jasa penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman, bank dapat
dibedakan menjadi bank konvensional dan bank syariah.
2.2.1 Definisi Bank Syariah
Bank syariah atau bank Islam merupakan bank yang dalam
beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariat Islam, khususnya
mengenai tata cara bermuamalah secara Islam. Secara akademik, istilah Islam
dan syariah memang beda. Namun secara teknis untuk penyebutan bank
39 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, rev. ed. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 8. 40 Republik Indonesia, UU RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Pasal 1 Ayat 1. 41 Republik Indonesia, UU RI No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Pasal 4.
31
syariah dan bank Islam mempunyai pengertian yang sama.42 Perwataatmadja
dan Antonio memberikan definisi bank syariah adalah bank beroperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut
tata cara secara Islam. Dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktik-
praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan
kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil.43
Bank syariah tidak mengenal sistem bunga seperti di bank
konvensional, karena sistem bunga termasuk riba. Riba dilarang dalam Islam,
sehingga sistem bank konvensional yang menggunakan bunga harus
digantikan dengan suatu sistem kerja sama, dengan skema bagi hasil
keuntungan maupun kerugian, dalam Al-qur’an dan Hadis disebutkan:
ين ٱلذ كلون ب وا ي أ ي ٱلر ل قوم ي ا م ك إلذ يقومون ٱلذ بذطه ت خ ني يط ٱلشذ من
اٱلم س إنذم نذهمق الوا بأ لك ب وا مثلٱل يعذ ٱلر لذ ح
أ و ٱل يع ٱللذ رذم ب وا و ح نٱلر م ف
اء ه ب هۥج نرذ ةم وعظ ف ۦم مرهۥل هف ٱنت ه أ و ل ف اس ۥم هإل ٱللذ ئك ل و
ف أ د نع و م
ب صح ٱنلذار أ ون ل اخ ٢٧٥همفيه
Artinya: “Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi,
42 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), 5. 43 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank
Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992), 1-2.
32
maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”, (QS. al-Baqarah [2]: 275).44
ن هق ال ع اللذ ابرر ضيي نج ب ا:ع الر ا كل لذم ل ي هو س ع اللذ لذ ص لاللذ ر سو ل ع ن ق ال ي هو ث اهد تب هو ك مؤك هو و اء:و س لم(,هم اهمس و (.ر
Artinya: “Dari Jabir RA, ia berkata: Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberi makan, orang yang mewakilinya, orang mencatatnya, dan dua orang yang menjadi saksinya. Nabi bersabda, “Mereka itu sama (dosanya)”, (HR. Muslim).45
Berdasarkan pendapat sebelumnya, maka dapat dijelaskan bahwa
pengertian bank syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai intermediary yang melaksanakan segala peraturan keuangan tanpa
bunga dengan menggunakan prinsip syariah yang berlandasan Al-qur’an dan
Hadis.
2.2.2 Karakteristik Bank Syariah
Bank syariah memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan
bank konvensional, adapun karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:46
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian
diwujudkan dalam jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat
dilakukan dengan kebebasan tawar menawar dalam batas wajar.
2. Persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu
dihindarkan, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun
batas waktu perjanjian telah berakhir.
44 Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Lentera Abadi, 2011), 47. 45 H. Idri, Hadis Ekonomi (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 190. 46 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam..., 18-22.
33
3. Di dalam kontrak pembiayaan proyek bank syariah tidak menerapkan
perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang diterapkan di muka,
karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek
yang dibiayai bank hanyalah Allah semata, manusia sama sekali tidak
mampu meramalnya.
4. Bank syariah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang yang
sama, misalnya rupiah dengan rupiah atau dolar dengan dolar, yang dari
transaksi itu dapat menghasilkan keuntungan.
5. Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi
operasionalisasi bank dari sudut syariahnya.
6. Produk-produk bank syariah selalu menggunakan sebutan-sebutan yang
berasal dari istilah Arab.
7. Adanya produk khusus yang tidak terdapat di dalam bank konvensional,
yaitu kredit tanpa beban murni bersifat sosial, di mana nasabah tidak ada
kewajiban untuk mengembalikannya.
8. Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak
pemilik modal/memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan
dana, juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya
berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang
disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana tersebut ditarik kembali
sesuai dengan perjanjian.
Kesimpulan dari pembahasan di atas bahwa karakteristik bank syariah
yang paling mendasar adalah pelarangan riba dalam berbagai bentuknya.
Operasional bank syariah atas dasar bagi hasil, tidak menggunakan sistem
34
bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan dan asas utamanya
kemitraan, keadilan, transparansi dan universal serta adanya Dewan
Pengawas Syariah.
2.2.3 Fungsi dan Peran Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang menjalankan fungsi intermediary
berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam. Peran dan fungsi bank syariah
diantaranya adalah sebagai berikut:47
1. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat atau dunia usaha dalam
bentuk Giro, Tabungan, dan Deposito serta menyalurkannya kepada sektor
riil yang membutuhkan.
2. Sebagai tempat investasi bagi dunia usaha dengan menggunakan alat-alat
investasi yang sesuai dengan syariah.
3. Menawarkan berbagai jasa keuangan berdasarkan upah dalam sebuah
kontrak perwakilan atau penyewaan.
4. Memberikan jasa sosial seperti pinjaman kebajikan, zakat dan dana sosial
lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam.
Kesimpulannya, fungsi dan peran bank syariah adalah sebagai tempat
menghimpun dana masyarakat baik dalam bentuk Giro, Tabungan, dan
Deposito serta menyalurkannya dalam bentuk investasi sektor riil yang sesuai
dengan syariah, di samping itu juga memberikan jasa sosial sesuai dengan
ajaran Islam.
47 Nurul Hudan dan Mohammad Heikal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), 38 et seq.
35
2.2.4 Tujuan Bank Syariah
Di dalam Undang-Undang RI No. 21 tahun 2008 disebutkan bahwa
perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan
kesejahteraan rakyat.48 Penjelasan atas pasal Undang-Undang tersebut yaitu
dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
perbankan syariah tetap berpegang pada prinsip syariah secara menyeluruh
(kāffah) dan konsisten (istiqāmah). Sedangkan tujuan bank syariah menurut
Sudarsono adalah sebagai berikut:49
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah/beraktivitas
secara Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan
agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan
lain yang mengandung unsur tipuan (gharar), dimana jenis-jenis usaha
tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak
negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang sangat besar antara pemilik modal dengan pihak yang
membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang
berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan
kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian
usaha.
48 Republik Indonesia, UU RI No. 21 Tahun 2008..., Pasal 3. 49 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonosia, 2008), 43.
36
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang ada pada umumnya
merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang.
Upaya bank syariah dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa
pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus
usaha yang lengkap seperti program pembinaan produsen, pedagang
perantara, konsumen, pengembangan modal kerja, dan program
pengembangan usaha bersama.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter, dengan aktivitas bank
syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan
adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga
keuangan.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non
syariah.
Kesimpulannya, tujuan bank syariah bahwa adalah menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional yang diarahkan kepada terwujudnya
peningkatan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat
dalam kegiatan pembinaan dan pengembangan ekonomi. Maka implementasi
prinsip syariah dalam kegiatan usaha perbankan syariah harus dilaksanakan
secara kāffah dan istiqāmah, sehingga dapat terciptanya keadilan,
kebersamaan, dan pemerataan dalam kegiatan ekonomi.
2.2.5 Produk dan Jasa Bank Syariah
Produk dan jasa yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu:50
50 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), 97 et seq.
37
1. Produk penyaluran dana (financing), dalam menyalurkan dananya pada
nasabah secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam
empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu;
a. pembiayaan dengan prinsip jual beli (ba’i);
b. pembiayaan dengan prinsip sewa (ijārah);
c. pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syīrkah; dan
d. pembiayaan dengan akad pelengkap.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang,
sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan
jasa. Prinsip bagi hasil yang digunakan untuk usaha kerja sama yang
ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. Sedangkan
pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar
pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip sebelumnya.
2. Produk penghimpunan dana (funding), di bank syariah penghimpunan
dapat berbentuk Giro, Tabungan, dan Deposito. Prinsip operasional
syariah yang diterapkan adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
3. Produk jasa (service), selain menjalankan fungsi sebagai intermediary
antara pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) dengan kelebihan dana
(surplus unit) bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa
perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau
keuntungan. Jasa tersebut antara lain berupa shārf (jual beli valuta asing)
dan ijārah (sewa).
Kesimpulannya, produk bank syariah terdiri dari produk penyaluran
dana (financing), penghimpunan dana (funding), dan produk jasa (service).
38
2.2.6 Sumber Dana Bank Syariah
Masalah bank yang utama adalah dana, tanpa dana yang cukup bank
tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut Veitzhal Rivai, et al.
sumber dana bank syariah maupun bank konvensional terbagi menjadi 3 jenis,
yaitu:51
1. Dana Pihak Kesatu (dana sendiri) merupakan dana yang berasal dari
pemegang saham atau pemilik. Dana ini terdiri dari modal, cadangan, dan
laba.
2. Dana Pihak Kedua (dana pinjaman) merupakan dana yang diperoleh dari
pihak luar bank (dalam rupiah dan atau valuta asing) atau lazim disebut
berasal dari pihak yang memberikan pinjaman kepada bank. Dana
pinjaman ini diterima dari bank lain (dalam atau luar negeri), Bank
Indonesia, atau lembaga keuangan (dalam atau luar negeri), serta pihak
lain.
3. Dana Pihak Ketiga (dana masyarakat) merupakan dana yang diperoleh dari
masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan,
pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan, dan lain-lain baik dalam
mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Dana ini dalam bank terdiri
dari simpanan Giro, Tabungan, dan Deposito.
Dengan demikian, sumber dana bank konvensional maupun bank
syariah terbagi menjadi 3 jenis terdiri dari Dana Pihak Kesatu, Dana Pihak
Kedua, dan Dana Pihak Ketiga. Keberadaan dana bagi bank sangat vital guna
51 Veitzhal Rivai, et al., Bank and Finansial..., 412 et seq.
39
keberlangsungan usaha, karena tanpa dana yang cukup bank tidak akan
berfungsi sebagaimana mestinya.
2.3 Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga merupakan dana yang dihimpun dari masyarakat, dalam
arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi,
yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing.
DPK merupakan dana terbesar yang dimiliki oleh bank, pada tahun 2016 porsi DPK
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia sekitar 78.2% dibanding
sumber dana lain,52 hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana
dari pihak-pihak yang kelebihan dana dalam masyarakat.
Untuk bank syariah, klasifikasi penghimpunan Dana Pihak Ketiga tidak
didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan
fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia prinsip penghimpunan
dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan
mudharabah.53 Maka penghimpunan dana masyarakat pada bank syariah berbentuk
Giro Wadiah, Giro Mudharabah, Tabungan Wadiah, Tabungan Mudharabah dan
Deposito Mudharabah atau yang secara total biasa disebut Dana Pihak Ketiga.
2.3.1 Giro (demand deposit)
Giro adalah simpanan masyarakat dalam rupiah atau valuta asing pada
bank yang transaksinya (penarikan dan penyetoran) dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan Cek, Bilyet Giro, kartu ATM, sarana perintah
bayar lainnya dan atau cara pemindahan buku lainnya.54 Uang yang disimpan
52 Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, “Statistik Perbankan Syariah..., 23. 53 Teti Rahmawati, “Analisis Perbandingan..., 77. 54 Veitzhal Rivai, et al., Bank and Finansial..., 413.
40
di Giro dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan catatan dana yang
tersedia masih mencukupi. Adapun yang dimaksud dengan Giro syariah
adalah Giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Landasan
hukum Giro syariah yang tertera dalam firman Allah adalah sebagaimana
berikut:
... د ب عضكمب عضاف ليؤ من يٱف إنأ ن ت هؤتمن ٱلذ م
ل تذقۥأ ٱو بذهللذ ٢٨٣ ...ر
Artinya: “...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...”, (QS. al-Baqarah [2]: 283).55
Menurut fatwa DSN-MUI No. 1/DSN-MUI/IV/2000, Giro yang
dibenarkan dibedakan menjadi dua jenis sebagaimana berikut ini.
2.3.1.1 Giro Wadiah
Al-Wadiāh dalam segi bahasa diartikan sebagai meninggalkan
atau meletakkan, atau meletakkan sesuatu pada orang lain untuk
dipelihara dan dijaga. Dari aspek teknis, wadiah dapat diartikan sebagai
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan
hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
kehendaki.56 Kaitannya dengan produk Giro, bank syariah menerapkan
dua prinsip wadiah, yaitu Wadiāh Yad al-Āmanah dan Wadiāh Yad al-
Dhāmanah.57
Wadiāh Yad al-Āmanah dengan karakteristik yaitu titipan murni
dimana barang yang dititipkan tidak boleh digunakan (diambil
55 Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya..., 49. 56 M. Syafi’i Antonio, Islamic Banking: Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), 85. 57 Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah (Jakarta: Grasindo
Publisher, 2005), 22.
41
manfaatnya) oleh penitip, dan sewaktu titipan dikembalikan harus
dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya, serta jika
selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima
titipan tidak dibebani tanggung jawab pemeliharaan dapat dikenakan
biaya titipan.
Sedangkan Wadiāh Yad al-Dhāmanah, yakni nasabah bertindak
sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk
menggunakan/memanfaatkan uang/barang titipannya, sedangkan bank
syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk
mengelola dana titipan dengan tanpa mempunyai kewajiban
memberikan bagi hasil dan keuntungan pengelolaan dana tersebut.
Namun demikian, bank syariah diperkenankan memberikan insentif
berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.
Menurut Adiwarman Karim, ketentuan Giro Wadiah (GW)
adalah sebagai berikut:58
1. Dana wadiah dapat dipergunakan oleh bank untuk kegiatan
komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali
nominal dana wadiah tersebut.
2. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik
atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan
dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan
bonus kepada pemilih dana sebagai suatu insentif untuk menarik
dana masyarakat tidak boleh di per janjikan di muka.
58 Adiwarman Karim, Bank Islam..., 340.
42
3. Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu waktu
(on call) baik sebagian ataupun seluruhnya.
2.3.1.2 Giro Mudharabah
Giro Mudharabah (GM) adalah Giro yang dijalankan berdasarkan
akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni
Mudhārabah al-Mutlāqah dan Mudhārabah al-Muqayyādah, yang
menjadi perbedaan diantara keduanya adalah terletak pada ada atau
tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam
mengelola hartanya, baik dari sisi tempat, waktu maupun objek
investasinya. Nasabah dalam hal ini bertindak sebagai pemilik dana
(shāhibul māl), dan bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib).
Berkapasitas sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan
pihak lain.59
Hasil dari pengelolaan mudharabah akan memberikan bagi hasil
antara bank dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati dan dituangkan dalam akad pembuatan rekening.
Perhitungan bagi hasil Giro Mudharabah dilakukan berdasarkan saldo
rata-rata harian yang dihitung di tiap akhir bulan dan di buku awal bulan
berikutnya.60 Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung
jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya.
Namun apabila yang terjadi adalah mismanagement ketika dalam
59 Ibid, 342. 60 Ibid, 342.
43
pengelolaan, maka bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian
tersebut.
2.3.2 Tabungan (saving deposit)
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga dalam rupiah dan valuta asing
pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
dari masing-masing bank penerbit, tetapi tidak dapat ditarik dengan Cek,
Bilyet Giro atau alat lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.61 Adapun
yang dimaksud dengan Tabungan syariah adalah Tabungan yang dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Landasan hukum Tabungan syariah yang
tertera dalam firman Allah adalah sebagaimana berikut:
ا ه ي أ ين ٱي لذ ل كمب ين كمب مو
أ كلوا
ت أ ل نوا طلٱء ام ةلب ر تج نت كون
أ إلذ
ت قتلوا ل نكم و اضم نت ر ع كم إنذ نفس ٱأ بكمر حيماللذ ن ٢٩ك
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”, (QS. An-Nisa' [4]: 29).62
Menurut fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2006, Tabungan yang
dibenarkan dibedakan menjadi dua jenis sebagaimana berikut ini.
2.3.2.1 Tabungan Wadiah
Tabungan Wadiah (TM) merupakan tabungan yang dijalankan
berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang dijaga dan dikembalikan
setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Tabungan yang dapat ditarik
61 Veitzhal Rivai, et al., Bank and Finansial..., 415. 62 Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya..., 83.
44
setiap saat tersebut di dalam fatwa DSN-MUI ditetapkan dengan ketentuan
tentang Tabungan Wadiah, yakni:63
1. Bersifat simpanan.
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian
(‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Berkaitan dengan produk Tabungan Wadiah, bank syariah
menggunakan akad Wadiāh Yad al-Dhāmanah. Mengingat Wadiāh Yad al-
Dhāmanah ini mempunyai implikasi hukum yang sama dengan Qard, maka
nasabah penitip dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk membagi
hasilkan keuntungan harta tersebut. Namun demikian, bank diperkenankan
memberikan bonus kepada pemilik harta titipan selama tidak disyaratkan di
muka. Dengan kata lain, pemberian bonus merupakan kebijakan bank syariah
semata yang bersifat sukarela.64
Tabungan Wadiah merupakan produk pendanaan syariah berupa
simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (savings account),
untuk keamanan dan kemudahan pemakaiannya seperti Giro Wadiah, tetapi
tidak sefleksibel Giro Wadiah karena nasabah tidak dapat menarik dananya
dengan Cek. Bank biasanya dapat menggunakan dana ini lebih leluasa
dibandingkan dana dari Giro Wadiah, sehingga bank memiliki peluang besar
untuk mendapatkan keuntungan.65
63 Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2014), 53. 64 Adiwarman Karim, Bank Islam..., 346. 65 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 115-116.
45
2.3.2.2 Tabungan Mudharabah
Tabungan Mudharabah (TM) adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak
dapat ditarik dengan Cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu
seperti dijelaskan dalam Tabungan Wadiah.66 Tabungan dengan prinsip
mudharabah ini memiliki karakteristik tidak dapat ditarik setiap saat.
Sehingga mobilitas keluar masuknya tabungan tidak setinggi Giro
Mudharabah, implikasinya bank lebih leluasa menggunakan saldo yang ada
untuk mendanai operasional.67
Tabungan Mudharabah merupakan Tabungan dengan akad mudharabah
dimana shahibul maal mempercayakan dananya untuk dikelola mudharib
dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah disepakati dan dituangkan dalam akad
pembuatan rekening. Dalam aplikasinya, produk tabungan bank syariah yang
mempergunakan prinsip ini antara lain berupa Tabungan Haji hanya dapat
ditarik pada saat penabung akan menunaikan ibadah haji, Tabungan Kurban,
Tabungan Pendidikan, dan tabungan lain sejenisnya.
Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa
untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Namun, disisi lain Bank Syariah juga memiliki sifat sebagai
seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati/bijaksana
serta beritikad baik dan bertanggungjawab atas segala sesuatu yang timbul
akibat kesalahan/kelalaiannya.
66 Wiroso, Penghimpunan Dana..., 27. 67 M. Sulhan dan Ely Siswanto, Manajemen Bank: Konvensional dan Syariah (Malang: UIN-
Malang Press, 2008), 64.
46
2.3.3 Deposito (time deposit)
Deposito adalah simpanan pika ketiga (rupiah dan valuta asing) yang
diterbitkan atas nama nasabah pada bank yang penarikannya hanya dapat
dilakukan waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank
yang bersangkutan.68 Adapun yang dimaksud dengan Deposito syariah adalah
Deposito yang dijalankan dengan prinsip syariah.69 Landasan hukum
Deposito syariah yang tertera dalam firman Allah adalah sebagaimana
berikut:
ا ه ي أ ين ٱي لذ ب
وفوا أ نوا ١...لعقودٱء ام
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu...”, (QS. al-Maidah [5]: 1).70
Menurut fatwa DSN-MUI No. 03/DSN-MUI/IV/2000, Deposito yang
dibenarkan adalah Deposito Mudharabah (DM) dengan ketentuan berikut:71
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik
dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak
lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dan tunai bukan bentuk
hutang.
68 Veitzhal Rivai, et al., Bank and Finansial..., 417. 69 Adiwarman Karim, Bank Islam..., 351. 70 Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya..., 106. 71 Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa..., 58.
47
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional Deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana,
terdapat 2 bentuk Deposito syariah, yaitu sebagaimana berikut:72
1. Deposito Mudhārabah al-Mutlāqah, pemilik dana tidak memberikan
batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola
investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek
investasinya.
2. Deposito Mudhārabah al-Muqayyādah, pemilik dana memberikan batasan
atau persyaratan tertentu kepada bank syariah dalam mengelola
investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek
investasinya.
2.4 Penelitian Terdahulu
Di dalam penelitian ini peneliti mencantumkan beberapa temuan hasil
penelitian yang relevan sebagai acuan dan perbandingan dalam mengembangkan
materi yang ada. Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki korelasi dengan
penelitian yang dilakukan, antara lain yaitu sebagai berikut:
72 Ibid, 352-355.
48
1. Umiyati dan Leni Tantri Ana (2017) dengan judul penelitian “Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pembiayaan Pada Bank Umum Syariah Devisa di
Indonesia”.
Hasil penelitian menunjukkan secara parsial bahwa DPK dan FDR
berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan, sedangkan ROA, NPF dan Inflasi
tidak berpengaruh signifikan terhadap Pembiayaan. Hasil lainnya menunjukkan
nilai Adjusted R Square sebesar 91,3% yang berarti secara simultan
menunjukkan bahwa jumlah Pembiayaan pada Bank Umum Syariah Devisa
dipengaruhi DPK, FDR, NPF, ROA dan Inflasi, sedangkan sisanya sebesar 8,7%
dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Variabel bebas yang memberikan
pengaruh yang kuat dan signifikan terhadap variabel terikat adalah DPK.
Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan nilai koefisien regresi (B) sebesar 0,818
yang lebih besar dibandingkan dengan koefisien regresi variabel FDR sebesar
0,507.
Hubungan penelitian ini dengan penelitian Umiyati dan Leni Tantri Ana
terletak pada variabel yang paling memberikan pengaruh signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan adalah DPK. Sampel penelitian juga sama yaitu Bank
Umum Syariah Devisa.
2. Shely Saraswati (2017) dengan judul penelitian “Analisis Perbandingan Dana
Pihak Ketiga, Return On Assets, Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional, dan Loan to Deposit Ratio Sebelum dan Sesudah Tax Amnesty”.
Hasil penelitian dengan menggunakan Paired Sample T-Test dan Wilcoxon
menunjukkan pertumbuhan DPK, ROA dan kenaikan LDR atau penyaluran
kredit dan mengalami penurunan BOPO. Perbedaan terjadi signifikan terjadi
49
sesudah penerapan Tax Amnesty. DPK naik sebesar 1,14%, ROA naik sebesar
34,7%, LDR naik sebesar 34,7%, dan untuk BOPO mengalami penurunan
sebesar 5,11%.
Hubungan penelitian ini dengan penelitian Shely Saraswati, et al. terletak
pada kebijakan Tax Amnesty tahun 2016 dengan implikasinya terhadap kinerja
perbankan salah satunya DPK. Menggunakan alat uji yang sama yaitu Paired
Sample T-Test namun sampel penelitian berbeda yakni bank konvensional.
Penghimpunan DPK sebelum dan sesudah Tax Amnesty memiliki perbedaan
yang signifikan.
3. Agustinar (2016) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh DPK, NPF, SWBI
dan Surat berharga Pasar Uang Syariah Terhadap Penyaluran Pembiayaan
Perbankan Syariah di Indonesia”.
Hasil penelitian diperoleh R2 sebesar 0,9979 berarti perubahan variabel
bebas telah menjelaskan perubahan variabel terikat sebesar 99,79% dan 0,21%
dijelaskan variabel di luar model. Sedangkan F-hitung lebih besar dari F-tabel
(F-hitung 51,53 > F-tabel 2,54) ini berarti bahwa semua variabel yang digunakan
dalam estimasi model analisis ini, yaitu DPK, NPF, SWBI dan Surat Berharga
Pasar Keuangan Syariah secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap Penyaluran Pembiayaan pada Perbankan Syariah di Indonesia. DPK
merupakan faktor yang paling kuat pengaruhnya terhadap penyaluran
pembiayaan perbankan syariah di Indonesia.
Hubungan penelitian ini dengan penelitian Agustinar terletak pada salah
satu variabel yang digunakan yaitu DPK bank syariah. DPK dalam penelitian
tersebut merupakan indikator yang paling kuat mempengaruhi penyaluran
50
pembiayaan bank syariah, DPK positif terhadap pembiayaan yang disalurkan.
Artinya semakin banyak DPK yang dihimpun suatu bank syariah semakin
banyak pula pembiayaan yang disalurkan.
4. Zakaria Arrazy (2015) dengan judul penelitian “Pengaruh DPK, FDR dan NPF
Terhadap Pertumbuhan Aset Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia Tahun
2010-2014”.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa DPK, FDR dan NPF secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap PA dengan nilai probabilitas masing-
masing lebih kecil dari 0,5 sedangkan DPK, FDR dan NPF secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap PA dengan nilai probabilitas masing-masing
lebih kecil dari 0,5. Koefisien determinasi menunjukkan bahwa dalam model
regresi sebesar 35,3% perubahan variabel PA disebabkan keempat variabel yang
diteliti, sedangkan sisanya 64,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
dimasukkan ke dalam penelitian.
Hubungan penelitian ini dengan penelitian Zakaria Arrazy terletak pada
salah satu variabel yang digunakan yaitu DPK bank syariah. DPK pada
penelitian tersebut mempengaruhi pertumbuhan aset bank syariah, DPK positif
terhadap pertumbuhan aset. Artinya semakin banyak DPK yang dihimpun,
pertumbuhan aset bank syariah juga akan meningkat.
5. Teti Rahmawati (2015) dengan judul penelitian “Analisis Perbandingan
Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Pada Perbankan Syariah Sebelum dan
Sesudah Penerapan Kebijakan Office Chanelling”.
Hasil penelitian menunjukkan Terdapat perbedaan rata-rata kuantitas
penghimpunan dana pihak ketiga pada perbankan syariah di Indonesia sebelum
51
dan sesudah penerapan kebijakan Office Chaneling. Terdapat pengaruh yang
signifikan dari kebijakan Office Chanelling terhadap penghimpunan Dana Pihak
Ketiga pada perbankan syariah di Indonesia.
Hubungan penelitian ini dengan penelitian Teti Rahmawati terletak pada
variabel DPK dan alat uji yang sama yaitu Paired Sample T-Test, namun
indikator pembanding yang digunakan berbeda yakni kebijakan Office
Chaneling.
Ulasan penelitian terdahulu di atas dapat disimpulkan bahwa Dana Pihak
Ketiga dan Tax Amnesty pada perbankan pernah dilakukan. Perbedaan
permasalahan penelitian yang ingin diteliti adalah peneliti memfokuskan
bagaimana perbandingan penghimpunan Dana Pihak Ketiga bank syariah sebelum
dan sesudah kebijakan Tax Amnesty tahun 2016. Dengan demikian penelitian ini
jelas berbeda dengan penelitian terdahulu.
2.5 Kerangka Konseptual
Kebijakan Tax Amnesty yang digulirkan pemerintah sejak 1 Juli 2016 sampai
dengan 31 Maret 2017 tidak terlepas dari peranan perbankan. Berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.600/KMK.03/2016
pemerintah menetapkan 77 Bank Umum sebagai Bank Persepsi untuk menampung
dana Tax Amnesty. Ke – 77 Bank Umum tersebut diantaranya ada 3 Bank Umum
Syariah yang ditetapkan sebagai Bank Persepsi. Tergolong sebagai lembaga
keuangan syariah yang ditetapkan pemerintah, kesempatan ini harus dimanfaatkan
dengan baik, mengingat pemerintah menargetkan perolehan uang tebusan sebesar
Rp 165 Triliun, dengan dana repatriasi mencapai Rp 1.000 Triliun dan dana
deklarasi sebesar Rp 4.000 Triliun, baik dari dalam maupun luar negeri.
52
Target penerimaan dana Tax Amnesty tersebut jika masuk dan terinvestasikan
di Bank Persepsi, jelas akan berdampak terhadap kinerja keuangan. Kebijakan Tax
Amnesty dapat memberikan kontribusi positif untuk kinerja keuangan perbankan
seperti Dana Pihak Ketiga. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Shely Saraswati, et al. bahwa Tax Amnesty memberikan kontribusi positif terhadap
penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional.73 Maka untuk membuktikan
apakah kebijakan Tax Amnesty juga memberikan kontribusi positif terhadap DPK
Bank Umum Syariah sebagai BP. Peneliti akan melakukan penelitian perbandingan
(komparatif) rata-rata penghimpunan DPK sebelum dan sesudah kebijakan Tax
Amnesty tahun 2016 dengan kerangka konseptual sebagaimana Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
73 Shelly Saraswati, et. al., “Analisis Perbandingan Dana Pihak Ketiga, Return On Assets,
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional dan Loan to Deposit Rasio Sebelum dan Sesudah Tax Amnesty”, Prosiding Manajemen, Vol. III No. 1 (2017), 6.
Bank Persepsi
Dana Pihak Ketiga
Sebelum Tax Amnesty Sesudah Tax Amnesty
Paired Sample T-Test
Pembahasan
Kesimpulan
Sumber: Sofyan Yamin (2014: 56) diolah
53
Berdasarkan kerangka konseptual pada Gambar 2.1, peneliti melakukan
perbandingan uji beda rata-rata antara dua kelompok data yang saling berkaitan,
yaitu Dana Pihak Ketiga bank syariah sebagai Bank Persepsi dengan perlakuan
berbeda yakni sebelum dan sesudah kebijakan Tax Amnesty tahun 2016.
2.6 Hipotesis
Hipotesis (hypo = sebelum; thesis = pernyataan, pendapat) adalah suatu
pernyataan yang dikeluarkan sebelum melakukan tindakan. Hipotesis merupakan
pernyataan sementara (tentative) yang menjadi jembatan antara teori yang dibangun
dalam merumuskan kerangka pemikiran, atau sebaliknya. Untuk menguji
kebenarannya perlu dilakukan pembuktian secara empiris.74
Hipotesis yang dibangun peneliti pada penelitian ini berdasarkan rumusan
masalah dan pertimbangan atas penelitian terdahulu adalah sebagaimana berikut:
H0: Tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata penghimpunan Dana Pihak Ketiga
bank syariah sebelum dan sesudah kebijakan Tax Amnesty.
H1: Terdapat perbedaan signifikan rata-rata penghimpunan Dana Pihak Ketiga bank
syariah sebelum dan sesudah kebijakan Tax Amnesty.
74 Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati, Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan
Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan (Jakarta: Refika Aditama, 2014), 42.